terbarukan renewable adalah energi yang dapat terus menerus dipakai dengan jumlah yang dapat diperbarui, dan tidak pemah habis. Energi terbarukan yang dapat
digunakan sebagai energi pembangkit listrik, yaitu air, angin, biomassa, biogas, panas bumi, matahari dan gelombang laut. Sumber energi biomassa bisa berupa
sampah hasil pertanian dan rumah tangga. Untuk sampah rumah tangga lebih ditekankan pada daerah perkotaan, sebab masyarakat kota memiliki tingkat produksi
sampah rumah tangga yang tinggi. Bendungan-bendungan Sungai Brantas --yang telah beroperasi maupun yang
masih dalam perencanaan-- selain dapat berfungsi sebagai pengendalian banjir, irigasi, perikanan darat, pariwisata, bendungan-bendungan tersebut juga merupakan
sumber energi air yang potensial, yang dapat difungsikan sebagai sarana pembangkit tenaga listrik.
1. Permasalahan
1. Masih rendahnya tingkat diversifikasi energi, yang ditunjukkan oleh tingginya
ketergantungan terhadap bahan bakar minyak BBM. Pembangunan dan pangsa penggunaan energi selama ini masih bertumpu pada pengguna energi
tidak terbarukan, seperti minyak bumi, padahal cadangan minyak bumi semakin menipis.
Kondisi tersebut diperparah oleh pemanfaatan energi yang belum efisien konsumen rumah tangga, industri dan transportasi. Hal ini tercermin dari
perilaku pemilihan jenis energi untuk berbagai sektor yang belum efektif dan konsumsi energi yang lebih konsumtif, serta rendahnya tingkat efisiensi
peralatan. 2.
Kapasitas infrastruktur terbangun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi final. Infrastruktur yang ada pada umumnya sudah tua, terbatas, dan
memiliki efisiensi yang rendah. Infrastruktur tersebar tidak merata, dan sebagian besar belum terinterkoneksi. Sebagian besar infrastruktur berorientasi pada
BBM. Infrastruktur jenis energi lainnya seperti gas, panas bumi, batubara dan energi lainnya masih sangat kurang.
3. Infrastruktur penyaluran BBM ke masyarakat belum optimal, dan kinerjanya
relatif belum cukup baik, sehingga secara berulang timbul kelangkaan bahan bakar, baik premium, minyak tanah, maupun gas elpiji. Program konversi dari
minyak tanah ke gas elpiji menjadi sia-sia, karena pada kenyataannya kedua jenis bahan bakar itu pun sering mengalami kelangkaan.
jenis
Pengurangan distribusi minyak tanah untuk digantikan gas elpiji menjadi dilematis, karena di satu pihak konversi energi belum mampu mengubah
sepenuhnya pola penggunaan energi masyarakat untuk meninggalkan minyak tanah. Di lain pihak, mereka yang telanjur mencoba berpindah ke gas elpiji
karena konverternya diberikan cuma-cuma, harus mengalami kelangkaan pasokan, dan melambungnya harga beli, sehingga banyak masyarakat yang
kecewa dan mengambil langkah surut, kembali ke minyak tanah. Namun, pasokan minyak tanah telanjur dikurangi secara bertahap dan jumlahnya
menjadi terbatas, sehingga tak mampu memenuhi permintaan konsumen. Antrean jeriken plastik pun berjajar panjang di tempat-tempat penjualan minyak
tanah, ditunggui oleh pemiliknya di bawah terik matahari. tanpa kepastian. 4. Kebijakan pemberian subsidi BBM membuahkan permasalahan, seperti
penjualan BBM subsidi bukan pada peruntukkannya, maraknya penjualan ”BBM irek” irit tapi ekonomis, dan sebagainya. Di bagian hulu pun masih
terdapat persoalan belum optimalnya pelaksanaan bagi hasil pengelolaan energi, seperti minyak dan gas, juga masalah perhitungan pajak, biaya
produksi dan royalty.
2. Sasaran