Reaksi kompleks
6.4 Reaksi kompleks
Reaksi kompleks diklasifikasikan kedalam reaksi substitusi ligan, reaksi konversi ligan dan reaksi redoks logam. Reaksi substitusi dan redoks khususnya telah dipelajari dengan detil.
a Reaksi substitusi ligan
Reaksi substitusi ligan kompleks
LnMX + Y → LnMY + X sangat penting untuk preparasi berbagai turunan kompleks. Kondisi detil ligan dan kompleks
yang memungkinkan reaksi ini telah dipelajari untuk memahami stereokimianya dan mencapai laju reaksi substitusi yang praktis. Seperti juga pada jenis reaksi yang lain, kita perlu memahami kesetimbangan dan laju reaksinya.
Konstanta pembentukan
Konstanta kesetimbangan reaksi substitusi ligan disebut dengan konstanta kestabilan atau pembentukan. Konsep dan metoda perhitungan konstanta pembentukan bertahap diusulkan oleh N. Bjerrum (1941). Konstanta kesetimbangan penggantian ion terhidrasi M dengan ligan lain L dalam larutan air adalah
dan konstanta pembentukan overal β n adalah:
Kestabilan termodinamika produk substitusi menjadi lebih besar jika konstanta pembentukannya meningkat.
Di pihak lain, pemahaman efek ligan yang keluar, X, dan ligan yang masuk, Y, pada laju substitusi dan spesi senyawa antara yang dibentuk penting untuk mengelusidasi reaksi kompleks logam. Khususnya bermanfaat untuk merangkumkan struktur elektronik logamnya, stereokimia kompleksnya dan korelasi antara parameter yang mewakili sterik senyawa dan laju reaksi. Umumnya mekanisme reaksi dapat diklasifikasikan menjadi mekanisme asosiatif, pergantian dan disosiatif bergantung pada perbedaan senyawa antaranya (Gambar 6. 26).
Gambar 6.26 Kestabilan senyawa antarae substitusi ligan.
Mekanisme asosiatif Bila laju substitusi ligan kompleks bergantung pada ligan, Y, yang berkoordinasi dengan logam pusat dan tidak sensitif pada ligan yang keluar, X, reaksinya mengikuti mekanisme asosiatif yang meningkatkan bilangan koordinasi. Reaksi substitusi semacam ini sering diamati pada kompleks Pt(II) planar tetra-koordinat, dan spesi senyawa antaranya adalah kompleks penta-koordinat bipiramidal segitiga. Reaksinya akan berorde satu pada baik kompleks tetra-koordinatnya maupun pada Y, dan secara keseluruhan orde kedua. Karena reaksi ini disertai dengan reduksi spesi molekular dalam tahap antara, pengukuran termodinamik reaksi mengindikasikan entropi aktivasi, ∆S, -nya bernilai negatif. Spesi senyawa antara dalam kasus mekanisme asosiatif heksa-koordinat adalah kompleks hepta-koordinat.
Mekanisme pertukaran Bila waktu hidup senyawa antara sangat pendek, reaksi berlangsung melalui mekanisme pertukaran, ketika koordinasi Y dan eliminasi X berlangsung bersamaan.
Mekanisme disosiatif reaksi substitusi yang sangat sensitif pada identitas ligan yang keluar, X, dan praktis tidak sensitif pada identitas ligan yang masuk, mengikuti mekanisme disosiatif dengan Mekanisme disosiatif reaksi substitusi yang sangat sensitif pada identitas ligan yang keluar, X, dan praktis tidak sensitif pada identitas ligan yang masuk, mengikuti mekanisme disosiatif dengan
dalam tahap senyawa antaranya, aktivasi entropinya, ∆S, bernilai positif.
Latihan 6.6
Urutan laju substitusi ligan kompleks Pt(II) adalah H -
2 O ligan yang masuk. Mekanisme substitusi mana, asosiatif atau disosiatif, yang diikuti? [Jawab] Karena bergantung pada ligan yang masuk maka sangat boleh jadi mekanismenya
asosiatif.
Efek trans Dalam kompleks tetra-koordinat bujur sangkar khususnya Pt(II), ligan yang berorientasi trans pada ligan yang keluar X menentukan laju substitusi. Hal ini disebut dengan efek trans. Laju substitusi meningkat dengan peningkatan kemampuan akseptor π atau donor σ
ligan trans dalam urutan NH -
3 < Cl < Br
mungkin juga diperlihatkan di kompleks heksa-koordinat oktahedral, walaupun efeknya biasanya reltif kecil.
Laju pertukaran H 2 O dalam ion terhidrasi . Klasifikasi laju pertukaran yang diusulkan oleh H.
Taube (1952) adalah inert, pertengahan, dan labil. Laju pertukaran ion logam golongan utama dan transisi terhidrasi (ion yang terkoordinasi pada air) sangat berbeda bergantung pada identitas spesi logamnya. Karena laju pertukaran ligan air berhubungan erat dengan laju pertukaran ligan lain, sangat bermanfaat untuk perbandingan umum laju pertukaran kompleks ion logam yang berbeda.
5 9 Untuk logam alkali dan alkali tanah, laju pertukaran sangat tinggi (10 -1 -10 s ), dan kompleks logam ini diklasifikasikan labil. Karena mekanisme disosiatif biasanya dijumpai dalam kasus ini, ion
dengan derajat ion yang kecil dan ukuran yang lebih besar menarik ligan air lebih lemah dan laju
pertukarannya menjadi lebih besar. Dalam ion logam golongan 12 Zn 2+ , Cd , Hg , logam
golongan 13 Al 3+ , Ga , In , dan ion logam golongan 3 Sc ,Y , pertukaran ligan yang cepat terjadi dengan mekanisme disosiatif.
4 Di pihak lain, laju pertukaran ion M(II) dari logam transisi blok d nilainya sedang (10-10 -1 s ) dan
6 laju pertukaran ion M(III) lebih rendah lagi. Laju pertukaran ion d 3+ Cr dan d Co
sangat rendah
-9 (10 -1 -10 s ) dan kompleksnya dikatakan inert. Telah banyak studi reaksi pertukaran ligan yang dilakukan. Laju pertukarannya bertambah lambat dengan semakin besarnya energi penstabilan
-1 -1
Percobaan tabung reaksi
Reaksi biologis atau kimia yang mudah dilakukan di tabung reaksi sering disebut dengan percobaan tabung reaksi. Larutan dicampurkan dalam tabung reaksi pada suhu dan tekanan kamar dan diaduk untuk diamati perubahan warnanya, pembentukan endapannya, dan hasil rekasinya diterka-terka. Guru besar di universitas kadang-kadang melakukan percobaan seperti ini. Walaupun mudah, percobaan sederhana seperti ini hanya menunjukkan efek absorpsi sinar tampak dan pembentukan endapan. Namun, karena penemuan hebat dapat diperoleh dari percobaan seperti ini, percobaan mudah ini jangan disepelekan.
H. Taube menuliskan bahwa ia menemukan isyarat mekanisme transfer elektron koordinasi dalam (inner-sphere electron transfer mechanism) dalam percobaan tabung reaksi. Ia mencampurkan Cr 2+ (aq) dan I
2 dalam tabung reaksi untuk mengklarifikasi
oksidasi Cr 3+ (aq) dan mengamati bahwa perubahan warna [Cr(H
2 O) 6 ] melalui
warna hijau. Warna hijau disebabkan oleh [(H 2+
2 O) 5 CrI] yang tidak stabil dan
berubah menjadi [Cr(H -
2 O) 6 ] +I . Ia mengasumsikan bahwa hal ini disebabkan
oleh pembentukan ikatan Cr-I sebelum Cr(II) dioksidasi oleh I 2 . Selanjutnya, ia
melakukan percobaan tabung reaksi lain menggunakan [(NH 2+
3 ) 5 CoCl] sebagai
oksidator dan menemukan bahwa Cr 3+ (aq) diubah menjadi [Cr(H
2 O) 6 ] melalui
[(H 2+
2 O) 5 CrCl] yang bewarna hijau. Reaksi ini didapatkan mengikuti mekanisme transfer elektron koordinasi dalam dengan pembentukan jembatan Co-Cl-Cr antara
Co 2+ dan Cr dan menyebabkan Taube menerima hadiah Nobel beberapa tahun kemudian.
b Reaksi redoks
Bilangan oksidasi logam dalam senyawa logam transisi dapat bervariasi dari rendah ke tinggi. Bilangan oksidasi ini dapat berubah dengan reaksi redoks. Akibat hal ini, jarak ikatan dan sudut ikatan antara logam dan unsur yang terkoordinasi, atau antar logam, berubah dan pada saat tertentu keseluruhan struktur kompleks dapat terdistorsi secara dramatik atau bahkan senyawanya dapat terdekomposisi.
Reaksi senyawa logam transisi dengan berbagai bahan oksidator atau reduktor juga sangat penting dari sudut pandang sintesis. Khususnya, reaksi reduksi digunakan dalam preparasi senyawa organologam, misalnya senyawa kluster atau karbonil logam.
Sementara itu, studi transfer elektron antar komplkes, khususnya reaksi redoks senyawa kompleks logam transisi telah berkembang. Taube mendapat hadiah Nobel (1983) untuk studi reaksi transfer elektron dalam kompleks logam transisi dan mengklasifikasikan reaksi ini dalam dua mekanisme. Mekanisme transfer elektron dengan ligan jembatan digunakan bersama antara dua logam disebut dengan mekanisme koordinasi dalam, dan mekanisme reaksi yang melibatkan transfer langsung antar logam tanpa ligan jembatan disebut mekanisme koordinasi luar.
Mekanisme koordinasi dalam
bila [CoCl(NH 2+
3 ) 5 ] direduksi dengan [Cr(OH 2 ) 6 ] , suatu
kompleks senyawa antara, [(NH 4+
3 ) 5 Co-Cl-Cr(OH 2 ) 5 ] , terbentuk dengan atom khlor membentuk
jembatan antara kobal dan khromium. Sebagai akibat transfer elektron antara khromium ke kobal melalui khlor, terbentuk [Co(NH +
3 ) 5 Cl] , dengan kobal direduksi dari trivalen menjadi divalen, dan
[Cr(OH 3+
2 ) 6 ] , dengan khromium dioksidasi dari divalen menjadi trivalen. Reaksi seperti ini adalah jenis reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi dalam. Anion selain halogen yang cocok untuk
pembentukan jembatan semacam ini adalah SCN - ,N , CN ,dsb.
Mekanisme koordinasi luar
. Bila [Fe(phen) 3+
3 ] (phen adalah ortofenantrolin) direduksi denga
[Fe(CN) 4-
6 ] , tidak ada jembatan ligan antar logam dan elektron berpindah dari HOMO Fe(II) ke LUMO Fe(III) dalam aktu yang sangat singkat dan kontak langsung antar dua kompleks. Akibat
transfer elektron ini, terbentuk [Fe(phen) 3-
3 ] dan [Fe(CN) 6 ] . Reaksi seperti ini adalah reaksi
redoks melalui mekanisme koordinasi luar, dan karakteristik sistem kompleks yang memiliki laju substitusi ligan yang sangat lambat dibandingkan dengan laju transfer elektron, khususnya dalam sistem yang memiliki ligan yang sama tetapi bilangan oksidasi yang berbeda, [Fe(CN) 3-
6 ] dan
[Fe(CN) 4-
6 ] yang memiliki laju transfer elektron yang besar. R. A. Marcus mendapatkan hadiah Nobel (1992) untuk studi mekanisme transfer elektron koordinasi luar ini.
Soal
6.1 2+ Dalam lubang jenis mana, oktahedral atau tetrahedral, ion Fe cenderung masuk dalam
oksida Fe 3+
3 O 4 yang mengandung baik ion Fe dan Fe ?
6.2 Deskripsikan cara preparasi trans-[PtCl(Et)(Pet 3 ) 2 ]
6.3 Usulkan kompleks logam mononuklir dan dinuklir yang mengandung ligan siklopentadienil dan karbonil dan memenuhi aturan 18 elektron.
6.4 Usulkan cara sintesis selektif cis-[PtCl 2 (NH 3 ) 2 ] dan trans-[PtCl 2 (NH 3 ) 2 ] menggunakan efek
trans.
6.5 2+ Bagaimana dapat dibuktikan bahwa reduksi [CoCl(NH
2+
3 ) 5 ] oleh [Cr(OH 2 ) 6 ] berlangsung