Rekayasa sistem kemitraan usaha pola mini agroindustri kelapa sawit

REKAYASA SISTEM KEMITRAAN USAHA
POLA MINI AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT

Oleh :
HASBI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2001

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang bejudul :

REKAYASA SISTEM KEMITRAAN USAHA
POLA MINI AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah
dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.


REKAYASA SISTEM K E M I T W USAHA

POLA MINI AGROINDUSW KELAPA SAWIT

Oleh :

HASBI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk rnemperoleh gelar
Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANUN BOGOR
2001


Judul Disertasi

:

Rekayasa Sistem Kernitram Usaha
Pola Mini Agroindustri Kelapa Sawit

Sama

:

Hasbi

NRP

:

965094

Program Studi


:

Teknologi Industri Pertanian

Menyetujui,
1. Kornisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Eriyatno. MSAE

Prof. Dr. Ir. H.k.
H.Bintoro Djoefrie, M.An.
~ n ~ ~ d t a

Dr. Ir. Erliza Noor
Anggota

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknologi
Industri Pertanian


Dr. Ir. Irawadi Diamaran
Tanggal Lulus : 05 September 200 1

Program Pascasarjana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal04 November 1960 di Palernbang, Sumatera

Selatan, sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara dari Ibu Rofeah
(Almahumah) dan Ayah H. Sidik Mahmud. Pada tahun 1986, penulis memperoleh
gelar Sajana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya,

Palembang. Pada tahun 1993, penulis diterima di Program Studi Teknologi

Pascapanen p;ada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan rnemperolsh
gelar Magister Sains pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan ke program

doktor pada Program Studi Teknologi lndustri Pertanian pada Program
Pascasajana lnstitut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 1996.


Beasiswa

pendidikan pawasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

melalui BPPS (Beasiswa Program Pascasarjana).

Sejak tahun 1986 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Jurusan Teknolcgi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Penuls menikah dengan Dr. lr. Siti Herfinda pada tanggal 11 September
1988 dan telah dikarunia dua orang anak, yaitu Alfian Hasbi (12 tahun) dan Hilda

Nadhila Hasbi (4 tahun).

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat rnenyelesaian disertasi ini. Penulis menyadari bahwa
selesainya disertasi ini juga berkat segala upaya serta bantuan dari berbagai pihak.

Semoga Allah SWT membalas segala jasa yang telah mereka berikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terirna kasih

yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE atas kesediaan beliau
menjadi Ketua Komisi Pembimbing. Jasa dan budi baik beliau begitu besar dalam
rnembantu kelancaran studi penulis hingga penyelesaian pendidikan S-3 ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada

Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M-Agr., Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim,
M.Sc., dan Dr. Ir. Ertiza Noor atas kesediaannya menjadi Anggota Komisi
Pembirnbing. Bimbingan, saran, dorongan dan dukungan beliau-beliau sangat
membantu daya sintesis dan sistematis berfikir penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas
Sriwijaya dan Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya atas izin dan
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan
Ooktor (5-3) di Program Pascasarjana, IPB.

Terima kasih disampaikan ,pula

kepada Direktur Program Pascasarjana IPB dan BPPS, Depdikbud atas
kesempatan dan dukungan beasiswa yang telah diberikan sehingga proses

penyelesaian studi penulis dapat bejalan dengan lancar.

Kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi dan Bapak Dr. Ir. Suhendar
Sulaeman, MS selaku Penguji Luar Komisi, penulis menyampaikan terima kasih

abs semua saran dan masukan untuk memperbaiki naskah disertasi ini.
Kepada Direktur Perkebunan Minanga Ogan, Bapak Prof. Mr. Makmun
Sulaiman, SH., Ir. Darrnansyah, Kepala Kebun PT. Perkebunan Minanga Ogan

dan Ir. Z ulkamain, Kepala Koperasi Minanga Ogan, penulis mengucapkan terima

kasih atas izin, data dan informasi serta fasilitas yang telsh diberikan kepada
penulis selama studi kasus di lapangan.
Kepada Dr. Ir. Robiayanto Hendro Susanto dan Dr.lr. Kiki Yuliati, penulis
mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
Kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi lndustri Pertanian
IPB yang telah memberikan fasilitas ruangan dan Icornputer, penulis ucapkan

terima kasih. ~&irnakasih disampaikan pula kepada Roni Wjaya atas bantuan
pembuatan model pmgram kornputernya. Oemikian pula kepada seluruh rekan

GKM-10 yaitu Dr.lr. Larianda Baka, Dr.lr. Muhammad Said Didu, Dr.lr. Machfud,
Or-lr. Agus Tedi, Dr.lr. Dedi Mulyadi, Dr. Ir. Supri Basdabella, Ir. Agus Cani, MSG.,
Ir. Oida Hariyadi, M.A., Ir. Agus Gunawan, M.S. atas segala bantuan, persaudaraan
dan kebersamaan.
Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh keluarga, Ayah,
Ibu, Mertua, kanda Ir. Syamsu Indera, MM, serta seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya. Penghargaan yang tak terhingga kepada lsteri tercinta
Dr. Ir. Siti Herlinda dan anak-anak tersayang M a n Hasbi dan Hilda Nadhila Hasbi,

yang telah memberi bantuan tak temilai, ketabahan, kesabaran, kesetiaan dan
pengorbanan serta pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua.

Bogor, Oktober 2001
HASBl

........................................................
........................... .

Analisis Kebutuhan
.
...................
...........................................
Formulasi Permasalahan
....................................................
ldentifikasi Sistem

V . ANALISIS SlSTEM
5.1.

5.2.
5.3.

.....................................................
......................... .
..........
Konfigurasi dan Asumsi Mcdel
..................................
Sistem Manajemen Basis Model

Sistem Manajemen Basis Data ....................................
..........................................
Sistem Manajemen Dialog

VI . REKAYASA MODEL
6.1.

6.2.
6.3.

6.4.

...............................................
.................................................
Lokasi Studi Kasus
............................ ............**.....
Perkebunan Rakyat
Agroindustri Kelapa Sawit ..........................................
..........................
Pemberdayaan Masyarakat Pekebun


VII . ANAUSIS SlTUASlONAL

7.1.
7.2.
7.3.

7.4.

................................... ................
Sub model Pemilihan TeknoIogi Pengolahan Kelapa Sawit ...
Sub model Kelayakan Usaha Pabrik ..............................
Sub model Kelayakan Usaha Kebun ..............................

VIII . VERlFlKASl MODEL
8.1.
8.2.
8.3.

8.4. Sub model Kelayakan Usaha Integrasi Pabrik dan Kebun
8.5. Sub model Analisis Kelembagaan Kemitraan Usaha

...

.........

....................
9.1. Konsep Dasar Kemitraan Usaha Pola MAKS ..................
9.2. Teknologi MAKS
....................................................
.................................................
9.3. Manajemen Usaha
9.4. Lembaga Layanan Pengembangan Bisnis ......................
................................. .
9.5. Rancangan lmplementasi
......

IX. REKAYASA KEMITRAAN USAHA POW MAKS

.............................................
.........................................................
Kesimpuiaan
................................................................
Saran

X . KESIMPUIAN DAN SARAN

.

10.1

10.2.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

......................................................
............................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
Perkembangan luas dan prduksi kelapa sawit di lndonesia (1978
......*...*........ .........................................
- 2000)

..

Jumlah dan kapasitas pabrik kelapa sawit di lndonesia tahun 1998
Jumlah dan kapasitas pabrik minyak goreng di lndonesia tahun
....... . ....... ............ .,.......... .......... ............. .......
1998

.

Produksi Oleo-kimia Indonesia

...................,.,,.,,..,............

Proyeksi konsumsi minyak sawit (CPO) Menurut seMor industri

.....................
.......,.,.,............
....
Matriks keputusan dengan M e t d e MPE ... ...................,..
Potensi limbah kelapa sawit

Kebutuhan pelakunembaga yang terlibat dalam kemitraan usaha
............................
pola agroindustri kelapa sawit ..... .

. ...........

Data Struktur biaya usaha kebun kelapa sawit

..................... .

Penyebaran areal perkebunan kelapa sawit rakyat menurutt
......... ......... .................. ...... ,..... ...
propinsi tahun 1999

.....

Matriks keputusan manajemen teknologi pengolahan kelapa sawit
Hasil analisis kelayakan investasi pabrik

..............................

Analisis sensitivitas berdasarkan perubahan harga beli TBS, harga
jual CPO dan biaya produksi CPO ... . ........... ......... ...... ...... ... .
Hasil analisis kelayakan investasi kebun skala 1ha dengan sumber
dana bank konvensional dan syariah berdasarkan produksi aktual
dan potensial ... ... ... ... ... ...
....
......... ..,

.....

Analisis sensitivitas terhadap perubahan harga jual TBS,biaya
...
panen dan biaya angkut TBS ...... ... .........

.

.....

.........
....

Hasil analisis kelayakan investasi PKS skala 5 ton TBSljam
terintegrasi dengan kebun skala 1000 ha ..............................
Hasif Reachabildy Matriks Final dan interpretasinya dari elemen
............................, .....,,.
,.,,
kebutuhan program

..,........,,.

Hasil Reachabilw Mat*
Final ctan interpretasinya dari elemen
.,,.
,,,,...........
........... ........... ......... ..... ..... .
kendala utama
Hasil Reachability Matriks Final dan interpretasinya dari elemen
tujuan program
...................................................
...........

Hasil Reachabildy Mat& Final dan interpretasinya dari elemen
... ...... ....
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

..

..............................................
.......................................................
..
.....................................................

Produksi kelapa sawit dunia
StruMur dasar SPK
Diagram Teknik ISM

Tahapan penelitian untuk strategi sistem kernitman usaha

......:..

..............
.................................................

Tahapan penelitian operasionalisasi kemitraan usaha
Tahapan.analisis sistern

Diagram lingkar sebabakibat sistem kernban usaha poia
agroindustri kelapa sawit ...................................................

Diagram input-output sistem kemitraan usaha pola agroindustri
kelapa sawit
;...........................................
i................

.......

..........
sub model pemilihan teknologi pengolahan ...........................
....................................
Sub model kelayakan usaha pabrik
....................................
Sub Model kelayakan usaha kebun
Sub mcdel kelayakan usaha lntegrasi pabrik dan kebun ............
Sub mcdel analisa kelembagaan kernitman usaha Pota MAKS ....
Konfigurasi Model Sistem Penunjang Keputusan Mitrawit

Nilai IRR dengan berbagai skenario kenaikan suku bunga bank
konvensional dan kenaikan persen bagi hasiI dengan bank
syariah

.......................................................................

Nilai IRR dengan berbagai skenario kenaikan suku bunga bank
konvensional dan kenaikan persen bagi hasil dengan bank syariah

......................
Matriks Driver Power Dependence elemen kebutuhan program ...
Diagram model struktural kebutuhan program

...........................

Diagram model struktural kendala utama

Matriks Driver Power Dependence elemen kendala utama .........
Diagram model struktuml tujuan program

.............................

Matriks Driver Power Dependence elemen tujuan program ........
Diagram model struktural lembaga yang terlibat dalam
pelaksanaan program ............................... .................

..

Matriks Driver Power Dependenceelemen k mbaga yang terlibat
dalam pelaksanaan program
............................................

Skema konsepsi kemitraan usaha Pola MAKS

.....................

26. Diagram alir neraca massa pada PKS

.......... .....................

27. Struktur organisasi Koperasi dan Manajemen Unit Usaha setelah
........................... ........... .................
transfer dari Investor

.

28. Proses layanan koperasi dan Manajemen Unit Usaha melahi
Layanan Pengembangan Bisnis .............................................
29. Tahapan kegiatan kemitraan usaha Pola MKS

..... ..............

153

154

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Kondisi fisik lahan untuk perkebunan kelapa sawit

..................
..............

Potensi produksi kelapa sawit berdasarkan ketas lahan
Pohon industri kelapa sawit

172
173

...................................................

174

.........................................

175

Tampilan pembuka model Mirawit

Tampilan*masukan data dengan Metode ISM

....................
..
.

176

Skenario input sub model kelayakan usaha integrasi pabrik dan
kebun serta tampitan parameter kelayakan usahan ...................

177

Asumsi-asumsi dan kwfisien pada usaha PKS 5 ton TBSljam ......

178

Perincian modal tetap pada PKS skala 5 ton TBSljam

...............

179

Biaya tetap dan biaya tidak tetap PKS 5 ton TBSljam

................

180

...........................

181

Pembiayaan modal kerja dua bulan produksi

Biaya penyusutan dan perawatan PKS 5 ton TBSljam

................

182

Proyeksi rugi-laba PKS 5 ton TBSQamsumber dana bank
konvensional
................................................................

183

Proyeksi arus uang PKS 5 ton TBSljam sumber dana bank
konvensional
..............................................................

184

Proyeksi mgi-laba PKS 5 ton TBSljam sumber dana bank syariah

185

Prakiraan pembangunan kebun kelapa sawit per hektar

.............

187

Pembangunan kebun kelapa sawit dan asumsi-asumsi

..............

188

Proyeksi rugi-laba kebun kelapa sawit skala I ha s u m b r dana
bank konvensional ............................
.......................

.
.

189

Proyeksi arus uang kebun kelapa sawit skala 1 ha sumber dana
bank konvensional
.................................

.
.
....
.
.
190

Proyeksi rugi-laba kebun kelapa sawit skala 1 ha sumber dana
.......................................................... . .
bank syariah

.

191

Proyeksi arus uang kebun kelapa sawit skala 1 ha sumber dana
.................................................................
bank syariah

192

..........

193

23. Proyeksi rugi-lab usaha integrasi pabrik dan kebun s u m k r dana
..........................................................
bank konvensional

194

24. Proyeksi arus uang usaha integrasi pabrik dan kebun sumber dana
..........................................................
bank konvensional

195

25. Proyeksi rugi-laba usaha integrasi pabrik dan kebun sumber dana
bank syariah
..................................................................

196

22. Rincian biaya dan pendapatan integrasi pabrik dan kebun

26

.

Proyeksi arus uang usaha integrasi pabrik dan kebun sumbr dana
bank syai.ah
..............................................................

27 . Petunjuk instalasi dan pengoperasian Model Mitrawit

...............

197

198

1.I. Latar Belakang
Komoditas kelapa sawit rnerupakan salah satu komoditas perkebunan yang

peranannya sangat penting dan strategis dalam penerimaan devisa negara,
penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah.
Untuk lebih meningkatkan peranan kelapa sawit tersebut, berbagai upaya perlu
dilakukan untuk memeahkan berbagai masalah serta untuk meningkatkan efisiensi
pengelolaan perkebunan dan industri kelapa sawit.
Kontribusi produk minyak sawit terhadap

PDB sub sektor perkebunan

meningkat dari 27,9% (RP 2,64 triliun) pada tahun 1994 menjadi 32,3% (Rp 3,33
trilun) pada tahun 1997 (Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, 2000). Pada
tahun 1999 volume ekspor produk-produk kelapa sawit mencapai 4 616 944 386

kg senilai US$ 1 879 155 400. Volume dan nilai ekspor produk keiapa sawit
tersebut diproyeksikan akan meningkat terus seiring dengan peningkatan luas
lahan kelapa sawit.
Berdasarkan kondisi tahun 2000, setiap hektar perkebunan kelapa sawit
rata-rata menyerap tanaga kej a langsung sebanyak 0.67 tenaga kerja dan setiap

8000 ha kebun membutuhkan PKS dengan kapasitas 30 ton TBSljam yang
menampung tenaga kerja sekitar 150 orang.

Dari data tersebut krarti setiap

helrtar kebun sawit menampung tenaga kerja langsung sebanyak 0.695 orang
(termasuk tenaga kerja pabrik).

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, luas

areal kebun kelapa sawit pada tahun 2000 adalah 3 174 726 ha, berarti dapat
menampung tanaga kej a sejumlah 2 206 435 orang. Dari jumlah tersebut 2 127
066 orang tenaga keja perkebunan dan 79 368 orang tenaga keja pabrik.

Dilihat dari ketersediaan sumber daya yang

ada, Indonesia

masih

mempunyai peluang besar untuk mengembangkan perkebunan dan industri kelapa

2
sawit di masa mendatang. Pengembangan agroindustri kelapa sawit ini hams
diarahkan untuk meningkatkan pmduktivitas, efisiensi dan keberlanjutan usaha
sehingga memberikan dampak yang bbih besar

lagi terhadap perekonomian

daerah dan pemberdayaan rakyat pekebun.
Kebijakan

pengembangan

kelapa

sawit

pengembangan industri pengolahan kelapa sawit.

perlu

diarahkan

pada

Melalui pengembangan industri

pengolahan diharapkan dapat meningkatkan peran kelapa sawit sebagai penghasil

devisa negara, meningkatkan nlai tambah dan daya saing produk serta memacu
pengembangan agroindustri dalam negeri. Produk hilir kelapa sawit mempunyai

spektrum pemanfaatan yang luas antara lain berupa produk pangan seperti minyak
goreng, margarine dan shortening, produk oleokimia seperti asam lemak, fatty
alkohol, fatty nitrogen, gliserin, metil ester dan prduk-produk derivat lainya.
Penggunaan produk antara lain untuk kebutuhan industri cat, kosmetik, pestisida.
pelurnas, dan industri pakan.

Kebijakan pengembangan kelapa sawit perlu juga

diarahkan pada pengembangan usaha kelapa sawit rakyat,

agar tejadi

keseimbangan arus modal yang selama ini banyak dikuasai oleh pihak swasta dan
pemerintah.
Sebelum tahun 1979, hanya pemerintah dan perusahaan swasta besar
I

Sejak itu kebijakan pemerintah

yang memiliki pekebunan kelapa sawit.

memfokuskan pada pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat melalui
kemitraan dengan perkebunan besar. Areal pengembangan tanaman ketapa sawit

rakyat mengalami pertumbuhan yang

cukup

Menurut Direktorat JenderaI Perkebunan.

signifikan dari tahun ke tahun.

luas areal perkebunan kelapa sawit

menmpai 3 174 726 ha pada tahun 2000, 1 052 796 ha merupakan perkebunan

rakyat, 501 143 ha merupakan perkebunan negara dan 1 620 787 ha adatah
perkebunan milik swasta. Pada tahun yang sarna,

pmduksi CPO diperkirakan

mencapai 6 217 425 ton. Perkembangan iuas lahan dan volume produksi kelapa
sawit disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkernbangan luas dan produksi kelapa sawit di Indonesia (1978

-

2000)
Tahun

Lms 0
PR
0

1978

PTPN

PBS,

163.465

86.65 1

Total

Produksi CPO (ton}
I PTPN PBS Total

-R
0

250.116

336.224

165.060

501.284

176.408

81.406

260.939

0

438.756

202.484

641.240

117.564

335.195

143.603

597.362

43.016

861.173

339.241

1.243.430

1994

572.544

386.309

845.296

1.804.1492.

839.334

1.571.501

1.597.227 4.008.062

1995

658.536

404.732

961.718

024.986

1.001.443

1.613.848

1.864.379

4.479.670

1996

738.887

426.804

1.083.823

2.249.514

1.133.547

1.706.852

2.058.259

4.898.658

1997

824.298

443.008

1.194.521

2.461.827

1294.409

1.800.033

2.291.012

5.385.458

1998

890.506

489.143

1.409.134

2.788.783

1.348.163

1.857.089

2.434.902

5.640154

1999

972.395

494.143

1.508.582

2.975.120

1.44 1.319

1.995.122

2.552.742

5.949.183

2000

1.052-796

501.143

1.620.787

3.174.726

1.503.395

2.056.519

2.657.51 1

6.217.425

1979

1985

3.125

PR = Perkebunan Rakyat;

PTPN = Perkebunan Negara;

PBS = Perkebunan Swasta

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2001)
Berbagai upaya

tetah dilakukan

pemerintah guna rneningkatkan

produktivitas perkebunan rakyat dan meningkatkan pendapatan pekebun yaitu
berupa program-program intensifikasi dan ekstensifikasi.

perkebunan rakyat khususnya kelapa sawit

Pola pengembangan

dilakukan dengan berbagai metode,

antara lain dengan: (1) Program Inti Plasma yang sering disebut Perkebunan lnti
Rakyat (PIR),
Pelayanan dan

(2) Program Rehabilitasi Tanaman Ekspor QPRPTE), (3) Unit
Pengembangan (UPP) berbantuan, swadaya berbantuan dan

dengan swadaya murni dan (4) Program Anak Bapak Angkat. Pola PlR dan Pola
Anak Bapak Angkat menganut sistem lnti dan Plasma.

Pola inti plasmapun

mempunyai berbagai tipe antara lain PIR Bun dan PIR Trans (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 1999).

Hasil evaluasi dan penelitian galitbang Pertanian (19971, pada pola PIR
kerjasama inti plasma

tidak berjalan baik. Hubungan kerja Perusahaan lnti dan

Koperasi bukan merupakan kesepakatan bersama atas pondasi

kebersamaan

4

ekonomi baik teknis maupun finansial. Produktivitas kebun plasma jauh di bawah
inti, waktu konversi selalu ditunda, dan penetapan harga dan pembayaran hasil
Tandan Buah Segar

W S ) tidak transparan. Pekebun umumnya datam posisi

tawar yang lemah,

sehingga harga, tendemen dan mutu TBS ditentukan oleh

pihak perusahaan inti.

Oari uraian tersebut dapat disirnpulican bahwa pola

Perkebunan Inti Rakyat {PIR- Kelapa Sawit)

kurang berhasil menciptakan

pembagian keuntungan secara adil antara perusahaan inti dan pekebun plasma.
Pola kemitraan yang berkembang selama ini antara PTPN dan PBS dengan
pekebun kelapa sawit, di satu sisi berhasil meningkatkan luas lahan perkebunan
kelapa sawit dan volume produksi TBS.

Di sisi lain, belum dapat mengatasi

pernasalahan yang timbul akibat melimpahnya volume produksi TBS dari kebun

rakyat dan rendahnya harga TBS di tingkat pekebun.
Upaya untuk menyelesaikan dualisme antara perusahaan inti dan pekebun
plasma yang terjadi selama ini pada pola PIR, pemerintah (Departemen Kehutanan
dan Perkebunan, 1999) yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri
Kehutahanan dan Perkebunan

No. 1071Kpts-H11999, menginginkan pekebun

melalui wadah koperasi mendapatkan kesempatan yang sama dengan perusahaan
(PTPN dan PBS) untuk memasuki atau menangani bidang pekerjaan yang margin

keuntungannya tinggi seperti bidang pengolahan produk perkebunan (agroindusiri)
dan perdagangan.

Pencanangan lima pola pengembangan perkebunan yang

dituangkan dalam surat keputusan meliputi: (1) Pola Koperasi Usaha Perkebunan,
(2) Pola Patungan Koperasi - Investor, (3) Pola Patungan Investor - Koperasi, (4)

Pola Build-Operate and Transfer (BOT) dan (5) Pola Bank Tabungan Negara
(BTN). Kelima pola tersebut belum mendapat tanggapan yang positif dari katangan
investor. Hal itu dikarenakan pihak investor merasa nilai tambah finansial yang
didapatkan dengan penerapan pola pengembangan tersebut tebih kecil dan kurang

5

menarik jika dibandingkan dilakukan secara mandiri dan tidak melibatkan pihak lain
(pekebun atau koperasi).
Pengembangan PKS skala mini yaitu dengan skala kapasitas kurang dari 30
ton TBSfjarn pedu dilakukan guna mengakornodasi kepentingan pekebun sawit

dalam rangka meningkatkan pendapatan dan memberdayakan ekonomi rakyat.

Pengembangan PKS skala mini diharapkan dapat menampung hasil panen kelapa
sawit dari perkebunan rakyat setempat. PKS skala mini juga dapat dikembangkan

untuk dimiliki oleh para pekebun kelapa sawit yang tergabung dalam kelompok
pekebun atau koperasi semra mandiri atau bermitra dengan investor (PBS atau
PTPN) yang membangunkan kebun terintegrasi dengan PKS yang nantinya
dialihkan kepemilikannya kepada koperasi pekebun.
Rekayasa sistem kemitraan usaha bertujuan memberdayakan rakyat
pekebun untuk melakukan usaha agroindustri disamping usaha kebun kelapa sawit
Pekebun memiliki kelebihan tenaga kerja dan tahan, investor yang memiliki modal,
teknobgi, manajemen dan inforrnasi. Ketebihan masing-masing pihak tersebut

dapat saling melengkapi dengan sistem kernitraan usaha.

Rekayasa sistem

kemitraan usaha juga bertujuan untuk mengatasi adanya dualisrne antara pekebun
plasma pemilk kebun dengan penrsahaan inti sebagai pemilik industri pengolahan
d

seperti pada pofa PIR. Suatu pola kemitraan pedu dirancang yang disesuaikan
dengan kondisi kemampuan pekebun yang tergabung dalam koperasi pekebun
untuk mengelola usaha agroindustri tersebut.

Rekayasa sistern kemitraan usaha agroindustri kelapa sawit memadukan

komponen para pelaku yaitu investor, koperasi pekebun, lembaga pembiayaan
usaha dan pemerintah daerah kedalam suatu sistem. Investor adalah perusahaan
yang membangun perkebunan, industri pengolahan dan sarana prasarana, yang
kemudian mengelola kebun dan pabrik sesuai dengan standar teknis guna
mernperoleh manfaat ekonomi dari usaha tersebut dan bertanggung jawab untuk

6

membina pekebun dan SDM kopetasi yang nantinya melanjutkan pengelolaan
usaha tersebut.

Pekebun yang tergabung dalam koperasi adalah suatu badan

usaha yang akan menerirna estafet usaha. Lembaga pembiayaan usaha adalah

lembaga yang membiayai (sumber dana) untuk membangun kebun, pabrik dan
sarana prasarana serta modal keja. Pemerintah daerah lembaga yang krtindak

sebagai fa~i~tator,
mediator, arbitrase dan juga dapat pula sebagai bmbaga
pembiayaan usaha dan atau penyedia lahan.

Rekayasa sistem kemitraan usaha merupakan perihal yang kompleks, seda
melibatkan banyak pihak, bersifat dinamis dan probabilistik.

Oleh karena itu,

penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem dipandang lebih tepat untuk
mencapai tujuan tersebut. Sehubungan dengan ha1 tersebut, dilakukan peneltin

yang mengkaji secara mendalam baik aspek perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
kelayakan usaha, analisa risiko dan manajemen organisasi.
1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan merekayasa sistem integrasi
kernitraan usaha agroindustri keIapa sawit tenrtama untuk meningkatkan
kesejahteraan pekebun. Secara khusus penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1.

Merekayasa model Sistem Penunjang Keputusan untuk manajemen kemitraan
usaha pola agroindustri kelapa sawit.

2.

Menganalisis kelayakan usaha pola agroindustri kelapa sawit yang merupakan
modifikasi dad pola BOT (Build-Operate and Transfer).

3.

Menganalisis strategi sistem kemitraan usaha pola agroindustri kelapa sawit
dengan metode Interpretative Structural Modelling (ISM).

4.

Merekayasa konsepsi kemitraan usaha pola agroindustri kelapa sawit.

1.3. Manfaat Hasll Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk:
1. Oapat dijadikan pola kemitraan usaha pengembangan perkebunan rakyat yang

terintegrasi dengan PKS oleh investor, koperasi pekebun dan Pernerintah
Daerah yang terkait.

2. Alat penunjang keputusan bagi investor yang ingin membangun perkebunan

dengan modifikasi pola BOT, bagi koperasi pekebun yang akan mengelola

usaha agroindustri kelapa sawit, bagi lembaga pembiayaan usaha sebagai
penyandang dana dan bagi Pemerintah Daerah sebagai fasiliitor kemitraan
usaha tersebut.
3. Sebagai informasi ilmiah untuk penelitian dengan pendekatan sistem dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada rekayasa sistem kemitraan usaha pola
agroindustri ketapa sawit dengan modifikasi mekanisme pola BOT (Build-Operate

and Transfer). Anatisis dibatasi pada pengembangan pabrik kelapa sawit yang
terkait dengan perkebunan rakyat dan bersifat lokal.
Kemitraan usaha pola agroindustri kebpa sawit diranang dengan
mempefiimbangkan kelayakan dari aspek teknis teknologis dan finansial pendirian
PKS, analisis manajemen operasionalnya serta analisis risikonya.

Analisis strategi sistem kemitraan usaha pofa mdifikasi BOT dengan

menggunakan teknik ISM berdasarkan elemen-elemen lembaga-lembaga yang
terlibat dalam pelaksanaan program, kebutuhan program, kendala utama dan
tujuan dari program.

11, TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Sistem

Secara definisi sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling
berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suahr tujuan atau suatu gugus dari
tujuan-tujuan (Manetsch dan Park, 1976). Coyle (1996) mendefinisikan sistem
sebagai suatu kumpulan dari bagian-bagian yang temrganisasi untuk suatu tujuan.

Eriyatno (1999) mmenyatakan sistem adalah totalitas himpunan hubungan yang
mempunyai struMur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama
dimensi ruang dan waktu.
Berdasarkan definisidefinisi tersebut penekanan kata terorganisasi dalam
arti gugus dari elemen (bagian-bagian) berhubungan satu dengan lainnya datam

berbagai cara dan mencoba untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu tidak
semua kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu sistem

jika tidak

memenuhi syarat adanya kesatuan (undy), hubungan fungsional dan tujuan yang
berguna.
Pola pikir ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai

hubungan yang relevan, komplementer dan terpercaya adalah visi kesisteman,
sedangkan misi sistem adalah bertujuan menghubungkan berbagai pekerjaan dan
keahlian yang beragam rnenuju kebutuhan suatu sistem yang definiti (8rocklesby
dan Cumrning, 1995).
Pada tahun 1940an para ilmuwan mengembangkan suatu bentuk

pengetahuan sistematik dan multi disiplin untuk operasi militer dan bisnis.
Semenjak itu, di dunia telah dimulai suatu era sistem. Dalam kurun waktu yang
hampir bersamaan Von Sertalanffy mengintrodusit ide tentang 'General system
Theory". Teori tersebut mencari pengettian dari keseluruhan melalui pengetahuan

atas bagian-bagiannya. Paradigma bani itu mempelajari tentang su&u yang utuh
dan keutuhan.
Dalam konsep ilmu sistem (Sistemologi) bertujuan untuk menghubungkan
berbagai pekerjaan dan keahlian yang beragam menuju kepada kebutuhan atau
suatu tujuan dari sistem yang definitif. Teoi sistem dimanfaatkan guna mempelajari
kenyaban akan aturan yang sistematik dan ketergantungan (interdependency) di

dunia (Eriyatno, 1999).

Suatu sistem terdiri dari sub sistem dan elemen. Sub sistem adalah suatu
unsur atau komponen fungsional daripada suatu sistem, yang berperan dalam
pengoperasian sistem tersebut. Untuk membedakan sub sistem dengan elemen,
maka diperlukan pembahasan atas tingkat resolusi (penguraian).

Sub sistem

dikelompokkan dari bagian-bagian sistem yang masih berhubungan satu sama lain
pada tingkat resolusi tertinggi. Sedangkan etemen dari sistem adalah pemisahan
bagian pada tingkat resolusi yang rendah (Eriyatno, 1999).
Menurut Wetherbe (19881, interaksi antar sub sistem (disebut juga interface)
terjadi karena output dari suatu sistem dapat menjadi salah satu input dari sistem
yang lain. Jika interface antar sub sistem terganggu, maka proses transformasi

pada sistern secara kesehruhan akan terganggu juga sehingga akan menghasilkan
bias pada tujuan yang hendak dicapai.

-

Operasi dari elemen-ebmen dalam sistem yang dikenal sebagai proses
transformasi yang mengolah input menjadi output sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dapat dinyatakan sebagai; (1) fungsi matematik, (2) operasi logika dan (3)
proses operasi.
Konsep Black-box menyatakan transforrnasi sebagai "kotak gelap" adalah
sebuah sistem dari detildetil (perincian) yang tiiak terhingga yang menakup
struktur-struktur terkecil dan paling mikro. Karakter kotak gelap dengan dernikian
adalah tinjauan sikap.

Kotak gelap digunakan untuk mengobservasi apa yang

terjadi, bukan mengetahui tentang bagaimana transformasi terjadi. Transformasi
kotak gelap dapat diketahui melalui tiga cara: (1) spesifikasi, misalnya melalui
katalog atau buku standar, (2) analogi, kesepadanan dan modifikasi, dan (3)

observasi dan percobaan.
Teori sistem menyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta-konsep atau
metadisiplin, dimana formalitas dan proses dari keseluruhan disiplin ilmu dan
pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil (Gih, 1993; Camavayal,

1992) di datam Eriyatno (1999).
Para ahli sistem memberikan batasan pennasalahan yang seyogyanya dikaji

dengan menggunakan pendeltatan sistem memenuhi karakteristik: (1) kompleks,
dimana interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada
yang berubah menurut waktu dan ada pandangan ke

masa depan dan (3)

probabilistic, yaitit diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan
maupun rekornendasi. Eriyatno (1999) menyatakan ada tiga pola pikir dasar yang
menjadi pegangan pokok para ahli sistem dalam rnerancang bangun solusi
pennasalahan, yaitu: (1) sibernetik (cybernetic), yaitu berorientasi pada tujuan, (2)
hotistib (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan (paradigma ini

adalah khas ilmu sistem) dan (3) efektif (effectiveness), yaitu lebih dipentingkan

hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan.
2.2. Perkembangan Agroindustri Kelapa Sawit

Agroindustri adalah suatu perusahaan yang rnengolah bahan-bahan yang
berasal

dari tanaman atau hewan.

Pengolahan yang dimaksud meiiputi

transformasi (perubahan) dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimia,
penyirnpanan, pengemasan dan distribusi (Austin, 1992 dan Brown, 1994).
Pengembangan agroindustri dapat mernberikan berbagai keuntungan,
antara lain adalah (1) memberikan nilai tambah yang lebih tinggi, (2) meningkatkan

pendapatan petani, (3) rnenjadikan bentuk produk yang awet, (4) dapat

11

menyelamatkan dan memanfaatkan hasil panen dan (5) mernberikan keuntungan
yang lebih tinggi untuk bersaing, dan (6) dapat memperluas lapangan kej a (Azis,
1993).

Menurut Herman (1997) misi utama

dari pengembangan

agroindustri

adalah meningkatkan pendapatan dan kesempatan keja bagi petani, serta
memanfaatkan hasil pertanian m r a optimal dengan memberikan nilai tambah
yang tinggi melalui pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan tekmlogi.

Komodbs pettanian merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi
berbagai macam produk industri. Bagan produk yang dapat dihasilkan dari suatu
rangkaian proses pengolahan suatu bahan dikenal sebagai suatu pohon industri.

Pohon industri berbasis bahan baku kelapa sawit yang menghasilkan CPO dan
?KO yang dapat diolah lebih bnjut menghasiliran antara lain minyak goreng,
margarine, vitamin A, sabun, detergen dan berbagai produk oleokimia. Selain itu,

juga dapat dihasilkan berbagai produk dari pemanfaatan mngkang, tandan kosong
dan batang.
Agroindustri kelapa sawit dimulai di Indonesia didirikan di Tanah ltam Ulu,
Sungai Liput dan Puiu Raja pada tahun 1922. Pada tahun 1995, 165 pabrik kelapa

sawit didirikan di seluruh Indonesia. Sampai tahun 1980 industn' kelapa sawit di
Indonesia hanya menghasitkan dua produk utama yaitu CPO dan Palm Kernel.
I

Sejarah pengolahan kelapa sawit berubah pada tahun 1981 ketika negara
dihadapkan krisis bahan baku minyak goreng dari kopra. Sejak itu, kelapa sawit
sebagai suplemen kopra untuk industri minyak goreng. Dan 800 080 ton kelapa

sawit yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit tahun 1981, hanya I96 %I
ton
(24,5%) di ekspor ke negara lain. Sisanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri,

dimana kebanyakan untuk minyak goreng.

Sebagian besar hasil perkebunan
'

kelapa sawit baru mengolah hasilnya menjadi CPO dan PKO, dan sebagian diolah
lagi menjadi minyak goreng, margarine dan sabun.

Untuk meningkatkan nilai

12
tambah inti sawit, sejak 1981 inti sawit tidak hanya diekspor dalam bentuk inti sawit
tapi juga minyak inti sawit (PKO).
Pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia hingga sekarang ini masih

didominasi oleh produk CPO dan minyak goreng, sehingga masih terdapat potensi
nilai tambah yang belum dimanfaattan secara optimum. Untuk memperkuat industri
kelapa sawit, pengembangan produk-produk baru yang diharapkan meningkatkan
nilai tambah kelapa sawit hendaknya

terus dilanjutkan.

Untuk oleo-pangan,

pengembangan produk seharusny rnemberi perhatian pada trend dunia
mengkonsumsi pangan yang sehat yaitu pengembangan produk minyak berbasis
p d u k pangan yang mengandung nutrisi esensial seperti pro-vitamin A, vitamin E
dan asam-asam lemak esensial (omega-3 dan omega$)

hendaknya terus

dilanjutkan.
Pengembangan minyak sawit krbasis industri kimia hendaknya terus
dilanjutkan.

Berdasarkan proses pembuatannya oleokimia dapat digolongkan

menjadi dua keIompok, yaitu oleo-kimia dasar yaitu fatty acid, glycerine, fatty

alcohol dan turunan oleo-kimia yang merupakan pengotahan lebih tanjut dari hasil
oleo-kimia, antara lain metalk shop (stabilizer), fatfy aimhol sulfate, fatty alcohol

sulfosuccin ate.
Pabrik kelapa sawit di Indonesia tahun 1998 sebanyak 206 buah dengan
kapasitas terpasang 7 977 ton TBSbam.

Dua daerah yang memiliki pabrik

terbanyak adatah Propinsi Sumatera Utara sebanyak 81 buah dengan kapasitas

terpasang 2 944 ton TBSljam dan Propinsi R i u 44 buah dengan kapasitas
terpasang 2 017 ton TBS/jam, secara rina disajikan pada Tabet 2.

Pada tahun 1998 di Indonesia terdapat 57 pabrik minyak goreng yang
menggunakan k h a n baku minyak sawit, dengan kapasitas pmduksi sebesar 7 857
517 ton minyak goreng per tahun. Pabrik minyak goreng tersebut sebagian besar

berlokasi di Sumatera Utara yaitu sebanyak 22 buah dengan kapasitas produksi

13

seksar 2 186 212 ton per tahun (27,87% dari total kapasitas prduksi terpasang
Indonesia), DKI Jakarta 12 buah dengan kapasitas 1 364 455 ton per tahun atau
17,4% dari total kapasitas p d u k s i Indonesia. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 3.
Tabel 2. Jurnlah dan kapasitas pabrik kelapa sawit di IndonesiaTahun 1998
I

Propinsi

No.

Jumlah Pabrik

Pangsa

ton
Kapasitas
TBSram

(%I

1 0.1. A ~ e h

14

410

51

2 Sumatera Utara

81

2 944

36,9

3 Sumatera barat

7

295

3,7

44

2 017

253

9

375

4,7

13

501

6,3

7 Bengkulu

6

2,3

8

4

230
125

2

60

0,7

10

430

54

11 Kalimantan Tengah

3

90

1,1

12 Kalirnantan Selabn

3

110

13 Kalimantan Timur

3

130

1,6

14 Sulawesi Tengah

1

30

0,4

15 Sulawesi Selatan

4

150

f ,9

16 lrian Jaya

2

80

1,o

206

7 977

100

4 Riau

5 Jambi
6 Sumatera Selatan

Lampung

9 Jawa Barat
10 Kalimantan Barat

Jurnlah

1,6

Sumber: Dijenbun, (1 999)

lndustri

margarinelshortening

di

Indonesia

juga

memperlihatkan

perkembangan yang baik. Pada bhun 1998 terdapat 17 industri margarine dan

shortening dengan kapasitas produksi total mencapai 455 200 ton per tahun yang
terdiri dari 357 900 ton margarine dan 97 300 ton shortening. Oilihat dari lokasinya

industri margarine tersebut telah tersebar di 6 propinsi masing-masing OK1 Jakarta 6

14

perusahaan, Jawa Barat 3 perusahaan, Sumatera Utara 3 perusahaan,

Jawa

Tengah dan Sumatera Barat masing-masing 1 perusahaan.
Tabel 3. Jumlah dan kapasitas pabrtk minyak goreng dl lndonesra tahun 1998

!

Pangsa

1

Sumatera Utara

22

Kapasitas
(tonltahun)
2 186 212

2

Sumatera Barat

1

35 000

0,4

3

Riau

1 496 250

19,O

4

Sumatera Selatan

3
2i

531 000

6,8

5

Lampurig

237 000

3,Q1

6

OK1 Jakarta

12

1164155

17,4

7

Jawa Barat

3

689 600

8,8

8

Jawa Timur

9

1 173 000

14,9

9

Jawa Tengah

1

90 000

10

Kalimantan Barat

2

Jumlah

57

55 000
7 857 517

No.

!

Jumlah

Propinsi

'I

,

(%I
27,9

I

1,I

0,7
100

Sumber: CIC, (1999)
Pada tahun 1998 Indonesia terdapat 40 unit industri yang menghasilkan

sabun mandi dan sabun cud.

Delapan dari 40 unit industri sabun tersebut

merupakan industri terpadu, yang juga menghasilkan detergen, baik dalam bentuk
detergen cream, detergen bar, maupun detergen powder. Sebagian industri sabun
tersebut terletak di Pulau Jawa sebanyak 24 unit, yaitu 7 unit di Jawa Barat, 8 unit
di Jawa Timur, 6 unit di DKI Jakarta dan 3 unit di Jawa Tengah. Dl Sumatera Utara

7 unit, Sumatera Barat 3 unit, lampung 2 unit , Riau 2 unit, Kalimantan Barat dan
Sulawesi Selatan masing-masing 1 unit.
Perkembangan

produksi

olekirnia

satiap

tahunnya

menunjukkan

peningkatan. Produksi fatty acid pada tahun 1993 tercatat sebesar 303 223 ton,
kemudian pada tahun 1998 meningkat 324 538 ton. Produksi glycerine terus
menunjukkan trend yang cenderung meningkat, dengan laju rata-rata sekitar 10%

per tahun. Lain halnya dengan produksi fatty alcohol meskipun tingkat produksinya
masih kecil, tapi laju pertumbuhannya relatif tinggi dibanding produk oledtimia
lainnya. Untuk lebih jebsnya dapat dilihat pada Tabet 4.

Tabel 4. Produksi Oleo-kimia Indonesia
Tahun

Produksi

Total

Fatty acid

Glycerine

Fatty alcohol

1993

303 223

14 887

14 920

333 030

1994

408 685

20 367

25 390

454 442

1995

385 403

18 713

22 440

426 556

3996

418 540

20 196

77 786

516 552

1997

340 081

22 791

120 993

483 865

1988

324 538

22 171

107 189

453 898

i

Sumber: CIC, (1999)

Secara keseluruhan, pemakaian CPO baik yang digunakan oleh industri
rninyak goreng, margarine, sabun serta oleo-kimia, industri minyak goreng

rnerupakan konsumen utama terhadap GPO, kemudian baru diikuti oleh industri
oleo-kimia, sabun serta industri margarine dan shortening. Total konsumsi CPO
oleh sektor industri pemakainya menunjukbn kecenderungan terus meningkat.
Adapun proyeksi konsumsi CPO oleh industri pemakainya dapat dilihat pada Tabel

Dilihat dari data tersebut, maka peran agroindustri kelapa sawit sangat besar
dalam penciptaan kesempatan berusaha, dan juga menunjang pertumbuhan
ekonomi.

Prospek pengembangan agroindustri kelapa sawit dapat ditinjau dari dua
sisi, yaitu sisi penawaran bahan baku dan sisi permintaan pasar.
Minyak sawit mempunyai peluang pasar yang wkup besar mengingat
perkembangan konsumsi dunia terhadap minyak nabati temasuk rninyak sawit
yang cukup pesat. Pada kurun waktu 1993-1997, konsumsi rata-rata minyak nabati

16

adatah 90,5 juta tonAh (pangsa minyak sawit 17%) yang kemudian meningkat
menjadi 104,3 juta todth pada kurun waktu 1998-2001 (pangsa minyak sawit naik

menjadi 19,2%) (Pcehngan. 2000).
Tabel 5. Proyeksi konsumsi minyak sawit (CPO) menurut sektor industri
Margarine

Sabun

Oleo-kimia

Total

Tahun

Minyak Goreng

1993

1 508 462

80 800

118 970

299817

2008049

1994

1 788 369

86 240

124 433

408998

2408040

1995

2 014 062

93 440

140 686

383 440

2 631 828

1996

2 382 712

102 000

144 549

484 869

3 094 130

1997

2 860 862

109 360

148 327

435479

3554028

1998

3 289 705

115 360

152 859

408508

3966432

1999

3 160 673

114 105

154 258

458315

3917351

2000

3 318 708

118 668

157 174

514195

4108745

2001

3 484 644

124 602

160 146

576888

4346280

2002

3 658 876

130 832

163 176

647225

4600109

2003

3 841 819

137 374

166 363

626 137

4 771 639

Sumber: CIC, (1999)
Peluang pasar yang besar tersebut perlu ditangkap, baik melalui perluasan
areal maupun peningkabn produktivitas dan efisiensi perkebunan serta industri
kelapa sawit di Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, semua pihak yang
terlibat dalam agribisnis kelapa sawit muiai dari petani, pengusaha perkebunan,
industri kelapa sawit dan pihak-pihak yang terkait harus dapat berperan aktif
terutama dalam menerapkan teknologi-teknoiogi baru yang lebih baik dan lebih

eftsien. Pemerintah perlu memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan yang

dapat mendorong pengembangan industri kelapa sawit termasuk menyediakan
sarana dan prasarana.
Berdasahn sejarah perkembangan kelapa sawit negara-negara produsen,

bersamaan dengan prduksi yang akan datang. Gambar 1 menunjukkan suatu
gambaran keseluruhan produksi minyak sawit oteh negara-negara produsen utama,

17
Nigeria, Indonesia dan Malaysia. Peneliian yang dilakukan Oil Wodd menunjukkan
pduksi kdapa sawit Indonesia akan melampaui produbi Malaysia menjelang

tahun 2010. Setdah itu Indonesia akan terus rnenjadi produsen terbesar kelapa

sawit dunia.

0

1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020

Tahun
Gambar 1. Produksi kelapa sawit dunia (Oil World, 1998)

2.3. Aspek Teknologi lndustri
Ada h k r a p a tekndogi terkini yang diharapkan dapat mninghtkrm
produktlvitas dan efisiensi industri kelapa sawit Indonesia, Paket-paket tebologi
tersebut tehagi dalam kberapa bidang antara lain pemuliaan tanaman, budidaya
tanaman, mekanisasi dan rnodemisasi, teknologi proses poduksi CPO, pengolahan

dan pemanfaatanPmbah, dan pengembangan produk behasis minyak sawit.
2.3.1. Pemuliaan Tanaman

Pada dasamya ada tiga program perbaikan bahan tanaman ketapa sawit
yaitu peningkatan pduklidivitas minyak sawit mentah (CPO) melalui persilangan dan

kuItur jaringan serta pehaikan prodWivitas minyak inti sawit (PKO) melalui

18

persilangan.

Pusat Penelitiiian Kelapa Sawit (PPKS Medan, 2000) telah

menghasilkan varietas-varietas barn dengan kenaikan produktivitas CPO tertinggi

sebesar 41% (7,54 tonlhaltahun) atau 31.4 ton TBSlhaltahun yaitu Klon D x P yang
dihasilkan dengan teknik kultur jaringan, tingkat produksi minyak inti sawit 0,8 - 1
tonlhaltahun. Peningkatan produksi minyak kelapa sawit juga diharapkan melalui
penggunaan bahan tanaman yang seragam.
2.3.2. Budidaya Tanaman

a. Teknik Underplanting
Teknik underplanting adalah salah satu teknik dalam melaksanakan
penanaman kelapa sawit dengan menyisipkan tanaman baru di antara tanaman tua.
Penerapan teknik underplanting memberi keuntungan, yaitu tetap berproduksinya
kelapa sawit yang akan diremajakan selama 2 sampai 3 tahun pada areal TBM,
sehingga tidak tejadi masa kevakuman produksi pada areal peremajaan tersebut.
Hasil analisis ekonomi PPKS, Medan (2000), menunjukkan bahwa pada TM-4
penerapan teknik underplanting memiliki nitai kini bersih (NPV) 1.5 sampai 3 kali
lebih tinggi dibandingkan cara konvensional.
b. Tanah dan Agroklimat

Hasil penelitian PPKS Medan (2000) menunjukkan bahwa aplikasi limbah
cair secara nyata meningkatkan rerata bobot tandan (RBT).

Sampai dengan

semester 1 1999, aplikasi limbah cair dapat meningkatkan RBT dari 30,2 menjadi

32,2kg per tandan dan jumlah tandan dari 3,7 menjadi 4,4 tandanlpohodsernester.
Penambahan kompos tandan kosong sawit (TKS) dapat meningkatkan

kapasitas tukar kation (KTK), pH, dan ketersediaan hara seperti N, P, K dan Mg.
c. Proteksi Tanaman
PPKS Medan (2000), telah berhasil memanfaatkan mikroorganisme

entomopatogenik seperti virus P Nudaurelia, multiple nucleopolyhedmvirus (MNPV)
dan jamur Cordyceps aK militaris untuk pengendalian hayati terhadap ulat api S.

19

asigna. Hasit penelitian ini menunjukkan bahwa mikroorganisrne entomopatogenik

tersebut rnerupakan sarana pengendalian hayati terhadap ulat S. asigna yang

efektif, efisien dan aman terhadap tingkungan sehingga dapat rnengurangi atau
menggantikan pertggunaan insektisida kimia sintetik.
Penggunaan feromon mampu memerangkap kumbang jantan dan ktina.
Sebanyak 158 kumbang telah ditangkap selama empat minggu dengan
rnenggunakan tujuh perangkap.
d. Optirnasi ~atnenfaatanLahan

Penanaman tanaman sela secara tumpang sari, baik tanaman pangan
Uagung) dan jati super. Tumpang sari ternak dornba sudah terbukti meningkatkan
pendapatan pekebun (PPKS Medan, 2000).

Hasil penelitian Gunawan (19%)

menunjukkan penerimaan dari hasil temak domba di perkebunan kelapa sawit
sebesar 13 sampai 16,6 % dari hasil usaha tani.

e. Mekanisasi dan Moderniasi
PraMek mekanisasi adalah untuk meringankan beban kerja, meningkatkan
produktivitas dan efisiensi, mengurangi kebutuhan tenaga kerja dan unit biaya. Di

Indonesia dengan tenaga kerja murah dan banyak, rasio tanaga kerja : lahan adalah
1 : 5 ha. Rasio tenaga kej a dengan lahan untuk operasi kebun di Malaysia sudah

rneningkat dari 1 : 7 ha pada tahun 1980-an hingga 1 : 10 ha tahun 1990-an.
Malaysia akan mengernbangkan mekanisasi secara baik, dengan rasio tenaga
kerja dengan Lahan 1: 15 ha tahun 2000 dan 1 : 20 ha pada tahun 2005 (Jalani,
1998).
2.3.3.

Teknologi Proses Produksi CPO
CPO merupakan salah satu p d u k olahan primer kelapa sawit.

Prinsip

pengolahan kelapa sawit adalah mengekstraksi minyak yang ada dalarn mesokarp
dan memisahkan inti kelapa sawit dari cangkang yang menyelimutinya.

20

Menurut Purwanto (1997) proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO
terdiri atas rangkaian proses sebagai berikut:
Proses Penerimaan Buah. Penerimaan buah terdiri dari dua aktiv-hs utama
yaitu penimbangan dan penampungan sementara TBS. Penimbangan dilakukan

untuk mengetahui berat buah agar dapat ditentukan perkiraan volume produksi,
biaya transportasi, upah pekerja dan produktivitas tanaman.

TBS yang telah

ditimbang dibongkar dalam loading ramp sebagai tempat penampungan sernentara.
Proses Perebusan (sterilisasi). Perebusan dilakukan untuk menonaktifkan

enzim-enzim lipase yang menyebabkan kerusakan buah melalui reaksi enzimatik,

memasak buah agar lebitr mudah untuk dibrondolkan dalam proses selanjufnya,
melepaskan brondolan buah dari tandannya dan untuk mempersiapkan inti sawit
dalam biji cukup masak hingga mudah dipisahkan dari cangkangnya.
Proses Penebahan.

Proses penebahan bertujuan untuk memisahkanl

memberondolkan buah dari tandannya, sehingga memudahkan proses pelurnatan
dan ekstraksi minyak dari buah. Pernipilan dilakukan dalam drum pemipil yang
dikontrol frekuensi putarannya agar buah dapat membrondol maksirnal.
Proses Pelumatan dan Ekstraksi Minyak. Pelumatan buah kelapa sawit

dilakukan dalam bejana pelumat yang dilengkapi dengan impeler untuk membantu

proses pemisahan daging buah dari biji. Hasil lurnatan k r u p a adonanlmassa padat
yang terdiri dari minyak, cairan, serabut dan biji. Pelumatan juga berfungsi merusak
4

dinding sei dan melepaskan minyak.

Ekstraksi dilakukan secara rnekanik menggunakan screw pa. Screw

press

mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan kempa sistem

hidrolik, seperti kapasitas olah yang lebih tinggi, kebutuhan operator sedikit,

kebutuhan tenaga rendah (Naibaho, 1998).

Proses PernurniaMarifikasi Minyak. Hasil pengepresan berupa campuran
minyak-air dengan perbandingan W 5 % minyak dan 45-5596 air, kotoran dan

21

pasir. Proses kelarifikasi untuk memisahkan minyak, air dan Sludge. Klarifikasi

dilakukan dabm dua tahap, yaitu klarifikasi stat