MANFAAT PROGRAM SERTIFIKASI PRIMA-3 DAN SLPHT DALAM MENGEMBANGKAN USAHATANI NENAS YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PUNGGUR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

DEVELOPING SUSTAINABLE PINEAPPLE FARMING IN PUNGGUR SUB DISTRICT CENTRAL LAMPUNG DISTRICT

BY Mariyana

This research aims to examine the performance of pineapple farming and the benefit of prima-3 certification and SLPHT in developing sustainable pineapple farming in terms of economic, social, and environmental. The research location is in Astomulyo Village, Punggur Sub District, Central Lampung District. The sample in this research are 75 farmers that consist of 15 certified farmers, 30 SLPHT certified farmers and 30 non-SLPHT farmers. The performance of pineapple farming examined using farm income and financial feasibility analysis. The comparation of the practice of pineapple farming management of certified, SLPHT non-certified and non-SLPHT farmer analyzed using F-test (One Way Anova) and Post Hoc Test LSD. The results showed that the performance of pineapple farming determined by farm income per hectare of the first year sequentially for certified, SLPHT non-certified and non-SLPHT farmers were Rp57.450.792; Rp54.169.465; and Rp55.326.879, the second years sequentially were Rp136.367.252; Rp137.874.183; and Rp127.256.986, the third years sequentially were Rp17.330.297; Rp19.220.465; and Rp14.798.958. The financial feasibility determined by Net Present Value (NPV) sequentially for certified, SLPHT non-certified and non-SLPHT farmers were Rp160.313.666; Rp159.485.749; and Rp149.600.349.Gross B/Csequentially were 3,27; 3,34; and 3,23. SLPHT and Prima-3 certification program that had been operated

for 5 years had not increase farmer’s income, but the assesment result of pineapple farming management towards the increasing of the product quality assuredness and

benefits in social along with environmental terms showed that there’s significant

difference of the practice of pineapple farming management between certified, SLPHT non-certified and non-SLPHT farmers.

Key words: pineapple, prima-3 certification, SLPHT, sustainability, the performance of farming


(2)

MENGEMBANGKAN USAHATANI NENAS YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PUNGGUR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh Mariyana

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja usahatani nenas dan manfaat sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam mengembangkan usahatani nenas yang berkelanjutan ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Lokasi penelitian adalah Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 75 petani yang terdiri dari 15 petani sertifikasi, 30 petani SLPHT non-sertifikasi dan 30 petani non-SLPHT. Kinerja usahatani nenas dikaji menggunakan analisis pendapatan dan analisis kelayakan finansial. Perbandingan praktik pengelolaan usahatani nenas petani sertifikasi Prima-3, SLPHT non-sertifikasi, dan non-SLPHT dianalisis menggunakan uji F (One Way Anova) danPost Hoc Test LSD.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja usahatani nenas ditinjau dari pendapatan usahatani per hektar pada tahun pertama secara berurutan untuk petani sertifikasi Prima-3, SLPHT non-sertifikasi, dan non-SLPHT yaitu Rp57.450.792; Rp54.169.465; dan Rp55.326.879, pada tahun kedua secara berurutan yaitu Rp136.367.252; Rp137.874.183; dan Rp127.256.986, pada tahun ketiga secara berurutan yaitu Rp17.330.297; Rp19.220.465; dan Rp14.798.958. Kelayakan finansial dilihat dari nilaiNet Present Value(NPV) secara berurutan untuk petani sertifikasi Prima-3, SLPHT non-sertifikasi, dan non-SLPHT yaitu Rp160.313.666; Rp159.485.749; dan Rp149.600.349. Nilai Gross B/Csecara berurutan yaitu 3,27; 3,34; dan 3,23. Program SLPHT dan Sertifikasi Prima-3yang sudah dijalankan selama 5 tahun belum dapat meningkatkan pendapatan, tetapi hasil penilaian pengelolaan usahatani nenas terhadap peningkatan keterjamian mutu produk dan manfaat dari aspek sosial serta lingkungan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara praktik pengelolaan usahatani nenas petani Sertifikasi Prima-3, SLPHT non-sertifikasi, dan non- SLPHT. Kata kunci: keberlanjutan, kinerja usahatani, nenas, sertifikasi prima-3,SLPHT


(3)

Oleh MARIYANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(Skripsi)

MARIYANA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

Gambar Halaman

1. Alur pemikiran manfaat program SLPHT dalam

mengembangkan usahatani nenas yang berkelanjutan di

Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah ... 37

2. Alur pemasaran buah nenas Desa Astomulyo Kecamatan

Punggur Kabupaten Lampung Tengah ... 83

3. Indeks keberlanjutan usahatani nenas di Desa Astomulyo


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka... 11

1. Usahatani Nenas ... 11

2. Pertanian Berkelanjutan... 13

a. Dimensi Ekonomi ... 14

b. Dimensi Sosial ... 14

c. Dimensi Lingkungan... 15

3. Program SLPHT ... 15

a. Keberlanjuatan SLPHT... 18

b. Usahatani Nenas yang Berkelanjutan ... 19

c. Sertifikasi Produk Pangan... 21

4. Kinerja Usahatani ... 23

5. Penelitian Terdahulu... 30

B. Kerangka Pemikiran ... 33

C. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional... 39

B. Lokasi Penelitian, Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 43

1. Lokasi Penelitian ... 43


(7)

3. Metode Pengumpulan Data ... 46

C. Metode Analisis Data ... 46

1. Metode Analisis Tujuan Pertama ... 47

2. Metode Analisis Tujuan Kedua ... 53

a. Pendapatan Usahatani ... 53

b. Peningkatan Keterjaminan Mutu Produk ... 55

3. Metode Analisis Tujuan Ketiga... 58

4. Metode Analisis Tujuan Keempat ... 60

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 65

1. Kabupaten Lampung Tengah... 65

2. Desa Astomulyo ... 66

3. Perkembangan Tanaman Nenas... 67

4. Gambaran Umum Kelompok Tani ... 68

B. Gambaran Umum SLPHT, Sertifikasi Prima-3 dan Non-SLPHT... 69

1. SLPHT ... 69

2. Non-Peserta SLPHT ... 72

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 73

1. Umur... 73

2. Tingkat Pendidikan Petani... 74

3. Pengalaman Berusahatani... 75

4. Pekerjaan Sampingan ... 76

5. Luas dan Status Kepemilikan Lahan ... 77

B. Budidaya Nenas di Desa Astomulyo ... 77

C. Kinerja Usahatani Nenas ... 86

D. Manfaat Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam Mengembangkan Praktik Usahatani Nenas yang Berkelanjutan... 108

1. Manfaat Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari Aspek Ekonomi ... 109

2. Manfaat Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari Aspek Sosial ... 120

3. Manfaat Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari Aspek Lingkungan... 126

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 138

C. Implikasi Kebijakan... 138

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sentra produksi nenas di Indonesia tahun 2013... 2

2. Sentra produksi nenas di Provinsi Lampung tahun 2013... 3

3. Sentra produksi nenas di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013... 3

4. Matriks penelitian terdahulu ... 31

5. Indikator praktik pengelolaan petani untuk peningkatan keterjaminan kualitas produk ... 55

6. Indikator dari aspek sosial... 58

7. Indikator dari aspek lingkungan... 60

8. Jenis penggunaan lahan Desa Astomulyo tahun 2013 ... 66

9. Jumlah Penduduk menurut mata pencaharian tahun 2013... 67

10. Sebaran petani nenas menurut umur di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015... 74

11. Sebaran petani nenas menurut tingkat pendidikan di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015... 75

12. Sebaran petani nenas menurut pengalaman berusahatani di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015... 75

13. Sebaran petani nenas menurut pekerjaan sampingan di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015... 76


(9)

14. Sebaran petani nenas menurut luas lahan di Desa Astomulyo

Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015... 77

15. Rata-rata penggunaan bibit pada usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah,

2015... 87

16. Rata-rata penggunaan pupuk pada usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah,

2015 (per hektar) ... 89

17. Rata-rata penggunaan herbisida dan pestisida pada usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten

Lampung Tengah, 2015 (per hektar)... 90

18. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung

Tengah, 2015 (per hektar) ... 92

19. Rata-rata total biaya lainnya pada usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah,

2015 (per hektar) ... 93

20. Rata-rata produksi nenas di Desa Astomulyo Kecamatan

Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015 (per hektar)... 95

21. Kinerja usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur

Kabupaten Lampung Tengah, 2015 (per hektar) ... 100

22.Cash flowusahatani nenas Desa Astomulyo Kecamatan Punggur

Kabupaten Lampung Tengah, 2015 ... 101

23. Analisis finansial usahatani nenas berdasarkan biaya total dan

biaya tunai (i=10,5%) di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur ... 103

24. Hasil analisis sensitivitas usahatani berdasarkan biaya total ... 107

25. Rata-rata pendapatan usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, 2015

(per hektar) ... 110

26. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator manfaat dalam

peningkatan keterjaminan mutu produk... 116

27. Rata-rata skor penilaian praktik keberlanjutan usahatani nenas terhadapmanfaat Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari aspek


(10)

28. UjiPost Hocpada penilaian praktik keberlanjutan usahatani nenas terhadap manfaat Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari

aspek ekonomi... 119

29. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator dalam aspek sosial ... 121

30. Rata-rata skor penilaian praktik keberlanjutan usahatani nenas terhadap manfaat Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari aspek

sosial ... 122

31. UjiPost Hocpada penilaian praktik keberlanjutan usahatani nenas terhadap manfaat Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari

aspek sosial ... 125

32. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator dari aspek

lingkungan... 127

33. Rata-rata skor penilaian praktik keberlanjutan usahatani nenas terhadap manfaat Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari aspek

lingkungan... 128

34. UjiPost Hocpada penilaian praktik keberlanjutan usahatani nenas terhadap manfaat Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dari

aspek lingkungan... 132

35. Hasil pengukuran status berkelanjutan usahatani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah,


(11)

(12)

(13)

Penulis dilahirkan di Kecamatan Sumberejo tanggal 22

Desember 1992 dari pasangan Bapak Poniman dan Ibu

Mujirah. Penulis adalah anak bungsu dari empat

bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi tingkat sekolah dasar (SD)

pada Tahun 2005 di SD N 1 Simpang Kanan, Tanggamus, tingkat sekolah

menengah pertama (SMP) pada Tahun 2008 di SMP N 1 Sumberejo, Tanggamus,

dan tingkat menengah atas (SMA) pada Tahun 2011 di SMA N 1 Sumberejo,

Tanggamus. Penulis melanjutkan studi di Universitas Lampung, Fakultas

Pertanian, Jurusan Agribisnis. Penulis masuk Universitas Lampung melalui jalur

seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri undangan (SNMPTN-Undangan)

tahun 2011.

Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah

Dasar-Dasar Akuntansi semester ganjil tahun ajaran 2013/2014, Asisten Dosen

pada mata kuliah Sosiologi Pertanian pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014

dan 2014/2015, Asisten Dosen pada mata kuliah Ekonometrika semester ganjil

tahun ajaran 2014/2015, Asisten Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi

semester ganjil dan genap tahun ajaran 2014/2015, Asisten Dosen pada mata


(14)

Fakultas semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 dan pendamping mahasiswa

praktik pengenalan pertanian semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Pada tahun

2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sidowaras,

Kecamatan Bumi ratu Nuban, Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun 2014

penulis juga melakukan Praktik Umum (PU) di PT Huma Indah Mekar (HIM)

Tulang Bawang Barat padaWarehouse Unit. Penulis juga memiliki pengalaman

organisasi di Himaseperta pada tahun 2012/2013 sebagai Anggota Bidang I, yaitu

Akademik dan Pengembangan Profesi. Penulis juga pernah menjadi surveyor


(15)

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin,segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada

Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam

setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang

mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul“Manfaat program Sertifikasi

Prima-3 dan SLPHT dalam mengembangkan usahatani nenas yang berkelanjutan di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari banyak pihak, maka

skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Oleh karena

itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Pembimbing Pertama dan Ketua Jurusan Agribisnis yang senantiasa memberikan bimbingan, motivasi,

dan kesabaran selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Novi Rosanti, S.P., M.E.P., dan Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., selaku Pembimbing Kedua, atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan kesabaran yang


(16)

limpahan kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, dan bantuan yang telah

diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

4. Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc. selaku Dosen Penguji Skripsi atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan inspirasi yang telah diberikan.

5. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian. 6. Ir. Indah Nurmayasari, M. Sc., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan dorongan, saran, dan inspirasi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc sebagai Ketua Panitia Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) atas saran dan bantuan yang diberikan.

8. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S., dan Ir. Begem Viantimala, M.Sc., selaku ReviewerJurnal Ilmiah atas saran dan arahan yang telah diberikan.

9. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu dan bimbingan yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

10. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Aie, Mba Fitri, Mas Boim, Mas Sukardi, dan Mas Bukhari atas semua bantuan dan

pengertian yang telah diberikan.

11. Pak Basuki, Pak Petros, Pak Winarto dan Pak Suparman serta seluruh Bapak dan Ibu petani atas segala bantuan, informasi dan ilmu yang telah diberikan

kepada penulis.

12. Bu Fatimah, Tante Nur, Atu dan keluarga besar di Buyut Ilir yang telah memberikan tempat berteduh, serta memberikan bimbingan, arahan, dan


(17)

dan Epri Hartono yang senantiasa memberikan pengertian, dorongan, doa,

motivasi, dan kebersamaan yang tidak akan terlupakan.

14. Teman-teman seperjuanganAgribisnis ’11 Ica Rizki Aneftasari, Meri Fatmalasari, Ni Wayan Putriasih, Deti Destiani, Ari Nurjayanti, Ayu Vidia

Ningrum, Aprilia Rahmawati, Elsa Primasari, Fachira Khoirunnisa, Tunjung

Andarwangi, Sonya Liza Anggraini, Anisa Maya Sari, Aldino A., Yuliandi

Brata, Faisal O., dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang

senantiasa memberikan semangat, doa, dan kebersamaan selama ini.

15. Mb Eni, Mba Risa serta seluruh atu kiyay Agribisnis dan adik-adik

‘12,’13,’14 dan 15 yang telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan doa

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

16. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun dan segala masukan demi perbaikan isi

skripsi ini akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya penulis berharap

semoga isi skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi pihak-pihak yang

berkepentingan.

Bandar Lampung,

Penulis,


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

kesejahteraan dan pembangunan nasional. Selain sebagai penyumbang devisa

negara, sektor ini juga menyediakan kesempatan kerja dan menyediakan pangan

bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sektor pertanian di Indonesia memiliki

potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena ketersediaan sumber daya

alam Indonesia yang berlimpah. Salah satunya adalah subsektor hortikultura.

Subsektor hortikultura terdiri dari komoditi buah-buahan, sayuran, tanaman hias

dan obat-obatan yang potensial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Komoditas hortikultura yang mengalami perkembangan pesat adalah

buah-buahan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya jumlah penduduk,

pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kecukupan gizi dari

buah-buahan yang sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan buah-buah-buahan.

Diantara komoditas buah-buahan, yang memiliki potensi pengembangan cukup

baik adalah nenas. Nenas merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

menjadi unggulan Indonesia dan dapat bersaing di pasar Internasional. Hal Ini

dapat dilihat dari perkembangan luas panen dan produksi nenas di Indonesia yang


(19)

Jenderal Hortikultura (2013), perkembangan luas panen nenas di Indonesia selama

tahun 2000-2011 mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 10,77%

per tahun. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2006 sebesar

114,50%.

Seiring dengan peningkatan luas panennya, produksi nenas di Indonesia selama

tahun 2000-2011 juga mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan

16,08% per tahun. Tahun 2000 produksi nenas Indonesia hanya sebesar 399.299

ton dan meningkat sebesar 9,54% di tahun 2011 menjadi 1.540.626 ton. Berbeda

halnya dengan perkembangan luas panen dan produksi nenas, perkembangan

produktivitas nenas di Indonesia selama tahun 2000-2011 menunjukkan pola yang

berfluktuasi. Produktivitas nenas tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 124,90

ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Sentra produksi nenas di Indonesia terdapat di lima provinsi. Provinsi Lampung

merupakan sentra produksi nenas di Indonesia dengan kontribusi 38,39% terhadap

produksi nenas nasional yang kemudian disusul oleh Provinsi Sumatera Utara

(Tabel 1).

Tabel 1. Sentra produksi nenas di Indonesia tahun 2013

No Provinsi Produksi (ton) Persentase

1 Lampung 722.620 38,39

2 Sumatera Utara 228.136 12,12

3 Jawa Timur 197.165 10,47

4 Jambi 156.369 8,31

5 Jawa Tengah 113.092 6,01

6 Lainnya 465.424 24,72

Indonesia 1.882.806 100,00


(20)

Provinsi Lampung sebagai sentra produksi nenas terbesar di Indonesia memiliki

sebaran produksi nenas di lima kabupaten dengan produksi terbesar di Lampung

Tengah (Tabel 2).

Tabel 2. Sentra produksi nenas di Provinsi Lampung tahun 2013

No Kabupaten Produksi

(ku)

ShareProvinsi (%)

1 Lampung Tengah 7.211.125 99,791

2 Lampung Timur 8.239 0,114

3 Lampung Barat 1.785 0,025

4 Pesawaran 1.738 0,024

5 Tulang Bawang Barat 1.283 0,018

6 Lainnya 2.037 0,028

Lampung 7.226.207 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014

Kabupaten Lampung Tengah yang merupakan sentra produksi nenas di Lampung

memiliki dua macam budidaya nenas yaitu budidaya oleh perusahaan pengolahan

nenas dan budidaya oleh rakyat. Varietas yang biasa dibudidayakan di Lampung

Tengah adalah varietasQueen. Daerah sentra produksi nenas di Lampung Tengah

tersebar di lima kecamatan. Pada Tabel 3 dijelaskan mengenai produksi nenas di

Kabupaten Lampung Tengah.

Tabel 3. Sentra produksi nenas di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013

No Kecamatan Produksi (ku)

1 Punggur 5.227.231

2 Bumi Ratu Nuban 9.093

3 Kota Gajah 3.485

4 Gunung Sugih 2.945

5 Seputih Raman 363

Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung Tengah, 2014

Berdasarkan Tabel 3, produksi nenas paling banyak terdapat di Kecamatan

Punggur dengan produksi sebesar 5.227.231 kuintal pada tahun 2013. Selain itu,


(21)

sertifikasi dari Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) untuk

usahatani nenasnya. Pemerintah Kecamatan Punggur juga sedang melaksanakan

program untuk meningkatkan jumlah petani yang bisa mendapatkan sertifikasi

dari OKKP-D ini. OKKPD merupakan badan yang ditunjuk untuk memberikan

Sertifikasi Prima-3 kepada petani.

OKKPD Provinsi Lampung berdasarkan SK Nomor 253 tanggal 5 Mei 2008

berada dibawah wewenang Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD). OKKPD

Provinsi Lampung sendiri telah memberikan 21 Sertifikasi Prima 3 untuk

komoditas manggis, belimbing, buah naga, jambu mutiara, nenas, tomat, dan

wortel serta 2 registrasi produk untuk produk beras analog berbahan baku

singkong (beras siger).

Kecamatan Punggur telah mendapatkan Sertifikasi Prima-3 pada tahun 2010.

Sertifikasi Prima-3 sendiri memiliki arti bahwa produk yang dihasilkan aman

dikonsumsi atau aman pestisida. Pelaksanaan Sertifikasi Prima-3 memiliki syarat

umum yang harus dipenuhi oleh kelompok atau pemohon yang akan mengajukan

sertifikasi. Syarat umum ini meliputi kelompok atau pemohon telah menerapkan

GAP-SOP (Good Agricultural Practices-Standart Operating Procedure)dan telah

mengikuti SL-PHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu). GAP

adalah standar pekerjaan yang diberlakukan dalam setiap usaha pertanian agar

produksinya dapat memenuhi standar internasional. Sedangkan SOP merupakan

suatu pedoman pelaksanaan kegiatan yang disusun secara rinci dan berurutan

sesuai tahapan di lapangan. Penerapan prinsip-prinsip GAP dan SOP dalam


(22)

Lapangan (PPL) agar pelaksanaannya benar-benar sesuai dengan ketentuan dan

menghasilkan produk prima. Salah satu program yang dilakukan adalah dengan

mengadakan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) kepada

para petani.

SLPHT merupakan salah satu metode penyuluhan yang berkaitan erat dengan

pembinaan petani untuk mewujudkan kemandirian dalam berusahatani. Cara

yang dilakukan adalah dengan memberikan pengertian dan pemahaman terhadap

cara-cara bercocok tanam serta penggunaan pestisida nabati dan pupuk organik

yang baik dan benar. Melalui SLPHT ini diharapkan adanya perubahan sikap dan

tingkah laku masyarakat khususnya petani kepengendalian hama terpadu (Halid,

2013).

Program SLPHT mempunyai tujuan umum agar petani peserta dan pemandu

lapangan dapat memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), sehingga

SLPHT yang pada mulanya bersifat lokal, akan terus hidup dan berkembang,

dengan dukungan petugas Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

(POPT), penyuluh dan aparat pemerintahan setempat. Pemahaman dan penerapan

PHT yang semakin meluas diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas

produksi pertanian, serta dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan

agroekosistem dan kenyamanan lingkungan hidup.

Petani yang telah mengikuti program SLPHT sejak tahun 1997-2013 berjumlah

sekitar 145.245 petani dimana jumlah petani di Indonesia pada tahun 2013

mencapai 31,70 juta orang (BPS, 2014). Sedangkan pada tahun 2014 kegiatan


(23)

Mengingat masih kurangnya jumlah petani yang mengikuti kegiatan SLPHT ini,

maka kegiatan SLPHT perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Pada kegiatan SLPHT ini pula diharapkan ada perubahan dari mereka yang belum

mengenal dan menerapkan pengendalian hama secara terpadu yang biasanya

hanya menggunakan pestisida menjadi petani yang mampu mengendalikan hama

di lahannya sendiri secara terpadu sesuai dengan apa yang didapatkan setelah

mengikuti kegiatan SLPHT. Program SLPHT dikatakan berhasil apabila tujuan

dari program SLPHT tersebut dapat dicapai dengan baik sesuai dengan apa yang

telah direncanakan. Melalui keikutsertaan petani dalam mengikuti SLPHT,

diharapkan dapat mewujudkan budidaya pertanian yang berkelanjutan sehingga

jumlah petani yang mendapatkan Sertifikasi Prima-3 semakin meningkat.

Keberhasilan program SLPHT dan Sertifikasi Prima-3 dapat dilihat juga dari

kinerja usahatani yang dihasilkan. Semakin baik kinerja usahatani yang

ditunjukkan maka semakin berhasil pula program SLPHT dan Sertifikasi Prima-3

ini. Program SLPHT dan sertifikasi ini pula diharapkan dapat memberikan

manfaat kepada petani baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Pelaksanaan SLPHT di Desa Astomulyo sudah dimulai sejak tahun 2009. Melalui

pelaksanaan SLPHT ini, petani dikenalkan tentang tata cara pelaksanaan SOP

(Standart Operating Prosedure) dan GAP (Good Agricultural Practices) untuk

usahatani nenasnya. SOP dan GAP merupakan syarat untuk memperoleh

Sertifkasi Prima-3. Desa Astomulyo merupakan satu-satunya desa di Kecamatan


(24)

Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) untuk komoditas nenas. Hingga saat ini

jumlah petani yang telah mendapatkan Sertifikasi Prima-3 sebanyak 15 orang.

Oleh sebab itu, Desa Astomulyo masih berupaya untuk meningkatkan jumlah

petani yang mendapatkan Sertifikasi Prima-3 ini melalui program SLPHT.

Salah satu tujuan pelaksanaan SLPHT di Desa Astomulyo adalah agar dapat

meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani di bidang pengamatan OPT

dan teknologi pengendaliannya. Sehingga program Sertifikasi Prima-3 dan

SLPHT ini dapat meningkatkan kinerja usahatani dan memberikan manfaat dari

sisi ekonomi, sosial serta lingkungan kepada petani. Kinerja usahatani digunakan

untuk melihat kelayakan usahatani yang dijalankan. Kinerja usahatani ini dapat

dilihat dari pendapatan usahatani dan kelayakan finansial usahatani nenas.

Manfaat dari sisi ekonomi dapat berupa peningkatan pendapatan dan kelayakan

finansial dari usahatani nenas ini. Manfaat ini perlu dikaji untuk melihat sejauh

mana perbedaan dari manfaat ekonomi yang diperoleh petani baik yang mendapat

sertifikasi dan mengikuti SLPHT maupun yang tidak. Manfaat dari sisi sosial

merupakan manfaat dari program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT yang dapat

memberikan manfaat dari segi kehidupan sosial masyarakat. Manfaat ini perlu

dikaji untuk melihat sejauh mana usahatani yang dijalankan oleh petani dapat

memberikan manfaat untuk masyarakat di sekitarnya. Sedangkan manfaat dari

sisi lingkungan dilihat dari peningkatan kondisi lingkungan. Usahatani yang

dijalankan oleh petani tidak hanya meningkatkan pendapatan akan tetapi dari sisi

lingkungan dapat meningkatkan kualitas ekosistem di sekitarnya. Manfaat dari


(25)

manfaat lingkungan yang diperoleh petani baik yang mendapatkan sertifikasi dan

mengikuti SLPHT maupun yang tidak.

Walaupun program SLPHT ini dapat memberikan manfaat yang besar kepada

petani, akan tetapi belum semua anggota kelompok tani di Desa Astomulyo

mengikuti SLPHT ini. Hal inilah yang menyebabkan banyak anggota kelompok

tani di Desa Astomulyo yang belum menggunakan SOP untuk usahatani nenasnya

sehingga jumlah petani yang mendapatkan sertifikasi masih sedikit dan

pelaksanaan pertanian berkelanjutan masih awam dilakukan oleh petani. Hal ini

tentu saja akan memberikan manfaat yang berbeda antara petani yang mendapat

sertifikasi dan pernah mengikuti SLPHT dengan petani yang tidak mendapatkan

sertifikasi dan yang tidak mengikuti SLPHT.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan berbagai permasalahan

sebagai berikut, yaitu :

1) Bagaimanakah kinerja usahatani nenas petani program Sertifikasi Prima-3,

petani peserta SLPHT dan petani non-peserta SLPHT ditinjau dari

pendapatan usahatani dan kelayakan finansial?

2) Apakah program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dapat memberikan manfaat

dalam mengembangkan usahatani nenas secara berkelanjutan dari aspek

ekonomi ditinjau dari pendapatan usahatani dan kelayakan finansial usahatani

nenas?

3) Apakah program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dapat memberikan manfaat

dalam mengembangkan usahatani nenas secara berkelanjutan dari aspek


(26)

4) Apakah program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dapat memberikan manfaat

dalam mengembangkan usahatani nenas secara berkelanjutan dari aspek

lingkungan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengkaji kinerja usahatani nenas petani program Sertifikasi Prima-3, petani

peserta SLPHT dan petani non-peserta SLPHT ditinjau dari pendapatan

usahatani dan kelayakan finansial

2) Mengkaji manfaat program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam

mengembangkan usahatani nenas secara berkelanjutan dari aspek ekonomi

ditinjau dari pendapatan usahatani dan kelayakan finansial usahatani nenas.

3) Mengkaji manfaat program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam

mengembangkan usahatani nenas secara berkelanjutan dari aspek sosial.

4) Mengkaji manfaat program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam

mengembangkan usahatani nenas secara berkelanjutan dari aspek lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang ingin didapatkan dari

penelitian ini sebagai berikut :

1) Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai suatu acuan atau

referensi maupun informasi bagi penelitian lebih lanjut mengenai usahatani


(27)

2) Bagi petani diharapkan dapat membantu dalam mengetahui permasalahan

yang dihadapi dalam mengembangkan usahani nenas sehingga nantinya dapat

meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

3) Bagi pemerintah hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Nenas

Nenas merupakan tanaman buah berupa semak atau rumput yang batangnya

pendek sekali. Daunnya berurat sejajar dan pada tepinya tumbuh duri yang

menghadap ke atas (ke arah ujung daun). Duri pada beberapa varietas nenas

mulai lenyap, tetapi pada ujung daunnya sering masih dapat dilihat. Tanaman

nenas berbunga pada ujung batang dan hanya sekali berbunga yang arah tegaknya

ke atas. Nenas merupakan tanaman monokotil, bersifat merumpun (bertunas

anakan) dan pada batangnya atau tangkai bunga sering tumbuh tunas pula

(Sunarjono, 1998).

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis

golongan nenas, yaituCayene(daun halus, tidak berduri, buah besar),Queen

(daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut),Spanyol/Spanish(daun

panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan

Abacaxi(daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida).

Varietas cultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan


(29)

Klasifikasi tanaman nenas adalah:

Kingdom :Plantae(tumbuh-tumbuhan)

Divisi :Spermatophyta(tumbuhan berbiji)

Kelas :Angiospermae(berbiji tertutup)

Ordo :Farinosae(Bromeliales)

Famili :Bromiliaceae

Genus :Ananas

Species :Ananas comosus (L) Merr

Tanaman nenas dapat tumbuh dengan baik mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, di daerah

dengan iklim basah maupun kering (Verheij dan Coronel, 1997). Menurut

Hutabarat (2003) semua jenis tanah cocok untuk budidaya tanaman nenas dengan

aerasi dan drainase yang harus diperhatikan. Tanah berpasir dengan kandungan

bahan organik yang tinggi serta tingkat keasaman (pH) sekitar 4,5-6,5 merupakan

lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas.

Tanaman nanas dipanen setelah berumur 12-24 bulan. Pemanenan buah nanas

dilakukan bertahap sampai tiga kali. Panen pertama sekitar 25%, kedua 50%, dan

ketiga 25% dari jumlah yang ada. Tanaman yang sudah berumur 4-5 tahun perlu

diremajakan karena pertumbuhannya lambat dan buahnya kecil. Cara peremajaan

adalah membongkar seluruh tanaman nanas untuk diganti dengan bibit yang baru.

Penyiapan lahan sampai penanaman dilakukan seperti cara bercocok tanam pada

lahan yang baru. Hasil panen buah nenas memiliki kualitas yang berbeda-beda.


(30)

yang ditentukan, yaitu: gradeA : 1,5-2,0 kg, gradeB : 1,0-1,49 kg dan gradeC :

0,6-1,0 kg.

Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya.

Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam

makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah

nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas.

Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah

nenas mengandung enzimbromelain(enzim protease yang dapat menghidrolisa

protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan

daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga

Berencana (KB).

2. Pertanian Berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber

daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat

diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan

menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Keberlanjutan yang dimaksud meliputi penggunaan sumberdaya, kualitas dan

kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang

berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah

terhadap lingkungan (Untung, 1997).

Pertanian berkelanjutan telah muncul menjadi alternatif sistem pertanian untuk


(31)

sumberdaya dan waktu, serta menjamin keberlanjutan lingkungan. Sistem ini

melibatkan kombinasi yang saling berkaitan antara tanah, produksi tanaman dan

ternak yang bersesuaian dengan tidak dipakainya atau berkurangnya pemakaian

input eksternal yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan dan/atau

kesehatan petani dan konsumen. Sebagai gantinya, sistem ini lebih menekankan

teknik produksi pangan yang mengintegrasikan dan sesuai dengan proses alam

lokal seperti siklus hara, pengikatan nitrogen secara biologis, regenerasi tanah dan

musuh alami hama. Secara umum, mengadopsi prinsip dasar pembangunan

berkelanjutan, sistem pertanian berkelanjutan harus memenuhi tiga prinsip dasar

seperti yang dijelaskan berikut ini.

a. Dimensi Ekonomi

Agar sebuah kegiatan bisa berlanjut, sebuah usahatani harus secara ekonomi

menguntungkan. Pertanian berkelanjutan dapat meningkatkan kelayakan ekonomi

melalui banyak cara. Secara singkat, meningkatkan pengelolaan tanah akan

meningkatkan hasil, dalam jangka pendek maupun jangka panjang, karena

meningkatkan kualitas tanah dan ketersediaan air, seperti juga menimbulkan

manfaat lingkungan. Kelayakan ekonomi juga dapat dicapai dengan mengurangi

penggunaan peralatan mesin, mengurangi biaya pupuk kimia dan pestisida

(dimana kebanyakan petani tidak dapat membelinya), tergantung pada

karakteristik dari sistem produksinya (Rukmana, 2009).

b. Dimensi Sosial.

Dimensi sosial berkaitan dengan kualitas hidup dari mereka yang bekerja dan


(32)

mencakup penerimaan atau pendapatan yang setara bagi stakeholder yang berbeda

dalam rantai produksi pertanian. Dalam konteks pengangguran yang tinggi,

pertanian berkelanjutan mempromosikan pembagian nilai tambah pertanian bagi

lebih banyak anggota masyarakat melalui lebih banyak penggunaan tenaga kerja

yang tersedia dan akan meningkatkan kohesi dan keadilan sosial. Perlakuan yang

layak terhadap pekerja dan memilih untuk membeli bahan-bahan secara lokal

daripada membeli dari tempat jauh, juga merupakan elemen dari keberlanjutan

sosial.

c. Dimensi Lingkungan

Pertanian berkelanjutan sering digambarkan sebagai kegiatan yang layak secara

ekologis yang tidak atau sedikit memberikan dampak negatif terhadap ekosistem

alam, atau bahkan memperbaiki kualitas lingkungan dan sumberdaya alam.

Biasanya hal ini dicapai dengan cara melindungi, mendaur-ulang, mengganti

dan/atau mempertahankan basis sumberdaya alam seperti tanah, air,

keanekaragaman hayati dan kehidupan liar yang memberikan sumbangan terhadap

perlindungan modal alami. Pupuk sintetik dapat digunakan untuk melengkapi

input alami jika diperlukan. Dalam pertanian berkelanjutan, penggunaan bahan

kimia yang dikenal berbahaya bagi organisme tanah, struktur tanah dan

keanekaragaman hayati dihindari atau dikurangi sampai minimum.

3. Program SLPHT

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan metode

penyuluhan untuk mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).


(33)

merupakan sekolah di lapangan dan peserta mempraktikkan/menerapkan secara

langsung apa yang dipelajari, mempunyai kurikulum, evaluasi dan sertifikasi

tanda lulus. SLPHT adalah salah satu bentuk pendidikan non-formal dalam dunia

pertanian yang memiliki kurikulum dan praktik tersendiri (Kementrian Pertanian,

2010). Menurut Untung (2007), SLPHT adalah sebuah sekolah dengan peserta

terdiri dari 20-25 petani didampingi dan difasilitasi oleh dua Pemandu Lapangan.

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan suatu model

percontohan yang tujuannya adalah untuk melatih petani agar memiliki keahlian

dalam pengendalian hama dan mampu menerapkan di lapang (Denny, 2008).

Tahap-tahap yang harus dilakukan untuk menyelenggarakan SLPHT meliputi

tahapan persiapan, pelaksanaan kegiatan, evaluasi kegiatan, dan tindak lanjut

(Untung, 2007). Proses–proses kegiatan SLPHT ini meliputi :

a. Pengaturan proses belajar

Pembelajaran SLPHT dipandu oleh Petugas Penyuluh Lapang (PPL) dan

peserta SLPHT dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan

minimal 5 orang dan diketuai oleh seorang ketua kelompok. Kelompok

tersebut harus dapat bekerja sama antara satu dengan yang lain, kerja sama

antar kelompok diatur secara bersama dibawah keordinasi ketua umum yang

telah terpilih sebelumnya.

b. Tempat Belajar dan Lahan Belajar

Lahan belajar SLPHT dapat dilakukan dimana saja antara lain dilakukan di

sanggar tani, halaman rumah atau tempat-tempat terbuka yang berkaitan

langsung dengan lahan belajar. Pada satu lahan belajar dibagi dua petak


(34)

pertanaman pertama dilakukan dengan perlakuan PHT dan petak pertanaman

kedua dengan perlakuan konvensional. Selain kedua petak perlakuan tersebut

dapat juga ditambahkan maksimum dua petak perlakuan lain sesuai dengan

kesepakatan peserta belajar.

c. Bahan dan Alat Belajar

Bahan dan alat belajar yang digunakan harus bersifat praktis, sederhana dan

mudah didapat, terdiri dari alat tulis dan buku catatan pribadi, kertas

plano/koran dan spidol, bahan praktikum, petunjuk lapangan dan alat peraga.

Bahan dan alat belajar tersebut seharusnya disediakan oleh penyelenggara

program dan atau diupayakan secara mandiri oleh peserta.

d. Jangka dan Waktu SLPHT

Jangka waktu SLPHT selama satu musim tanam, sejak tanam sampai panen,

ditambah dengan waktu satu pertemuan persiapan diawal dan pertemuan

refleksi di akhir SLPHT. Jangka waktu SLPHT dapat berkisar antara 12

sampai 16 minggu, tergantung daerah. Pertemuan belajar bersama dilakukan

secara berkala seminggu sekali, dengan waktu efektif 6 jam pertemuan

perhari.

e. Proses Belajar

Proses belajar dalam kegiatan SLPHT dilakukan melalui kegiatan kerja

lapangan, pengamatan agroekosistem, menggambar ekosistem, diskusi

kelompok, topik khusus, dinamika kelompok, studi kasus dan praktik petani


(35)

a. Keberlanjutan SLPHT

Keberadaan SLPHT dalam usahatani nenas merupakan bentuk pendidikan

nonformal yang dilaksanakan pada masyarakat khususnya petani dalam

mewujudkan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat tani yang baik, karena

kegiatan ini dapat meningkatkan hasil pertanian sehingga berorientasi pada

peningkatan taraf hidup masyarakat yang notabene adalah tujuan pendidikan luar

sekolah. Adanya kesadaran masyarakat terhadap kualitas lingkungan hidup, maka

penggunaan pestisida anorganik sudah waktunya dibatasi dan perlu dilakukan

pengendalian hama secara terpadu yang lebih praktis dan efektif. PHT bukanlah

sebuah pesan atau paket kegiatan, namun lebih daripada itu, PHT adalah sebuah

strategi untuk mengelola pertumbuhan tanaman dan lingkungannya, sehingga

dapat memberikan keuntungan yang maksimal.

1. Budidaya tanaman sehat

a. Pengolahan tanah yang baik, pengairan cukup, dan pemupukan

berimbang.

b. Penyiangan gulma cukup.

2. Pelestarian dan pemanfaatan musuh alami

a. Menemukan dan mengamati musuh alami teman petani di lahan;

b. Memelihara lingkungan lahan agar populasi musuh alami dapat

berkembang. Dalam pandangan PHT, dihindari penggunaan pestisida

yang dapat membunuh musuh alami.

3. Pengamatan berkala/mingguan musuh alami;

a. Mengamati tanaman, tanah, air, cuaca, hama, penyakit, tikus, gulma, dan


(36)

b. Menganalisis keadaan agroekosistem dan membuat keputusan untuk

pengelolaan selanjutnya.

4. Petani Ahli PHT

Petani bertanggung jawab atas lahannya yang diusahakan sendiri sehingga

petani juga sebagai pengelola dan penentu keputusan. Pemerintah, Pengamat

Hama Pengganggu harus mampu menjadi pengamat, penganalisis ekosistem,

pengambil keputusan pengendalian serta pelaksanaan teknologi pengendalian

yang sesuai dengan prinsip-prinsip SLPHT (Halid, 2013).

b. Usahatani Nenas yang Berkelanjutan

Prospek agribisnis buah nenas sangat cerah, baik di pasar dalam negeri (domestik)

maupun sasaran pasar luar negeri (ekspor). Permintaan pasar dalam negeri

terhadap buah nenas cenderung meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk, semakin baiknya pendapatan masyarakat, meningkatnya kesadaran

penduduk akan nilai gizi dari buah-buahan dan semakin tingginya permintaan

bahan baku industri pengolahan buah-buahan.

Peningkatan permintaan buah nenas ini sejalan dengan peningkatan luas lahan

untuk usahatani nenas. Perkembangan luas panen nenas di Indonesia selama

tahun 2000-2011 mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 10,77%

per tahun (Direktorat Jendral Pertanian, 2013). Semakin meningkatnya luas lahan

yang digunakan untuk usahatani nenas, maka biaya lingkungan yang harus

dikorbankan seperti unsur hara dan agen hayati untuk usahatani ini juga semakin

besar. Agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga, maka usahatani nenas harus


(37)

termasuk nenas juga menghendaki produk yang aman dikonsumsi, bebas pestisida

dan pupuk kimia serta memiliki kandungan nutrisi organik yang tinggi.

Menurut Rukmana (2009), pelaksanaan usahatani nenas yang berkelanjutan selain

bermanfaat secara ekonomi juga harus dapat dipertanggung jawabkan secara

sosial dan lingkungan. Keberlanjutan secara ekonomi diartikan bahwa usahatani

yang dijalankan harus secara ekonomi menguntungkan. Peningkatan keuntungan

dan kelayakan dapat dilakukan misalnya dengan meningkatkan pengelolaan tanah

yang akan meningkatkan hasil, mengurangi penggunaan peralatan mesin dan

mengurangi biaya pupuk kimia dan pestisida.

Usahatani nenas yang berkelanjutan dari aspek sosial berkaitan dengan kualitas

hidup petani yang bekerja dan hidup dipertanian serta masyarakat disekitarnya.

Usahatani yang berkelanjutan memberikan nilai tambah pertanian bagi lebih

banyak anggota masyarakat melalui lebih banyak penggunaan tenaga kerja yang

tersedia. Perlakuan yang layak terhadap pekerja dan memilih membeli

bahan-bahan secara lokal juga merupakan elemen keberlanjutan sosial untuk usahatani

nenas.

Pelaksanaan usahatani nenas dari aspek lingkungan biasanya digambarkan sebagai

kegiatan yang layak secara ekologis yang sedikit memberikan dampak negatif

terhadap ekosistem alam. Usahatani nenas yang berkelanjutan secara lingkungan

dicapai dengan mengurangi penggunaan bahan kimia sampai minimum,

melindungi sumberdaya alam seperti tanah, air dan agen hayati yang memberikan


(38)

nenas yang berkelanjutan dapat digunakan untuk melengkapi input alami jika

diperlukan.

Melalui pelaksanaan usahatani nenas yang berkelanjutan, diharapkan dapat

menghasilkan produk yang aman dikonsumsi. Jika produk pertanian yang

dihasilkan telah aman dikonsumsi maka produk tersebut dapat memperoleh

sertifikasi dari pemerintah. Semakin banyak produk pangan yang tersertifikasi

maka pelaksanaan pertanian berkelanjutan secara umum dapat ditingkatkan di

Indonesia.

c. Sertifikasi Produk Pangan

Sertifikasi merupakan proses penilaian yang diberikan kepada petani/pemilik

kebun, atas penilaian terhadap usahatani yang dilakukan. Sertifikat diperlukan

karena adanya persyaratan standar mutu dan keamanan pangan di pasar

internasional yang semakin ketat, dan beberapa standar pangan internasional telah

diberlakukan wajib oleh negara maju. Hasil penilaian mencakup 3 produk yaitu

Prima-3, Prima-2 dan Prima-1. Prima-3 memiliki arti bahwa produk yang

dihasilkan aman dikonsumsi (aman pestisida). Prima-2 memiliki arti bahwa

produk yang dihasilkan aman dikonsumsi (aman pestisida) dan bermutu (ada

grading) sedangkan Prima-1 artinya produk yang dihasilkan aman dikonsumisi

(aman pestisida), bermutu dan ramah lingkungan (Dinas Pertanian Provinsi

Yogyakarta, 2008).

Sertifikasi Prima ini diberikan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat

(OKKPP) dan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD).


(39)

Prima-3 diberikan oleh OKKPD. OKKPD sendiri memiliki tugas yaitu

mengkoordinasikan dan melaksanakan pengawasan mutu dan keamanan pangan,

melakukan uji mutu, residu pestisida dan kontaminan yang bekerjasama dengan

laboratorium yang terakreditasi, mensosialisasikan standar mutu dan keamanan

pangan, melakukan pelatihan pengawas mutu dan keamanan pangan, melakukan

monitoring berkala tentang mutu dan keamanan pangan yang berada di pasar

ataupun yang siap diekspor, melaksanakan sertifikasi dan pelabelan prima wilayah

provinsi.

Sedangkan syarat umum untuk mendapatkan sertifikasi adalah

kelompok/pemohon memberikan surat pengajuan dari petani/kelompok

tani/pelaku usaha dengan diketahui oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.,

telah menerapkanStandard Operating Procedure(SOP), telah menerapkanGood

Agriculture Practices(GAP), telah melaksanakan SLPHT dan mempunyai nomor

registrasi kebun. Penerapan GAP/SOP diberikan saat pelaksanaan SLPHT,

sedangkan kegiatan SLPHT sendiri pelaksanaannya dilakukan oleh petugas dari

Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dikawal oleh Petugas

Penyuluh Lapang (PPL) setempat. Selanjutnya OKKPD memberikan penilaian

terhadap kelompok atau pemohon yang mengajukan sertifikasi dengan melakukan

penilaian melalui syarat-syarat tersebut. Apabila dinyatakan lulus maka OKKPD

akan memberikan label produk untuk sertifikasi tersebut.

Pemerintah Provinsi Lampung melalui Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD)

dalam meningkatkan pelayanan mutu dan keamanan pangan melakukan perluasan


(40)

komoditas pangan segar di lahan pertanian, pelaku usaha, pengecer, maupun di

masyarakat. Provinsi Lampung telah mempunyai lembaga yang secara khusus

melakukan sertifikasi Prima dan registrasi produk terhadap produk pertanian

segar. Melalui SK Nomor 253 tanggal 5 Mei 2008, Gubernur telah menunjuk

BKPD sebagai lembaga yang menangani Otoritas Kompeten Keamanan Pangan

Daerah (OKKPD) di Lampung. OKKPD Provinsi Lampung telah memberikan 21

Sertifikasi Prima 3 untuk komoditas manggis, belimbing, buah naga, jambu

mutiara, nenas, tomat, dan wortel serta 2 registrasi produk untuk produk beras

analog berbahan baku singkong (beras siger).

Sertifikasi Prima 3 untuk komoditas nenas diberikan pada tahun 2010 kepada 15

petani nenas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung

Tengah. Sertifikasi ini diperoleh oleh petani melalui kerjasama dengan kelompok

tani dan penyuluh setempat. Sertifikasi ini diberikan kepada petani yang

menghasilkan produk yang aman dikonsumsi atau aman pestisida dan telah

menerapkan GAP dan SOP serta telah mengikuti SLPHT.

4. Kinerja Usahatani

Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana petani mengelola input

atau faktor-faktor produksi secara efektif,efisien dan kontinu untuk menghasilkan

produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi suatu usahatani adalah lahan, tenaga kerja, modal

dan manajemen (Rahim dan Hastuti, 2007). Lahan pertanian merupakan penentu


(41)

tenaga kerja. Manajemen dalam ushatani sendiri digunakan untuk mengelola

usahatani agar memperoleh keuntungan.

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi.

Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan, atau hasil

karya. Karena itu kinerja merupakan bentuk yang multidimensional, sehingga cara

mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Pasaribu dkk,

2012).

Kinerja usahatani dapat dilihat dari kelayakan usahatani yang dihasilkan.

Kelayakan usahatani sendiri dihitung dengan menggunakan rumus usahatani yang

digunakan oleh Sarasuthaet al., (2004), yaitu :

a. Biaya produksi (C)

Biaya produksi adalah total biaya yang dikeluarkan karena dipakainya

faktor-faktor produksi, baik yang bersifat tunai maupun diperhitungkan. Rumus untuk

menghitung biaya produksi yaitu :

C =∑ Xi. Pxi

Keterangan :

C = Biaya produksi (Rp)

Xi = faktor produksi (i = 1, 2, 3, ....n) Px i= harga faktor produksi ke-i (Rp)

Biaya produksi dalam usahatani dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya

yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai

oleh petani. Contoh biaya tunai dalam usahatani seperti biaya bibit, biaya pupuk,

biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya pajak dan biaya iuran desa.


(42)

dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani. Contoh biaya

diperhitungkan seperti biaya penyusutan, biaya tenaga kerja dalam keluarga

(TKDK) dan biaya sewa.

b. Hasil yang diperoleh/Penerimaan (R)

Hasil yang diperoleh/penerimaan (R) merupakan hasil perkalian antara produksi

dengan harga jual produksi (pendapatan kotor). Pendapatan kotor sendiri

memiliki arti yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani

selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran

hasil produksi yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada

saat pemungutan hasil. Rumus yang digunakan yaitu :

R= Q x P

Keterangan :

R= Hasil yang diperoleh/Penerimaan (Rp) Q = jumlah produksi (buah)

P = harga produksi (Rp)

c. Teori Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah penerimaan dari hasil produksi yang telah dikurangi

oleh biaya produksi dalam usahatani. Hernanto (1994), berpendapat bahwa ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani, yaitu :

a. luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas tanaman, luas tanaman rata-rata.

b. tingkat produksi, yang diukur lewat produktivitas dan indeks pertanaman.

c. pilihan dan kombinasi.


(43)

Soekartawi (1995), menjelaskan bahwa biaya usahatani adalah semua pengeluaran

yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua

yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya

tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan

biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume

produksi. Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis

sebagai berikut :

= Y. Py–S Xi.Pxi–BTT

Keterangan :

= pendapatan (Rp) Y = hasil produksi (Kg) Py = harga hasil produksi (Rp) Xi = faktor produksi (i = 1,2,3,….,n) Pxi = harga faktor produksi ke-i (Rp) BTT = biaya tetap total (Rp)

d. Analisis Kelayakan Finansial

Menurut Sanusi (2000), analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat

dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Pada analisis finansial, diperhatikan

segicash-flowdari suatu proyek/usahatani yaitu perbandingan antara hasil

penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total

cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan

atau keuntungan suatu proyek. Hasil finansial sering juga disebut “private

returns”. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial ialah

returns(pendapatan) diperhitungkan sebelum pihak-pihak yang berkepentingan

dalam pembangunan proyek kehabisan modal (Soetriono, 2010).

Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai


(44)

B/C Ratio, Payback Period, Net Present Value,danPayback Period(Kadariah,

2001).

1) Net Present Value

Net Present Value(NPV) atau nilai tunai bersih, merupakan kelayakan metode

yang menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau

pengeluaran. Perhitungan nilai NPV menggunakan rumus sebagai berikut :

          n t t t t n t t t n t t t i C B i C i B NPV 0 0

0 1 1 1

Dimana :

Bt = benefit usahatani bruto pada tahun t

Ct = biaya usahatani bruto pada tahun t

n = umur ekonomis proyek

i =discount rate.

Perhitungan ini diukur dengan nilai uang sekarang dengan kriteria sebagai berikut:

1) Bila NPV > 0, maka usahatani dinyatakan layak (feasible)

2) Bila NPV < 0, maka usahatani dinyatakan tidak layak (no feasible)

3) Bila NPV = 0, maka usahatani berada pada posisibreak event point

2) Gross Benefit Cost ratio (Gross BC)

Gross Benefit Cost ratio (Gross BC)merupakan perbandingan antara penerimaan

atau manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang telah dikeluarkan.

Perhitungan nilaiGross BCmenggunakan rumus sebagai berikut :

     n t t t n t t t i C i B C GrossB 0 0 1 1 /


(45)

Dimana :

Bt = benefit usahatani bruto pada th t

Ct = biaya usahatani bruto pada th t

n = umur ekonomis proyek

i =discount rate

Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah:

1) Jika Gross B/C > 1, maka usahatani tersebut layak untuk diusahakan

2) Jika Gross B/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak untuk diusahakan

3) Jika Gross B/C = 1, maka usahatani tersebut dalam keadaanbreak event point

3) Payback Period(PP)

Payback Period(PP) merupakan penilaian investasi suatu usahatani yang

didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu

usahatani. Secara matematisPayback Perioddapat dirumuskan sebagai:

PP = x 1 tahun

Keterangan:

Ko = Investasi awal

Ab = Manfaat bersih yang diperoleh dari setiap periode Kriteria kelayakan:

1) Jikapayback periodlebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka usahatani

tersebut layak untuk dijalankan

2) Jikapayback periodlebih lama dari umur ekonomis usaha, maka usahatani

tersebut tidak layak untuk dijalankan

4) Profitability Ratio

Profitabilitymerupakan penilaian atas investasi untuk melihatnet returnbagi

modal investasi yang ditanam dalam usahatani. Besarnyanet returnbagi modal


(46)

net returnbagi modal investasi. Rumus untuk mencariprovitabilityadalah

sebagai berikut:

=

PV Gross B O&

PV Investasi

Jika nilaiprovitabilitylebih besar dari satu maka suatu proyek atau usaha dapat

dikatakan layak (Kadariah, 2001).

e. Analisis Sensitivitas

Menurut Gittinger (1993), analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan menganalisis

kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek

tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas

mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa

proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian

mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semua proyek harus

diamati melalui analisis sensitivitas.

Analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung

banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Pada

sektor pertanian, proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat tiga permasalahan

utama, yaitu :

a. Perubahan harga jual produk

b. Kenaikan biaya produksi

c. Perubahan volume produksi

Analisis kepekaan ini dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan


(47)

berubah atau kesalahan dalam perhitungan. Selain itu, analisis ini juga dilakukan

untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang

terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi. Hal ini terjadi

karena dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, biasanya didasarkan pada

proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan

terjadi di masa datang.

5. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi dan penuntun

dalam penentuan metode dalam menganalisis data penelitian. Penelitian ini

mengkaji manfaat dari program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam

mengembangkan usahatani nenas yang berkelanjutan dipandang dari aspek

ekonomi, lingkungan dan sosial. Kajian-kajian penelitian terdahulu dapat dilihat


(48)

Tabel 4. Matriks penelitian terdahulu

No Pengarang (Tahun)

Tema Penelitian Metodologi Temuan Utama

1. Wardani (2012) Analisis Usahatani Nanas Pada Kelompok Tani Makmur Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah Analisis Usahatani, Uji-T dan analisis efisiensi.

Usahatani nenas pada Kelompok Tani Makmur menguntungkan untuk dijalankan baik pada lahan sempit maupun lahan sedang. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai penerimaan terhadap biaya tunai maupun biaya total yang diperoleh lebih dari satu, yang berarti penerimaannya lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan oleh petani. 2. Hidayat (2009) Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi Analisis deskriptif dan analisis Chi-Square

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani dalam program SLPHT padi mencapai 87,19% dan termasuk dalam kategori tinggi. Secara keseluruhan, tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi petani dalam program SLPHT padi. 3. Esiobu (2014) Determinant of Income from Pineapple Production in Imo State, Nigeria : An Econometric Model Approach Analisis Pendapatan dan Regresi linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani nenas rata-rata adalah $ 2.985,61 dan hasil produksi rata-rata adalah 3.910 ton/ha. Hasil regresi linear berganda menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga, pendapatan usahatani, tingkat pendidikan, luas lahan dan keanggotaan koperasi berpengaruh terhadap produksi nanas pada taraf kepercayaan sebesar 99%.

4. Thamrin (2007) Analisis Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Dekat Perbatasan Kabupaten Bengkayang) Analisis data dengan menggunakan penedekatan Multi Dimensional Scaling (MDS)

Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi ekologi berada pada status kurang berkelanjutan (40,37%), dimensi ekonomi cukup

berkelanjutan (66,54%), dimensi sosial-budaya cukup berkelanjutan (67,07%), dimensi infrastruktur dan teknologi tidak berkelanjutan (24,49%),dan dimensi hukum dan kelembagaan cukup berkelanjutan (60,10%). Dari 47 atribut yang dianalisis, 22 atribut yang perlu segera ditangani karena sensitif berpengaruh terhadap peningkatan indeks dan status keberlanjutan dengan tingkat galat (error) yang sangat kecil pada taraf kepercayaan 95%.


(49)

No Pengarang (Tahun)

Tema Penelitian Metodologi Temuan Utama

5. Kuwornu (2013) Financial Viability, Value Addition and Constraint Analyses of Certified Organic Pineapple Production and Marketing in Ghana Analisis kelayakan finansial menggunakan pendekatan (NPV) dan (IRR), analisis niali tambah dan koefisien Kendal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi nanas bersertifikasi di daerah Tengah dan Barat Ghana layak secara finansial. Untuk nilai tambah, pengering merupakan faktor utama yang meningkatkan nilai total bahan baku dibandingkan faktor lain. Hasil koefisisien Kendal memiliki implikasi kebijakan untuk produksi dan pemasaran nanas organik di Ghana.

6. Putri (2013) Pendapatan Dan Kesejahteraan Rumahtangga Petani Padi Organik Peserta SL-PTT Dan Non Peserta SL-PTT Di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu Analisis pendapatan usahatani, fungsi UOP (Unit Output Price), analisis pendapatan rumah tangga petani, dan analisis tingkat kesejahteraan

Rata-rata pendapatan usahatani peserta SL-PTT berdasarkan biaya tunai dan biaya total lebih besar daripada non-peserta SL-PTT. Faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani padi organik peserta SL-PTT dan non-peserta SL-SL-PTT hanya luas lahan. Dilihat dari tingkat kesejahteraan, petani padi organik peserta SL-PTT lebih sejahtera daripada non-peserta SL-PTT 7. Rahayu (2012) Indeks Status Keberlanjutan Kota Batu Sebagai Kawasan Agropolitan Ditinjau dari Aspek Ekologi, Ekonomi, Sosial dan Infratruktur Analisis data dengan menggunakan penedekatan Multi Dimensional Scaling (MDS)

Hasil penelitian menunjukkan indeks status keberlanjutan Kota Batu sebagai kawasan agropolitan ditinjau dari dimensi ekologi kurang

berkelanjutan;dimensi ekonomi cukup berkelanjutan, dimensi sosial kurang berkelanjutan dan dimensi infrastuktur kurang berkelanjutan. 8. Juwita (2014) Manfaat Finansial Pembinaan Dan Verifikasi Kopi Dalam Upaya Peningkatan Mutu Kopi : Studi Kasus Program Verifikasi Binaan PT Nestlé Indonesia Di Kabupaten Tanggamus Analisis kelayakan finansial, incremental B/C ratio, analisissensiti vitas dan uji beda The Mann-WhitneyTwo Sample Test.

Program verifikasi kopi bermanfaat secara finansial yang ditunjukkan oleh nilaiincremental B/C ratio

sebesar 7,56, NPV sebesar Rp 16.354.457,22, dan IRR sebesar 28%. Jika terjadi kenaikan biaya sebesar 16,7%, penurunan produksi sebesar 68%, dan penurunan harga jual sebesar 25% program masih memberikan manfaat terhadap usahatani dan persepsi petani program pembinaan dan verifikasi dapat memberikan manfaat dalam dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan.


(50)

B. Kerangka Pemikiran

Isu pertanian berkelanjutan kini sedang menjadi tren yang mempengaruhi

berbagai aspek kehidupan. Berbagai tindakan yang mempengaruhi pembangunan

pertanian perlu memasukkan unsur pelestarian lingkungan di dalamnya.

Pembangunan pertanian ini bisa terlaksana dengan penerapan usahatani yang

berkelanjutan. Selain meminimalisasi dampak negatif yang mempengaruhi

kelestarian lingkungan seperti degradasi lahan, pencemaran air, agroekosistem

rusak sampai terjadinya hama yang resisten, usahatani yang berkelanjutan juga

dapat menghasilkan produk yang bermutu dan aman pestisida. Salah satu

usahatani yang berkelanjutan ini adalah usahatani nenas.

Selain hal tersebut, aspek keamanan pangan dan mutu produk merupakan salah

satu syarat yang harus dipenuhi dalam perdagangan komoditas hasil pertanian

baik domestik dan internasional. Perubahan lingkungan strategis seperti

globalisasi perdagangan menyebabkan penjual komoditas pertanian baik di pasar

internasional maupun domestik makin bertambah banyak dan saling bersaing

ketat, sementara kekuatan pembeli semakin dominan. Dengan demikian di sisi

produsen diperlukan upaya untuk meningkatkan daya saing, salah satu bentuk

daya saing tersebut adalah jaminan mutu produk (preference guarantee) bagi

konsumen dan biaya produksi yang rendah bagi produsen.

Salah satu hal yang mendukung keterjaminan mutu produk adalah produk

pertanian yang dihasilkan harus bebas dari pestisida. Salah satu program

pemerintah yang mendukung pengurangan penggunaan pestisida ini sendiri adalah


(51)

SLPHT ini. Oleh karena itu, petani di daerah penelitian dibagi menjadi petani

peserta SLPHT dan petani non-peserta SLPHT. Petani peserta SLPHT sendiri

dibagi menjadi petani Sertifikasi Prima-3 dan petani non-sertifikasi. Petani

Sertifikasi Prima-3 inilah yang telah mendapatkan jaminan mutu produk dari

pemerintah.

Jaminan mutu produk bagi konsumen tingkat provinsi dapat diberikan oleh

Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD). OKKPD merupakan

badan yang bertugas mengkoordinasikan dan melaksanakan pengawasan mutu

dan keamanan pangan, melakukan uji mutu, residu pestisida dan kontaminan yang

bekerjasama dengan laboratorium yang terakreditasi, mensosialisasikan standar

mutu dan keamanan pangan, melakukan pelatihan pengawas mutu dan keamanan

pangan, melakukan monitoring berkala tentang mutu dan keamanan pangan yang

berada di pasar ataupun yang siap diekspor, melaksanakan sertifikasi dan

pelabelan prima wilayah provinsi.

Penilaian yang diberikan OKKPD adalah berupa sertifikasi produk pangan segar.

Sertifikasi ini terdiri dari Sertifikasi Prima-1, Prima-2 dan Prima-3. Sertifikasi

yang telah diberikan OKKPD untuk usahatani nenas di Provinsi Lampung adalah

Sertifikasi Prima-3. Pelaksanaan Sertifikasi Prima-3 memiliki syarat umum yang

harus dipenuhi oleh pemohon atau kelompok yang akan mengajukan sertifikasi

ini. Syarat umum tersebut antara lain pemohon atau kelompok yang mengajukan

sertifikasi harus menerapkan GAP/SOP dan telah melaksanakan SLPHT.

Pelaksanaan GAP/SOP dan SLPHT ini dibantu oleh dinas pertanian setempat.


(52)

OPT yang tepat. Program SLPHT juga mengenalkan bagaimana budidaya

tanaman dapat menggunakan SOP (Standart Operational Prosedure)yang telah

ditetapkan. Keragaan usahatani harus dijelaskan secara rinci dan menyeluruh

meliputi aspek agroklimat, keragaman varietas, kebutuhan unsur hara, dan

serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Mulai dari penggunaan input,

proses sampai kepada output atau hasil produksi yang diperoleh. Melalui

penggunaan input, proses dan pengelolaan output yang tepat tentu akan

menghasikan kinerja usahatani yang baik. Penggunaan input, proses dan

pengelolaan output petani Sertifikasi Prima-3, SLPHT dan non-SLPHT yang

berbeda tentu akan menghasilkan kinerja usahatani yang berbeda pula. Kinerja

usahatani ini sendiri dapat dilihat dari pendapatan usahatani dan kelayakan

finansialnya.

Penggunakan input, proses dan pengelolaan output yang tepat akan juga dapat

memberikan manfaat kepada para petani. Manfaat yang diperoleh dengan

mengikuti program sertifikasi dan SLPHT ini dapat ditinjau dari aspek ekonomi,

sosial dan lingkungan. Ketiga aspek ini tentu saja akan memberikan dampak yang

besar terhadap usahatani suatu komoditas. Ditinjau dari aspek ekonomi, maka

peran program sertifikasi dan SLPHT ini akan mengarah pada keberlanjutan

ekonomi. Agar sebuah kegiatan bisa berlanjut, sebuah usahatani harus secara

ekonomi menguntungkan. Budidaya pertanian yang berkelanjutan dapat

meningkatkan kelayakan ekonomi melalui banyak cara. Kelayakan ekonomi

dapat dicapai dengan mengurangi penggunaan peralatan mesin, mengurangi biaya

pupuk kimia dan pestisida tergantung pada karakteristik dari sistem produksinya.


(53)

petani akan meningkat pula. Demikian pula dengan kelayakan finansial yang

dilakukan oleh petani.

Dari sisi lingkungan tentu saja program sertifikasi dan SLPHT ini mengacu pada

pelestarian lingkungan yang mengarah kepada keberlanjutan lingkungan. Hal ini

dapat digambarkan sebagai kegiatan yang layak secara ekologis yang tidak atau

sedikit memberikan dampak negatif terhadap ekosistem alam, atau bahkan

memperbaiki kualitas lingkungan dan sumberdaya alam. Dilihat dari aspek sosial

yang mengarah pada keberlanjutan sosial, aspek ini berkaitan dengan kualitas

hidup dari mereka yang bekerja dan hidup di pertanian, demikian juga dengan

masyarakat di sekitarnya.

Manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan ini juga dapat dirasakan oleh petani yang

tidak mengikuti sertifikasi dan SLPHT. Akan tetapi, tentu saja akan memberikan

manfaat yang berbeda antara petani yang mengikuti sertifikasi dan SLPHT dengan

yang tidak mengikuti sertifikasi dan SLPHT. Oleh sebab itu, perlu dikaji manfaat

dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan antara petani sertifikasi dan yang

pernah menjadi peserta SLPHT dengan petani non-sertifikasi dan yang tidak

pernah menjadi peserta SLPHT. Kerangka pikir analisis manfaat program SLPHT

dalam mengembangkan usahatani nenas yang berkelanjutan dapat dilihat pada


(54)

Gambar 1. Alur pemikiran manfaat program SLPHT dalam mengembangkan usahatani nenas yang berkelanjutan di Kecamatan Punggur

Kabupaten Lampung Tengah

Usahatani Nenas

Peserta SLPHT Non-Peserta SLPHT

Input Proses Output

Manfaat Keberlanjutan Usahatani

Sosial Lingkungan Ekonomi

- Sistem manajemen sosial

- Kelembagaan

- Budidaya tanaman sehat

- Pelestarian dan pemanfaatan musuh alami

- Pengamatan agroekosistem secara rutin

- Petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya

- Kearifan Lokal

- NPV

- Profitabilitas ratio - Gross B/C

- Pay Back Period - Analisis sensitivitas Pendapatan Kelayakan Finansial OKKPD Sertifikasi Prima-3 Kinerja Usahatani Indikator Ekonomi SLPHT Non-Sertifikasi Prima-3


(55)

C. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian ditetapkan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan dalam praktik pengelolaan usahatani nenas yang

berkelanjutan ditinjau dari manfaat ekonomi antara petani Sertifikasi Prima-3,

petani peserta SLPHT dan petani non-peserta SLPHT dilihat dari :

a. Pendapatan usahatani nenas petani sertifikasi dan petani peserta SLPHT

lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani non-peserta SLPHT.

b. Kelayakan finansial usahatani nenas petani sertifikasi dan petani peserta

SLPHT lebih tinggi dibandingkan dengan petani non-peserta SLPHT.

2. Terdapat perbedaan dalam praktik pengelolaan usahatani nenas yang

berkelanjutan ditinjau dari manfaat sosial antara petani Sertifikasi Prima-3,

petani peserta SLPHT dan petani non-peserta SLPHT.

3. Terdapat perbedaan dalam praktik pengelolaan usahatani nenas yang

berkelanjutan ditinjau dari manfaat lingkungan antara petani Sertifikasi


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan

untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

penelitian.

Usahatani nenas merupakan suatu jenis kegiatan pertanian rakyat yang

membudidayakan nenas dan diusahakan oleh petani dengan mengkombinasikan

faktor alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan pada

peningkatan produksi.

Sertifikasi Prima-3 merupakan penilaian yang diberikan untuk produk pangan

segar yang memiliki arti bahwa produk yang dihasilkan aman dikonsumsi (aman

pestisida). Sertifikasi ini diberikan oleh Otoritas Kompeten Keamana Pangan

Daerah (OKKPD) melalui kerjasama dengan kelompok tani dan penyuluh

setempat. Syarat umum untuk mendapatkan sertifikasi adalah kelompok/

pemohon memberikan surat pengajuan dari petani/kelompok tani/pelaku usaha

dengan, telah menerapkan SOP dan GAP, telah melaksanakan SLPHT dan


(57)

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan metode

penyuluhan untuk mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Tujuannya agar petani menjadi tahu, mau dan mampu menerapkan empat prinsip

dasar PHT di kebunnya yaitu (a) budidaya tanaman sehat, (b) pelestarian dan

pemanfaatan musuh alami, (c) pengamatan agroekosistem secara rutin dan (d)

petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya.

Kinerja usahatani nenas merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dalam mewujudkan praktik

pengelolaan usahatani nenas yang berkelanjutan. Pengukuran kinerja usahatani

nenas ini terdiri dari biaya produksi, hasil yang diperoleh/penerimaan,

keuntungan/pendapatan dan kelayakan usahatani.

Manfaat dimensi ekonomi adalah manfaat adanya program SLPHT yang

diperoleh petani ditinjau dari dimensi ekonomi dengan analisis pendapatan dan

kelayakan usahatani.

Pendapatan usahatani adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi

biaya tunai yang dikeluarkan selama proses produksi. Pendapatan usahatani

diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima petani yang dihitung dengan

mengalikan jumlah produksi nenas dengan harga produksi di tingkat petani

produsen yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Produksi nenas adalah jumlah produksi nenas pada satu periode produksi, yang


(58)

Biaya produksi adalah total biaya yang dikeluarkan karena dipakainya

faktor-faktor produksi, baik yang bersifat tunai maupun diperhitungkan, dalam proses

produksi nenas selama satu tahun, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tunai adalah biaya produksi yang dikeluarkan secara tunai oleh petani,

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya diperhitungkan adalah biaya produksi yang tidak dikeluarkan secara tunai,

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Jumlah tenaga kerja keluarga adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam

keluarga yang diukur dalam jumlah hari orang kerja (HOK).

Analisis kelayakan finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari

perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan

jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk

mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Harga yang

digunakan adalah harga privat. Kelayakan ini dihitung berdasarkan nilai NPV,

Gross B/C Ratio, Profitability ratiodanPayback Period.

Discount factoradalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat

dipakai untuk mengalikan atau mengurangi suatu jumlah di waktu yang akan

datang sehingga dapat diketahui berapa nilainya saat ini.

Discout ratedigunakan untuk mencari nilaidiscount factor. Penelitian ini


(59)

Net Present Value(NPV) adalah suatu analisis yang digunakan untuk menghitung

selisih antarapresent valuedari penerimaan denganpresent valuedari biaya-biaya

yang telah dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Payback Period(PP) atau periode kembali modal adalah suatu analisis yang

digunakan untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan modal investasi usahatani, diukur dalam satuan tahun (th).

Gross B/C Ratioadalah perhitungan yang menunjukkan suatu tingkat

perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang diperhitungkan

saat ini.

Profitabilitymerupakan penilaian atas investasi untuk melihatnet returnbagi

modal investasi yang ditanam dalam proyek.

Analisis sensivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat

dari perubahan parameter produksi terhadap perubahan kinerja usahatani dalam

menghasilkan keuntungan.

Manfaat dimensi sosial adalah manfaat dari segi kehidupan sosial masyarakat.

Indikator untuk mengukur dimensi sosial ini terdiri dari tenaga kerja, sistem

manajemen sosial dan kelembagaan.

Manfaat dimensi lingkungan merupakan peningkatan kondisi lingkungan.

Indikator untuk mengukur manfaat dimensi lingkungan ini terdiri dari :


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kinerja usahatani nenas ditinjau dari pendapatan usahatani dari tahun pertama

sampai tahun ketiga untuk petani sertifikasi secara berurutan yaitu Rp 57,4 juta; Rp 136, 4 juta; dan Rp 17,3 juta, untuk petani SLPHT non-sertifikasi yaitu Rp 54,2 juta; Rp 137,8 juta dan Rp 19,2 juta, serta untuk petani non-SLPHT yaitu Rp 55,3 juta; Rp 127,3 juta; dan Rp 14,7 juta. Sedangkan untuk kelayakan finansial dilihat dari nilaiNet Present Value(NPV),Gross B/C, Profitability RatiodanPayback Periodpetani sertifikasi secara berurutan yaitu Rp 160,3 juta; 3,27; 1,64; dan 0,84, untuk petani SLPHT non-sertifikasi yaitu Rp 159,4 juta; 3,34; 1,55; dan 0,82 serta untuk petani non-SLPHT yaitu Rp 149,6 juta; 3,23; 1,60; dan 0,91.

2. Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT belum dapat memberikan manfaat dalam aspek ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pendapatan

usahatani yang sama antara petani Sertifikasi Prima-3, petani peserta SLPHT non-sertifikasi dan petani non-peserta SLPHT.

3. Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dapat memberikan manfaat dalam aspek sosial. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor penilaian praktik


(2)

pengelolaan usahatani dari aspek sosial petani Sertifikasi Prima-3 dan peserta SLPHT non-sertifikasi yang lebih tinggi daripada petani non-peserta SLPHT. 4. Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT dapat memberikan manfaat dalam

aspek lingkungan. Manfaat lingkungan dapat dilihat dari rata-rata skor penilaian praktik pengelolaan usahatani petani Sertifikasi Prima-3 dan peserta SLPHT non-sertifikasi yang lebih tinggi daripada petani non-peserta SLPHT.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Sebaiknya petani nenas yang mempertahankan usahatani nenasnya pada tahun ketiga menanam bibit nenas baru pada sisi bedengan. Hal ini untuk menghemat waktu pembongkaran hingga penanaman bibit nenas baru,

sehingga setelah tananaman nenas yang lama dibongkar, tanaman nenas yang baru tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berbuah. Hal ini bisa memberikan keuntungan yang lebih besar kepada petani nenas.

2. Penyuluh dan tenaga pendamping SLPHT diharapkan tetap memberikan pengawasan kepada petani yang telah mengikuti SLPHT, sehingga program SLPHT dapat terus diaplikasikan pada usahatani yang dilakukan petani.

C. Implikasi Kebijakan

Program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT memang belum memberikan perbedaan yang nyata berkaitan dengan pendapatan usahatani petani sertifikasi, petani SLPHT non-sertifikasi dan petani non-SLPHT. Akan tetapi perbedaan pendapatan yang diterima ketiga kelompok responden sangat bermanfaat untuk keluarga petani. Selain itu, program Sertifikasi Prima-3 dan SLPHT ini juga memberikan


(3)

manfaat dari aspek sosial dan lingkungan. Walaupun manfaat program ini tidak bisa dirasakan secara langsung oleh petani, akan tetapi manfaat program ini dapat dirasakan untuk anak cucu petani nantinya. Oleh sebab itu, program Sertifikasi dan SLPHT diharapkan dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan untuk kinerja dan pengawasannya sehingga banyak petani yang bisa merasakan manfaat dari


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014.Laporan Tahunan 2014. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

Deny.2008. Regresi Linear dan Korelasi. //http:ineddeni.wordpress.com.Diakses 15 November 2014.

Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007.Petunjuk Teknis Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).Boyolali.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011.Laporan Tahunan 2013. Kementerian Pertanian. Jakarta

. . 2013.Laporan Tahunan 2013. Kementerian

Pertanian. Jakarta

Esiobu NS, Onubuogu GC. 2014. Determinant of income from pineapple

production in Imo State, Nigeria : an econometric model approach.Journal of Economics and Sustainable Development: 5 (22):122-132.

http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEDS/article/viewFile/16739/17100 [21 September 2015]

Gay L.R., Diehl P.L. 1992. Research Methods for Business and. Management. MacMillan Publishing Company. New York

Gittinger J.P. 1993.Analisa Proyek-Proyek Pertanian. UI Press. Jakarta. Hlm 3-46.

Halid S.A. 2013. Deskripsi Tentang Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo.Skripsi. Universitas Gorontalo. Gorontalo.

Hayati N Ratna, dan Sambas I Gumilar. 2006.Modul Praktikum Metode Riset Untuk Bisnis dan Manajemen.Universitas Widyatama. Bandung. Hernanto. 1994.Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. 390 hlm.


(5)

Hidayat H. 2009. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi.AGRISE: 1(9): 49-56

Hutabarat R. 2003.Agribisnis Budidaya Dan Tanaman Nanas. PT Atalya Rineli Sudeco. Jakarta.

Juwita T, Prasmatiwi FE, Santoso H. 2013. Manfaat finansial pembinaan dan verifikasi kopi dalam upaya peningkatan mutu kopi : studi kasus program verifikasi binaan PT Nestlé Indonesia di Kabupaten Tanggamus.JIIA: 2 (3): 276-284.

Kadariah. 2001.Evaluasi Proyek; Analisa Ekonomi. Edisi ke-2. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.

Kementrian Pertanian. 2010.Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi. Departemen Pertanian. Bandar Lampung.

Kuwornu JKM, Nafeo AA, Asare YBO. 2013. Financial viability, value addition and constraint analyses of certified organic pineapple production and

marketing in Ghana.African Journal of Basic & Applied Sciences: 5 (1): 12-24. http://www.idosi.org/ ajbas/ajbas5(1)13/3.pdf.[21 September 2015] Malhotra N. 2002. Marketing Research An Applied Orientation, 2nd Edition.

Pearson Education: Australia.

Pasaribu A.M. 2012.Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis-Konsep dan Aplikasi. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Prasmatiwi FE, Irham, Suryantini A, Jamhari. 2010. Analisis keberlanjutan usahatani kopi di kawasan hutan Kabupaten Lampung Barat dengan pendekatan nilai ekonomi lingkungan.Jurnal Pelita Perkebunan: 26 (1): 57-69.

Putri TK, Lestari DAH, Nugraha H. 2013. Pendapatan dan kesejahteraan petani padi organik peserta Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.JIIA: 1 (3): 226-231. Rahayu A, Bambang A.N., Hardiman G. 2010. Indeks Status Keberlanjutan Kota Batu Sebagai Kawasan Agropolitan Ditinjau dari Aspek Ekologi, Ekonomi, Sosial dan Infratruktur. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Rahim A, Hastuti D.R.W. 2007. Ekonomi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Rukmana. D. 2009. Pertanian Berkelanjutan: Mengapa, Apa Dan Pelajaran

Penting Dari Negara Lain. Skripsi. Univesitas Hasanuddin. Kalimantan Timur.


(6)

Sanusi B. 2000. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi universitas Indonesia. Jakarta

Sarasutha I.G.T., L. Hutahaean, R.H. Anasiru dan M.S Lalu. 2004. Usahatani Padi Berbasis Agribisnis di Sentra Produksi Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian: 7(1):1-17.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Soekartawi. 2001.Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers Universitas Brawijaya. Jakarta

Soeharjo A. dan D. Patong. 1973.Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Soetriono. 2010.Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta, Sebuah Perpektif Ekonomi. Surya Pena Gemilang. Malang.

Sunarjono H. 1997. PengenalanJenis Tanaman Buah-buahan Penting di Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Thamrin, Sutjahjo SH, Herison C, Sabiham S. 2007. Analisis keberlanjutan wilayah perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi: 25 (2): 103-124. http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JAE%2025-2a.pdf. [3 Oktober 2015]

Untung K.1997.Penerapan Prinsip-prinsip PHT pada Sub Sektor Perkebunan. Bahan Ceramah pada Apresiasi Proyek PHT Tanaman Perkebunan Rakyat. Cipanas. Jawa Barat.

Untung K. 2007.Kebijakan Perlindungan tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Verheij E.M.W. dan R.E. Coronel, 1997.Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Terjemahan S. Somaatmadja. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Walpole R.E. 1995.Pengantar Statistika Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Wardani A.K. 2014. Analisis Usahatani Nanas Pada Kelompok Tani Makmur Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah.Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.