FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN PUNGGUR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN PUNGGUR

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

AGUS RIYANTO

Dalam Keluarga Berencana, masalah utama yang dihadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi laki-laki dalam pelaksanaan program KB dan Kesehatan Reproduksi. Hal ini tercermin dari data pelaksanaan program KB Kabupaten Lampung Tengah bahwa presentase partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Jenis penelitian yang ini adalah eksplanatori dengan metode penelitian survei terhadap 146 pria Pasangan Usia Subur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sampling Simple Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur (r = 0.192), jumlah anak yang dimiliki (r = 0.179), pendapatan keluarga (r = -0.191), pengetahuan tentang KB (r = 0.389), sikap terhadap KB (r = 0.604), motivasi suami ikut KB (r = 0.847), akses pelayanan KB (r = 0.369), kualitas pelayanan KB (r = 0.744) dengan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana. Akan tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara tahun pendidikan dengan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana (r = -0.147).


(2)

ABSTRACT

FACTORS RELATING TO MEN’S PARTISIPATION IN FAMILY PLANNING IN PUNGGUR DISTRICT

OF CENTRAL LAMPUNG REGENCY

By

AGUS RIYANTO

In Family Planning, the main problem that we face in this time is the low of men's participation in Family Planning program and Reproductive Health. This is reflected in the implementation of Family Planning programs from the data Central Lampung regency that men’s participation percentage in Family Planning is still low. Aim of this research was to determine factors that relating to Men's participation in Family Planning in Punggur District of Central Lampung regency. Type of this research was eksplanatori with survey research method towards 146 fertile age pair men. Sample was carried out with Simple Random Sampling. The result of research showed that have significant relationship between age (r = 0.192), number of children (r = 0.179), family income (r = -0.191), knowledge of Family Planning (r = 0.389), attitude towards Family Planning (r = 0.604), husband motivation come Family Planning (r = 0.847), access to Family Planning services (r = 0.369), quality to Family Planning services (r = 0.744) with men's participation in Family Planning. But there was no significant correlation between education years with men's participation in Family Planning(r = -0.147)


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Agus Riyanto, dilahirkan di kota Gajah, Lampung Tengah pada tanggal 1 Agustus 1993. Penulis merupakan anak kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Suwarto dan Suminem. Pendidikan yang ditempuh Penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak, SD Negeri 1, SMP Negeri 1, SMA Negeri 1 yang semuanya dijalani di tempat kelahiran Penulis, Kota Gajah.

Pada tahun 2011 Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Tertulis. Selama menjadi mahasiswa, Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang

didanai oleh Dikti dengan judul “Asuransi Pendidikan dari Sampah untuk Anak-anak

Pemulung di Kota Melalui Kerjasama Stakeholder”. Selain melatih nalar ilmiah dan kreativitas, PKM ini sangat menguntungkan dalam hal finansial.

Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode 1 tahun 2014 di Desa Taman Negeri, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur. Sebuah pengalaman berharga yang tidak akan pernah terlupakan.


(8)

MOTTO

“Jika Salah Perbaiki, Jika Gagal Coba Lagi, Tapi Jika Kamu Menyerah maka Selesai”

(Mario Teguh)

“Tidak Ada Jaminan Kesuksesan, Namun Tidak Mencoba adalah Jaminan Kegagalan”


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur kehadirat Allah SWT dan segala ketulusan hati, ku persembahkan karya sederhana ini sebagai tanda

bakti dan cinta kasihku kepada :

Kedua orangtua tercinta Mamak dan Bapak, Mamakku Suminem dan Bapakku Suwarto Atas segala kasih sayang, do’a, dan perjuangan untuk

Keberhasilanku.

Almamater tercinta Universitas Lampung


(10)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:

1. Drs. I Gede Sidemen, M.Si selaku pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Drs. Gunawan Budi Kahono selaku selaku penguji skripsi yang telah memberikan

masukan guna perbaikan skripsi ini.

3. Dra. Paraswati Darimilyan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan semala proses pendidikan.

4. Ketua Jurusan Sosiologi Universitas Lampung dan Staf yang telah memberikan ijin dan membantu selama proses pendidikan.


(11)

6. Ketua BKKBN Provinsi Lampung dan staf yang telah memberi ijin dan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

7. Ketua PLKB Kecamatan Punggur yang telah memberi ijin dan membantu penulis dalam penelitian di lapangan.

8. Teman-teman Sosiologi angkatan 2011 yang telah memberikan motivasi sehingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Seluruh karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya jurusan Sosiologi atas bantuan yang diberikan.

10.Teristimewa untuk kedua surga terdekatku, mamak ku Suminem dan Bapak ku Suwarto yang selalu memberikan do’a, semangat, harapan serta perjuangan disetiap tetes keringatmu demi tercapainya kesuksesanku.

Penulis hanya dapat berdoa, semoga segala bantuan yang telah diberikan dicatat sebagai amal baik dan diberikan balasan yang terbaik oleh Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 28 Oktober 2015 Penulis


(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Kegunaan Penelitian... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana ... 13

1. Pengertian Keluarga Berencana ... 13

2. Tujuan Program Keluarga Berencana ... 14

3. Sasaran dan Target Program Keluarga Berencana ... 15

4. Manfaat Keluarga Berencana ... 15

5. KB Pria ... 16


(13)

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria

dalam Keluarga Berencana ... 24

1. Hubungan faktor individu dan sosial (karakteristik individu) dengan pemakaian kontrasepsi ... 24

2. Pengetahuan tentang KB ... 27

3. Sikap terhadap KB ... 28

4. Motivasi Suami Ikut KB ... 29

5. Akses Pelayanan KB ... 30

6. Kualitas Pelayanan KB ... 32

D. Kerangka Konsep ... 35

E. Hipotesis Penelitian ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 41

F. Instrumen Penelitian ... 42

G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 43

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kecamatan Punggur ... 46

B. Keadaan Geografi ... 47

C. Kependudukan ... 48

D. Matapencaharian ... 48

E. Pertanian ... 49

F. Infrastruktur ... 50


(14)

iii

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55

B. Identitas Responden ... 56

C. Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 77

D. Analisis Hubungan antar Variabel ... 78

1. Hubungan Karakteristik Individu dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 79

2. Hubungan Pengetahuan tentang KB dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 89

3. Hubungan Sikap terhadap KB dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 91

4. Hubungan Motivasi Suami Ikut KB dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 93

5. Hubungan Akses Pelayanan KB dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 95

6. Hubungan Kualitas Pelayanan KB dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 97

E. Pembahasan ... 99

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 111


(15)

DAFTAR TABEL

Judul Tabel Halaman

1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Punggur berdasarkan Matapencaharian

Tahun 2015 ... 48 2. Distribusi Sarana Pendidikan di Kecamatan Punggur berdasarkan Jenjang

Pendidikan Tahun 2014 ... 51 3. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Punggur Tahun 2014 ... 52 4. Distribusi Responden berdasarkan Umur di Kecamatan Punggur

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015 ... 56 5. Distribusi Responden berdasarkan Tahun Pendidikan di Kecamatan

Punggur Tahun 2015 ... 57 6. Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Anak yang Dimiliki di

Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 58 7. Distribusi Responden berdasarkan Pendapatan Keluarga/Bulan di

Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 59 8. Distribusi Pengetahuan Responden tentang KB di Kecamatan Punggur

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015 ... 61 9. Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan KB di Kecamatan


(16)

v

Punggur Tahun 2015 ... 61 10.Distribusi Sikap Pria terhadap KB di Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 64 11.Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap terhadap KB di Kecamatan

Punggur tahun 2015 ... 65 12.Distribusi Motivasi Suami Ikut KB di Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 68 13.Distribusi Jawaban Responden tentang Motivasi Suami ikut di Kecamatan

Punggur Tahun 2015 ... 69 14.Distribusi Pendapat Responden tentang Akses Pelayanan KB di Kecamatan

Punggur Tahun 2015 ... 70 15.Distribusi Jawaban Responden tentang Akses Pelayanan KB di Kecamatan

Punggur Tahun 2015 ... 71 16.Ringkasan Hasil Wawancara Mendalam tentang Akses Pelayanan KB ... 73 17.Distribusi Pendapat Responden tentang Kualitas Pelayanan KB di

Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 74 18.Distribusi Jawaban Responden tentang Kualitas Pelayanan KB di

Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 75 19.Ringkasan Hasil Wawancara Mendalam tentang Pendapat Responden

mengenai Kualitas Pelayanan KB di Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 76 20.Distribusi Frekuensi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di

Kecamatan Punggur Tahun 2015 ... 78 21.Tabel Silang Hubungan antara Umur Pria dengan Partisipasi Pria dalam


(17)

22.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Umur dengan Partisipasi

Pria dalam Keluarga Berencana ... 81 23.Tabel Silang Hubungan antara Tahun Pendidikan dengan Partisipasi Pria

dalam KB ... 82 24.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Tahun Pendidikan

dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 83 25.Tabel Silang Hubungan antara Jumlah Anak yang Dimiliki dengan

Partisipasi Pria dalam KB ... 85 26.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Jumlah Anak yang

Dimiliki dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 86 27.Tabel Silang Hubungan antara Penghasilan Keluarga dengan Partisipasi

Pria dalam KB ... 87 28.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Penghasilan Keluarga

dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 88 29.Tabel Silang Hubungan antara Pengetahuan tentang KB dengan Partisipasi

Pria dalam Keluarga Berencana ... 89 30.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman Pengetahuan tentang KB

dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 90 31.Tabel Silang Hubungan antara Sikap terhadap KB dengan Partisipasi Pria

dalam Keluarga Berencana ... 92 32.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Sikap terhadap KB


(18)

vii

33.Tabel Silang Hubungan antara Motivasi Suami Ikut KB dengan Partisipasi

Pria dalam Keluarga Berencana ... 94 34.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Motivasi Suami Ikut KB

dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 94 35.Tabel Silang Hubungan antara Akses Pelayanan KB dengan Partisipasi Pria

dalam Keluarga Berencana ... 95 36.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Kemudahan Mengakses

Pelayanan KB dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 96 37.Tabel Silang Hubungan antara Kualitas Pelayanan KB dengan Partisipasi

Pria dalam Keluarga Berencana ... 96 38.Hasil Analisis Uji Korelasi Rank Spearman antara Kualitas Pelayanan KB


(19)

DAFTAR GAMBAR

Judul Gambar Halaman

1. Tren Pemakaian Kontrasepsi di Provinsi Lampung Bulan Januari - Juli

2014 ... 6 2. Presentase Peserta KB Aktif menurut Jenis Kontrasepsi yang Digunakan

Bulan Januari – Juli 2014 ... 7 3. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2010-2013 ... 8 3. Peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Pria di Kecamatan Punggur Bulan

Juli Tahun 2014 ... 11 4. Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(20)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian


(21)

DAFTAR SINGKATAN

AKB : Angka Kematian Bayi

AKI : Angka Kematian Ibu

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

Bappenas : Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional BKBD : Badan Keluarga Berencana Daerah

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

ICPD : The International Conference on Population and Development IMS : Infeksi Menular Seksual

IUD : Intra Uterine Device KB : Keluarga Berencana

KIE : Komunikasi Informasi dan Edukasi KR : Kesehatan Reproduksi

MOP : Metode Operasi Pria MOW : Metode Operasi Wanita

NKKBS : Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana PMS : Penyakit Menular Seksual

PUS : Pasangan Usia Subur

RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia TFR : Total Fertilyty Rate


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.461.326 jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini akan terus bertambah mencapai 248.2 juta jiwa pada tahun 2015.

Jumlah penduduk yang besar tersebut menempatkan Indonesia ke dalam kelompok empat besar negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah yang besar ini merupakan permasalahan yang serius karena dari segi kualitasnya relatif masih rendah. Pada tahun 2014 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 108 dari 187 negara, sedangkan di lingkungan 11 negara anggota ASEAN, IPM Indonesia menempati peringkat 5. Apabila pembangunan penduduk tidak dikelola dengan baik maka akan semakin banyak kelahiran penduduk baru dengan kualitas yang rendah.

Pertambahan penduduk yang terus menerus tanpa diimbangi dengan peningkatan kualitas, cenderung akan menjadi masalah dan beban pembangunan. Ledakan penduduk juga akan membawa implikasi terhadap kemiskinan yang semakin


(23)

meningkat, derajat kesehatan menurun, terbatasnya kesempatan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan, kriminalitas, depresi, dan berdampak kepada lingkungan yang semakin memburuk.

Selain masalah tersebut, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 1994 adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI tersebut sangat lambat, yaitu menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 dan 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002/2003, sementara pada tahun 2010 ditargetkan menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, Angka Kematian Bayi (AKB) selama kurun waktu 20 tahun telah berhasil diturunkan secara tajam, yaitu 59 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1989 - 1992 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002 - 2003. Namun angka tersebut masih di atas negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia 10 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 20 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, Brunei 8 per 1000 kelahiran hidup, dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, berbagai program kependudukan dilaksanakan yang bertujuan untuk mengurangi beban kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan akibat tekanan penduduk.

Menurut Saifuddin (2008), kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada empat pilar strategis

Safe Motherhood”, yaitu (1) Keluarga Berencana, (2) pelayanan antenatal (pelayanan yang diberikan untuk mencegah adanya komplikasi obstetri dan


(24)

3

memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai), (3) persalinan yang aman (memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih serta mampu memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi), dan (4) pelayanan obstetri esensial (memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya). Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsi, serta untuk menghindari kehamilan yang sifatnya mantap dengan cara sterilisasi (Dwijayanti, 2006).

Pada awalnya pendekatan Keluarga Berencana lebih diarahkan pada aspek demografi dengan upaya pokok pengendalian jumlah penduduk dan penurunan fertilitas (TFR). Dimana program KB merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia kawin, peningkatan ketahanan keluarga, dan kesejahteraan keluarga (Satria, 2005).

Namun demikian, konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD 1994) menyepakati perubahan paradigma, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas, menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender (Satria, 2005).


(25)

Sejalan dengan perubahan paradigma kependudukan dan pembangunan di atas, program KB di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam mencapai tujuan reproduksinya. Hal inilah yang mewarnai program KB era baru di Indonesia.

Memasuki era baru program KB di Indonesia diperlukan adanya reorientasi dan reposisi program secara menyeluruh dan terpadu. Reorientasi dimaksudkan agar pemerintah menjamin kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang lebih baik serta menghargai dan melindungi hak-hak reproduksi yang menjadi bagian integral dari hak-hak azasi manusia. Disisi lain dengan berubahnya paradigma tersebut, paling tidak pelayanan Keluarga Berencana (KB) dapat memberikan metode-metode kontrasepsi yang seimbang, beragam, dan aman yang dapat digunakan oleh masing-masing Pasangan Usia Subur (PUS).

Meskipun pemerintah Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender, namun masalah utama yang dihadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi laki-laki dalam pelaksanaan program KB dan Kesehatan Reproduksi.

Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa partisipasi pria menjadi salah satu indikator keberhasilan program KB dalam memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Partisipasi pria/suami dalam KB adalah tanggung jawab pria/suami


(26)

5

dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan, dan keluarganya. Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria/suami secara langsung (sebagai peserta KB) adalah menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, MOP, serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami, yaitu metode sanggama terputus dan metode pantang berkala (BKKBN, 2005).

Menurut BKKBN (2000), partisipasi laki-laki baik dalam praktek KB maupun dalam pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini masih rendah. Padahal untuk menurunkan Angka Kematian Ibu, diperlukan gerakan nasional yang juga melibatkan semua pihak dengan program dan kegiatan yang komprehensif, terkait, terukur, dan seimbang yang pada akhirnya peran pria/suami dalam program KB akan mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan KB, peningkatan kesetaraan dan keadilan gender, peningkatan penghargaan terhadap hak asasi manusia, dan berpengaruh positif dalam mempercepat penurunan angka kelahiran total (TFR), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB).

Provinsi Lampung sebagai pintu masuk Pulau Sumatera dan Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk sebanyak 7.608.405 jiwa pada tahun 2010, merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Sumatra Utara. Rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk di provinsi ini sebesar 1.26 persen pertahun dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari kawasan-kawasan padat penduduk dan miskin sehingga dari segi kualitasnya juga masih rendah.


(27)

Selain masalah diatas, Provinsi Lampung juga dihadapkan pada masalah lain bahwa sampai saat ini partisipasi pria dalam Keluarga Berencana masih rendah. Dimana selama ini pemakaian kontrasepsi lebih didominasi oleh wanita. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan presentase peserta KB aktif menurut jenis kontrasepsi yang digunakan.

Sumber: BKKBN Provinsi Lampung (2014)

Gambar 1 Tren Pemakaian Kontrasepsi di Provinsi Lampung Bulan Januari – Juli 2014

Gambar di atas menggambarkan metode kontrasepsi yang lazim digunakan di Provinsi Lampung, yaitu metode kontrasepsi dengan jenis hormonal seperti pil (30.58%), suntikan (34.4%), dan implant (16.04%), ataupun kontrasepsi jenis non hormonal seperti IUD (13.68%), kontrasepsi mantap yakni MOW (1.38%) dan MOP (1.181%), serta metode kontrasepsi sederhana dengan alat seperti kondom (2.73%). Metode kontrasepsi diharapkan dapat digunakan secara efektif oleh Pasangan Usia Subur (PUS), baik wanita atau istri maupun pria atau suami sebagai sarana

13,68 1,38 1.181 2,73 16,04 34,4 30,58

0 5 10 15 20 25 30 35 40

IUD MOW MOP Kondom Implan Suntikan Pil Juli Juni Mei April Maret Febrauri Januari


(28)

7

pengendalian kelahiran. Idealnya penggunaan alat kontrasepsi bagi pasutri (pasangan suami istri) merupakan tanggungjawab bersama antara pria dan wanita, sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing pihak (setidak-tidaknya dibutuhkan perhatian, kepedulian, dan partisipasi pria dalam menentukan penggunaan alat kontrasepsi). Akan tetapi dari jenis alat kontrasepsi dan pengguna alat kontrasepsi tersebut, lebih didominasi oleh wanita, sedangkan jenis pengguna alat kontrasepsi pria jauh lebih sedikit (Hartanto, 2003). Gambar 2 di bawah ini menunjukkan presentase peserta KB aktif menurut jenis kontrasepsi yang digunakan.

Sumber : BKKBN Provinsi Lampung (2014)

Gambar 2 Presentase Peserta KB Aktif menurut Jenis Kontrasepsi yang Digunakan Bulan Januari – Juli 2014

Gambar 2 menunjukkan bahwa selama tujuh bulan (bulan Januari sampai dengan Juli 2014) presentase jenis kontrasepsi dan penggunaan kontrasepsi lebih didominasi oleh wanita (IUD, MOW, implan, suntikan, pil), sementara partisipasi pria secara langsung dalam Keluarga Berencana masih rendah, yaitu hanya sebesar 4%.

Pil 31% Suntikan 34% Implan 16% Kondom 3% MOP 1% MOW 1% IUD 14%


(29)

Rendahnya partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi pada dasarnya tidak terlepas dari operasional program KB yang selama ini dilaksanakan lebih mengarah kepada wanita sebagai sasaran. Demikian juga penyediaan alat kontrasepsi yang hampir semuanya ditujukan untuk wanita sehingga terbentuk pola pikir bahwa para pengelola dan pelaksana program mempunyai persepsi yang dominan, yakni yang hamil dan melahirkan adalah wanita, maka wanitalah yang harus menggunakan alat kontrasepsi. Oleh sebab itu, semenjak tahun 2000 pemerintah secara tegas telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB dan KR) melalui kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (BKKBN, 2003).

Kabupaten Lampung Tengah sebagai salah satu daerah sedang berkembang yang tidak lepas dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Registrasi Penduduk tahun 2010-2014, jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berikut ini data jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah tahun 2010-2013.

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014

Gambar 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2010-2013 0

500000 1000000 1500000

2010 2011 2012 2013

1.170.717

1.444.733 1.454.969 1.411.922


(30)

9

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah tergolong relatif tinggi dengan jumlah penduduknya mencapai 1.411.922 jiwa. Meskipun sempat mengalami penurunan pada periode tahun 2013, namun Kabupaten Lampung Tengah tetap merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Lampung. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa Kabupaten Lampung Tengah pada periode tahun 2010-2013 mengalami pertambahan jumlah penduduk hingga 241.205 jiwa.

Selain menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah juga merupakan salah satu kabupaten yang sampai saat ini masih terfokus pada perempuan atau istri dalam pelaksanaan program KB. Hal ini terbukti dari data BKKBN keadaan bulan Juli 2014 yang masih menempatkan perempuan sebagai aktor utama peserta KB aktif.

Menurut Bertrand (dalam Purba, 2008) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi antara lain, (1) faktor sosial dan individu, (2) nilai anak dan keinginan memilikinya, (3) permintaan KB, (4) faktor intermediate lain, (5) program pembangunan, (6) faktor persediaan KB, (7) output pelayanan (akses, kualitas pelayanan, image), dan pemanfaatan pelayanan.

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam KB dan KR, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek, serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan, yaitu sosial, budaya masyarakat, keterbatasan informasi dan aksesabilitas terhadap pelayanan KB pria, serta keterbatasan jenis kontrasepsi pria (Endang, 2002).


(31)

Menurut Sureni, dkk (dalam Ekarini, 2008), rendahnya penggunaan kontrasepsi di kalangan pria diperparah oleh kesan selama ini bahwa program KB hanya diperuntukkan bagi wanita sehingga pria lebih cenderung bersifat pasif. Hal ini juga nampak dari kecenderungan pelibatan tenaga perempuan sebagai petugas dan promotor untuk kesuksesan program KB, padahal praktek KB merupakan permasalahan keluarga, dimana permasalahan keluarga adalah permasalahan sosial yang berarti juga merupakan permasalahan pria dan wanita. Di samping itu kurangnya partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah karena keterbatasan metode untuk pengaturan fertilitas yang dapat dipilih pria. Padahal secara biologis pengendalian fertilitas bagi pria sebenarnya jauh lebih sulit dibanding wanita karena pria selalu dalam kondisi subur dengan jumlah sperma yang dihasilkan sangat banyak. Masalah lain untuk mengembangkan metode kontrasepsi baru bagi pria adalah kebutuhan dana yang sangat besar sehingga menimbulkan hambatan dalam pengembangannya.

Terbatasnya akses pelayanan KB pria dan kualitas pelayanan KB pria belum memadai juga merupakan aspek yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam Keluarga Berencana (BKKBN, 2007).

Fenomena seperti yang telah diuraikan di atas juga dirasakan di Kabupaten Lampung Tengah pada umumnya, dan Kecamatan Punggur pada khususnya. Hal ini tercermin dari data Pelaksanaan program KB Kabupaten Lampung Tengah bahwa presentase partisipasi pria dalam program KB masih rendah yaitu, 2,93% (metode MOP sebesar 1,401% dan kondom sebesar 1,53%). Untuk Kecamatan Punggur sendiri,


(32)

11

keikutsertaan pria dalam program KB juga masih tergolong rendah. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan banyaknya Peserta KB Aktif menurut metode Kontrasepsi Pria bulan Juni 2014 di Kecamatan Punggur.

Sumber : BKBD kabupaten Lampung Tengah (2014)

Gambar 4 Peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Pria di Kecamatan Punggur Bulan Juli Tahun 2014

Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah”?

0 100 200 300 400 500

MOP Kondom

417 99


(33)

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.

2. Secara khusus, menjelaskan karakteristik responden meliputi umur, tahun pendidikian, jumlah anak yang dimiliki, pendapatan keluarga, pengetahuan tentang KB, sikap terhadap KB, motivasi suami ikut KB, akses pelayanan KB, dan Kualitas pelaya

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan dalam upaya mendorong partisipasi pria dalam program KB di Kecamatan Punggur dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana. 2. Sebagai khasanah dalam menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

1. Pengertian Keluarga Berencana

Menurut WHO (dalam Hartanto, 2003), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak dinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran (dalam hubungan dengan suami istri), dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Menurut UU RI Nomor 52 Tahun 2009, Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, serta bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Program Keluarga Berencana Nasional diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, serta Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam Peraturan presiden tersebut, pembagunan Keluarga Berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga kecil


(35)

berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan Keluarga Berencana diselenggarakan melalui 4 program pokok, yaitu: Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Program Kesehatan, serta Program Penguatan Kelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas (BKKBN, 2008).

2. Tujuan Program Keluarga Berencana

Program Keluarga Berencana bertujuan untuk membangun manusia Indonesia sebagai obyek sekaligus subyek pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan ibu, anak, dan keluarga. Pelaksanaan program KB juga diarahkan untuk menurunkan tingkat kelahiran atas dasar kesadaran dan tanggung jawab seluruh masyarakat dengan cara memilih metode kontrasepsi secara sukarela. Dengan demikian program KB merupakan cermin upaya menurunkan tingkat kelahiran, sekaligus membangun keluarga sejahtera (Bappenas, 1996). Menurut UU RI Nomor 52 Tahun 2009, kebijakan Keluarga Berencana diarahkan untuk:

a. Mengatur kelahiran yang diinginkan

b. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak c. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, serta konseling

Keluarga Berencara dan Kesehatan Reproduksi

d. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek Keluarga Berencana

e. Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya menjarangkan jarak kehamilan.


(36)

15

Tujuan umum Keluarga Berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kemampuan sosial ekonomi keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar diperoleh keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Mochtar, 1998).

3. Sasaran dan Target Program Keluarga Berencana

Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program Keluarga Berencana adalah segera tercapai dan melembaganya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat Indonesia. Menurut Depkes RI (2002), sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut adalah:

a. Pasangan Usia Subur (PUS), yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-49 tahun harus dimotivasi terus-menerus sehingga menjadi peserta Keluarga Berencana lestari

b. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi, pasangan suami istri di atas usia 45 tahun, dan tokoh masyarakat

c. Institusional, yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintahan, dan swasta.

4. Manfaat Keluarga Berencana

Dalam penelitian Ekarini (2008), sekitar 500.000 perempuan setiap tahunnya meninggal akibat masalah kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tak aman. KB bisa mencegah sebagian besar kematian itu. Di masa kehamilan umpamanya, KB dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat:


(37)

a. Kehamilan terlalu dini

Perempuan yang sudah hamil dimana umurnya belum mencapai 17 tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan, karena tubuhnya belum sepenuhnya tumbuh dan belum cukup matang atau siap untuk dilewati oleh bayi. Selain itu, bayinya pun dihadang oleh resiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun

b. Kehamilan terlalu “telat”

Perempuan yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan terancam berbagai bahaya, khususnya bila ia mempunyai problema-problema kesehatan lain, atau sudah terlalu sering hamil dan melahirkan

c. Kehamilan yang terlalu berdekatan jaraknya

Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil kembali, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, sehingga timbul berbagai masalah bahkan ancaman kematian yang mungkin terjadi

d. Terlalu sering hamil dan melahirkan

Perempuan yang sudah punya lebih dari 4 anak terancam bahaya kematian akibat pendarahan hebat, serta macam-macam kelainan, apabila ia terus hamil dan bersalin kembali.

5. KB Pria

Dalam usaha untuk meningkatkan gerakan Keluarga Berencana Nasional, peranan pria sangat penting dan menentukan. Pria sebagai Kepala Keluarga harus terlibat


(38)

17

dalam mengambil keputusan tentang kesejahteraan keluarga, termasuk untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan (Manuaba, 1998). Adapun cara KB modern pria/laki-laki yang dikenal saat ini adalah (1) pemakaian kondom, dan (2) MOP (Metode Operasi Pria).

a. Kondom 1) Pengertian

Menurut Syaifudin (2003), kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan, diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom umumnya terbuat dari karet sintesis yang tipis, berbentuk silinder dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti putting susu. Kini berbagai bahan kondom telah dikembangkan untuk meningkatkan efektifitasnya.

2) Sejarah Penemuan dan Pengembangan Kondom

Menurut sejarah, kondom sudah diketahui sejak jaman Mesir Kuno dan dibuat dari kulit atau usus binatang. Atas perintah raja Inggris Charles II, dokter Condom membuat kondom dari kulit binatang dengan panjang 190 mm, berdiameter 6mm, dan tebal 0,038 mm. Teknik serta biaya pembuatannya cukup mahal dan keberhasilannya masih rendah sebagai alat kontrasepsi. Pada tahun 1564, dokter Fallopio dari Italia membuat kondom dari linen dengan tujuan utama untuk menghindari infeksi hubungan seks. Dokter Hercule Saxonia pada tahun 1597 membuat kondom dari kulit binatang yang apabila hendak dipakai direndam


(39)

terlebih dahulu. Kondom yang terbuat dari karet dikembangkan oleh dokter Hancock pada tahun 1944 dan Goodyer 1970 (Manuaba, 1998).

3) Cara Kerja

Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan. Kondom juga dapat mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khususnya kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).

4) Fungsi Kondom

Kondom mempunyai tiga fungsi, yaitu: a. Sebagai alat KB

b. Mencegah penularan PMS termasuk HIV/AIDS

c. Membantu pria atau suami yang mengalami ejakulasi dini. 5) Kelebihan Kondom

a. Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar b. Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter

c. Praktis dan dapat dipakai sendiri d. Tidak ada efek hormonal

e. Dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS antara suami-isteri


(40)

19

6) Keterbatasan Kondom

a. Kadang-kadang pasangan ada yang alergi terhadap bahan karet kondom b. Kondom hanya dapat dipakai satu kali

c. Secara psychologis kemungkinan mengganggu kenyamanan d. Kondom yang kedaluarsa mudah sobek dan bocor

e. Tingkat kegagalannya cukup tinggi b. MOP (Metode Operasi Pria)

Metode operasi pria yang dikenal dengan nama vasektomi merupakan operasi ringan, murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang tinggi, artinya dengan operasi ini banyak kelahiran yang dapat dihindari (Manuaba, 1998). Vasektomi telah dikenal sejak lama. Pada abad 19, para ahli bedah telah melakukan vasektomi untuk tujuan pengobatan, antara lain mencegah infeksi dan kelenjar prostat atau hipertrofi kelenjar prostat (Mochtar, 1998).

1) Pengertian

Menurut Syaifudin (2003), MOP adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi.

MOP merupakan tindakan menutup, dimana saluran sperma (vas deferens) yang berfungsi membawa sperma dari skrotum ke testis dipotong, sehingga tidak ada sperma yang keluar bersama air mani ketika ejakulasi (Seksualitas.net).


(41)

2) Kelebihan

a. Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan b. Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah

c. Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja d. Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit

e. Tidak mengganggu hubungan seksual

f. Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kontrasepsi lain.

3) Keterbatasan

a. Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali sanggama agar sel mani menjadi negatif

b. Masih memungkinkan terjadi komplikasi (misal nyeri dan infeksi)

c. Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu.

4) MOP tidak dapat dilakukan apabila:

a. Pasangan suami-isteri masih menginginkan anak lagi b. Suami menderita penyakit kelainan pembekuan darah c. Jika keadaan suami-isteri tidak stabil

d. Jika ada tanda-tanda radang pada buah zakar, hernia, kelainan akibat cacing tertentu pada buah zakar, dan kencing manis yang tidak terkontrol.


(42)

21

B. Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

Keterlibatan pria didefinisikan sebagai bentuk partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB, dan penggunaan kontrasepsi pria. Lebih lanjut, keterlibatan pria dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB, penggunaan alat kontrasepsi, serta merencanakan jumlah keluarga untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (Ekarini, 2008).

Menurut BKKBN (2005), bentuk partisipasi pria dalam Keluarga Berencana dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:

a. Sebagai peserta KB

Partisipasi pria dalam program KB dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Partisipasi pria/suami secara langsung dalam program KB adalah menggunakan salah satu cara atau metoda pencegahan kehamilan, seperti metode senggama terputus, metode pantang berkala, kontrasepsi kondom, vasektomi, atau kontrasepsi lain yang telah dikembangkan.

b. Mendukung istri dalam ber-KB

Apabila disepakati bahwa istri yang akan ber KB, peranan suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau metode KB yang akan dipilih. Dukungan tersebut antara lain meliputi (1) memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya, (2) membantu pasangannya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil


(43)

KB, serta mengingatkan istri untuk kontrol, (3) membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi, (4) mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan, (5) mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan terbukti tidak memuaskan, (6) menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan, dan (7) membantu menghitung waktu subur apabila menggunakan metode pantang berkala.

c. Sebagai motivator

Pria/suami dapat berperan sebagai motivator yang dapat memberikan motivasi kepada anggota keluarga/saudara yang sudah berkeluarga, dan masyarakat di sekitarnya untuk menjadi peserta KB dengan menggunakan salah satu alat kontrasepsi. Seorang calon motivator harus sudah menjadi peserta KB karena keteladanannya sangat dibutuhkan. Untuk itu, calon motivator harus mengetahui: (1) keuntungan dan kelemahan memakai salah satu alat kontrasepsi, (2) bersedia melakukan KIE KB kepada masyarakat di sekitarnya dengan idealisme 20 – 2 – 3 – 30, yaitu melahirkan yang aman setelah umur istri lebih dari 20 tahun, cukup 2 anak (laki-laki perempuan sama saja), jarak kelahiran yang aman adalah 3 tahun, dan stop melahirkan setelah umur istri lebih dari 30 tahun, (3) bersedia menjadi kader atau relawan penggerak massa di pedesaan


(44)

23

d. Merencanakan jumlah anak

Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu dibicarakan antara suami dan istri dengan mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak. Perencanaan keluarga menuju keluarga berkualitas perlu memperhatikan usia reproduksi istri, yaitu masa menunda kehamilan anak pertama bagi pasangan yang istrinya berumur di bawah 20 tahun, masa mengatur jarak kelahiran untuk usia istri 20 – 30 tahun, dan masa mengakhiri kehamilan untuk usia istri di atas 30 tahun.

Wanita merasa dirugikan apabila mempertahankan hubungan yang baik dengan laki-laki hanya untuk memuaskan mereka dengan menanggung semua bentuk resiko sebagai individu (personal cost), misalnya wanita harus menggunakan jamu atau produk-produk serupa untuk mengaborbsi sekresi vagina karena laki-laki lebih suka vagina kering selama hubungan kelamin. Dalam hubungannya dengan suami, diperlukan keputusan wanita secara sukarela untuk mempunyai anak lagi atau tidak, ketakutan akan efek samping, hak mengambil keputusan secara independen, dan lepas dari pengaruh suami. Hal itu disebabkan karena pembentukan keluarga (family formation) merupakan tanggungjawab bersama (joint responsibility) antara laki-laki dan wanita. Praktik KB merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan keluarga.


(45)

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

1. Hubungan faktor individu dan sosial (karakteristik individu) dengan pemakaian kontrasepsi

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang berumur muda (Notoatmodjo, 2007).

Menurut BKKBN (dalam Ekarini, 2008), kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga saat melahirkan, atau keinginan mempunyai anak yang akan dimiliki. Maka dari itu, umur merupakan salah satu faktor seseorang untuk menjadi akseptor kontap (kontrasepsi mantap), sebab umur berhubungan dengan potensi reproduksi dan juga menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi. Menurut Hartanto (2003), penggunaan kontrasepsi yang rasional adalah pada umur antara 20-30 tahun, yaitu kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas yang tinggi (karena pada umur tersebut PUS masih berkeinginan untuk mempunyai anak), sedangkan pada umur >30 tahun kontrasepsi yang dianjurkan adalah yang mempunyai efektifitas tinggi dan dapat dipakai untuk jangka panjang. Hasil penelitian Pranita (dalam Fienalia, 2011) mengatakan, terdapat hubungan yang bermakna antara umur responden dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Responden yang berumur kurang dari 30 tahun mempunyai peluang lebih tinggi


(46)

25

untuk memilih non kontrasepsi mantap dibandingkan dengan responden yang berumur lebih dari 30 tahun.

b. Tahun Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab, serta solusi dalam hidupnya. Oleh karena itu, orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga (Manuaba, 1998).

Menurut Purwoko (dalam Ekarini, 2008), tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif, dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Disamping itu, ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara umum pengetahuan KB diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga, dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, maka semakin banyak pengetahuan yang mereka dapatkan sehingga kesadaran untuk mewujudkan keluarga kecil dan sejahtera semakin tinggi. Salah satu upaya tersebut diwujudkan dengan menggunakan alat kontrasepsi untuk membatasi jumlah anak.


(47)

Hasil penelitian Ananta (dalam Fienalia, 2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai hubungan positif dengan lama masa menggunakan kontrasepsi.

c. Jumlah Anak yang Dimiliki

Jumlah anak yang dimiliki, misalnya 2 dan 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai resiko pada kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana yang salah satunya menggunakan kontrasepsi mantap, yaitu vasektomi dan atau tubektomi (Wiknjosatro, 1999).

Hasil penelitian Purwoko (dalam Ekarini, 2008) menyebutkan bahwa jumlah anak yang masih hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup masih sedikit, terdapat kecenderungan untuk menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas rendah, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup banyak terdapat kecenderungan menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi.

d. Tingkat pendapatan keluarga

Tingkat pendapatan rumahtangga merupakan indikator yang penting untuk mengetahui tingkat hidup rumahtangga. Umumnya pendapatan rumahtangga di


(48)

27

pedesaan tidak berasal dari satu sumber, melainkan berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan suatu keluarga ternyata sangat berpengaruh terhadap kesertaan suami dalam berKB. Pada pasangan suami istri yang keduanya sama-sama bekerja, mereka akan semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya karena memiliki pendapatan masing-masing, hal ini juga berlaku pada proses pemilihan metode kontrasepsi yang akan ia gunakan.

Bertrand (dalam Purba, 2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi adalah status sosio ekonomi. Semakin tinggi status ekonomi seseorang maka semakin mudah menggunakan kontrasepsi. 2. Pengetahuan tentang KB

Menurut WHO (dalam Kusumawati, 2006), pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat, dan sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi kepada masyarakat tidak mudah untuk segera diterima, karena kebanyakkan masyarakat kita terutama masrayakat yang berada di wilayah pedesaan sangat sulit menerima pembaharuan.


(49)

Masyarakat pedesaan cenderung takut terjadi goncangan apabila timbul adanya hal-hal yang baru akibat pola pikir mereka yang masih primitif.

Menurut Rogers (dalam Fienalia, 2011), ada empat tahap proses pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi, yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap konfirmasi (corfirmation). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi dapat diterima maupun ditolak.

3. Sikap terhadap KB

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Mar’at (dalam Budisantoso, 2008) mengatakan, manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objek-objeknya; dengan kata lain, sikap merupakan produk dari proses sosialisasi.

Menurut Endang (dalam Ekarini, 2008), tidak semua tokoh masyarakat dan suami yang ada di wilayah penelitiannya bisa menerima KB pria, terutama vasektomi. Alasannya, agama tidak memperbolehkan, kecuali bila cara KB lainnya mengancam jiwa istri. Hal yang serupa disampaikan oleh PLKB, dimana pria berpendapat bahwa bila pria dikontap (menggunakan alat kontrasepsi mantap), maka ia menjadi tidak perkasa lagi (dalam hubungan seksual tidak kuat), bapak jika nyeleweng tidak ketahuan, dan KB itu urusan ibu-ibu. Selain itu, seperti yang


(50)

29

dituturkan oleh sebagian ulama, bahwa kontap belum diprogramkan dan dianggap haram, kecuali bila terdesak, missalkan anak sudah banyak dan tidak satu pun metode KB yang cocok.

4. Motivasi Suami Ikut KB

Motivasi merupakan suatu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain, motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan (Supiani, 2011).

Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat dari obyek itu sendiri yang membuat seorang termotivasi. Dalam konteks ini berarti seseorang termotivasi ikut andil dalam program KB karena ia sadar akan pentingnya memiliki keluarga kecil namun berkualitas. Motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen di luar obyek sasaran yang menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi, misalnya suami ikut program KB karena tidak satupun alat kontrasepsi ada yang cocok untuk istri, sedangkan mereka sudah memiliki banyak anak (Supiani, 2011). Hasil penelitian Nurhulaifah (2013) menunjukkan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keikutsertaan suami menggunakan (KB)


(51)

kondom. Dengan kata lain ada pengaruh motivasi suami untuk menjadi akseptor Keluarga Berencana dengan metode kondom.

5. Akses Pelayanan KB

Menurut Wijono (dalam Ekarini, 2008), akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya, serta hambatan bahasa. Menurut Depkes (dalam Fienalia, 2011), pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan akses geografi, berarti jarak antara pelayanan kesehatan dengan lokasi klien mempengaruhi klien dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada. Peningkatan akses dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh, ataupun biaya tempuh. Fasilitas-fasilitas yang ada belum digunakan dengan efesien oleh masyarakat karena lokasi pusat-pusat pelayanan tidak berada pada radius masyarakat banyak, tetapi lebih berpusat di kota-kota dan lokasi sarana yang tidak terjangkau dari segi perhubungan.

Dengan adanya akses yang mudah dijangkau oleh masyarakat, calon peserta KB khususnya pria dapat memperoleh informasi yang memadai, serta mendapatkan pelayanan KB yang memuaskan. Menurut BKKBN (2005), keterjangkauan tersebut meliputi:

a. Keterjangkauan fisik

Yaitu tempat pelayanan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria


(52)

31

b. Keterjangkauan ekonomi

Yaitu biaya pelayanan dapat dijangkau oleh klien. Biaya klien meliputi uang, waktu, kegiatan kognitif, upaya perilaku, dan nilai yang akan diperoleh klien. Untuk itu dalam mengembangkan pelayanan gratis atau subsidi, perlu dipertimbangkan biaya pelayanan dan biaya klien

c. Keterjangkauan psikososial

Yaitu meningkatkan penerimaan partisipasi pria dalam KB secara sosial dan budaya oleh masyarakat, provider, pengambil kebijakan, tokoh agama, serta tokoh masyarakat

d. Keterjangkauan pengetahuan

Yaitu pria mengetahui tentang pelayanan KB serta dimana mereka dapat memperoleh pelayanan tersebut dan besarnya biaya untuk memperolehnya. e. Keterjangkauan administrasi

Yaitu ketetapan administrasi medis dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan (berlaku untuk pria dan wanita).

Selama ini dirasakan faktor aksesabilitas atau keterjangkauan pelayanan KB dan KR bagi pria masih sangat terbatas. Dimana (1) Puskesmas masih merupakan pilihan utama untuk mendapatkan kondom karena gratis dan jaraknya dekat, (2) PLKB, (karena faktor kedekatan dengan petugas dan mendapatkan informasi yang lebih lengkap), (3) toko, warung, dan apotik merupakan tempat pilihan terakhir untuk memperoleh kondom karena bebas memilih dan tidak ingin diketahui orang lain (BKKBN, 1998).


(53)

6. Kualitas Pelayanan KB

Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007).

Kualitas pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu elemen yang penting dalam mencapai pemakaian alat kontrasepsi yang berlangsung lama. Bruce (dalam Ekarini, 2008) menjelaskan bahwa terdapat enam komponen dalam kualitas pelayanan, yaitu pilihan kontrasepsi, informasi yang diberikan, kemampuan tehnikal, hubungan interpersonal, tindak lanjut atau kesinambungan, serta kemudahan pelayanan. Dalam kerangka teorinya disebutkan bahwa dampak dari kualitas pelayanan adalah pengetahuan klien, kepuasan klien, kesehatan klien, serta penggunaan kontrasepsi.

Enam elemen kualitas pelayanan di atas saling berkaitan antara satu dengan unsur yang lainnya (Ekarini, 2008). Enam elemen kualitas pelayanan kontrasepsi dalam konsep Bruce dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pilihan kontrasepsi

Tempat pelayanan sebaiknya menyediakan pelayanan kontrasepsi yang beragam, baik untuk pria maupun wanita. Hal ini dimaksudkan agar klien mempunyai pilihan metode kontrasepsi yang akan dipakai. Keanekaragaman metode yang tersedia merupakan jaminan bahwa program tidak hanya mempromosikan suatu metode tertentu bagi klien. Pilihan kontrasepsi meliputi tersedianya berbagai metode kontrasepsi yang sesuai untuk berbagai


(54)

33

golongan klien menurut umur, paritas, keadaan kesehatan, keadaan ekonomi, kebutuhan, serta jumlah anak yang diinginkan, dan lain-lain.

Menurut Endang (dalam Ekarini, 2008), masalah keterbatasan pilihan kontarsepsi bagi pria seringkali menjadi alasan mengapa kesertaan pria dalam KB masih rendah. Dari temuan berbagai penelitian di lapangan, tidak sedikit dari mereka mengharapkan adanya alternatif kontrasepsi lain bagi pria, seperti bentuk pil dan suntikan. Karena itu, dalam mewujudkan pelayanan KB yang berkualitas, pemerintah harus memperhatikan segala hal yang menyangkut penyiapan berbagai ragam kontrasepsi sehingga calon peserta dapat memilih cara atau alat yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya.

b. Informasi yang diberikan

Pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila klien mendapatkan informasi yang lengkap, jelas, rasional, dan dapat dipahami (inform choice) dari provider tentang metode kontrasepsi pria maupun wanita untuk membantu klien dalam menentukan kontrasepsi yang hendak dipakai.

Informasi yang diberikan merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (Sulistyawati dalam Sari, 2012). Dengan adayan informasi yang diberikan, peserta KB dapat mengetahui secara jelas dan benar tentang maksud serta tujuan pemakaian alat kontrasepsi, cara-cara KB yang tersedia, kemungkinan efek samping, dan dapat mencegah timbulnya kecemasan dan rasa takut terhadap pemakaian.


(55)

c. Kemampuan tehnikal

Provider yang ada harus memiliki kemampuan teknis yang memadai dalam memberikan pelayanan KB (termasuk pelayanan KB pria), serta mendapatkan pelatihan terlebih dahulu. Karena itu, teknis pelayanan perlu diperbaharuhi setiap waktu selaras dengan perkembangan teknologi.

d. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal merupakan elemen yang tidak kalah penting dari elemen keterampilan klinik. Hubungan antara klien dan pelaksana memang sangat dipengaruhi oleh pola pengelolaan, alokasi sumber-sumber, waktu yang tersedia, dan lain-lain.

e. Tindak lanjut atau kesinambungan

Mekanisme tindak lanjut mempengaruhi kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Tindak lanjut dilakukan baik melalui pemeriksaan berkala pasca tindakan, kunjungan rumah, dan sebagainya. Klien harus tetap dijamin untuk mendapatkan kontrasepsi dan pelayanan KB lanjutan. Mereka harus mengetahui kapan harus kontrol dan mendapatkan pelayanan ulangan.

f. Kemudahan pelayanan

Kemudahan pelayanan ini meliputi pelayanan kontrasepsi yang dapat diterima dan memudahkan klien ditinjau dari sudut lokasi, jarak dari rumah klien ke klinik, waktu pelayanan, prosedur yang tidak berbelit-belit, dan lain-lain.


(56)

35

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

Dari kerangka konsep di atas, peneliti akan melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah dilihat dari karakteristik individu, pengetahuan tentang KB, sikap terhadap KB, motivasi suami ikut KB, akses pelayanan KB, dan kualitas pelayanan KB.

Karakteristik Individu  Umur

 Tahun Pendidikan

 Jumlah Anak yang Dimiliki  Tingkat Pendapatan

Rumahtangga

Pengetahuan tentang KB Sikap terhadap KB Motivasi Suami Ikut KB Akses Pelayanan KB

Kualitas Pelayanan KB

Partisipasi pria dalam Keluarga Berencana


(57)

E. Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konsep di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan tentang KB, sikap terhadap KB, motivasi suami ikut KB, akses pelayanan KB, dan kualitas pelayanan KB dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana.


(58)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksplanatori (explanatory research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk menelaah hubungan kausalitas antar variabel atau fenomena tertentu (Zulganef, 2008). Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta mengenai fenomena yang ada di dalam obyek penelitian dan mencari keterangan secara aktual dan sistematis.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dengan beberapa pertimbangan antara lain:

1. Kecamatan Punggur adalah salah satu kecamatan yang sampai saat ini pelaksanaan program KBnya masih terfokus pada perempuan atau istri.

2. Adanya keragaman karakteristik suami sehingga menarik untuk diteliti dalam rangka penerapan program KB pria berdasarkan perbedaan karakteristik tersebut.


(59)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan (Sabri & Hastono, 2008). Menurut Sugiyono (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah pria PUS (Pasangan Usia Subur) yang tercatat sebagai akseptor KB di Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 269 orang (data bulan Juli 2014). Jumlah populasi tersebut diperoleh dari PLKB Kecamatan Punggur.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya akan diamati dan nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Sabri & Hastono, 2008). Menurut Notoatmodjo (2002), sampel adalah bagian-bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Rumus penentuan banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan formula Slovin (dalam Notoatmodjo, 2002), sebagai berikut:

2

1

Nd

N

n


(60)

39

Keterangan: n : jumlah sampel N : jumlah populasi

d : Tingkat kepercayaan (ketepatan yang diinginkan) sebesar 99%

89

.

72

)

1

,

0

(

269

1

269

2

n

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel minimum yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 73 orang. Agar data yang diperoleh dapat dianaliasis maka jumlah sampel ditambah 100% dengan responden yang diambil adalah PUS yang tidak menggunakan alat kontrasepsi, sehingga total sampel yang digunakan adalah sebanyak 146 orang.

Metode yang digunakan yaitu Simple Random Sampling, karena setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Pengambilan sampel pada metode ini menggunakan cara pengundian. D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam setiap kegiatan penelitian selalu ada kegiatan pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber, yaitu dari responden dan dokumen. Sementara jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:


(61)

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data pendukung variabel akses pelayanan KB dan kualitas pelayanan KB diperoleh melalui wawancara mendalam dengan Kabid KB Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Data primer tersebut terdiri dari karakteristik responden yang meliputi umur, tahun pendidikan, jumlah anak, pendapatan keluarga, pengetahuan tentang KB, sikap terhadap KB, motivasi suami ikut KB, akses pelayanan KB, dan kualitas pelayanan KB.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, akan tetapi melalui pihak perantara (diperoleh dan dicatat dari pihak lain). Pada penelitian ini data sekunder diperoleh melalui pihak-pihak yang dapat memberikan informasi pendukung bagi penelitian ini, yaitu dari data Hasil Pelaksanaan Program KB Kabupaten Lampung Tengah berupa rekapitulasi peserta KB Aktif menurut Mix Kontrasepsi dan catatan lain yang mendukung penelitian ini.


(62)

41

E. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional/Variabel

Pengukuran

Umur Lamanya seseorang hidup sejak

dilahirkan sampai pada saat sekarang, dihitung dalam tahun (Depkes RI, 1998).

Umur pria berdasarkan ulang tahun terakhir pada saat disurvei.

Jumlah anak Banyaknya anak yang dilahirkan

seseorang dan masih hidup sampai saat ini.

Jumlah anak yang dimiliki pada saat disurvei.

Pendidikan Jenjang sekolah formal tertinggi

yang dicapai oleh seseorang (Diknas, 2003).

Tahun pendidikan yang ditempuh

oleh responden sampai saat

diwawancarai. Pendapatan

keluarga

Merupakan jumlah seluruh

pendapatan yang diterima oleh suatu keluarga.

Jumlah penghasilan yang diterima keluarga dalam satu bulan.

Pengetahuan tentang KB

Pengetahuan seseorang

mengenai metode kontrasepsi pria.

Semua hal yang diketahui

pria/suami tentang metode

kontrasepsi pria (kondom dan MOP), meliputi:

Kondom:

• Pengertian • Cara kerja • Fungsi

• Kelebihan • Keterbatasan

MOP:

• Pengertian

• Kelebihan • Keterbatan • Hambatan

Sikap terhadap

KB

Reaksi atau respons seseorang mengenai metode kontrasepsi pria.

Image atau penerimaan

pria/suami terhadap metode

kontrasepsi pria (kondom dan MOP).


(63)

Motivasi suami ikut KB

merupakan suatu penggerak dari dalam hati seseorang untuk

melakukan atau mencapai

sesuatu tujuan.

Motivasi pria/suami ikut menjadi akseptor dalam program KB.

Akses pelayanan KB

Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh

keadaan geografis, sosial,

budaya, serta hambatan bahasa.

Keterjangkauan pria/suami dalam

memperoleh informasi dan

pelayanan KB yang memuaskan, dinilai dari pandangan pria/suami. Kualitas

pelayanan KB

Kualitas pelayanan dapat

diartikan sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan dan

keinginan konsumen serta

ketepatan penyampaiannya

dalam mengimbangi harapan konsumen.

Kualitas pelayanan KB dinilai dari pandangan pria/suami.

Partisipasi pria

dalam Keluarga

Berencana

Keterlibatan pria didefinisikan sebagai bentuk partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB, dan penggunaan kontrasepsi pria. Lebih lanjut, keterlibatan pria dalam KB diwujudkan

melalui perannya berupa

dukungan terhadap KB,

penggunaan alat kontrasepsi,

serta merencanakan jumlah

keluarga.

Keterlibatan pria dalam Keluarga

Berencana sebagai pengguna

metode kontrasepsi.

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner terstruktur dengan pertanyaan terbuka untuk identitas responden, dan pertanyaan tertutup untuk pertanyaan yang lainnya. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data kualitatif adalah pedoman wawancara mendalam.


(64)

43

G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Menurut Hasan (2006), pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukurang menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut (Sudjana, 2001).

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan komputasi program SPSS (Statistical Product and Service Solution) karena program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis menggunakan menu-menu dekritif dan kotak-kotak dialog sederhana, sehingga mudah dipahami cara pengoperasiannya (Sugianto, 2007). Pengolahan data tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut: a. Tahap editing, yaitu proses pemeriksaan kembali kuesioner yang telah terisi di

lapangan (jika terdapat kesalahan atau kekeliruan, serta untuk melihat kebenaran dan kelengkapan cara pengisian).

b. Membuat format entry data di program SPSS sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di kuesioner.

c. Tahap entry data, yaitu dengan tahap memasukkan data yang telah didapatkan dari kuesioner ke dalam komputer.

d. Processing data, yaitu pengolahan dan penyajian data, baik dalam bentuk data statistic, tabel-tabel maupun grafik untuk menginventarisir semua variabel dan hubungan antar variabel.


(65)

2. Analisa Data

Analisis data menurut Hasan (2006) adalah memperkirakan atau dengan menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya, serta memperkirakan/meramalkan kejadian lainnya. Kejadian dapat dinyatakan sebagai perubahan nilai variabel. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh baik melalui hasil kuesioner dan bantuan wawancara.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif. Teknik analisis data di dalam penelitian ini menggunakan analisis uji korelasi (bivariate correlation), yaitu jenis statistika digunakan untuk mengetahui (1) ada tidaknya hubungan, (2) keeratan hubungan antara dua variabel, dan (3) untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Karena data hasil penelitian ini berskala ordinal, maka uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman dengan menggunakan bantuan program SSPS for Windows 17.0.

Pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan setelah analisis kuantitatif selesai, yaitu menganalisis jawaban-jawaban PLKB Kecamatan Punggur dengan tujuan untuk memperjelas atau melakukan klarifikasi terhadap informasi–informasi yang berkaitan dengan akses pelayanan KB dan kualitas pelayanan KB. Pengolahan data kualitatif dengan cara menyimpulkan hasil


(66)

45

wawancara mendalam dengan metode analisis isi (Content Analysis) dengan langkah-langkah analisis model interaktif, yang mengandung tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu:

a. Pengumpulan data

b. Penyederhanaan atau reduksi data c. Penyajian data


(67)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kecamatan Punggur

Kecamatan Pungur merupakan salah satu dari 28 Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Kecamatan ini mulai dibuka pada tahun 1954, kemudian berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964, maka dibentuklah pemerintahan Kecamatan Punggur dengan ibukota Tanggulangin dan secara administratif Kecamatan ini membawahi 15 desa, yaitu sebagai berikut:

1. Mojopahit 9. Sritejo Kencono 2. Ngestirahayu 10. Saptomulyo

3. Astomulyo 11. Nambahrejo

4. Tanggulangin 12. Sidomulyo 5. Tanggul Rejo 13. Sumberjo

6. Totokaton 14. Purworejo

7. Badransari 15. Kota Gajah 8. Srisawahan

Pada awalnya Kecamatan Punggur terdiri dari 15 desa, namun dengan beberapa pertimbangan, saat ini Kecamatan Punggur hanya terdiri dari 9 desa. Pada bulan April


(68)

47

1995, di wilayah Kecamatan Punggur dibentuk Kecamatan Kota Gajah sebagai Kecamatan Pembantu, Kecamatan ini kemudian membawahi 6 desa, yaitu:

1. Sritejo Kencono 4. Sumberjo 2. Saptomulyo 5. Purworejo 3. Nambahrejo 6. Kota Gajah

Kemudian dalam perkembangannya, Kecamatan Pembantu Kota Gajah menjadi Kecamatan definitif pada tahun 2001.

B. Keadaan Geografi

Kecamatan Punggur merupakan Kecamatan yang terletak di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Kecamatan ini terletak pada 114.350 BB sampai dengan 114.400 BT dan 5.000 LU sampai dengan 5.050 LS dengan ketinggian dari permukaan laut antara 25 sampai 50 m. Suhu udara rata-rata di Kecamatan Punggur sendiri berkisar antara 200 C sampai 320 C dengan curah hujan setiap tahunnya berkisar 870 mm. Jarak dari Ibukota Kabupaten Lampung Tengah kurang lebih 14 km, dari Ibukota Provinsi Lampung kurang lebih 70 km, dan hanya berjarak kurang lebih 10 km dari Ibukota Metro.

Wilayah Kecamatan Punggur berbatasan langsung dengan: 1. Sebelah Utara : Kecamatan Kotagajah

2. Sebelah Selatan : Kota Metro

3. Sebelah Barat : Kecamatan Gunung Sugih dan Kecamatan Trimurjo 4. Sebelah Timur : Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.


(1)

113

B. Saran

Program Keluarga Berencana (KB) mudah diucapkan, namun dalam implementasinya dilapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya hal itulah yang terjadi dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung

Tengah sejauh ini. Ada sejumlah kendala yang dihadapi, diantaranya rendahnya

partisipasi pria atau suami dalam pelaksanaan program KB dan Kesehatan Reproduksi. Selain masalah utama tersebut faktor rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan program KB membuat mereka enggan untuk mudah mengikuti atau bahkan menerima program KB yang dilakukan. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, peneliti memberikan saran yang bertujuan untuk merekomendasikan kepada pihak-pihak terkait supaya penelitian ini nantinya dapat menyumbang pemikiran dalam meningkatkan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur Lampung Tengah.

1. Diperlukan suatu terobosan baru yang mampu menumbuhkan semangat bagi

calon peserta KB pria seperti memberikan insentif berupa pengurangan pajak, memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan dengan bunga yang kecil, diberikan jaminan kesehatan dan lain-lain, yang pada akhirnya mampu meningkatkan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana secara signifikan.

2. Perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan dan menyebarluaskan

komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang diharapkan mampu menumbuhkan motivasi baru dalam upaya meningkatkan pemakaian kontrasepsi


(2)

114

khususnya MOP (Metode Operasi Pria) untuk suami yang sudah memiliki dua anak.

3. Perlu dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat agar dapat memahami dan

menerima norma keluarga kecil sehingga diharapkan mampu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera melalui pengaturan dan pembatasan jumlah anak.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 1996. Kependudukan dan Keluarga Berencana.

Http://www.bappenas.go.id/files/6713/5027/3331/bab-19-pj-1993-cek__20090203104550__1788__19.doc. Diakses 5 September 2014.

Bertrand. 2007. “Kerangka Pikir Konseptual Permintaan KB serta Dampak Pada

Fertilitas”. Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan KB. BKKBN.

Bandung.

BKKBN. 2003. Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi di Indonesia. BKKBN. Jakarta.

BKKBN. 2005. Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB & KR. BKKBN. Jakarta.

BKKBN. 2000. Peran Pria melalui Program KB dalam Kesehatan Maternal. Gema

Partisipasi Pria. Jakarta.

BKKBN. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Pria

dalam KB. Http://www.bkkbn.go.id/gemapria/info-detail.php?infid=79.

Diakses 1 September 2014.

BKKBN. 2008. Rapat Kerja Program KB Nasional Jawa Tengah Tahun 2008:

Kebijakan dan Strategi Operasional Pencapaian Sasaran Tahun 2008-2009. BKKBN Jawa Tengah.

Dwijayanti, Riski. 2006. Analisis Respon Masyarakat Desa terhadap Program KB

dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Desa

Cihideung Udik Kabupaten Bogor.

Http://dikti.go.id/pkm/pkmi-award-2006/pdf/pkmi06-016.pdf. Diakses 1 September 2014.

Ekarini, Sri Madya Bhakti. 2008. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terrhasap Partisispasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Seloka Kabupaten Boyolali”. Tesis. Universitas Dipenogoro. Tidak Diterbitkan.


(4)

Endang. 2002. Buku Sumber Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Gender,

dan Pembangunan Kependudukan. BKKBN & UNFPA. Jakarta.

Fienalia, Rainy Alus. 2012. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2011”. Skripsi. Universitas Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Green, LW. 1991. Health Promotion Planning, Educational and Environmental

Approach. The John Hopkins University. Mayfieldy Publishing. USA.

Hartanto, Hanafi. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar

Harapan. Jakarta.

Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta.

Indira, Laksmi. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis

Kontrasepsi yang Digunakan pada Keluarga Miskin. Fakultas Kedokteran UNDIP. Http://www.eprints.undip.ac.id. Diakses 10 Juli 2014.

Indonesia, Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. http://www.hukumonline.com/

pusatdata/download/lt4b22044561076/node/lt4b22040f7d1d0. Diakses 1

September 2014.

Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana

untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri (edisi 2). EGC. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.

Jakarta.


(5)

Nurhulaifah. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Suami Menjadi Akseptor Keluarga Berencana (KB) Kondom di Puskesmas Langsa

Baro Kota Langsa”. Skripsi. STIKes U’Budiyah Banda Aceh. Tidak

Diterbitkan.

Purba, J. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi

Pada Istri PUS di Kecamatan Rambar Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun

2008. Medan.

Purwoko. 2000. “Penerimaan Vasektomi dan Sterilisasi Tuba”. Tesis. Fakultas

Kedokteran Undip. Semarang.

Sabri, L dan Hastono P.S. 2008. Statistik Kesehatan. Rajawali Pers. Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Satria, Yurni. 2005. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Pusat Pelatihan

Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan. BKKBN. Jakarta.

Sudjana, Nana. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru. Bandung.

Sugianto, Mikael. 2007. 36 Jam Belajar Komputer SPSS 15. Elex Media

Komputindo. Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit

Alfabeta. Bandung.

Suprihastuti, dkk. 2000. Analisis Data Sekunder SDKI 97 Pengambilan Keputusan

Penggunaan Alkon Pria di Indonesia. D.I. Yogyakarta.

Supiani, 2011. Motivasi. Http://supiani.staff.gunadarma.ac.id/publications/

files/1178/TEORI+TEORI+MOTIVASI.doc. Diakses 6 September 2014.

Syaifudin. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Vasektomi, KB Permanen Untuk Pria. Http://www.seksualitas.net/vasektomi.htm#. Diakses 5 September 2014.


(6)

Zulganef. 2008. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

1 50 142

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG

0 4 96

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao (Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah)

1 26 266

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI DI KELURAHAN Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria dalam Pemakaian Kontrasepsi di Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres.

0 0 17

PENDAHULUAN Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria dalam Pemakaian Kontrasepsi di Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres.

0 0 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPESERTAAN ISTRI DALAM PROGRAM Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dukungan Suami Terhadap Kepesertaan Istri Dalam Program Keluarga Berencana Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Kabupaten

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL TAHUN 2008 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 3

TAP.COM - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU ... 9801 22014 1 SM

0 1 13

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Adopsi Pupuk Bioorganik Di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

0 0 81

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI DESA CELAWAN KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2014

0 2 22