ANALISIS MUTU BERAS PADA MESIN PENGGILINGAN PADI BERJALAN DI KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF RICE QUALITY PRODUCED BY COMMUTING RICE MILLING MACHINE IN PRINGSEWU DISTRICT

By

Wowon Warisno

Rice is a main food for some parts of Indonesian people. Commuting rice milling is a car modified with rice milling machine installation. The rice quality is influenced by type of rice milling machine. The objective of this research was to study performance of commuting rice milling machine and to describe rice qualities produced by the commuting rice milling machine and by conventional rice milling machine. This research was conducted from February to April 2014 in Pringsewu district and post-harvest bio-process and engineering laboratory of Agricultural Engineering Department in Lampung University. Rice quality analyses were conducted at 10 commuting rice milling machines and 3 conventional rice millings. Measurements of milling capacity, milling capacity per liter of fuel, and rendement (yield) were conducted directly in the field. The results showed that the average milling capacity of commuting rice milling was 4.96 kg/minute, its milling capacity per liter fuel was 133.03 kg/liter, rendement was 64.14%, water content was 15.33%, clarity level was 95%, intact rice seed was 52.39%, broken rice seed was 45.3%, and rice groat granule was 2.33%. The average milling capacity of conventional rice milling was 4.63 kg/minute, its milling capacity per liter fuel was 123.67 kg/liter, rendement was 63.03%, water content was 14.09%, clarity level was 95%, intact rice seed was 52.39%, broken rice seed was 57.53%, and rice groat granule was 2.73%. Percentages of red, yellow, and lime rice seed were not found.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS MUTU BERAS PADA MESIN PENGGILINGAN PADI BERJALAN DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh Wowon Warisno

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia. Penggilingan padi berjalan merupakan modifikasi mobil yang dilengkapi rangkaian mesin penggilingan padi. Mutu beras hasil gilingan dipengaruhi jenis mesin penggilingan padi yang digunakan. Tujuan penelitian adalah mempelajari kinerja mesin penggilingan padi berjalan dan mendeskripsikan mutu beras hasil penggilingan padi berjalan dan menetap. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan Teknik Pertanian, Universitas Lampung. Analisis mutu beras dilakukan pada 10 penggilingan padi berjalan dan 3 penggilingan padi menetap. Pengukuran kapasitas giling, kapasitas giling gabah per liter bahan bakar dan rendemen dilakukan pengamatan langsung di lapang. Hasil penelitian rata-rata penggilingan padi berjalan menghasilkan kapasitas giling 4,96 kg/menit, kapasitas giling gabah per liter bahan bakar 133,03 kg/liter, rendemen 64,14%, kadar air 15,33%, derajat sosoh 95%, beras kepala 52,39%, butir patah 45,3% dan butir menir 2,33%. Sedangkan hasil rata-rata penggilingan padi menetap menghasilkan kapasitas giling 4,63 kg/menit, kapasitas giling gabah per liter bahan bakar 123,67 kg/liter, rendemen 63,03%, kadar air 14,09%, derajat sosoh 95%, beras kepala 52,39%, butir patah 57,53% dan butir menir 2,73%. Persentase butir merah, butir kuning, butir mengapur, benda asing dan butir gabah tidak ditemukan.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 27 Maret 1992, anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Ahmad Undang dan Ibu Solehah.

Pendidikan formal dimulai dengan memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD Negri 01 Mekar Jaya diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama di SMP N 03 Tanjung Raja diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Gajah Mada Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pada tahun 2012, penulis melakukan Praktek Umum di PT Sang Hyang Seri Subang, Jawa Barat dengan judul

“Mempelajari Alat Mesin Pengering Padi di PT Sang Hyang Seri (SHS) Subang Jawa Baratdan pada tahun 2013, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Pangkal Mas Mulya, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji.


(8)

1

Segala puji bagi Allah yang nilai-Nya tak dapat diuraikan oleh para

pembicara, yang nikmat-nikmat-Nya tak terhitung oleh para

penghitung, dan orang yang tinggi kemampuan akalnya tak dapat

menilai.

Dengan ketulusan hati ku

persembahkan karyaku ini kepada yang

tercinta:

Bapak dan Mamah

Atas cinta, kasih sayang yang tulus, dukungan moril dan materil, doa,

dan kesabaran dalam menanti keberhasilanku,

Untuk adik-adikku tersayang

Yang menjadi motivasi setiap langkahku

Serta

Almamater Tercinta Universitas Lampung

Dimana tempatku belajar dan menimba ilmu


(9)

ii SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis Mutu Beras pada Mesin Penggilingan Padi Berjalan di Kabupaten Pringsewu ”.

Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku pembimbing utama atas kesediaannya untuk memberikan ilmu, bimbingan, kritik dan saran dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Budianto Lanya, M.T., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan kritikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Diding Suhandy, S.TP. M.Agr., selaku pembahas yang telah banyak memberikan kritikan, masukan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian

Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(10)

iii 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung.

7. Seluruh staf dosen dan karyawan di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

8. Spesial untuk Bapak dan Ibunda tercinta dan yang telah memberikan bimbingan baik moral maupun materi yang selalu mengucurkan keringat, tenaga tanpa mengenal lelah atas kasih sayangnya dan selalu memberi semangat kepada penulis.

9. Teman-teman TEP “09: terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis,


(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara Nasional menempati posisi ketujuh. Pada tahun 2008 - 2012 produksi padi di Provinsi Lampung terus meningkat. Produksi terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu 2,34 juta ton gabah kering giling (GKG) dan tertinggi pada tahun 2012 yang mencapai 3,10 juta ton GKG. Secara rata-rata, produksi padi mengalami peningkatan 6,50 persen per tahun atau sekitar 152.070 ton GKG. Kenaikan produksi padi pada periode tersebut relatif bervariasi di mana kenaikan produksi padi tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu 332.730 ton GKG atau naik 14,21 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi tersebut disebabkan luas panen bertambah 63.870 hektar dan produktivitasnya meningkat 0,66 kuintal/hektar (BPS Lampung, 2012).

Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Kabupaten yang memproduksi padi di Provinsi Lampung dengan luas panen tanaman padi tahun 2012 yaitu 21.453 hektar dengan hasil per hektar tanaman padi 52,83 kuintal serta produksi tanaman


(18)

2

padi mencapai 113.342 ton. Jumlah unit usaha penggilingan padi di Pringsewu sebanyak 158 unit (BPS Pringsewu, 2013).

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Beras memiliki kandungan protein dan vitamin yang dibutuhkan tubuh manusia. Mutu beras ditentukan oleh banyaknya beras utuh, butir beras kepala, butir patah, warna beras, jumlah kotoran dan banyaknya gabah yang belum terkupas, banyaknya batu kecil/pasir kadar air rendah serta banyaknya butiran yang mengapur. Hal ini yang perlu menjadi perhatian oleh para petani (Soemartono, dkk., 1992).

Daerah sentra produksi padi erat kaitannya dengan teknologi pengolahan hasil produksi, salah satunya penggilingan padi. Penggilingan padi merupakan salah satu rangkaian utama kegiatan penanganan pascapanen. Teknologi penggilingan padi sangat berpengaruh besar dalam menentukan mutu beras yang dihasilkan. Selain faktor mekanis, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan mutu beras hasil penggilingan bermutu baik atau tidak, di antaranya varietas padi,

pemupukan, suhu, cara pengeringan dan kadar air gabah giling (Suparyono dan Setyono, 1993).

Permasalahan yang sering terjadi dalam proses penggilingan adalah pemisahan bekatul yang terikat kuat dengan endosperm sehingga bantuan gaya mekanik dan perlakuan panas yang diberikan dapat mengakibatkan pecahnya endosperm dengan berbagai ukuran. Kerusakan endosperm selama proses penggilingan akan memberikan rendemen beras kepala yang rendah, penurunan derajat sosoh

maupun penurunan nutrisi melebihi batas yang diinginkan. Rendahnya mutu beras hasil gilingan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: kondisi varietas padi


(19)

3

yang digiling rusak, bentuk geometris padi, tingkat kekerasan, kualitas gabah yang diindikasikan dengan kadar air tinggi, derajat kemurnian padi (adanya kontaminasi fisik pada padi yang akan digiling), padi yang telah retak di dalamnya, teknologi penggilingan yang digunakan, sistem penggilingan serta prosedur penggilingan (Budijanto dan Sitanggang, 2011).

Kadar air gabah giling merupakan bagian penting yang perlu diperhatikan dalam proses penggilingan, karena akan berpengaruh besar dalam menghasilkan mutu yang baik. Kadar air gabah rendah yang digiling oleh penggilingan padi minimal 13% sedangkan kadar air tinggi pada gabah giling maksimal 14 %. Pengaruh kadar air gabah giling tinggi dapat mengakibatkan kerusakan rol pemecah kulit, yang akan berakibat ausnya silinder penyosoh semakin cepat.

Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengkonversi gabah menjadi beras yang telah siap diolah untuk konsumsi mauapun disimpan yang akan digunakan sebagai cadangan pangan. Hasil dari penggilingan padi erat kaitannya dengan karakteristik gabah, karena dalam proses penggilingan padi sebenarnya mengolah butiran-butiran gabah menjadi beras putih. Butiran-butiran gabah yang mengandung berbagai bahan lain/kotoran perlu disortasi untuk menghasilkan hasil penggilingan yang baik. Selama proses penggilingan bagain-bagain dari kulit gabah akan dipisahkan dari butiran beras yang akan

menghasilkan beras sosoh.

Praktik penggilingan padi menetap merupakan salah satu sektor industri yang digunakan hingga saat ini, disamping berkembangnya penggilingan padi berjalan. Penggilingan padi berjalan merupakan modifikasi mobil yang dilengkapi dengan


(20)

4

mesin pecah kulit dan mesin penyosoh, kedua sektor industri ini masih digunakan oleh masyarakat setempat. Anggapan masyarakat terhadap kedua industri tersebut bahwa hasil dari penggilingan atau beras yang dihasilkan kualitasnya sama.

Masyarakat cenderung lebih memilih pabrik penggilingan yang tidak memerlukan waktu, biaya serta tidak membutuhkan tenaga yang lebih untuk dikeluarkan. Dengan demikian persaingan diantara penggilingan padi menetap dan

penggilingan padi berjalan sangat ketat, dan berakibat banyak diantara para pengusaha sektor industri penggilingan padi bekerja tidak maksimal dan kurang memperhatikan prosedur yang benar dalam menjalankan usahanya, sehingga hasil mutu beras dari penggilingan rendah.

Berdasarkan kondisi tersebut, adanya teknologi dalam penggilingan padi berupa pabrik penggilingan padi berjalan di Kabupaten Pringsewu dan Lampung Timur. Kinerja penggilingan padi berjalan di Pringsewu terhadap mutu beras hasil gilingan perlu diamati secara ilmiah, oleh karena itu perlu adanya penelitian dengan metode survei dengan cara mengambil data langsung di lapang untuk mengetahui kinerja penggilingan padi berjalan dan mutu beras hasil gilingan dibandingkan dengan mutu beras hasil penggilingan padi menetap.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari kinerja mesin penggilingan padi berjalan terhadap mutu beras hasil gilingan.


(21)

5

2. Mendeskripsikan mutu beras hasil penggilingan padi berjalan dan penggilingan padi menetap.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

informasi tentang proses penggilingan padi untuk menghasilkan mutu beras yang baik.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Asal Tanaman Padi

Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang meliputi kurang lebih 25 species yang tersebar di seluruh daerah tropik dan subtropik seperti di Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua. Oryza fatuna Koenig dan oryza sativa L berasal dari Asia dan oryza glaberrima steund berasal dari Afrika Barat. Oryza fatuna Koenig dan oryzaminuta presl berasal dari India. Padi yang dibudidayakan saat ini merupakan hasil persilangan antara oryza officinalis dan oryza stiva F spontanea. Pada mulanya tanaman padi ditanam di tempat-tempat kering atau di daerah tempat tinggi. Seiring berjalannya waktu tanaman padi ditanam di tempat yang tergenang air atau daerah rendah. Tanaman padi yang ditanam di daerah tropis adalah indica, dan tanaman padi japonica banyak ditanam di daerah yang memiliki iklim subtropik.

Klasifikasi tanaman padi, tanaman padi merupakan tanaman semusim, dan termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut: Genus : Oryza Linn

Family : Gramineae (poaceae)

Species : ada 25 species, dua di antaranya adalah Oryza sativa L dan Oryza glaberima steund


(23)

7

Subspecies Oryza sativa L, dua diantaranya ialah: Indica (padi bulu)

Sinica (padi cere) dulu dikenal Japonica (AAK, 1990).

Klasifikasi tanaman padi:

Nama ilmiah : Oryza Sativa L

Contoh varietas : Cisadane, pelita I-I, Semeru, PB42 Spesies : Oryza Sativa

Genus : Oryza Subfamilai : Oryzoideae

Family : Graminae (poaceae) Ordo : Glumiflorae (poales)

Kelas : Monokotil (monocotyledoneae) Subdivisi : Angiospermae

Divisi : Spermathophyta

Tanaman padi yang memiliki nama botani oryza sativa dengan nama lokal padi (paddy). Padi dapat dibedakan dalam 2 tipe, yaitu padi kering atau padi yang ditanam di daerah dataran tinggi dan padi yang tergenang air atau padi sawah (Soemartono, dkk., 1992).

B. Beras

Beras merupakan bahan makanan yang dihasilkan dari tanaman padi. Beras juga merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Beras memiliki nilai tersendiri bagi orang yang mengkonsumsinya dan tidak dapat


(24)

8

mudah digantikan dengan bahan pangan yang lain. Beras adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan sebagai sumber tenaga bagi tubuh manusia. Zat makanan yang terkandung dalam beras antara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Disamping itu bahan mineral yang

terkandung dalam beras di antaranya: calcium, magnesium, sodium, fospor dan lain sebagainya.

Gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam tergantung dari varietasnya. Secara garis besar butiran-butiran gabah dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Bagian pertama yaitu bagian yang paling luar disebut sekam. Sekam tersusun atas palea, lemma, dan glume. Bagian kedua disebut lapisan bekatul, lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan silang. Sedangkan bagian terakhir atau bagian terdalam disebut endosperm (AAK, 1992).

Ukuran beras dibedakan dalam 3 tipe yaitu panjang (long grain), sedang (medium grain), dan pendek (short grain). Beras yang berukuran pendek cenderung berbentuk bulat, liat dan sukar patah. Sedangkan yang berukuran panjang berbentuk langsing dan mudah patah. Antar tipe beras pendek (<5,5 mm) dan panjang (>6,6 mm) dapat menimbulkan perbedaan rendemen sampai 5%. Bentuk beras juga mempengaruhi perolehan beras kepala dan beras patah hasil gilingan (Iswari, 2012).

C. Pascapanen Padi

Pascapanen merupakan tahapan terakhir dalam produksi padi, yang dimulai dari pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pemasaran. Kegiatan pengeringan


(25)

9

dan penggilingan adalah faktor penting dalam menentukan mutu beras yang dihasilkan dari kegiatan tersebut serta akan berdampak terhadap harga beras di pasar. Maka dalam kegiatan pascapanen perlu mendapatkan perhatian khusus untuk peningkatan mutu beras.

1. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan gabah kering yang tahan untuk disimpan maupun untuk digiling, dan harus memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan dipasarkan. Cara yang dilakukan yaitu dengan cara mengurangi air pada gabah sampai kadar air yang dikehendaki. Kadar air maksimum yang dikehendaki BULOG dalam pembelianya adalah 14%. Bagi gabah yang akan disimpan kadar air pada gabah sebaiknya 12%, karena kadar air semakin kering hama serangga (kutu-kutuan) tidak dapat berkembang baik dalam gabah (Kartasapoetra, 1994).

Secara biologis gabah yang baru dipanen masih hidup dan berlangsung proses respirasi yang akan menghasilkan uap air dan panas serta proses biokimiawi berjalan sangat cepat. Jika proses tersebut tidak segera dikendalikan maka akan berpengaruh pada gabah menjadi rusak dan beras hasil penggilingan bermutu randah. Cara pengeringan untuk menurunkan kadar air gabah yang baru dipenen dilakukan dengan cara penjemuran maupun menggunakan mesin pengering buatan (Hasbi, 2012).


(26)

10

2. Penggilingan

Penggilingan padi adalah tahap kegiatan setelah pengeringan, kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan kulit gabah yang akan menghasilkan beras putih dan hasil sampingnya adalah dedak dan menir. Penggilingan padi ini

biasanya menggunakan huller. Penggilingan padi yang ada di masyarakat umumnya menggunakan mesin dua tahap yaitu, mesin pecah kulit (husker) dan penyosoh beras (polisher). Mesin pecah kulit digunakan untuk mengupas gabah dari kulitnya dan akan menghasilkan beras pecah kulit yang

selanjutnya akan dilakukan penyosohan beras dengan mesin penyosoh dan menjadi beras putih.

3. Penyimpanan

Beras yang dihasilkan dari proses penggilingan dapat langsung dipasarkan ataupun disimpan. Dalam penyimpanan gabah, kadar air gabah harus benar-benar kering, karena bila kadar air gabah tidak kering akan rentan terhadap hama gudang karena hama gudang menyukai tempat lembab. Untuk

menghidari serangan hama gudang, ruangan dalam gudang harus tetap kering dan dilengkapi dengan ventilasi udara (Soemartono, dkk., 1992).

4. Pemasaran

Pemasaran merupakan tahap terakhir dari proses pascapanen. Pemasaran umumnya dilakukan para petani dengan langsung menjual berasnya ke pengepul/tengkulak atau kepada konsumen langsung.


(27)

11

D. Penggilingan Padi

Bila ditinjau dari konstruksinya, mesin-mesin penggiling padi dapat

dikelompokan menjadi 3 yaitu penggilingan padi skala kecil (PPK), penggilingan padi sedang atau rice milling unit (RMU) dan penggilingan padi besar atau rice milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar antara ketiganya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadang kala dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan pengumpul dedak sebagai hasil

sampingan dari proses penyosohan. Berikut adalah 3 tipe mesin penggilingan tipe skala kecil (PPK), sedang (RMU) dan besar (RMP).

1. Penggilingan padi skala kecil

Penggilingan padi skala kecil (PPK) merupakan penggilingan padi yang

menggunakan tenaga 20 - 40 HP, dengan kapasitas produksi 300 - 700 kg/jam. Mesin yang digunakan PPK terdiri dari satu mesin pecah kulit (husker) dan satu mesin penyosoh (polisher). Posisi mesin pecah kulit dan penyosh PPK ini terpisah sehingga dalam proses pemindahan beras pecah kulit dari husker ke penyosoh beras/polisher dilakukan secara manual dengan tenaga manusia. Beras yang dihasilkan dari penggilingan padi PPK mutu berasnya kurang baik,


(28)

12

2. Rice milling unit

Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi yang kompak dan mudah dioperasikan, di mana proses pengolahan gabah menjadi beras dapat dilakukan dalam satu kali. Kapasitas RMU mempunyai kapasitas giling < 1,0 ton/jam. Mesin RMU bila dilihat fisiknya menyerupai mesin tunggal dengan fungsi banyak, namun sesungguhnya memang terdiri dari beberapa mesin yang disatukan dalam rancangan yang kompak dan bekerja secara harmoni dengan tenaga penggerak tunggal yaitu mesin diesel dengan tenaga penggerak 40 - 60 HP. Rangkaian mesin RMU terdapat bagian mesin yang berfungsi memecah sekam atau mengupas gabah, bagian mesin yang berfungsi memisahkan beras pecah kulit (BPK) dan gabah dari sekam yaitu husker. Sedangkan mesin yang berfungsi menyosoh yang memisahkan beras hasil pecah kulit dan dedak menjadi beras putih yaitu polisher, mesin pecah kulit dan penyosoh tersebut dikemas dalam satu mesin yang kompak dan padat, sehingga praktis dan mudah digunakan (Widowati, 2001).

3. Rice milling plant

Rice Milling Plant (RMP) merupakan penggilingan padi tiga fase atau lebih dengan kapsitas produksi lebih besar dari 3,0 ton gabah per jam. RMP memiliki beberapa rangakain mesin yang terdiri dari mesin pengering vertikal (vertical dryer), mesin pembersih gabah (cleaner), mesin pemecah kulit (husker), mesin pemisah gabah (separator), dan mesin penyosoh beras (polisher) sebanyak tiga unit atau lebih serta dilengkapi dengan mesin pemisah menir (shifter).


(29)

13

dari mesin pembersih kotoran gabah, mesin pemecah kulit, mesin pemisah gabah dan beras pecah kulit, mesin pemutih (batu dan besi), mesin pengkilap beras, mesin pemisah beras utuh, kepala, patah dan menir, timbangan dan yang terakhir mesin pengemasan. Beras hasil dari mesin RMP menghasilkan mutu beras SNI I atau yang disebut dengan beras kristal/premium (Hadiutomo, 2012).

Penggilingan gabah menjadi beras, merupakan salah satu rangkaian utama kegiatan penanganan pascapanen padi. Teknologi penggilingan sangat

berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Perbandingan antara beras hasil gilingan terhadap gabah yang digiling disebut rendemen giling. Penghitungan rendemen giling dapat dilakukan di lapang (rendemen lapang) atau di Laboratorium (rendemen Laboratorium). Selisih antara rendemen

Laboratorium dan rendemen lapangan disebut susut dalam penggilingan. Susut dalam penggilingan juga dapat dihitung dari beras yang tercecer saat proses penggilingan. Besarnya rendemen penggilingan dan kehilangan hasil serta mutu beras hasil penggilingan tergantung kepada tingkat kematangan biji saat dipanen. Rendemen beras kepala tinggi diperoleh dari penggilingan gabah yang dipanen pada saat umur optimum, yaitu 30 - 35 hari sesudah berbunga. Gabah yang dipanen melebihi umur optimum bila digiling menghasilkan rendemen beras kepala yang lebih sedikit. Rendemen beras kepala memiliki korelasi positif dengan indeks kekerasan biji, selain itu keretakan gabah akibat penggunaan mesin perontok dapat menimbulkan beras pecah/patah sewaktu digiling. Gabah pecah atau gabah patah dapat juga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: varietas, pemupukan, suhu, cara pengeringan, dan kadar air penggilingan (Suparyono dan Setyono, 1993).


(30)

14

Mutu gabah kering giling (GKG) dari hasil panen dengan kondisi pertanaman yang baik dan pemanenan sesuai kondisi lingkungan rata-rata baik menghasilkan mutu beras baik. Beras yang dihasilkan dari putaran rol mesin pemecah kulit yang seimbang dan tidak terlalu tinggi akan menghasilkan mutu yang lebih baik, demikian juga dengan silinder mesin penyosoh. Selain itu kelengkapan dan kondisi lingkungan yang baik akan memberi peluang untuk menghasilkan beras yang bermutu baik. Sebaliknya apabila putaran terlalu besar akan berpengaruh terhadap hasil beras giling. Jika tekanan dan deraan rol pemecah kulit dan silinder penyosoh serta putaran yang tinggi maka akan banyak menghasilkan butir beras patah dan butir menir (Umar, 2011).

Persentase beras kepala dan beras patah bisa disebabkan lokasi penanaman atau penanganan pascapanen. Beras patah yang dihasilkan dari penggilingan terjadi karena faktor gabah yang digiling memiliki kadar air rendah atau terlalu kering. Beras patah juga dapat disebabkan oleh penyosohan, batu sosoh yang baru dapat menghasilkan beras patah lebih tinggi. Sedangkan batu sosoh yang sudah aus menghasilkan beras patah lebih sedikit. Beras patah dan butir menir bisa terjadi bila pada saat proses penggilingan, gabah memiliki kadar air tinggi atau terlalu kering (Soerjandoko, 2010).

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan padi di masyarakat adalah mesin pecah kulit padi dan mesin penyosoh beras. Kedua mesin ini yang akan mengubah gabah menjadi beras putih, fungsi dari mesin pecah kulit adalah untuk memisahkan kulit yang melekat


(31)

15

pada gabah yang seterusnya akan dilakukan penyosohan, fungsi mesin penyosoh yaitu pembersihan kulit ari pada butir beras untuk menghasilkan beras putih.

a. Mesin pengupas gabah/pecah kulit padi

Menggiling gabah menjadi beras sosoh, hal pertama yang dilakukan mengupas kulit gabah/rubber roll terlebih dahulu. Syarat utama dari proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan digiling. Gabah kering giling berarti gabah yang siap digiling yang bila diukur dengan alat pengukur (moisture tester) akan mencapai 14%. Pada kadar air ini gabah akan lebih mudah dalam proses penggilingan atau pengupasan kulit gabah.

Prinsip kerja rubber roll/rol karet

Prinsip kerja rol karet saat proses pengupasan (hulling head) terpasang dua buah rol karet yang berputar berlawanan arah, masing-masing berputar ke arah dalam. Kedua rol duduk pada dua poros terpisah satu sama lain yang sejajar secara horizontal seperti pada Gambar 1. Melalui pintu masukan, gabah akan turun dari bak penampungan dan jatuh diantara dua buah silinder karet yang telah disetel jarak renggangnya. Gabah dengan ukuran tertentu akan terjepit diantara kedua silinder tersebut, kulitnya akan terkoyak sehingga gabah akan terkupas dari kulitnya dan menghasilkan beras pecah kulit. Terkoyaknya kulit gabah karena adanya perbedaan kecepatan putar dari kedua rol karet tersebut. Arah putaran tersebut tidak boleh terbalik, artinya kedua rol tidak boleh berputar ke arah luar. Gesekan gabah dan rol karet akan menimbulkan panas yang dapat menyebabkan karet lembek, hingga memperbesar pengausan rol. Ruang untuk mengalirkan


(32)

16

udara perlu di dalam ruang pengupasan gabah agar dapat membantu

mendinginkan rol karet. Aliran angin yang disalurkan ke bagian ini juga dapat berfungsi menyebarkan gabah yang turun dari bak penampungan serta beras pacah kulit dan sekam yang jatuh dari sela-sela rol karet.

Gambar 1. Rol karet pada mesin pecah kulit

Pembersihan beras pecah kulit dari kulit gabah/sekam berlangsung dengan cara: a) Sistem penghisapan di mana sekam akan dihisap oleh sebuah alat

baling-baling penghisap, kemudian diteruskan ke luar melalui cerobong pembuangan sekam.

b) Penghembusan angin dari baling-baling penghembus melalui sebuah pipa penghembus terhadap bahan material yang akan dibersihkan. Bahannya akan turun dari atas dengan mengikuti gaya beratnya bahan serta berat jenisnya.


(33)

17

c) Dengan penghembusan dari baling-baling penghembus, angin langsung dihembuskan kepada bahan yang akan dibersihkan yang turun dari bagian atas (Hardjosentono dkk, 2000).

b. Mesin penyosoh beras

Beras pecah kulit yang dihasilkan oleh mesin pengupas gabah akan menghasilkan butiran beras berwarna gelap kotor, kurang bercahaya karena di bagian luarnya masih dilapisi oleh lapisan kulit ari. Kulit ari atau lapisan bekatul (dedak halus) dapat dilepaskan dari beras pecah kulit ini, sehingga berasnya akan nampak lebih putih, bersih dan bercahaya. Proses pembersihan beras pecah kulit dengan menghilangkan lapisan bekatulnya menjadi beras sosoh disebut proses penyosohan atau pemutihan beras. Akhir dari proses ini adalah beras sosoh dengan hasil samping berupa bekatul atau dedak halus.

Prinsip proses penyosohan

Melekatnya lapisan bekatul pada butiran beras tidak sama kerasnya, berbeda menurut jenis padi dan derajat keringnya gabah. Dengan terlepasnya kulit ari, beras menjadi putih dan bobotnya berkurang 5 - 6% yang berupa lapisan pericarp, endosperm, perisperm dan lapisan aleureon, ditambah lagi dengan 2 - 3% berupa embrio serta kotoran lain, sehingga sesudah disosoh bobotnya akan berkurang sekitar 10% dari bobot semula. Beras pecah kulit yang dimasukan ke dalam ruang penyosohan akan mengalami proses gesekan oleh silinder penyosoh, dinding dalam ruang penyosohan beras pecah kulit akan mengalami gesekan antara beras dengan beras dan melepaskan lapisan bekatulnya. Semakin lama beras berada dalam ruang penyosohan dengan proses gesek-menggesek semakin tersosoh dan


(34)

18

lapian bekatulnya makin banyak yang terpisahkan. Silinder penyosoh dapat terbuat dari besi ataupun dari batu yang dicetak (gerinda). Sebagian beras akan pecah ataupun patah baik disebabkan oleh faktor mekanis maupun dari fisik gabah itu sendiri. Banyaknya beras patah dihitung dalam % yaitu besarnya persentase beras patah (broken rice) yang terdapat dalam beras sosoh (Hardjosentono dkk, 2000).

Penyosohan yang terlalu lama pada penggilingan padi dapat menyebabkan banyaknya lapisan aleureon yang hilang sehingga banyak kandungan antosianin yang hilang. Untuk memperoleh kandungan antosianin yang optimal pada beras dalam proses penggilingan sebaiknya dilakukan pada derajat sosoh 80%. Beras yang masih memiliki lapisan aleureon dan derajat sosoh 80% tidak memenuhi persyaratan mutu beras dan hanya untuk konsumsi (Indrasari dan Wibowo, 2009).

Penggilingan padi yang memiliki umur tua atau lebih dari 15 tahun dapat mempengaruhi rendemen giling beras, hal ini perlu adanya pengembangan teknologi pengolahan terpadu dimulai dengan memberdayakan teknologi yang sudah ada, yaitu teknologi pengolahan gabah kering giling menjadi beras sosoh melalui proses giling dua pass dan perlakuan pemolesan yang dikombinasi dengan teknik pengabutan. Rangkaian proses penggilingan dimulai dari dua unit mesin pecah kulit (husker), dua mesin penyosoh (polisher) dan satu unit pemoles (refiner), proses penggilingan dua pass ditujukan untuk mendapatkan mutu beras giling yang memenuhi SNI (Rachmat, 2012).

Rendemen beras giling merupakan persentase bobot beras giling yang diperoleh dari gabah bernas yang digiling dalam keadaan bersih, tidak mengandung gabah


(35)

19

hampa dan kotoran pada kadar air 14%. Selain rendemen, dikenal juga istilah rasio (milling ratio) yaitu persentase beras giling yang dapat diperoleh dari

sejumlah gabah yang digiling dengan kondisi mutu tertentu. Data rendemen beras sering dipakai untuk memberi gambaran produksi beras pada suatu penggilingan namun tidak mengacu pada mutu beras yang dihasilkan (Thahir, 2010).

Mesin penggilingan padi tidak berpengaruh pada persentase nilai rendemen giling. Varietas padi mempunyai pengaruh besar terhadap tinggi dan rendahnya

rendemen giling. Permasalahan rendemen dan mutu giling juga tidak terlepas dari aspek budidaya padi (good farming practice) yang meliputi sifat genetik (varietas) dan perlakuan saat budidaya (benih, pupuk, penyiapan lahan, pemberantasan hama, gulma, dan irigasi) yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap rendemen giling yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis varietas Cibogo memiliki rendemen mencapai 67,67 – 67,97 % diikuti dengan Ciherang (62,15 – 62,96 %) dan Hibrida (59,91 – 62,04 %), (Hasbullah dan Dewi, 2009).

Gabah yang baru dipanen sebaiknya harus langsung dikeringkan karena masih mengandung air dalam bahan masih tinggi. Tingginya kadar air dapat

mengakibatkan respirasi berjalan cepat dan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur dan perkecambahan maupun terjadinya reaksi pencoklatan pada gabah yang dipanen dan sangat berdapak pada mutu gabah. Mutu gabah yang rendah berakibat pada beras hasil gilingan bermutu rendah (Raharjo, B., 2012).

Penggilingan padi berjalan merupakan teknologi pengolahan pascapanen padi. Penggilingan padi ini merupakan modifikasi mobil yang dilengkapi dengan mesin


(36)

20

penggilingan padi seperti pada Gambar 2. Fungsi dari penggilingan padi berjalan sama seperti penggilingan padi menetap yaitu mengubah gabah menjadi beras. Perbedaan dari kedua penggilingan ini yaitu pada proses pengolahanya

penggilingan padi berjalan dapat dibawa berkeliling ke tempat petani langsung dalam mengolah gabah yang mereka giling, dan langsung mengolahnya di tempat petani tersebut. Sedangkan penggilingan padi menetap, padi yang akan digiling harus melalui proses pengangkutan gabah dari penyimpanan gabah petani ke lokasi penggilingan menetap. Adapun mutu beras yang dihasilkan dari kedua penggilingan ini umumnya sama. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil dari penggilingan padi berjalan dan menetap mutu berasnya rendah, hal ini dikarenakan faktor mutu gabah dan kadar air yang cukup tinggi dan mesin giling yang digunakan, sehingga mempengaruhi mutu beras hasil gilingan.

Gambar 2. Penggilingan padi berjalan


(37)

21

Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling juga

ditentukan dengan banyaknya beras patah atau rendeman yang dihasilkan. Mutu giling sangat erat kaitanya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras patah yang dihasilkan dari proses penggilingan. Hal tersebut dapat menyebabkan mutu beras yang dihasilkan menurun.

Persentase beras kepala sangat dipengaruhi oleh banyaknya persentase beras patah. Salah satu penyebab tingginya persentase beras patah ialah pada proses pecah kulit dan penyosohan saat penggilingan, yang umumnya belum menerapkan sistem jaminan mutu, bahkan sebagian besar belum mengetahui standar mutu beras, sehingga beras yang dihasilkan bermutu rendah (Handayani, dkk. 2013).

Faktor yang menentukan tingginya beras patah dalam beras giling adalah kadar air gabah saat penggilingan dan teknik pengeringan. Apabila gabah dengan kadar air rendah pada proses penggilingan akan mengakibatkan butir patah yang tinggi dan berpengaruh pada mutu beras. Sebaliknya bila gabah terlalu basah saat

penggilingan akan menghasilkan butir menir yang tinggi (Indrasari dan Wibowo, 2009).

Dalam upaya peningkatan mutu beras, hal utama yang perlu dilakukan adalah peningkatan derajat sosoh dan penekanan tingkat butir patah. Hal tersebut perlu dilakukan karena secara operasional biji beras harus semakin lama ditahan dalam ruang pemutihan, untuk menambah pengelupasan kulit ari (katul) yang menutup permukaan biji beras. Kejadian ini akan mengakibatkan suhu beras menjadi naik


(38)

22

sehingga jumlah butir patah cenderung bertambah. Oleh karena itu cara yang paling tepat untuk peningkatan derajat sosoh dan menekan tingkat butir beras yang patah ialah memperbanyak proses pemutihan beras (polisher). Kalau semua hanya satu kali (satu fase), menjadi minimal dua kali (dua fase), tiga kali (tiga fase) atau bahkan empat kali proses pemutihan (empat fase). Semakin banyak proses pemutihan semakin baik mutu beras giling yang dihasilkan, karena secara operasional beban daya gesek dapat dibagi merata pada setiap mesin pemutih beras (polisher) (Hadiutomo, 2012).

Persyaratan standar beras ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan standar mutu beras, pertama adalah pertimbangan yang erat kaitanya dengan daya simpan, dengan tujuan agar beras sedapat mungkin memiliki daya simpan yang tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya simpan adalah, derajat sosoh, kadar air dan kebersihan beras dari dedak. Kedua adalah

pertimbangan yang ada hubunganya dengan syarat-syarat mutu yang berlaku dalam perdagangan seperti: persentase beras patah, menir, dan sebagainya.

Derajat sosoh memiliki peran penting terhadap ketahanan beras selama penyimpanan. Makin rendah derajat sosoh, makin banyak kandungan lemak dalam berasnya. Derajat sosoh merupakan komponen yang penting dalam persyaratan standar kualitas beras khususnya dalam pengadaan pangan.

Komponen mutu mempunyai hubungan yang erat kaitanya dengan daya simpan beras. Selama penyimpanan akan timbul perubahan-perubahan kimiawai pada lemak yang terkandung dalam beras tersebut. Lapisan dedak/aleureon merupakan lapisan luar dari beras yang memiliki kandungan zat yang tinggi, yaitu


(39)

23

mengandung serat kasar, protein, vitamin dan lemak. Jika beras tersebut akan digunakan untuk pangan, lapisan yang ada dalam butiran beras sebaiknya jangan disosoh sepenuhnya, namun jika beras akan digunakan sebagai pengadaan pangan yang bertujuan untuk penyimpanan jangka panjang sebaiknya dilakukan

penyosohan penuh, karena lapisan dedak yang tinggi akan menurunkan daya simpan, hal tersebut dikarenakan beras akan menjadi mudah tengik dan menjadi substrat bagi hama gudang. Begitu pula dengan kadar air beras penting peranya karena kadar air di atas 14% akan mempercepat metabolisme jaringan dan serangan kapang dan insekta. Akibatnya timbul panas spontan dan hal itu akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan kimiawi pada beras (Winarno, 2002).

Untuk mengetahui mutu beras yang baik dapat dilihat di SNI 01-6128:2008 tentang Beras. Isinya antara lain memuat persyaratan mutu dan keamanan pangan. Standar mutu beras terdiri atas persyaratan umum dan persyaratan khusus.

Persyaratan umum adalah beras harus:

a. Bebas hama dan penyakit; beras yang sudah lama disimpan biasanya mulai berkutu. Beras berkutu, justru pertanda beras tersebut tidak mengandung zat kimia, tapi ini bukan merupakan beras terbaik. Beras yang baru juga ada kemungkinan berkutu karena tertular dari beras lain yang sudah berkutu. b. Bebas bau apek, asam, atau bau asing lainnya; beras yang sudah lama (lebih

dari satu bulan) biasanya sudah berbau agak apek apalagi sebelum digiling, gabah belum benar-benar kering.


(40)

24

d. Bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen.

Persyaratan standar mutu beras: SNI 01-6128-2008 mempunyai syarat khusus yang dapat digolongkan dalam 5 golongan kelas yaitu I, II, III, IV dan V. Selain itu dalam syarat khusus dari mutu beras ada beberapa komponen mutu yang harus dipenuhi dalam penentuan mutu beras diantaranya: derajat sosoh, kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning, butir mengapur, benda asing dan butir gabah pada Tabel 1. Persyaratan standar mutu beras bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi mutu beras di pasaran terutama

pencampuran/pengoplosan antara kualitas atau antara varietas. Dalam standarisasi mutu, dikenal empat bagian/ukuran beras, yaitu butir utuh atau butir beras yang tidak patah sama sekali yang memiliki ukuran 8/8, butir kepala memiliki ukuran 6/8 - 7/8 dari bagian butir beras utuh, patah besar memiliki ukuran 3/8 - 5/8 dari ukuran butir beras utuh, yang terakhir adalah ukuran patahan kecil yang memiliki ukuran 1/8 - 2/8 dari butir beras utuh pada Gambar 3.

Tabel 1. Mutu beras: SNI 01-6128-2008

No Komponen mutu Satuan Mutu Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V

1 Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 85

2 Kadar air (maks) % 14 14 14 14 15

3 Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60

4 Butir patah (maks) % 5 10 20 25 35

5 Butir menir (maks) % 0 1 2 2 5

6 Butir merah (maks) % 0 1 2 3 3

7 Butir

kuning/rusak(maks)

% 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur(maks) % 1 1 2 3 5

9 Benda asing(maks) % 0 0,02 0,02 0,05 0,02

10 Butir gabah (maks) (butir/100g) 0 1 1 2 3


(41)

25

A. Patahan kecil C. Beras kepala B. Patahan besar D. Beras utuh


(42)

I. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 10 mesin penggilingan padi berjalan, 3 mesin penggilingan menetap, timbangan, kaca pembesar, neraca analitik, moisture tester, ayakan diameter 2 mm, plastik, alat tulis dan kalkulator. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: gabah kering giling (GKG) dan butir beras hasil dari penggilingan.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan meliputi persiapan alat dan bahan, pelaksanaan penelitian dan pengukuran/pengamatan beberapa parameter.


(43)

27

1. Persiapan alat dan bahan

Persiapan bahan diawali dengan mencari lokasi atau tempat penggilingan padi berjalan di Kabupaten Pringsewu. Selanjutnya persiapkan alat pengukur kadar air, kaca pembesar, ayakan ukuran 2,0 mm, plastik, penggaris alat tulis serta tabel mutu beras SNI.

2. Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 10 buah mesin penggilingan padi berjalan dan tiga buah mesin penggilingan padi menetap (stasioner). Dari kedua jenis penggilingan padi tersebut dilakukan pengamatan langsung di lapangan.

Parameter yang diukur di lapang adalah kapasitas penggilingan, rendemen giling dan konsumsi bahan bakar terpakai dan kapasitas giling gabah per liter bahan bakar. Selanjutnya pengambilan sampel gabah dan beras hasil mesin

penggilingan padi berjalan dan menetap untuk dianalisis di Laboratorium. Analisis yang dilakukan di Laboratorium, pertama menimbang sampel beras sebanyak 100 gram yang selanjutnya akan dilakukan pengamatan dan pengukuran komponen mutu pada 100 gram sampel beras. Komponen mutu beras tersebut adalah derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning, butir mengapur, benda asing dan butir gabah. Hasil dari pengukuran dan pengamatan yang dilakukan kemudian membandingkan/uji mutu beras


(44)

28

Gambar 1. Bagan alir penelitian Mulai

Mencari 10 buah penggilingan padi berjalan dan 3 buah penggilingan padi menetap

Pengamatan langsung di lapang

Mengambil data mesin penggilingan padi (kapasitas giling, rendemen, kapasitas giling gabah perliter bahan bakar)

Mengambil sampel beras hasil penggilingan

Menganalisis mutu beras

Uji mutu beras


(45)

29

3. Pengamatan

Dalam penelitian ini ada beberapa parameter yang dilakukan pengukuran dan pengamatan yaitu:

a. Derajat sosoh adalah persentase tingkat terlepasnya lembaga dan lapisan kulit ari yang melapisi biji beras. Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100 gram secara visual dengan indra penglihatan menggunakan pertolongan kaca pembesar yang dibandingkan contoh mutu beras SNI BULOG.

b. Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam butir beras yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet basis). Penentuan kadar air dilakukan dengan “Air Oven Method” atau dengan moisture tester elektronik yang telah dikalibrasi dengan standar oven.

c. Beras utuh ialah butir beras dengan ukuran 8/8 atau butir beras yang tidak patah sama sekali.

d. Beras kepala adalah butir beras utuh dan butir patah yang butirannya sama atau lebih besar dari 7/8 bagian butir beras utuh.

e. Beras patah adalah butir beras patah yang ukurannya lebih kecil 6/8 akan tetapi lebih besar dari 2/8 dari bagian butir beras utuh.

f. Beras menir adalah butir beras yang ukurannya lebih kecil dari 2/8 bagian beras utuh atau butir beras yang lolos dari ayakan/saringan yang berdiameter 1,753 -2,0 mm.

g. Butir merah adalah butir beras kepala atau beras patah yang berwarna merah karena sifat varietas padinya.


(46)

30

h. Butir kuning adalah butir beras utuh atau beras patah yang berwarna kuning akibat proses perubahan warna yang terjadi selama perawatan dan penimbunan di gudang.

i. Butir mengapur adalah butiran beras kepala atau beras patah yang warnanya putih mengapur dan lunak seperti kapur (chalky) dan atau butir beras muda (berwarna kehijau-hijauan) yang mengapur karena dipanen sebelum masak dengan sempurna. Penentuanya dapat dilakukan secara visual atau dengan kaca pembesar.

j. Benda asing adalah segala benda-benda asing yang tidak tergolong ke dalam butir beras misalnya debu, butir-butir tanah, butir-butir pasir/batu, tangkai padi dan lain sebagainya.

k. Butir gabah adalah gabah yang belum/sebagian terkelupas dalam proses penggilingan, termasuk butir beras patah yang masih bersekam.

D. Analisis Data

1. Kapasitas giling

Cara pengukuran:

Ambil dan timbang sejumlah gabah kering giling yang ditentukan.

Masukan ke mesin penggiling yang beroperasi melalui corong pemasukan. Catat waktu ketika gabah kering mulai digiling dalam mesin penggilingan. Catat kembali waktu ketika beras terakhir keluar dari pintu pengeluaran. Hitung total waktu yang diperlukan mulai gabah masuk untuk digiling sampai beras terakhir yang keluar dari pintu pengeluaran.


(47)

31

Kgl =

... (1) Keterangan:

Kgl : Kapasitas giling (kg/menit)

Bgl : Bobot GKG yang masuk ke mesin penggiling (kg)

t : Waktu total untuk menggiling gabah menjadi beras (menit)

2. Rendemen giling

Cara pengukuran:

Ambil dan timbang sejumlah GKG dengan bobot yang ditentukan Masukan ke mesin penggilingan yang beroperasi optimal melalui corong pemasukan

Tampung dan timbang semua beras yang keluar melalui pintu pengeluaran

R = × 100% ... (2)

Keterangan:

R : Rendemen (%)

Bbkl : Bobot total beras yang keluar dari pintu pengeluaran (kg) Bgl : Bobot GKG yang dimasukan ke mesin penggiling (kg)

Perhitungan konsumsi bahan bakar terpakai dan kapasitas giling gabah per liter bahan bakar

Cara pengukuran:

Sebelum mengoprasikan mengukur panjang, lebar dan tinggi tangki bahan bakar pada motor penggerak sebelum operasi.


(48)

32

Operasikan mesin, catat waktu motor penggerak saat mulai dihidupkan dan catat kembali waktu motor penggerak dimatikan.

Catat berapa banyak bahan bakar yang terpakai.

3. Konsumsi bahan bakar terpakai

Fc

=

P

×

L

×

fv ...

... (3)

Keterangan:

Fc : Konsumsi bahan bakar terpakai (liter) P : Panjang tangki bahan bakar (cm) L : Lebar tangki bahan bakar (cm)

fv : Tinggi kebutuhan bakar terpakai (cm)

4. Kapasitas gabah giling per liter bahan bakar

Kgbb = ... (4) Keterangan:

Kgbb : Kapasitas giling gabah/liter bahan bakar (kg/liter) Mg : Bobot gabah giling (kg)

Fc : Konsumsi bahan bakar terpakai (liter)

5. Persentase kadar air, beras kepala, butir patah dan butir menir

a. Kadar air

Kadar air bahan adalah jumlah kandungan air dalam suatu bahan yang dinyatakan dalam satuan persen (%) dari berat basah. Cara pengukuran kadar air dilakukan dengan alat pengukur kadar air yaitu moisture tester. Cara pemakaian alat moisture tester yaitu sampel beras/gabah dimasukan ke dalam sendok pada alat,


(49)

33

selanjutnya beras akan dijepit dengan cara memutar penjepit dan secara otomatis angka kadar air akan muncul pada moisture tester. Pengukuran kadar air juga bisa dilakukan dengan menggunakan metode oven. Kadar air dinyatakan dalam

persamaan :

Ka = × 100% ... (5)

Keterangan :

Ka : Kadar air dasar/basis basah (%) Bb : Berat basah (kg)

Bk : Berat kering (kg)

b. Derajat sosoh

Derajat sosoh merupakan tingkat terlepasnya sebagian lapisan bekatul, lembaga dan endosperm dari butir beras. Derajat sosoh memiliki beberapa tingkatan kategori mutu dalam standar beras SNI di antaranya derajat sosoh 100% masuk kategori mutu I dan II, derajat sosoh 95% masuk kategori mutu III dan IV dan derajat sosoh 85% masuk kategori mutu V. Penentuan derajat sosoh dilakukan dengan permbanding contoh derajat sosoh yang ada di BULOG.

Pengukuran persentase butir kepala, butir patah dan butir menir

Cara pengukuran untuk beras kepala, beras patah dan beras menir:

Ambil contoh hasil penyosohan dari pintu pengeluaran utama minimal sebanyak 100 gram

Pisahkan beras utuh, beras kepala, butir patah, menir dan benda asing. Timbang masing-masing bagian tersebut.


(50)

34

c. Persentase beras kepala

Beras kepala merupakan butir beras utuh (whole karnel) dan butir patah yang butirannya sama atau lebih besar dari 7/8 bagian butir beras utuh.

bk = × 100% ... (6)

Keterangan:

bk : Persentase beras kepala (%) mbk : Bobot beras kepala (gram) mc : Bobot contoh/sampel (gram)

d. Persentase butir patah

Butir patah (brokens) merupakan butir beras patah yang ukurannya lebih kecil 6/8 tetapi lebih besar 2/8 dari bagian butir beras utuh.

bp = × 100% ... (7) Keterangan:

bp : Persentase butir patah (%) mbp : Bobot butir patah (gram) mc : Bobot contoh/sempel (gram)

e. Persentase butir menir

Butir menir merupakan butir beras yang ukurannya lebih kecil dari 2/8 dari beras utuh atau butir beras yang lolos dari ayakan atau saringan berdiameter 2 mm.


(51)

35

Keterangan:

bm : Persentase butir menir (%) bbm : Bobot butir menir (gram) mc : Bobot contoh/sempel (gram)


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penggilingan padi berjalan muncul di Kabupaten Pringsewu pada tahun 1997 dan mulai berkembang pada tahun 2000.

2. Kinerja penggilingan padi berjalan menghasilkan kapasitas giling rata-rata 4,96 kg/menit , rendemen giling rata-rata 64,14% dan kapasitas giling gabah per liter bahan bakar rata-rata 138,98 kg/liter. Sedangkan kinerja penggilingan padi menetap menghasilkan kapasitas giling rata-rata 4,63 kg/menit, rendemen giling rata-rata 63,03% dan kapasitas giling gabah per liter bahan bakar rata-rata 123,67 kg/liter.

3. Mutu beras hasil penggilingan padi berjalan menghasilkan mutu cukup baik, dibandingkan mutu beras hasil penggilingan padi menetap.

Penggilingan padi berjalan menghasilkan rata-rata persentase butir kepala 52,39%, butir patah 45,30% dan butir menir 2,33%. Sedangkan

penggilingan padi menetap menghasilkan rata-rata persentase butir kepala 39,73%, butir patah 57,53 dan butir menir 2,73%.


(53)

68

B. Saran

1. Untuk meningkatkan mutu beras yang lebih baik sebaiknya mutu gabah yang digiling keadaanya harus optimal.

2. Perlu pelatihan untuk pengetahuan tentang penggilingan padi agar mendapatkan mutu yang baik.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. 172 halaman. BPS Lampung. 2013. Produksi Tanaman Padi Provinsi Lampung Tahun

2008-2012. Badan Pusat Statistik. Lampung.

BPS Pringsewu. 2013. Pringsewu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Pringsewu.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Beras SNI 6128:2008. BSN. Jakarta. Budijanto, S., dan A.B. Sitanggang. 2011. Produktivitas Dan Proses

Penggilingan Padi Terkait Dengan Pengendalian Faktor Mutu Berasnya. Jurnal Pangan. Vol. 20 No. 2: 141-152.

Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Pres. Bogor. 460 halaman. Handayani, A., Sriyanto, dan I. Sulistyawati. 2013. Evaluasi Mutu Beras dan

Tingkat Kesesuaian Penanganannya (Studi Khusus di Kabupaten Karang Anyar). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. Vol. 11 No 1: 113 - 124. Hardjosentono, M., Wijanto, E. Rachlan, I.W. Badra, dan R.D. Tarmana. 2000.

Mesin Mesin Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. 184 halaman. Haryanto, S. Nandiroh, dan B. Sumboro. 2013. Pengembangan Alat Sedot

Bekatul untuk Pemutih Beras Guna Peningkatan Kualitas Beras. Jurnal Ilmiah Go Infotech. Solo. Vol. 19 No. 3: 1-5.

Hasbi. 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 1 No. 2: 186 - 196.

Hasbullah, R., dan A.R. Dewi. 2009. Kajian Pengaruh Konfigurasi Mesin

Penggilingan terhadap Rendemen dan Susut Giling beberapa Varietas Padi. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 23 No. 2: 119 - 124.

Indrasari, S.D., dan P. Wibowo. 2009. Mutu Fisik, Mutu Giling, dan Kandungan Antosianin Beras Hitam dan Beras Merah Lokal Jawa Barat. Seminar Nasional Padi 2009. 999 - 1009.

Iswari, K. 2012. Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam

Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Beras. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 31 No. 2: 58 - 67.


(55)

70

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pascapanen. Rineka Cipta. Jakarta. 252 halaman.

Rachmat, R. 2012. Model Penggilingan Padi Terpadu untuk Meningkatkan Nilai Tambah. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol. 8 No.2: 99 - 111. Raharjo, B., D. Hadiyanti, dan K.A. Kodir. 2012. Kajian Kehilangan Hasil pada Pengeringan dan Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatra Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 1 No. 1: 72 - 78.

Soerjandoko, R.N.E. 2012. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian. Vol. 15 No. 2: 44 - 47.

Soemartono., B. Samad., R. Hardjono, dan I. Somadiredja. 1992. Bercocok Tanam Padi. CV.Yasaguna. Jakarta. 231 halaman

Suparyono dan A. Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 halaman.

Sutrisno dan D.R. Achmad. 2008. Pengaruh Ukuran dan Bentuk Gabah terhadap Rendemen dan Mutu Beras Giling. Seminar Nasional padi 2008. 1505 - 1516.

Thahir, R. 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi melalui Inovasi Penyosohan Mendukung Swasembada Beras dan Persaingan Global. Jurnal

Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 3 No. 3: 171-183.

Umar, S. 2011. Pengaruh Sistem Penggilingan Padi terhadap Kualitas Gilingan di Sentra Produksi Beras Lahan Pasang Surut. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 7 No. 1: 9 - 17.

Wibowo, P., S.D. Indrasari, dan Jumali. 2009. Identifikasi Karakteristik dan Mutu Beras di Jawa Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 28 No.1: 43 - 49.

Widowati, S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio. Vol. 4 No. 1: 33 - 38.

Winarno, F.G. 2004. GMP dalam Industri Penggilingan Padi. Prosiding Lokakarya Nasional. 127 - 143.


(1)

c. Persentase beras kepala

Beras kepala merupakan butir beras utuh (whole karnel) dan butir patah yang butirannya sama atau lebih besar dari 7/8 bagian butir beras utuh.

bk =

× 100%

... (6)

Keterangan:

bk : Persentase beras kepala (%) mbk : Bobot beras kepala (gram) mc : Bobot contoh/sampel (gram)

d. Persentase butir patah

Butir patah (brokens) merupakan butir beras patah yang ukurannya lebih kecil 6/8 tetapi lebih besar 2/8 dari bagian butir beras utuh.

bp =

× 100%

... (7) Keterangan:

bp : Persentase butir patah (%) mbp : Bobot butir patah (gram) mc : Bobot contoh/sempel (gram)

e. Persentase butir menir

Butir menir merupakan butir beras yang ukurannya lebih kecil dari 2/8 dari beras utuh atau butir beras yang lolos dari ayakan atau saringan berdiameter 2 mm.


(2)

35

Keterangan:

bm : Persentase butir menir (%) bbm : Bobot butir menir (gram) mc : Bobot contoh/sempel (gram)


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penggilingan padi berjalan muncul di Kabupaten Pringsewu pada tahun 1997 dan mulai berkembang pada tahun 2000.

2. Kinerja penggilingan padi berjalan menghasilkan kapasitas giling rata-rata 4,96 kg/menit , rendemen giling rata-rata 64,14% dan kapasitas giling gabah per liter bahan bakar rata-rata 138,98 kg/liter. Sedangkan kinerja penggilingan padi menetap menghasilkan kapasitas giling rata-rata 4,63 kg/menit, rendemen giling rata-rata 63,03% dan kapasitas giling gabah per liter bahan bakar rata-rata 123,67 kg/liter.

3. Mutu beras hasil penggilingan padi berjalan menghasilkan mutu cukup baik, dibandingkan mutu beras hasil penggilingan padi menetap.

Penggilingan padi berjalan menghasilkan rata-rata persentase butir kepala 52,39%, butir patah 45,30% dan butir menir 2,33%. Sedangkan

penggilingan padi menetap menghasilkan rata-rata persentase butir kepala 39,73%, butir patah 57,53 dan butir menir 2,73%.


(4)

68

B. Saran

1. Untuk meningkatkan mutu beras yang lebih baik sebaiknya mutu gabah yang digiling keadaanya harus optimal.

2. Perlu pelatihan untuk pengetahuan tentang penggilingan padi agar mendapatkan mutu yang baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. 172 halaman. BPS Lampung. 2013. Produksi Tanaman Padi Provinsi Lampung Tahun

2008-2012. Badan Pusat Statistik. Lampung.

BPS Pringsewu. 2013. Pringsewu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Pringsewu.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Beras SNI 6128:2008. BSN. Jakarta. Budijanto, S., dan A.B. Sitanggang. 2011. Produktivitas Dan Proses

Penggilingan Padi Terkait Dengan Pengendalian Faktor Mutu Berasnya. Jurnal Pangan. Vol. 20 No. 2: 141-152.

Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Pres. Bogor. 460 halaman. Handayani, A., Sriyanto, dan I. Sulistyawati. 2013. Evaluasi Mutu Beras dan

Tingkat Kesesuaian Penanganannya (Studi Khusus di Kabupaten Karang Anyar). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. Vol. 11 No 1: 113 - 124. Hardjosentono, M., Wijanto, E. Rachlan, I.W. Badra, dan R.D. Tarmana. 2000.

Mesin Mesin Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. 184 halaman. Haryanto, S. Nandiroh, dan B. Sumboro. 2013. Pengembangan Alat Sedot

Bekatul untuk Pemutih Beras Guna Peningkatan Kualitas Beras. Jurnal Ilmiah Go Infotech. Solo. Vol. 19 No. 3: 1-5.

Hasbi. 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 1 No. 2: 186 - 196.

Hasbullah, R., dan A.R. Dewi. 2009. Kajian Pengaruh Konfigurasi Mesin

Penggilingan terhadap Rendemen dan Susut Giling beberapa Varietas Padi. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 23 No. 2: 119 - 124.

Indrasari, S.D., dan P. Wibowo. 2009. Mutu Fisik, Mutu Giling, dan Kandungan Antosianin Beras Hitam dan Beras Merah Lokal Jawa Barat. Seminar Nasional Padi 2009. 999 - 1009.

Iswari, K. 2012. Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam

Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Beras. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 31 No. 2: 58 - 67.


(6)

70

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pascapanen. Rineka Cipta. Jakarta. 252 halaman.

Rachmat, R. 2012. Model Penggilingan Padi Terpadu untuk Meningkatkan Nilai Tambah. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol. 8 No.2: 99 - 111. Raharjo, B., D. Hadiyanti, dan K.A. Kodir. 2012. Kajian Kehilangan Hasil pada Pengeringan dan Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatra Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 1 No. 1: 72 - 78.

Soerjandoko, R.N.E. 2012. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian. Vol. 15 No. 2: 44 - 47.

Soemartono., B. Samad., R. Hardjono, dan I. Somadiredja. 1992. Bercocok Tanam Padi. CV.Yasaguna. Jakarta. 231 halaman

Suparyono dan A. Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 halaman.

Sutrisno dan D.R. Achmad. 2008. Pengaruh Ukuran dan Bentuk Gabah terhadap Rendemen dan Mutu Beras Giling. Seminar Nasional padi 2008. 1505 - 1516.

Thahir, R. 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi melalui Inovasi Penyosohan Mendukung Swasembada Beras dan Persaingan Global. Jurnal

Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 3 No. 3: 171-183.

Umar, S. 2011. Pengaruh Sistem Penggilingan Padi terhadap Kualitas Gilingan di Sentra Produksi Beras Lahan Pasang Surut. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 7 No. 1: 9 - 17.

Wibowo, P., S.D. Indrasari, dan Jumali. 2009. Identifikasi Karakteristik dan Mutu Beras di Jawa Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 28 No.1: 43 - 49.

Widowati, S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio. Vol. 4 No. 1: 33 - 38.

Winarno, F.G. 2004. GMP dalam Industri Penggilingan Padi. Prosiding Lokakarya Nasional. 127 - 143.