PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU

(Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

Oleh David Simamora

Perusahaan Gunung Madu Plantations (PT GMP) merupakan salah satu perkebunan dan pabrik gula terbesar di Lampung. PT GMP menerapkan sistem olah tanah intensif yang menyebabkan penurunan kualitas tanah dan bahan organik di dalam tanah. Oleh karena itu, usaha untuk memperbaiki kualitas tanah perkebunan gula PT GMP perlu diusahakan antara lain dengan memanfaatkan mulsa limbah tebu (bagas) dan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah tanah (TOT). Pengelolaan lahan dengan cara tanpa olah tanah serta

pemberian mulsa bagas diharapkan mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menduga pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap aktivitas mikroorganisme tanah, dalam hal ini respirasi tanah.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan disusun secara split plot dengan 5 kali ulangan. Sebagai petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu: T0 = tanpa olah tanah; T1 = olah tanah


(2)

David Simamora intensif dan anak petak adalah penggunaan mulsa bagas (M) yaitu: M0= tanpa mulsa ; M1= mulsa bagas 80 ton ha-1. Adapun kombinasi perlakuan yang

diterapkan adalah sebagai berikut: T0M0 = tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas, T0M1 = tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1, T1M0 = olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas, dan T1M1 = olah tanah intensif + mulsa bagas 80 t ha-1. Semua petak perlakuan diaplikasikan pupuk Urea dengan dosis 300 kg ha-1, pupuk TSP 200 kg ha-1, pupuk KCl 300 kg ha-1, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar (5:3:1) 80 t ha-1. Data yang diperoleh diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlet dan aditivitasnya dengan Uji Tukey, serta anara dan

dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap respirasi tanah baik pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan umur 1 bulan setelah ratoon ketiga. Tidak terdapat korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik tanah, pH tanah, kadar air tanah, serta suhu tanah.

Kata kunci: mulsa bagas, olah tanah intensif, respirasi tanah, Saccharum officinarum L., tanpa olah tanah.


(3)

TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN

AWAL RATOON KETIGA

Oleh

DAVID SIMAMORA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Sanggul, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan pada tanggal 28 Februari 1990. Penulis adalah anak Pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Maruhum Simamora dan Ibu Romawati Purba.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Santa Maria, Kota Dolok Sanggul pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Santa Lusia Dolok Sanggul, dan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Bintang Timur Balige, Kota Balige pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai

Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Datar Bancong, Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan pada bulan Januari-Februari 2012. Penulis juga melaksanakan Praktik Umum di PT. GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada bulan Juli-Agustus 2011. Selama tercatat menjadi

mahasiswa fakultas pertanian Universitas Lampung penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Agronomi Pecinta Alam (Agropala) sebagai anggota divisi alam bebas.


(8)

Tanpa mengurangi rasa syukurku pada Tuhan “Yesus Kristus”

kupersembahkan karyaku untuk:

Keluargaku tercinta

Papa, Mama, Adikku, dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan mengharapkan keberhasilanku atas kasih sayang, perhatian, dan dorongan

semangat yang takkan aku lupa.

Teman-temanku

Atas dukungan dan bantuannya sehingga karya ini dapat selesai.

Serta

Almamater tercinta

Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan kesabaran dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Respirasi Tanah Pada Lahan Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Akhir Ratoon Kedua dan Awal Ratoon Ketiga di PT. Gunung Madu Plantations (GMP). Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan berupa ilmu pengetahuan dan mau bersabar membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembimbing kedua yang

telah memberikan bimbingan, nasehat, dan ilmu kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc., selaku penguji, atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Kepala Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(10)

6. Bapak Ir. Sarno, M.S., selaku pembimbing akademik, atas semua bimbingan, nasehat, dan motivasi yang telah diberikan.

7. Keluarga tercinta Bapak, Mama beserta adik-adikku Albert Nobel Simamora, Santi Simamora, Agus Simamora, Tika Simamora.

8. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

9. Teman-teman Jurusan Agroteknologi angkatan 2008 yang tidak disebutkan satu persatu, teima kasih atas kebersamaannya selama ini. 10.Teman-teman mahasiswa Agropala angkatan XIII Edi Sarwono, Ari

Novendri, Eko Ari Widodo, Setiawan Aripin, Kresna Shifa Husodri, dan Kiki.

11.Manajer dan Staf PT Gunung Madu Plantation yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semoga karya yang penulis ciptakan ini dapat berguna bagi kita semua dan sebagai tanda pengabdian kepada almamater tercinta.

Bandar Lampung, 14 November 2014 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian . ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... 6

1.4 Hipotesis . ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Tanaman tebu ... 9

2.2 Bahan Organik Limbah Produksi Gula ... 10

2.2.1 Bahan Organik ……… 10

2.2.2 Limbah Produksi Gula ……….. . 11

2.2.3 Bagas ……….. 12

2.3 Respirasi Tanah ... 13

2.4 Sistem Pengolahan Tanah ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.4.1 Pengolahan Lahan ... 19


(12)

3.5 Variabel Pengamatan ... 21

3.5.1 Pengukuran Respirasi Tanah dengan Metode Verstraete ... 21

3.5.2 Variabel Pendukung ... . 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil Penelitian……….. ... 24

4.1.1 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Terhadap Respirasi Tanah………. . 24

4.1.2 Uji Korelasi Respirasi Tanah……….... . 25

4.1.3 Pengaruh Perlakuan Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap C-organik Tanah, pH Tanah, Suhu Tanah dan Kadar Air Tanah ……… 26

4.2 Pembahasan……… 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ………. 34

5.2 Saran ……… 34

PUSTAKA ACUAN ……… ... 35


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas

lingkungan .……….. 16 2. Ringkasan uji signifikasi respirasi tanah pada saat tanaman tebu

berumur 7 BSR2 dan 1 BSR3 ………...………. 24 3. Koefisien korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik

tanah, pH tanah, suhu tanah, dan kadar air tanah pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 dan 1 BSR3 .……… 26 4. Hasil analisi C-organik tanah, pH tanah, Suhu tanah, dan

Kadar air tanah pada tanaman tebu berumur 7 BSR2 dan 1 BSR3 …... 26 5. Hasil pengamatan pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi

mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat

tanaman tebu berumur 7 bulan setelah ratoon kedua ……….. 41 6. Hasil uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi

mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat

tanaman tebu berumur 7 bulan setelah ratoon kedua ……… 42 7. Hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi

mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat

tanaman tebu berumur 7 bulan setelah ratoon kedua ……… 42 8. Hasil pengamatan pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi

mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat

tanaman tebu berumur 1 bulan setelah ratoon ketiga ……… 43 9. Hasil uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi

mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat

tanaman tebu berumur 1 bulan setelah ratoon ketiga ……… 43 10.Hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi

mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat tanaman tebu


(14)

berumur 1 bulan setelah ratoon ketiga ………. 44 11.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

C-organik tanah (%) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan

setelah ratoon kedua ……….. 44 12.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

pH tanah (H2O) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan

setelah ratoon kedua ……… 44 13.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

suhu tanah (ºC) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan

setelah ratoon kedua ……… 45 14.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

kadar air tanah (%) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan

setelah ratoon kedua ...………. 45 15.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

C-organik (%) pada saat tanaman tebu berumur 1 bulan setelah

ratoon ketiga ………... 45 16.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

pH tanah (H2O) pada saat tanaman tebu berumur 1 bulan

setelah ratoon ketiga ……… 46 17.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

suhu tanah (ºC) pada saat tanaman tebu berumur 1 bulan

setelah ratoon ketiga ……… 46 18.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

kadar air tanah (%) pada saat tanaman tebu berumur 1

bulan setelah ratoon ketiga ……… 46 19.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik tanah (%)

pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ……… .. 47 20.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan pH tanah

(H2O) pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ………. 47 21.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan suhu tanah

(ºC) pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ……… 47 22.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan kadar air tanah

(%) pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ……….... 48 23.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik tanah ( %)


(15)

24.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan pH tanah (H2O)

pada saat tanaman tebu berumur 1 BSR3 ……… 48 25.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan suhu tanah (ºC)

pada saat tanaman tebu berumur 1 BSR3 ……… 49 26.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan kadar air tanah (%)

pada saat tanaman tebu berumur 1 BSR3……… 49


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Respirasi tanah pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2

dan 1 BSR3 ………. 24 2. Tata letak percobaan di lapangan ……… 40


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena disamping sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat juga sebagai sumber kalori yang relatif murah. Berdasarkan penghitungan dari data hasil Susenas, konsumsi gula oleh rumah tangga cenderung mengalami peningkatan. Penurunan konsumsi terjadi pada tahun 1998 sebagai akibat dari tingginya peningkatan harga gula di pasar domestik. Namun periode berikutnya konsumsi gula kembali mengalami peningkatan.

Menurut Vivanews (2010), produksi gula nasional pada tahun 2010 diperkirakan akan menurun dari 2,9 juta ton menjadi 2,2 juta ton sampai 2,5 juta ton, sehingga ada kemungkinan akan mengimpor gula sebanyak 400 ribu ton. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor gula nasional adalah dengan cara peningkatan produksi gula dalam negeri. Sedangkan,

Produksi gula PT. Gunung Madu Plantation mengalami penurunan pada tahun 2002 sebesar 28.213 ton, lalu tahun 2005 sebesar 6.619 ton, tahun 2009 sebesar 8004 ton dan tahun 2010 sebesar 8.369 ton (PT. GMP, 2010)


(18)

Penurunan hasil produksi terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 28.213 ton, penurunan hasil produksi ini disebabkan banyak faktor. Salah satu faktor terbesar adalah adanya kemarau panjang yang terjadi pada tahun sebelumnya yang mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan menyebabkan tanah sangat kering dan sukar untuk menyerap air.

Dalam budidaya tebu, penanaman dilakukan pada tahun pertama yang dikenal dengan istilah Plant Cane, sedangkan pada tahun kedua tanaman tebu tidak ditanam tetapi hanya memelihara tunas yang tumbuh, tanaman ini dikenal dengan sebutan Ratoon I dan demikian untuk tanaman tahun ketiga yang dikenal dengan Ratoon II.

Saat ini Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penanaman tebu untuk meningkatkan produksi gula nasional. Salah satunya adalah perkebunan gula yang ada di Lampung adalah PT Gunung Madu Plantations (PT. GMP). Perusahaan ini telah mengusahakan perkebunan tebu sejak tahun 1975 yang terus menerus melakukan pertanian intensif dengan pengolahan tanah dan penggunaan bahan-bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida. Sejak tahun 2004 aplikasi bahan organik berbasis tebu ( bagas, blotong, dan abu) dilakukan untuk mempertahankan kesuburan tanah (PT. GMP, 2009).

Pemanfaatan lahan secara intensif di perkebunan tebu akan berpengaruh pada kondisi lahan. Pengelolaan tanah yang terlalu sering akan mengakibatkan menguatnya oksidasi bahan organik. Selain berakibat pada penurunan bahan organik terjadi juga penurunan ruang pori tanah karena hancurnya agregat tanah yang terbentuk sebelumnya (Soepardi, 1993). Selain pengolahan tanah, hal lain


(19)

yang potensial mengurangi bahan organik adalah pengangkutan sisa tanaman, pembakaran dan erosi tanah.

Tanah di PT GMP merupakan tanah Ultisol yang didominasi fraksi pasir, yang telah mengalami pelapukan lanjut. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, Kadar Al tinggi, Kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi ( Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur dianggap penting, tetapi pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan antara lain pemampatan atau pemadatan pada tanah, berkurangnya ketersediaan air tanah, semakin kurang berkembangnya sistem perakaran tanaman, penurunan kandungan bahan organik, kerusakan struktur dan agregat tanah (Manik, Afandi, dan Soekarno, 1998).

Salah satu usaha untuk memperbaiki kualitas tanah adalah dengan pemberian mulsa. Penggunaan mulsa dapat memperbaiki kualitas tanah melalui penghematan dalam penggunaan air dengan mengurangi laju evaporasi dari permukaan lahan, memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan akar dan mikroorganisme tanah, serta memperkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan butir-butir hujan maupun aliran permukaan dan menghambat laju pertumbuhan gulma (LIPTAN, 1995).


(20)

PT GMP memanfaatkan limbah padat pabrik gula yaitu Bagas, Blotong dan Abu (BBA) sebagai mulsa. Mulsa adalah bahan sisa-sisa tanaman yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari daya perusak hujan dan aliran permukaan ( Saidi dkk., 2009).

Selain itu, untuk memperbaiki kerusakan tanah dalam upaya peningkatan produksi, PT. GMP juga dapat menerapkan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah tanah dan penambahan bahan organik kedalam tanah. Dalam sistem tanpa olah tanah (TOT) dicirikan oleh persiapan lahan yang tidak melalui pengolahan tanah, tanah yang terganggu tidak lebih dari 10% dari permukaan, dan residu tanaman sebelumnya berada di atas permukaan sebagai pelindung tanah (Raya, 2011).

Segala perlakuan yang diberikan ke tanah akan mempengaruhi tanah dibawahnya, salah satunya adalah mikroorganisme tanah. Salah satu variabel untuk mengetahui aktivitas mikroorganisme tanah adalah respirasi tanah. Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe,


(21)

atau perkembangan mikrobia tanah (Anas 1989). Berhubungan dengan hal ini, respirasi tanah yang mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah dapat digunakan sebagai salah satu indikator dari sistem perawatan yang dilakukan pada lahan pertanaman di PT GMP.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari pengaruh sistem olah tanah terhadap respirasi tanah.

2. Mempelajari pengaruh pengaplikasian mulsa bagas terhadap respirasi tanah. 3. Mempelajari interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas


(22)

1.3Kerangka Pemikiran

Pengolahan tanah yang baik merupakan hal terpenting dalam budidaya tanaman, apabila pengolahan tanah secara terus menerus dan kurang tepat akan mempengaruhi kesuburan tanah dan membuat tanah dengan cepat terdegradasi. Pengolahan yang dilakukan secara terus menerus akan membuat tanah terdegradasi karena seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan terjadinya dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Hal tersebut juga dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Pada sifat biologi tanah pengolahan tanah secara terus menerus akan menurunkan populasi biota dan mikroorganisme tanah.

Pengolahan tanah secara intensif tanpa adanya suatu usaha untuk memperbaiki kondisi suatu tanah dapat menjadikan tanah tersebut terdegradasi. Menurut Suwardjo (1981) melaporkan bahwa perlakuan tanpa olah tanah dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Aktivitas mikroorganisme yang tinggi akan menunjukkan tingkat respirasi yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat diterapkan dalam meningkatkan produksi tebu yaitu dengan merubah sistem olah tanah dan dapat memanfaatkan limbah padat pabrik gula yaitu bagas, blotong dan abu (BBA). Perubahan sistem olah tanah menjadi tanpa olah tanah dan ditambah dengan pengaplikasian limbah padat pabrik gula berupa BBA di lahan pertanaman tebu diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang selanjutnya dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang dicirikan oleh respirasi tanah.


(23)

Selain pengolahan tanah, pemberian mulsa sebagai penutup tanah juga akan mempengaruhi iklim mikro tanah. Menurut Suwardjo (1981), perlakuan pemberian mulsa dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, tetapi pengolahan tanah secara teratur tidak banyak meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, meskipun diberi mulsa. Dengan adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah maka respirasi tanah akan mengalami peningkatan juga.

Pada lahan TOT permukaan tanah kurang terganggu akibat adanya residu tanaman yang menutupi permukaan, dan sedikitnya 30% sisa tanaman sebelumnya masih berada dipermukaan tanah. Dengan adanya penutupan mulsa ini kandungan bahan organik tanah dapat meningkat yang disebabkan karena adanya dekomposisi mulsa yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah (Utomo, 2006).

Menurut penelitian Cahyono (2013), pada tahun kedua sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respirasi tanah pada saat tanaman tebu berumur 9 bulan dan 12 bulan setelah perlakuan.

Bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah di PT GMP adalah limbah padat pabrik gula yang dihasilkan selama produksi di PT GMP tersebut. Produksi limbah padat pabrik gula berupa bagas, blotong, dan abu (BBA) dengan perbandingan 5:3:1 berpotensi digunakan sebagai bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah di PT GMP. Hasil penelitian Arioen (2009) menunjukkan bahwa formulasi bagas : blotong : abu dengan perbandingan 5:3:1 setelah dikomposkan selama 40 hari menghasilkan


(24)

C/N akhir terkecil yaitu 36, dibandingkan dengan formulasi 5:1:1 dan 6:1:1 masing-masing menghasilkan C/N ratio 39% dan 41%.

Dosis aplikasi BBA yang telah digunakan di PT GMP yaitu 80 t ha-1 BBA segar, sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 t ha-1. Aplikasi BBA dilakukan setelah olah tanah pertama. Pemberian bahan organik berbasis tebu diharapkan mampu untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui ketersediaan unsur hara yang cukup bagi tanaman dan meningkatkan populasi mikroorganisme tanah. Selain itu, aplikasi BBA diharapkan juga mampu meningkatkan respirasi tanah, karena respirasi tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.

1.4Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Respirasi tanah lebih tinggi pada lahan dengan sistem tanpa olah tanah. 2. Respirasi tanah lebih tinggi pada lahan yang diaplikasikan mulsa bagas.

3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap respirasi tanah.


(25)

2.1 Tanaman Tebu

Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995). Tanaman tebu tidak asing lagi di Indonesia, tebu termasuk dalam famili Graminae atau lebih terkenal dengan kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi, tanaman tebu terdiri atas beberapa bagian yaitu batang, daun, akar dan bunga (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1992).

Pertumbuhan tebu yang normal membutuhkan masa vegetatif selama 6-7 bulan. Dalam masa itu jumlah air yang diperlukan untuk evapotranspirasi adalah 3-5 mm air per hari, berarti jumlah hujan bulanan selama masa pertumbuhan tebu minimal 100 mm. Setelah fase pertumbuhan vegetatif, tebu memerlukan 2-4 bulan kering untuk proses pemasakan tebu, curah hujan di atas evapotranspirasi menyebabkan kemasakan tebu terlambat dan kadar gula rendah (Sartono, 1995).

Sifat dan keadaan tanah berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan kadar gula dalam tebu. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang

Tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal. Derajat kemasaman yang sesuai berkisar antara 5, 5-7, apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH


(26)

dibawah 5,5 maka perakarannya tidak dapat menyerap air ataupun unsur hara dengan baik.

2.2 Bahan Organik Limbah Produksi Gula

2.2.1 Bahan Organik

Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik komplek yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi,baik berupa humus hasil Humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotropik yang terlibat didalamnya (Madjid, 2007).

Penambahan bahan organik kedalam tanah berperan penting dalam upaya peningkatan kesuburan tanah karena bahan organik dapat mempengaruhi ketersediaan N-total, P tersedia dan asam humik yang berpengaruh pada KTK serta dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme dalam tanah (Agrika, 2006). Salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tanaman tebu yaitu limbah padat pabrik gula berupa bagas, blotong, dan abu yang berasal dari proses produksi di pabrik gula.

Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan organik tanah juga merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menjamin produktivitas pertanian. Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau binatang melapuk. Tingkat pelapukan bahan organik berbeda-beda dan tercampur dari berbagai macam bahan (Isroi, 2009).


(27)

Utami (2004) melaporkan bahwa semakin tinggi kandungan dan masukan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan C-organik tanah yang akan diikuti oleh peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah sehingga memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan biomassa mikroorganisme tanah. Tanah dalam kondisi yang lembab merupakan kondisi ideal bagi tanah untuk dapat melakukan aktivitasnya secara normal.

2.2.2 Limbah Produksi Gula.

Bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah di PT GMP adalah limbah padat pabrik gula yang dihasilkan selama produksi di PT GMP tersebut. Produk utama yang dihasilkan di perkebunan tebu adalah batang tebu yang dapat di proses menjadi 6-9% gula dan 91-94 limbah. Limbah padat yang dihasilkan selama proses produksi, antara lain: ampas tebu (bagas) yang merupakan hasil dari proses ekstraksi cairan tebu pada batang tebu, blotong (filter cake) yang hasil samping proses penjernihan nira gula, dan abu ketel (ash) yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula (Slamet, 2007).

Limbah dari kebun maupun pabrik dapat dimanfaatkan kembali dan ternyata memberikan keuntungan yang sangat besar. Limbah pertanian berupa sisa-sisa tanaman (pucuk tebu dan daun) dikembalikan ke tanah sebagai mulsa, sehingga menambah kesuburan tanah. Sementara limbah padat dan limbah cair dari pabrik, tetapi juga dikelola lagi sehingga bermanfaat, bahkan secara ekonomis sangat menguntungkan.


(28)

2.2.3 Bagas

Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) misalnya, dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) untuk penggerak mesin pabrik dan pembangkit tenaga listrik untuk perumahan karyawan, perkantoran, dan peralatan irigasi. Karena itu, pabrik dan pembangkit listrik Gunung Madu tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM), baik saat musim giling (on season) maupun tidak giling (off season). Limbah padat lain adalah endapan nira yang disebut blotong (filter cake) dan abu. Blotong, abu, dan bagasse dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, yang digunakan lagi di kebun sebagai penyubur tanah (PT.GMP, 2010).

Ampas tebu (bagas) merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Bagas dapat dimanfatkan sebagai mulsa atau diformulasikan dengan blotong dan abu (BBA) sebagai kompos. Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah (Kurnia, 2010).

Menurut Agustina (2008), bagas merupakan limbah pertama yang dihasilkan dari proses pengolahan industri gula tebu, volumenya mencapai 30-34% dari tebu giling. Bagas terdiri dari air, serat, dan padatan terlarut dalam jumlah relatif kecil. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan, dan lignin. Bagas tidak dapat langsung diaplikasikan ke lahan pertanaman karena nisbah C/N bagas yang tinggi. Apabila diaplikasikan langsung


(29)

maka akan terjadi imobilisasi unsur hara dalam tanah. Tingginya nisbah C:N pada bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama terdekomposisi sehingga mungkin masih bermanfaat untuk mempertahankan kandungan BOT bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat.

Penelitian Hairiah dkk. (2003) menunjukkan bahwa penambahan bagas dan serasah daun tebu menyebabkan immobilisasi N pada lapisan tanah 0-5 cm, pada hampir seluruh waktu pengamatan hingga 7 bulan. Oleh karena itu, sebelum diaplikasikan ke lahan sebaiknya dilakukan pengomposan atau dicampur dengan bahan organik yang memiliki nisbah C/N rendah. Pengomposan sendiri merupakan penguraian bahan organik menjadi bahan yang mempunyai nisbah C/N yang rendah sebelum digunakan sebagai pupuk (Sanjaya, 2000).

2.3 Respirasi Tanah

Respirasi tanah merupakan suatu proses pernafasan mikrobia tanah yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu massa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran CO2 atau O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah (Swedya, 1996).


(30)

Selama proses dekomposisi terjadi pelepasan CO2 yang pada umumnya dilaporkan bahwa CO2 tersebut sebagian besar dilepaskan ke atmosfer sebagai salah satu gas rumah kaca, sedangkan CO2 yang tersimpan dipermukaan bumi sangat bermanfaat bagi tanaman maupun mikroorganisme tanah. Kuantitas CO2 yang terakumulasi dalam jaringan tanaman dapat memberikan gambaran tentang fungsi tanaman sebagai sink CO2 atmosfer. Limbah bahan organik tanaman dapat meningkatkan kandungan CO2 internal tanaman, karena selama proses dekomposisi terjadi pelepasan CO2 yang secara langsung dapat masuk dalam sel tanaman melalui stomata. Menurut Sutejo (1991) CO2 yang dihasilkan di dalam tanah oleh mikroorganisme mendekati jumlah yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis.

2.4 Sistem Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma, setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah, tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat pengolahan tanah yang digunakan (Fahmudin dan Widianto, 2004).

Pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Namun pada kenyataannya pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap produktivitas lahan. LIPTAN (1995) menyatakan bahwa disamping mempercepat


(31)

kerusakan sumber daya tanah seperti meningkatkan laju erosi dan kepadatan tanah, pengolahan tanah intensif memerlukan biaya yang tinggi. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir-akhir ini diperkenalkan sistem olah tanah konservasi yang diikuti oleh pemberian mulsa yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian.

Negara (2007) mengungkapkan bahwa pada pembudidayaan tanaman, pengolahan tanah sangat diperlukan jika kondisi kepadatan tanah,aerasi, kekuatan tanah, dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi mendukung untuk penyediaan air dan perkembangan akar. Walaupun demikian, pengolahan tanah yang tidak tepat dapat menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dengan cepat dan tanah lebih mudah terdegradasi.

Dalam pengolahan tanah, PT Gunung Madu Plantations (GMP) berpegang pada konsep pokok pengolahan tanah, yaitu memperbaiki kemampuan tanah dalam menyimpan dan menyediakan hara, memperbesar volume perakaran, dan pelestarian (konservasi). Sebagai upaya untuk menambah bahan organik dalam tanah, maka setiap tahun setidaknya ada 3500 ha kebun harus diaplikasi limbah padat pabrik yang berupa blotong, bagas, dan abu (BBA) serta melakukan rotasi dengan tanaman benguk (Mucuna sp). BBA dapat diaplikasikan secara langsung setelah dilakukan pencampuran dengan perbandingan tertentu atau dapat juga diaplikasikan setelah melalui proses pengomposan. Dosis BBA segar yang diaplikasikan adalah 80 t ha-1, sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 t ha-1. Aplikasi BBA dilakukan setelah olah tanah I (PT GMP, 2009).


(32)

Menurut Utomo (1995) sistem olah tanah konservasi (OTK) merupakan suatu olah tanah yang berwawasan lingkungan, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung yang menunjukkan bahwa sistem OTK (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif.

Adapun perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas lingkungan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas lingkungan (Utomo, 2012).

Olah tanah konservasi Olah tanah intensif 1. Infiltrasi meningkat Infiltrasi menurun 2. Erosi tanah menurun Erosi tanah meningkat

3. Bahan organik tanah meningkat Bahan organik tanah menurun 4. Sifat fisika, kimia dan biologi

tanah meningkat

Sifat fisika, kimia dan biologi tanah menurun

5. Produktivitas tanaman meningkat Produktivitas tanaman menurun 6. Biaya produksi menurun Biaya produksi meningkat 7. Pendapatan petani jangka panjang

meningkat

Pendapatan petani jangka panjang menurun

8. Pencemaran air (sedimen, pupuk, pestisida) menurun

Pencemaran air (sedimen, pupuk, pestisida) meningkat

9. Pemanasan global menurun

10.Menghemat tenaga kerja dan Menghemat waktu

Pemanasan global meningkat Tenaga kerja dan waktu yang diperlukan banyak


(33)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT Gunung Madu Plantation (GMP), Lampung Tengah. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat pabrik gula yaitu bagas, BBA (bagas, blotong dan abu) dengan perbandingan 5:3:1, pupuk urea, pupuk TSP (Triple Super Phosphate) dan pupuk KCl, Fenolptalin, metil orange, KOH 0,1 N, HCl 0,1 N, dan bahan lain untuk analisis C-organik dan pH tanah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples plastik dengan diameter 14 cm, plastik, batu, spidol, label, kardus, botol film, gelas erlenmeyer, gelas ukur, biuret, alat tulis, termometer tanah dan alat untuk analisis tanah.


(34)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan pola split plot yang diulang sebanyak 5 kali ulangan. Petak utama yaitu sistem olah tanah yang terdiri dari dari tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah intensif (T1). Anak petak adalah aplikasi mulsa bagas, yang terdiri dari tanpa mulsa bagas (M0) dan mulsa bagas 80 t ha-1 (M1). Dengan demikian terbentuk 4 kombinasi perlakuan

Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut: T0M0= tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas

T0M1= tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1 T1M0= olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas T1M1= olah tanah intensif + mulsa bagas 80 t ha-1

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 1% dan 5%, yang sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan uji Bartlett dan aditivitasnya dengan uji Tukey. Rata-rata nilai tengah diuji dengan uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Untuk mengetahui hubungan antara respirasi dengan C-organik, pH, kadar air dan suhu tanah akan dilakukan uji korelasi.


(35)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Lahan

Penelitian ini menggunakan lahan pertanaman tebu yang diset untuk dijadikan lahan penelitian jangka panjang yang dimulai pada bulan juni 2010 sampai 10 tahun kedepan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan pada musim tanam kedua, dimana menggunakan dua perlakuan olah tanah yaitu olah tanah intensif (T1) dan tanpa olah tanah (T0). Pada petak olah tanah intensif (T1), tanah diolah sesuai dengan sistem pengolahan tanah yang diterapkan di PT GMP yaitu sebanyak 3 kali pengolahan, yaitu yang pertama menggunakan bajak piringan yang berfungsi mencacah tunggul tebu, memecah dan membalikkan tanah. Pengolahan tanah kedua tetap menggunakan bajak piringan, tetapi arah kerjanya tegak lurus dengan pengolahan tanah pertama, berfungsi untuk menghaluskan tanah dan sekaligus untuk menyacah ulang tunggul tebu. Pengolahan tanah yang ketiga menggunakan bajak singkal yang berfungsi untuk membalikkan tanah bawahan ke atas dan sekaligus memecahkan lapisan kedap air sehingga mendapatkan tanah yang mampu mendukung perkembangan akar tanaman. Aplikasi BBA sebanyak 80 t ha-1 dilakukan pada saat pengolahan tanah yang kedua, yaitu dicampur atau diaduk dengan tanah menggunakan traktor. Mulsa bagas diaplikasikan setelah penanaman tebu dengan dosis 80 t ha-1 untuk petak yang diperlakukan dengan mulsa bagas yang diaplikasikan secara manual. Pada petak olah tanah intensif (T1), gulma dikendalikan secara manual dan sisa tumbuhan gulma dikembalikan ke lahan sebagai mulsa untuk petak yang


(36)

menggunakan mulsa bagas. Sedangkan petak yang tidak menggunakan mulsa bagas, sisa tumbuhan gulma dibuang dari petak percobaan.

Pada petak tanpa olah tanah (T0), tanah tidak diolah sama sekali. Campuran bagas, blotong, dan abu (BBA) diaplikasikan dengan cara ditebar di permukaan dengan dosis 80 t ha-1 bersamaan pada saat aplikasi BBA pada petak olah tanah intensif. Untuk plot yang diaplikasikan mulsa, mulsa bagas diaplikasikan setelah tebu ditanam dengan dosis 80 t ha-1. Sama seperti petak olah tanah intensif (T1), gulma pada petak tanpa olah tanah (T0) dikendalikan secara manual dan sisa tumbuhan gulma dikembalikan ke lahan sebagai mulsa untuk petak yang tidak menggunakan mulsa bagas. Sedangkan untuk petak yang tidak menggunakan mulsa bagas, sisa tumbuhan gulma dibuang dari petak percobaan.

Pada penelitian lanjutan ini semua perlakuan sama dengan penelitian sebelumnya menggunakan pupuk urea dengan dosis 300 kg ha-1, pupuk TSP 200 kg ha-1, pupuk KCl 300 kg ha-1, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar (5:3:1) 80 t ha-1dengan kandungan C/N ratio bagas sekitar 86.

3.4.2 Analisis Tanah

Analisis C-organik, Kadar air tanah dan pH tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung, sedangkan suhu tanah dilakukan di lokasi percobaan pada saat pengambilan sampel tanah dengan menggunakan alat termometer tanah.


(37)

3.5 Pengamatan

Pengamatan respirasi tanah dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan ratoon kedua dan 1 bulan ratoon ketiga.

3.5.1 Pengukuran Respirasi Tanah di Lapangan dengan Metode Verstraete (Anas,1986).

Pengukuran respirasi tanah langsung dilakukan di lapangan, dengan mengambil sampel sebanyak 2 kali. Pengambilan sampel dilakukan pada akhir ratoon kedua berumur 7 bulan dan awal ratoon ketiga berumur 1 bulan . Pengambilan sampel dilakukan pada pagi dan sore hari. Pengambilan sampel respirasi tanah dilakukan diantara baris tanaman tebu dengan jarak sekitar 0,8 cm. Pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan menutup permukaan tanah menggunakan toples yang di dalamnya telah diberikan botol film yang berisi 10 ml KOH 0,1 N. Untuk kontrol dilakukan hal yang sama, tetapi permukaan tanah ditutup dengan plastik sehingga KOH tidak dapat menangkap CO2 yang keluar dari tanah. Agar tidak terjadi kebocoran, toples dibenamkan kedalam tanah 2-3 cm. Pengukuran ini dilakukan selama 2 jam. Pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan meletakkan 2 buah toples pada setiap petak percobaan, dimana 1 toples sebagai perlakuan dan 1 toples lainnya sebagai kontrol.

Setelah pengukuran di lapangan selesai KOH hasil pengukuran dititrasi di laboratorium untuk menentukan kuantitas C-CO2 yang dihasilkan. Titrasi dilakukan dengan cara memindahkan KOH hasil pengukuran kedalam gelas erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes fenolptalin, sehingga warna berubah menjadi merah muda dan kemudian dititrasi dengan HCl sampai warna merah muda hilang


(38)

(larutan berwarna bening), volume HCl yang diperlukan dicatat. Kemudian kedalam larutan ditambahkan 2 tetes metil orange sehingga larutan berwarna kuning, dan larutan dititrasi kembali dengan HCl hingga warna kuning berubah menjadi warna merah muda. HCl yang digunakan berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi. Pada kontrol juga dilakukan hal yang sama. Jumlah CO2 dihitung dengan mengunakan formula:

dimana: C-CO2 = mg jam-1 m-2

a = ml HCl untuk contoh tanah, (setelah ditambahkan metil orange) b = ml HCl untuk kontrol, (setelah ditambahkan metil orange)

t = normalitas HCl

T = waktu pengukuran (jam) r = jari-jari tabung toples (cm)

Reaksi kimia yang terjadi pada saat titrasi hasil pengukuran KOH di lapangan, 1. Reaksi pengikatan CO2

2KOH + CO2 K2CO3 + H2O

2. Perubahan warna menjadi tidak berwarna (Fenolftalein) K2CO3 + HCl KCl + KHCO3

3. Perubahan warna kuning menjadi merah muda (metil orange) KHCO3 + HCl KCl + H2O +CO2

Atau 0,1 me HCl = 0,1 me CO2 dari persamaan pada reaksi 1 mL 0,1 N HCl = 4,40 mg CO2

= 1,20 mg C-CO2/gram tanah

2 2 12 r T t b a CO C       


(39)

3.5.2 Variabel Pendukung

Variabel pendukung yang diamati adalah:

1. C-organik (metode Walkley and Black) (%) 2. pH tanah (H2O)

3. Suhu tanah (oC) 4. Kadar air tanah (%)


(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem pengolahan tanah tidak mempengaruhi respirasi tanah pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga. 2. Aplikasi mulsa bagas tidak mempengaruhi respirasi tanah pada umur 7

bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga.

3. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga terhadap respirasi tanah.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian disarankan untuk melakukan pengamatan lanjutan setelah pengolahan tanah serta penyerapan karbon tanaman tebu.


(41)

PUSTAKA ACUAN

Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor

Agrika, D.P. 2006. Kajian Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan Indeks Kemantapan Agregat pada Beberapa Aplikasi Limbah Padat Pabrik Gula di Lahan Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. Skripsi. Universitas lampung.

Agustina. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Selulose Mikroba Termofilik dari Pengomposan Ampas Tebu (Bagasse). Skripsi. Universitas

Lampung.

Arioen, R. 2009. Kajian Ratio Bagasse dan Blotong Pada Pengomposan Bagasse. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.

Buchari, H. 1999. Penetapan Karbon Microbial (C-mik) pada Dua Tipe

Penggunaan Lahan (alang-alang dan hutan) dengan Metode Fumigasi Ekstraksi sebagai Indikator Degradasi Tanah. Makalah khusus Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 hlm.

Cahyono, B. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Respirasi Tanah pada Lahan Pertanaman Tebu

(Saccharum officinarum L. ) PT. Gunung Madu Plantations ( GMP) Skripsi. Universitas Lampung. 51 hlm.

Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi

Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor. Word Agroforestry Centre Icraf Southeast Asia. hal 59-60.

Hairiah, K., Purnomosidhi, P., Khasanah, N., Nasution, N., Lusiana, B., dan Van Noordwijk, M., 2000. Pemanfaatan Bagas dan Daduk tebu untuk Perbaikan Status Bahan Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung Utara: Pengukuran dan Estimasi Simulasi Wanulcas. Universitas Brawijaya. Malang. 15 hlm.

Hairiah, K., Widianto, S.R. Utami, D. Suprayogo, S.M Sitompul, Sunaryo, B. Lusiana, R. Mulia, M. Van Noordwijk, dan G. Cadisch. 2003. Pemanfaatan Bagas dan Daduk Tebu untuk Perbaikan Status Bahan Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung Utara: Pengukuran dan Estimasi Simulasi WANULCAS. Universitas Brawijaya. Malang. 15 hlm.


(42)

Isroi. 2009. Peranan Bahan Organik Tanah dalam

http://isroi.wordpress.com/2009/01/29/, diakses pada 30 Agustus 2014. Kirana, Aditya. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-mik) dan Produktivitas Tanaman Jagung di Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.

Kurnia, R. 2010. Pemanfaatan Limbah Padat Pabrik Gula dalam www.bahanorganiktanah.co.id., diakses tanggal 20 Juni 2014. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN). 1995. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Sentani: Jayapura.

Manik, K.E.S, Afandi, dan Soekarno. 1998. Karakteristik Tanah Pada Perkebunan Nanas Yang diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. J. Tanah Trop. 7:1-6

Madjid, A. 2007. Bahan Organik Tanah. Universitas Sriwijaya. Palembang. 46 hlm

Negara, L. P. 2007. Pengaruh Sistem Olah Tanah Pada Pertanaman Jagung Terhadap Pemadatan Tanah Inceptisol di Metro Kibang Lampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 40 hlm. Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, Potensi, dan

Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor

PT. GMP. 2009. Pengolahan Tanah. www. Gunungmadu.co.id. Diakses 27 Februari 2013

PT. GMP. 2010. Data Sekunder PT. Gunung Madu Plantation Diakses Melalui http://www.detikfinance.com/read/2006/05/03/174035/ 587594/4/impor-gula-palsu-meningkat-konsumen-diminta-waspada pada tanggal 26 April 2013.

Raya. 2011. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/49072312/Proposal- tebu pada tanggal 26 April 2013.

Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Usaha Tani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sutejo, M.M., A.G. Kartasaputra dan R. D. S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta


(43)

Soepardi, G. 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Faperta-IPB. Bogor. 591 hlm. Sartono. 1995. Pengaruh Sistem Olah tanah dan Mulsa Terhadap Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Pada Ultisol Gunung Madu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 54 hlm. Swedya, 1996. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.

Sanjaya, I. 2000. Aktivitas Enzim Selama Proses Pengomposan Beberapa Jenis Limbah Organik. Skripsi sarjana, Universitas Lampung. Slamet. 2007. Tebu (Saccharum officinarum, L). http ://warintek.progressio.or. id/perkebunan/tebu.htm. Diakses tanggal 20 Oktober 2013. 6 hlm. Saidi, A., dan Adrinal 2009. Perbaikan Sifat Fisik-Kimia Tanah Melalui Pemulsaan Organik dan Penerapan Teknik Olah Tanah Konservasi pada Budidaya Jagung. J. Tanah Trop. 7: 1-6.

Sucipto. 2011. Pengaruh Sistem Olah tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Kandungan biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah. Skripsi. Universitas Lampung. 58 hlm.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.

Umar, I. 2004. Pengolahan Tanah Sebagai Suatu Ilmu: Data, Teori. dan Prinsip- Prinsip. Makalah Pribadi Falsafah Sains. IPB. Bogor.

Utomo, M. 1995. Reorientasi Kebijakan Sistem Olah Tanah. Prosid. Sem. NasV. BDP-OTK. Bandar Lampung. hal 1-7.

Utami, M.P. 2004. Biomassa Karbon Mikroorganisme (C-mik) Tanah Ultisol Taman Bogo pada Berbagai Macam Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Inorganik serta Kombinasinya pada Pertanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.)musim tanam kelima. Skripsi. FP Unila. Bandar Lampung. 67 hlm.

Utomo, M. 2006. Bahan baku pengelolaan lahan kering berkelanjutan. Universitas Lampung Bandar Lampung. 25 hlm.

Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah. Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan Kering. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 107 hlm. Vivanews. 2010. Mendag: Pemerintah Impor Gula Kristal Putih Akhir 2010 www.vivanews.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2013.


(44)

Widayanti, A. 2010. Respirasi tanah gambut yang diberi amelioran pada pertanaman jagung (Zea mays L.). skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.


(1)

3.5.2 Variabel Pendukung

Variabel pendukung yang diamati adalah:

1. C-organik (metode Walkley and Black) (%)

2. pH tanah (H2O)

3. Suhu tanah (oC)


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem pengolahan tanah tidak mempengaruhi respirasi tanah pada

umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga.

2. Aplikasi mulsa bagas tidak mempengaruhi respirasi tanah pada umur 7

bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga.

3. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga terhadap respirasi tanah.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian disarankan untuk melakukan pengamatan lanjutan setelah pengolahan tanah serta penyerapan karbon tanaman tebu.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas

Bioteknologi. Bogor

Agrika, D.P. 2006. Kajian Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan Indeks Kemantapan Agregat pada Beberapa Aplikasi Limbah Padat Pabrik Gula di Lahan Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. Skripsi. Universitas lampung.

Agustina. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Selulose Mikroba Termofilik dari Pengomposan Ampas Tebu (Bagasse). Skripsi. Universitas

Lampung.

Arioen, R. 2009. Kajian Ratio Bagasse dan Blotong Pada Pengomposan Bagasse. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.

Buchari, H. 1999. Penetapan Karbon Microbial (C-mik) pada Dua Tipe

Penggunaan Lahan (alang-alang dan hutan) dengan Metode Fumigasi Ekstraksi sebagai Indikator Degradasi Tanah. Makalah khusus Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 hlm.

Cahyono, B. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Respirasi Tanah pada Lahan Pertanaman Tebu

(Saccharum officinarum L. ) PT. Gunung Madu Plantations ( GMP) Skripsi. Universitas Lampung. 51 hlm.

Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi

Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor. Word Agroforestry Centre Icraf Southeast Asia. hal 59-60.

Hairiah, K., Purnomosidhi, P., Khasanah, N., Nasution, N., Lusiana, B., dan Van

Noordwijk, M., 2000.Pemanfaatan Bagas dan Daduk tebu untuk

Perbaikan Status Bahan Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung Utara: Pengukuran dan Estimasi Simulasi Wanulcas. Universitas Brawijaya. Malang. 15 hlm.

Hairiah, K., Widianto, S.R. Utami, D. Suprayogo, S.M Sitompul, Sunaryo, B. Lusiana, R. Mulia, M. Van Noordwijk, dan G. Cadisch. 2003. Pemanfaatan Bagas dan Daduk Tebu untuk Perbaikan Status Bahan Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung Utara: Pengukuran dan Estimasi Simulasi WANULCAS. Universitas Brawijaya. Malang. 15 hlm.


(4)

http://isroi.wordpress.com/2009/01/29/, diakses pada 30 Agustus 2014. Kirana, Aditya. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-mik) dan Produktivitas Tanaman Jagung di Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.

Kurnia, R. 2010. Pemanfaatan Limbah Padat Pabrik Gula dalam

www.bahanorganiktanah.co.id., diakses tanggal 20 Juni 2014.

Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN). 1995. Budidaya Padi Sawah

Tanpa Olah Tanah. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Sentani: Jayapura.

Manik, K.E.S, Afandi, dan Soekarno. 1998. Karakteristik Tanah Pada Perkebunan Nanas Yang diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. J. Tanah Trop. 7:1-6

Madjid, A. 2007. Bahan Organik Tanah. Universitas Sriwijaya. Palembang. 46 hlm

Negara, L. P. 2007. Pengaruh Sistem Olah Tanah Pada Pertanaman Jagung Terhadap Pemadatan Tanah Inceptisol di Metro Kibang Lampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 40 hlm. Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, Potensi, dan

Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor

PT. GMP. 2009. Pengolahan Tanah. www. Gunungmadu.co.id. Diakses 27 Februari 2013

PT. GMP. 2010. Data Sekunder PT. Gunung Madu Plantation Diakses Melalui http://www.detikfinance.com/read/2006/05/03/174035/ 587594/4/impor-gula-palsu-meningkat-konsumen-diminta-waspada pada tanggal 26 April 2013.

Raya. 2011. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman

tebu. Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/49072312/Proposal- tebu pada tanggal 26 April 2013.

Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Usaha Tani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sutejo, M.M., A.G. Kartasaputra dan R. D. S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta


(5)

Soepardi, G. 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Faperta-IPB. Bogor. 591 hlm. Sartono. 1995. Pengaruh Sistem Olah tanah dan Mulsa Terhadap Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Pada Ultisol Gunung Madu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 54 hlm. Swedya, 1996. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.

Sanjaya, I. 2000. Aktivitas Enzim Selama Proses Pengomposan Beberapa Jenis Limbah Organik. Skripsi sarjana, Universitas Lampung. Slamet. 2007. Tebu (Saccharum officinarum, L). http ://warintek.progressio.or. id/perkebunan/tebu.htm. Diakses tanggal 20 Oktober 2013. 6 hlm. Saidi, A., dan Adrinal 2009. Perbaikan Sifat Fisik-Kimia Tanah Melalui Pemulsaan Organik dan Penerapan Teknik Olah Tanah Konservasi pada Budidaya Jagung. J. Tanah Trop. 7: 1-6.

Sucipto. 2011. Pengaruh Sistem Olah tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Kandungan biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah. Skripsi. Universitas Lampung. 58 hlm.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan

Sawah danTegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.

Umar, I. 2004. Pengolahan Tanah Sebagai Suatu Ilmu: Data, Teori. dan Prinsip- Prinsip. Makalah Pribadi Falsafah Sains. IPB. Bogor.

Utomo, M. 1995. Reorientasi Kebijakan Sistem Olah Tanah. Prosid.

Sem. NasV. BDP-OTK. Bandar Lampung. hal 1-7.

Utami, M.P. 2004. Biomassa Karbon Mikroorganisme (C-mik) Tanah Ultisol Taman Bogo pada Berbagai Macam Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Inorganik serta Kombinasinya pada Pertanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.)musim tanam kelima. Skripsi. FP Unila. Bandar Lampung. 67 hlm.

Utomo, M. 2006. Bahan baku pengelolaan lahan kering berkelanjutan. Universitas Lampung Bandar Lampung. 25 hlm.

Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah. Teknologi Pengelolaan Pertanian

Lahan Kering. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 107 hlm.

Vivanews. 2010. Mendag: Pemerintah Impor Gula Kristal Putih Akhir 2010


(6)

pertanaman jagung (Zea mays L.). skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.


Dokumen yang terkait

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP INFILTRASI TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PT GUNUNG MADU PLATATIONS (GMP) LAMPUNG TENGAH

3 44 32

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TAHUN KE 2

0 18 54

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) RATOON KE-2

2 9 58

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

0 6 50

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP ASAM HUMAT DAN FULVAT PERTANAMAN TEBU (Saccharumofficinarum L.) RATOON KETIGA DI PT GUNUNG MADU PLANTATIONS

1 10 52

Teknik Mulsa Vertikal Pada Budidaya Tebu (Saccharum Officinarum.L) Ratoon Satu

0 0 16

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

0 0 5

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) RATOON KE-2

0 0 5

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum Officanarum L) TAHUN KE-5 PLANT CANE DI PT GUNUNG MADU PLANTATIONS

0 0 6

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP INFILTRASI PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) RATOON KEDUA

0 0 7