Sanksi terhadap Pejabat ASN Berpolitik P

Sanksi terhadap Pejabat ASN Berpolitik Praktis
Oleh : Bagus Gede M.W.A*
Bulan November telah memasuki penghujung usia, bergantinya bulan juga akan diikuti
oleh pergantian fase pemilihan calon kepala daerah di provinsi atau kabupaten/kota di Indonesia.
Bagi beberapa daerah awal bulan Desember, lebih tepatnya tanggal 05 Desember 2015
menandakan berakhirnya hingar bingar masa kampanye pemilihan. Waktu yang tersisa harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tim sukses pasangan calon agar masyarakat
mempercayakan hak pilihnya kepada pasangan yang mereka dukung. Sayangnya Meski sudah
ada aturan main untuk pelaksanaan kampanye masih saja ada pasangan atau tim pemenangannya
yang menggunakan cara-cara yang tidak diperbolehkan menurut aturan hukum yang ada.
Salah satu contoh pengumpulan suara masyarakat yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan adalah dengan memanfaatkan kedekatan atau relasi dengan pejabat ASN
untuk menggerakkan staf di lembaga atau institusi pejabat tersebut guna memilih pasangan calon
kepala daerah tertentu. Praktik pengerahan staf pada suatu dinas atau lembaga Negara biasanya
terjadi pada dinas yang berada di bawah naungan pemerintah daerah dimana sebagian besar
pegawainya berdomisili di daerah tersebut. Pengerahan staff ini biasanya disertai dengan imingiming promosi karir apabila memilih pasangan bersangkutan dan menang, di sisi lain juga berupa
ancaman penggeseran jabatan atau tidak diikutsertakan dalam proyek tertentu apabila tidak
memilih pasangan calon yang bersangkutan, singkatnya pejabat tersebut menyalahgunakan
jabatan yang ada padanya demi kepentingan salah satu pasangan calon.
Keberpihakan Pejabat ASN sebagai Bentuk Pelanggaran
Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau kini disebut Aparatur Sipil Negara (ASN)

sesuai amanat undang-undang ASN Nomor 5 tahun 2014 seharusnya menjadi pihak yang netral
dalam hingar bingar pemilihan. Netralitas ASN dimaksud agar ASN atau instansi tempatnya
mengabdi di kemudian hari tidak mendapat intervensi dari golongan tertentu maupun partai
politik serta sebagai bentuk komitmen untuk menjaga kebebasan dalam pemilihan yang
merupakan salah satu asas pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Aturan netralitas ASN dalam pemilihan kepala daerah/ pemilu dapat dilihat pada
Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, peraturan ini berlaku
menyeluruh terhadap semua ASN tak hanya sebatas Pejabat saja. Pasal 4 angka 15 PP 53 Tahun
2010 menyatakan seorang Pegawai Negeri Sipil dilarang untuk memberikan dukungan kepada
pasangan calon kepala daerah dengan cara: a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait
dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d.
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang
menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.

Terkait dengan aturan larangan pemberian dukungan oleh ASN terhadap pasangan calon
kepala daerah tersebut diatas apabila dilanggar akan membawa konsekuensi administratif dalam

bentuk hukuman disiplin terhadap ASN pelanggar, ASN yang melanggar poin a dan poin d akan
dikenai hukuman disiplin sedang dengan jenis hukuman antara lain penundaan kenaikan gaji
berkala selama 1 (satu) tahun; penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Untuk pelanggar poin b dan c
dijatuhkan hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun;b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan
dari jabatan; pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai ASN; dan
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai ASN.
Selain sanksi administratif yang diatur dalam PP Nomor 53 tahun 2010, pejabat ASN
yang juga dapat dijerat pidana apabila disaat kampanye melakukan pelanggaran dalam hal
seorang pejabat ASN membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu calon sebagaimana rumusan pasal 71 ayat (1) UU Pemilihan Gubernur,
Bupati, Dan Walikota. Terhadap pelanggaran pasal ini dapat dikenakan pidana minimal 1 (Satu)
bulan dan maksimal 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus
ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pelaporan terhadap Temuan Pelanggaran ASN
Pelanggaran disiplin ASN dapat dilaporkan kepada atasan langsung atau pejabat yang
berwenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada ASN pelanggar sebagaimana diatur dalam PP
No.53 tahun 2010, untuk pelanggaran pidana, pelaporan adanya pelanggaran pidana ditujukan
kepada Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten /Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas

TPS sesuai setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang kemudian diteruskan kepada
penyidik Polri dan selanjutkan Kejaksaan selaku Penuntut Umum apabila pelanggaran tersebut
memanglah suatu tindak pidana. Terhadap Pelaporan baik pelanggaran disiplin maupun pidana
haruslah disertai adanya minimal 2 (dua) alat bukti untuk menguatkan dalil laporan. Kemajuan
teknologi komunikasi yang ditandai dengan hampir semua telepon genggang (HP) telah
dilengkapi kamera dan perekam video yang dapat menjadi salah satu alat bukti disamping
keterangan saksi yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri tindak pidana. Selain itu patut
diperhatikan pula singkatnya jangka waktu penanganan pidana pemilu agar laporan tidak
dinyatakan telah melewati waktu penanganan.
Penutup
Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan memang telah mengatur apa saja
larangan dan konsekuensinya namun kepedulian masyarakat terhadap penegakan hukum dan
keberanian menyuarakan kebenaran tetaplah memegang peranan penting agar pemimpin yang
terpilih nantinya memang murni pilihan rakyat, bukan settingan kaum pejabat.

*Penulis adalah Calon Jaksa pada Kejari Sintang