Respon produktivitas dan kualitas susu pada suplementasi sabun mineral dan mineral organik serta kacang kedelai sangrai dalam ransum ternak ruminansia
17
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam pengembangan peternakan khususnya sapi perah
di Indonesia adalah ketersediaan pakan baik itu kualitas maupun kuantitasnya.
Kondisi tersebut juga disebabkan oleh semakin menurunnya daya dukung
lingkungan terhadap penyediaan pakan. Konversi lahan hutan dan lahan pertanian
untuk kebutuhan nirpertanian berdampak pada vegetasi dan resapan air.
Dampaknya adalah mineral esensial yang bervalensi rendah dan berbobot atom
kecil hanyut dan mineral toksik polivalen dan berbobot atom besar tinggal dalam
tanah. Situasi ini menyebabkan terjadinya distorsi status mineral pada tanah,
tanaman, dan kemungkinan ternak.
Suplementasi mineral esensial merupakan upaya alternatif untuk
mengatasi distorsi status mineral khususnya defisiensi mineral.
Pemakaian
mineral organik menjadi pilihan karena lebih mudah diserap oleh tubuh dan resiko
antagonis mineral lebih kecil. Defisiensi status mineral Zn dilaporkan oleh Little
(1986) bahwa kandungan Zn pakan ternak ruminansia berkisar antara 20 dan 38
mg kg-1bahan kering.
Jika defisiensi terus terjadi, dapat menyebabkan
parakeratosis pada jaringan usus dan kelenjar ambing sehingga menurunkan
produktivitas ternak.
Tembaga dibutuhkan sebagai komponen seruloplasmin,
dismutase superoksida, oksida lisil, dan oksidase sitokrom (NRC 2001). Sutrisno
(1983) melaporkan bahwa pada ruminansia status Cu adalah mulai dari marjinal
sampai defisien. Sementara pada kebanyakan ternak, Cu sangat sulit diserap,
pada ternak ruminansia hanya 1 sampai 3% (McDowell 1992). Selen merupakan
bagian integral dari enzim glutation peroksidase.
Selen kurang dapat diabsorbsi
oleh ternak ruminansia terutama dalam bentuk selenit.
Penggunaan bentuk
organik lebih efektif dibandingkan dengan anorganik. Kromium adalah mineral
esensial yang berhubungan dengan kerja insulin. Kromium yang esensial adalah
Cr3+, namun sulit diserap, sedangkan Cr6+ mudah larut tetapi bersifat toksik. Oleh
karena itu, satu-satunya bentuk pasokan kromium ke dalam tubuh ternak adalah
dalam bentuk ikatan ligand organik (Sutardi 2002).
Produktivitas dan kualitas hasil ternak sangat ditentukan oleh kualitas
pakan. Bahan pakan ternak ruminansia yang mengandung protein dan lemak
18
tinggi, seringkali menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia karena protein
tersebut didegradasi dalam rumen, sementara lemaknya tidak tersedia bagi mikrob
rumen karena terikat oleh struktur organik lainnya. Proses pemanasan (sangrai)
akan meningkatkan efisiensi pakan kualitas tinggi sehingga protein akan
diproteksi dari degradasi rumen dan lemak menjadi tersedia bagi mikrob rumen.
Oleh karena itu kedelai sangrai dapat meningkatkan mutu ransum ternak
ruminansia.
Kacang kedelai juga merupakan sumber asam linoleat yang
merupakan asam lemak esensial.
Suplementasi lemak dalam ransum ternak ruminansia sering digunakan
untuk meningkatkan produktivitas ternak. Penggunaan minyak dalam ransum
ternak ruminansia dapat mengganggu pertumbuhan mikrob rumen, karena asam
lemak tak jenuh toksik bagi mikrob rumen bahkan asam linoleat adalah racun bagi
protozoa.
Oleh karena itu, suplementasi minyak dalam bentuk lemak yang
diproteksi bertujuan supaya lemak tidak mengganggu fermentasi dalam rumen
dan menyediakan asam lemak bagi induk semangnya.
Penggunaan minyak
jagung dan minyak ikan dalam ransum ternak ruminansia selain memasok asam
lemak esensial juga diharapkan menjadi prekursor bagi sintesis asam lemak yang
bermanfaat bagi kesehatan.
Sebagian masyarakat masih mempunyai persepsi yang kurang baik
terhadap produk peternakan karena dianggap sebagai pemicu terjadinya penyakit
jantung dan aterosklerosis. Pada kenyataannya conjugated linoleic acid (CLA)
pada produk ternak ruminansia, termasuk susu, sangat bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Peranan CLA di antaranya adalah mengurangi aterosklerosis,
antidiabetes, meningkatkan mineralisasi tulang, modulasi sistem kekebalan tubuh,
mengurangi kejadian kanker payudara, lambung, kolon dan kulit (Lee et al. 1994;
Bellury 1995; Nicolosi et al. 1997; Banni dan Martin 1998; Houseknecht et al.
1998).
Kualitas susu dapat ditingkatkan melalui suplementasi asam lemak yang
bermanfaat bagi kesehatan seperti CLA dan omega-3 (DHA = docosahexaenoic
acid dan EPA= eicosapentaenoic acid). Minyak jagung sumber asam linoleat
merupakan prekursor pembentukan CLA. Minyak ikan mengandung 27.1% EPA
dan 34.7% DHA (Lubis 1993). Asam lemak omega-3 diduga berperan dalam
19
produksi leukotrien (LT4) yang merupakan komponen sel darah putih dan
mediator dalam sistem kekebalan tubuh (Sinclair 1993). Asam lemak omega-3
khususnya EPA dan DHA adalah komponen penting otak dan organ vital lain
sehingga penting bagi kecerdasan. Minyak ikan ini juga dapat memperkaya CLA
susu (Chilliard et al. 1999; Chouinard et al. 2001).
Tujuan Penelitian
1. Meningkatkan produktivitas ternak melalui suplementasi kacang kedelai
sangrai, mineral organik, dan sabun mineral.
2. Mengevaluasi penggunaan suplemen pakan (feed suplement) sabun mineral
dari minyak jagung dan minyak ikan, kacang kedelai sangrai dan mineral
proteinat dalam upaya meningkatkan kadar CLA dan memasok omega-3 di
dalam susu.
3. Memproteksi asam-asam lemak esensial dari degradasi mikrob rumen melalui
pembuatan sabun mineral.
Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan teknologi pembuatan mineral organik atau proteinat mineral
untuk mengatasi defisiensi mineral.
2. Memperoleh teknologi pembuatan sabun
mineral sebagai feed suplement
dalam memperkaya susu dengan asam-asam lemak yang bermanfaat bagi
kesehatan.
3. Meningkatkan nilai gizi susu.
Hipotesis
Suplementasi kedelai sangrai, mineral organik Zn, Cu, Cr, dan Se organik,
dan sabun mineral dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi susu pada
ternak ruminansia. Di samping itu, dapat meningkatkan kualitas susu. Sabun
mineral juga dapat memproteksi asam lemak esensial dari degradasi mikrob
rumen.
20
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pencernaan dan Penyerapan Nutrien pada Ternak Ruminansia
Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut,
fermentatif oleh mikrob di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di
abomasum dan duodenum hewan induk semang. Sistem fermentasi dalam perut
ruminansia terjadi pada sepertiga
dari alat pencernaannya.
Hal tersebut
memberikan beberapa keuntungan yaitu produk fermentasi dapat disajikan ke usus
dalam bentuk yang lebih mudah diserap, makan cepat, menampung makanan
dalam jumlah banyak, mencerna serat kasar, dan menggunakan nitrogen
nonprotein. Di samping keuntungan tersebut, terdapat kerugian karena banyak
energi yang terbuang sebagai CH4 (6 sampai 8%) dan sebagai panas fermentasi (4
sampai 6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3, dan
mudah menderita ketosis (Sutardi 1977).
Perut ruminansia terdiri atas empat bagian yaitu retikulum, rumen,
omasum, dan abomasum. Retikulum mempunyai tiga katub penghubung, pertama
menuju rumen, kedua menghubungkan dengan oesofagus, dan retikuloomasal.
Fungsi utama retikulum adalah mengontrol perintah aliran pakan dan membentuk
jalan pakan kembali ke oesofagus selama proses ruminasi. Rumen merupakan
bagian terbesar
perut ruminansia yang merupakan tempat terjadinya proses
fermentasi. Omasum berperan dalam penyerapan air dan beberapa asam lemak.
Omasum memiliki penghubung bagian depan dengan retikulum dan bagian
belakang dengan abomasum.
Digesta dipompa dari omasum langsung ke
abomasum. Abomasum merupakan perut sederhana seperti pada nonruminansia.
Bagian depan abomasum berhubungan dengan omasum dan usus halus bagian
belakang.
Abomasum memproduksi asam dan merupakan bagian saluran
pencernaan tempat awal proteolisis. Hasil pencernaan tersebut akhirnya masuk ke
dalam sistem peredaran darah (Collier 1985).
Pencernaan dan penyerapan karbohidrat
Karbohidrat
merupakan
sumber
energi
mikroorganisme rumen dan induk semangnya.
utama
dalam
kehidupan
Jaringan tanaman merupakan
21
bahan makanan utama ruminan yang rata-rata mengandung 75% karbohidrat.
Karbohidrat
terutama
dalam
bentuk
karbohidrat
kompleks
(selulosa,
hemiselulosa), di samping yang mudah larut (pati, gula dan yang sejenis)
(Parakkasi 1999).
Karbohidrat didefinisikan sebagai polihidroksi aldehida dan keton serta
turunannya. Karbohidrat diklasifikasikan dalam tiga kelompok utama yaitu
monosakarida (gula sederhana), oligosakarida (yang paling banyak terdapat di
alam adalah disakarida), dan polisakarida (bentuk karbohidrat yang paling
kompleks) (Pike dan Brown 1984).
Monosakarida, sesuai dengan namanya adalah bentuk karbohidrat yang
paling sederhana. Monosakarida diklasifikasikan dalam bentuk aldehid dan keton,
dan dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon. Monosakarida dalam
bentuk aldehid, berdasarkan jumlah atam karbon adalah triosa (gliseradehid);
tetrosa (eritrosa, triosa); pentosa (xilosa, ribosa, arabinosa); heksosa (glukosa,
galaktosa dan mannosa); dan heptosa. Glukosa dan fruktosa terdapat dalam
bentuk bebas pada buah-buahan dan madu. Pentosa dan heksosa mempunyai
peranan yang sangat penting dalam metabolisme sel.
Pentosa siap disintesis
dalam sel. Ribosa adalah pentosa yang sangat penting dalam sistem biologi dan
dikonversi menjadi deoksiribosa dan ribitol.
Ribosa dan deoksiribosa adalah
komponen asam nukleat (RNA dan DNA).
Ribosa juga adalah komponen
nukleotida (ATP, ADP, dan AMP) (Pike dan Brown 1984).
Oligosakarida yang meliputi disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) dan
trisakarida. Secara umum oligosakarida adalah gula-gula yang mengandung 2
sampai 10 unit monosakarida.
Setiap gula diikat oleh hidroksil dengan
melepaskan satu molekul air. Sukrosa dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa.
Laktosa ditemukan dalam susu dan dibentuk dari glukosa dan galaktosa. Maltosa
mengandung dua molekul glukosa dan dibentuk dari hidrolisis pati (Pike dan
Brown 1984).
Polisakarida adalah polimer kompleks monosakarida.
Bentuk umum
polisakarida yang dapat dicerna dalam tanaman adalah pati (polimer glukosa).
Selulosa adalah komponen dinding sel tanaman. Hemiselulosa juga terdapat pada
22
dinding sel tanaman, bersama dengan lignin memberikan kekuatan pada dinding
sel.
Selulosa, hemiselulosa, pektin, gum juga disebut sebagai serat.
Serat
merupakan komponen tanaman yang tahan enzim pencernaan manusia (Pike dan
Brown 1984). Selulosa dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh mikrob
rumen (Frandson 1996).
Karbohidrat yang memasuki rumen seperti selulosa, hemiselulosa, pati,
dan karbohidrat yang larut air seperti fruktosa akan dipecah menjadi gula
sederhana (Gambar1). Selulosa pertama dirombak menjadi selobiosa oleh enzim
-1,4 glukosidase, selanjutnya dikonversi menjadi glukosa.
dikonversi menjadi pentosa juga oleh enzim
menjadi fruktosa-6-fosfat.
Hemiselulosa
-1,4-glukosidase, selanjutnya
Pati dikonversi menjadi maltosa dan selanjutnya
menjadi glukosa atau glukosa-1-fosfat.
Hasil pencernaan tersebut memasuki
siklus glikolisis Embden-Meyerhoff dan menghasilkan piruvat sebagai produk
akhirnya. Piruvat oleh bakteri rumen difermentasi menghasilkan asetat, butirat
dan propionat (Collier 1985).
Biasanya proporsi asam asetat, propionat, dan butirat secara berturut-turut
adalah 60 sampai 70%, 15 sampai 20%, dan 10 sampai 5%. Di samping asam
lemak tersebut juga terdapat asam lemak berantai cabang yaitu isobutirat dan
isovalerat. Kadar asam lemak ini biasanya rendah tetapi pada pemberian protein
tinggi, kadarnya akan naik (Sutardi 1977). Konsentrasi propionat terbesar dalam
rumen ditemukan ketika pakan mengandung gula yang mudah larut atau pati
tinggi.
Biasanya asam laktat juga akan ditemukan dalam rumen jika ternak
mengkonsumsi gula yang mudah larut atau pati tinggi. Asam laktat tidak stabil
dalam rumen. Hampir semua produksi VFA diserap dalam rumen, retikulum, dan
omasum dan sangat sedikit sampai ke abomasum.
Reaksi awal dalam
metabolisme asetat adalah konversi menjadi asetil-CoA dalam sitoplasma melalui
asetil-CoA sintetase (enzim yang tersebar dalam jaringan ternak). Hampir 80%
asetat yang sampai di hati mengalami proses oksidasi dan masuk ke dalam
sirkulasi perifer. Sekali diserap dari darah, kebanyakan asetat dioksidasi melalui
siklus TCA (tricarboxylic acid)
atau digunakan untuk sintesis asam lemak.
Selama penyerapan melalui epitelium rumen, 2 sampai 5% propionat dikonversi
menjadi asam laktat, yang selanjutnya masuk ke dalam darah portal sebagai
23
propionat. Kebanyakan propionat yang sampai di hati selanjutnya dioksidasi atau
dikonversi menjadi glukosa. Asam butirat kebanyakan dikonversi menjadi keton
selama penyerapan di epitelium rumen, sehingga kadar butirat sangat rendah
dalam darah portal.
Pencernaan dan penyerapan protein
Protein adalah bahan organik esensial untuk semua sel dan menyusun
hampir 18% berat tubuh ternak. Protein adalah polimer kompleks dengan berat
molekul antara 5000 sampai 1 juta. Berat molekul yang besar terjadi karena
terdiri atas asam-asam amino yang mengalami polimerisasi menjadi suatu rantai
polipeptida.
Penggabungan asam-asam amino tersebut terbentuk dari ikatan
antara gugus amino (NH2) dari suatu asam amino dengan gugus karboksil dari
asam amino yang lain dengan membebaskan satu molekul air (H2O) (Frandson
1996).
Ternak ruminansia mempunyai kemampuan unik untuk bertahan dan
berproduksi tanpa sumber protein pakan karena adanya sintesis protein mikrob
dalam rumen. Mikrob rumen dimanfaatkan oleh ternak bersama protein pakan
yang bebas dari degradasi dalam rumen, memasok protein ke usus halus untuk
dicerna dan diserap (Zinn dan Owens 1988).
Mikrob
rumen menggunakan sumber N untuk sintesis protein yang
berasal dari protein pakan dan N nonprotein (NPN).
Sapi dapat tumbuh,
bereproduksi, dan laktasi walau pakan hanya mengandung NPN sebagai sumber
N. Secara umum mikrob rumen mengandung antara 20 dan 60% protein kasar
dari bahan keringnya. Protein kasar bakteri rumen cenderung bervariasi dengan
rataan 50% (±5%), di lain pihak protein kasar protozoa lebih bervariasi lagi
dengan rataan 40% dengan kisaran 20 sampai 60% (Zinn dan Owen 1988).
Di dalam rumen, protein mengalami hidrolisis menjadi oligopeptida oleh
enzim proteolisis yang dihasilkan mikrob. Sebagian mikrob dapat memanfaatkan
oligopeptida untuk membuat protein tubuhnya.
Sebagian lagi oligopeptida
tersebut dihidrolisis lebih lanjut menjadi asam amino (AA). Kebanyakan mikrob
rumen tidak dapat memanfaatkan AA secara langsung. Diduga mikrob rumen
terutama bakteri tidak punya sistem transpor untuk mengangkut AA dalam
24
tubuhnya. Lebih kurang mikrob rumen dapat menggunakan N amonia, karena itu
mikrob lebih suka merombak AA tersebut menjadi amonia (Sutardi 1997).
Kebanyakan bakteri rumen dapat menggunakan N-NH3 sebagai sumber N
walaupun beberapa spesies membutuhkan tambahan senyawa N (protein atau
karbon dari asam amino tertentu) untuk pertumbuhan paling cepat atau efisien.
Bakteri aktif menyerap N-NH3 sementara protozoa tidak. Penyerapan amonia
meningkat jika konsentrasi amonia rumen meningkat. Keracunan amonia sering
terjadi jika konsentrasi amonia melebihi 100 mg dl-1 (Zinn dan Owen 1988).
Amonia merupakan sumber N utama untuk sintesis de novo asam amino
mikrob rumen. Konsentrasi N-NH3 5 mg% atau 3.57 mM dalam rumen sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan N mikrob (Sutardi 1977). Sementara Agustin
et al. 1992; dan Erwanto et al. 1993 menyatakan bahwa kadar NH3 optimal untuk
pertumbuhan mikrob rumen yang relevan dengan produksi ternak adalah 8 mM.
Dengan demikian batasan 5 mg% (± 4 mM) adalah batas minimal dan 200 mg l-1
(± 14 mM) merupakan batas maksimal (Sutardi 1997). Sintesis MCP (microbial
crude protein) sekitar 20 g 100g-1 total bahan organik, yang dicerna dalam rumen
sekitar 9.6 sampai 33.2 g 100g-1 atau 14.5 g 100g-1 bahan organik, yang benarbenar difermentasi dalam rumen 7.6 sampai 20.3 g 100g-1 bahan organik (Zinn
dan Owen 1988).
Meskipun dapat menggunakan NPN sebagai sumber N untuk sintesis asam
amino mikrob, ternak ruminansia tetap membutuhkan asam amino karena pada
dasarnya ternak tidak dapat mensintesis asam amino. Alasan yang mendasar
bahwa ternak tidak dapat mensintesis asam amino adalah kurangnya asam α-keto
untuk transaminase. Asam-asam amino esensial bagi ternak ruminansia adalah
metionina (Met), leusina (Leu), isoleusina (Ile), valina (Val), lisina (Lys) dan
treonina (Thr). Esensialnya asam-asam amino tersebut didasarkan pada transfer
Met dan asam amino bercabang (Leu, Ile, Val) ke dalam protein mikrob rumen
cukup besar mencapai sepertiga bagian.
Asam amino lisina mengalami
perombakan di rumen, sedangkan asam α-ketotreonina tidak ditemukan dalam
rumen maupun sampel digesta (Sutardi 1977). Di samping enam asam amino
tersebut, ternak ruminansia juga membutuhkan asam amino aromatik yaitu
25
fenilalanina (Phe) dan triptofan (Trp), dan sejumlah asam amino yang bersifat
semiesensial atau koesensial (Merchen dan Titgemeyer 1992).
Peptida atau asam amino bercabang sebagai sumber asam lemak rantai
bercabang (branched chain fatty acid=BCFA) penting bagi pertumbuhan bakteri
selulolitik. Pencernaan serat bergantung pada pasokan BCFA dari pakan atau
mikrob lain dalam rumen.
Defisiensi BCFA, amonia dan nutrien lain dapat
menyebabkan energi (ATP) tidak seimbang. Proses fermentasi berlanjut tapi ATP
yang diproduksi tidak digunakan mikrob untuk pertumbuhan. Sebagian bakteri
dapat tumbuh tanpa sumber karbohidrat untuk energi. Strain bakteri tertentu
membutuhkan struktur karbon dari asam amino esensial dan asam amino tersebut
dapat diinkorporasikan ke dalam protein mikrob. Bakteri tertentu lebih menyukai
peptida sebagai sumber N. Kemampuan untuk menggunakan asam amino atau
peptida dapat mengurangi kebutuhan energi (Zinn dan Owen 1988).
Sebagian besar pencernaan dan penyerapan protein pascarumen, prosesnya
sama dengan ternak nonruminansia.
Ruminansia memiliki pH lambung dan
duodenum yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan pencernaan protein.
Semua protein larut oleh pepsin dan HCl dalam lambung, kemudian dicerna
dalam usus halus.
Pencernaan dan penyerapan lemak
Lemak adalah semua bahan yang dapat diekstrak dengan pelarut lemak
seperti ether, kloroform, benzene, karbon tetrakloroid, dan aseton.
Sebagian
lemak merupakan sumber energi bagi sel, sebagian lain adalah komponen
struktural bagi komponen sel dan membran, serta sebagai prekursor hormon.
Lemak dapat diklasifikasikan sebagai lemak sederhana, lemak kompleks dan
turunan lemak. Lemak sederhana meliputi asam lemak, lemak netral (mono, di
dan triasil gliserol), dan wax (ester dari asam lemak dengan alkohol tinggi; yang
terdiri atas sterol ester seperti ester kolesterol dengan asam lemak dan ester
nonsterol seperti ester vitmin A). Lemak kompleks terdiri atas asam fosfolipid
(lesitin dan sefalin), plasmalogen, spingomielin; glikolipid (mengandung
karbohidrat); lipoprotein (lemak dengan kombinasi dengan protein). Turunan
lemak, alkohol-alkohol seperti sterol dan hidrokarbon (Pike dan Brown, 1984).
26
Rumen memodifikasi lemak dalam beberapa cara. Asam lemak ditemukan
dalam bentuk yang sudah diesterifikasi dalam pakan konvensional, dan mikrob
rumen menghidrolisis triasil gliserol ke dalam bentuk asam lemak bebas dan
gliserol atau komponen lain, bergantung pada bentuk lemak pakan. Setelah
proses lipolisis terjadi proses biohidrogenasi.
Karena proses biohidrogenasi
bergantung pada kehadiran karboksil bebas, lipolisis adalah obligator pertama
dalam modifikasi lemak yang diesterifikasi dalam pakan. Tidak semua bakteri
mampu melakukan lipolisis,
dan protozoa tidak memiliki aktivitas lipolitik.
Fraksi pakan yang mengalami lipolisis dan biohidrogenasi lebih rendah pada
pakan biji-bijian, dengan demikian
lebih banyak yang lewat ke lambung.
Meskipun terjadi dengan cepat, lipolisis tetap dibatasi untuk mencegah kelebihan
asam-asam lemak polyunsaturated bebas yang mengganggu pencernaan serat dan
menghambat proses biohidrogenasi. Proses hidrolisis bergantung pada bentuk
alami lemak pakan. Minyak tumbuhan seperti linseed oil dihidrolisis lebih
sempurna (lebih 90%), sementara minyak ikan kurang dari 50% (Byers dan
Schelling 1988).
Proses biohidrogenasi terjadi dalam rumen dan dilakukan oleh mikrob.
Proses ini menghasilkan penambahan H+ pada asam-asam lemak ikatan rangkap.
Biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh terjadi melalui mekanisme penting, yaitu
pemindahan atom H+ oleh mikrob. Jika proses tersebut sempurna maka semua
ikatan rangkap dikonversi menjadi ikatan satu dan asam lemak menjadi jenuh
(saturated).
Hampir semua asam lemak tidak jenuh tanaman terdapat dalam
bentuk konfigurasi cis sehingga depot lemak pada ternak nonruminansia
semuanya dalam bentuk cis. Mikrob rumen menghasilkan isomer-isomer trans,
perubahan panjang rantai, perubahan posisi ikatan rangkap, dan asam lemak rantai
bercabang. Semua proses ini menghasilkan depot
lemak yang unik
pada
ruminansia yang berbeda dari lemak pakan (Byers dan Schelling 1988).
Penelitian dengan kultur murni menunjukkan bahwa individu spesies
bakteri
biasanya tidak menjenuhkan banyak ikatan rangkap tetapi akan
menghidrogenasi satu ikatan rangkap seperti: C18:3 menjadi C18:2; C18:2 menjadi
C18:1 atau C18:1 menjadi C18:0. Penelitian dengan kultur campuran biasanya
menghasilkan penjenuhan yang sempurna (Byers dan Schelling 1988). Asam
27
lemak tidak jenuh C18 dihidrolisis melalui proses lipolisis kemudian dihidrogenasi
oleh bakteri yang berbeda. Produk akhir dari asam lemak ikatan rangkap ganda
C18 adalah asam stearat.
Meskipun banyak posisi dan isomer-isomer dari
monoenoik dan dieonoik, asam lemak berakumulasi dalam rumen khususnya jika
rumen kelebihan lemak. Di antara itu jumlah trans-vaccenic acid (C18:1 n=7)
sangat penting. Hidrogenasi PUFA C20-22 masih kontroversial. Menurut Ashes et
al. (1992) dan Palmquist dan Kinsey (1994) tidak terjadi biohidrogenasi pada
rumen yang ditambahkan minyak ikan dengan konsentrasi 5 mg ml-1 in vitro,
namun Van Nevel dan Demeyer et al. (1995) melaporkan proses hidrogenasi in
vitro maupun in vivo dan Gulati et al. (1999)
menunjukkan
adanya
biohidrogenasi saat level minyak ikan < 2 mg ml-1 cairan rumen. Penambahan
lemak menurunkan konsentrasi protozoa. Penurunan ini bergantung pada sumber
lemak. Linseed oil sangat kuat menurunkan protozoa (Ikwuegbu dan Sutton
1982). Lemak lain yang kaya PUFA seperti minyak kedelai mengurangi protozoa
lebih sedikit (Doreau et al. 1997). Asam linolenat memiliki daya toksisitas tinggi
(Doreau et al. 1997).
Lemak yang masuk ke dalam usus halus kebanyakan dalam bentuk asam
lemak bebas, asam lemak jenuh dan ikatan tidak berion sebagai kompleks yang
tidak larut. Asam lemak rantai pendek (
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam pengembangan peternakan khususnya sapi perah
di Indonesia adalah ketersediaan pakan baik itu kualitas maupun kuantitasnya.
Kondisi tersebut juga disebabkan oleh semakin menurunnya daya dukung
lingkungan terhadap penyediaan pakan. Konversi lahan hutan dan lahan pertanian
untuk kebutuhan nirpertanian berdampak pada vegetasi dan resapan air.
Dampaknya adalah mineral esensial yang bervalensi rendah dan berbobot atom
kecil hanyut dan mineral toksik polivalen dan berbobot atom besar tinggal dalam
tanah. Situasi ini menyebabkan terjadinya distorsi status mineral pada tanah,
tanaman, dan kemungkinan ternak.
Suplementasi mineral esensial merupakan upaya alternatif untuk
mengatasi distorsi status mineral khususnya defisiensi mineral.
Pemakaian
mineral organik menjadi pilihan karena lebih mudah diserap oleh tubuh dan resiko
antagonis mineral lebih kecil. Defisiensi status mineral Zn dilaporkan oleh Little
(1986) bahwa kandungan Zn pakan ternak ruminansia berkisar antara 20 dan 38
mg kg-1bahan kering.
Jika defisiensi terus terjadi, dapat menyebabkan
parakeratosis pada jaringan usus dan kelenjar ambing sehingga menurunkan
produktivitas ternak.
Tembaga dibutuhkan sebagai komponen seruloplasmin,
dismutase superoksida, oksida lisil, dan oksidase sitokrom (NRC 2001). Sutrisno
(1983) melaporkan bahwa pada ruminansia status Cu adalah mulai dari marjinal
sampai defisien. Sementara pada kebanyakan ternak, Cu sangat sulit diserap,
pada ternak ruminansia hanya 1 sampai 3% (McDowell 1992). Selen merupakan
bagian integral dari enzim glutation peroksidase.
Selen kurang dapat diabsorbsi
oleh ternak ruminansia terutama dalam bentuk selenit.
Penggunaan bentuk
organik lebih efektif dibandingkan dengan anorganik. Kromium adalah mineral
esensial yang berhubungan dengan kerja insulin. Kromium yang esensial adalah
Cr3+, namun sulit diserap, sedangkan Cr6+ mudah larut tetapi bersifat toksik. Oleh
karena itu, satu-satunya bentuk pasokan kromium ke dalam tubuh ternak adalah
dalam bentuk ikatan ligand organik (Sutardi 2002).
Produktivitas dan kualitas hasil ternak sangat ditentukan oleh kualitas
pakan. Bahan pakan ternak ruminansia yang mengandung protein dan lemak
18
tinggi, seringkali menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia karena protein
tersebut didegradasi dalam rumen, sementara lemaknya tidak tersedia bagi mikrob
rumen karena terikat oleh struktur organik lainnya. Proses pemanasan (sangrai)
akan meningkatkan efisiensi pakan kualitas tinggi sehingga protein akan
diproteksi dari degradasi rumen dan lemak menjadi tersedia bagi mikrob rumen.
Oleh karena itu kedelai sangrai dapat meningkatkan mutu ransum ternak
ruminansia.
Kacang kedelai juga merupakan sumber asam linoleat yang
merupakan asam lemak esensial.
Suplementasi lemak dalam ransum ternak ruminansia sering digunakan
untuk meningkatkan produktivitas ternak. Penggunaan minyak dalam ransum
ternak ruminansia dapat mengganggu pertumbuhan mikrob rumen, karena asam
lemak tak jenuh toksik bagi mikrob rumen bahkan asam linoleat adalah racun bagi
protozoa.
Oleh karena itu, suplementasi minyak dalam bentuk lemak yang
diproteksi bertujuan supaya lemak tidak mengganggu fermentasi dalam rumen
dan menyediakan asam lemak bagi induk semangnya.
Penggunaan minyak
jagung dan minyak ikan dalam ransum ternak ruminansia selain memasok asam
lemak esensial juga diharapkan menjadi prekursor bagi sintesis asam lemak yang
bermanfaat bagi kesehatan.
Sebagian masyarakat masih mempunyai persepsi yang kurang baik
terhadap produk peternakan karena dianggap sebagai pemicu terjadinya penyakit
jantung dan aterosklerosis. Pada kenyataannya conjugated linoleic acid (CLA)
pada produk ternak ruminansia, termasuk susu, sangat bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Peranan CLA di antaranya adalah mengurangi aterosklerosis,
antidiabetes, meningkatkan mineralisasi tulang, modulasi sistem kekebalan tubuh,
mengurangi kejadian kanker payudara, lambung, kolon dan kulit (Lee et al. 1994;
Bellury 1995; Nicolosi et al. 1997; Banni dan Martin 1998; Houseknecht et al.
1998).
Kualitas susu dapat ditingkatkan melalui suplementasi asam lemak yang
bermanfaat bagi kesehatan seperti CLA dan omega-3 (DHA = docosahexaenoic
acid dan EPA= eicosapentaenoic acid). Minyak jagung sumber asam linoleat
merupakan prekursor pembentukan CLA. Minyak ikan mengandung 27.1% EPA
dan 34.7% DHA (Lubis 1993). Asam lemak omega-3 diduga berperan dalam
19
produksi leukotrien (LT4) yang merupakan komponen sel darah putih dan
mediator dalam sistem kekebalan tubuh (Sinclair 1993). Asam lemak omega-3
khususnya EPA dan DHA adalah komponen penting otak dan organ vital lain
sehingga penting bagi kecerdasan. Minyak ikan ini juga dapat memperkaya CLA
susu (Chilliard et al. 1999; Chouinard et al. 2001).
Tujuan Penelitian
1. Meningkatkan produktivitas ternak melalui suplementasi kacang kedelai
sangrai, mineral organik, dan sabun mineral.
2. Mengevaluasi penggunaan suplemen pakan (feed suplement) sabun mineral
dari minyak jagung dan minyak ikan, kacang kedelai sangrai dan mineral
proteinat dalam upaya meningkatkan kadar CLA dan memasok omega-3 di
dalam susu.
3. Memproteksi asam-asam lemak esensial dari degradasi mikrob rumen melalui
pembuatan sabun mineral.
Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan teknologi pembuatan mineral organik atau proteinat mineral
untuk mengatasi defisiensi mineral.
2. Memperoleh teknologi pembuatan sabun
mineral sebagai feed suplement
dalam memperkaya susu dengan asam-asam lemak yang bermanfaat bagi
kesehatan.
3. Meningkatkan nilai gizi susu.
Hipotesis
Suplementasi kedelai sangrai, mineral organik Zn, Cu, Cr, dan Se organik,
dan sabun mineral dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi susu pada
ternak ruminansia. Di samping itu, dapat meningkatkan kualitas susu. Sabun
mineral juga dapat memproteksi asam lemak esensial dari degradasi mikrob
rumen.
20
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pencernaan dan Penyerapan Nutrien pada Ternak Ruminansia
Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut,
fermentatif oleh mikrob di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di
abomasum dan duodenum hewan induk semang. Sistem fermentasi dalam perut
ruminansia terjadi pada sepertiga
dari alat pencernaannya.
Hal tersebut
memberikan beberapa keuntungan yaitu produk fermentasi dapat disajikan ke usus
dalam bentuk yang lebih mudah diserap, makan cepat, menampung makanan
dalam jumlah banyak, mencerna serat kasar, dan menggunakan nitrogen
nonprotein. Di samping keuntungan tersebut, terdapat kerugian karena banyak
energi yang terbuang sebagai CH4 (6 sampai 8%) dan sebagai panas fermentasi (4
sampai 6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3, dan
mudah menderita ketosis (Sutardi 1977).
Perut ruminansia terdiri atas empat bagian yaitu retikulum, rumen,
omasum, dan abomasum. Retikulum mempunyai tiga katub penghubung, pertama
menuju rumen, kedua menghubungkan dengan oesofagus, dan retikuloomasal.
Fungsi utama retikulum adalah mengontrol perintah aliran pakan dan membentuk
jalan pakan kembali ke oesofagus selama proses ruminasi. Rumen merupakan
bagian terbesar
perut ruminansia yang merupakan tempat terjadinya proses
fermentasi. Omasum berperan dalam penyerapan air dan beberapa asam lemak.
Omasum memiliki penghubung bagian depan dengan retikulum dan bagian
belakang dengan abomasum.
Digesta dipompa dari omasum langsung ke
abomasum. Abomasum merupakan perut sederhana seperti pada nonruminansia.
Bagian depan abomasum berhubungan dengan omasum dan usus halus bagian
belakang.
Abomasum memproduksi asam dan merupakan bagian saluran
pencernaan tempat awal proteolisis. Hasil pencernaan tersebut akhirnya masuk ke
dalam sistem peredaran darah (Collier 1985).
Pencernaan dan penyerapan karbohidrat
Karbohidrat
merupakan
sumber
energi
mikroorganisme rumen dan induk semangnya.
utama
dalam
kehidupan
Jaringan tanaman merupakan
21
bahan makanan utama ruminan yang rata-rata mengandung 75% karbohidrat.
Karbohidrat
terutama
dalam
bentuk
karbohidrat
kompleks
(selulosa,
hemiselulosa), di samping yang mudah larut (pati, gula dan yang sejenis)
(Parakkasi 1999).
Karbohidrat didefinisikan sebagai polihidroksi aldehida dan keton serta
turunannya. Karbohidrat diklasifikasikan dalam tiga kelompok utama yaitu
monosakarida (gula sederhana), oligosakarida (yang paling banyak terdapat di
alam adalah disakarida), dan polisakarida (bentuk karbohidrat yang paling
kompleks) (Pike dan Brown 1984).
Monosakarida, sesuai dengan namanya adalah bentuk karbohidrat yang
paling sederhana. Monosakarida diklasifikasikan dalam bentuk aldehid dan keton,
dan dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon. Monosakarida dalam
bentuk aldehid, berdasarkan jumlah atam karbon adalah triosa (gliseradehid);
tetrosa (eritrosa, triosa); pentosa (xilosa, ribosa, arabinosa); heksosa (glukosa,
galaktosa dan mannosa); dan heptosa. Glukosa dan fruktosa terdapat dalam
bentuk bebas pada buah-buahan dan madu. Pentosa dan heksosa mempunyai
peranan yang sangat penting dalam metabolisme sel.
Pentosa siap disintesis
dalam sel. Ribosa adalah pentosa yang sangat penting dalam sistem biologi dan
dikonversi menjadi deoksiribosa dan ribitol.
Ribosa dan deoksiribosa adalah
komponen asam nukleat (RNA dan DNA).
Ribosa juga adalah komponen
nukleotida (ATP, ADP, dan AMP) (Pike dan Brown 1984).
Oligosakarida yang meliputi disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) dan
trisakarida. Secara umum oligosakarida adalah gula-gula yang mengandung 2
sampai 10 unit monosakarida.
Setiap gula diikat oleh hidroksil dengan
melepaskan satu molekul air. Sukrosa dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa.
Laktosa ditemukan dalam susu dan dibentuk dari glukosa dan galaktosa. Maltosa
mengandung dua molekul glukosa dan dibentuk dari hidrolisis pati (Pike dan
Brown 1984).
Polisakarida adalah polimer kompleks monosakarida.
Bentuk umum
polisakarida yang dapat dicerna dalam tanaman adalah pati (polimer glukosa).
Selulosa adalah komponen dinding sel tanaman. Hemiselulosa juga terdapat pada
22
dinding sel tanaman, bersama dengan lignin memberikan kekuatan pada dinding
sel.
Selulosa, hemiselulosa, pektin, gum juga disebut sebagai serat.
Serat
merupakan komponen tanaman yang tahan enzim pencernaan manusia (Pike dan
Brown 1984). Selulosa dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh mikrob
rumen (Frandson 1996).
Karbohidrat yang memasuki rumen seperti selulosa, hemiselulosa, pati,
dan karbohidrat yang larut air seperti fruktosa akan dipecah menjadi gula
sederhana (Gambar1). Selulosa pertama dirombak menjadi selobiosa oleh enzim
-1,4 glukosidase, selanjutnya dikonversi menjadi glukosa.
dikonversi menjadi pentosa juga oleh enzim
menjadi fruktosa-6-fosfat.
Hemiselulosa
-1,4-glukosidase, selanjutnya
Pati dikonversi menjadi maltosa dan selanjutnya
menjadi glukosa atau glukosa-1-fosfat.
Hasil pencernaan tersebut memasuki
siklus glikolisis Embden-Meyerhoff dan menghasilkan piruvat sebagai produk
akhirnya. Piruvat oleh bakteri rumen difermentasi menghasilkan asetat, butirat
dan propionat (Collier 1985).
Biasanya proporsi asam asetat, propionat, dan butirat secara berturut-turut
adalah 60 sampai 70%, 15 sampai 20%, dan 10 sampai 5%. Di samping asam
lemak tersebut juga terdapat asam lemak berantai cabang yaitu isobutirat dan
isovalerat. Kadar asam lemak ini biasanya rendah tetapi pada pemberian protein
tinggi, kadarnya akan naik (Sutardi 1977). Konsentrasi propionat terbesar dalam
rumen ditemukan ketika pakan mengandung gula yang mudah larut atau pati
tinggi.
Biasanya asam laktat juga akan ditemukan dalam rumen jika ternak
mengkonsumsi gula yang mudah larut atau pati tinggi. Asam laktat tidak stabil
dalam rumen. Hampir semua produksi VFA diserap dalam rumen, retikulum, dan
omasum dan sangat sedikit sampai ke abomasum.
Reaksi awal dalam
metabolisme asetat adalah konversi menjadi asetil-CoA dalam sitoplasma melalui
asetil-CoA sintetase (enzim yang tersebar dalam jaringan ternak). Hampir 80%
asetat yang sampai di hati mengalami proses oksidasi dan masuk ke dalam
sirkulasi perifer. Sekali diserap dari darah, kebanyakan asetat dioksidasi melalui
siklus TCA (tricarboxylic acid)
atau digunakan untuk sintesis asam lemak.
Selama penyerapan melalui epitelium rumen, 2 sampai 5% propionat dikonversi
menjadi asam laktat, yang selanjutnya masuk ke dalam darah portal sebagai
23
propionat. Kebanyakan propionat yang sampai di hati selanjutnya dioksidasi atau
dikonversi menjadi glukosa. Asam butirat kebanyakan dikonversi menjadi keton
selama penyerapan di epitelium rumen, sehingga kadar butirat sangat rendah
dalam darah portal.
Pencernaan dan penyerapan protein
Protein adalah bahan organik esensial untuk semua sel dan menyusun
hampir 18% berat tubuh ternak. Protein adalah polimer kompleks dengan berat
molekul antara 5000 sampai 1 juta. Berat molekul yang besar terjadi karena
terdiri atas asam-asam amino yang mengalami polimerisasi menjadi suatu rantai
polipeptida.
Penggabungan asam-asam amino tersebut terbentuk dari ikatan
antara gugus amino (NH2) dari suatu asam amino dengan gugus karboksil dari
asam amino yang lain dengan membebaskan satu molekul air (H2O) (Frandson
1996).
Ternak ruminansia mempunyai kemampuan unik untuk bertahan dan
berproduksi tanpa sumber protein pakan karena adanya sintesis protein mikrob
dalam rumen. Mikrob rumen dimanfaatkan oleh ternak bersama protein pakan
yang bebas dari degradasi dalam rumen, memasok protein ke usus halus untuk
dicerna dan diserap (Zinn dan Owens 1988).
Mikrob
rumen menggunakan sumber N untuk sintesis protein yang
berasal dari protein pakan dan N nonprotein (NPN).
Sapi dapat tumbuh,
bereproduksi, dan laktasi walau pakan hanya mengandung NPN sebagai sumber
N. Secara umum mikrob rumen mengandung antara 20 dan 60% protein kasar
dari bahan keringnya. Protein kasar bakteri rumen cenderung bervariasi dengan
rataan 50% (±5%), di lain pihak protein kasar protozoa lebih bervariasi lagi
dengan rataan 40% dengan kisaran 20 sampai 60% (Zinn dan Owen 1988).
Di dalam rumen, protein mengalami hidrolisis menjadi oligopeptida oleh
enzim proteolisis yang dihasilkan mikrob. Sebagian mikrob dapat memanfaatkan
oligopeptida untuk membuat protein tubuhnya.
Sebagian lagi oligopeptida
tersebut dihidrolisis lebih lanjut menjadi asam amino (AA). Kebanyakan mikrob
rumen tidak dapat memanfaatkan AA secara langsung. Diduga mikrob rumen
terutama bakteri tidak punya sistem transpor untuk mengangkut AA dalam
24
tubuhnya. Lebih kurang mikrob rumen dapat menggunakan N amonia, karena itu
mikrob lebih suka merombak AA tersebut menjadi amonia (Sutardi 1997).
Kebanyakan bakteri rumen dapat menggunakan N-NH3 sebagai sumber N
walaupun beberapa spesies membutuhkan tambahan senyawa N (protein atau
karbon dari asam amino tertentu) untuk pertumbuhan paling cepat atau efisien.
Bakteri aktif menyerap N-NH3 sementara protozoa tidak. Penyerapan amonia
meningkat jika konsentrasi amonia rumen meningkat. Keracunan amonia sering
terjadi jika konsentrasi amonia melebihi 100 mg dl-1 (Zinn dan Owen 1988).
Amonia merupakan sumber N utama untuk sintesis de novo asam amino
mikrob rumen. Konsentrasi N-NH3 5 mg% atau 3.57 mM dalam rumen sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan N mikrob (Sutardi 1977). Sementara Agustin
et al. 1992; dan Erwanto et al. 1993 menyatakan bahwa kadar NH3 optimal untuk
pertumbuhan mikrob rumen yang relevan dengan produksi ternak adalah 8 mM.
Dengan demikian batasan 5 mg% (± 4 mM) adalah batas minimal dan 200 mg l-1
(± 14 mM) merupakan batas maksimal (Sutardi 1997). Sintesis MCP (microbial
crude protein) sekitar 20 g 100g-1 total bahan organik, yang dicerna dalam rumen
sekitar 9.6 sampai 33.2 g 100g-1 atau 14.5 g 100g-1 bahan organik, yang benarbenar difermentasi dalam rumen 7.6 sampai 20.3 g 100g-1 bahan organik (Zinn
dan Owen 1988).
Meskipun dapat menggunakan NPN sebagai sumber N untuk sintesis asam
amino mikrob, ternak ruminansia tetap membutuhkan asam amino karena pada
dasarnya ternak tidak dapat mensintesis asam amino. Alasan yang mendasar
bahwa ternak tidak dapat mensintesis asam amino adalah kurangnya asam α-keto
untuk transaminase. Asam-asam amino esensial bagi ternak ruminansia adalah
metionina (Met), leusina (Leu), isoleusina (Ile), valina (Val), lisina (Lys) dan
treonina (Thr). Esensialnya asam-asam amino tersebut didasarkan pada transfer
Met dan asam amino bercabang (Leu, Ile, Val) ke dalam protein mikrob rumen
cukup besar mencapai sepertiga bagian.
Asam amino lisina mengalami
perombakan di rumen, sedangkan asam α-ketotreonina tidak ditemukan dalam
rumen maupun sampel digesta (Sutardi 1977). Di samping enam asam amino
tersebut, ternak ruminansia juga membutuhkan asam amino aromatik yaitu
25
fenilalanina (Phe) dan triptofan (Trp), dan sejumlah asam amino yang bersifat
semiesensial atau koesensial (Merchen dan Titgemeyer 1992).
Peptida atau asam amino bercabang sebagai sumber asam lemak rantai
bercabang (branched chain fatty acid=BCFA) penting bagi pertumbuhan bakteri
selulolitik. Pencernaan serat bergantung pada pasokan BCFA dari pakan atau
mikrob lain dalam rumen.
Defisiensi BCFA, amonia dan nutrien lain dapat
menyebabkan energi (ATP) tidak seimbang. Proses fermentasi berlanjut tapi ATP
yang diproduksi tidak digunakan mikrob untuk pertumbuhan. Sebagian bakteri
dapat tumbuh tanpa sumber karbohidrat untuk energi. Strain bakteri tertentu
membutuhkan struktur karbon dari asam amino esensial dan asam amino tersebut
dapat diinkorporasikan ke dalam protein mikrob. Bakteri tertentu lebih menyukai
peptida sebagai sumber N. Kemampuan untuk menggunakan asam amino atau
peptida dapat mengurangi kebutuhan energi (Zinn dan Owen 1988).
Sebagian besar pencernaan dan penyerapan protein pascarumen, prosesnya
sama dengan ternak nonruminansia.
Ruminansia memiliki pH lambung dan
duodenum yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan pencernaan protein.
Semua protein larut oleh pepsin dan HCl dalam lambung, kemudian dicerna
dalam usus halus.
Pencernaan dan penyerapan lemak
Lemak adalah semua bahan yang dapat diekstrak dengan pelarut lemak
seperti ether, kloroform, benzene, karbon tetrakloroid, dan aseton.
Sebagian
lemak merupakan sumber energi bagi sel, sebagian lain adalah komponen
struktural bagi komponen sel dan membran, serta sebagai prekursor hormon.
Lemak dapat diklasifikasikan sebagai lemak sederhana, lemak kompleks dan
turunan lemak. Lemak sederhana meliputi asam lemak, lemak netral (mono, di
dan triasil gliserol), dan wax (ester dari asam lemak dengan alkohol tinggi; yang
terdiri atas sterol ester seperti ester kolesterol dengan asam lemak dan ester
nonsterol seperti ester vitmin A). Lemak kompleks terdiri atas asam fosfolipid
(lesitin dan sefalin), plasmalogen, spingomielin; glikolipid (mengandung
karbohidrat); lipoprotein (lemak dengan kombinasi dengan protein). Turunan
lemak, alkohol-alkohol seperti sterol dan hidrokarbon (Pike dan Brown, 1984).
26
Rumen memodifikasi lemak dalam beberapa cara. Asam lemak ditemukan
dalam bentuk yang sudah diesterifikasi dalam pakan konvensional, dan mikrob
rumen menghidrolisis triasil gliserol ke dalam bentuk asam lemak bebas dan
gliserol atau komponen lain, bergantung pada bentuk lemak pakan. Setelah
proses lipolisis terjadi proses biohidrogenasi.
Karena proses biohidrogenasi
bergantung pada kehadiran karboksil bebas, lipolisis adalah obligator pertama
dalam modifikasi lemak yang diesterifikasi dalam pakan. Tidak semua bakteri
mampu melakukan lipolisis,
dan protozoa tidak memiliki aktivitas lipolitik.
Fraksi pakan yang mengalami lipolisis dan biohidrogenasi lebih rendah pada
pakan biji-bijian, dengan demikian
lebih banyak yang lewat ke lambung.
Meskipun terjadi dengan cepat, lipolisis tetap dibatasi untuk mencegah kelebihan
asam-asam lemak polyunsaturated bebas yang mengganggu pencernaan serat dan
menghambat proses biohidrogenasi. Proses hidrolisis bergantung pada bentuk
alami lemak pakan. Minyak tumbuhan seperti linseed oil dihidrolisis lebih
sempurna (lebih 90%), sementara minyak ikan kurang dari 50% (Byers dan
Schelling 1988).
Proses biohidrogenasi terjadi dalam rumen dan dilakukan oleh mikrob.
Proses ini menghasilkan penambahan H+ pada asam-asam lemak ikatan rangkap.
Biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh terjadi melalui mekanisme penting, yaitu
pemindahan atom H+ oleh mikrob. Jika proses tersebut sempurna maka semua
ikatan rangkap dikonversi menjadi ikatan satu dan asam lemak menjadi jenuh
(saturated).
Hampir semua asam lemak tidak jenuh tanaman terdapat dalam
bentuk konfigurasi cis sehingga depot lemak pada ternak nonruminansia
semuanya dalam bentuk cis. Mikrob rumen menghasilkan isomer-isomer trans,
perubahan panjang rantai, perubahan posisi ikatan rangkap, dan asam lemak rantai
bercabang. Semua proses ini menghasilkan depot
lemak yang unik
pada
ruminansia yang berbeda dari lemak pakan (Byers dan Schelling 1988).
Penelitian dengan kultur murni menunjukkan bahwa individu spesies
bakteri
biasanya tidak menjenuhkan banyak ikatan rangkap tetapi akan
menghidrogenasi satu ikatan rangkap seperti: C18:3 menjadi C18:2; C18:2 menjadi
C18:1 atau C18:1 menjadi C18:0. Penelitian dengan kultur campuran biasanya
menghasilkan penjenuhan yang sempurna (Byers dan Schelling 1988). Asam
27
lemak tidak jenuh C18 dihidrolisis melalui proses lipolisis kemudian dihidrogenasi
oleh bakteri yang berbeda. Produk akhir dari asam lemak ikatan rangkap ganda
C18 adalah asam stearat.
Meskipun banyak posisi dan isomer-isomer dari
monoenoik dan dieonoik, asam lemak berakumulasi dalam rumen khususnya jika
rumen kelebihan lemak. Di antara itu jumlah trans-vaccenic acid (C18:1 n=7)
sangat penting. Hidrogenasi PUFA C20-22 masih kontroversial. Menurut Ashes et
al. (1992) dan Palmquist dan Kinsey (1994) tidak terjadi biohidrogenasi pada
rumen yang ditambahkan minyak ikan dengan konsentrasi 5 mg ml-1 in vitro,
namun Van Nevel dan Demeyer et al. (1995) melaporkan proses hidrogenasi in
vitro maupun in vivo dan Gulati et al. (1999)
menunjukkan
adanya
biohidrogenasi saat level minyak ikan < 2 mg ml-1 cairan rumen. Penambahan
lemak menurunkan konsentrasi protozoa. Penurunan ini bergantung pada sumber
lemak. Linseed oil sangat kuat menurunkan protozoa (Ikwuegbu dan Sutton
1982). Lemak lain yang kaya PUFA seperti minyak kedelai mengurangi protozoa
lebih sedikit (Doreau et al. 1997). Asam linolenat memiliki daya toksisitas tinggi
(Doreau et al. 1997).
Lemak yang masuk ke dalam usus halus kebanyakan dalam bentuk asam
lemak bebas, asam lemak jenuh dan ikatan tidak berion sebagai kompleks yang
tidak larut. Asam lemak rantai pendek (