Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium, Kromium, Vitamin A, Ddan E

 
 

RINGKASAN
ALTAMI NURMILA DANIARI. D24080231.2012. Mineral pada Susu Kambing
Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai,
Selenium,Kromium, Vitamin A, Ddan E. Skripsi. Departemen Ilmi Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Insititut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama :Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc.
Pembimbing Anggota:Dr. Ir. Ibnu Khatsir Amrullah, MS.
Susu kambing merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani.
Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih rendah. Hal tersebut
disebabkan karena pemberian pakan dengan nutrien yang belum mencukupi.Kondisi
lingkungan yang panas dan lembab memungkinkan kebutuhan kambing laktasi
terhadap nutrien meningkat. Oleh karena itu diperlukan koreksi terhadap kebutuhan
nutrien dengan suplementasi.
Penelitian ini dirancang untuk mengkajipengaruh suplementasi kromimum
(3,0 ppm), selenium (0,3 ppm), vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan
vitamin E (400 IU/kg) pada delapan ekor kambing perah peranakan Etawah (PE)
laktasi dengan rataan produksi susu 556,67 ± 366,67 ml/hari/ekor.Kambing dibagi
menjadi dua kelompok masing-masing empat ekor sesuai dengan produksi susunya.

Kambing dikandangkan dan dipelihara secara individu dalam kandang panggung
beratapkan genting. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe,
rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude
palm oil (CPO)sebagai pakan perlakuan 1 dan pakan dengan suplemen kedelai
sangrai, selenium, kromimum,vitamin A,D, danE sebagai perlakuan 2. Kambing
mendapat pakan perlakuan selama 6 minggu. Peubah yang diukur meliputi produksi
susu, konsumsi pakan, kadar mineral susu, kadar mineral feses, absorbsi mineral, dan
deposisi mineral dalam susu. Rataan nilai peubah dibandingkan menggunakan uji t.
Pemberian ransum komplit bersuplemen kedelai sangrai, selenium,
kromium,vitamin A, Ddan Etidak mempengaruhi konsumsi bahan kering dan
mineral, kadar mineral feses, absorbsi mineral,dan sekresi mineral di susu. Kadar
mineral susu pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar mineral susu
yang telah dilaporkan sebelumnya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kualitas pakan kambing PE diperkirakan lebih diperlukan untuk
menunjang produksi dan kualitas susu.
Kata kunci: Kambing, susu, selenium, vitamin, mineral

 
 


ABSTRACT
Mineral of Milk from Etawah Grade Goats Offered a Ration Suplemented with
Selenium, Cromium, Roasted Soybeans, Vitamin A, D and E
A.N Daniari, T. Toharmat, I. K Amrullah
Milk from Etawah grade goatsis known as an alternative source of animal protein
and provides better nutrients than cow’s milk. However,the dairy goat in Indonesia
has low productivity. Goat may be exposed to heat stress and therefore nutrient
intake is not adequate for optimum milk production. This study was designed to
evaluate the efficiency of mineral, roasted soybeans, and vitamin supplementation in
lactating goats. Eight Etawah gradegoat were allocated randomly to two dietary
treatments. Experimental diet were a complete diet without supplement (treatment 1)
and diet supplemented with roasted soybeans (280 g/kg),selenium (0.5
ppm),cromium (3 ppm),vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan
vitamin E (400 IU/kg). Feed intake, mineralabsorption, andmilkmineral content were
observed. The results showed that the suplementation of minerals and vitamins in a
complete ration did not affect feed intake, mineral absortion and mineral component
in the dairy goats. It was concluded that supplementation of roasted soybeans,
selenium, chromium, vitamin A, D and E in lactating goats did not influence
absorption and secretion of the mineral in milk of Goats. The improvement of feed
quality in feeding Etawah grade goats was important tosupport high production and

quality of milk.
Keywords: Milk, goat, selenium, vitamin, mineral

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2001 adalah 883.758 ton
dan meningkat menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau meningkat sebesar
98.9%. Peningkatan konsumsi tersebut sejalan dengan peningkatan minat masyarakat
akan susu kambing. Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor
(BPS, 2011). Menurut Ditjenak (2008) peningkatan konsumsi susu nasional tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional termasuk susu kambing.
Susu kambing mempunyai nilai nutrient yang tinggi. Menurut American
Dairy Goat Association (2002) secara keseluruhan nilai nutrien susu kambing lebih
tinggi dibandingkan susu sapi kecuali kadar kolesterol sedangkan kandungan protein,
vitamin C dan vitamin D kadarnya sama. Apabila dibandingkan dengan air susu ibu
(ASI), nilai nutrien susu kambing lebih tinggi, kecuali pada kandungan lemak, unsur
besi (Fe) dan kolesterol. Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih
rendah sehingga ketersediannya masih terbatas
Kondisi lingkungan yang panas dan lembab khas iklim tropis di Indonesia
menyebabkan kambing mengalami cekaman panas. Menurut Wayman et al. (1962)

Cekaman panas meningkatkan kebutuhan nutrien untuk mempertahankan status
fisiologis normalnya namun menurunkan konsumsi bahan kering karena kambing
akan lebih banyak mengkonsumsi air. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan
produksi susu maupun performan reproduksi kambing perah. Salah satu tindakan
yang dapat dilakukan untuk mendukung produktifitas kambing perah peranakan
Ettawah (PE) di Indonesia adalah dengan pemberian ransum berkualitas baik yang
mampu menjaga kondisi fisiologis yang normal. Kondisi pemberian pakan pada
kambing PE di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya
sehingga diperlukan upaya perbaikan pakan. Beberapa pakan yang biasa digunakan
peternak mempunyai kadar mineral mikro yang rendah.Selain itu perbaikan pakan
dapat dilakukan dengan suplementasi nutrien yang mampu meminimalisasi pengaruh
buruk dari oksidasi yang berlebihan dalam tubuh kambing yang mengalami cekaman.
Beberapa komponen mineral mikro dan vitamin yang dapat ditambahkan adalah
selenium, kromium organik, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E.

1
 

Kacang kedelai merupakan salah satu sumber protein dan asam linoleat
(Adawiyah et al., 2006). Proses pemanasan (sangrai) dapat menambah efisiensi

pakan karena protein dapat diproteksi dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat
membentuk conyugated linoleic acid (CLA) (Adawiyahet al., 2006).Sehingga
suplementasi kacang kedelai diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak
ruminansia. Menurut Piliang dan Soewondo (2006) kandungan protein yang cukup
pada pakan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrien oleh sel-sel tubuh.
Menurut Muchtadi (1994) dan Winarto (2010) vitamin E mempunyai fungsi
utama sebagai antioksidan di dalam tubuh dan mengurangi pengaruh buruk radikal
bebas yang menumpuk akibat terjadinya cekaman. Vitamin E bekerja sinergis
dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan subselular (Underwood
dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se dikenal sebagai salah satu mineral yang
mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas, sehubungan dengan perannya
dalam salah satu unsur dari glutathione peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan
salah satu enzim yang mampu melindungi membran selular dan subselular dari
kerusakan oksidatif dengan cara mencegah akumulasi H2O2 (radikal hidroksil) serta
menghancurkan peroksida sebelum peroksida merusak membran selular.(McDowell,
1992; Brody, 1994). Pemberian vitamin E dan selenium diharapkan mampu
mempertahankan kondisi fisiologis kambing perah dalam memproduksi susunya.
Menurut McDowell (2000)defisiensi vitamin A dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makanserta menyebabkan fertilitas menurun. Kambing dengan
berbagai jenis status fisiologis membutuhkan vitamin A sebanyak 5000 IU/kg.

Pemberian

vitamin

A

diharapkan

mampu

membantu

kambing

dalam

mempertahankan status fisiologis normalnya dan menunjang produksi susu.
Cromium (Cr) organik sebagai suplemen digunakan karena kemampuan
absorbsinya lebih baik dibanding Cr anorganik (Astuti, 2005). Menurut Piliang dan
Soewondo (2006) Cr berfungsi: 1) meningkatkan aktifitas insulin dalam metabolisme

glukosa; 2) mempertahankan kecepatan transpor glukosa dari darah menuju sel; 3)
mengaktifkan kerja beberapa enzim; serta 4) merupakan komponen aktif dari GTF
(glucose tolerance factor) yang dibutuhkan dalam transpor glukosa dan asam amino
serta memegang peran dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Unsur
Cr menurunkan level kortisol yang bekerja antagonistik dengan kerja insulin pada
2
 

ternak sapi yang mengalami cekaman sehingga kerja insulin berjalan normal untuk
mendorong glukosa masuk ke dalam jaringan tubuh (Moonsie dan Mowat, 1993).
Vitamin D diperlukan pada metabolisme kalsium (Ca), meningkatkan
produksi enzim citrogenase dan pada akhirnya meningkatkan produksi sitrat yang
dibutuhkan pada saat metabolisme Ca (Piliang dan Soewondo, 2006). Kalsium
merupakan salah satu komponen pembentuk susu dan mineral yang diperlukan dalam
jumlah banyak pada kambing periode laktasi. Selain itu Ca berfungsi untuk: 1)
pembentukan tulang dan gigi; 2) membantu pembekuan darah; 3) membantu
perkembangan fetus; 4) mempertahankan ritme jantung normal; 5) mempertahankan
mekanisme tubuli ginjal; 6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf; 7)
mempertahankan kerja enzim, permeabilitas sel dan produksi air susu.
Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh perlakuan pemberian ransum
komplit bersuplemen vitamin E, vitamin D, mineral Se dan Cr organik terhadap (a)
konsumsi bahan kering, (b) konsumsi mineral, (c) absorpsi mineral, dan (d) sekresi
mineral pada susu kambing peranakan Ettawah laktasi.

3
 

TINJAUAN PUSTAKA
Ratio Pakan Hijauan dan Konsentrat
Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan sapi laktasi yang tinggi
menyebabkan tingginya kadar lemak susu karena lemak susu disintesis dari asetat
yang tinggi produksinya jika kandungan serat kasar ransum tinggi. Pada ransum,
serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi kadar lemak dalam susu tergantung
pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Penurunan rasio hijauan
menyebabkan produksi dan protein meningkat namun kadar lemak menurun.
Formula ransum sangat mempengaruhi efisiensi produksi ternak. Menurut
Blakely dan Bade (1991) kambing yang sedang laktasi akan menunjukan performan
yang lebih baik jika diberikan hijauan yang dicampur dengan konsentrat. Apabila
kualitas hijauannya tinggi, maka penggunaannya dalam ransum harus ditingkatkan,

sebaliknya apabila kualitas hijuan rendah, presentase dalam ransum juga harus
dikurangi dengan ketentuan serat kasar dan protein tidak kurang dari batas minimum
(Suherman, 2005). Perbedaan konsumsi terjadi karena perbedaan faktor fisiologis
ternak dan pakan (Orskov, 2001). Selain itu tingkat konsumsi pada kambing perah
dipengaruhi oleh bobot badan, produksi susu, dan periode laktasi (Avondo etal.,
2008), sedangkan pakan adalah faktor utama penentu produksi susu. Kebutuhan
kambing perah pada setiap fase produksi ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi
Fase Produksi

Konsumsi BK
(% bobot badan)

Kebutuhan Nutrien

Hidup Pokok

1,8 – 2,4

Protein Kasar

(% BK)
7

TDN
(% BK)
53

Awal Kebuntingan

2,4 – 3,0

9 – 10

53

Akhir Kebuntingan

2,4 – 3,0

13 – 14


53

Laktasi

2,8 – 4,6

12 – 17

53 – 66

(Rashid, 2008)

Kacang Kedelai Sangrai
Kacang kedelai merupakan salah satu sumber protein dan asam linoleat
(Adawiyah et al., 2006). Asam linoelat merupakan salah satu jenis asam lemak yang
4
 

sangat penting untuk tubuh karena berperan dalam pembentukan asam arachidonat
dan asam linolinic (Williams, 1997). Sehingga suplementasi kacang kedelai
diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak ruminansia. Proses
pemanasan (sangrai) dapat menambah efisiensi pakan karena protein dapat diproteksi
dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat membentuk conyugated linoleic acid
(CLA) (Adawiyahet al., 2006).
Kambing Peranakan Etawah (PE)
Kambing termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Capriane, genus Capra dan
spesies Carpa hicrus (Ensminger, 2002). Kambing peranakan Etawah (PE)
merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing Kacang dengan kambing
Etawah, sehingga mempunyai sifat diantara tetuanya (Atabany, 2001). Sarwono
(2002) menambahkan kambing PE memiliki bentuk fisik mirip kambing Etawah, dan
ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE dan disebut kambing Bligon,
Gumbolo, atau Jawa Randu.

Gambar 1. Kambing Perah Peranakan Ettawah (PE)
Sumber : https://sites.google.com/site/afitrianto25/kambingPE.jpg (2012)

5
 

Karakterisitik kambing PE yaitu telinga panjang menggantung dengan warna
bulu hitam atau merah dengan putih. Bobot badan jantan sektar 40 – 45 kg
sedangkan bobot betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing jantan PE
berbulu di bagian atas dan bawah leher, pundak dan paha belakang, lebih lebat dan
panjang. Kambing PE betina mempunyai bulu panjang hanya pada bagian paha
belakang. Warna kombinasi coklat sampai hitam abu-abu (Sudono dan Abdulgani,
2002).
Populasi dan Produksi Susu
Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS,
2011). Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5 – 2,5 liter/hari/ekor dengan
masa laktasi 7-10 bulan (Sawarno, 2002). Asminaya (2007) menunjukkan bahwa
konsumsi bahan kering dan produksi susu kambing PE laktasi ke-2 adalah 1346
g/ekor/hari dan 1,2 liter/ekor/hari secara berturut-turut, sedangkan karakteristik susu
kambing PE yaitu: berat jenis 1,0276 kg/m3; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak
5,56%. Menurut Novita et al. (2006) produksi susu pada kambing PE dapat berkisar
567,1 g/ekor/hari, sedangkan menurut Atabany (2001) produksi susu harian PE di
peternakan Barokah 0,99 kg/ekor/hari.
Menurut Ensminger (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
susu kambing antara lain: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing;
4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 7) penyakit. Phalepi
(2004) melaporkan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk
ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan
terhadap ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya
adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.
Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS,
2011). Menurut Ditjenak (2008) peningkatan konsumsi susu nasional tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional. Konsumsi susu masyarakat
Indonesia pada tahun 2001 adalah 883.758 ton dan meningkat menjadi 1.758.243 ton
pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 98,9%.

6
 

Komposisi Susu
Menurut American Dairy Goat Association (2002) terdapat perbedaan antara
komposisi susu kambing, susu sapi, dan air susu ibu (ASI). Komposisi susu kambing
dan susu spesies lainnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Susu Kambing, Sapi, dan ASI
Komposisi

Satuan

Kambing

Sapi

ASI

Protein

(%)

3,0

3,0

1,1

Lemak

(%)

3,8

3,6

4,0

Kalori

(/100 ml)

70

69

68

Vitamin A

(IU/gram)

39

21

32

Vitamin B

(μ/100mg)

68

45

17

Riboflavin

(μ/100mg)

210

159

26

Vitamin C

(mg/100ml)

2

2

3,0

Vitamin D

(IU/gram)

0,7

0,7

0,3

Kalsium

(%)

0,19

0,18

0,04

Fe

(%)

0,07

0,06

0,2

Fosfor

(%)

0,27

0,23

0,06

(mg/100ml)

12

15

20

Kolesterol

Sumber: American Dairy Goat Association (2002)

Kosentrasi laktosa, mineral, dan komponen solid lainnya dalam susu
dipengaruhi langsung oleh nutrien yang dikonsumsi ternak (Pulina et al., 2008).
Menurut Ensminger (2002) susu kambing lebih berwarna putih dibanding susu sapi
karena tidak mengandung karoten. Perbedaan utama antara susu sapi dan susu
kambing adalah butiran lemak (fat globule) susu kambing lebih kecil dibandingkan
dengan susu sapi sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh manusia. Hal ini yang
menyebabkan susu kambing perah PE mulai digemari oleh masyarakat Indonesia,
selain kandungan gizinya yang lebih baik dibandingkan ASI dan susu sapi, daya
serap susu kambing perah PE ini juga lebih baik di bandingkan kedua susu tersebut.
Beberapa penelitian terdahulu telah mencoba menganalisa komposisi susu kambing
pada umumnya. Komposisi susu kambing disajikan pada Tabel 3.

7
 

Tabel 3. Karakteristik Susu Kambing
Komposisi

Satuan

Jumlah

Sumber

Bahan kering

(%)

15,56 – 17,76

Hertaviani (2009)

Berat jenis

(kg/m3)

1,030 – 1,035

Hertaviani (2009)

Laktoferin

(mg/I)

42,62 – 46,10

Hertaviani (2009)

Laktosa

(%)

4,8

Pulina dan Nudda (2004)

Energi

(kkal/I)

650

Pulina dan Nudda (2004)

Kalsium

(mg/I)

134

Pulina dan Nudda (2004)

Ca

(%)

0,133

Setiawan (2003)

(mg/100g)

130,28 ± 2,26

Soliman (2005)

(mg/100g)

114

Haeinlein (1980)

(%)

0,27

ADGS*(2002)

(%)

0,11

Setiawan (2003)

(mg/100g)

110,16 ± 1,61

Soliman (2005)

(mg/100g)

84

Haeinlein (1980)

(%)

0,0134

Setiawan (2003)

(mg/100g)

13,87 ± 0,11

Soliman (2005)

(mg/100g)

13

Haeinlein (1980)

(%)

0,204

Setiawan (2003)

(mg/100g)

201,45 ± 1,90

Soliman (2005)

(mg/100g)

165

Haeinlein (1980)

(%)

0,490

Setiawan (2003)

(mg/100g)

50,33 ± 0,77

Soliman (2005)

(mg/100g)

35

Haeinlein

(%)

0,0003

Setiawan (2003)

(mg/100mg)

0,32 ± 0,03

Soliman (2005)

(mg/100g)

0,002

Haeinlein (1980)

Vitamin A

(IU/gram)

39

ADGS*(2002)

Vitamin B

(μ/100mg)

68

ADGS*(2002)

Vitamin C

(mg / 100 ml)

2

ADGS* (2002)

Vitamin D

(IU/gram)

0,7

ADGS*(2002)

Posfor

Mg

K

Na

Zn

*Keterangan : ADGS (American Dairy Goat Association)

8
 

Mineral
Menurut McDowell (1992) mineral mutlak dibutuhkan oleh tubuh ternak
karena menyusun seluruh jaringan tubuh ternak dalam kosentrasi dan proporsi yang
berbeda. Mineral dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 ppm (part per million) atau
dinyatakan dalam persen (%) sedangkan mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah
kurang dari 100 ppm dan dinyatakan ppb (part per billion).
Fungsi mineral diantaranya sebagai: 1) komponen penyusun organ dan
jaringan tubuh; 2) penyusun cairan tubuh dan jaringan sebagai elektrolit; 3) katalis
enzim dan sistem hormon (Underwood, 1981).

Mineral dibutuhkan oleh tubuh

dalam jumlah yang cukup dan proposional (McDonald, 1992). Jumlah mineral yang
terdapat di dalam tubuh hanya mencapai 3,5% dari tubuh.

Namun jika terjadi

kekurangan atau kelebihan akan menyebabkan gangguan metabolisme secara luas.
Metabolisme yang abnormal akan berhubungan dengan produktifitas dan
pertumbuhan.
Kromium (Cr)
Unsur Cr bentuk organik dibuat dengan menginkorporasi mineral Cr
inorganik ke dalam tubuh fungi dan fungi yang memberikan nilai inkorporasi dan
efisiensi terbaik adalah Rhizopus oryzae (Astuti et al., 2005). Suplementasi Cr
organik

banyak

digunakan

karena

ketersediaannya

(bioavailability)

dan

penyerapannya lebih baik dibandingkan dengan Cr anorganik.
Unsur Cr tergolong sebagai unsur transisi yang terdapat pada kondisi oksidasi
+

+

0, 2 , 3 , dan 6+. Ion Cr 3+ dianggap sebagai bentuk yang paling stabil dalam sistem
biologis namun sulit melewati membran sel dan tidak reaktif sehingga sulit diserap
oleh tubuh. Sedangkan ion Cr 6+ memiliki tingkat absorbsi di usus tinggi karena
mudah melewati membran biologis dan bereaksi dengan komponen protein dan asam
nukleat, namun dapat menimbulkan toksisitas (Mordenti et al., 1997).
Bentuk Cr organik diidentifikasi berperan dalam sintesis susu, metabolisme
karbohidrat dan lemak. Menurut Mertz (1998) unsur Cr berperan dalam sistem
kekebalan tubuh dan konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3). Hormon
tersebut berperan dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat lemak, dan
protein dalam hati, ginjal, jantung, dan otot serta meningkatkan sintesis protein.
9
 

Subiyatno et al (1996) melaporkan bahwa suplementasi Cr dapat meningkatkan
glukosa dan kosentrasi hormone IGF-I (Insulin Like Growth Factor I) Hormon IGF-I
berpengaruh terhadap pertumbuhan sel ambing, transport glukosa, dan berpengaruh
langsung pada perkembangan epithelium sel ambing untuk sintesis susu. Meskipun
menurut Collier (1985) pada sel kelenjar ambing ruminansia, uptake glukosa tidak
dipengaruhi oleh insulin namun insulin berhubungan dengan uptake asam amino ke
dalam kelenjar susu seperti valin, isoleusin, tirosin (Laarveld et al.,1981), metionin,
lisin, asam glutamate, treonin, asparagin, dan serin (Fleet dan Mepham, 1985).
Unsur Cr berperan dalam metabolisme glukosa dalam tubuh. Unsur Cr dalam
tubuh membentuk glucose tolerance faktor (GTF). Menurut Cefalu dan Hu (2004)
sGTF tersusun atas kompleks Cr 3+dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam
amino yang terkandung dalam glutation yaitu glutamate, glisin, dan sistein. Tanpa
adanya Cr pada intinya maka GTF tidak bisa bekerja mempengaruhi insulin dan
kondisi ini disebut apo-chromodulin. Apo-chromodulin terdapat pada sitoplasma dan
nukleus sel yang sensitif terhadap insulin. Setiap individu hewan mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam mensintesis GTF. Sintesis GTF berlangsung dalam
hati dan dapat terbentuk dalam usus oleh bakteri (Pilliang dan Soewondo, 2006).
Pada kondisi hewan stress maka kebutuhan glukosa sebagai sumber energi
untuk mempertahankan kondisi fisiologis normalnya meningkat. Keadaan ini diikuti
oleh meningkatnya level kortisol yang menghambat penyerapan glukosa menuju
jaringan tubuh sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam darah (hiperglikemia).
Unsur Cr menurunkan level kortisol yang bekerja antagonistik dengan kerja insulin.
Unsur Cr masuk ke dalam tubuh secara endositosis dengan bantuan transferin dan
bergabung dengan apo-chromodulin membentuk chromodulin aktif (GTF).
Chromodulin aktif mengaktivasi reseptor insulin sehingga mengaktifasi tyrosine
kinase dan phospotyrosine phospatase. Ketika reseptor insulin aktif maka reseptor
tersebut mampu menangkap insulin sehingga uptake glugosa dan asam amino
dipermudah (Burton, 1995; Davis dan Vincent, 1997; Nikkah et al., 2010; Moonsie
dan Mowat, 1993; Pechova dan Pavlata, 2007; Vincent, 1999; Vincent, 2000;)

10
 

Gam
mbar 2. Strukktur Glukosse Tolerancce Factor
Suumber: Linder (1992)

Supleementasi Crr dapat menningkatkan konsumsi
k
b
bahan
kering (Hayirli et
e al,.
20001; McNaamara dan Valdes, 2005;
2
dan Nikkah et al., 2010)).

Pening
gkatan

koonsumsi dissebabkan kaarena suplem
mentasi Cr menekan
m
lippolisis (Nikkkah et al., 2010)
2
m
mobilisasi
lemak dan laj
aju pelepasaan non esterrified fatty acids
a
(NEF
FA) (Yang et
e al.,
19996; Kegleyy et al., 20000). Meninggkatnya kon
nsumsi bahaan kering dan berkuran
ngnya
leevel insulin dalam daraah menginddikasikan banyaknya nutrien
n
yangg beredar dalam
d
tuubuh, terutaama yang menuju
m
ke kelenjar susu
s
untuk sintesis protein susu
u dan
prroduksi sussu (Hayirli et
e al.,2001; NRC, 2001
1)
Astussti et al (20005) melapoorkan bahw
wa suplemenntasi Cr orgganik cendeerung
daapat meningkatkan produksi NH
H3, volatile fatty acidss (VFA) tootal, isoacid
d dan
prroduksi propionat yangg berkolerasi dengan peningkatan
p
n efisiensi kkonversi hek
ksosa
seerta penurunnan produkssi CH4 (mettan). Menurrut McDonaald (1995) ppropionat adalah
a
V
VFA
yang bersifat
b
gluukogenik ataau dapat seebagai prekkursor padaa proses sin
ntesis
gllukosa melaalui tahapann glukoneogenesis. An
ndries et all.(1987) meelaporkan bahwa
b
isoacid adalaah sumber kerangka karbon
k
bagii bakteri unntuk biosinntesis asam--asam
am
mino rantai cabang seperti valin, leusin, dan
n isoleusin serta berguuna bagi baakteri
seelulotik untuuk sintesis asam
a
lemakk rantai panjjang dan sinntesis aldehhid. Astuti (2
2005)
m
melaporkan
bahwa penningkatan efisiensi
e
ko
onversi hekksosa berhuubungan deengan
peenurunan energi
e
yangg terbuang dalam ben
ntuk metann. Penelitiann Astuti (2
2005)
m
menyatakan
b
bahwa
supllementasi krromium org
ganik pada level 1 mg//kg telah mampu
m
meningkatka
n kosentrassi ammonia.. Arora (199
95) menyataakan bahwaa amonia peenting
kaarena berpenngaruh terhhadap pertum
mbuhan bio
omassa mikrroba rumenn sehingga sangat
s
m
menentukan
sintesis prootein mikrooba rumen. Perbaikan kondisi biomassa mik
kroba
11
 

rumen tersebut berpengaruh terhadap aktivitas mikroba rumen dalam mencerna
bahan kering.
Selenium (Se)
Selenium telah lama dikenal sebagai mineral yang mempunyai peran penting
pada tubuh ternak. Unsur Se memiliki tingkat rentang yang sempit antara tingkat Se
ransum suboptimal dan tingkat Se toksis (Sudrajat, 2000). Optimasi penggunaan Se
dapat meningkatkan efisiensi produksi telur, efisiensi produksi daging, dan produksi
susu (Lyson, 2007). McDowell (1992) menjelaskan bahwa Se dapat direduksi
menjadi keadaan oksidasi -2 (selenida) atau dioksidasi menjadi keadaan oksidasi +4
(selenite) atau +6 (selenat). Georgievskii (1982) menginformasikan bahwa H2SeO3
dan (H2SeO4 dapat membentuk garam selenit dan selenat.
Sodium selenit dan sodium selenat dikenal sebagai sumber Se inorganik
untuk hewan, sedangkan seneomethionin dikenal sebagai bentuk Se organik. Saat ini
kedua garam tersebut banyak digunakan untuk suplementasi pada pakan. (Lyson et
al., 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan Se adalah bentuk kimia
dari Se, komponen penyusun pakan yang lain, status Se, status fisiologis ternak, dan
spesies (Thomson, 1998).

Se selenit

Eritrosit

Selenida

Plasma

Albumin

Gluthatione

Hati
Gambar 3. Metabolisme Se selenit
Menurut Underwood (1977) serta Suzuki dan Ogra (2002) Se selenit diubah
menjadi selenida oleh glutathione di eritrosit sehingga dapat ditransport melalui
plasma dan berikatan dengan albumin dan selanjutnya ditransfer ke hati. McDowell
(1982) menyatakan bahwa Se diangkut darah menuju tulang, rambut, dan leukosit.
Georgievskii (1982) menerangkan bahwa penyerapan Se melawan kosentrasi di
bagian bawah usus halus dan ekskresi Cr endogen terjadi pada duodenum
(Georgievskii, 1982). McDowell (1982) menyatakan bahwa tidak ada penyerapan Se
12
 

di rumen dan abomasum domba, penyerapan tertinggi terjadi pada duodenum dan
sekum.
Vitamin E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran
selular dan subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se
dikenal mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas dalam bentuk glutathione
peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan salah satu enzim yang mampu
melindungi membran selular dan subselular dari kerusakan oksidatif dengan cara
mencegah akumulasi H2O2 serta menghancurkan peroksida sebelum peroksida
merusak membran selular (McDowell, 1992; Brody, 1994). Brody (1994)
menyatakan bahwa glutathione terlibat dalam reabsorpsi asam amino pada filtrat
glomerulus. Glutathione mempengaruhi enzim γ-glutamyltranspeptidase yang
membatasi sel lumen tubulus ginjal dan mempengaruhi penyerapan substrat asam
amino cystein, glutamine, methionine, alanine, serine, dan dipeptida.
γ-glutamyltranspeptidase
γ-glutamyl – asam amino 

Asam amino

Gluthatione 

Cys-Gly 

Gambar 4. Reabsorbsi Asam Amino pada Filtrat Glomerulus
Sumber: Sudrajat (2000)

Kalsium (Ca)
Unsur Ca diperlukan dengan kisaran 1%-2% dalam ransum. Unsur Ca
merupakan mineral terbesar yang terdapat dalam tubuh hewan. Sebagian besar (99%)
terdapat dalam tulang dan gigi, sedangkan 1% terdapat dalam cairan ekstraseluler
(Paraksi, 1999). Unsur Ca diabsorpsi pada usus halus (Uderwood dan Suttle, 1999).
Menurut Haenlein (1980) aborbsi Ca terbanyak dimulai dari duodenum, jejunum,
dan ileum. Piliang dan Soewondo (2006) menjelaskan bahwa Ca diserap dengan
transpor aktif dalam keadaan ionik . Ca dieksresikan dari tubuh melalui feses, urine,
plasenta, kulit dan melalui kelenjar susu pada proses laktasi. Menurut McDowell
(1992) ekskresi Ca dalam urin sangat sedikit karena adanya penyerapan kembali oleh
ginjal.

13
 

Unsur Ca dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar ketika kambing berada
pada masa laktasi. Kekurangan Ca menyebabkan hipokalsemia, berkurangnya Ca
dalam susu, dan berkurangnya produksi susu (Horst,2003; Heinlein, 1980).
Kekurangan Ca pada kambing laktasi akan mengurangi cadangan Ca di tulang dan
meningkatkan absorpsi Ca (Heinlein, 1980). Pengambilan Ca dalam tubuh selama
periode kehamilan dan laktasi dapat mencapai 60% atau 70%. Pada sapi perah Ca
yang berasal dari tulang lebih banyak digunakan untuk produksi susu daripada Ca
dari pakan sehingga penting untuk menjaga keseimbangan Ca dalam darah dan
tulang. Penurunan konsumsi Ca juga berakibat pada infertilitas (Piliang dan
Soewondo, 2006). Penyerapan Ca dihambat oleh adanya sodium alginate (Heinlein,
1980).
Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa hormon parathyroid
mempengaruhi metabolisme Ca dan eksresi P dalam urine. Hormon tersebut
memiliki fungsi mengatur kadar Ca di dalam plasma dan mengatur kosentrasi Ca di
dalam air susu. Beberapa fungsi Ca adalah: (1) komponen tulang, gigi, dan produksi
susu (2) terlibat pada proses pembekuan darah, (3) mendukung pertumbuhan dan
perkembangan fetus, (4) memelihara rhytme jantung yang normal, (5) membantu
fungsi tubuli ginjal, (6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf, (7)
mengatur aktifitas enzim, dan (8 mempertahankan permeabilitas dinding sel.
Piliang dan Soewondo (2006) menjelaskan bahwa protein berperan dalam
penyerapan Ca oleh usus. Pakan yang mengandung protein tinggi akan
mempermudah penyerapan Ca. Kadar P pakan yang P tinggi menurunkan absorbsi
Ca. Transpor Ca dapat dihambat oleh kelangkaan oksigen dan adanya i dinitrofenol,
natrium azida, maupun florizin. Kosentrasi K yang tinggi menghambat transpor Ca di
dalam sel mukosa. Mineral Ca memegang peranan penting pada proses transfer
komplek vitamin B12–intrinstic factor ke dalam sel. Haenlein (1980) menjelaskan
bahwa penambahan ammonium klorida pada pakan akan meningkatkan penyerapan
Ca di usus. Hal ini karena sifat ammonium klorida yang asam. Namun pemberian
ammonium klorida dapat menurunkan nafsu makan.
Posfor (P)
Unsur P sangat penting perannya dalam proses biokimia dan fisiologis.
Pospor berfungsi untuk 1) mengatur keseimbangan asam basa, 2) dalam metabolisme
14
 

protein dan energy, 3) mempertahankan struktur sel membrane, 4) menjaga
kesehatan tulang dan gigi (WHO/FAO, 1996). Rasio Ca:P pada pakan menentukan
produksi susu dan rasio yang normal akan mencegah terjadinya hipophospatemia dan
hipokalsemia (Fomon, 1993). Suplementasi 20g CaO dan 13g P2O5 selama 2 minggu
akan meningkatkan produksi susu kambing sebanyak 10% sedangkan suplementasi
selama 4 minggu akan meningkatkan produksi susu sebanyak 15% - 25% (Soliman,
2005)
Penyerapan P akan terhambat dengan pemberian estrogen (estradiol).
Kekurangan asupan P akan menyebabkan berkurangnya nafsu makan dan menekan
pemanfaatan fosfat oleh tulang. Hal ini dapat menimbulkan hipophospatemia yang
merupakan salah satu penyebab milk fever. Keadaan ini akan mempengaruhi kerja
hormon paratiroid pada mekanisme homeostasis (Haenlein, 1980).
Magnesium (Mg)
Unsur Mg memegang peranan penting dalam mengaktifkan 100 enzim dan
berperan dalam reaksi 300 enzim. Unsur Mg juga berfungsi menjaga kesehatan
kardiovaskular, otot, fungsi syaraf, metabolisme protein, dan pembentukan tulang
dan gigi (WHO/FAO, 1996). Kadar Mg darah menurun ketika kambing mendapat
pakan yang banyak mengandung Kyang menyebabkan peningkatan uptake seluluar
Mg, dan meningkatkan retensi Mg. Menurut Haenlein (1980) pemberian 238 mg Mg
pada kambing berusia 2 tahun selama 11 hari mengindikasikan terjadinya defisiensi
Mg yang ditandai dengan penurunan produksi susu, penurunan eksresi urin,
penurunan eksresi Mg total, dan peningkatan plasma darah sebesar 10%. Kadar Mg
pada urin turun, namun akan kembali naik dengan volume urin yang lebih sedikit,
sedangkan kadar Mg susu tidak berubah.Tempat absorpsi Mg pada ternak ruminansia
dewasa adalah pada bagian retikulorumen, sekitar 25% Mg. Jumlah Mg yang
diaborpsi menurun seiring dengan penurunan tingkat Mg pakan. Dalam kondisi
defisien Mg, hewan akan meningkatkan mobilisasi Mg cadangan dalam tubuh untuk
menggantikan absorpsi Mg yang rendah (McDowell, 1992).
Seng (Zn)
Unsur Zn berfungsi dalam pengaktifan 200 enzim dan terlibat pada
metabolisme, reproduksi, dan penyembuhan luka (WHO/FAO, 1996). Ketika
15
 

pasokan Zn menurun tidak mempengaruhi produksi susu namun menurunkan kadar
Zn susu. Gejala defisiensi Zn diantaranya terjadi paraketosis, peningkatan bakteri di
mulut, kekuan sendi dan pembengkakan kaki, berkurangnya inkordinasi, mata
banyak mengeluarkan cairan, produksi saliva berlebih, testis kecil, skortum kecil,
berkurangnya nafsu makan, rambut tumbuh kasar, dan tidak adanya libido. Di dalam
tubuh kosentrasi tertinggi Zn ada pada prostat, semen, dan epididimis. Metabolisme
Zn dihambat oleh adanya Cu dan Fe. Kadar Zn yang tinggi menyebabkan terjadinya
anemia. Level Zn 1000 ppm menyebabkan diare. Sekresi Zn terbanyak ada pada
feses (88%) sedangkan sekresi pada urin dan susu rendah. Analisa rambut dapat
mengetahui status Zn pada tubuh ternak (Haenlein, 1980)
Natrium (Na)
Natrium terdapat di dalam cairan esktraseluler membentuk larutan NaCl atau
Na2CO3 dan berfungsi mengatur keseimbangan air, mengatur tekanan osmosis,
mengatur keseimbangan asam basa, mengatur kontraksi otot, dan mengatur kontraksi
syaraf (WHO/FAO, 1996; Nasoetion, 1995). Kekurangan Na menyebabkan 1)
turunnya nafsu makan, 2) timbulnya rasa haus, 3) menurunkan tekanan osmosis, 4)
volume cairan tubuh menurun sehingga tekanan darah menurun dan penurunan berat
badan, 5) penurunan volume urin, 6) produksi susu menurun, 7) lemak susu
meningkat, 8) pertumbuhan terhambat, dan 10 ) penurunan produksi susu saat
laktasi. Kelebihan Na menyebabkan 1) diare, 2) otot gemetar, 3) naiknya tekanan
darah, 4) volume cairan esktraseluler meningkat, dan 5) kematian (Haeinlein, 1980;
Nasoetion, 1995).
Nasoetion (1995) menyatakan bahwa metabolisme Na diatur oleh aldosteron
dari korteks adrenal yang meningkatkan penyerapan kembali dari ginjal.
Pengangkutan Na melalui dinding epitel usus. Pada duodenum dan jejenum, NaCl
akan berpindah dari darah ke usus bila cairan mengalami hipotonik. Metabolisme Na
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Estrus dan estrogen akan menyebabkan penurunan
Na dan Cl (Soliman, 2005). Pemberian ammonium chloride akan menyebabkan
asidosis dan meningkatkan ekskresi Na dan air (Heinlein, 1980)

16
 

Kalium (K)
Kalium adalah unsur terbanyak yang terdapat pada susu kambing (Soliman,
2005). Menurut WHO/FAO (1996), K berfungsi untuk 1) mengatur impuls syaraf,
2) mengatur keseimbangan air dan cairan tubuh, 3) mengatur keseimbangan asam
basa, 4) mengatur kontraksi otot, 5) dan meregulasikan detak jantung secara normal.
Defisiensi K menurut Hurley (1989) akan menyebabkan 1) estrus tidak normal, 2)
aktivitas ovarium menurun, 3) fertilitas menurun, 4) hypophospatemic.
Unsur K bersama Na, Ca dan Mg dalam cairan ekstraseluler mempunyai
reaksi alkalis. Kalium bersama-sama dengan klorida

(Cl) membantu menjaga

tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa dalam cairan intraseluler dan sebagian
terikat dengan protein. Kalium membantu mengaktivasi reaksi enzim piruvat kinase
yang menghasilkan asam piruvat dalam metabolisme karbohidrat. Kalium
diekskresikan dalam usus oleh cairan pencernaan tetapi sebagian besar akan diserap.
Ginjal adalah organ utama ekskresi K. Kalium mencapai sel melalui proses absorbsi
aktif. Kalium dibuang dari tubuh melalui urin. Hampir sebagian besar kegiatan tubuh
dipengaruhi oleh kosentrasi K dalam plasma (Nasoetion, 1995).
Vitamin
Menurut Piliang dan Soewondo (2006) vitamin-vitamin dapat diabsorpsi
secara keseluruhan oleh usus halus. Vitamin tidak dapat digunakan secara habis
dalam reaksi biokomia namun satu molekul vitamin akan digunakan berulang-ulang,
namun mengalami degradasi dan memerlukan pergantian molekul baru. Fungsi
vitamin diantaranya 1) sebagai koenzim atau gugus prostetik dari enzim, 2) mengatur
metabolisme, 3) membantu mengkonversi lemak dan karbohidrat mejadi energi, dan
4) membantu pembentukan tulang serta jaringan tubuh.
Beberapa vitamin dapat disintesis oleh tubuh di saluran pencernaan pada
batas-batas tertentu, misalnya vitamin K, thiamin, folacin, dan vitamin B12. Vitamin
A, choline, dan niacin dapat dibentuk di dalam tubuh jika tersedia prekursornya.
Vitamin D dapat disintesis kulit melalui bantuan sinar ultra violet (UV). Jumlah
maksimum suatu vitamin dimana jaringan tubuh dapat mempertahankannya dikenal
sebagai kadar kejenuhan suatu vitamin (Saturation Level). Bentuk vitamin dapat
mempengaruhi tingkat absorbsi (Piliang dan Soewondo, 2006).

17
 

Vitamin larut lemak dapat disimpan dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding vitamin yang larut air, sehingga vitamin larut lemak mempunyai potensi
besar untuk mencapai kondisi toksisitas dibanding vitamin larut air. Vitamin larut
air mempunyai daya jenuh rendah karena kelebihannya akan diekskresikan melalui
urin. Vitamin

larut lemak umumnya cukup

stabil terhadap proses pemasakan,

pemanasan, dan tidak hilang dalam air dalam proses memasak (Piliang dan
Soewondo, 2006).
Vitamin A
Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan,
diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan. Menurut McDowell (2000) defisiensi
vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, hilangnya bobot badan,
penampilan buruk dan rabun serta menyebabkan fertilitas menurun pada kambing
yang sedang tumbuh. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan
vitamin A sebanyak 5000 IU/kg.
Vitamin D
Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa vitamin D meningkatkan
enzim citrogenase dan produksi sitrat dan memacu penyerapan Ca.Hurley (1989)
menyatakan bahwa vitamin D terlibat dalam proses homeostatis Ca darah yang juga
melibatkan hormone paratiroid, kalsitonin, dan bentuk aktif vitamin D (1,25
dihidroxyvitamin D3) (Horst, 2003). Kadar Ca darah memiliki laju pergantian yang
sangat cepat ketika kambing sedang laktasi. Regulasi Ca dalam darah penting untuk
dijaga pada level normal untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.Kambing dengan
berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg
(McDowell, 2000).
Vitamin E
Menurut Muchtadi (1994) dan Winarto (2010) vitamin E mempunyai fungsi
utama sebagai antioksidan di dalam tubuh dan mengurangi pengaruh buruk radikal
bebas yang menumpuk akibat terjadinya cekaman. Menurut Piliang dan Soewondo
(2006) vitamin E mempunyai potensi sebesar 1%-50% dari bentuk aktif dalam
vitamin E, yaitu sebagai tokoferol (Piliang dan Soewondo, 2006). Vitamin E
berfungsi: (1) sebagai antioksidan biologis, (2) menjaga struktur lipida, (3) dalam
18
 

reaksi-reaksi fosforilasi, (4) dalam metabolisme asam nukleat, (5) dalam sintesis
asam askorbat, (6) sintesis ubiquinon dan metabolisme sulfur asam amino
(Sumardjo, 2006). Vitamin E juga berfungsi untuk mengatur integritas dan fungsi
organ reproduksi, sirkulasi darah, dan kekebalan tubuh (Leshchinsky dan Klasing,
2001). Vitamin E sebagian besar disimpan di jaringan lemak dan selebihnya di hati
(Almatsier, 2001).
Menurut Noguchi dan Niki (1999), vitamin E termasuk antioksidan primer
yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara
menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil
yaitu hidroperoksida. Enzim GSH-Px juga bekerja sebagai donor hidrogen. Vitamin
E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan
subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982; Parakkasi, 1983). Dalam
bentuk tokoferol, vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas
sedangkan Se mengurangi peroksidasi fofolipid yang sudah terlanjur terbentuk
(Fellenberg dan Speisky, 2006; McDowell, 1982). Namun jumlah vitamin E yang
cukup masih belum mampu mencegah timbulnya beberapa peroksida yang terbentuk.
Unsur Se merupakan pertahanan kedua untuk menjaga keutuhan membrasel setelah
Vitamin E (McDowell, 1982). Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis
membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).
Kondisi Lingkungan Kandang dan Cekaman Panas
Menurut Siregar (1997) iklim merupakan stressor yang kuat dalam
mempengaruhi produksi susu baik secara langsung maupun tidak langsung. Wayman
et al (1962) mengungkapkan bahwa suhu udara yang tinggi dapat menurunan
produksi susu sebagai akibat dari turunnya nafsu makan ternak, turunnya gerak laju
digesta, dan turunnya efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu. Battacharya
dan Husain (1974) menyatakan bahwa suhu yang panas mampu menurunkan daya
cerna bahan kering, protein kasar, lemak, dan metabolisme energi.
Menurut Scientific Committee on Animal Health and Animal Welfare (1999)
kambing lebih sensitif terhadap dingin dibandingkan dengan domba.

Kambing

rentan terhadap kelembaban dan angin (Constantinou, 1987). Meskipun kambing
lebih toleran terhadap suhu yang tinggi, namun kambing juga peka terhadap suhu
tinggi. Menurut Appleman dan Delouche (1958), suhu 300C dapat menurunkan
19
 

produksi susu. Hafez (1968) melaporkan bahwa suhu 350C sudah dapat menurunkan
produksi susu kambing. Smith dan Sherman (1994) melaporkan kondisi optimum
kandang kambing pada iklim temperate minimum 60C dan maksimum 270C,
sedangkan kelembaban relatifnya 60%-80%.
Olsson et al. (1997) menjelaskan bahwa suhu lingkungan yang tinggi
mempengaruhi peripheral thermoreceptor dan thermosensitive unit pada sistem
syaraf pusat. Suhu juga merangsang bagian pre-optical di hipotalamus untuk
mengaktifkan mekanisme heat-loss secara fisiologis dan tingkah laku.

Ketika

cekaman panas terjadi maka peredaran darah mengalami penyesuaian dengan adanya
inhibisi dari syaraf sympathetic vasoconstrictor sehingga kulit mencapai vasodilatasi
maksimal. Suhu rectal meningkat sehingga hewan akan mengalami panting yang
diikuti dengan menurunnya konsumsi pakan dan meningkatnya konsumsi air.

20
 

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing Darul Fallah Farm yang
terletak di Pondok Pesantren Darul Fallah, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian
dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011. Analisa
pakan, feses, dan kandungan mineral susu dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi
Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak yang digunakan adalah kambing perah peranakan Etawah (PE) yang
sedang laktasi sebanyak 8 ekor dengan rataan produksi susu 356,46±320,69
g/hari/ekor. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput
gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil
(CPO). Suplemen yang digunakan adalah kedelai sangrai, selenium, kromium,
vitamin A, vitamin D, dan vitamin E. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan
kambing berupa kandang individu berbentuk panggung berukuran 1 x 2m yang
terbuat dari bambu. Peralatan lain yang digunakan selama penelitian adalah
perlengkapan kandang, perlengkapan koleksi feses, peralatan analisa proksimat,
peralatan analisa mineral, gelas ukur 1 liter, timbangan kasar 5 kg, timbangan kasar 1
kg, oven 600 dan tanur.
Prosedur
Perlakuan
Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah,
dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil (CPO).
Dua perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalahperlakuan 1 yaitu pemberian
pakan tanpa suplementasi dan perlakuan 2 yaitu pemberian pakan dengan
suplementasi kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral kromium dan selenium.
Pakan Komposisi ransum komplit yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di
Tabel 4.

21
 

Tabel 4. Komposisi Bahan Pakan yang Digunakan pada Penelitian
Bahan Pakan

Komposisi dalam Ransum (%)
Perlakuan 1

Perlakuan 2

Pakan Basal
Rumput Lapang

32,12

32,12

Ampas Tempe

53,15

53,15

Rumput Gajah Kering

5,89

5,89

Dedak

0,85

0,85

Jagung

2,48

2,48

Onggok

1,29

1,29

Bungkil Kedelai

2,98

2,98

Bungkil Kelapa

0,94

0,94

CPO

0,30

0,30

Suplementasi
Kedelai Sangrai

-

280g/kg

Vitamin A

-

8000 IU

Vitamin E

-

0,045 g/kg

Vitamin D3

1500 IU

Se

-

0,30 ppm

Cr Organik

-

3,00 ppm

Pakan yang digunakan pada penelitian terdiri dari dua jenis, yaitu perlakuan 1
dan pakan perlakuan 2. Kedua jenis pakan tersebut dianalisa beserta sampel ampas
temp dan rumput lapang yang digunakan pada peternakan Darul Fallah Farm.
Analisa proksimat bertujuan untuk mendapatkan komposisi nutrien yang terkandung
pada pakan dan bahan pakan tersebut. Analisa proksimat berguna untuk menghitung
peubah-peubah yang diamati meliputi (a) konsumsi bahan kering, (b) konsumsi
mineral, (c) absorpsi mineral, dan (d) sekresi mineral pada susu kambing peranakan
Ettawah laktasi. Komposisi nutrien pakan perlakuan 1, pakan perlakuan 2, ampas
temped an rumput lapang yang digunakan dalam penelitian terdapat pada Tabel 5.

22
 

Tabel 5. Komposisi Nutrient Rumput Lapang, Ampas Tempe, dan Pakan
Kode
BK(%)

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Ampas Tempe

Rumput Lapang

85,69

84,18

20,59

22,42

Abu

10,85

10,85

4,42

11,69

PK

21,96

16,27

18,02

13,29

SK

17,62

19,29

51,68

39,16

LK

2,26

2,77

2,23

1,29

Beta-N

47,31

50,82

23,65

34,57

Ca

0,28

0,37

0,16

0,21

P

0,14

0,12

0,04

0,18

Mg

0,07

0,03

0,04

0,04

K

4,03

4,29

0,94

4,11

Na

0,06

0,04

0,15

0,03

Zn

0,02

0,02

0,02

0,02

Komponen(% BK)

Mineral(%)

Keterangan : Data diperoleh dari analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor

Persiapan Pakan
Rumput gajah yang digunakan dikeringkan (hay) dibawah terik matahari.
Bahan-bahan lain penyusun konsentrat digiling halus. Kromium yang digunakan
berasal dari inkorporasi kromium inorganik melalui bantuan fermentasi kapang
tempe (Rhizopus oligosporus) selama 10 hari. Tempe yang mengandung kromium
dan telah siap panen kemudian dicacah dan dikeringkan di dalam oven 60o untuk
selanjutnya digiling. Selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E diperoleh dari
PT. Nutreco Indonesia. Saat penyusunan ransum dilakukan pencampuran bertahap.
Bahan yang dicampurkan lebih dahulu adalah bahan-bahan dengan presentase
terkecil hingga presentase terbesar, metode ini dilakukan untuk memastikan bahwa
bahan-bahan ransum komplit tercampur secara merata.
Pemeliharaan Kambing
Kambing yang telah dikelompokkan ke dalam dua perlakuan dipelihara
selama 1 bulan dengan masa adaptasi pakan selama 2 minggu. Pakan diberikan
23
 

sebanyak 7,3 kg/hari/ekor. Setiap harinya dilakukan pencatatan konsumsi pakan dan
produksi susu. Pada minggu ke-4 dilakukan koleksi total feses dan pengambilan
sampel susu untuk analisa mineral.
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Susu
Pengambilan sampel susu dilakukan pada minggu keempat. Sampel susu
terdiri atas susu pada pemerahan pagi dan sore hari. Sampel susu pagi disimpan
dalam botol plastik ukuran 50 ml dan dimasukan ke dalam lemari es, kemudian
setelah mendapatkan sampel susu sore hari dilakukan pencampuran kedua sampel
secara proposional, lalu dihomogenkan dan diabukan dengan metode wet ashing
(Reitz, 1960).
Pengabuan dengan metode wet ashing dilakukan untuk mengetahui
kandungan mineral pada susu kambing. Sebanyak 5 ml susu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer ukuran 100 ml. Sampel ditambah 5 ml HNO3(p) dan didiamkan selama 1
jam di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate bertemperatur 250 OC
selama 4 – 6 jam di ruang asam, tempat sampel ditutup lalu dibiarkan selama
semalam. Selanjutnya ke dalam sampel ditambahkan 0,4 ml H2SO4(P) dan sampel
dipanaskan selama ± 1 jam pada suhu 250 OC hingga larutan lebih pekat. Selanjutnya
hasil destruksi ditambah 2-3 tetes campuran larutan HClO4 : HNO3(P)

dengan

perbandingan 2:1. Sampel tetap diletakkan di atas hot plate dan dilakukan
pemanasan hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.
Sampel kemudian didinginkan dan ditambah 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl(p).
Pemanasan dilanjutkan hingga sampel larut kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring whatman No.41 lalu filtrat
digunakan untuk pembacaan kadar mineral menggunakan atomic absorption
spectrophotometer (AAS) atau double beam spectophotometer khususnya untuk
posphor.
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Komposisi Mineral Feses
Pengambilan sampel feses dilakukan pada minggu keempat selama 1 minggu.
Koleksi feses dilakukan menggunakan jaring paranet yang dipasang di bawah setiap
kandang individu. Feses individu kambing yang terkumpul pada pagi hari, dijemur
menggunakan nampan dan setelah kering dikumpulkan pada kantung kain hingga
24
 

periode koleksi selesai. Sebanyak 10% feses dimasukan ke dalam oven 60⁰C selama
24 jam. Sebanyak 15 g feses kering digunakan untuk analisa komposisi mineral
dengan metode wet ashing (Reitz, 1960)
Pengabuan dengan metode wet ashing dilakukan untuk mengetahui
kandungan mineral pada susu kambing. Sebanyak 15 g feses dimasukkan ke dalam
erlenmeyer ukuran 100 ml. Ke dalam labu ditambahkan 15 ml HNO3(p) dan
didiamkan selama 1 jam. Sampel dipanaskan di atas hot plate bertemperatur 250OC
selama 4 – 6 jam di ruang asam, sampel ditutup lalu dibiarkan selama semalam.
Sampel ditambah 1,2 ml H2SO4(P) dan dipanaskan selama ± 1 jam hingga larutan
lebih pekat. Selanjutnya ditambahkan 6-9 tetes campuran larutan HClO4 : HNO3(P)
dengan perbandingan 2:1. Sampel tetap diletakkan di atas hot plate dan dilakukan
pemanasan pada suhu 250OC hingga terjadi perubahan larutan menjadi kuning muda.
Sampel kemudian didinginkan dan ditambah 6 ml aquades dan 1,8 ml HCl(p).
Pemanasan dilanjutkan hingga sampel larut kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring whatman No.41 lalu filtrat
digunakan untuk pembacaan kadar mineral menggunakan atomic absorption
spectrophotometer (AAS) atau double beam spectophotometer khususnya untuk
phospor.
Konsumsi Pakan (g/ekor/hari)
Konsumsi pakan merupakan selisih antara pakanyang diberikan (g/ekor/hari)
dengan pakan sisa yang ditimbang (g/ekor/hari). Jumlah konsumsi digunakan untuk
mengetahui konsumsi bahan kering (BK) dan mineral.
1. Konsumsi BK pakan (g/ekor/hari) =
[