Perancangan Proses Ekstraksi Bahan Aktif Insektisida Botani dari Aglaia odorata Lour

PERANCANGAN PROSES EKSTRAKSI
BAHAN AKTIF INSEKTISIDA BOTANI
DARI Aglaia odorata LOUR.

OLEH :
ARIEF TASRLG NUR GOMO

PROGRAM PASCASARTANA
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
2002

ARIEF TASRIG NUR GOMO. Perancangan Proses Ekstraksi Bahan Aktif
Insektisida Botani dari Aglaia odorata Lour. Dibimbing oleh W A M M A D
ZEIN NASUTION dan MEIKA SYAHBANA RUSLI.
Aglaia dorata Lour. (Meliaceae) merupakan salah satu sumber baru
penghasil insektisida botani. Ekstrak bagian tanaman ini dilaporkan mempunyai
a k t i h insektisida terhadrtp faama Spdoptera littoralis, Peridromu saucia,
Plutella xylostella, dan Crocidolonzia binotalis. Senyawa-senyawa aktif yang
terkmdung dalam ekstrak A. odomta terdiri dari rokaglamida dan turunannya.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa aplikasi secara tunggal senyawa
rokaglamida memiliki aktiffias setara dengan azadirachtin, selain itu senyawa

tumnamya juga mempunyai aktifitas sebagai insektisida.
Ekstraksi merupakan cara untuk memperoleh insektisida botani dari A.
odorata. Proses ekstraksi menghasilkan ekstrak kasar yang mengandung
rokaglamida dan tmmannya yang merupakan bahan &if insektisida. Fraksinasi
ekstrak kasar menggunakm teknik partisi dapat menghasilkan ekstrak yang lebih
murni atau disebut juga W s i &if. Fakor-fhkor yang mempengaruhi proses
ekstraksi dan partisi dapat mempengaruhi rendemen hasil dan keaktifan ekstrak
jenis pelarut,
yang diperoleh T u j w pemlitian ini yaitu untuk mendnisbah bahan dengan p e h t , jumlah m a n , lama ekstraksi, dan tingkat
kemurnian pelarut yang dapat menghasilkan ekstrak dengan rendemen dan
aktifm tertinggi, serta untuk mendapatkan jenis pelaaut dan perlu tidaknya
pengulangan proses partisi ekstrak dari kondisi terpilih untuk memperoleh M i
yang memiliki rendemen dan aktifitas terthggi. Keaktih ekmdc dan fkaksi &if
diuji pada larva instar I1 C. binotalis, sedangkan analisis menggunakan HPLC
dilakukan untuk mengukur kandungan bahan aktif (rokaglamida) pada ekstrak dan
M s i aktif.
B e r k k a n hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan pelarut metanol
menghasilkan ekstrak dengan jurnlah rendemen paling k(4,87 %bk) dan
keaktifan ekstrak yang paling tiaggi (nilai mortditas larva 18,67 %) dibandingkan
menggunakan etanol maupun aseton Penggunaan nisbah bahan dengan pelarut

1:10 h a menghasilkan rendemen ekstrak terbesar (4,48 %bk) dm keaktifan
tertinggi (nilai mortalitas larva 17,33 %) dibandingkan dengan yang dihasilkan
dari penggunaan nisbah bahan dan pel1:8,5 dan 1:5.
Satu tahap &st.mksi meoghasilkan e M dengan redemen terbesar (6,66
%bk) dan mernpunyai keaktifan tertinggi (nilai mortalitas larva 81,33 %)
dibandingkan menggunakan 2 tahap ekstraksi. Ekstraksi selarna 24 jam dapat
menghasikan rendemen terbesar dan dapat rnembunuh larva sebanyak 86,67 %
dibandingkan dengan ekstraksi selama 8 maupun 16jam.
Penggunaan mdanol teknis untuk ekstraksi insektisida botani dari A.
odorata menghasilkan rendemen ekstrak terbesar (15,27 %bk) dan rnampu
membunuh larva sebanyak 49,33 % dibandingkan menggunakan metanol murni
(pa.) ataupun metanol telrnis redestilasi
Pemisahan fraksi aktif dari ekstrak yang dihasilkan dari kondisi terpilih
dilakukan menggunakan teknik partisi selama 6 jam. Dari hasil penelitian

d i p l e h bahwa peletil asetat menghasilkan rendemen fiaksi aktif terbesar
(32,11 YO)dan rnemiliki keaktifan tertinggi (nilai malitas larva 9 7 9 %).
A d i s i s k o q n e n rokagtamida menggunakan HPLC p d a ekstrak kasar
yang d i h a s i h chi kondisi proses terbaik yaitu ekstraksi 1 tahap selama 24 jam
menggunakan metan01 teknis de?ngatt nisbah bahan dan pe1arut I :lo, medqatkan

basil yaitu kandungan rokagkmkh sebesar 0,05 % atau 507,58 pjm. Sedangkan
hasil analisis HPLC pada fhksi &if yang dihasilkan dari kondisi terpilih juga
yaitu dengm menggumkan pelarut et.3 asetat tanpa pengulangan proses, yaitu
k a n d q rokagkmida sebesar 0,15 % atau I 49- 1 ppm.

Dengan h i sap menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
PERANCANGAN PROSES EKSTRAKSE BAHAN AKTIF INSEKTISIDA
BOTANI DAN Aglaia odorata LOUR.

adalah benar hasil karya s a p sendiri dan helm pernah dipublikasikan Semua
sumber data dan id-i

yang d

i

i telah dinyatakm secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.


Bogor, Mei 2002

Arief Tasrin Nur Gorno
NRP 99577rnP

PERANCANGAN PROSES EKSTRAJSSI
BAHAN AKTIF INSEKTISDA BOTANI
DARI Aglaia odorata LOUR.

ARIEF TASRlG NUR W M O

Tesis
sebagai salah satu qmat untuk mernperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Indud Pertanitin

PROGRAM PASCASARTANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002


Judul Tesis

: P e ~ ~ n m m gP-EkstraksiBah~
m
AMif
Inselcthkh Bo-i dari @&a d r a f a Lour.

Nama

: Arief Tasrig Nur Gomo

Nomor Pobk

: 99577

Program Studi

: Tekanlogi Indmtri Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Ir. M. %2

N~sutioo,lVLApp.Sc.
Ketua

Mengetahui,
2. Ketua Prwgram Studi
Teknow Indwtri Pertanian

-.Dr.Ir. Irawadi Jamaran

Tanggal Lulus :21 Mei 2002

r o g m Pascasajana

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 29 Januari 1976 sebagai anak
bungsu dari pasangan Muk Nur G o m dan Aisah Wonggo.
Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Manado dan pada tahun yang

sama lulus seleksi mas& Universitas Sam Ratulangi Manado melalui jalw Tumou
Tou (PMDK). Pendidikan sarjana ini ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanhn, Fakultas Pertanian, dan lulus pada tahun
1998. Pada tahun 1999 penulis memutuskan untuk melanjtrtkan studi ke Program
Magister Sains pada Program Studi Teknologi I n d d Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti program S2, penulis pernah mendapat piagam
penghargaan atas prestasi akademik genlilang pada semester I tahun 199912000,
d m pernah memperoleh beasism dari Yayasan van Deventer-Maas pada tahun
2001/2002. Pada semester IV pemlis bergabung bermma Hirnpunan Kimia Bahan
Alam Indonesia.

PRAKATA

Puji d m syukur penulis panjatkan kehadht Allah SWT, karena atas

berkat, &mat, dan hidayah-Nya, sehingga pemlitian sampai peaulisan tesis yang
berjudul "Perancangan Proses Ekstraksi Bahan Aktif Insektisida Botani dari
Aglaia odorata Lour. (Meli-y'


dqmt diselesaikan. Pemrlisan tesis ini

dilakukan untuk memenuhi salah satu s y m dalam penyelesaian studi di program
Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri P d a n Program
Pascasajana Institut Pertanian Bogor.
Penulis me~yampaikanterimzr kasih kepada komisi pembimbing Ir. M.
Zein Nasution, M.App.Sc. dan Dr. Ir. Meika S. R&,

M.Sc. atas =gala petunjuk,

bantuan, d m bimbingan selama penelitian dan penulisan tesis hi. Ucapan terima

kasih juga p n d i s sampaikan kepada :
1. Direktur Program Pasaisarjana Institut Pertanian Bogor.
2. Ketuia clan staf dosen Program Studi Teknologi Industxi Pertanian Program

Pascasarjana IPB.
3. Dr. Ir. Bambang W, Nugroho

dan Dr. Ir. Meika S. Rusli, M.Sc. sebagai


pimpinan dan anggota pelaksam Proyek Riset Unggulan T
@

mengenai

Insektisida Botani dari Aglaia spp., yang telah meli'batkm penulis dalam
pelaksanaannya.
4. Ir. Djoko Priyono, M.Agr., Ir. Danar Dono, U S i dan Ir. Edy Syahputra, M.Si.

yang telah memberikan masukan-masukan dalam penyelesaian penelitian dan

penulisan tesis ini.
5. Dr. Ir. Irawadi Jatllaran atas kesedkmya sebagai penguji

viii

6. Pimpinan

cIan


Imtmmentasi

staf L a b o r a t o h Teknologi Kimia dan Laboratorium

J t ~ u s a n Teknologi

I n d u d Pertanian FATETA IPB, serta

Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuha.n FAPERTA IPB yang telah memberikan hilitas selama penelitian.
7. Pimpinan dan staf Perpustakaan IPB, CDSAP, PAU, dan PDII LIP1 Jakarta.

8. Linda, Fustd, Nina, Rink Msthatma, Emi, Tita, Bu N h g , Desi, dan teman-

teman di Program Studi Teknologi I n d d Pertanian Program Pascasarjana
(S2) IPB Angkatan '99.
9. Ita dan Ktrres atas persahabatan dm pengertiannya.

10. Pap, Mama, Ati, Ita, Zai, Kosirn, serta seluruh keluarga atas doa, dorongan,

sernangat, ket&ahaq

d m pengorbanan yang telah dr'berikan demi

keberhasilan penulis.
11. Ibu Barnbang dan keluarga, Ibu Kost d a . keluarga, serta teman-teman di kost
Sawah Baru tahun 1999-2002.
12. Esti, Emits, Firda, dan teman-ternan pengguna laboratorium Teknologi Kimia

Jurusan TIN FATETA IPB, atas bantam dan kerjasamanya.
13. Kepadaa semua pihak yang tehh membmtu p u l i s .

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bemanfaat bagi mereka yang
memerlukannya.

Bogor, Mei 2002
Penulis

Halaman

DAFTAR TABEL ..............................................................
xi
DAFTAR GAii4BAR .......................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ xiv
I

PENDAHULUAN .............................................................
A. Latar Belakang ..............................................................
B. Tu&an Mad&& Penelitian ...........................................
C . Ruang Liogkup Penelitian ................................................

1
1
4
4

II

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................
7
A. Penggunaan Ekstrak Tumbuhan dalam Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) ........................................ 7
B. Famili Meliaceae Sebagai Salah Satu Sumber Insektisida Botani ...
9
C . Potensi A . odorata Sebagai Sumber Insektiida 330th ............... 11
D. Kelornpok Senyawa Aktif Insektisida dari A . odorata ................ 13
E. Ekstraksi Insektisida Botani dari A . odorata dan Faktor-Wor
yang Mempengaruhi....................................................... 18
F. Pemisahan Fraksi Aktif dari Ekstrak Kasar A . odorata .............. 24

111

METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
A. WaktudanTempat .........................................................
B. BahandanAlat .............................................................
C. Metode Penelitian ..........................................................
D. Prosedur Penelitian .........................................................
E. Parameter Pengamatan ...............................................
F. Rancangan Percobaan .....................................................

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................
A. Hasil Proses Ekstraksi dan P&sahan Fraksi Aktif ...................
B. Ekstraksi Insektisida Botani dari A . odorata ...........................
1. Pengaruh Jenis P e W dan Nisbah Bahan dengan P e h t .......
2. Pengaruh Jumlah Tahapan dan Lama Ekstraksi ...................
3 . Penganrh Tingkat Kemurnian Pelanrt ..............................
C. Pemisahan Fraksi Aktif dari Ekstrak A . odorata ......................
D. P e r W i a n Komposisi Rokaglamida pada Ekstrak Kasar A .
odorata dan Fraksi Aktifnva ..............................................

V

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................
A. Kesimpulztn ..................................................................
B. Saran .........................................................................

85
85
87

DAFTAR PUSTAKA ........................................................

89

30
30
30
31
32
35
38

Tabel 1.

Senyawa tunman rokagalmida yang diisolasi dari aglaia spp.
beserta toksisitas insektisidanya ......................................... 15

Tabel 2.

Pengaruh jenis pelarut dan nisbah bahan dengan pelarut terhadap
rendemen ekstrak A. odorata (%bk) yang diperoleh dari proses
ekstraksi 1 tahap selama 24 jam ........................................ 42

Tabel 3.

Pengaruh ekstrak A. odorata (komentrasi 0,25%) yang diperoleh
dari proses ekstraksi 1 tahap selama 24 jam dengan perlakuan
dan nisbah bahan dengan pel- terhadap mortalitas
jenis pellarva C. binotalis ......................................................... 49
Pengamh jumlah tahapan dan lama ekstraksi terhadap rendemen
ekstrak A. odclrata (%bk) yang diperoleh dati proses ekstraksi
rnenggmakan metanol murni dan nisbah bahan dengan pelarut
1:lO .......................................................................... 53

Tabel 5.

Pengaruh ekstrak A. odorata (koflsentrasi 0,25%) yang diperoleh
dari proses ekstraksi menggunakan pelarut mumi clan nisbah
bahan dengan pelarut 1:10 dengan perIakuan jumlah tahapan dan
lama e k d s i terhadap mortalitas larva C. binotalis ................ 57

Tabel6.

Pengaruh perlakuan tingkat k e d a n pelam terhadap rendemen
ekstrak A. &ata
yang d i p l e h dari 1 tahap proses ekstraksi
selama24jarndengannisbahbahandanpelarutl:lO............... 61

Tabel 7.

Pengaruh ekstrak A. odorata (komemasi 0,25%) yang diperoleh
dari 1 tahap proses ekstraksi selanaa 24 jam dan nisbah bahan
dengan pel1:10 dengm perlakuan tingkat kemurnian pelarut
t e r b d q m o m Iarva C. binotalis .................................. 66

Tabel 8.

Pengamh jenis pelarut clan pengulangan proses partisi terhadap
rendemen M s i aktif ekstrak kasar A. odorata (%) yang diperoleh
dari p s e s partisi selama 6 jam ......................................... 70

Tabel 9.

Pengaruh & h i aktif ekstrak kasar A. odorata (konsentrasi
0,25%) yyang diperoleh dari proses partisi selama 6 jam dengan
perlakwn jenis pelarut dan pengulangan proses partisi terhadap
morhlhs larva C. binotalis .............................................. 74

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Strukturk i i a rokaglamida ........................................... 13

Gambar 2.

Hubungan keragaman struktur tunman rokaglamida dan
toksisitas insektisidanya .............................................. 16

Gambar3.

Bahan turnselamalohari

Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.

A. odorata yang telah dikeringanginkan

.........................................................
Serbuk A. odorata yang siap diekstraksi ...........................
Ekstrak A. odorata bebas pelarut ....................................
Fraksi aktif yang d i o l e h dari partisi ekstrak A. odorata ......

33
34

41
42

Gambar 7.

Rendemen ekstrak A. odorata yang diperoleh dari proses
ekstraksi 1 tahap selama 24 jam dengan perlalam jenis pelarut
dan nisbah bahan den- pelarut .................................... 43

Gambar 8.

Mortalitas h a C. binotalis terhadap ekstrak A. odorata
(kommtmi 0,25%) yang diperaleh dari proses ekstraksi 1
tahap selama 24 jam dengan perlakuan jenis pelarut dan nisbah
bahan dengan pelatut .................................................. 50

Gambar9.

Rendemen ekstrak A. odorata yang diperoleh dari proses
ekstraksi mmggumkan pelarut metan01 murni dan nisbah
bahan d e q p p e h t 1:lO dengan perlhan judah tahapan
dan lama elcstraksi ..................................................... 54

Gambar 10. Moaalitas larva C. binotalis terhadap ekstfak A. odorata
(konsmtmi 025%) yang dipemleh dari proses ekstralcsi
menggundm p
e
w rmvni dan nisbah bahm dengan pelarut
l : I O d e n g a n p e r ~ j u m l a h ~ 8 n ~ l a m ......
a e ~ i58
Gambar 11. Rendemen ekstrak A. odor& y a q diperoleh dari 1 tahap
proses ekstdcsi selama 24 jam dengan nisbah bahan dan

pelarut1:lOdenganperlakuantirrgkatkenannianpehrut

.......

62

Gambar 12. M d i t a s lava C. binotalis terhadap ekstrak A. odorata
(konsentrasi 0,25%) yang djperoleh dari 1 tahap proses
ekstraksi selama24 jam dm nisbah bahan dengan pelarut 1:lO
dengan pertingkat kemurnian pelarut ...................... 66
G a m h 13. Rendemen fbksi &if ekstrak kasar A. odorata yang diperoleh
dari proses partisi selama 6 jam dengan perldcuanjenis pelarut
dan pengulmgan proses w i s i ....................................... 72

xii

G a m k 14. Mortalitas lama C. binotalis terktdq &i aktif ekstrak kasar
A . odurata (konsenQ.asi 025%) yang diperoleh dari proses
p h i selama 6 jam dengan perkikwm jenis p e h t dan
pengulmgan proses m
i ........................................... 75

Gambar 15

.

Krormtogram HPLC mtuk standar r o m d a .................. 80

Gambar 16. Kromatogram HPLC unttuk ekstralc kasar A . odorata ............

81

.............................

82

G a m h 17. KromatogramHPLC untuk M s i &if

Lampiran 1.

Diagram alir p e l h a a n penelitian .............................

96

Lampiran 2.

Diagram alir proses ekstraksi .....................................

97

Lampiran 3.

Diagram alir proses partisi ........................................

98

Lampiran 4.

Prosedur pemeliharaan serangga uji (Prijono dan Hassan
1992) dan prosedm pemeliharaan tanaman brokoli
(Pamungkas 1995) ..................................................

99

Lampiran5.

Prosedur pengujian hayati ekstrak kasar dan fiaksi aktif
ekstrak kasar (~harnelis
et al. 1998) ............................. 100

Lampiran 6.

Analisis statistik pengaruh jeds pelarut dan nisbah bahan
dengan pelarut terhadap rendemen ekstrak A. dorata ........ 101

Lampiran 7.

Analisis statistik pengamh ekstrak A. odorata dari perlakuan
jenis pelarut dan nisbah bahn dengan petarut terhadap
moditas larva C. bimtalis ...................................... 103

Lampiran 8.

Adisis statistik pengaruh jumlah &hapan dan lama
ekstraksi terhadq rendemen ekstrak A. odorata ............... 106

Lampiran 9.

Analisis statistik pengaruh ekstrak A. odomta dari perlakuan
jumlah tahapan dan lama ekstraksi terhadap mortalitas larva
C. binotalis .......................................................... 108

Lampikan 10. Analisis W i k penganrh tingkat kemurnian pelarut
terhadapdenmekstrakA.odorata .......................... 110
Lampiran 1I. Adisis statistik penganrh ekstrak A. odorata dari perlakuan
tingkat kemurnian pelamt terhadap m o r t d h larva C.
binotalis .............................................................. 111
Lampiran 12. Analisis statist& pengaruh jenis pelarut dan pengulangan
proses partisi tmhadap rendemen M s i aktif ekstrak A.
odorata .............................................................. 112
Lampiran 13. Analisis statistik p e n g h fiaksi aktif ekstrak A. odorata
dari perlakuan jenis pelarut dan p e n g u l q proses partisi
terhadapmortditasIarvaC. binotalis ............................ 114
Lampiran 14. Kromatogram hasil analisis HPLC pada sampel standar
rokaglamida ......................................................... 116

Lampiran 15. Kromatogram hasil analisis HPLC pada sampel ekstrak A .
odorata ............................................................. 117

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu -or

yang mempengaruhi produktifitas tanaman yaitu

rnasalah hama dan penyakit. Penanggulangan rnasalah ini telah dilakukan
sejak lama dengan berbagai metode mulai dari penerapan pola rotasi tanam,
penggunaan musuh alami, sampai ke penggunaan bahan-bahan kimia sintetis
dan organik yang lebih dikenal dengan narna pestisida.
Sermgga merupakan salah satu jenis hama yang banyak menyerang
tanaman budidaya yang menyebabkan tingkat produktifitas tanaman menurun
dan bahkan dapat menyebabkan kegagalan panen. Untuk rnengatasi ha1 ini,

banyak petani menggunakan insektisida yang merupakan jenis pestisida yang
digunakan untuk mengendalikan serangga hama. Penggunaan insektisida
khususnya insektisida sintetis telah terbukti berhasil meningkatkan hasil
produksi pertanian dan juga mengendalikan serangga-serangga pembawa
penyakit pada manusia. Akan tetapi, di sisi lain penggunaan bahan-bahan
kirnia

sintetis

sebagai

insektisida

selarna

bertahun-tahun

ternyata

menimbulkan masalah bagi makhluk hidup lain dan lingkungan. Salah satu
contoh yaitu penggunaan DDT (Dichloro Diphenyl Trichlorethane). Senyawa
DDT tidak dapat terurai di alam sehingga menirnbulkan residu yang semakin

lama semakin bertarnbah,

sedangkan dalam siklus rantai makanan

konsentrasinya semakin bertarnbah dalam tubuh makhluk hidup yang berada
pada puncak piramida makanan. Sastroutomo (1992), mengemukakan bahwa
berkurangnya populasi beberapa jenis burung disebabkan karena adanya

senyawa DDE (Dichloro Diphenyl Ethane) yang merupakan turunan senyawa
DDT yang berasal dari rnakanan yang tercemar. Kerugian lain dari
penggunaan insektisida sintetis yaitu bila tidak dilakukan secara hati-hati
dapat menyebabkan kontaminasi yang bersifat merugikan pada pengguna
(petani). Dismping itu, penggunaan dalarn jangka waktu yang cukup lama
dapat menyebabkan beberapa jenis serangga atau jasad pengganggu menjadi
lebih resisten, dan adanya residu pada produk hasil panen dapat menyebabkan
keracunan ataupun kematian pada konsumen.
Untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetis yang telah diketahui
bersifat racun ini, maka salah satu alternatif yaitu dengan menggunakan
bahan-bahan kimia alam. Bahan-bahan kimia alam yang digunakan sebagai
insektisida yang diperoleh dari tumbuhan disebut insektisida nabati atau
insektisida botani. Beberapa contoh insektisida botani antara lain yaitu
pirenthrin I dan I1 serta cinerin I dan I1 dari bunga Pyrenthrum cinerariefolium
(Ekha 1988), rotenon dari Deris eliptica dan Tephrosia vogelii (Leguminosae)

(Ekha 1988; Rahmaputri 1998; Sinaga 1998), azadirachtin dari Azadirachta
indica A. Juss (Meliaceae) (Naumann dan Isman 1995), rokaglamida dari
genus Aglaia spp. (Meliaceae) (Janprasert et al. 1992; Ishibashi et al. 1992;
Nugroho dan Proksch 1999a), dan ekstrak dari beberapa tumbuhan seperti
babadotan (Ageratum conyzoides L.; Asteraceae), bengkuang (Pachyrrhyzuas
erosus Urban; Leguminosae), serta bitung (Barringtonia acutangula BL.;
Lecythidaceae) (Kardinan 2000).
Seperti yang telah dikemukakan di atas, tumbuhan Aglaia spp.
khususnya Aglaia odorata mengandung senyawa rokaglamida dan turunannya

yang dapat digunakan sebagai insektisida. A. odorata banyak terdapat di
Indonesia sebagai komponen penyusun hutan tropis. Genus Aglaia lain yang
juga dapat digunakan sebagai sumber insektisida yaitu A. elliptica, A.

harrnsiana, A. odoratissirna, A. aspera, dan A. duperreana yang mengandung
senyawa yang sarna yang mampu menghambat pertumbuhan dan mematikan

hama Spodoptera littoralis, Peridroma saucia, Plutella xylostella, dan
Crocidolomia binotalis (Janprasert et al. 1992; Ishibashi et al. 1992;
Pamungkas 1995; Hartati 1995; Nugroho et al. 1997; Diana 1998; Lina 1999;
Wardani 1999; Puspitasari 1999; Nugroho dan Proksch 1999a).
Selain penggunaan ekstrak A. odorata sebagai insektisida, penggunaan
senyawa tunggal yang bersifat aktif insektisida yang diisolasi menggunakan
teknik kromatografi juga telah diteliti. Namun untuk pengembangan senyawa
murni ini ke skala produksi, teknik kromatografi menjadi tidak ekonomis
karena memerlukan biaya yang cukup besar. Pemisahan senyawa aktif
menggunakan teknik partisi dapat dilakukan sebagai alternatif untuk
mengatasi permasalahan di atas. Kelemahan teknik partisi ini yaitu senyawa
yang diperoleh bukan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok senyawa
yang dari penelitian sebelumnya telah diketahui bersifat aktif sebagai
insektisida. Kelompok senyawa ini disebut juga fiaksi aktif. Penggunaan
fiaksi aktif yang terdiri dari kelompok senyawa rokaglamida dan turunannya
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaannya sebagai
insektisida. Oleh karena itu perlu diteliti mengenai teknologi produksi dengan
mengkondisikan proses ekstraksi dan partisi sehingga dapat diperoleh

rendemen ekstrak dan fi-aksi aktif yang tinggi serta aktif sebagai insektisida,
yang diharapkan dapat dikembangkan secara komersil.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan
teknik produksi insektisida botani dari A. odorata. Tujuan khusus penelitian
ini terdiri dari dua yaitu 1) untuk mengetahui kondisi operasi ekstraksi
insektisida botani dari A. odorata yang sesuai, dan 2) untuk mengetahui
kondisi operasi partisi fiaksi aktif dari ekstrak A. odorata yang optimal.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kondisi proses ekstraksi A. odorata dan pemisahan fraksi aktif dari ekstrak
menggunakan teknik partisi yang berpotensi untuk dikembangkan secara
komersial.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup proses ekstraksi dan partisi fiaksi aktif
insektisida (senyawa rokaglamida d m turunannya) dari A. odorata. Parameter
pengamatan kedua proses ini terdiri dari rendemen, keaktifan ekstrak dan
fi-aksi aktif (nilai mortalitas larva), serta kadar rokaglamida dalarn ekstrak dan
fi-aksi aktif dari kondisi proses terpilih menggunakan HPLC.
Pada proses ekstraksi, peubah proses yang diamati adalah penggunaan
jenis pelarut, nisbah bahan dengan pelarut, jumlah tahapan ekstraksi dan lama
ekstraksi, serta tingkat kemurnian pelarut yang menghasilkan rendemen
ekstrak tertinggi yang aktif sebagai insektisida. Proses ekstraksi insektisida

botani dari A. odorata menggunakan teknik ekstraksi pelarut (ekstraksi padatcair). Pengamatan terhadap peubah-peubah proses dibagi dalarn 3 tahap.

Tahap I dilakukan proses ekstraksi 1 tahap selama 24 jam dengan melihat
pengar& perkhan jenis pelarut dan nisbah bahan d e w pelarut. Jenis

pelarut dan n i s W bahan dengan pelarut yang menghasilkan ekstrak dengan
rendemen dan k e a k t h terbaik digunakan pada tahap 11. Pada tahap I1
dilakukan ekstraksi untuk rnelihat pengaruh perlakuan jumlah tahapan dan

lami ekstdcsi Hail terbajk yang diperoleh dari tahap I1 yaitu jurnlah tahapan

clan lama ekstraksi yang menghasih rendernan terbanyak dan keaktifan
ekstrak tertinggi digunakan pada tahap 111. Pada tahap I11 dilakukan ekstraksi

untuk melihat pengaruh tingkat kemurnian pelarut (pelarut m d , pelarut
teknis, dan p e k t teknis rededilasi) terhadap rendernen dan keaktifan ekstrak.
Peubah-peubah proses yang rnenghasilkan rendemen ekstrak terbanyak dan
mempunyai keaktifan yang paling baik sebagai insektisida, digmakan untuk
memproduksi ekstrak yang akan digunakan

Ekstrak A. odorata yang diperoleh dari proses ekstraksi menggwdm
kondisi proses terbaik kemudian dilakukan pemisaban fraksi aktif
menggunakan teknik partisi (ekstraksi cair-cair). Peubah yang diamati pada
proses partisi ini yaitu jenis pelarut dan jurnlah pengulangan proses. Jenis
pelarut dan jumlah pengulangan proses yang p a l i i baik ditentukm dengan
melihat banyaknya rendemen dan tingginya keaktih fkaksi aktif yang
diperoleh
Keaktifan semua ekstrak dan fiaksi aktif insektisida yang dihasillcan
diujicobchn pada hewan uji (larva instar I1 Crocidolomia binotalis) pada

koasentrasi 0,25%. Persentase akumulasi jumlah larva yang m t i selama 3 hari
pengaxnatan setelah aplikasi mmmjukkan tingkat keaktifan ekstrak dan fiaksi

aktif. SedSedangkan pengukuran kadar rokaglarnida yang mempakan komponen
utama insektisida botani dari A. odoratu dilakukan pada ekstrak dan M s i
aktif yang dihasilkan dari kondisi proses terpilih menggunakan HPLC.
Analisis HPLC dilakukan juga pada senyawa standar rokaglamida yang

hasilnya digunakan sebagai patokan untuk menginterpretasikan hasil analisis
HPLC ekstrak dan M s i aktif,

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penggunaan Ekstrak Tumbuhan dalam Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OFT)

Penggunaan pestisida sintetis yang tidak efisien merupakan bahaya
besar terhadap ekosistem, dan dapat menyebabkan hama d m penyakit sasaran
menjadi resisten, disamping membunuh hewan-hewan bukan sasaran (Ekha
1988). Suprapta (2000) dalam web site-nya mengemukakan bahwa ternyata
pestisida sintetis menyebabkan keracunan pada manusia, dan pencemaran
lingkungan (tanah, air dan udara). Penelitian-penelitian terbaru memberikan
informasi bahwa beberapa pestisida sintetis seperti Asefat, Dimetiot, BHC,
Kaptan, dan Paration bersifat karsinogenik (Riza dan Gayatri 1994). Hal-ha1
inilah yang menyebabkan dicarinya alternatif untuk mengurangi penggunaan
pestisida sintetis, salah satu cara yaitu penggunaan bahan-bahan alam sebagai
pestisida yang lebih dikenal dengan biopestisida.
Sudarmo (1991) menggolongkan pestisida menjadi bermacam-macam
sesuai fungsi dan asal katanya, yaitu akarisida (membunuh tungau), algisida
(membunuh alga), avisida (membunuh burung), bakerisida (membunuh
bakteri), fkngisida (membunuh jamur), herbisida (membunuh gulma),
insektisida (membunuh serangga), larvisida (membunuh larva), molluksisida
(membunuh siput), nematisida (membunuh cacing), ovisida (membunuh
telur), pedukulisida (membunuh kutdtuma), piscisida (membunuh ikan),
rodentisida (membunuh hewan pengerat), predisida (membunuh predator)
silvisida (rnembunuh pohon), d m termisida (membunuh rayap). Insektisida

merupdcan salah satu jenis pestisida yang banyak digunakan baik dari jenis
maupun jumlahnya karena sebagian besar hama bagi tanaman adalah
serangga Sarnpai saat ini, insektisida sintetis merupakan pilihan utama dalam
mengendalikan serangga hama. Pengaruh b u d dari penggunaan insektisida
sintetis ini, menyebabkan biopestisida khususnya bioinsektisida menjadi
pilihan alternatif
Environmental Protection Agency (EPA) Arnerika Serikat (2001) dalam
web site-nya mendesnisikan biopestisida (biological pesticide) atau dikenal
juga dengan pestisida alami, y&u pestisida yang diperoleh dari bahan-bahan

alam seperti dari hewan, tumbuhan, bakteri, d m beberapa jenis mineral
tertentu. Pada akhir tahun 1998, orgdsasi hi mend-

sekitar 175 jenis

bahan aktifbiopestisida dan 700 jenis produknya yang beredar di pasaran.
EPA Amerika Serikat (2001) menggolongkan pestisida alami menjadi

tiga jenis y a i . pestisida mikrobial, pestisida botani, dan pestisida biokimia.
Pestisida mikrobial terdiri dari rnikroorganisme atau hasil metabolismenya
sebagai bahan aktif; pestisida botani me;rupakan senyawa pestisida yang
diekstrak dari tumbuhan, sedangkan pestisida biokimia merupakan senyawa
alami yang &pat mengendalikan hama dengan mekanisme non-toksik
misalnya hormon seks serangga (feromon). Sebagian besir pestisida alami
terdiri dari insektisida alami, seh.ingga penggolongan tadi mendcup juga
penggolongm insektisida alarni.
Menurut Sastmtrtom (1992) dan Sitepu et al.. (1999), insektisida

botani merupakan senyawa beracun yang mengandung bahan aktif tunggal
atau majernuk yang berasal dari t u m h yang dapat digunakan untuk tujuan

pengendafian organisme pengganggu (serangga). Berdasarkan sejarah, bahan-

bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sudah digunakan lama sekali
sebelum insektisida gobngan lainnya (kecuali sulfur) digunakan. Beberapa
bahan t u m m seperti tembakau, pire-

deris, helebor, kasia, kamper, dan

terpentin sudah lama sekali digudcan sebelum inselctisida sintetis ditemukan
(Sastroutomo 1992).
Inselctisida

alami

mempunyai

beberapa

kemtmgan

dalam

pengguoaannya yaitu tidak berbahaya dibandingkan dengan yang sintetis,
hanya berpengaruh terhadap hama target dan organisme-organisme yang
berhubungan dekat, efkktifpada jumlah yang sedikit dan cepat terdekomposisi
sehingga dapat menghindarkan terjadinya pencemaran, dan dapat rnengurangi

penggunaan insektisida sintetis serta meningkatkan h i 1 p m (EPA 2001).
Keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh pengg-

ekstrak

tumbuhan sebagai insektisida serta cimpak-dampak negatif yang ditimbulkan
oleh penggunaan insektisida sintetis mernacu penelitimpenelitiitn ke arah
penemuan dan produksi senyawa-senyawa alami (ekstrak tumbuhan) yang
mempunyai aktifitas sebagai insektisida, serta penggmaamya dalam
mengontml organisme pengganggu tamman.

B. Famili Meliaceae Sebagai Salah Satu Samber Insektisida Botani
Penelitian terhadap tumbuhan fkmili Meliaceae sebagai sumber
insektisida botani telah dimulai dengan pengg-

ekstrak biji mimba

(Azadiracha indica A. Juss) yang sampai sekarang telah d i k e d luas sebagai
insektisida. Azadirachtin m p a k a n senyawa utama yang mempunyai

aktifitas sebagai insektisida yang diperoleh dari tumbuhan tersebut (Morgan

dan Wilson 1985; Schmutterer 1995; Naumann dan Isman 1995). Salah satu
jenis tumhuhan famili Meliaceae yang juga telah diteliti keaktib ekstraknya
yaitu A. dorata dan menunjukkan hasil yang positif. Chiu (1985) pertama
kali melaporkan bahwa ekstrak daun pacar culan (A. odorata Lour.) memiliki
s&t

penghambat &an

dan patumbuhara ulat kubis Pieris rapae.

Selanjutnya, Ishibashi et al. (1992) berhasil mengidentifikasikan senyawa
kimia yang mempunyai keaktifan insektisida tersebut, yang sebehunnya oleh
King et al. (1985) telah dipatenkan pada U S Patent & Trademark Ofice
dengan nomr 4,539,414 yaitu mkaglamida dan senyawa tummnya.
Pengujian hayati oleh Ishibashi et al. (1992) dilakukan pada ulat tanah
Peridroma saucia.
Jenis tumbuhan Aglaia spp. s h i n A. odorata yang juga telah diteliti
kandungan serta keaktih ekstdnya sebagai insektisida yaitu A. elliptica, A.
harmsiana, A. duperreana, A. elaeagnoidea, A. aspera, dm A. oalorattisima.

Ekstrak pelarut dan senyawa-senyawa aktif yang berhasil diblasi dari ekstrak
pelarut hunbuh-tumbuhan tersebut menunjukkan hasil yang positif (Janprasert
et al. 1992; Ishibashi et al. 1992; Pamungkas 1995; Hartati 1995; Nugroho et
al. 1997; Diana 1998; Lina 1999; Wardani 1999; Puspitasari 1999; Nugroho
dan Proksch f999a). Jenis tumbuhan h i l i Meliaceae yang juga mempunyai

keaktifan sebagai insektisida yaitu genus Dysoxylurn dan Trichilia
(Schmutterer 1995).

C. Potensi A. oalorcrdtz sebagai Sumber Insektisidmt Botani
Aglaia spp. merupakan salah satu komponen pen-

hutan hujan

tropis (Pant~111992). Genus Aglaia merupakan salah satu dari enam genus
terbesar famili Meliaceae dan terdiri dari sekitar 100 spesies (Porter 2000).
Menurut Satosook et al. (1992), genus Aglaia terdiri dari 130 spesies,

sedangkan The New York Botanical Garden (2001) &lam web site-nya
mendaftar sekitar 50 spesies genus Aglaia. Genus ini terdapat di daerah IndoMalaysia yaitu daerah yang terdiri dari India, C h Selatan, dan Asia Tenggara
termask Indonesia, juga menyebar siimpai ke Fiji dan Samoa di kepulauan
Pasifik (Butkill 1935; Porter 2000).
A. odorata diperkirakan berasal dari Cina, namun sudah lama
dibudidayakan dan W p t a s i dengan iklim tropik Indonesia. Di Indonesia,

A. odorata dikenal juga dengan sebutan lokal antara lain pacar cina, kemuning
cina (Indonesia); culan, cacar cino (JawdSunda); bhangcar cena (Madwa)
(Suryowinoto 1995). Aglaia dapat diperbanyak dengan pemgkokan atau
dengan biji, dan dapat tumbuh hampir di semua ketinggian tempat (10-1300
meter dpl) khususnya di tempat-tempat terbuka dm terkena sinar matahari
langsung (Suryowinoto 1995; Kardinan 2000).
Di Indonesia kegunaan Aglaia cukup beragam, namun kebanyakan
digmakan sebagai obat-obatan tradisionaL Secara tradisional, daun Aglaia
digunakan sebagai obat penghilang bau badan, mencret, luka, dan pendarahan
yang berlebihan waktu datang bulan. SeIain itu, buahnya digunakan sebagai
obat gatal-gatal (Kardinan 2000). Menurut Nugn,ho et al. (1997) A. odorata
digunakan sebagai stimulan jantung, obat batuk, dan untuk pedangan di Asia

Tenggara. Bunga Aglaia spp. digunakan untuk m
e
-

teh dan

pakaian (Wijayakusuma et al. 1996). Beberapa jenis tumbuhan Aglaia
dhadhatkan juga bagian kayunya sebagai bahan bangunan pada beberapa

daerah di Indonesia (Heyne 1987; P m l l 1992). Kegunaan lain dari A.
odorata p g sedang diteliti sekitar dua dasawarsa ini yaitu ekstrak pelarut

tumbuhan ini yang dapat digunakan sebagai insektisida. Ekstrak berbagai
spesies Aglaia antara lain dari tiga spesies yang ada di Indonesia yaitu A.
odorata, A. elliptica, dan A. hannsiana telah diteliti mengardung senyawa

aktif rokaghida dan turunannya yang bersifat insektisida (Ishibashi et al.
1992; Janptasert et al. 1993, Nugroho et al. 1997; Nugroho dan Proksch
1999a).
Dilihat dari &or

biologi ekologi dan kemudahan tumbuhan Aglaia

dibudidayakan, maka produksi insektisida botani dari tumbuhan ini cukup
berpotensi ulltuk dikernbangkan. Hal ini didukmg juga oleh Ewete et al.
(1996) yang mengernukakan bahwa A. odorata merupakan salah satu bahan
yang menjanjikan sebagai insektisida berdasarkan hasil-basil penelitian yang
ia peroleh. Menurut Kis-Tamas (19W), knis tumbuhan yang dapat digunakan
untuk praduksi insektisida botani mempunyai k a r a k t d i k yaitu bersifat

rnenahun, mudah dibudidayakan (cepat tumbuh dm daya tahan yang baik),
ti&

memerlukan keahlian khusus dalarn pembudidayaan, ti&

menjadi

gulma atau inang organisme pengganggu tanaman, mudah dipanen, biaya
penanaman yang murah, dan memiliki kegunaan yang lain yang bernilai

ekonomi. Sedangkan ekstrak atau senyawa aktif yang diperoleh dari tumbuhan
tersebut hanrs etkktif mengontrol organisme pengganggu tanaman dalam

kisaran yaag luas, tidak berbahaya bagi tanaman, hewan dan manusia, tidak
merusak lmgkmgan, mudah diekstrak, difbrmulasi, atau penggunaamya tidak
memerluka k d i a n yang tinggi, tidak memerlukan peralatan yang mahal,

clan hasil sunping dapat digunakan sebagai pupuk.

D. Kelompok Senyawa Aktif Insektisida dari A. odorata
Kelompok senyawa aktif yang terkandung dalarn A. odorata yaitu
senyawa rokaglamida dm ixmmamya, Rokaglamida dan senyawa tumnamya
merupakan sekehmpk senyawa benzokan hasil metabolit sekunder yang
diisolasi dari tumbuhan Aglaia spp. (Meliaceae) yang bersiEit aktif insektisida
terhadap beberapa jenis organisme gengganggu tanaman seperti hama
Spodoptera littoralis, Perihoma saucia, Plutella xylostella, dan Crocidolomia
binotalis (King et al. 1985; Chiu 1985; Janprasert et al. 1992; Ishibashi et al.
1992; Satosook et al. 1992; Pamungkas 1995; Hartati 1995; Nugroho et al.
1997; Prijono 1998, Dono et al. 1998, Charnelis et a]. 1998, Diana 1998; Lina
1999; Wardani 1999; Puspitasari 1999; Nugroho dan Proksch 1999a). Struktur
k i i a rokrtghmida atau cyciopentatetrahydro(b)benzo~dapat dilihat pada

Gambar 1 (Nugroho dan Proksch 1999a).

b c ~ ~
Gambar 1. Stnrkt.clr Kimia Rokaglamida.

Ishibashi et al. (1992) yang melakukan isolasi ekstrak metanol daun A.
odorata medapatkan empat senyawa aktif termasuk rokaglamida yaitu
desrnetilrokaghida, metil rokaglat, dan rokaglaol. Nugroho et al. (1997)
kemudian berhasil mengisolasi lirna senyawa aktif baru dari ekstrak rnetanol
ranting A. duperreana yaitu turunan hidroksi C-3' dari rokaglamida, turunan
0-asetil dari rokaglamida, twunan metokd C-3' dari mkaglamida, dan d m
senyawa lain yang mempunyai sifat yang agak berbeda karena mempunyai
cincin piridin pada rumus struktur molekulnya.
Perkembangan terbaru hasil penelitian Nugroho dan Proksch (1999a)'
dipxoleh 31 senyawa murni huwtan rokaglamida dari ekstrak aseton dan
metanol empat jenis Aglaia spp. yaitu A. odorata, A. elliptica, A. hannsiana,

dan A. dupemeana yang be&

dari Indonesia dan Vietnam, yang hampir

semuanya d l i k i aktifitas sebagai insektisida pada larva Spdoptera
littoralis. Khusus untuk A. odorata telah berhasil diidenWkasi 15 senyawa
turunan rokaglamida dan 14 di antaranya bersifat insektisida (Nugroho dan

Proksch 1999b). Proksch et al. (2001) berhasil mengidentifikasikan 52
senyawa lmmanrokaglamida, tetapi tidak semuanya dapat digumkan sebagai

insektisida. Tabel 1 memperlihatkan 31 senyawa tunuaan rokaglamida
terms& rokaglamida (nomor 1) yang telah berhasil diisolasi dari Aglaia spp.
beserta toksisitas insektisidanya.

Tabel 1. Senyaw tunman rokaglamida yang diisolasi dari Aglaia spp. beserta
toksisitas insektisidanya.

OH
Q

H

dm Roksch 1999%Nugmho dan prdc!

B e r k k a n Tabel 1, gugus RI, R2, R3, dan % yang berikatan dengan

senyawa rokaglamida mempunyai peranan pemting daZam menenhkan
keaktih senyawa tersebut sebagai insektisida Tabel 1 memperlihatkan
bahwa yang mmntukm keaktih senyawa sebagai kktisida yaitu gums
hidroksi (OH) pada R4. Bila gugus hidroksi diganti dengan gugus etoksi
(OCzH5) a-

gugus metoksi (OCH3), m a . senyawa tidak mempunyai

keaktih sama sekali sebagai insektisida. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Gambar 2. G a m k 2 memperlihatkan hubungan keragaman struktur turunan
rokaglamida dan tohisitas insektisidanya (Nugroho dan Proksch 1999%
Proksch 2001).

1

R5;

H

on; OGHs
O-Rhmnose

-

=

TOM-

-1

b~nbsh

Gambar 2. Hubungan Keragaman Stnrktrn Turunan Rokaglamida dan
Toksisitas Insektisidanya.

Berdasarkan Gambar 2, senyawa-senyawa tunman rokaglamida
semakin bersifkt aktif sebagai insektisida bila gugus R1 dan % semakin polar
atau mengikat gugus hidroksi (OH), dan k e a k t k berkurang bila pada ski R1
terikat gugus asetil. Bila dilihat pada gugus R2, senyawa akan semakin aktif
bila gugus yang berikatan merupakan senyawa yang terdiri dari atom C, 0,N

clan H, dengan jumlah atom C yang semakin sedikit. Senyawa akan semakin
aktif bib gugus R3 hanya mengikat atom H saja. Namun yang paling
menentukan keaktifan senyawa turman rokaglamida yaitu gugus yang terikat
pada atom C8b (gugusR4) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Mekanisme aktifitas rokaglamida dan hmmannya sebagai insektisida
pada tubuh setzutgga sampai saat ini belum diketahui, raamun hasil penelitian

dari Proksch et al. (2001) yang melakukan uji pada kultur sel manusia (War
transkrispsi NF-kB) dan =tor

transkripsi DORSAL pada lalat Drosophila,

diperoleh i n f o m i bahwa kemungkinan senyawa rokaglamida dan
tunmannya terlibat dalam perkembangan ontogenetik dan imunitas (kekebalan

tubuh). Jadi ada kemungkinan bahwa senyawa rokaglamida dm tusunannya
bersifat sebagai penghambat faktor transkripsi NF-kE3 (merighambat
pengaktifan gen yang diinduksi oleh NF-kB) yang berperan dalam
perkernbangan ontogenetik clan imunitas.
Pada aplikasinya, senyawa aktif rokaglamida bersifat sebagai
antifedmf (peqhambat aktifitas makan), penghambat pertutnbuhan, dan
pembunuh larva (Janprasert et al. 1992; Ishibashi et al. 1992; Pamungkas
1995; Hartati 1995; Nugroho et al. 1997; Prijono 1998, Dono ef al. 1998,
Charnelis et al. 1998, Diana 1998; Lina 1999; Wardani 1999; Puspitasari
1999; Nugroho dan Proksch 1999a). Senyawa tunman rokaglamida (metil
rokagk) bersifkt antifbngal pada j a m Cladosporim ~~~~(rnerimcm
(Fuzzati
et al. 1996). Selain itu, rokaglamida pada penggunaan 0,5-1 kg/ha dapat
digunakan sebagai herbisida untuk membunuh beberap jenis rumput liar dari
kelas monokotil dan dikotil (Anonirn 2001).
Penggunaan ekstrak kasar Aglaia memprlihatkan sifkt insektisida pada
penggmam dengan konsentrasi yang lebih tinggi di'bandjngkan dengan
penggunaan ekstrak yang lebih murni. Ewete et al. (1996) mengemukakan
bahwa potensi ekstrak A. odorata pada konsentrasi 50 ppm sebanding dengan

rokaglamida pada konsentrasi 0,125 ppm. Dengan demikian diperlukan proses
pemurnian ekstrak kasar AgIaia untuk mendapatkan ekstrak yang lebih murni
yang mempunyai keaktifan yang lebih tinggi.

E. Ekstraksi Inselctisida Botani dari A

odorata dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi
M e m t Kacdinan (2009, insektisida botani dapat diperoleh dengan
beberap cara yaitu 1) pengemsan, penumbukan, pembakaran, atau
pengepresan untuk menghasilkan produk berupa t q q , abu, atau pasta; 2)

rendaman untuk produk ekstrak; dan 3) ekstraksi dengan menggunakan bahan
kimia pelarut disertai perkhan khusus. Pada penelitian ini, pembuatan
insektisida botani dilakukan dengan cara ekstraksi, dengan mengujicobakan
berbagai perlakuan pada proses ekstraksi untuk mendapatkan kondisi proses
yang menghasilkan rendemen dan keaktif'aii tertinggi dengan tingkat
kemurnian tertentu.

Ekstraksi merupakan metode pemisahan satu atau kbih senyawa yang

diinginkan dari larutan atau padatae yang mengandung camp-

senyawa-

senyawa tersebut secara fisik maupun kimiawi. Proses ekstraksi secara kirnia

dilakukan d

q merig&

pelarut seperti air, alkohl, eter, dan aseton

Parker (1994) metlambahkan bahwa pada proses ekstraksi, padatan atau

larutan akan kontak dengan cairan pelarut sehingga padatan atau larutan yang
lebih mudah berikatan dengan pelarut akan larut &lam pelarut sehingga dapat
dipisahkan dari bahan asalnya.
Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tergantung pada gugus-gugus
yang terikat pada pelarut tersebut. Pelarut yang mempunyai gugus hidroksil

(alkohol) dan karbonil (keton) tennasuk pel-

polar, sedangkan hidrokarbon

terrnasuk dalam pelarut nonpolar. Senyawa-senyawa yang polar akan larut

dalam pelarut polar sedangkan senyawa yang nonpolar hanya l a m dalam
pelarut nonpolar. Senyawa ttmmm rokaglarnida yang memiliki keaktifan yang
tinggi, pada umumnya memiliki gugus polar dan nonpolar dan berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya, ekstraksi dengan aseton menghasillran ekstrak
yang merniliki keaktifan lebih tinggi dibandingkan dengan ektraksi

m e n g e rnetaml, etanol, ataupun heksan yang sama sekali tidak
menunjukkan keaktian (Puspitasari 1999; Nugroho dan Proksch 1999a).
Faktor-&tor yang mempengamhi proses ekstraksi meniurut Wijesekera
(1991) terdiri dari pembengkakan partikel atau bahan yang akan diekstrak,
proses difusi, pH, &man partikel, suhu, dan jenis pelarut. Sedangkan Marwati
(1999) mengemukakan bahwa hal-hal yang terutama paling berpengaruh
dalam proses ekstraksi yaitu ukuran @el

dan pemilihan pelarut.

Pembengkakan partikel atau bahan berpengaruh terhadap perlakuan
awal dan alat yang dig-tmha Partikel akan membengkak sebesar dua sampai
tiga kali ukuran semula bila partikel atau bahan tersebut dilarutkan dalam
pelarut. Dalam sistem ekstraksi tertutup misalnya pada perkolasi atau ekstraksi
kontinyu, ha1 ini dapat menimbulkan semacarn ledakan karena membesarnya
volume bahan secara tiba-tiba (Wijesekera 1991). Oleh katena itu pelarutan

bahan ddam pelanit sebelurn proses ekstraksi perlu dilakukan. Data j d a h

bahan yang larut pada pelarut tertentu dapat dijadikan dasar untuk menentukan
nisbah bahan dengan pelarut yang akan digunakan.

Nisbab j d a h bahan dengan pel-

berpengaruh terhadap rendemen

ekstrak. Hal ini dilaporkan oleh Sinaga (1998) dari hail pemlitiannya dalam
mengekstrak pestisida botani dari Tephrosia vogelii. Belum diperoleh
informasi mngewi pengaruh nisbah jwnlah bahan dengan pelarut terhadap
karakteristik ekstrak insektisida botani dari Aglaia spp., namun dari beberapa

sumber dapat diperoleh informasi mengenai penggunaan nisbah tersebut.
Diana (1998) menggumkan nisbah 1 :5 (b:v) untuk mengekstrak senyawa aktif
dari A. hannsiana, sedangkan Dono dan Prijono (1998) menggunakm nisbah
1:8,5 untuk ekstraksi pada turn-

yang sama. Prijono (1998) dan Lina

(1999) menggunakan nisbah 1 :10 untuk tujuh spesies h i i l i Meliaceae.

Dalarn proses ekstraksi terjadi peristiwa d i h i , yaitu masuknya pelarut
ke dalam sel bahan lcarena perbedm tekanan. Pelarut yang rnasuk ke dalam
sel bahan temebut akan melarutkan senyawa bila kelarutan senyawa yang akan
diekstrak sama dengan pelarut (Wijesekera 1991). Nilai pH dapat
memaksimunnkan proses ekstraksi, nmun hal ini dipengaruhi juga oleh
kemmnpuan i o h i dari senyawa yang akan die-

(Houghton dan Raman

1998). Menurut Wijesekera (1991), pH berperan penting dakw selektifaas.

Hal yang perlu diperhatikan yaitu senyawa yang akan diekstrak tidak boleh
tennai pada kondisi dengan nil& pH tertentu.
Secara umum lebi. mudah mengekstrak senyawa slam dari bahan yang

berbentuk bubuk halus, namun ha1 ini tergantung pa&a jenis senyawa dan

pelarut yang digunakan (Wijesekera 1991). Pruthi (1980) d a b Marwati
(1999) melaporkan bahwa untuk tujuan ekstraksi, rnaka perlu dilakukan

penggilingan sampai ukuran partikel 20-60 mesh Tidak diperoleh banyak

i n f o m i mengenai pengaruh ukuran partikel bahan untuk ekstraksi senyawa
aktif dari tumbuhan Aglaia spp. terhadap rendeman hasil ekstraksi, narnun

beberapa penelitian menggunakan ayakan berjalinan 1 mm (Diana 1998;

Wardani 1999) atau ayakan 0,s rnm (Dono dan Prijono 1998; Lina 1999)

4mendapatkan bubuk halus bahan.
Kelamtan fllatu senyawa dalarn pelarut akan meningkat dengan

peningkatan suhu yang akan mempermudah penetrasi pelarut ke dalam sel

bahan. Narmrn penggunaan suhu yang tinggi akan menyebabkan kehilangan
(loss) pada senyawa-senyawa tertentu yang tidak stabil pada keadaan tersebut

(Houghton dan Raman 1998). Pada umumnya ekstraksi senyawa aktif dari
bagian tumlxlhan Aglaia spp. dilakukan pada suhu ruang.
Jenis pelarut

yang

digunakan dalam proses ekstraksi akan

mempengaruhi jemis bahan yang akan terekstrak. S&t pelarut yang penting
terutarna yaitu kepolaran pelarut. P e h t nonpolar akan mengekstrak senyawa
nonpolar, demikianjuga sebaliknya pelarut polar akan mengekstrak kornponen
polar pada bahan Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus disesuaikan dengan
senyawa &if

yang dikandung bahan, disamping itu juga harus dilihat dari

segi ekonominya (Marwati 1999).
Mutu pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi m e n m Guenther

(1988) nxmphm Edktor yang paling mmetltukan berhasilnya suatu proses
ekstraksi. Pelarut yang ideal harus memiliki s p a t yaitu 1) pelarut harus dapat
melarutkan semua komponen yang die-

dengan cepat dan sempurna, 2)

pelarut hams mempunyai titik didih yang rendah agar pelarut mudah diuapkan
tanpa menggunakm suhu tinggi, 3) pelarut tidak boleh larut

dalam air, 4)

pelarut hams bersifht inert sehingga tidak mudah bereaksi dengan komponen
yang diebtmk, 5) pelarut harts mempunyai titik didih yang seragam sehingga
jika diuapkan tidak &an tertinggal dalam bahan, 6) harga pelarut hams
serendah -in

serta tidak mudah terbakar.

Ekstraksi senyawa aktif rokaglamida dari tumbuhan Aglaia spp. telah
banyak dilakukan dengan menggumkan berbagai jenis pelarut. Wardani
(1999) rnenggmdm pelarut, aseton dan etanol untuk rnengekstrak insektisida

botrmi tersebut. Hasil penelitiamrya menunjukkan W w a etano1 menghasilkan
ekstrak yang lebii banyak dibandhgkan dengan menggmakan pelarut aseton,
namun ekstrak dari aseton mmpunyai keaktiih sebagai insektisida yang
lebih baik. P u s p i i (1999) melihat adanya perbedaan keaktifan ekstrak
yang d i p l e h menggunakan 4 jenis pelarut yaitu he-

aseton, metanol,

dan etanol. Ekstrak aseton mempunyai keaktifan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak metanol dan etanol, dangkan ekstrak heksan
tidak menmjukkan keaktif$n sama sekali. Wardani (1999), Lina (1999),
Nugroho dan Proksch (1999a) memperoleh rendemen ekstrak yang lebih
banyak dm aktif dengan menggunakan pelarut yang bersifkt polar ke semi
polar seperti etaml, metam1 dan aseton, dibandingkan menggmakan pelarut

nonpolar seperti heksan.

Hal lain yang juga berpenganrh terhadap retademen hasil ekstrak yaitu
jumlah tahapan ekstraksi. Menurut Nur dan Adijuwana (1989), ekstraksi

beberapa kali dengan pelarut yang lebih sedikit aka