Senyawa Antikanker dan Insektisida Dari Genus Aglaia.

(1)

SENYAWA ANTIKANKER

DAN INSEKTISIDA

DARI GENUS

AGLAIA


(2)

-i-

SENYAWA ANTIKANKER DAN INSEKTISIDA DARI GENUS AGLAIA


(3)

(4)

-iii-

DESI HARNETI PUTRI HUSPA

SENYAWA ANTIKANKER DAN INSEKTISIDA DARI GENUS AGLAIA


(5)

-iv- Ganjar Kurnia

Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno Memed Sueb

TIM EDITOR

Wilson Nadeak (Koordinator), Tuhpawana P. Sendjaja Fatimah Djajasudarma, Benito A. Kurnani

Denie Heriyadi, Wahya, Cece Sobarna Dian Indira

Judul : Senyawa Antikanker dan Insektisida dari Genus Aglaia

Penulis : Desi Harneti Putri Huspa

UNPAD PRESS Copyright © 2009 ISBN 978-979-3985-55-8


(6)

-v-

Alhamdulillah, segala puji dan syukur selalu terpanjatkan hanya untuk Allah SWT sehingga penyusun dapat menyelesaikan draft buku ini.

Buku ini berjudul “Senyawa Antikanker dan Insektisida dari Genus Aglaia” yang diajukan sebagai salah satu pertanggungjawaban penerima Hibah Penelitian Mahasiswa Doktor Tahun 2009 (SK Rektor Nomor 1607/H6.1/KEP/HK/2009) di Program Doktor Pascasarjana FMIPA Universitas Padjadjaran.

Pada kesempatan kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

Prof. Dr. Roekmiati Tjokronegoro, Ir., Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc.

dan

Dr. Unang Suptaman

selaku Tim Promotor, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penyusun dalam penyusunan buku ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan buku ini jauh dari kata sempurna karena keterbatasan ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang penyusun miliki. Masukan dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan demi kemajuan penyusun khususnya dan kita semua pada umumnya.

Akhir kata, semoga penyusunan karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan selanjutnya dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, Desember 2009 Penyusun


(7)

(8)

-vii-

Halaman

BAB I SEL KANKER MERUSAK ALAT TUBUH

1

BAB II TINJAUAN UMUM 5

Kanker dan Sel Tumor 5

Tinjauan Tumbuhan Meliaceae dan

Aglaia 24

Kandungan Kimia pada Tumbuhan

Aglaia 32

Senyawa Aktif Sitotoksik dari

Tumbuhan Aglaia 40

BAB III SENYAWA ANTIKANKER TURUNAN

1H-SIKLOPENTA[b]BENZOFURAN DARI TANAMAN Aglaia elliptica

47

Aglaia elliptica 47 Mekanisme sitotoksik pada tanaman

Aglaia elliptica 50 BAB IV AKTIVITAS ANTIKANKER

SENYAWA ODORIN DAN ODORINOL DARI TUMBUHAN

AGLAIA ODORATA 59

Aglaia odorata 59


(9)

-viii-

Kandungan kimia tumbuhan Aglaia

odorata 61

Bahan-bahan dan metode penelitian 64 BAB V SENYAWA SITOTOKSIK DARI

KULIT BATANG Aglaia crassinervia

77

Aglaia crassinervia 77 Taksonomi Aglaia crassinervia 78

Eksperimen 79

Kandungan kimia tumbuhan Aglaia crassinervia

81 Evaluasi Aktivitas Biologis 97 BAB VI AKTIVITAS INSEKTISIDA

SENYAWA FLAVAGLIN DARI KULIT BATANG AGLAIA EDULIS

TERHADAP LARVA SPODOPTERA

LITTORALIS 103

Aglaia edulis 103

Spodoptera littoralis 107

Bahan dan Metode 112

Hasil dan Pembahasan 114

DAFTAR PUSTAKA 131


(10)

-ix-

Alkaloid : Senyawa dalam arti luas bersifat basa, mengandung unsur nitrogen heterosiklik, berstruktur molekul komplek, mempunyai aktifitas farmakologi.

Antikanker : Zat yang dapat menghambat atau membunuh sel kanker

DNA : Deoxyribonucleic acid. Asam nukleat yang terdapat dalam inti sel, yaitu di dalam kromosom.

Glukosa : Suatu jenis monosakarida golongan heksosa dengan satu gugus aldehid. Perbedaan galaktosa dengan glukosa ada pada letak gugus –OH di atom C no. 4.

IC50 : Inhibition Consentration 50%. Konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan sel sebanyak 50%.

Kanker : atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne).

Lemak : Ester dari gliserol dan asam-asam lemak Leukemia : Kanker darah

Mutasi : Kesalahan dalam replikasi, sehingga mengakibatkan kerusakan DNA secara permanen.


(11)

-x-

Proliferasi Suatu kelompok sel yang tiba – tiba menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan terus menerus.

RNA : Ribonucleic acid. Asam nukleat yang terdapat di luar inti sel, yaitu di dalam sitoplasma.

Sel kanker : adalah kumpulan sel yang secara genetik menghancurkan sel inang dan berkembang menjadi sel yang tidak normal.

Sitotoksik : Racun sel

Steroid : Senyawa lipid yang bukan golongan ester dengan struktur dasar yang terdiri dari 17 atom karbon yang berbentuk 4 cincin. Triterpen : Terpena dengan jumlah atom kurang lebih

30. Terdiri dari gabungan ekor-kepala unit isoprena. Secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 alisiklik, yaitu skualena.


(12)

(13)

(1)

SEL KANKER MERUSAK ALAT TUBUH

MENURUT Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia akan berada di negara-negara yang sedang berkembang.

Sel kanker adalah kumpulan sel yang secara genetik menghancurkan sel inang dan berkembang menjadi sel yang tidak normal. Penyebab terjadinya sel kanker karena beberapa sel tidak dapat merespons mekanisme regulasi kerja sel. Konsekuensinya sel tersebut akan terus berkembang karena akan mengambil nutrien dari sel normal (McKee and McKee, 1999).

Sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu. Kanker dapat menimpa semua orang pada semua bagian tubuh dan pada semua golongan


(14)

umur. Kanker dapat timbul pada pria, wanita maupun anak. Walaupun kanker dapat timbul pada anak-anak, tetapi lebih sering timbul pada orang dewasa, terutama pada orang yang berusia 40 tahun ke atas. Ini disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon dan proses menua atau kemunduran pertumbuhan sel.

Akhir-akhir ini kemoterapi menjadi salah satu terobosan dalam pengendalian kanker. Meskipun penemuan dan pemakaian kemoterapi menunjang hasil yang bagus, tetapi toksisitas dan efek sampingnya sangat besar (Siswandono, 1993). Bahan-bahan alam mempunyai prospek sebagai penghambat pertumbuhan sel kanker. Distribusi aktivitas antikanker sangat luas dalam tumbuh-tumbuhan. Pendekatan yang sering dilakukan dalam mencari zat kandungan yang berkhasiat sebagai antikanker dari tanaman ialah dengan kemotaksonomi tanaman, yakni tanaman yang termasuk dalam takson tertentu dan mempunyai kemiripan tanda-tanda anatomi, histologi, morfologi dan kemiripan dalam zat kandungannya. Farnsworth melaporkan bahwa 400 spesies tanaman dalam genus 97 famili mempunyai aktivitas sebagai penghambat tumor (Farnsworth, 196). Berbagai zat kandungan yang berkhasiat sebagai antikanker dan beberapa tanaman telah berhasil diisolasi oleh Mc Laughlin et al, di mana pencarian senyawa bioaktif tersebut dilakukan setelah dalam praskrining aktivitas terhadap ekstrak tanaman menunjukkan hasil positif atau aktif.

Indonesia adalah negara kedua di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati terbanyak termasuk tumbuhan Meliaceae yang hanya tumbuh di daerah


(15)

tropis. Aglaia adalah genus terbesar dari keluarga Meliaceae, yang terdiri dari kurang lebih 130 spesies yang tersebar terutama di daerah Indo-Malaysian, Cina Selatan dan Kepulauan Pasifik. Aglaia adalah salah satu genus dari keluarga Meliaceae yang sangat potensil sebagai sumber senyawa antikanker turunan rokaglat, bisamida dan triterpenoid. Senyawa rokaglaol dan aglaiaglabretol B yang diisolasi dari Aglaia crassinervia

teruji bersifat antikanker (Su, 2006). Lima senyawa turunan lignan benzofuran yang berhasil diisolasi dari A. elliptica terbukti dapat menghambat pertumbuhan sel kanker manusia (Lee, 1998). Janprasert et al. (1993) berhasil mengidentifikasi senyawa aktif yang bersifat antikanker dari ranting A. odorata sebagai rokaglamida. Sampai tahun 2001, para ilmuwan telah berhasil mengisolasi sebanyak 52 senyawa turunan rokaglamida. Aktivitas ekstrak bagian tanaman Aglaia selain dapat bersifat sebagai insektisidal dapat juga bersifat sebagai antimakan dan antikanker (Proksch et al.,2001). Aglafolin (metil rokaglat) yang diisolasi dari A. elliptifolia Merr. dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (Ko et al.,1992). Aglaiastatin dan rokaglaol, menunjukkan dapat mengurangi jumlah sel kanker dengan cara menghambat sintesis proteinnya. Perusahaan obat Australia Cerylid Biosciences menyatakan bahwa senyawa yang terdapat pada tanaman A.lepthantha dapat membunuh 20 jenis sel kanker termasuk sel kanker yang menyebabkan kanker otak, payudara dan melanoma . Kandungan senyawa yang sama juga terdapat pada A. silvestris (Ohse et al.,1996).

Sampai akhir tahun 2006, lebih 30 spesies Aglaia


(16)

metabolit sekunder dari genus ini adalah benzo[b]oxepines, bisamid, siklopenta[b]benzofuran, siklopenta[b]benzopiran, lignan, steroid pregnan. Senyawa-senyawa turunan siklopenta[b]benzofuran (turunan rokaglat) telah dilaporkan secara signifikan dapat menghambat sel kanker manusia (Su, 2006; Le e , 1 9 9 8 ).


(17)

(5)

BAB II

TINJAUAN UMUM

Kanker dan Sel Tumor

KANKER atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel yang tiba – tiba menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan terus menerus (proliferasi). Kanker terbentuk karena adanya mutasi pada biosintesis sel, yaitu kekeliruan urutan DNA karena terpotong, tersubstitusi atau ada pengaturan kembali, adanya adisi dan integrasi bahan genetik virus ke dalam gen serta adanya perubahan ekspresi genetik. Sel–sel kanker ini dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memusnahkannya. Kanker primer sering kali menyebarkan sel–selnya melalui saluran darah dan limfe ke tempat lain di tubuh (metastase), untuk selanjutnya berkembang menjadi kanker sekunder.

Gejala – gejala umum utama adalah nyeri yang sangat hebat, penurunan berat badan secara tiba- tiba, kepenatan total (cachexia), dan berkeringat di malam hari (Tjay & Rahardja, 2002).


(18)

massa jaringan yang tidak normal, tetapi dapat berupa "ganas" (bersifat kanker) atau "jinak" (tidak bersifat kanker). Hanya tumor ganas yang mampu menyerang jaringan lainnya ataupun bermetastasis (Anonim, 2007).

Tumor dibagi dalam dua golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas. Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel kanker mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai, maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.

Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Di samping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan kanker baru tumbuh di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya,baik dengan tempat yang jauh (meta -


(19)

tesis). Pertumbuhan tempat yang jauh (metatesis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, adanya kerusakan DNA akan menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel.

Gambar 2.1 Perkembangan sel tumor menjadi sel kanker (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Beberapa buah mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut dapat diakibatkan oleh zat kimia maupun fisik yang disebut karsinogen.

Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada lokasinya dan karakter dari keganasan dan apakah ada metatesis. Sebuah diagnosis yang menentukan biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah didiagnosis, kanker biasanya dirawat dengan operasi,kemoterapi dan radiasi. Bila tak terawat, kebanyakan kanker menyebabkan kematian. Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan


(20)

disembuhkan. Kanker dikenali karena tanda atau gejala

tampak melalui “screening”. Kanker secara genetik menghancurkan pertumbuhan sel otonom. Beberapa sel tidak mampu merespons terhadap regulasi normal yang menjaga koordinasi antarsel dalam organisme multiselular.

Gambar 2.2 Proses terjadinya kanker (Siswandono dan Soekardjo, 1995).


(21)

Konsekuensinya, sel abnormal tersebut akan mengambil nutrien dari sel tetangga dan akhirnya berkumpul di sekitar jaringan yang sehat. Karena sel tersebut sudah rusak maka sel yang abnormal akan membentuk benign

atau malignant (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Kanker benign tumbuh secara pelahan dan terbatas hanya di lokasi tertentu, tidak diikuti pertumbuhan kanker dan jarang sekali menyebabkan kematian. Sedangkan kanker malignant biasanya fatal karena akan mengalami metastasis (sel kanker bermigrasi melalui aliran darah atau jaringan limfa menuju lokasi yang jauh dalam tubuh). Ketika tumor malignant muncul, mereka mengganggu sel normal dan dapat menyebabkan penderita meninggal (McKee and McKee, 1999).

Dalam darah dapat dibedakan antara orang yang terkena kanker dan yang normal. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Sel darah orang terkena kanker

Sel darah orang normal

Gambar 2.3 Perbedaan sel darah terkena kanker dan normal (Anonim, 2007).


(22)

Klasifikasi dari Kanker

Kanker diklasifikasikan berdasarkan pengaruh jaringan. Jenis tumor kanker yang paling banyak adalah karsinoma (tumor yang berasal dari sel jaringan epitel seperti kulit, berbagai kelenjar, dan organ-organ lainnya). Pada leukemia, leukosit pada sumsum tulang belakang diproduksi secara berlebihan. Sama halnya dengan produksi limfosit berlebih pada limfa dan pertumbuhan tidak terkontrol pada limfoma. Tumor yang muncul pada jaringan konektif disebut sarkoma. Meskipun memiliki perbedaan jaringan yang diinfeksi, mereka memiliki karakteristik umum yang sama sebagai berikut:

1. Sifat jaringan sel

Ketika tumbuh dalam jaringan, banyak sel kekurangan kontak inhibisi sehingga sel tersebut tumbuh dalam densitas tinggi dalam massa yang tidak teratur (sel normal hanya tumbuh satu lapis dalam sel). Berbeda dengan sel normal, sel kanker tumbuh dan berkumpul serta cenderung tidak bergantung pada faktor tumbuh dan sel tidak membutuhkan pengikatan pada permukaan padat. Sel normal hanya mengalami penggabungan sel dalam jumlah terbatas sedangkan sel kanker tumbuh tidak terbatas.

2. Asal

Beberapa tumor berasal dari satu sel yang rusak. Sel dapat dikatakan sebagai klon yang diturunkan dari sel yang telah mengalami perubahan secara turun temurun. Perusakan genetik meliputi mutasi delesi, insersi dan penataan ulang kromosom. Beberapa perubahan dalam


(23)

kehilangan atau perubahan fungsi molekul terlibat dalam pertumbuhan atau perkembangan sel. Tumor tumbuh dalam waktu yang lama dan melibatkan berbagai tipe kerusakan genetik (McKee and McKee, 1999).

Proses transformasi sel normal menjadi sel

malignant melalui tiga tahap, yaitu inisiasi, promosi dan progresi. Selama proses inisiasi pada karsinogenesis, perubahan permanen dalam genom sel menghasilkan pertumbuhan yang melewati tetangganya. Banyak proses inisiasi suatu mutasi memengaruhi protooncogenes atau gen pencegah tumor. Kode protooncogenes untuk berbagai faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, enzim atau faktor transkripsi yang mempromosikan pertumbuhan sel dan penggabungan sel. Versi termutasi dari protooncogenes yang mempromosikan pertumbuhan sel abnormal disebut

oncogenes. Karena gen penyupresi tumor mencegah karsinogenesis, maka apabila gen tersebut hilang akan memfasilitasi pertumbuhan sel tumor. Contoh gen penyupresi tumor adalah Rb dan p53. fungsi gen penyupresi tumor tidak diketahui secara pasti tetapi dapat dilihat bahwa p53 mengkode protein 21 kD yang menghambat enzim Cdk pada mekanisme perbaikan DNA. Kerusakan protooncogenes dan gen penyupresi tumor disebabkan oleh:

1.Zat Kimia

Kanker yang disebabkan oleh bahan kimia disebut mutagenik, yang mengubah struktur DNA. Beberapa karsinogen yang mengandung nitrogen adalah elektrofil yang berkeaktifan tinggi dan menyerang gugus kaya elektron di DNA. Karsinogen


(24)

yang lain seperti benzo[a]pirena adalah prokarsinogen yang diubah menjadi karsinogen aktif dengan lebih dari satu reaksi yang dikatalisis enzim.

2.Radiasi

Beberapa radiasi bersifat karsinogen yang menyebabkan pemutusan rantai DNA, pembentukan dimer pirimidin dan penghilangan basa purin dan pirimidin.

3.Virus

Virus berperan dalam proses transformasi melalui beberapa cara. Beberapa membawa oncogenes

ke sel inang. Virus dapat memengaruhi ekspresi

protooncogenes selular melalui insersi mutagenesis, proses acak dimana genom insersi virus meng-inaktivasi sisi regulator atau mengubah deret pengkode protooncogenes (McKee and McKee, 1999).

4. Penyinaran yang berlebihan

Sinar ultra violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar radioaktif dan sinar X yang berlebihan dapat menimbulkan kanker kulit dan leukimia.

5. Hormon

Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu


(25)

secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara, rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).

6. Rangsangan fisik berulang

Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang dalam waktu yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada tempat tersebut tidak sempat sembuh dengan sempurna.

Obat antikanker

Obat antikanker adalah senyawa kemoterapetik yang digunakan untuk pengobatan tumor yang membahayakan kehidupan (kanker). Obat antikanker disebut juga obat sitotoksik, sitostatik atau senyawa antineoplasma. Tujuan utama kemoterapi ini adalah merusak secara selektif sel tumor yang berbahaya tanpa mengganggu sel normal (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan cara: 1. Pembedahan, terutama untuk tumor padat terlokali

sasi seperti karsinoma pada payudara dan kolorektal. 2. Radiasi digunakan untuk pengobatan tambahan

sesudah pembedahan dan untuk pengobatan tumor seperti seminoma testikular dan karsinoma nasofa- ring.

3. Pemberian kemoterapi untuk pengobatan tumor yang tidak terlokalisasi seperti leukemia, koriokarsinoma, multiple mieloma, penyakit Hodgkin, limfoma


(26)

Burkitt dan digunakan untuk pengobatan tambahan seusai pembedahan.

4. Endokrinoterapi merupakan bagian dari kemoterapi yaitu penggunaan hormon untuk pengobatan tumor pada organ yang proliferasinya tergantung pada hormon seperti karsinoma payudara dan prostate. 5. Imunoterapi, masih dalam penelitian dan berperan

penting pada pencegahan mikrometastatis (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Obat antikanker dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Senyawa Pengalkilasi

Senyawa pengalkilasi adalah DNA, RNA dan enzim-enzim tertentu. Senyawa ini digunakan pada pengobatan kanker pada jaringan limfoid dan sistem retikuloendotel seperti limfosarkoma dan penyakit Hodgkin, leukemia limfositik dan mieloma. Efek sampingnya adalah dapat merusak sumsum tulang, menyebabkan leukosprenia dan trombositopenia serta menekan kekebalan.

Cara kerja senyawa ini adalah dengan membentuk senyawa kationik antara yang tidak stabil yang diikuti pemecahan cincin membentuk ion karbonium reaktif. Ion tersebut bereaksi, melalui reaksi alkilasi membentuk ikatan kovalen dengan gugus-gugus elektron donor seperti karboksilat, amin, fosfat dan tiol pada asam amino, asam nukleat dan protein yang dibutuhkan pada biosintesis sel. Reaksi ini membentuk cross-linking yang memisahkan rangkaian DNA dan mencegah mitosis. Akibatnya proses pembentukan sel terganggu dan terjadi


(27)

hambatan pertumbuhan sel kanker.

2. Antimetabolit

Senyawa antimetabolit adalah senyawa yang menghambat jalur metabolik yang penting untuk kehidupan dan reproduksi sel kanker, melalui penghambatan folat, purin, pirimidin dan asam amino serta jalur nukleosida, yang diperlukan untuk sintesis DNA. Struktur antimetabolit berhubungan erat dengan struktur metabolit normal dan bersifat antagonis.

Antimetabolit berdasarkan sifat antagonisnya dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

a.Antagonis pirimidin

Antagonis pirimidin, biasanya berupa praobat, pada

in vivo mengalami anabolisme menjadi senyawa aktif yang dapat memengaruhi sintesis DNA pada fasa awal dan menyebabkan kekosongan asam timidilat sehingga sel mati.

b.Antagonis purin

Pada umumnya antagonis purin merupakan pra-obat dan aktif setelah mengalami anabolisme menjadi nukleotida atau turunan difosfat atau trifosfat.

c.Antagonis folat

Antagonis folat bekerja dengan menghambat secara kompetitif enzim dihidrofolat reduktase, yang mengatalisis reduksi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat. Antagonis folat mengikat enzim tersebut secara kuat dan menyebabkan hambatan tak terpulihkan semu, yang didasarkan pada protonasi cincin diamino pirimidin pada pH fisiologis.


(28)

d.Antagonis asam amino

Sel tumor membutuhkan asam amino glutamin dan asam glutamat untuk proses kehidupannya. Sehingga untuk menghambat pertumbuhannya, antagonis asam amino glutamin bekerja dengan menghambat proses metabolik yang membutuhkan glutamin sebagai kofaktor. Aktivitas antikanker disebabkan oleh kemampuan menghambat fosforibosil formilglisinamidin sintetase, yang mengatalisis formilglisinamida ribonukleotida menjadi formilglisinamidin ribonukleotida.

3.Antikanker produk alam

Antikanker produk alam adalah senyawa yang dihasilkan dari produk alam dan berkhasiat sebagai antikanker. Antikanker produk alam dibagi menjadi 3 kelompok yaitu antibiotika antikanker, antikanker produk tanaman, dan antikanker produk hewan.

a. Antibiotika antikanker

Pada umumnya antibiotika antikanker sukar diabsorpsi pada saluran pencernaan sehingga diberikan melalui parenteral. Contoh antibiotika antikanker adalah sebagai berikut:

- Daktinomisin, daktinomisin mempunyai gugus kromofor aktinosin (3-fenoksazon-1,9-dikarbok silat) yang dapat menginterkalasi, melalui inter- aksi alih muatan, gugus guanin dari pasangan guanin-sitosin dobel heliks DNA. Dua cincin lakton peptida daktinomisin dapat menduduki celah kecil pada dobel heliks DNA dan berinteraksi dengan dua gugus amino dari guanin melalui ikatan hidrogen khas. Kompleks antibio-


(29)

tika DNA cukup stabil dan menghambat secara selektif sintesis DNA- dependentRNA. Pada kadar tinggi daktinomisin dapat menghambat sintesis ADN.

O N

CH3 CH3

NH2 O C C L-Thr O O D-Val L-Pro Sar L-Me-Val L-Thr D-Val L-Pro Sar L-Me-Val O O

Gambar 2.4 Struktur daktiomisin (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

- Turunan antrasiklin, seperti doksorubisin, epirubisin, idarubisin dan daunorubisin. Bekerja sebagai antikanker dengan menghambat proses replikasi dan transkripsi DNA. Bagian struktur yang terlibat pada mekanisme kerja tingkat molekul adalah cincin B dan C, sebagai interkalator, cincin A dan gugus gula amino. Antibiotika tersebut mengikat dobel heliks DNA secara kuat dengan menginterkalasi gugus kromofor planar (pada cincin B dan C) pada dua pasang basa. Turunan antrasiklin bekerja secara tidak khas pada siklus kehidupan sel.

- Pilkamisin, mekanisme kerjanya dengan meng hambat DNA-dependent RNA nukleotidiltrans-


(30)

OCH3 O OH

COCH2-R OH

O

OH

O

O

NH2 OH CH3

ferase sehingga menghambat sintesis DNA dan RNA. Pilkamisin mengikat secara khas gugus guanin pada dobel heliks DNA, dan tidak menginterkalasi pasangan basa DNA. Untuk mengikat DNA, gugus kromofor antibiotika ini harus dalam bentuk kompleks dengan logam divalen (Mg dan Ca).

R : H daunorubisin R : OH doksorubisin

Gambar 2.5 Struktur turunan antrasiklin (daunorubisin dan doksorubisin) (Siswandono dan

Soekardjo, 1995).

- Bleomisin (Bleocin), Bleomisin bekerja sebagai antikanker setelah mengalami aktivasi in vivo, yaitu untuk membentuk kompleks ion fero, kemudian melepaskan radikal hidroksil dan superoksida yang sangat reaktif. Gugus bitiazol


(31)

dan bleomisin menginterkalasi sebagian DNA dan radikal berinteraksi dengan dobel heliks DNA, memecah ikatan fosfodiester sehingga sel kanker mengalami kematian.

O HO

HO H3C

OH3C O

HO O

O O H3C

OH OH O OH CH3 OH OCH3 O O CH3 OH O O O

OH CH3

OH H3C

CH3

OH

Gambar 2.6 Struktur pilkamisin (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

b. Antikanker produk tanaman

Alkaloid vinca seperti vinblastin dan vinkristin, diisolasi dari tanaman Vinca rosea Linn. Mekanisme kerjanya sebagai antikanker adalah dengan mengikat tubuli dan menghambat pembentukan komponen mikrotubuli pada kumparan mitosis sehingga metafase berhenti. Alkalod vinca bekerja secara khas pada fase M. Vinkristin mempunyai aktivitas lebih besar dibanding vinblastin karena mempunyai


(32)

kemampuan penetrasi ke dalam sel kanker yang lebih baik. CONH2 H N NH2 NH2 N N

CH3 HN O O N H HO CH3 O HO H N CH3 N N S O

H2N

CH3 O

S N C R O O N H N O O O OH

CH2OH

OH CH2OH OH OH O CONH2 R OH

NH(CH2)3-S+(CH3)2

C NH(CH2)4NH NH

NH2

: Asam Bleomisina

: Bleomisin A2

: Bleomisin B2

Gambar 2.7 Struktur bleomisin (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Gambar 2.8 Struktur vinblastin dan vinkristin (Siswandono dan Soekardjo, 1995).


(33)

- Podophyllotoksin, seperti etopoksida berasal dari tanaman Phodophyllum peltatum, dapat menghentikan pertumbuhan sel kanker pada fase S dan G2.

O O

O O

O O

O

O

OCH3

OH H3CO

OH H

H3C

HO

Gambar 2.9 Struktur etopoksida (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

- Paklitaksel (Taxol), digunakan untuk pengobatan karsinoma ovarium yang telah metastasis dan kanker payudara.

Hubungan struktur-aktivitas paklitaksel dijelaskan sebagai berikut :

1) Posisi 3 dan 10 dalam bentuk teresterifikasi. Hidrolisis ester pada C-3 menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas.

2) Modifikasi struktur dapat dilakukan pada gugus OH pada C-2’ dan C-7, pada umumnya dilakukan dengan menambah- kan gugus yang mudah larut dalam air (hidrofil), untuk meningkatkan kelarutan


(34)

senyawa dalam air, karena paklitaksel mempunyai kelarutan yang sangat rendah.

CONH H C C H OH C O O CH3 CH3 CH3 O O C O O O C O CH3 O CH3

H3C

C HO O OH 2' 3' 3 10 7 13

Gambar 2.10 Struktur paklitaksel (Siswandono dan Soekardjo, 1995). c. Antikanker produk hewan

Contoh senyawa ini antara lain antineoplaston,

interferon α-2a (Roferon-A), interferon α-2b (Intron-A) dan avaron. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, tetapi dari hasil percobaan in vitro

Roferon-A menunjukkan aktivitas proliferasi pada bermacam sel tumor manusia dan digunakan pada pengobatan hairly cells leukemia .

4. Imunomodulator

Zat – zat ini juga dinamakan Biological Response Modifiers (BRM) yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi secara positif reaksi biologis dari


(35)

tubuh terhadap sel tumor. Fungsi sistem imun dapat distimulasi dengan baik (imunostimulator) maupun disupresi olehnya (imunosupresor). Sebagai

contoh, seperti interferon α-2a, interferon α-2b, antineolplaston, dan avaron.

Gambar 2.11 Tempat Kerja beberapa Obat Antikanker (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

5.Hormon

Beberapa neoplasma dapat dikontrol dengan baik oleh hormon seks seperti androgen, progestin dan estrogen serta hormon adrenokortikoid. Dalam proses penghambatan penyebarannya, androgen digunakan untuk karsinoma payudara, estrogen untuk karsinoma payudara dan prostat serta progestin untuk karsinoma uterus adrenokortikoid untuk leukemia akut, leukemia limfositik dan limfoma, sedangkan antisetrogen untuk pengobatan kanker payudara. Mekanisme kerja hormon terhadap sel kanker adalah dengan mengikat secara khas reseptor-reseptor pada sitoplasma dan mengubah struktur


(36)

suatu reseptor. Bentuk kompleks hormon-reseptor ini kemudian menuju inti, berinteraksi dengan sisi akseptor dan memengaruhi proses transkripsi.

Mekanisme yang lain, seperti yang terjadi pada glukokortikoid adalah dengan memengaruhi jaringan limfatik sehingga mencegah pengambilalihan glukosa pada sintesis protein. Antiandrogen seperti tamoksifen dapat memblok pengambilalihan estradiol dengan cara berkompetisi dengan estradiol pada reseptor estrogen dari sel kanker payudara.

6.Golongan Lain

Contoh senyawa ini antara lain mitotan, 1-asparagin, sisplatinum, hidroksiurea, mitoksantron dan asam klodronat (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Tinjauan Tumbuhan Meliaceae dan Aglaia

Tumbuhan keluarga Meliaceae adalah tumbuhan kayu yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis, terdiri dari 51 genus, kurang dari 550 spesies. Tumbuhan ini hidup di hutan beriklim tropis dan subtropis di wilayah Asia Tenggara, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik. Beberapa genus yang tumbuh di Indonesia di antaranya adalah: Cedrela, Toona, Xylocarpus, Melia, Sandoricum, Dysoxylum, Lansium, Amoora dan Aglaia.

Taksonomi tumbuhan ini adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Orde : Sapindales Keluarga : Meliaceae


(37)

Tumbuhan keluarga Meliaceae ini telah dilaporkan mengandung banyak senyawa aktif baik yang berkaitan dalam bidang pertanian maupun kesehatan, seperti:

- Insektisidal, antifeedant, pengatur tumbuh, repellent, larvasida, antelmintik.

- Antimalaria, antiviral, antioksidan, antikanker, antibakteri, antijamur, dan antiinflamasi (Nugroho et al., 1999; Omar etal., 2003; Nakatani etal., 2004).

Beberapa contoh senyawa aktif yang telah diisolasi dari tumbuhan yang termasuk keluarga Meliaceae adalah azadirachtin yang diperoleh dari

Azadirachta indica adalah insektisida alami yang terkenal dan sudah dipasarkan sebagai insektisida botani di Amerika Serikat dan India. Akar Lansium domesticum var duku mengandung triterpenoid lansiolida yang memiliki aktivitas antimalaria baik secara in vitro

maupun secara invivo (Omar etal., 2003danBray et al.,

1990).

Aglaia adalah genus terbesar pada keluarga Meliaceae yang terdiri dari 130 spesies. Daerah penyebaran tanaman ini meliputi India, Cina bagian selatan, Asia Tenggara, Australia bagian utara dan kepulauan di Samudera Pasifik. Di Indonesia tumbuhan ini dapat ditemui di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali dan Flores. Sebagian tumbuhan genus ini merupakan semak-semak, perdu, dan tumbuhan berkayu. Tanaman dari genus Aglaia telah banyak digunakan oleh masyarakat sejak dulu sebagai bahan bangunan dan sumber obat tradisional (Heyne,1987). Genus ini merupakan genus terbesar dalam famili Meliaceae, yang terdiri dari 130 jenis tumbuhan (Inada et al., 2001).


(38)

Beberapa spesies dari Aglaia yang berasal dari Indonesia tertera pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nama tumbuhan Aglaia Indonesia beserta daerah asalnya (Pannell, C.M.,1992).

NO. NAMA SPESIES DAERAH ASAL

1. Aglaia acida Jawa

2. Aglaia andamanica Kepulauan Andaman 3. Aglaia angustifolia Sumatera

4. Aglaia argentea Jawa 5. Aglaia aspera Jawa 6. Aglaia baramensis Kalimantan 7. Aglaia barbatula Jawa 8. Aglaia beccarii Kalimantan 9. Aglaia borneensis Kalimantan 10. Aglaia canariifolia Sulawesi 11. Aglaia celebica Sulawesi 12. Aglaia chartacea Sumatera 13. Aglaia clementis Kalimantan 14. Aglaia confertiflora Kalimantan 15. Aglaia coriacea Kalimantan


(39)

NO. NAMA SPESIES DAERAH ASAL 16. Aglaia cuspidella Kalimantan 17. Aglaia densisquama Kalimantan 18. Aglaia dipenhorstii Sumatera 19. Aglaia discolor Kalimantan 20. Aglaia dyeri Sulawesi 21 Aglaia dysoxylifolia Sulawesi 22 Aglaia elmeri Kalimantan 23 Aglaia euryphylla Jawa 24 Aglaia eusiderexylon Jawa 25 Aglaia forstenii Ambon

26 Aglaia foveolata Malaysia, Kalimantan, Sumatera

27 Aglaia fraseri Kalimantan 28 Aglaia fusca Kep. Andaman 29 Aglaia grandis Kalimantan 30 Aglaia havilandii Kalimantan 31 Aglaia hemslevi Sulawesi 32 Aglaia heptandra Jawa 33 Aglaia heterobotrys Sumatera 34 Aglaia heterophylla Kalimantan 35 Aglaia hubertii Kalimantan 36 Aglaia hypoleuca Sumatera


(40)

NO. NAMA SPESIES DAERAH ASAL 37 Aglaia ignea Sumatera

38 Aglaia insignis Kalimantan 39 Aglaia javanica Sulawesi 40 Aglaia kabaensis Sumatera 41 Aglaia khasiana Indonesia 42 Aglaia latifolia Jawa 43 Aglaia laxiflora Kalimantan 44 Aglaia leptantha Sumatera 45 Aglaia littoralis Indonesia 46 Aglaia

longepetiolulata

Sumatera 47 Aglaia longivolia Jawa 48 Aglaia magnifoliola Sunda 49 Aglaia maiae Indonesia 50 Aglaia matthewsii Kalimantan 51 Aglaia megistocarpa Kalimnatan 52 Aglaia menadonensis Sulawesi 53 Aglaia minahassae Sulawesi 54 Aglaia minutiflora Indonesia 55 Aglaia monozyga Kalimantan


(41)

NO. NAMA SPESIES DAERAH ASAL 56 Aglaia Montana Jawa

57 Aglaia motleyana Kalimanatan 58 Aglaia moultonii Kalimantan 59 Aglaia mucronulata Jawa 60 Aglaia neotenica Kalimantan 61 Aglaia ochneocarpa Sumatera 62 Aglaia odoardoi Kalimantan 63 Aglaia oligocarpa Sumatera 64 Aglaia oligophylla Sumatera 65 Aglaia palembanica Kalimantan 66 Aglaia pamattonis Kalimantan 67 Aglaia paniculata Indonesia 68 Aglaia pedicellaris Indonesia 69 Aglaia perviridis Indonesia 70 Aglaia poliphylla Jawa 71 Aglaia pycnocarpa Sumatera 72 Aglaia pyricarpa Sumatera 73 Aglaia pyrrholepsis Jawa 74 Aglaia racemosa Kalimantan 75 Aglaia ramotricha Kalimantan 76 Aglaia reinwardtii Sulawesi


(42)

NO. NAMA SPESIES DAERAH ASAL 77 Aglaia rivularis Kalimantan

78 Aglaia rufa Sumatera 79 Aglaia sclerocarpa Sulawesi 80 Aglaia shawiana Kalimantan 81 Aglaia simplex Kalimnatan 82 Aglaia smithii Sulawesi 83 Aglaia splendens Jawa 84 Aglaia stapfii Sulawesi 85 Aglaia sterculiodes Kalimantan 86 Aglaia

submonophylla

Kalimantan 87 Aglaia subsessillis Kalimantan 88 Aglaia sulingi Jawa 89 Aglaia teysmanniana Sumatera 90 Aglaia tomentosa Indonesia 91 Aglaia trichostemon Kalimantan 92 Aglaia trimera Kalimantan 93 Aglaia tripelata Kalimantan 94 Aglaia undulate Indonesia 95 Aglaia unifoliata Kalimnatan


(43)

Beberapa spesies dari genus ini seperti A. odorata, oleh masyarakat digunakan sebagai obat tradisional, diantaranya penguat hati, demam, obat batuk, inflamasi dan infeksi. Di Vietnam, bunga dari tanaman

Aglaia yang harum, digunakan untuk membuat teh wangi atau disimpan di lemari untuk mengusir ngengat. Di Indonesia bunga A. odorata digunakan sebagai repelen serangga (Proksch, 2001).

Janpraset et al. (1993) berhasil mengidentifikasi senyawa aktif yang bersifat insektisida dari ranting

Aglaia odorata (Meliaceae) sebagai rokaglamida. Senya- wa aktif utama yang bersifat insektisida ini termasuk dalam golongan benzofuran. Pada daun A. odorata selain rokaglamida juga ditemukan dan tiga senyawa turunan- nya, yaitu desmetilrokaglamida, metil rokaglat, dan rokaglaol (Ishibashi et al., 1993). Rokaglamida juga telah diisolasi dari empat spesies Aglaia lain, yaitu dari akar dan batang A. elliptifolia (Wu et al., 1997), ranting A. duppereana (Nugroho et al., 1997), dan buah A. elliptica

serta daun A. harmsiana. Kelompok senyawa triterpenoid dan steroid juga ditemukan pada tumbuhan A. grandis. Aktivitas ekstrak bagian tumbuhan Aglaia selain dapat bersifat sebagai insektisida dapat juga bersifat sebagai antimakan dan antikanker (Inada et al., 2000).

NO. NAMA SPESIES DAERAH ASAL

96 Aglaia waliishii Indonesia 97 Aglaia winckelii Jawa 98 Aglaia zollingeri Jawa


(44)

Kandungan Kimia Pada Tumbuhan Aglaia

Kandungan senyawa kimia yang ada dalam tumbuhan Aglaia telah banyak diteliti, namun masih banyak pula spesies Aglaia yang belum diketahui kandungan senyawanya termasuk A.smithii. Tumbuhan

Aglaia mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, tanin (Mabberley et al., 1995), lignan (Wu, et al., 1997), aminopirolidin, odorin, dan 5’-epiodorin dan odorinol (Nugroho et al., 1999). Serta senyawa-senyawa turunan siklopenta[bc]benzopiran (thapsakin, aglain, dan aglaforbesin) dan turunan benzo[b]oksepin (forbaglin dan thapoksepin) (Bacher et al.,1999). Selain senyawa-senyawa tersebut di atas, tanaman Aglaia mengandung sejumlah senyawa aktif insektisidal turunan dari benzofuran yang termasuk ke dalam rokaglamida. Kelompok senyawa triterpenoid dan steroid juga ditemukan pada beberapa spesies Aglaia, seperti sikloartan dan sterol (Mabberley et al., 1995).

Secara fitokimia, tumbuhan Aglaia merupakan penghasil senyawa dengan kerangka yang unik yaitu kerangka siklopenta[b]benzofuran salah satunya kelompok senyawa rokaglamida. Rokaglamida termasuk ke dalam kelompok senyawa turunan benzofuran. Rangka dari rokaglamida tersusun dari prekursor awal berupa flavonoid dan amida asam sinamat. Rokaglamida dan turunannya memiliki sifat insektisidal alami yang sangat kuat (Nugroho et al., 1999). Rangka benzofuran yang terdapat didalam struktur rokaglamida merupakan penyebab utama kuatnya aktivitas sifat insektisidal tersebut (Cui et al.,1997).


(45)

O

Gambar 2.12. Kerangka benzofuran

isolasi dan dikarakterisasi diantaranya adalah C-3’ -hidroksirokaglamida (1), C-1-O-asetil- 3’ hidroksirokaglamida (2), C-3’-metoksirokaglamida (3), C-3’-metoksirokaglaol (4), turunan C-3’-hidroksi dari demetilrokaglamida (5), turunan C-3’-hidroksi dari metil rokaglat (6), C-3’-hidroksidimetilrokaglamida (7), C-1-oksim (8) (Nugroho et al., 1999), rokaglaol (9), metil rokaglat (10), demetilrokaglamida (Ishibashi et al.,1993) (11), C-1-O-asetil-3' hidroksidemetil rokaglamida (12), dan C-1-O-asetil-3'-hidroksimetilrokaglat (13) (Janpraset

et al.,1993).

Senyawa kelompok bisamida adalah salah satu kelompok senyawa yang menjadi ciri khas tumbuhan

Aglaia, dan membantu dalam menentukan kemotaksonomi tumbuhan tersebut. Senyawa bisamida yang diisolasi dari A. edulis, A. grandis, dan A. testicularis adalah aglaiadulin (14), aglaiathiodulin (15) dan aglaiadthiodulin (16)(Brader, 1988).

Senyawa golongan damaran dan limonoid yang berhasil diisolasi dari A. elaeodeae adalah 20S,24S -epoksi-25-hidroksidamaran-3-on (17), 20S,24S -epoksi-25-hidroksimetildamaran-3-on (18) dan 6a,11b -diasetoksigedunin (19) (Fuzzati, 1996).


(46)

O

OH R1 H3CO

OCH3 OCH3 1 2 3 3a 4a 5 6 7 8 8a 8b 1' 2' 3' 4' 5' 6' 1" 2" 3" 4" 5" 6" 4 R3 R2

Gambar 2.13 Struktur senyawa aktif turunan rokaglamida yang terkandung dalam tanaman Aglaia odorata (Janpraset et al.,1993).

R1 R2 R3

(1) -OH -CON(CH3)2 -OH

(2) -OCOCH3 -CON(CH3)2 -OH

(3) -OH -CON(CH3)2 -OCH3

(4) -OH -H -OCH3

(5) -OH -CONHCH3 -OH

(6) -OH -COOCH3 -OH

(7) -OH -CONH3 -OH

(8) =NOH -COOCH3 -OCH3

(9) -OH - -

(10) -OH -COOCH3 -

(11) -OH -CONHCH3 -H

(12) -OCOCH3 -CONHCH3 -OH


(47)

N N O O H H 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1' 2' 3' 4' 5' 6' (14) N N O O H H 1 2 3 4 5 6 7 8 1'' 2'' 1' 2' 3' 4' 5' 6' SCH3 (15) N N O O H H 1'' 2'' 1'' 2'' 1' 2' 3' 4' 5' 6' SCH3 H3CS

3''

3''

(16)

Gambar 2.14 Senyawa bisamida yang diisolasi dari

Aglaia edulis, A.grandis, dan A. testicularis (Brader, 1988).

Tirucallane (20) adalah suatu senyawa triterpenoid yang berasal dari Aglaia leucophylla

(Benosman, 1994). Senyawa golongan triterpenoid yang berhasil diisolasi dari A. foveolata adalah 3-epiokotillol (21), asam soreat (22), foveolin A (R = H) (23) , dimalol (R = CH3) (24) (Roux, 1998).


(48)

O

H

H OH

O

H O

H

H

O

H

HO

(17) (18)

O

COOCH3 COOCH3 H3COOC

O

O

O

O

(19)

Gambar 2.15 Senyawa golongan damaran dan limonoid yang berhasil diisolasidari A. elaeodeae

(Fuzzati, 1996). Senyawa kelompok pregnan dan triterpenoid

hidroperoksida telah berhasil diisolasi dari daun Aglaia grandis adalah 2β,3β-dihidroksi-5α-pregnan-16-on (25) dan dua senyawa triterpenoid hidroperoksida sikloartan


(49)

(26) dan (27) (Inada, 1997).

O

OCH3

(20)

O

O

H H

H OH

O OH

H

H H

HOOC

(21) (22)

Senyawa kelompok sterol yang terdapat pada spesies A. rubiginosa (22R ,25)-epoksi-kolest-7-ene-3β,4β-diol (28) dan kolest-5-ene-3β,4β,22(R)-triol (29), stigmast-5-ene-3β,7α-diol (30), dan stigmasterol (31). (Weber et al., 1999).


(50)

O OH

H

H H

ROOC

OH

(23-24)

H

H HO

HO

O

(25)

OOH

H

HO

(26)


(51)

H

HO

OOH

(27)

O

HO OH

(28)

HO OH

OH

(29)

HO OH

(30)

HO


(52)

Senyawa Aktif Sitotoksik dari Tumbuhan Aglaia Saat ini, senyawa bahan alam telah memegang peranan penting dalam kemoterapi kanker. Lebih dari 60 % obat-obatan kanker diperoleh dari bahan alam. Taxol, kamptotecin, podofilotoksin, vinblastin, dan vinkristin adalah senyawa bahan alam yang telah digunakan sebagai obat yang teruji dapat menghambat mekanisme pertumbuhan sel tumor. Pencarian senyawa bahan alam yang dapat digunakan sebagai obat antikanker harus terus dilakukan untuk mendapatkan obat dengan hasil klinis yang lebih baik (Lee, 1998).

Beberapa senyawa turunan rokaglat telah berhasil diisolasi dari tumbuhan Aglaia yang memiliki potensi antikanker karena bersifat sitotoksik. Rokaglaol (32) yang berhasil diisolasi dari akar A. crassinervia memiliki aktivitas sitotoksik yang lebih besar daripada paclitaxel dan kamptothecin (Su, 2006).

O

MeO

OMe MeO

OHOH


(53)

Aglafolin (metil rokaglat) (33) diisolasi dari A. elliptifolia dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (Ko et al.,1992). Selain itu lima senyawa turunan rokaglat lainnya (34-38) telah berhasil pula diisolasi dari

A. elliptica dan menunjukkan aktivitas dapat menghambat pertumbuhan sel kanker manusia (Lee, 1998).

Asam rokaglat (39), elliptifolin (40), dan elliptiol (41), yang diisolasi dari daun A. elliptifolia bersifat sitotoksik terhadap sel tumor P-388, masing-masing dengan harga ED50 = 0,0012; 3,41 dan 3,62 µg/mL

(Wang, 2000). Elliptifolin dan elliptiol adalah dua senyawa yang termasuk kelompok diamida.

O HO O

OCH3 OCH3

H3CO

OCH3 HO

(33)

Senyawa pada tanaman A. lepthantha dapat membunuh 20 jenis sel kanker. Kandungan senyawa yang sama juga terdapat pada A. silvestris. Beberapa bagian tumbuhan A. elaeagnoidea var. Beddomei, akar


(54)

dan kulit batang tumbuhan A. elliptifolia, daun dan ranting A. odorata, dan A. odoratissima telah dilaporkan memiliki aktivitas in vivo terhadap sel tumor P-388 leukemia.

O R1 OCH3

H3CO

HO R2

R3

O O

(34-38)

R1 R2 R3

- OH H COOCH3

- OH H H - =O H - OCOHO H - COOCH3

O HO O

OH OCH3

H3CO

OCH3 HO


(55)

O OH

O N

N O

MeO

OMe

OMe OH

(40)

O

NH H N

O

OH

(41)

Senyawa turunan diamida yaitu odorinol (42) yang bersifat antileukemia yang diujikan secara in vivo

terhadap mencit, berhasil diisolasi dari daun A.odorata

(Hayashi, 1981).

Selain itu, aktivitas sitotoksik juga terdapat pada ekstrak daun A. formosana terhadap sel tumor kolon, payudara, dan sel leukemia P-388 (King et al,1982). Pada


(56)

O

N HN

O OH

H

(42)

tahun 1993 berhasil diisolasi dari ekstrak kloroform daun

A. formosana senyawa dehidroodorin (43 ) yang aktif terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai ED50= 3,86

µg/mL (Duh, 1993). Senyawa-senyawa dari kelompok triterpen yang bersifat sitotoksik pun telah berhasil diisolasi dari A. argantea yaitu argenteanon A (44), B (45), dan argenteanol (46) ketiganya bersifat sitotoksik terhadap sel KB (sel kanker nasofaring) (Omobuwajo, 1995).

O

N H HN

O


(57)

R

OH H HO

OH

H H

H H

O

O

HO

H

H H

H

OH

H

(45) R = O

(46) R = H dan -OH

Masih dari spesies yang sama, sembilan senyawa triterpenoid dengan kerangka 3,4-sekoapotirukalan (47) (54) yang bersifat sitotoksik terhadap sel KB telah berhasil diisolasi (Mohammad, 1999).


(58)

COOCH3

O

OH H

OR1

H H

H

COOCH3

O

OH H

OR1

H H

H R2O

(47) R1 = a (50) R1 = c, R2 = a

(48) R1 = b (51) R1 = c, R2 = b

(49) R1 = c (52) R1 = b, R2 = a (53) R1 = R2 = a (54) R1 = R2 = c

O OH

O OH

H H3C CH3

O HO


(59)

(60)

(47)

SENYAWA ANTIKANKER TURUNAN

1

H

-SIKLOPENTA[

b

]BENZOFURAN

DARI TANAMAN

Aglaia elliptica

Aglaia elliptica

LEE dan kawan-kawan (1998), meneliti kandungan senyawa antikanker dari Aglaia eliptica. Latar belakang, metode dan hasil penelitian Lee, dilaporkan pada bagian ini.

Beberapa bagian tanaman Aglaia dapat digunakan seperti kayu, buah, dan bunga sebagai kebutuhan di bidang medis maupun pertanian. Kandungan senyawa yang terdapat dalam tanaman ini juga memiliki berbagai aktivitas biologis, yaitu sebagai insektisidal dan antikanker. Beberapa bagian tanaman A. elaeagnoidea

var. Beddomei, akar dan kulit batang tanaman A. elliptifolia, daun dan ranting A. odorata, dan A. odoratissima telah dilaporkan memiliki aktivitas in vivo

pada sel tumor P-388 leukemia. Selain itu, aktivitas sitotoksik juga terdapat pada ekstrak daun A. formosana

dalam sel tumor kolon, payudara, dan sel leukemia (King

et al,1982).


(61)

yang sangat berpotensi untuk mendapatkan senyawa antikanker. Dalam penelitian Cui et al pada tahun 1997,

Aglaia elliptica yang berasal dari Thailand, telah ditemukan lima senyawa baru yang sangat berpotensi terhadap sel tumor. Lima senyawa baru tersebut memiliki kerangka induk yang sama yaitu siklopenta[b]benzofu- ran. Kerangka induk ini juga terdapat pada spesies Aglaia

yang lainnya. Lima senyawa turunan siklopenta[b]benzo- furan (1-5) tersebut adalah senyawa 1 (metil rokaglat), 2

(4’-demetoksi-3’,4’-metilendioksi-metil rokaglat) dan 5 (1-O-formil-4’-demetoksi-3’,4’-metilendioksi-metil roka- glat).

1 (metil rokaglate)

Gambar 3.1 Struktur senyawa turunansiklopenta[b]ben zofuran yang didapat dari Aglaia elliptica


(62)

Senyawa 1 – 2 dan 4 5 diperoleh dari batang Aglaia elliptica, sedangkan senyawa 1 – 3 diperoleh dari buahnya.

Gambar 3.2 Tanaman Aglaia elliptica.

Taksonomi dari Aglaia elliptica adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida


(63)

Ordo : Sapindales Keluarga : Meliaceae

Marga : Aglaia

Jenis : Aglaia elliptica

Mekanisme sitotoksik pada tanaman Aglaia elliptica

Daya hambat senyawa 1-5 pada kultur sel kanker manusia

Daya hambat lima senyawa turunan siklopenta[b]benzofuran yang ditemukan pada batang dan daun Aglaia elliptica dapat diketahui dengan cara menghitung nilai IC50 kelima senyawa tersebut dengan

menggunakan sel kanker manusia, di antaranya Sel HT-1080 (human fibrosarcoma), KB (human nasopharyng- eal carcinoma), A431 (human epidermoid carcinoma), LNCaP (hormone-dependent prostate cancer), ZR-75-1 (hormone-dependent breast cancer), U373 (human glioblastoma), BC1 (human breast cancer), Lu1 (human lung cancer), Mel2 (human melanoma), dan Col2 (human colon cancer). Semua sel di kultur pada suhu 37oC dalam 100% kelembaban dengan 5% CO2 atmosfer

di udara, kecuali sel melanoma yang tetap pada 37oC dalam wadah kultur jaringan tertutup. Dari hasil penelitian didapat nilai IC50 senyawa 1, 2 – 5 memiliki

rentang antara 1 – 30 ng/mL. Sedangkan senyawa 3 dan 4 memiliki nilai IC50 di atas 60 ng/mL (Lee et al.,1998).

Berdasarkan data dalam Tabel 3.1, kelima senyawa tersebut memberikan aktivitas yang cukup baik, namun yang paling berpotensi sebagai antikanker adalah senyawa 1, 2, dan 5. Senyawa 1, 2, dan 5 memiliki nilai IC50 di bawah 30 ng/mL. Kelima senyawa tersebut


(64)

siklopenta[b]benzofuran, namun rantai sampingnya saja yang berbeda. Hal ini menyebabkan aktivitas.

Tabel 3.1 Daya hambat (nilai IC50) senyawa 1 5 dari

tanaman Aglaia elliptica dalam kultur sel kan- ker manusia (Lee et al, 1998).

Senya

wa BC1

HT-108 0

Lu1 Mel2 Col2 KB KB-IV A43

1 LNCa

p ZR-75

U3 73

1 10.0 9.0 6.0 30.0 9.0 9.0 30.0 20.0 20.0 3.0 3.0

2 0.9 10.

0 5.0 60.0 10.0 6.0 20.0 10.0 2.0 2.0 0.8

3 200.0 - 70.

0 - 70.0 90.0 100.0 - - 86.0 -

4 1400.

0 -

100

.0 -

200.

0 200.0 300.0 - 70.0 - -

5 3.0 3.0 1.0 1.0 2.0 30.0 10.0 3.0 30.0 120.0 3.0

tingkat toksisitas yang cukup rendah (IC50 > 60 ng/mL),

karena adanya pengaruh gugus fungsi yang terletak pada posisi C-1 dan C-2. Pada senyawa 4 , pergantian gugus hidroksil (-OH) atau gugus formal (-OCHO) dengan gugus keton ( C=O ) akan menyebabkan potensial daya hambat pertumbuhan sel kanker akan berkurang.

Pengaruh penambahan senyawa 2 pada pembelahan sel kanker Lu1

Sel Lu1 dilapiskan dengan densitas 5 x 105 sel per 25 cm2 pada labu kultur, lalu diinkubasi selama 24 jam. Kemudian ditambahkan 25 dan 50 ng/mL senyawa 2 selama interval waktu (8, 16, 24, 32, 48, 56, dan 72 jam), jumlah sel dihitung. Viabilitas sel dapat diketahui oleh


(65)

Gambar 3.3 Hubungan struktur dan aktivitas antikanker senyawa 3-4 yang diisolasi dari tanaman

Aglaia elliptica (Lee et al, 1998).

adanya pewarna tripan biru. Pembelahan sel yang terjadi dibandingkan dengan kontrol. Semua perlakuan dilakukan secara triplo. Dalam Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa dengan adanya penambahan senyawa 2 pada kultur sel Lu1, jumlah sel yang membelah akan berkurang. Sedangkan pengaruh adanya senyawa 2 dalam proliferasi sel dan viabilitas sel Lu1 dapat dilihat pada Gambar 3.5.


(66)

Gambar 3.4 Fotomikrograf sel yang diperlakukan dengan senyawa 2. (A) tanpa adanya penambahan senyawa 2, (B) dengan adanya penambahan senyawa 2 (25 ng/mL) selama 32 jam (pembesaran 100x) (Lee et al, 1998).

Pengaruh penambahan senyawa 2 pada siklus sel kanker Lu1

Senyawa 2 yang dihasilkan dari tanaman Aglaia elliptica diperlakukan terhadap sel Lu1 selama periode


(67)

Waktu (jam)

Gambar 3.5 Pengaruh penambahan senyawa 2 pada

proliferasi sel dan viabilitas sel Lu1. (●) hanya pelarut DMSO, (▲) 25 ng/mL

senyawa 2, (◊) 50 ng/mL senyawa 2 (Lee et al, 1998).

waktu (8, 16, 24, 32, 48, 56, dan 72 jam). Untuk mengetahui jumlah sel yang terdistribusi dalam proses siklus selnya, digunakan metode aliran sitometri (flow cytometry). Sebanyak 50 ng/mL senyawa 2 yang

V

ia

b

il

it

a

s

se

l

(%

)

Ju

m

la

h

s

el

(

x

1

0


(68)

ditambahkan, terjadi akumulasi sel pada fase G1/G0

dalam siklus sel.

 Setelah 24 jam = Kontrol : 41 G1/G0, 37 S, 22% G2/M

Hasil : 74 G1/G0, 11 S, 15% G2/M

 Setelah 32 jam = Kontrol : 52 G1/G0, 33 S, 15% G2/M

Hasil : 75 G1/G0, 9 S, 16% G2/M

 Setelah 48 jam = Kontrol : 61 G1/G0, 25 S, 142%

G2/M

Hasil : 65 G1/G0, 16 S, 19% G2/M

Periode waktu yang selanjutnya menghasilkan data yang tidak jauh berbeda dengan pada jam ke-48, pada periode ini tidak terjadi perubahan yang signifikan.

Pada interval waktu 24 dan 32 jam terjadi suatu akumulasi jumlah sel kanker pada fase G1. G1 adalah fase

dimana terjadi sintesis RNA pada sel kanker. Namun karena keberadaan senyawa 2, RNA yang telah terbentuk tidak dapat membentuk DNA-nya, sehingga sel tidak akan menuju ke fase S (replikasi DNA). Hal ini menyebabkan sel hanya akan terakumulasi pada fase G1

dan G0 (fase istirahat). Senyawa 2 dapat menghambat

terjadinya proses replikasi DNA (S) dan mengganggu terjadinya siklus pembelahan sel kanker. Dari data penelitian, sel akan terakumulasi pada fase G1/G0,

sedangkan jumlah sel pada fase S dan G2/M lebih kecil

bila dibandingkan dengan kontrol.

Aktivitas antikanker menggunakan bioindikator tikus putih

Untuk mengetahui aktivitas antitumor pada senyawa 2, dilakukan penelitian dengan menggunakan


(69)

bioindikator tikus putih betina. Kultur sel BC1 (1 x 106 sel) disuntikkan ke dalam bagian kanan dorsal pada tikus putih betina yang berusia 4 – 6 minggu. Pada hari ke-3 senyawa 2 (10 mg/kg berat badan, yang dilarutkan dalam 40% DMSO) disuntikkan pada tikus putih tersebut. Pemberian senyawa 2 dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 7 minggu. Untuk analisis, berat badan tikus putih dan volume tumor ditimbang setiap harinya. Ternyata semua tikus mati pada hari ke-33, ketika volume tumor pada tikus kontrol mencapai 1,3 cm3.

Hari setelah penyuntikan sel BC1

Gambar 3.6 Pengaruh penambahan senyawa 2 pada pertumbuhan tumor tikus putih betina yang

telah diberikan sel tumor BC1. (●) kontrol dan (□) penambahan senyawa 2 (Lee et al, 1998).

Seperti yang terlihat pada Gambar 3.6, dengan adanya penambahan senyawa 2 pada sel tumor BC1 dalam tikus putih akan mengakibatkan volume tumor berkurang sejalan dengan periode waktu. Hal ini disebabkan

V

o

lu

m

e

tu

m

o

r

(c

m


(70)

pertumbuhan sel BC1 terhambat sehingga proses pembelahannya pun akan berlangsung lama.

Pembelahan sel tumor dapat terjadi karena adanya replikasi DNA dan sintesis RNA secara cepat. Oleh karena itu, untuk menghambat atau menghentikan proses penggandaan DNA, harus menggunakan suatu senyawa atau agen yang dapat menghambat proses biosintesis DNA, RNA, atau proteinnya. Pada umumnya mekanisme kerja senyawa antikanker secara demikian, yaitu dengan menghambat proses biosintesis proteinnya. Seperti halnya senyawa pengalkilasi yang bersifat antikanker. Senyawa ini memiliki ion karbonium yang reaktif, sehingga dapat membentuk ikatan melintang dengan DNA dan dapat menghambat terjadinya pembelahan sel (Tjay & Rahardja,2002). Untuk senyawa antikanker bahan alam, biasanya mekanisme kerja antikanker adalah dengan menghambat sintesis protein dalam mikrotubuli. Pada senyawa 2 yang diperoleh dari tanaman Aglaia elliptica, aktivitas antikanker disebabkan oleh adanya pengaruh gugus fungsi yang ada pada kerangka senyawa tersebut.


(71)

(72)

(59)

AKTIVITAS ANTIKANKER SENYAWA

ODORIN DAN ODORINOL DARI

TUMBUHAN

AGLAIA ODORATA

Aglaia odorata

AGLAIA odorata berasal dari marga Aglaia.

Suatu marga tumbuhan dengan anggota lebih dari 100 jenis tumbuhan. Tanaman ini dibiakkan dengan cara pencangkokan. Tanaman ini banyak digunakan sebagai pagar hidup, karena bentuknya yang indah dan kecepatan tumbuhnya yang lambat (Heyne,1987).

Inada dan kawan-kawan (2001), meneliti kandungan senyawa antikanker dari Aglaia odorata. Latar belakang, metode dan hasil penelitian Inada dan kawan-kawan, dilaporkan pada bagian ini.

Tumbuhan perdu ini dapat tumbuh dengan tinggi 2-5 m. Memiliki batang berkayu, bercabang banyak, dan tangkai berbintik-bintik kelenjar berwarna hitam. Memiliki daun majemuk, menyirip dan ganjil yang tumbuh berseling. Dengan anak daun berjumlah 3-5 cm. Anak daunnya bertangkai pendek, berbentuk bundar seperti telur sungsang. memiliki panjang 3-6 cm dan lebar 1-3,5 cm. Berujung runcing, berpangkal meruncing,


(73)

bertepi rata dan permukaannya licin mengilap, terutama daun muda (Anonymous, 2005). Rebusan daunnya terasa pahit tanpa pedas, jika diminum berkhasiat untuk menstruasi yang terlalu keras dan penyakit kelamin.

Bunganya kecil, dalam helaian rapat, panjangnya 5-16 cm, warna kuning, dan harum. Bunga ini sering dicampurkan kedalam daun the untuk mengharumkan- nya. Seringkali pula digunakan untuk mengharumkan pakaian. Selain itu, dicampurkan dalam ramuan parem dan dijual kering. Bila air rebusan bunga ini diminum akan menghasilkan daya menyejukkan (Heyne,1987).

Buah dari tanaman ini berbentuk kecil-kecil seperti buah buni. Berbentuk bulat lonjong dengan warna merah dan panjang 6-7 mm. Memiliki 1-3 ruang di dalam buah dan jumlah biji 1 sampai dengan 3 (Anonymous, 2005).

Daun dan bunga Aglaia odorata L (Meliaceae) di Cina digunakan sebagai obat herbal untuk mengatasi memar, sakit kepala, batuk, dll. Bunganya biasa digunakan untuk memberi wewangian pada teh dengan catatan tergantung pada wangi teh itu sendiri. Dari tanaman ini aminopirolidin-diamida, odorin dan odorinol (= 2-hydroxyodorine), dan kandungan lainnya telah diisolasi. Sebagai tambahan, aktivitas antileukimia dari odorinol terhadap sel leukemia limfosit P-388 dari tikus telah dilaporkan (Inada et.al., 2001).

Taksonomi Aglaia odorata

Menurut Tjitrosoepomo (2002) taksonomi tumbuhan Aglaia odorata adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae


(74)

Kelas : Dycotiledoneae Subkelas : Dyalipetalae

Ordo : Rutales Keluarga : Meliaceae

Genus : Aglaia

Jenis : Aglaia odorata

Kandungan kimia tumbuhan Aglaia odorata

Tumbuhan Aglaia odorata memiliki berbagai macam kandungan diantaranya minyak asiri, alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid, triterpenoid, alkaloid, tanin (Mabberley et al., 1995), arilpropanoid, dimer arilpropanoid (lignan) (Wu, et al., 1997), asam sinamat, dan odorin (Nugroho et al., 1999).

Tapsakin-A (turunan forbaglin) (Proksch et al., 2001) kelompok senyawa dengan kerangka siklopenta - [bc]benzopiran (aglain, dan aglaforbesin serta turunannya), dan kelompok senyawa dengan kerangka


(75)

benzo[b]oksepin (forbaglin serta turunannya). Selain senyawa-senyawa tersebut di atas, tanaman ini mengan- dung sejumlah senyawa aktif antikanker berkerangka siklopentatetra[b]hidrobenzofuran yaitu rokaglamida (1) (Mabberley et al., 1995).

N H

N H

O OH

Odorinol (turunan odorin)

O

O

OH

H3CO

H3CO

OCH3

OH

Turunan f lavonoid

Gambar 4.2 Struktur turunan odorinol (turunan odorin) dan turunan flavonoid (Nugroho et al., 1999).

O H3CO

OCH3 OH

OCH3

OH

O N(CH3)2

Gambar 4.3 Rokaglamida

Beberapa turunan rokaglamida yang telah berhasil diisolasi dan dikaraktersasi yang berasal dari tumbuhan


(76)

O H

N N

OCH3

H3CO

OH

OCH3

H OH O

Tapsakin-A-10-O-asetat (turunan aglain)

O H

N N

H3CO

OH H O O O O O O O OCH3

H3C

O

CH3

CH3

Tapoksepin-A (turunan forbaglin)

Gambar 4.4 Struktur Tapsakin-A-10-O-asetat (turunan aglain) dan Tapoksepin)(Inada et.al., 2001).

da (2), C-3’-hidroksirokaglamida (3), dan C-1-O

-asetil-3’-hidroksirokaglamida (4) (Proksch et al., 2001). Struktur dari ketiga senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5.

3 O

H3CO

OCH3 OH OCH3 R1 R2 R3 2 3a 8b 8a 1 5 6 7 8 2' 5' 6' 5" 4" 3"

Struktur turunan rokaglamida (1-4)

R1 R2 R3

2 OH CONH2 H

3 OH CON(CH3)2 OCH3

4 OCOCH3 OH

4 3' 4' 1" 2" 6" CON(CH3)

Gambar 4.5 Struktur beberapa turunan rokaglamida yang terkandung dalam tumbuhan

Aglaia odorata (Cui et al., 1997; Proksch


(77)

Bahan-bahan dan metode penelitian

Bahan kimia

Bahan kimia DMBA dan TPA dari nacalitesque (Kyoto,jepang), NOR-1 dan peroksi nitrit didapat dari dojindo laboratories (Kumamoto, Jepang).

Hewan

Hewan specific pathogen-free female ICR-(6- week-Old) /ICR-fatogen spesifik (usia 6 minggu) dan SENCAR-mice (usia 6 minggu) didapat dari Japan SLC ink Shizouka, Jepang. Hewan ini ditempatkan 5 ekor dalam satu kandang polikarbonat pada suhu antara 24 ± 2oC dan diberikan makan, dan air adlibitum.

Isolasi Odorin dan Odorinol dari Aglaia odorata.

Daun Aglaia odorata (700 gram) diambil pada bulan Januari 1993 di Kebun Raya Bogor (Bogor, Indo- nesia). Fraksi etil asetat sebanyak 47,6 gram yang berasal dari 78,0 gram ekstrak MeOH diisolasi sehingga dihasilkan senyawa aminopirolidin-diamida, odorin (160 mg) dan odorinol (230mg) dengan kemurnian 99,9%.

Pengujian tahap dua karsinogenesis kulit tikus oleh DMBA/TPA

Hewan (female ICR-mice berumur 6 minggu) dipisahkan ke dalam 3 kelompok percobaan yang terdiri dari 15 tikus pada setiap kelompoknya. Ekor dari setiap tikus dicukur dengan menggunakan pisau bedah. Pada ekornya ditambahkan DMBA (100µg, 390nmol) dalam aseton (0,1 mL) Untuk kelompok yang pertama (kelompok kontrol positif) satu minggu setelah diaktifkan dengan DMBA, tikus-tikus kemudian diberi TPA (1µg, 1,7nmol) pada aseton (1mL) dua kali dalam seminggu.


(78)

Kelompok kedua dan ketiga mendapat penambahan dari odorin (85nmol) pada aseton (0,1mL) dan odorinol (85nmol) pada aseton 1 jam sebelum perlakuan pokok masing-masing, secara berurutan. Pengaruh dari pertumbuhan papiloma dilihat setiap minggu selama 20 minggu; persentase tikus-tikus mengalami penghambatan papiloma dan jumlah papiloma rata-rata per tikus dicatat. Perbedaan dalam papiloma tikus antara kontrol dan eksperimen dianalisis dengan cara student’s t-test pada 20 minggu setelah promosi (Inada et.al., 2001)

Pengujian tahap dua karsinogenesis kulit tikus oleh NOR-1/TPA

Hewan (female SENCAR-mice berumur 6 minggu) dipisahkan kedalam 3 kelompok percobaan yang terdiri dari 15 tikus pada setiap kelompoknya. Ekor dari setiap tikus dicukur dengan menggunakan pisau bedah, dan tikus-tikus yang memiliki sifat karsinogenik diaktifkan dengan NOR-1 (90µg, 390 nmol) dalam aseton (0,1 mL). Untuk kelompok yang pertama (kelompok kontrol +) satu minggu setelah diaktifkan dengan NOR-1, tikus-tikus kemudian diberi TPA (1µg, 1,7nmol) pada aseton (1mL) dua kali dalam seminggu. Untuk kelompok kedua, TPA ditabahkan dengan odorin (0,0025%, 2,5 mg/100 ml air minum) dan kelompok ketiga, TPA ditambahkan odorinol (0,0025%, 2,5 mg/100 ml air minum) diberikan melalui mulut satu minggu sebelum dan sesudah tahap inisiasi dengan NOR-1. Penambahan TPA, TPA dan odorin serta TPA dan odorinol dilakukan selama 20 minggu, secara berurutan; persentase tikus-tikus yang mengalami penghambatan papiloma dan jumlah papiloma rata-rata per tikus dicatat. Perbedaan dalam papiloma tikus antara kontrol dan


(79)

eksperimen dianalisis dengan cara student’s t-test pada 20 minggu setelah promosi (Inada et.al., 2001)

Pengujian tahap dua karsinogenesis kulit tikus oleh Peroksinitrit/TPA

Hewan (female SENCAR-mice berumur 6 minggu) dipisahkan ke dalam 3 kelompok percobaan yang terdiri dari 15 tikus pada setiap kelompoknya. Ekor dari setiap tikus dicukur dengan menggunakan pisau bedah, dan tikus-tikus yang memiliki sifat karsinogenik diaktifkan dengan peroksinitrit (33,1µg, 390 nmol dalam 1mM NaOH) dalam aseton (0,1 mL). Untuk kelompok yang pertama (kelompok kontrol positif), satu minggu setelah diaktifkan dengan peroksinitrit, tikus-tikus kemudian diberi TPA (1µg, 1,7nmol) pada aseton (1mL) dua kali dalam seminggu. Untuk kelompok kedua, odorin (0,0025%, 2,5 mg/100 ml air minum) dan kelompok ketiga, odorinol (0,0025%, 2,5 mg/100 ml air minum) diberikan melalui mulut dari satu minggu sebelum dan satu minggu sesudah tahap inisiasi dengan peroksinitrit. Penambahan TPA, TPA dan odorin serta TPA dan odorinol dilakukan selama 20 minggu, secara berurutan. Pengaruh dari pertumbuhan papiloma dilihat setiap minggu selama 20 minggu; persentase tikus-tikus yang menghambat papiloma dan jumlah papiloma rata-rata per tikus dicatat. Perbedaan dalam papiloma tikus antara kontrol dan eksperimen dianalisis dengan cara student’s

t-test pada 20 minggu setelah promosi (Inada et al., 2001).

Aktivitas odorin dan odorinol sebagai antikanker

Pada percobaan yang dilakukan oleh Inada et.al


(80)

han papiloma pada tikus digunakan tiga perbandingan perlakuan pada tikus. Papiloma sendiri merupakan salah satu jenis kanker kulit di mana tempat terjadinya yaitu pada permukaan kulit. Pada percobaan tersebut digunakan SENCAR-mice sebagai objek penelitian. SENCAR-mice atau dengan kata lain Sensitive Carsinogenesis-mice merupakan tikus yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap zat-zat karsinogen. Tikus tersebut sangat rentan terkena kanker jika ada pengaruh dari zat-zat karsinogen.

Tikus yang digunakan dalam percobaan dibagi ke dalam 3 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 15 ekor tikus.Untuk perlakuan pertama, digunakan DMBA atau 7,12-dimethyl benz[a]anthracene sebagai zat karsinogen untuk mengaktifkan sifat karsinogenik tikus. Seperti telah disebutkan sebelumnya, untuk memasukan DMBA ini ekor tikus sebelumnya dicukur dengan menggunakan pisau bedah. Pencukuran ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengaktifan sel kanker oleh DMBA karena apabila masih terdapat bulu dikhawatirkan DMBA ini tidak langsung masuk ke dalam kulit tikus.

Untuk kelompok pertama, setelah sel karsinogenik tikus diaktifkan dengan DMBA dan mengalami tahap inisiasi yaitu selama 1 minggu, kemudian ditambahkan dengan TPA (12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate) pada aseton dua kali dalam seminggu. Kelompok pertama ini dikenal sebagai kontrol positif. Sedangkan untuk kelompok kedua dan ketiga ditambahkan odorin dan odorinol pada TPA satu jam sebelum perlakuan pokok masing-masing. Persen penghambatan papiloma dan jumlah rata-rata papiloma yang terbentuk dicatat selama 20 minggu dan perbedaan


(81)

antara kontrol positif, kelompok kedua dan kelompok ketiga dianalisis dengan menggunakan student’s t-test

pada 20 minggu setelah promosi.

Dari hasil analisis tersebut diperoleh grafik sebagai berikut :

( grup 1), DMBA (390 nmol)+TPA (1,7 nmol); (grup 2), DMBA (390 nmol)+Odorin (85 nmol)+TPA(1,7 nmol); (grup 3), DMBA (390 nmol)+odorinol (85 nmol)+TPA (1,7 nmol). Dalam 20 minggu promosi, Odorin dan Odorinol berbeda dari kontrol (p<0,01) dalam hubungannya dengan papilomas per tikus (n=15).

Gambar. 4.6 Efek penghambatan odorin dan odorinol dalam karsinogenesis kulit tikus dengan menggunakan DMBA dan TPA (Inada, et al, 2001)


(82)

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.6, odorin dan odorinol menghambat dengan baik pembentukan papiloma pada kulit tikus dan menunjukkan efek penghambatan yang signifikan terhadap pertumbuhan sel kanker yang dihasilkan oleh DMBA dan TPA.

Gambar 4.6 A menunjukkan persen papiloma pada 20 minggu masa promosi. Pada Gambar 4.6 A ini dapat dilihat perbedaan yang sangat signifikan antara kontrol positif dengan perlakuan tambahan menggunakan odorin dan odorinol. Sampai dengan minggu ke-5 ketiganya masih belum menunjukkan pembentukan papiloma dan pada minggu ke-6 perbedaan terlihat lebih jelas dimana kontrol positif menunjukkan pembentukan papiloma sebanyak 30% sedangkan penambahan odorin dan odorinol masih belum menunjukkan pembentukan papiloma. Untuk penambahan odorin papiloma terbentuk sebanyak 10% pada minggu ke-8, sedangkan kontrol positif pada minggu ke-7 menunjukkan pembentukan papiloma sebanyak 80%. Untuk penambahan odorinol hasilnya lebih baik dibandingkan penambahan odorin karena pada penambahan odorinol papiloma terbentuk sebanyak 5% pada minggu ke-9 dan pada minggu ke-7 masih belum menunjukkan pembentukan papiloma. Kontrol positif menunjukkan hasil 100% untuk pembentukan papiloma pada minggu ke-9 sedangkan untuk penambahan odorin sampai pada minggu kelima belas pun jumlah papiloma yang terbentuk kurang dari 70% dan pada minggu ke 20, 93,3% papiloma terbentuk. Sama halnya seperti odorin, odorinol dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Hal ini dapat dilihat pada minggu keenam belas dengan jumlah papiloma yang terbentuk dibawah 70% sedangkan pada kontrol positif jumlah papilomanya sudah 100%.


(83)

Sama halnya seperti pada grafik 4.6 A pada grafik 4.6 B menunjukkan adanya penghambatan dengan penambahan odorin dan odorinol. Pada grafik 4.6 B dapat dilihat banyaknya papiloma yang terbentuk (jumlah papiloma) pada sel karsinogenik tikus selama 20 minggu masa promosi. Untuk kontrol positif setelah 10, 15 dan 20 minggu promosi terbentuk 3,9 ; 8,1 dan 8,8 papiloma. Jumlah papiloma tersebut dapat dilihat pada masing-masing kulit tikus yang kemudian dibagi dengan jumlah tikus tiap kelompok. Dengan waktu yang sama untuk penambahan odorin pada DMBA dan TPA papiloma yang terbentuk adalah 0,5 ; 2,8 dan 4,3 papiloma. Sedangkan untuk penambahan odorinol hasilnya lebih baik dibandingkan penambahan odorin yaitu menghasilkan papiloma 0,3 ; 2,6 dan 3,6 disetiap tikus dengan waktu yang sama secara berurutan. Penambahan odorin dan odorinol ini tidak mengurangi laju dari pembentukan papiloma tikus melainkan hanya mengurangi jumlah rata-rata papiloma papiloma setiap tikus.

Selanjutnya yaitu dengan menggunakan donor NO seperti NOR-1 ((±)-(E)-Methyl-2-[(E)-Hidroxy Amino]-5-nitro-6-methoxy-3-hexenamide) dan peroksi- nitrit sebagai tahap awal untuk mengaktifkan sifat karsinogenik tikus. Sama halnya seperti percobaan di atas, digunakan juga TPA sebagai promotor untuk pengaktifan sel karsinogenik. Seperti telah diketahui bersama bahwa kelebihan produksi dari NO mengakibatkan terjadinya kerusakan gen, sel dan jaringan sehingga akibatnya NO menjadi penyebab kuat terjadinya mutagen dan karsinogenesis. Efek penghambatan odorin dan odorinol dengan menggunakan NOR-1 dan peroksinitrit diperiksa dengan


(84)

menggunakan metode oral administration. Hasilnya kedua senyawa tersebut menghambat pembentukan papiloma dan menunjukkan efek penghambatan. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik 4.7A dan B.

Pada grafik 4.7 A kelompok kontrol positif, yang mendapat perlakuan dengan NOR-1 dan TPA menunjuk- kan pembentukan papiloma sebanyak 100% pada minggu ke 11. yang diperlakukan dengan NOR-1, TPA dan odorin menunjukkan efek penghambatan karena pada minggu ke-10 papiloma yang terbentuk kurang lebih sebanyak 30% , pada minggu ke-11 papiloma yang ter- bentuk kurang dari 40%, pada minggu ke-15 kurang dari 70% dan pada minggu ke-20 papiloma yang terbentuk 85%. Sedangkan untuk penambahan odorinol pada NOR-1 dan TPA efek penghambatan jumlah papiloma yang terbentuk lebih baik lagi karena dalam minggu ke-10 hanya membentuk papiloma kurang dari 30%, pada minggu ke 15 menunjukkan 60% dan pada minggu ke-20 menunjukkan 80% pembentukan papiloma.

Untuk grafik 4.7 B tidak jauh berbeda dari grafik 4.7 A, di sini dapat dilihat untuk kontrol positif, terbentuk papiloma rata-rata sebanyak 6,1 dan 8,1 setelah 15 dan 20 minggu masa promosi. Senyawa odorin menunjukkan aktivitas penghambatan dengan terbentuknya papiloma yang lebih sedikit yaitu sebanyak 2,9 dan 3,9 setelah 15 dan 20 minggu masa promosi.

Dalam kelompok yang diperlakukan dengan odorinol, terbentuk kurang dari 2,6 dan 3,3 (60% pengurangan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol) di setiap tikus setelah 15 dan 20 minggu masa promosi. Pada percobaan ini, secara statistik tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara masing-masing kelompok dan peningkatan berat badan dari


(85)

( grup 1), NOR-1 (390 nmol)+TPA (1,7 nmol); (grup 2), NOR-1 (390 nmol)+0,0025% Odorin (2 minggu)+TPA(1,7 nmol); (grup 3), NOR-1 (390 nmol)+0,0025% Odorinol (2 minggu)+TPA (1,7 nmol). Dalam 20 minggu promosi, Odorin dan Odorinol berbeda dari kontrol (p<0,01) dalam hubungannya dengan papiloma per tikus (n=15)

Gambar 4.7 Efek penghambatan odorin dan odorinol dalam karsinogenesis kulit tikus dengan menggunakan NOR-1 dan TPA (Inada et al,


(86)

tikus-tikus tidak berpengaruh dengan perlakuan kedua senyawa.

Gambar 4.8 A dan B menunjukkan efek pengham batan dari odorin dan odoridol dalam tahap dua karsino- genesis kulit menggunakan peroksinitrit sebagai tahap awal dengan cara pemberian makan lewat mulut. Kedua senyawa tersebut memperlambat pembentukan papiloma dan menunjukkan efek penghambatan (Inada et al, 2001). Pada kelompok kontrol positif yaitu yang mendapat perlakuan dengan peroksinitrit dan TPA, 100% pembentukan papiloma terjadi pada minggu ke-10. Tikus yang diperlakukan dengan peroksinitrit, TPA dan odorin menunjukkan persen pembentukan papiloma lebih sdikit dibandingkan dengan kontrol positif. Pada minggu ke-10, 15 dan 20 papiloma yang terbentuk sebesar 32%, 55% dan 93,3%. Sedangkan untuk tikus yang diperlakukan dengan peroksinitrit, TPA dan odorinol memerlukan waktu 10 minggu untuk menunjukkan kurang dari 30% pembentukan, 15 minggu untuk menunjukkan 60% dan 20 minggu untuk menunjukkan 86,7% pembentukan papiloma dan odorinol mengurangi jumlah rata-rata papiloma per tikus (pengurangan sekitar 46% pada 20 minggu dibandingkan dengan kelompok kontrol positif).

Sedangkan untuk grafik 4.8 B kontrol positif menunjukkan pembentukan rata-rata papiloma setiap tikus sebanyak 3,2 dan 7,5 papiloma setelah 15 dan 20 minggu masa promosi. Untuk tikus dengan penambahan odorin pembentukan rata-rata papiloma setiap tikus untuk waktu promosi 15 dan 20 minggu adalah sebanyak 1,9 dan 3,5 papiloma. Untuk penambahan odorinol menun- jukkan pembentukan rata-rata papiloma setiap tikus adalah 0,8 dan 2,5 setelah 15 dan 20 minggu masa promosi. Dengan ini dapat diketahui bahwa odorin me-


(87)

( grup 1), Peroksinitrit (390 nmol)+TPA (1,7 nmol); (grup 2), Peroksinitrit (390 nmol)+0,0025% Odorin (2 minggu)+TPA(1,7 nmol); (grup 3), Peroksinitrit (390 nmol)+0,0025% Odorinol (2 minggu)+TPA (1,7 nmol). Dalam 20 minggu promosi, Odorin dan Odorinol berbeda dari kontrol (p<0,01) dalam hubungannya dengan papiloma per tikus (n=15).

Gambar 4.8 Efek penghambatan odorin dan odorinol dalam karsinogenesis kulit tikus dengan menggunakan Peroksinitrit dan TPA (Inada


(88)

ngurangi pembentukan papiloma sebanyak 3,5 papiloma dan odorinol sebanyak 4,5 papiloma untuk setiap tikus.

Dari hasil tes tahap dua karsinogenesis ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa odorin dan odoridol bersama dengan aktivitas antileukimia langsung dari odorinol menunjukkan bahwa senyawa ini mungkin akan menjadi senyawa antikarsinogen berharga dalam karsinogen kimiawi. Penyelidikan secara mendalam tentang mekanisme penghambatan senyawa ini dalam senyawa karsinogen sedang diteliti.


(89)

(1)

(141) A

A.lepthantha, 3 Aglaia, 2, 3

aglaiaglabretol B, 3 Aglaiastatin, 3 antikanker, 2, 3

Aglaia elliptica, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 58, 61 antikanker, 49, 50, 54, 55, 59, 61

Aglaia odorata, 61, 62, 63, 65, 66, 67 antileukimia, 62

Aglaia cinerea, 81

Aglaia crassinervia, 81, 82, 83, 85, 101 Aglaia pyricarpa, 81

Aglaiaglabretol A, 85, 86, 87, 91 Aglaiaglabretol C, 85, 98, 99

Aglaia edulis, 107, 108, 109, 110, 111, 116, 117 Aglaidithioduline, 109, 110

Aglaiduline,, 109

Aglaithioduline, 109, 110 B bisamida, 3

benzo[b]oksepin, 64 biosintesis, 61

benzo[b]oxepines, 109, 110 bisamida, 109, 123, 125, 128, 130


(2)

144 Desi Harneti P.H.

D dammaran, 101

DNA, 5, 7, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20.58, 61 DMBA, 66, 67, 70, 72, 73, 74

E epimer, 94, 95, 97, 99, 101, 104 epiokotillol, 84, 102

Edulisone A dan B, 110 F

flavaglin, 123, 124, 128, 129, 130, 132, 133 H

hormone-dependent breast cancer, 53 hormone-dependent prostate cancer, 53 human epidermoid carcinoma), 53 human fibrosarcoma, 53

human melanoma, 53 human nasopharyngeal, 53

I insektisidal, 49

K

kanker, 1, 2, 3, 4,5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 22, 23, 25, 41, 42, 44, 45

karsinogen, 7, 12, 13,68, 69, 70, 74, 75 kemoterapi, 9, 14, 15, 41


(3)

L Lansat-lansat, 81

Lantupak,, 81

M Meliaceae, 2

metastasis, 6, 9, 22 metil rokaglat, 50

O

odorin, 62, 64, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 78, 80, 81

odorinol, 62, 64, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 78, 80, 81, 82

P paklitaksel, 86, 104

P-388, 62

papiloma, 68, 69, 70, 71, 73, 74, 75, 77, 78, 79, 80, 81 peroksinitrit, 69, 74, 79, 80

piriferin, 123, 128

R rokaglaol, 3, 86, 102, 103 rokaglat, 3, 4

rokaglamida, 64, 65, 66 RNA,, 61


(4)

144 Desi Harneti P.H.

S sel Lu1, 83, 86

siklopenta[b]benzofuran, 3 siklopenta[bc]benzopiran, 64

siklopentatetra[b]hidrobenzofuran, 64 skopoletin, 85, 102

siklopenta[b]benzofuran, 50, 51, 53, 54 siklopenta[bc]benzopiran, 109, 124, 129 Siklopenta[bc]benzopiran, 124

siklopentatetrahidrobenzofuran, 109

Spodoptera littoralis, 107, 111, 112, 114, 115 T

tetrahidrofuran, 93, 97, 104 triterpenoid, 3

tumor, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 17, 24, 41, 43, 45 Tapsakin-A, 64, 65

tikus putih betina, 59, 60 tumor, 49, 50, 59, 60, 61


(5)

Pengajaran :

Pernah mengajar di Bimbingan Belajar Sony Sugema College (1996-1998). Sejak tahun 1998 sampai sekarang, mengajar di UNPAD dalam matakuliah : Kimia Dasar, Kimia Organik, Kimia Bahan Alam dan Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Membimbing skripsi S-1. Penelitian :

Pada tahun 1996, meneliti sintesis senyawa organik bahan alam. Sejak tahun 2003 sampai sekarang meneliti kandungan senyawa aktif dari tumbuhan Indonesia genus Aglaia dan Toona.

Publikasi :

Seminar Nasional dan Internasional dan Laporan Riset. Penulis adalah anak ke-9 dari pasangan Hoesbir Hoesein dan Alinah Nurdin. Pada tahun 1999, menikah dengan Urip Muryanto, S.Si., dan sekarang telah dikarunia satu orang putri dan dua orang putra.

UNPAD PRESS ISBN 978-979-3985-55-8

Desi Harneti Putri Huspa, MSi. Pendidikan :

1985 : SD ST. Agustinus Bandung 1988 : SMPN 2 Bandung

1991 : SMAN 2 Bandung

1996 : Sarjana Kimia Unpad (Cumlaude) 2001-2003 : Magister Kimia Organik ITB (Cum Laude)


(6)