In Upper Catchment Area (Case Study in Upper Catchment of Cikapundung, North Bandung).

I. PENOAHULUAN

1-1. Latar Belakang
Oaerah hulu sungai merupakan upland, biasanya mempunyai ciri : topcgra-

finya krbukii sampai bergunung, aliran aimya deras, aimya jernih dan krsih,
dasar sungainya brpasir sampai b e M u , curah hujannya tinggi, beriklirn sejuk,

dan merniliki estetika dan panorama yang indah. Daerah tersebut merupakan
bagian dari suatu ekosistem daerah aliran sungai (DAS) yang didalamnya terjadi
interaksi antara unsur-unsur biotik (terutama vegetasi) dan unsur-unsur a b i i k
(tenrtama tanah dan iklim). Interaksi ini dinyatakan dalam bentuk keseimbangan
antara rnasukan dan keluaran benrpa air dan sedimen (Mustari, 1985).
Pemanfaatan lahan di daerah hulu sungai awalnya didominasi oleh tanaman
hu-tan, kemudian banyak terdesak atau dialihfungsikan oleh masyarakat untuk
kegiatan pertanian (tanaman sayuran), tempat rekreasi (istirahat), dan pemukiman (vila). Hal ini tejadi sebagai akibat dari tidak terkendalinya tata ruang
(Adimihardja, 2002) dan semakin sernpitnya lahan pertanian di daemh pedatar-

an karena dialihfungsikan untuk kegiatan lain seperti : industri, perurnahanlpemukiman baru, dan jalan (Kiamura dan Rustiadi, 1999; Sinukaban, 2002).
Dengan adanya pemanfaatan tahan oleh manusia, maka akan tejadi interaksi


antara subsistem biofisik dan subsistem sosial. Pada kedua subsistem tersebut
banyak sekali unsur lingkungan yang berperan antara lain : tanah, air, vegetasi

alam, suhu udara, tanaman, margasatwa, temak dan manusia. Unsur-unsur
tersebut perlu dikelola dengan baik agar dapat diperoleh manfaat yang optimum
bagi pernbangunan.
Pengelolaan lahan yang baik, perlu diketahui keadaan daerah huh sungai se-

cara rnenyeluruh sebagai suatu ekosistem, karena daerah huh sungai mewpakan suatu ekosistem yang sangat kompleks. Untuk mengetahui keadaan dan
interaksi ber-bagai unsur lingkungan di &lam ekosistem tersebut dapat digun*

kan pendekatan analisis sistem yang terdiri dari pernodelan dan sirnulasi.
Daerah hulu sungai terdapat dua proses alami yang sangat penting yaitu
aliran permukaan dan e m i . Aliran permukaan yang terlalu k s a r akan mengakibatkan tejadinya banjir di daerah hilir (lowland) yang dapat menyebabkan
kerugian harta benda bahkan jiwa manusia. Selain itu, erosi yang terjadi dapat
menyebabkan adanya kememtan produktivitas tanah atau bahkan tidak dapat
digunakan untuk berprduksi, sehingga terbentuk lahan marginal karena tanpa

rnasukan yang tinggi akan menghasilkan produksi yang rendah dan pendapatan
yang rendah (Sitorus, 2002), sedangkan di lain pihak, erosi dapat pula menye

babkan tejadinya pelumpuran dan pendangkalan : waduk, sungai, saluran dan
badan air lainnya (Arsyad, 2000).

Proses erosi, banjir, dan sedimentasi di suatu daerah sangat erat kaitannya
dengan pola pemanfaatan lahan dan tindakan konservasi di bagian hulu, sehing-

ga untuk mencegah tejadinya proses tersebut pedu diperbaiki pola tata guna
lahan dan dilakukan usahwsaha konservasi.
Sampai sad ini belum banyak diketahui pda tata guna iahan yang sesuai

untuk daerah hulu sungai, yang selain dapat mengurangi tejadinya banjir dan
erosi juga tetap dapat rnendukung kehidupan s&l

ekonomi yang layak bagi

masyarakat di daerah huh sungai. Oleh sebab du, perlu dicari suatu model tata
guna lahan yang ommum baik dihnjau dari segi hidrologi (aliran permukaan),
erosi, maupun dari segi sosiai ekonomi masyarakat. Untuk mendapatkan model

fata guna lahan optimum, perlu membandingkan berbagai jenis pola tata guna


iahan dan mdakukan penelifian yang seksama yang biasanya akan menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sediki (Hamilton dan Kng, 1988). Oleh karena
itu pendekatan yang dipakai untuk rnelakukan perbandingan-perbandingan
tersebut adalah dengan pendekatan analisis ststem.

Pendekatan analisis sistem dapat dilakukan dengan eksperimentasi atau
simulasi untuk mengetahui apa yang akan teqadi bila diadakan perubahan pola
tata guna lahan di daerah hulu sungai, sehingga dengan demikian dapat diban-

dingkan pola tata guna lahan yang satu dengan pola tab guna lahan yang
lainnya. Untuk dapat melakukan eksperimentasi atau simulasi, maka pedu dimmuskan model ekosistem daerah hulu sungai yang merupakan gambaran
abstraks. Dengan model ini nantinya dapat dilakukan simulasi dan bedasarkan
hasil ini dapat disusun rencana pengelolaan daerah hulu sungat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka peditian ini menitik berat-

kan pada tingkal bahaya erosi dan aliran permukaan pada berbagai pota
penggunaan lahan. Daerah hulu sungai yang dipilih pada peneliian ini adalah
sungai Cikapundung yang terletak di Bandung Utara Provinsi Jawa Barat.

Bahan pertimbangan yang memperkuat bahwa daerah hulu sungai dijadihn

sebagai daerah penelitin adalah : kejadian krisis moneter yang melanda inde
nesta dan diikuti krisis kepetcayaan dan pangan yang munwl sejak Januari
1988, yang tadinya

krencana untuk tinggal landas menjadi negara industri

dengan mdupakan pembangunan pertanian, hrena seolah-olah kebutuhan
pangan akan selalu dapat dipenuhi melalui import dengan uang yang diperoleh
dan kegiatan industri, akhimya gagal sehingga mengakimkan selutuh per-

ekonomian menjadi keiimpungan. Kenyataan menunjukkan bahwa negara industri yang paling maju sekalipun di dunia seperti Arnerika dan Jerman sangat

rnemperhatikan pembangunan pertaniannya dan mdindungi petani dan pertaniannya sehingga mereka tidak pemah mengimpor pangan, bahkan justru
mereka mengekspor pangan ke negara berkembang (Sinukaban, 2002; Ubur,
2003). Indonesia ke depan mungkin akan membangun perbnian menjadi indus-

tri yang lestari sebagai paradigma haru dakm rnembangun perekonornian nasional, sehingga ketahanan pangan menjadi mantap secara lestari. Program ter-

sebut akan berdampak pada masyarakat petani tenrtama di pedesaan yang
jurnlahnya lebih dari 60 % akan menggarap dan mengdah kembali lahan-lahan

yang potensial untuk lahan pertanian.

Wilayah Indonesia yang luasnya sekitar 190.944.000 helrtar, terdapat tahan
kering dengan kemiringan lebih dari 15 % di empat pulau &ma

(Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, irian Jaya) s e k i r 88,3juta hektar (Sitorus, 1989). Menurut Adimihaja (2002),terdapat sekitar 98 juta helrtar lahan yang berpotensi

untuk tanaman pangan dan dari luas tersebut sekitar 57 juta hektar untuk per-

tanian lahan kering dengan kerniringan kbih dari 16 %, sedangkan berdasarkan
perkembangan luas lahan pertanian (lahan kering) di Indonesia pada tahun 1986
sekitar 11,27 juta hektar dan pada tahun 1999 sekitar 12,23 juta hektar. Oleh
karena itu masih ada sekir 4477 juta hektar lahan kering yang belum
dimanfaaikan.
Ciri pertanian lahan kering diantaranya adalah : jenis tanaman yang diusah*
kan tidak rnemerlukan air yang banyak, pengairannya dad air hujan, dan kebu-

tu han aimya tergantung pada kapasitas lapang. Pertanian lahan kering banyak

dijumpai di daerah hulu sungai (pedesaan) yang memiliki karakteristik sebagai
berikut : krlereng curam, batasnya jelas, tanahnya tipis (kurus), curah hujan

tinggi, evapotramspirasi rendah, gradien hidroliknya tajam, alran air sungainya

cepet, tanah selalu lernbab, dan jaranq ditemukan dataran banjir (Knapp, 1979).
Daerah hulu sungai di Indonesia umumnya termasuk pada iklirn tropika basah
yang mudah tererosi air (Arsyad, 2000). Menurut Rauschkolb (1971), di daerah
tropika basah terrnasuk dalarn kerusakan kategori 1, yaitu jenis kerusakan yang
rnernerlukan penanganan segera dengan menggunakan teknobgi yang telah
dikuasai dan pengembangan teknologi baru untuk mencegah agar kerusakan
tanah tidak berlanjut mencapaitingkat yang gawat.
Pada saat perekonornian membaik, daerah hulu sungai tenrtama yang memiliki aksesibilitas yang tinggi dengan daerah perkotaan, akan rnenjadi

sasaran

pembangunan vila atau tempat bedstirahat dan rekreasi, karena -lain udaranya

sejuk juga memiliki pemandangan yang menarik, sehingga akan menggeser
fungsi khan yang telah ditetapkan s&elumnya. Kejadian tersebut, haws diantii

sipasi dalarn bentuk perencanaan pemanfaatan lahan, agar rnasyarakat dalam
memanfaaikan lahan mendapatkan hasil yang optimum, dengan tingkat kenrsak-

an lahan yang minimum, sehingga terbentuk kehidupan rnasyarakat yang sejahtera dan krtanggung jawab &lam membangun bangsa yang kbih baik secara
krkesinambungan (susfainabie development), yaitu pembangunan yang dalarn
pelaksanaannya dapat melestarikan sumberdaya a h dan ekosistern dari Engkungannya, serta dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan
datang berdasarkan potensinya dalam asp& fisbkimia, biologi, dan sosiai
ekonomi (Gilpin, t 996).

Daerah hulu sungai yang dipilih pada penelitian ini adalah Sungai Cikapundung yang terletak di Bandung Utara Provinsi Jawa Barai. Pemilihan daerah

penelitian ini dilakukan dengan pertirnbangan sebagai krikut :

a. Cikapundung merupakan sungai paling k s a r yang rndewati tengah-tengah
kota Bandung, karena Kota Bandung berdasarkan pertumbuhannya merup-

kan kota organik yang awalnya berkmbang di sekitar sungai dan kemudian
meluas seperti sekarang ini.
b. Cikapundung merupakan sabh satu sungai yang digunakan untuk memasdr


penyediaan air bersih yang diusahakan oleh pemerintah Kota Bandung
(Effendy, 1997).

c. Daerah huh sungai Cikapundung yang secara geomorfologis merupakan daerah vulkanik yaitu Tangkuban Prahu dan Bukit Tunggul telah dijadikan
daerah konsenrasi yang seharusnya menjadi daerah htjau.
d. Cikapundung aliran aimya mengalir melewati Kota Bandung yang berupa cekungan (Cekungan Bandung), air tersebut akan terakumulasi brupa genangan yang dapat menyebabkan banjir dan sedimentasi tenrtama di daerah

Bandung Selatan. Hal ini seiain merusak lahan pertanian juga menggenangi

areal pemukiman yang ierjadi hampir setiap tahun.
e. Luas hutan di daerah aliran sungai Cikapundung sudah sangat menghawatir-

kan, karena pada tahun 1995 saja tuasnya hanya 23,57 % dari has wilayah,
sedangkan luas hutan ideahya minimum 30 %. Luas pemukirnan di daerah

aliran sungai Cikapundung memang masih dalam batas toleransi karena barn
mencapai 12,36 % dari luas wilayah, dan luas mabimum yang diperbolehkan
sekitar 20 % (Scenarto, 1995), tetapi daerah tersebut sangat rawan temadap

kerusakan, karena selain rnemitiki curah hujan yang cukup tinggi (2.000

sampai 2.500 mm per tatrun), juga bertopografi behuki&sampai bemunung
sehingga fungsi resapan hams tetap dipertahankan.

1.2. Masalah

Pemanfaatan khan di daerah hulu sungai terns meningkat dan mendesak

sarnpai pada lahanlahan yang seharusnya sebagai hutan lindung (konsemi),
akibat semakin berkurangnya luas pernilikan lahan dan terbatasnya ahematif
lahan yang dapat diolah, sehingga pengendalian

tata nrang di daerah hulu

sungai sangat sulit. Sementara kebutuhan akan pangan dan pemukiman bagi
masyarakat yang ada di sekitamya terus mendesak. Akibatnya tejadi degradasi
sumberdaya lahan berupa meningkatnya aliran permukaan dan tingginya tingkat

erost permukaan.
Masalahnya adalah bagaimanakah bentuk pernanfaatan lahan yang selain


mempunyai manfaat dapat mempertahankan fungsi lahannya, juga dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimum bagi masyarakat dalam menghla

lahan yang ada di sekitarnya semra berkelanjutan.

1.3. Kemngka Pemikiran Pemecahan Masalah

Pemanfaatan lahan ofeh masyarakat di daerah hulu sungai pada dasamya
adalah akibat desakan kebutuhan akan pangan dan tempat tinggal, sementara

altematif keglatan di tempat lain atau di luar bidang pertanian memerlukan kemampuan dan keahlian tersendiri, sehingga terpaksa mengoiah lahan yang ada

walaupun tidak direkomendasikan untuk kegiatan pertanian.
Lemhaga pemerintah dan swasta masih M u m optimum untuk memberdayakan masyarakat di daerah hulu sungai, terlihat dari mash rendahnya keikutserta

an masyarakat dalam pefaksanaan perencanan dan penataan pernanfaatan
khan. Hal ini diakibatkan antara lain karena terbEdasnya anggaran biya, Endahnya kesadaran masyarakat datam kegiabn konservasi lahan, dan sempitnya

pemilikan khan yang diolah yang krdampak pada kehdupan sosial ekonomk
nya yang masih memprihatinkan. Akibatnya degradasi sumberdaya lahan tenrs
berlanjut dengan intensitas yang semakin tinggi.

Daerah hulu sungai menrpakan suatu ekosistem dimana antara unsur b i i k

dan abiotik saling krintemksi mernbentuk suatu sistem yang saling pengaruh
mempengaruhi, sehingga daerah ini sangat peka terhadap unsur masukan dan
perubahan dalam sistern pemanfaatan lahan. Hal ini dapat diarnati dari erosi
yang terjadi, aliran permuban, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, oleh

karena itu dalam perencanaan pemanfaatan khan di daerah hulu sungai hams
dapat mengintegrasikan kondisi biofisik lahan dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat agar keputusan yang tehh disepakati dapat dipatuhi bersama,

sehingga fungsi daerah hulu sungai sekgai derah penyangga dapat dipertahankan dengan ciri tingkat erosi yang rendah. aliran permuksan yang terkendali,

serta kondisi sosiai ekonomi rnasyarakatnya yang lebih baik.
Pemikiran tersebut lebih lengkapnya &pat dilihat pada Gambar 1.

t .4. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam peditian ini adalah :

a. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan khan sekarang dengan kese
suaian lahannya.
b. Menyusun model pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hdu sungai.

c. Meiakukan sirnulasi krdasarkan model pemanfaatan lahan yang tdah dirurnuskan untuk mengkaji biaya konservasi, jenis tanaman yang menguntungkan, dan ahernatif tindakan konservasi.

+

Daerah Hulu Sungai

+
- Vegetasi
- Tanaman

Masyarakat

- Tanah

-

v

Lahan Non-hutan +

- Hutan lindung
- Hutan produksi
Kesesuaian
Penrntukan

- Pemukiman
-Tegalan
- Sawah

-

t

--

Tindakan

Petani

+

C

Biaya Produksi

Biaya Hidup

T

Pendapatan

1

A

Kondisi Sosial
Ekonomi
Masyarakat

4

Erosi yang masih
dapat dibiarkan

Erosi yang
terjadi

I

.
. .-

Aliran
Permukaan

I

-

+
Fungsi
lahan

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

v

Rencana
Pemanfaatan
Lahan

1.5. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari peneliian ini adalah :
a. Dapat digunakan o k h para pengambii keputusan di daetah dakm rnerenm

nakan usaha-usaha perbaikan pemanfaatan iahan dan pengembangan
daerah hulu sungai.
b. Model pemanfaatan lahan berkelanjutan yang dapat dimmuskan dari hasl
penelitkn ini dapat dijadikan model pemanfaatan khan berkelanjutan di
daerah hulu sungai yang lainnya, tenrtama daerah yang memiliki kondisi

lahan yang hampir sama.
c. Sebagai k h a n pembanding dan sumber data bagi peneliti-peneliti selanjutnya terutama yang bekenam dengan Bandung Utam maupun daerah hulu

sungai yang lainnya.

3.1. Lokasi Penelitian
Daerah hulu sungai yang dipilih pada penelitian ini adalah huh sungai Cikapundung. Daerah tersebut termasuk wilayah Bandung Utara yang terletak pada
ketinggian antara 5 800 sampai 2 2.000 meter di atas perrnukaan lad. Menurut

Legowo (1995), daerah ini meliputi daerah Kota Bandung bagian utara (Cidadap,
Coblong) dan Kabupaten Bandung (Lembang, Cilengkrang, dan Cimenyan).
Secara astronomis daerah penelhian terletak antara 1 0 7 45' 8,42" dan 107" 36'
22,2IwBujur Timur, dan antara 6" 52'

12,Wdan 6" 56'46,45" Lintang Selatan.

Sungai Cikapundung pada bagian hilirnya mengalir ke Sungai Citarurn yang
merupakan sungai terbesar di Jawa Barat. Sungai Cikapundung slain dibutuh-

kan dan mernpengaruhi kehidupan Kota Bandung, juga krpenganrh pada kehidupan masyarakat Jakarta {sebagai bahan baku air minum) dan pada kegiatan

pertanian (air irigasi) di Pantura Jawa Barat melalut Bendungan Jatiluhur.
Huh sungai Cikapundung berada antara lereng Gunung Tangkuban Prahu

sebelah Tenggara dan Gunung Bukii Tunggul sebdah Barat Daya (Jantop,
1984). Pada daerah ini, terdapat Gunung Putri dan Patahan Lernhng yang

mernbentang dari timur ke barat, sehingga pada siang atau malam hari dari

ternpat tersebut dapat rnelihat Kota Bandung.
Bandung Utara dapat dicapai dengan mudah baik menggunakan kendaraan

M a dua rnaupun kendaraan roda empat, kondrsi jalannya cukup h i k . Jarak d*
ri pusat Kota Bandung ke Bandung Utara (Lembang) sekitar 15 h.Pada saat
hari kerja dapat ditempuh sekitar 15 menit, tetapi pada saat hari libur dapat men-

capai 2 jam atau lebth, karena Bandung Utara merupakan salah satu Daerah

Tujuan Wisata, dengan beberapa obyek wisata seperti : Ciater, Tangkukn
Prahu, Jayagiri, Curug Cimahi, Maribaya, Guha Pakar, dan Curug Dago.

Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi penelitian, dapat dilihat pada Gambar
lokasi daerah penelitian (Gambar 3).

3.2. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan meliputi data biofisik dan data sosial ekonomi masya-

rakat.
3.2.1. Data bioiisik
a. Untuk menentukan tingkat emsi yang terjadi, data yang dikurnpulkan adalah :
curah hujan bulanan, jumlah hari hujan bulanan, curah hujan maksimum bu-

lanan selarna 24 jam, tanah (struktur, tekstur, permeabilitas, dan kandungan
bahan organik), lereng (panjang dan kemiringan), jenis tanaman, dan
tindakan konservasi (Arsyad, 2000).
b. Untuk menentukan emsi yang masih terbolehkan, data yang dikumpulkan

adalah : kedalaman tanah, permeabilitas, berat volume tanah, dan kondisi

substrata (Atsyad, 2000).
c. untuk menentukan kesesuaian lahan data yang dikumpulkan adalah : tempratur, curah hujan, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK
liat, kejenuhan basa, pH,

C organik, alkalinitas, kedalaman sumditc, lereng,

bahaya erosi, genangan, M u a n di permuban, dan singkapan batuan
(Deptan, 1997).
d. Untuk menentukan koefisien dan debit aliran, data yang dikumpulkan adalah :
intensitas hujan, reliefikemiringan breng, simpanan permukaan sungai dan
tim bunan permukaan, infiltrasi, penutup lahan, aliran rerata maksimum dan

minimum bulanan:
e. Uduk menenfukantindakah konsemi tanah, dab yaw cirhmpulkan B&M

: kedalaman tanah, W i l a n I m g , kmithgan lereng, d m kondisi

substrata.
f. Untuk menghitung luas pemanfaatan lahan, diperoleh dengan menggunakan

komputer pakef program Maplnfo Professional V e d n 7.0 yang diolah dari
Peta Rupa Bumi Digital Indonesia skala 1 : 25.000 lembar j209-314 Lem-

bang dan lembar 1209-313 Cimahi, Edisi I tahun 2001, dan Citra Landsat
2002.

g. Untuk membuat Peta Unit tahan sebagai satuan analisis, data yang
dikumpulkan adalah peta : geomorfologi, lereng, geologi, tanah, curah hujan,
dan penggunaan lahan.
Data tersebut dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Data biofisik yang dikumpulkan
.

Data yang diambit

.

(11

(2)

18 Kedalaman sulfidik
19 Bahan kasar
20 Bahaya erosi
21 Genangan
22 Batuan diperrnukaan
23 Singkapan batuan
24 Kondisi substrata
25 Kestabitan lsreng
26 Panjang lereng
27 Kemiringan lerenglrelief
28 Jenis tanamanlpenutup lahan

29 Tindakan konservasi
30 Simpanan permukaan sungai dan
timbunan permukaan
31 ' lnfiltrssi
32 Debit rerata
33 Debit maksimum
34 Debit minimum
35 Luas lahan
36 Peta Geomorfologi
37 Peta Lereng
38 Peta Geologi
39 ?eta Tanah
40 Peta Curah hujan
41 Peta Penggunaan Lahan

3

(4)

,

(5)

(6)

(7)

(8)

4
4

d
4
\I

4

d

4

4
4

4
d

d

4 ' 4
4

4

4
4
\I
v'
4

4

4

4

4

4
4

4
.I

d
d

I

d

3.2.2. Data sosial ekonorni
a. Untuk menghitung biaya yang dikeluarkan dalam mengolah lahan data yang
dikumpulkan adalah : lamanya mengolah, jumlah

tenaga yang terlibat, upah

kerja, peralatan yang digunakan, jumtah pupuk dan obat4batan yang dipakai,
dan biaya transportasi (pengangkutan).

b. Untuk menghitung biaya hidup petani data yang dikumpulkan adalah : biaya
makan dan rninum, kesehatan, pendidikan, transportasi, rekreasi, perurnah-

an, sandang, dan kegiatan sosial.

c. Untuk menentukan kondisi sosial ekonomi rnasyarakat data yang dikumpuk

kan adalah : jumlah anggota keluarga, pendidikan, kesehatan, pendapatan,
pernilikan lahan, samna perurnahan, sarana transportasi, dan kegiatan sosial.

Data tersebut dapat dikelornpokkan seperti pada Tabel 3.

Tabei 3. Data sosiai ekonomi yang dikumpulkan
Digunakan untuk
No

Data yang diambil

Biaya hidup
petani

Biaya
pengolahan

Lamanya mengolah
Jumlsh tenaga keqa yang terl~bat
3 Upah keqa
4 Peralatan yang digunakan
5 Pupuk yang digunakan
6 Obat yang dipakai
7 8iaya transpoiUangkutan
8 Makan dan mlnurn
9 Pendidikan
10 Kesehatan
11 Perurnahan
12 Sandang
13 Rekreasi
14 Kegiatan sosial
15 Jurnlah anggota keluarga
16-Pendapatan
17 Pernilikan lahan
18 Sarana perurnahan
19 Sarana transportasi
1
2

Kondisi sos~al
ekonom~petani

1!

4
4

4
4
4
d

d
4
d
d
d
4

I'

4

4

4
.

--

-

4
4
4

--

4
4
4

3.3. Sumber Data Yang Digunakan
a. Data tanah sebagian diamati di lapangan seperh : drainasel kedalaman, pH,
kedalaman sulfidik, lereng (panjang dan kemiringan), genangan, h h a n ka-

sar, batuan di permukaan, sing kapan batuan, infiltrasi, struktur, ketebalan
lapisan tanah, kondisi substrata, kestabilan breng, jenis tanaman (vegetasi),

dan tindakan konservasi, sedangkan yang dianalisis di hboratorium meliputi :
tekstur, KTK liat, kejenuhan basa, C organik, alkalinitas, berat volume, dan
permeabititas.
b. Data curah hujan (curah hujan bulanan, hari hujan bulanan; wrah hujan

maksimum seiama 24 jam, temperafur, dan intensitas hujan) diperoleh dari
data stasiun meteorologi dan g d s i k a .

c. Data r e F i dibuat dari Peta Rupa Bumi Digital Indonesia skala 1 : 25.000
lembar 1209-314 Lembeng dan lemhr 1209313 Cimahi, Edisi 1 tahun 2001.
kemudian dicek di lapangan sesuai dengan sampel penelitin.

d. Data debit alimn (aliran rerata, maksimum dan minimum bulanan), diperdeh
dari data DPMA Bandung.

e. Data kondisi sosial ekonomi diambil berdasarkan hasil sunrai dan wawanmra
dengan pimpinan pemerintah setempat, toko masyamkat, dan petani sampel,

serta data peneliian yang mendukung.

Cara pengumpulan data tersebut, dapat dirangkum seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Cara pengumpulan data

Data yang diambil

Tabel 4. (Lanjutan)
(1)

(3)

(2)

53 Sandang
54 R e h s i
55 Kegiatan sosial
56 Jumlah anggota keluarga
57 Pendapatan
lahan
58 Pemilikan
.- 59 Sarana perurnahan
60 , Sarana transpodasi

(4)

(5)

(6)

(7)

d

4
4
4
-

..- --

-.

4
4
- - -4 1
4

]

3.4. Bahan dan Mat
a. Bahan yang diperlukan : Peta (geomorfologi, lereng, geologi, tanah, curah
hujan, penggunaan lahan, wiiayah penelhian, pala aliran sungai, dan rupa
bumi digital Indonesia); dan Citra landsat.
b. Alat yang diperlukan : GPS, altimeter, infihrometer, rol meter, pH meter, bor

tanah, kantong plaak, ring sampel, laboratorium tanah, kompas geologi,

Hinometer, kamera, perangkat komputer, pedoman wawancara, dan
pedoman observasi.

3.5. feknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penditian ini, terbagi menjadi dua yaitu sampel

M s i k dan sampel sosial ekonomi, dengan cara seperti berikut ini.
3.5.1. Cam pengambibn sampel biofisik.

a. Lokasi pengambikn sampel didasarkan pada peta unit iahan, yaitu peta yang
dihasilkan dari tumpang susun antara peta tanah, peta curah hujan, peta
kemiringan kreng, peta gedogi, peta geomorfologi, dan peta penggunaan
lahan (vegetasi).

b. Data hujan didasarkan pada data yang diperdeh dari stasiun Meteorologi dan
Geofisika yang ada di sekitar daerah penelhian.

c. Data tanah (fisik dan kimia), diperoleh dengan cam mengamati dan mengambil conioh tanah s a r a acak pada setiap satuan lahan yang berbeda dan
dianaiisis di laboratonurn.
d. Data lereng, diperoleh dengan cara mengukur kemiringan dan panjang (ereng

pada setiap kelas kemiringan yang berbeda secara acak daiam stratifikasi.

e. Penggunaan lahan, diperoleh dari Peta Rupa Bumi Digital Indonesia skala I :
25.000 kmhar 1209-314 ternbang dan lembar 1204313 Cimahi, Edisi I

tahun 2001. kmudian dicek di lapangan untuk tiaptiap penggunaan lahan
yang krbeda secara acak.
f. Tindakan konservasi, diperoleh dengan cara rnengeek di lapangan untuk tiap

penggunaan lahan dan kerniringan lereng yang berbeda secara acak.
3.5.2. Cara pengambilan sampel soshl ekanomi

Lokasi pengambhn sampelnya adalah rnasyarakat petani yang mengelola
lahan dan bertempat tinggal di daerah peneliian dengan ketenfuan petani res-

ponden diterrtukan

-pa

acak menurut luas lahan yang diusahakan, dari

masing-masing strata ditentukan sebanyak 10

YO. Dengan demikian jumlah

responden yang diwawancarai sebanyak 480 petani.
3.6. Model Yang Digunakan

Pa& penelitian ini digunakan trga submodel, yang nantinya akan diintegrasikan menjadi satu model pengelohan lahan di daerah hulu sungai yang clapat
diunakan untuk menentukan atternatif penggunm khan optrmum.
Ketiga submodel tersebut adalah :

- Sobmodel erosi.
- Submodel aliran permukaan.

- Submodel sosial ekonomi.
3.6.1. Submodel emsi

Submodel erosi digunakan untuk melakukan pendugaan erosi yang terjadi
pada berbagai ahematif penggunaan lahan sehingga dengan menggunakan
submodel erosi, dapat diduga erosi yang tejadi pada keadaan penggunaan
tertentu.
Submodel erosi yang digunakan adalah model erosi yang dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith {1978), yang juga dikenal dengan istilah USLE. Pada p
nelitian ini model erosi tersebut dimcdifikasi agar dapat digunahn untuk mendu-

ga emi yang mungkin terjadi pada suatu wilayah tertentu pada berbagai alternatif penggunaan lahan.

Persamaan yang akan digunakan pada submodel erosi U S E adalah sebagai

a. Faktor erosivitas hujan, dihitung dengan menggunakan persarnaan yang
dikembangkan oleh Bols (19781, sehagai berikut :

Keterangan :
Rn

= erosivitas hujan bukn ke n.

CH

= jumlah curah hujan (cm).

HH

= jumlah hari hujan rerata bulanan.
= curah hujan maksimurn selama 24 jam rerata bulanan (cm).

CHm

b. FaMor erodibilitas tanah; data yang diperlukan adalah: persentase kandungan

pasir sangat halus dan debu (0,l sampai 0,002 mm); persentase kandungan

lempung (< 0,002 mm); pemntase kandungan bahan organik; kelas permea-

bilitas tanah (lihat Tabel 5); dan kelas stnrktur tanah (lihat Tabd 6). Data tersebut dihitung dengan menggunakan persatman yang dikmbangkan oleh
Arsyad (2000),sebagai brikut :

Keterangan :
Kc = faktor erodibilitas tanah pada unit lahan tertentu.

M = indeks tekstur tanah.
M = ( O h pasir sangat halus dan debu) (100 - % lempung).
a = kandungan bahan organik.
b = kelas strukur tanah (lihat Tabel 5).
c

=kelaspemeabilitastanah(lihatTabel6).

Tabel 5. Kelas struktur tanah

Stnrktur tanah (ukuran diameter)

Uelas

Granuler sangat halus (< 1 mm)

1
2
3

Granuler halus ( 1 - 2 mm)

Granuler sedang sampai kassr ( 2 - 10 mm)
Bentuk Mok, blocky, plat, masif

4

Sumber : Arsyad (2000).

Tabel 6. Kelas permeahlitas profil tanah
Permeabilitas tanah
Sangat lambat
Lambat
Lambat sampai sedang

Sedang
Sedang sarnpai cepat
Cepat
Sumber : Arsyad (2000).

Kecepatan (cmljam)

Kelas

< 0,5

6
5

0,5 - 2,O

2,O- 6,3
6,3- 12,7

4

12,7

2

- 25,4

> 25,4

3
1

Analisis selanjutnya niiai erodibilitas tanah yang diunakan adalah nilai erodibilitas tanah rerata tertimbang. Persamaan untuk menghitung nitai erodibilitas

tanah tertimbang dengan cam sebagai berikut

Keterangan :
K

= nilai erodibilitastanah rataan tertrrnbang.

Kc1 = nilai K contoh tanah ke 1.
Kc2 = nilai K tanah contoh ke 2.

Kcn = nilai K tanah contoh ke n.
Akl = luas wiiayah yang diwakili oleh contoh tanah ke 1.
Ak2 = has wilayah yang d i k i l i oleh mntoh tanah Ire 2.
Akn = luas wilayah yang diwakiii oieh contoh tanah ke n.
As

= luas wilayah keselumhan.

c. Falrtor lereng; dihitung dengan menggunakan persarnaan Arsyad (2000),
sebagai berikut :

S = (S1 * AmllAs) + (S2 * Am2lAs) + ... (Sn *Amn/As)

Keterangan :
LS

S
L
S1

52

Sn
Am1

Am2
Amn

As

= faktor lereng.
= faktor kemiringan lereng.
= faktor panjang lereng.
= kemiringan lereng daerah 1 dalam %.
= kemiringan lereng daerah 2 dalam 94.
= kemiringan iereng dasrah n daiam %.
= luas wilayah kemiringan lereng 1.
= luas wilayah kemiringan lereng 2.
= luas wilayah kemiringan lereng ke n.
= luas wilayah keduruhan.

L1

= panjang lereng daerah 1 dalam meter.

L2

= panjang lereng daerah 2 dalam meter.

Ln

= panjang lereng daerah ke n dalam mater.

All

= luas wilayah panjang lereng 1.

= luas wilayah panjang lereng 2.
Aln = luas wilayah panjang lereng ke n.

A12

d. Faktor tanaman; dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
C = ( C I * AtllAs) + (C2* At21As) + . . . (Cn * AtniAs)

Keterangan :

C

= f a h tanaman.

C1

=faktortanarnanl (lihatTabel7).

C2 = faktor tanaman 2.

Cn = faMor tanaman ke n.
At1 = luas wilayah fanaman 1.
At2 = luas wilayah tanaman 2.

Atn = luas wilayah tanaman ke n.

As

= luas wilayah keseluruhan

Tabel 7. Nilai faktor C pada bebrapa jenis tanaman di Indonesia
Macam penggunaan

No.
,

11)
1
2
3
4
5

6
7
8
9

10
11

12
13

Nilai faktar C

(2)
Tanah terbukaltanpa tanaman
Sawah
Tegalan tidak dispesifikasi
Ubikayu
Jagung
Kedelai

(3)
1,o
0,Ol

0,7
0,8
0,7
0,399

Kentang

0,4

Kacang tanah
Padi
Tebu

0,565

Pisang
Akar wangi (serewangi)
Rumput bede (tahun pertama)
.
- .-- --.
~ " r n x bede
t
-(tahunkedua)

14-

0'2

02
0,6
0,4
-

--

.

. . . .. .

0,287
0,002

A

T a k l 7 . (Lanjutan)

1 1

(2)

(11

15
16
17

18

19

20
21
22

23
24
25
26

Kopi dengan penutup tanah buruk

0,2

Taias
Kebun ampuran : - geerapatan tinggi
- kerapatan sedang
- kerapatan Rendah
Perladangan
- serasah banyak
Hutan alam :
- serasah kurang
Hutan prduksi : - tebang habis
- tebang pilih
Semak belukarlpadang rumput
Ubikayu + kedelai
Ubikayu + kacang tanah
Padi sorghum
Padl - kedelai
Kacang tanah + gude
Uacang tanah + kacang tunggak
Kacang tanah + mulsa jerami 4 tonha
Padi + mulsa jerarni 4 tonlha
Kaang tanah + rnulsa jagung 4 ton/ha
Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 tonlha
Kacang tanah + mufsa kacang tmggak
Kacang tanah + mulsa jerami 2 tonlha
Padi + mulsa crotalaria 3 tonlha
Poia tanam tumpang gilir*) + rnulsa jerami
Pola tanam berurutan") + mulsa sisa tanaman
Alang-alang murni subur

0,85

7
-

27
28
29

30
31

32
33

34
35
36

37

(3)

-

0,3

02
0s
0,4

0,001
0,005
0,s
02
03
0,181
0,195

0,345
0,417
0,495
0,571

0,049
0,096
0,128
0,136
0,259
0,377

0,387
0,079
0,357
0,001

Sumkr : Arsyad (2000).
Keterangan : *) pda tanam turnpang gilir :jagung + padi + ubkayu sefelah panen padi
ditanam kacang tanah.
") pola tanam berurutan : padi -jagung - kawng tanah.

e. Faktor tindakan konsewasi; dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
P = (PI ApllAs) + (P2 " Ap2iAs) + . ..(Pn * ApnlAs)
Keterangan :
P

= faktor tindakan konsewasi.

PI

=faktortindakankonservasil (lihatTabel8).

P2 = faktor tindakan konservasi 2.

Tabel 8. Nilai faktor P pada bebempa teknik konservasi tanah
No.
I

Jenis teknik konsmsi tanah

Teras bangku :
- Kontruksi baik
- Konstruksi sedang
Konstruksi kurang baik
- Teras tradisional
Strip tanaman rumput bahia
Keadaan baik
- Keadaan tidak baik
Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur
- Kerniringan 0 - 8 %
- Kemiringan 9 - 20 %
- Kemiringan > 20 %
Penggunaan rnulsa : - ljerami 6 tonhabhun)
- (jerami 3 tonlhdtahun)
- (jerami3 tonlhaltahun)
Penanaman tanaman penulup tanah rendah pada tanaman
perkebunan
Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang
Tanpa tindakan konservasi

-

2

3

i

4

-

5

-

-

6

Nilai faktor P
0,m

0,15
0,35
0,40

0,04
0,40

0,w
0,75

0,m
0,30

0,m
0,80

0,10

0-50
1,OO

Sumber : Hammer (1980) dan Arsyad (2000).

e. Fairtor tindakan konservasi; dihitung dengan persarnaan sebagai beflkut :

Keterangan :

Pn

= faktor tindakan konservasi.
= faktor tindakan konsewasi 1 (fihatTabel8).
= faktor tindakan konservasi 2.
= luas wilayah tindakan konservasi ke I.
= luas wilayah findakan konservasi ke 2.
= faktor tindakan konservasi ke n.

As

= luas wilayah keseluruhan.

P
PI
P2

Apl

Ap2

Perhrtungan dugaan erosi yang terjadi di daefah penetiitian dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :
A
R1
R2

= total erosi tahunan yang terjadi.
= erosivrtas hujan bulan ke 1.
= erosivitas hujan bulan ke 2.

Rf 2 = erostvitas hujan bulan ke 12.
K

LS
C

P

= nilai erodibiiitas tanah rataan tertimbang.
= faktor lereng.
= faktor tanaman.
= faktor pengeloiaan.

3.6.2. Submodel aliran permukaan

Submodel aliran permukaan dirumuskan berdasarkan besamya nilai k-sien
aliran permukaan. Koefisien tersebut diduga dengan cara penentuan tabel meto-

de Bransby dan William. Faktor-faktor yang dipertirnhanglran dalam pendugaan
antara lain : inlensitas hujan, relief, cekungan permukaan, infiltrasi, dan penutup
lahan.
a. Untuk menghitung k&sien

intensitas hujan dengan menggunakan persarna-

Keterangan :

INH = koefisien intensitas hujan.
Ai2

= luas wilayah kelas intensitas 1.
= luas wiiayah kelas intensitas 2.

Ai3

= Luas wilayah kelas intensitas 3.

Ai4

= luas wilayah kelas intensitas 4.

Ail

= luas wilayah keselunrhan.
INHI = koefisien kelas intensitas hujan 1.
INH2 = k d s i e n kelas intensitas hujan 2.
INH3 = k d s i e n kelas intensitas hujan 3.

As

INH4 = koefisien kelas intensitas hujan 4.

b. Untuk menghaung k d s i e n relief dengan menggunakan persamaan :
RLF = ((Arl/As)*RLFl) + ((AWAs)* RLF2) + ((Ar3/As)*RLF3) + ((Ar4/As)'

Keterangan :

RLF

= koefisien relief.

Ar1

=luaswilayahkelasrelief1.

= luas wilayah kelas relief 2.
Ar3
= luas wilayah kelas relief 3.
Ar4
= has wilayah kelas relief 4.
As
= luas wilayah keseiunrhan.
RLFl = koefisien kelas relief 1 .
RLF2 = koefisien kelas relief 2.
RLF3 = k h s i s n kelas relief 3.
RLF4 = koefisien kelas relief 4.

At2

c. Untuk menghitung koefisien cekungan permukaan dengan menggunakan persamaan :

TMP = ((Aa1lAS)TMPl) + ((Aa21AS)"TMP2) + ((Aa3fAS)TMP3) +
((Aa41As)TMP4)

Keterangan :
TMP

= koefisiencekungan perrnukaan.

Aal

= luas wilayah cekungan permukaan 1.

Aa2

= luas wilayah cekungan pemukaan 2.

= luas wilayah cekungan permukaan 3.
Aa4 = luas witayah cekungan permukaan 4.
As
= luas wilayah keseluruhan.
TMP 1 = koefisien kelas cekungan permuban 1.
TMP2 = k&sien kdas cekungan perrnukaan2.
Aa3

TMP3 = koefisien kelas cekungan permukaan 3.
TMP4

= koefisien kelas cekungan pemukaan 4.

d. Untuk menduga koefisien infihsi dengan menggunakan persamaan :

INF = ({AfllAs)*INFl) + ((Af21As)*INF2) + (Af31As)"lNF3) + ((Af41As)*lNF4)
Keterangan :
INF = koefisien infiftrasi.

Af3

= luas wilayah kelas infittrasi 1.
= luas wilayah kelas infiltrasi 2.
= has wilayah kelas infiltrasi 3.

Af4

= luas witayah kelas infiltrasi 4.

As

= luas wilayah keseluruhan.

Afl
Af2

INFI = koefisien kelas infihrasi 1.
INF2 = koefisien kelas inf Hrasi 2.
INF3 = koefisien kdas infittrasi 3.
INF4 = koefisien kelas infittrasi 4.
e. Untuk menduga kcdsien penutup lahan dengan menggunakan pewmaan :
PLH = ((Ah1lAs)*PLHI) + ((AhZAs)*PLH2) + ((Ah3IAs)*PLH3) + ((Ah41As)*
PLH4)
Keterangan :
PLH

= koefisien penutup lahan.

Ah1
Ah3

= luas wilayah kelas penutup lahan 1.
= luas wilayah kelas penutup lahan 2.
= iuas wilayah kelas penutup lahan 3.

Ah4

= luas wiiayah kelas penutup khan 4.

Ah2

= luas wilayah keseluruhan.
PtHl = koefisien kelas penutup lahan 1.

As

P tH2 = k d s i e n ketas penutup lahan 2.
PLH3 = koeftsien kelas penutup lahan 3.

PLH4 = koefisien kelas penutup lahan 4.
Pehitungan dugaan besaran aiiran pemultaan dengan menggunakan p e w

LP = (CH As * (INH + RLF + TMP + INF + PLH)) 1 100
Keterangan :

LP

= atiran permukaan.

CH

= curah hujan.
= luas wilayah keseluruhan.
= koefisien intensitas hujan.
= kmfisien relief.
= koefisien cekungan permukaan
= koeftsien infiltrasi.
= koefisien penutup lahan.

As

INH
RLF

TMP
1NF

PLH

3.6.3. Submodel sosial ekonomi
Submodel sosial ekonomi dimmuskan untuk menghitung dugaan BC-ratio
dan nilai tunai bersih (net pment value) dari setiap atternatif penggunaan khan
yang layak dari segi erosi yang masih dapat dibiarkan dan koefisien aliran per-

mukaan yang krada pada batas minimum. Nilai BC-ratio dan nilat tunai bersih
dihitung dengan menggunakan persarnaan seperti berikut ini :

NPV = (SPG1 - CPGl)*PGI + (BPG2 - CPG2)*PGZ + ... (BPGn - CPGn)*
PGn

Keterangan :

BC

=BC-ratiowitayah.

NPV

= nilai tunai bersih wilayah.

BPGI = jumlah manfaat penggunaan lahan 1.
BPG2 = jumlah manfaat penggunaan lahan 2.

BPGn = jumlah manfaat penggunaan lahan ke n.
CPG 1 = jumlah biaya penggunaan lahan 1.
CPG2 = jumlah biaya penggunaan lahan 2.
CPGn = jumlah biaya penggunaan lahan ke n.

= luas penggunaan lahan 1.
PG2 = has penggunaan lahan 2.
PGn = luas penggunaan hhan ke n.

PG1

Ketiga submodel tersebut (submodel emi, subrnodd aliran permukaan, dan
submodel sosial ekonomi) kemudian diintqrasikan menjadi satu m d e l pman-

faatan lahan berkdanjutan di daerah hulu sungai dengan menggunakan sistem
dinamik. Caranya adalah dengan rnenghubungkan (link) antara auxiliary jenis
tanaman ( C ) dan level ketebalan tanah pada submdel erosi dengan auxiliary
penutup lahan (PLH) pada submodei aliran permukaan, dan auxiliary penyiapan

dan hasil pada submodel susiai ekonorni. Menghubunghn (link) antara auxiliary
biaya konservasi dengan laju perbaikan kemiringan (S) pada submodel erosi
dan auxiliary perbalkan relief (RLF) pada submdel aliran permukaan. Menghubungkn level laju kenaikan k M s i e n limpasan pada submalel limpasan dengan

auxiliary pemeliharaan tanaman pada submdel sosial ekonorni.
Penghubung (link) yang digunakan dalam pembuatan model adalah dengan
menggunakan fungsi I% Perurnusan submodel dan pengintegrasiannya dtsusun
berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :

a. ldentfikasi dan batasan model
Pemanfaatan lahan di daerah hulu sungai rnerupakan suatu sistem, karena di
dalamnya terdapat salu atau beberapa sistem kegiatan, dimana antara satu
kegiatan dengan kegiatan yang lain saling terkait, berhubungan dan saling mempengarwhi. Seperti menanam jenis tanaman tertentu akan mempengaruhi proses
erosi, aliran permukaan, dan pendapatm petani, serta jenis tanaman yang
diusahakan dan luas tanam pada setiap musim tanam selalu berubah sesuai

dengan pembahan kebutuhan dan kondisi iklimlcuaca yang ada di sekiimya.
6. Konseptualtsasi model

Struktur sistem yang saling terkaii s%pgrti proses erosi, aliran permukaan dan
sosial ekonmi dengan segala faktor yang mempenganrhinya seperh yang disu-

sun daiam bentuk bagan alir pada Gambar 1 (hat halaman 9) terdahulu. Dan
bagan alir tersebut kemudian dibuat diagram lingkar sebab akibat untuk memudahkan penyusunan model formulasi atau model simulasi ke dalam bahasa
komputer.

c. Penyusunan model simulasi
Pada tahap ini, membuat diagram alir ketiga submodel (submodd erosi, sub

m a i d aliran permukaan, dan submodel sosial ekonomi) kemudian diintegrasikan menjadi suatu diagram alir model pemanfaatan lahan berkelanjutan, yaitu
sudu pemanfaatan khan yang &pat memenuhi kebutuhan manusia atau m*

syarakat dalam aspek sosial, ekonomi, dan biofisik tanpa rnengurangi potensi
untuk generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya (Suratmo,

1999).

Hasil pengintegrasian ketsga submodel tersebut sebagai bahan acuan dalam
mempertimbangkan atau pemilihan bentuk pengelohan lahan. Sehingga dalam
memanfaatkan lahan diharapkan dapat mernenuhi kebutuhan penduduk saat ini

tanper mengorbankan kebutuhan penduduk di masa yang akan datang, tidak
melampaui daya dukung lingkungan (ekosistem), dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dengan menyelaraskan manusia dan pembangunan
dengan sumberdaya dam (Sitorus, 2004).

Setelah ketiga submodel tersebut diintegrasikan kemudian menyusun dan

membuat kode-Me yang dapat dimasukkan ke dalam perangirat lunak kom-

puter, dalam ha1 ini berupa bahasa program Powewm V e M 2 . 5 ~Bebrapa
.
simhl dan persarnaan dasar yang digunakan dalam pemcdelan dan simulasi

adalah sebqai berikut :

(i) Persamaan aliran, level dan laju

Penggunaan persarnaan aliran, level, dan laju pada dinamika pemanfaatan
lahan di daerah hulu sungai akan menguhah secara dinamis berbagai aspek
produksi, biaya dan pendapatan M r a keseluruhan.
Di dunia nyata dengan sistem dinamik, tercakup di dalamnya suaiu aliran

atau flow, misalnya adanya penambahan ketebalan tanah sebagai akibat aliran
dari proses pemkntukan tanah. Dengan menggunaltan simbd-simbol bahasa

program, dapat dibuat gambaran tejadinya suatu aliran dalam suatu sistem.
Selain itu juga terdapat suatu ternpat penampungan.

Dalam dunia nyata biasanya tejadi p a m a a n antara aliran masuk dengan
aliran keluar, sehingga akan teQadiperubahan daiam penampungan. Niiai dari
suatu aliran disebut m k (laju), sedangkan tingkat atau jumlah bahan di dalam

penampungan disebut level. Aliran, level, dan laju merupakan tiga ha1 penting

dalarn sistem dinamik, Dalam bahasa program komputer aliran, level, dan laju
dapat digambadcan sebagai berikut.

Persamaan powersim untuk gambar aliran, level, dan laju tersebut adalah :
LEV = kondisi awal
Flow LEV = dt (RK)+ dt (RM)
Keterangan :
LEV = level (unit)

R M = rate (laju) masukan
RK

dt

= mte (laju) keluaran
= interval waktu simulasi (suatu waktu)

= initial = nilai awal
Flow = Flow (aliran) untuk variabel level

Init

Dengan menggunakan :
I (t) = aliran masuk pada saat t

0 (t) = aliran keluar pada saat t
L (t) = level pada saat t
L (0) = lev4 pada sad mulamula
Maka level dapat dinyatakan secara sistematik sebagai berikut :

Persamaan tersebut menyatakan hahwa level pada saat t merupakan level
saat mula-mula dan hasil integrasi dari perbedaan masukan dan lreluaran dari

saai 0 sampai t sehingga persamaan 1 dapat dinyatakan juga dalam :

Persamaan 2 merupakan persarnaan dasar untuk level, tetapi belum sesuai
untuk perhitungan menggunakan komputer, sehingga untuk menyatakan inkgrasi, perlu dilakukan perubahan dengan memasukkan persamaan berikut :

F (z) = I (z)- 0 (z) .........................................................................(3)
Karena dahm penelitian ini menggunakan metade Euier, maka bagian
integrasi pada persamaan 3 dam diubah menjadi :

Ruas kedua dari kiri persamaan 4 dam diabaikan apakla A t sangat kedl,
sehingga :

Dan persamaan 4 dan 5 diperoleh persamaan :
ttAt

ft (I(z) - O(Z) = A t I(t) - 0 (t) ........................................................... (6)
Dengan demikian persamaan 1 dapat dinyatakan sebagai hrikut :
L(t+At)=Ljt)+At(I(t)-O(t)

.....................................................(7)

Persamaan 7 menyatakan bahwa level pada saat (t + A t) dapat dihitung

dengan menggunakan level pada saat t dan parbedaan antara masukan dan
keluaran selama A t. Persamaan ini seknjutnya dapat digunakan untuk program

komputer.
Laju aliran rnenentukan laju perubahan yang tejadi pada level, atau pew bah-

an level tergantung dari nilai masukan dan keiuaran. Masukan dan keluaran
adalah laju dan pubah kendali dari aliran sehingga t(t) dan O(t) pada persa-

maan 7 adalah peubah laju.
(ii) Persamaan auxiliary dan konstanta

Auxiliary adalah variabel yang besamya tergantung pada link (penghubung)
yang mengarah langsung ke auxiliary tersebut, rnisatnya dari suatu konstanta

atau auxiliary lain.
(iii) Persamaan tabel
Persamaaan tabd rnenrpakan auxiliary juga yang ntiainya ditentukan melaiui
suatu tabel atau grafik. Di daiam pernodelan sistem dmamik sering dihadapkan

pada pernyataan suatu peubah yang mempunyai hubungan pengamh yang tidak

tetap dengan peubah lain. Untuk itu diperiukan suatu fungsi tabel untuk mp
nanganinya.

Dengan menggunakan simbd dan persamaan tersebut, maka model
pengelolaan daerah hulu sungai dapat disusun.

3.7. Asumsi Yang Digunakan

Untuk rnenggunakn m d e l yang akan dimmuskan dipakai beberapa asumsi

yang akan membatasi keberhasihn model. Asurnsi-asumsi tersebut adalah :
a. Penggunaan lahan di daerah penetitian dianggap tetap selama proses pen*
litian krlangsung.
b. Pembahan penggunaan lahan dapat diubah menjadi penggunaan yang lain

tanpa mempenganrhi macam penggunaan lahan yang lain.
c. Perubahan macam penggunaan lahan tidak memperhitungkan biaya Peru-

bahan.
d. Proses aliran permukaan pada erosi yang tejadi di suatu tempat tidak ber-

irrteraksi dengan proses aliran permukaan dan emsi di tempat lain.
e. Jenis tanaman yang dianalisis adalah jenis tanaman yang paling banyak
ditanam pada setiap macam penggunaan lahan.
f. Harga yang digunakan pada submodel sosial ekonomi diasumsikan tidak

dipenganrhi oleh jumlah keluaran dan pemintaan pasar.
g. Analisis yang digunakan dalam submodel sosial ekonmi adalah analisis

finansial dengan asumsi bahwa Airan permukaan dan erosi tidak menjadi
biaya eksternaliis.
fi. Data tanah, hidrologi, iklim, dan harga dianggap konstan dan sahih pada

petiade analisis.
i. Dugaan simulasi hanya digunakan untuk membandingkan berbagai ahematif

komoditi pertanian yang umurn dilakuican petani setempat.

3.8. Program Komputer Vang Oigunakan
Untuk mengolah data biofisik dan sosial ekonomi yang dikumpulkan kemu-

d i n dibuat menjadi b k r a p a submodel, lalu dihtegrasikan menjadi satu modd
yaitu model pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hutu sungai dengan

menggunakan pemngkat k mputer. Alaf yang digunakan untuk rnemhngun
model dan beberapa submodelnya dengan menggunakan pemmaan seperti

yang telah dijelaskan sebdumnya. Persamaan-pesamaan tersebut ada pada
paket program "Powenimversion Z.Sc"(Byrknes dan Cover, 1996).

Mdel yang telah disusun kemudin dilakukan uji kepekaan dan anaiisis
postopt~malisasiterhadap hasil-hasil anatisis dengan cara rnencocokkannya dengan keadaan dan data nyata (Nasendi dan Anwar, 1985; Toha, 1996). Setelah

dicocokkan dengan data dan keadaan nyata tersebut, dan temyata model ini

cocok karena mendekati kenyataan, maka mcdel yang bersangkutan dianggap

sah atau dapat dipercaya untuk dapat dipakai dalam analisisanalisis pengambihn keputusan rencana pemanfaatan lahan di daerah hulu sungai.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Hulu Sungai
2.1.l.Karakteristik daerah hulu sungai

Daerah aliran sungai yang biasa disingkat DAS dalam beberapa literatur
menggunakan istilah yang berbeda dengan arti yang sama, diantamnya meng-

gunakan istilah : watershed1river basin, catchment atau dminage baslh. lstiiah

watershed digunakan karena hubungannya dengan batas aliran, sedangkan istilah river basin, catchment atau drainage basin digunakan karma hubungannya

dengan daerah aliran (Wijayaratna, 2000).
DAS dapal diartikan sebagai kawasan yang dibatasi d e h pemisah topografi

yang menarnpung, meyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya
ke sungai yang akhirnya bennuara ke danau atau hut (Manan, 1979; Gilpin,
19961, sedangkan Sarwoko (I
999) menggunakan istilah Daerah Pengaliran Su-

ngai (DPS) yaitu suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah,

dimana air meresap dan atau rnengalir melalui sungai dan anak-anak sungai
yang bemngkutan.

Berdasarkan karakteristik motfologi dan aliran sungainya, DAS dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu bagian hulu dan bagian hilir. Daerah hulu sungai

(upland catchmenf) mempunyai ciri : berlereng curam, batasnya jelas, tanahnya
fipis, curah hujan tinggi, dan evapotranspirasi rendah. Daerahnya bergradien

hidrolik tajam, alr-annya cepat sampai sangat cepat. Sering terjadi hujan lebat
sehingga tanah selalu lembab, serta air lebih -pat

masuk ke jaringan sungai,

dan pada beberapa tempat jarang ditemukan dataran banjir, sedangkan daerah
hilir sungai (lowland catchment) dicirikan akh banjir pada saat hujan lebat, pada

daerah yang curah hujannya agak kurang maka banjir jarang tejadi dan secara
umum pemukirnan dan pengolahan lahan lebih intensif, pepohonan jarang,
gradien sungai dan energi emsi rendah (Knapp, 1979).
Daerah hulu sungai merupakan bagian dari suatu ekosistem DAS yang di

dalamnya tejadi interaksi antara unsur-unsur biotik (terutama vegetasi) dan
unsur-unsur abiotik (tenrtama tanah dan iklim). lnteraksi ini dinyatakan dalam

bentuk keseimbangan antara masukan dan keluaran benrpa air dan sedimenbsi (Mustari, 1985; Suripin, 2002).

2.1.2. Komponen yang mernpengaruhi daemh hulu sungai

Komponen yang mempengaruhi daerah hulu sungai diantaranya : arrah hujan, suhu udara, luas daerah hulu sungai, vegebi, tanah, relief (topografi), dan
batuan. Uraian untuk tiap kornponen adalah sebagai berikut.

a. Curah hujan, berkakn dengan jumlah atau banyaknya air hujan yang jatuh di
daerah hulu sungai. Hal ini krkenaan dengan debit air atau air yang tersedia

yang dapat dimanfaatkan di daerah tersebut. Intensitas hujan behitan

dengan kekuatan tenaga tetes hujan pada daerah aliran sungai, sebab sernakin tinggi intensitas hujan maka tenaga penrsaknya akan semakn tinggi.

b. Suhu udara, behitan dengan jumlah air yang dievapotranspirasikan, yang
sifatnya dapat mengurangi jumlah air yang teFsedia untuk dimanfaatkan di

daerah tersebut.

c. Luas daerah hulu sungai, berkain dengan jumlah air yang dapat ditampung
di daerah tersebut, karsna semakin luas daerahnya maka akan sernakin ba-

nyak air yang dapat drtampung.

d. Vegetasi, terrnasuk vegetasi di DAS mdiputi hutan, tanaman pekebunan,
sawah, ladang dan pekarangan atau dapat dikatakan semua tumbuhan dan

tanaman yang tumbuh di daerah tersebut. Fungsi utama dari vegetasi adalah
mengatur tata air dan melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung

dengan cam : rndindungi tanah tedmdap daya perusak butir-butir hujan yang

jatuh; melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan
fanah; dan memperbaiki kapasitas infiitrasi tanah dan daya absohsi air yang

secara langsung dapat mempengaruhi cadangan air tanah (Mustari, 1985;

Asdak, 2002).
e. Tanah, adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-

komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifal serta perilaku yang
dinamik. Benda alarni ini tehentuk oleh hasil kerja inieraksi antara iklirn (i)

dan jasad hdup ( 0 ) terbadap suatu bahan induk (b) yang dipengaruhi oleh
relief tempatnya terbentuk (r) dan waku (w), yang dapat digambarkan dakm

hubungan fungsi : T = f (i, o, b, r, w), dimana T adalah tanah dan masingmasing peubah adalah faktor pemkn-tuk tanah tersebut. Sebagai produk

alami yang heterogen dan dinamik, maka ciri dan periiaku tanah berbeda dari
satu ternpat ke tempat lain, dan berubah dari waktu ke waktu (Arsyad, 2000).
f. Relief (topografi), addah bentuk pemukaan bumi yang krupa tinggi, rendah,

miring, dan datar. Unsur-unsur tersebut mdiputi morfometri (kaitannya de-

ngan ukuran) dan morfografi (kaitannya dengan deskripsi bntuk khan). kitannya dengan daerah hulu sungai, hal yang penting adalah kerniringan lereng karena ada hu-bungannya dengan keepatan aliran air permukaan, dan
bentuk lereng karena ada hubungannya dengan sebaran bentuk material.

g. Batuan, merupakan material dasar maupun material hasil proses pelapukan
dan pengikisan. Hal yang penting dalarn kaitannya de