Pedoman Umum Perlindungan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus
;
セ
------.
.043.2
KEMENTERIAN KESEHATAN
201 0
613.0432
Ind
p
I
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
613.0432
Ind
Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina
p
Kesehatan Masyarakat.
Pedoman umum perlindungan kesehatan anak berkebutuhan
khusus -
1.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.
2.
CHILD HEALTH SERVICES
DISABLED CHILDREI\J
3.
CHILD DEVELOPMENT DISORDERS
KAlA PENGANlAR
Tantangan terhadap berbagai masalah kesehatan anak di Indonesia masih
cukup tinggi. Perhatian yang serius dari Kementerian Kesehatan dalam
upaya akselerasi penurunan kematian bayi dan balita, penurunan prevalensi
gizi kurang pada balita telah diimplementasikan dengan berbagai kegiatan
program kesehatan bayi dan balita, walaupun belum mencapai hasil yang
diharapkan. Sementara itu, kita dihadapkan pula dengan masalah kesehatan
anak usia sekolah, remaja serta anak berkebutuhan khusus yang sangat
kompleks, oleh karena sebagian besar masalah tersebut dipengaruhi oleh
faktor lainnya diluar bidang kesehatan.
"Anak berkebutuhan khusus" meliputi anak korban kekerasan fisik, emosional,
seksual dan penelantaran, eksploitasi dan trafiking; anak dengan kecacatan;
anak di lapas/rutan serta anak yang berasal dari kelompok minoritas/
terisolasi/terasing, yang tentu saja mempunyai masalah kesehatan yang
sangat bervariasi. Kekerasan dan penelantaran serta eksploitasi dan trafiking
atau perdagangan anak merupakan masalah yang sering kali muncul
dimedia massa yang berimplikasi terhadap gangguan tumbuh kembang
dan penurunan kualitas hidup anak . Anak dengan kecacatan, mempunyai
beragam permasalahan disabilitas atau handicap yang memerlukan
penanganan dalamjangka waktu lama bahkan mungkin seumur hidupnya,
serta pengobatan dan perawatan dengan biaya yang cukup mahal. Hal ini
jika tidak ditangani secara dini dan terintegrasi, maka dapat menimbulkan
beban dan kerugian bagi keluarga, masyarakat maupun negara. Selain
itu, sebagai akibat kondisi tertentu, sejumlah anak terpaksa berhadapan
dengan hukum sehingga mereka berada di Lapas/Rutan, dimana mereka
mengalami depresi/trauma kejiwaan atau mengalami gangguan kesehatan
karena sanitasi lingkungan yang tidak mendukung. Kita sadari pula bahwa,
sejumlah anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing memiliki masalah
tersendiri dan belum memperoleh perhatian terhadap kebutuhan pelayanan
kesehatan yang semestinya.
Peme,intah, masyarakat dan keluarga ikut bertanggung jawab terhadap
pemenuhan hak-hak anak sebagaimana diamanatkan didalam UndangUndang l\Jamar 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan
memperhatikan prinsip hak-hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, hak memperaleh perlindungan dan hak untuk berpartisipasi.
Sejalan dengan itu, kita perlu mempersiapkan puskesmas dan jaringannya
sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan di masyarakat agar mampu
melakukan pelayanan kesehatan secara kamprehensif, berkualitas dan
berkeadilan bagi semua anak termasuk "anak berkebutuhan khusus".
Buku "Pedaman Umum Perlindungan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus",
disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas danjaringannya
dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup anak
berkebutuhan khusus.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya ucapkan kepada
semua pihak di tingkat pusat maupun daerah yang telah berkantribusi
dalam penyusunan buku ini. Diharapkan, masukan yang kanstruktif dari
para pengguna buku ini untuk dapat disempurnakan selanjutnya. Semoga
buku ini bermanfaat dalam penerapannya di lapangan .
Terima kasih.
Direktur Bina Kesehatan Anak
ni Sulani. DTM &H.Msi
II
DAFTAR lSI
Halaman
KATA PENGANTAR .... ............... ...... .. .. .................................. ... .. ...............................
DAFTAR lSI.. .... .... .... .. ... .......... .... ........ .... ... ...... .. .... .... .. ..................................... .. ... ......
III
DAFTAR SINGKATAN ........... .............. .. .. .................. ... .. ...... .............. .......................
iv
BAB I
PENDAHULUAN ........ ... .. ..... .... .................... .... .. .... .. ................................
A. Latar Belakang.... .... .... ....... ...... .. ............... ......... ................. ............ .
B. Tujuan ... ........ .. ............... ....... ....................... .......................................
C. Sasaran....... ... ............................................ ................. ........................
D. Pengertian ... ............. .............. .... .... ....................... .. ........... .. .. .... .....
E. Ruang Lingkup .. ....... .................................................. ............... ......
F.
Dasar Hukum .......... .. .................................... .................. .. ...............
1
1
2
3
3
5
6
BAB II
ANALISA SITUASI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS................... .................... ........... ............. .............. .............. ... ... .... .
A. Situasi Anak Berkebutuhan Khusus ............ .. .. ...................... ..
B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan..... .......
C. Sumber Daya Manusia.. .... ............................................. ..............
9
9
13
14
BAB III
STRATEGI OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN .... .. ... .. .. ....
A. Strategi Operasional ...... .. .. ............................... ... .........................
B. Pola Pembinaan ....................... .......................................................
C. Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus ...........
16
16
16
24
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PROGRAM .... ...... .... .............
A. Pencatatan dan Pelaporan.... .... ................... ...............................
34
34
BAB V
INDIKATOR ... .............. .......... .......................................... ............ .. .. ...........
37
BAB VI
PENUTUP ................... ............................................ ... .................................
40
DAFTAR KEPUSTAKAAN... ................ .......................... ............. ...... ................ .........
41
TIM PENYUSU 1\1 .. .. ............................... ................................. ............ .. .... .. ................
45
III
DAFTAR SINGKATAN
ABH
Andikpas
APBD
ESA
FKKDAC
GDD
GPPH
Anak Berhadapan dengan Hukum
Anak Didik Pemasyarakatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Eksploitasi Seksual Anak
Forum Komunikasi Keluarga dengan Anak Cacat
Global Development Delay
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome
Ikatan Bidan Indonesia
IBI
Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDAI
Ikatan Dokter Indonesia
IDI
Ikatan Fisioterapis Indonesia
IFI
International Labour Organization
ILO
IMD
Inisiasi Menyusu Dini
IMS
Infeksi Menular Seksual
Inpres
Instruksi Presiden
Jamkesda
Jaminan Kesehatan Daerah
Jamkesmas
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kanwil Depag Kantor Wilayah Departemen Agama
KB
Keluarga Berencana
Kesling
Kesehatan Lingkungan
KIA
Kesehatan Ibu dan Anak
Kekerasan terhadap Anak
KtA
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
KtP/A
Lapas
Lembaga Pemasyarakatan
LBH
Lembaga Bantuan Hukum
LP
Lintas Program
LS
Lintas Sektoral
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MP-ASI
Makanan Pendamping Asi
NAPZA
Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
HIV/AIDS
IV
P2TP2A
P3K
PBB
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Persatuan Bangsa Bangsa
PERDOSRI
Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah
Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi
PHBS
Indonesia
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pemda
Perda
Medik
POGI
Pusat Krisis Terpadu
Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Polindes
Pos Bersalin Desa
Polri
Kepolisian Republik Indonesia
Poskesdes
Pos Kesehatan Desa
Poskestren
Posyandu
Pos Kesehatan Pesantren
POTADS
PPNI
PPT
Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PKT
Pos Pelayanan Terpadu
Pusat Pelayanan Terpadu
Protap
Puskesmas
Prosedur Tetap
RBM
Riskesdas
Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat
Riset Kesehatan Dasar
RPSA
Rumah Perlindungan Sosial Anak
RSSIB
Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi
RSUD
Rutan
Rumah Sakit Umum Daerah
Rumah Tahanan
SDIDTK
SDLB
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Sekolah Dasar Luar Biasa
SDM
Sumberdaya Manusia
SIMPUS
Sistim Informasi dan Manajemen Puskesmas
SK
SKB
Surat Keputusan
Surat Keputusan Bersama
SLB
SMALB
Sekolah Luar Biasa
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
Pusat Kesehatan Masyarakat
v
SMPLB
SOP
SP2TP
SpA
SpF
SpKJ
SPM
SpOG
SpRM
SpS
Susenas
TB
TK
Toga
Toma
TP UKS
TPPO
TT
UKBM
UKGS
UNICEF
UPK
UPPA
UU
VCT
WHO
VI
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Standard Operational Procedure
Sistim Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
Spesialis Anak
Spesialis Forensik
Spesialis Kedokteran Jiwa
Standard Pelayanan Minimal
Spesialis Obstetri dan Ginekologi
Spesialis Rehabilitasi Medik
Spesialis Syaraf
Survey Kesehatan Nasional
Tuberkulosis
Taman Kanak Kanak
Tokoh Agama
Tokoh Masyarakat
Tim Pembina Unit Kesehatan Sekolah
Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tetanus Toxoid
Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
United Nations Children's Fund
Unit Pelayanan Kesehatan
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak
Undang Undang
Voluntary Counceling and Testing
World Health Organization
BABI
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Program bina kesehatan perlindungan anak merupakan bag ian dari
program bina kesehatan anak yang berbasis pada hak-hak anak
sebagaimana penjabaran dari Konvensi Hak-Hak Anak oleh PBB dan
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak
sebagai ciptaan Tuhan memiliki hak asasi sebagai individu yang harus
dihargai, dipelihara dan dijamin oleh keluarga, masyarakat maupun
pemerintah .
Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari
dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja . Setiap
tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri,
sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang
tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua
anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga
terdapat anak yang memerlukan penanganan secara khusus.
Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10% anak berkebutuhan
khusus dari total populasi anak. Di Indonesia, belum ada data akurat
tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus, namun
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007,
terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia,
dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan
khusus.
Masalah kesehatan pada anak berkebutuhan khusus dapat dibagi
menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu :
1)
Masalah kesehatan yang dibawa sejak lahir atau kelainan kongenital
seperti Down Syndrome, Cerebral Palsy, Hypotiroid Kongenital, anak
dengan Autis, dan kecacatan lainnya.
1
2)
Masalah kesehatan yang didapat akibat kondisi tertentu seperti
terjadinya kekerasan dan penelantaran pada anak, dan konsekuensi
terjadinya pelanggaran hukum. Hal tersebut dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang
selanjutnya berdampak terhadap penurunan kualitas sumber daya
manusla .
Undang Undang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa pemerintah
dan masyarakat bertanggung jawab antara lain untuk memenuhi hak
anak terhadap pelayananan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan terse but perlu dikembangkan berbagai kegiatan
program di Puskesmas melalui pendekatan berbasis hak dan tahapan
tumbuh kembang anak yang mudah di akses . Program tersebut
dilaksanakan berdasarkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria
(NSPK) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan .
Dalam rangka pengembangan program kesehatan anak, Direktorat Bina
Kesehatan Anak menyusun Pedoman Umum Pembinaan Perlindungan
Kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus yang akan menjadi panduan
bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas dan
jaringannya untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus.
B.
TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan jangkauan dan kualitas perlindungan kesehatan bagi
anak berkebutuhan khusus.
Tujuan Khusus :
1.
Tersedianya acuan bagi tenaga kesehatan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi :
a.
b.
2
Anak korban kekerasan dan penelantaran termasuk Eksploitasi
Seksual Anak (ESA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) .
Anak dengan kecacatan.
2.
c.
Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Lapas/
d.
e.
Rutan.
Anakjalanan/Pekerja Anak.
Anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing.
Meningkatnya jejaring kerjasama pelayanan kesehatan bagi anak
berkebutuhan khusus.
C.
SASARAN
Sasaran Langsung :
Tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan
Sasaran Tidak Langsung :
1.
D.
Pengelola program pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus
di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Lintas Program dan Lintas Sektor Terkait.
3. Organisasi Masyarakat, Organisasi Profesi dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).
4. Kelompok/komunitas peduli Anak Berkebutuhan Khusus.
PENGERTIAN
1.
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami hambatan
fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar dan anak yang akibat keadaan
tertentu mengalami kekerasan, penelantaran termasuk eksploitasi
seksual dan anak korban TPPO, Anak Berhadapan dengan Hukum di
Lapas/Rutan, di Jalanan/pekerja anak, anak dari kelompok minoritas/
terisolasi/terasing yang memerlukan penanganan secara khusus.
2.
Anak Didik Pemasyarakatan (andikpas) adalah:
•
Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di lapas anak, paling lama sampai berumur
18 tahun.
•
Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di
lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
3
•
3.
Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
Anak dengan kecacatan adalah anak yang mengalami hambatan
fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar.
4.
Kekerasan terhadap Anak (KtA) adalah semua bentuk
tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi termasuk
eksploitasi seks anak dan anak korban TPPO yang mengakibatkan
cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan
anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau
martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab,kepercayaan atau kekuasaan.
5.
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah setiap tindakan
atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana yang ditentukan dalam Undang Undang nomor 21 tahun
2007.
6.
Kelompok Minoritas adalah kelompok yang dilihat dari jumlahnya
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari
negara bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan.
4
7.
Kelompok Masyarakat Terasing atau Komunitas Adat Terpencil
adalah kelompok orang yang hidup dalam kesatuan sosial budaya
yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat
dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik
nasional.
8.
Pelayanan Kesehatan adalah upaya di bidang kesehatan
yang meliputi berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
9.
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) adalah unit yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan, misalnya puskesmas dan
jaringannya, posyandu, poskesdes/polindes, poliklinik/balai
pengobatan swasta, serta rumah sakit.
10. Rujukan Medis adalah pengiriman penderita ke fasilitas kesehatan
yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam tata laksana
medis.
11. Rujukan Non Medis adalah pengiriman anak korban/penderita ke
fasilitas pelayanan yang lebih mampu dalam penanganan masalah
psikososial, hukum dan rehabilitasi sosial.
12. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT)
adalah tempat dilaksanakannya pelayanan korban kekerasan baik
di Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Polri.
13. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) adalah pusat kegiatan terpadu yang menyediakan
pelayanan bagi masyarakat terutama perempuan dan anak korban
kekerasan melalui wahana operasional pemberdayaan perempuan
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yang dikelola
oleh masyarakat dengan pemerintah melalui pelayanan fisik,
informasi, rujukan, konsultasi dan berbagai permasalahan yang
dihadapi perempuan dan anak .
14. Kemitraan adalah suatu strategi bersama antara sektor Pemerintah
dan Non Pemerintah yang terintegrasi atas dasar prinsip-prinsip
kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan dalam
melaksanakan suatu program/kegiatan secara efektif dan efisien
sesuai bidang, kondisi dan kemampuan masing-masing, sehingga
hasil yang dicapai menjadi lebih optimal.
15. Jejaring adalah suatu hubungan kerjasama antara dua pihak atau
lebih berdasarkan prinsip kemitraan untuk mencapai tujuan bersama
yang telah disepakati sesuai peran, tanggung jawab dan fungsi
masing-masing.
E.
RUANG UNGKUP
Program Kesehatan anak berkebutuhan khusus mencakup pembinaan
kesehatan bagi :
a.
Anak Korban Kekerasan (KtA) dan penelantaran termasuk Eksploitasi
Seksual Anak (ESA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
5
b.
c.
d.
e.
F.
DASAR HUKUM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1L
12.
13.
14.
15.
16.
17.
6
Anak dengan kecacatan.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lapas/Rutan .
Anak jalanan/pekerja anak.
Anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing.
Undang Undang Dasar 1945 pasal 27, pasal 28 B, pasal 28 H.
Undang Undang NO.4 tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak.
Undang Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan .
Undang Undang NO.4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat.
Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang Undang No.1 tahun 2000 tentang Pengesahan fLO
Convention No. 182 Concerning The Prohibition And Immediate
Action To Elimination Of The Worst Form Of Child Labour.
Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Pasal 32 Ayat 1 dan 2 tentang Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus) .
Undang Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga .
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang Undang NO.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban .
Undang Undang No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdaganan Orang (TPPO).
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit.
Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Penyandang Cacat.
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan Pelaksanaan,
Wewenang, Tugas dan Tanggung jawab Perawatan Tahanan.
18. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1999 tentang Kerjasama
Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan
19. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan Tanggung jawab
Perawatan Tahanan.
20. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan.
21. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 01 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan.
22. Keputusan Presiden No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
23 . Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.
24. Inpres nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan.
25. Keputusan Bersama Menteri Kehakiman RI dan Menteri Kesehatan RI
no. M01-UM.01.06 tahun 1987; No. 65/Menkes/SKB/ll/1987 tentang
Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan dan
Lembaga Pemasyarakatan.
26. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M .02/PK.04.10 tahun 1990
tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan .
27. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama Nomor l/U/
SKB/2003, Nomor 1067/Menkes/SKB/VII/2003, Nomor MA/230A/
2003,Nomor 26 tahun 2003, tentang Pembinaan Pengembangan
Usaha Kesehatan Sekolah.
28. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Pemberdayaan Perempuan
RI No. 14/Men PP/Dep V/X/2002; Menteri Kesehatan RI No. 1329/
Menkes/SKB/X/2002; Menteri Sosial RI No. 75/Huk/2002; Kepala
Kepolisian Negara RI No. B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu
terhadap korban Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan.
7
29. Kesepakatan Bersama Antara Departemen Sosial RI No. 12/PRS2/KPTS/2009; Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
NO.M .HH.04.HM.03.02 Th 2009; Departemen Pendidikan Nasional
RI No. 11/XII/KB/2009; Departemen Kesehatan RI No 1220/Menkes/
SKB/XII/2009; Departemen Agama RI No 06/XII/2009; Kepala
Kepolisian I\legara RI 1\10. B/43/XII/2009 tentang Perlindungan
dan Rehabilitasi Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum .
30. Keputusan Menkes Nomor 316/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Tahun 2009.
31. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457 tahun 2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan Kesehatan .
32. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
33 . Surat Edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat No. HK.02.04/B
III/214l/10 tentang Pemantauan Pencapaian Target Kesehatan
Anak Terkait Inpres no 3 tahun 2010.
8
BAB II
ANAUSA SITUASI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A.
Situasi Anak Berkebutuhan Khusus
Tidak semua anak beruntung dilahirkan secara normal, sebagian
diantaranya lahir dengan kelainan bawaan dan ada yang mengalami
kekerasan/trauma, atau kecelakaan sehingga menyebabkan kecacatan.
Tidak semua anak dapat tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan
keluarganya secara utuh, akan tetapi akibat keadaan tertentu anak
tinggal di Panti Asuhan, Rumah Singgah, Lapas/Rutan, atau terpaksa
bekerja dan menjadi anakjalanan . Selain itu, karena kondisi geografis
dan pengaruh sosial budaya, anak berada pad a kelompok minoritas/
terisolasi/terasing. Kelompok anak anak terse but memerlukan
penanganan secara spesifik....melalui berbagai program dalam rangka
meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya.
Setiap anak diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tahapannya . Pada anak berkebutuhan khusus terjadi gangguan
dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun emosional
yang akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada
perkembangannya.
Pada dasarnya masing-masing sasaran anak berkebutuhan khusus
memiliki permasalahan kesehatan yang berbeda-beda.
Masalah kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus dapat digambarkan
melalui data sebagai berikut :
1.
Masalah kesehatan pada anak korban kekerasan:
Anak korban kekerasan tidak hanya mengalami trauma fisik, namun
juga mengalami trauma psikis/mental yang dapat berakibat buruk
pada proses tumbuh kembang anak. Dampaknya bervariasi dari
yang ringan sampai berat bahkan dapat berakibat pada kematian,
yang akan terlihat langsung dan mungkin terlihat setelah beberapa
waktu kemudian (dampakjangka panjang).
9
Seringkali yang menjadi masalah adalah tidak terdeteksinya trauma
psikis, karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan petugas
untuk menggali lebih jauh kondisi psikis anak korban kekerasan.
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan bahwa di
Indonesia terjadi peningkatan kasus Kekerasan Terhadap Anak
(KtA) yang cukup tajam. Pada tahun 2005 kasus kekerasan fisik
meningkat dari 223 menjadi 247 pada tahun 2006, kasus kekerasan
psikis 176 menjadi 450, kasus kekerasan seksual 327 menjadi 426
sedangkan kasus penelantaran 15 menjadi 131. Selain itu terlihat
adanya peningkatan modus dan tingkat kekerasan seperti kasus
pemerkosaan pada anak dibawah usia 10 tahun dan atau dengan
disertai adanya pembunuhan serta semakin bervariasi bentuk
kekerasan yang terjadi . Data dari Koalisi Nasional Penghapusan
Eksploitasi Seksual Anak (ESA) pada tahun 2008 menyatakan bahwa
sekitar 150.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran dan
pornografi, 70% diantaranya adalah anak usia 14-16 tahun baik
anak yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dan siswa
sekolah.
2.
Masalah kesehatan pada anak dengan kecacatan:
Anak berkelainan/anak dengan kecacatan merupakan anak yang
paling rentan terhadap masalah kesehatan karena :
a.
b.
c.
d.
Lebih berisiko mendapat kekerasan dari orangtua/lingkungannya
akibat dari kelainan/kecacatan tersebut.
Mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi.
Ketidakmampuan anak da!am kebersihan perorangan
(kebersihan mulut, kebersihan alat reproduksi, dll)
Cenderung berperilaku berisiko.
Belum ada angka yang jelas tentang anak dengan kecacatan di
Indonesia, oleh karena penelitian tentang anak dengan kecacatan
masih sangat kurang. Data yang diperoleh dari Susenas 2001
yaitu bayi kurang dari 1 tahun berjumlah 29,9%, anak umur 1- 4
tahun berjumlah 32,8%, anak umur 5 -14 tahun berjumlah 30,1%
menderita satu kecacatan atau lebih. Kementerian Sosial pada
tahun 2006 (data pusdatin) mencatat bahwa terdapat 295.763 anak
10
ME__ n't.: r- eNhZBセG@
kemn
terセan@
k
• .
eセ]N
Zfセ@
.;
dengan kecacatan. Jenis kecacatan yang banyak terjadi adalah tuna
daksa (35,8%); tuna netra (17%); tuna rungu (14,27%); tuna grahita
(12,15%) dan lain lain (kurang dari 7%) . Selain itu hasil Riskesdas
tahun 2007 telah mengindikasikan adanya kematian bayi usia 7 - 28
hari akibat kelainan kongenital sebesar 18,1% yang masih perlu
ditelusuri lebih lanjut. Ditemukan disabilitas sangat bermasalah
sebesar 19,5% pada kelompok usia diatas 15 tahun, artinya bisa
diasumsikan bahwa adanya keterlambatan dalam deteksi dan
intervensi kelainan tumbuh kembang bayi dan balita .
Data yang diperoleh dari divisi tumbuh kembang anak di tuju h
Rumah Sakit pendidikan di Indonesia, menunjukan terdapat 5
kelainan terbanyak, yaitu : keterlambatan bicara, keterlambatan
motorik, Down Syndrome, Cerebral Palsy dan Global Development
Delay (GOD). Di samping itu, terdapat gangguan kesulitan belajar,
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) termasuk
Autis.
Dewasa ini telah terbentuk kelompok-kelompok yang peduli
terhadap anak berkebutuhan khusus yang tumbuh di kota -kota
besar seperti Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat
(FKKDAC) yang telah terbentuk di 25 Provinsi, kelompok peduli
autis, Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS), dll.
Kelompok-kelompok tersebut umumnya berasal dari keluarga
dengan status ekonomi menengah ke atas yang mampu memberikan
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan . Sedangkan di lingkungan
masyarakat di kota-kota kecil atau pedesaan masih terdapat
sebagian besar anak dengan kecacatan yang belum memperoleh
akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
3.
Masalah kesehatan pada anak berhadapan dengan hukum di
Lapas/Rutan:
Masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir seluruhnya
berkaitan dengan rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
remaja, rendahnya kualitas kesehatan lingkungan dan tidak
kondusifnya kondisi lingkungan psikososial seperti Bullying.
11
Berdasarkan data UNICEF tahun 2000, setiap tahun terdapat
5.000 anak bermasalah dengan hukum, dimana hanya 10% yang
mendapat pelayanan hukum, psikososial dan kesehatan .
Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa pada tahun 2008
jumlah tahanan anak adalah 2019 orang yang terdiri dari 1838
laki-Iaki dan 181 perempuan; jumlah anak didik pemasyarakatan
(andikpas) adalah 2282 orang yang terdiri dari 2161 laki-Iaki dan
121 perempuan . Pada akhir tahun 2009 tercatat jumlah andikpas
sebanyak 7397 orang yang terdiri dari anak tahanan 3606,
narapidana 3735 dan anak negara 56 orang.
4.
Masalah kesehatan pada anak Jalanan dan pekerja anak:
Sebagian besar anakjalanan adalah kelompok usia (14 -18 tahun)
yang mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta perilaku berisiko. Akibat
perilaku berisiko seperti kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA
(ngelem), seks bebas dapat mengganggu kesehatan reproduksi
yaitu Infeksi menular seksual (lMSjPMS) dan HIVjAIDS.
Data dari Direktorat Bina Kesehatan Kerja Kemenkes tahun
2005 menunjukkan bahwa masih terdapat anak yang bekerja di
sektor informal yaitu sebanyak 1% dari jumlah seluruh pekerja di
Indonesia.
Data SARKERNAS 2009 menunjukkan bahwajumlah pekerja anak
sekitar 1,7 juta, yang dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.
12
KARAKTERISTIK
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
TOTAL
Anak yang bekerja umur 10-12
tahun
180,6
39,5
320,1
Anak yang bekerja umur 13-14
tahun dengan jam kerja > 15
jam/minggu
198,7
43,2
341,9
Anak yang bekerja umur 15-17
tahun dengan jam kerja >40
jam/minggu
570,2
447,0
1017,2
TOTAL
949,5
729,6
1679,1
Distribusi anak umur 10-17 tahun yang bekerja menurut jenis
pekerjaan di perkotaan dan pedesaan di Indonesia tahun 2009
menunjukkan bahwa sebagian besar (35%) bekerja sebagai
pekerja kasar (operator dan buruh kasar); 31 % bekerja di sektor
perdagangan; 18% di sektor jasa; 14% di sektor pertanian.
Sedangkan di pedesaan sebagian besar (66%) anak bekerja di
sektor pertanian; 19% sebagai operator dan pekerja kasar; 12%
di sektor perdagangan; dan 3% di sektor jasa.
Gambaran data tersebut di atas mengindikasikan bahwa sebagian
besar anak yang bekerja tidak mendapat perlindungan terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja, yang tentu saja sangat
mempengaruhi kesehatan, kualitas dan produktivitas kehidupan
mereka selanjutnya.
5.
Masalah kesehatan pada anak dari kelompok minoritasl
terisolasi/terasing.
Kondisi geografis dan sosial budaya masyarakat yang beragam
di Indonesia menyebabkan adanya daerah yang terisolasi dan
masyarakatnya terikat pada budaya, adat dan aturan setempat
secara turun temurun, yang sebagian diantaranya tidak maul
menolak untuk mendapatkan pengetahuan baru termasuk pelayanan
kesehatan.
Kelompok masyarakat ini masih terbelenggu dengan adat istiadat
dan kepercayaan turun temurun, sehingga cara penanganan
masalah kesehatan anak masih sangat tradisional dan mengikuti
ajaran atau petunjuk orang yang dianggap sebagai panutan di
masyarakat seperti tokoh adat, tokoh agama dan kepala suku.
Sebagai akibat kondisi tersebut, anak dari kelompok minoritasl
terisolasi/terasing sulit memperoleh akses terhadap pelayanan
kesehatan yang diperlukan untuk menjamin proses tumbuh
kembangnya .
13
B.
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN
1.
Puskesmas dan jaringannya
Pada umumnya puskesmas dan jaringannya telah dilengkapi dengan
alat alat kesehatan dan obat obatan untuk menyelenggarakan 6
(enam) upaya kesehatan wajib puskesmas yaitu pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA)/Ke!uarga Berencana (KB), Gizi, Pemberantasan
Penyakit (P2), Kesehatan lingkungan, Promosi kesehatan dan
Pengobatan.
Sedangkan program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan
khusus merupakan upaya pengembangan program yang
dilaksanakan di puskesmas tertentu dan memerlukan fasilitas
secara spesifik, seperti:
a.
b.
c.
d.
2.
Tenaga terlatih/terorientasi terhadap program perlindungan
kesehatan anak berkebutuhan khusus.
Sarana pendukung seperti ruang konseling/wawancara,
instrumen diagnostik dan alat bantu untuk koreksi kelainan
yang ditemukan.
Buku buku pedoman tentang program perlindungan kesehatan
anak berkebutuhan khusus.
Format pencatatan dan pelaporan.
Pelayanan rujukan di Rumah Sakit, Klinik tumbuh kembang
Pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus memerlukan
penanganan spesialistik/subspesialistik di Rumah Sakit/Klinik tumbuh
kembang, namun belum semua rumah sakit mengembangkan diri
menjadi Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) yang mensyaratkan
adanya klinik tumbuh kembang. Sedangkan pelayanan rehabilitasi
medik telah menjadi salah satu dari 4 pelayanan penunjang dalam
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Selama ini pelayanan di tingkat rumah sakit/klinik tumbuh kembang
belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik terhadap
pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini untuk
rujukan kasus KtA, belum semua Rumah Sakit rujukan menangani
kasus sesuai dengan SOP yang telah ditentukan, yaitu diperlukan
Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT).
14
3.
Pelayanan Kesehatan di Klinik Lapas/Rutan
Untuk memberikan Pelayanan kesehatan bagi anak didik di Lapas/
Rutan perlu mempersiapkan Klinik/Unit Pelayanan Kesehatan dan
perawatan. Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan di Lapas/
Rutan, tenaga kesehatan perlu memiliki persyaratan dan perizinan
sesuai peraturan yang berlaku.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan meliputi:
a. Poliklinik umum, poliklinik gigi dan ruang perawatan .
b. Pelayanan konseling terutama di Lapas termasuk Voluntary
Counceling Test (VCT).
c. Laboratorium sederhana
d. Pembinaan PHBS
Untuk ini diperlukan tersedianya tenaga terampil, buku buku
pedoman teknis serta format pencatatan dan pelaporan (sesuai
buku pedoman pelayanan kesehatan anak di Lapas/Rutan).
c. SUMBER DAYA MANUSIA
Masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan SDM kesehatan dengan
realisasi pemenuhan yang diusulkan. Terdapat kekurangan di hampir
semua jenis tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, bidan, perawat, analis, gizi, radiologi dan tenaga laboratorium.
Hal ini sudah diantisipasi dengan pengangkatan pegawai kontrak
namun tergantung pada kemampuan APBD di daerah. Dengan kata
lain, pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus belum terlaksana
sesuai standar.
Untuk penguatan sistem pelayanan, diharapkan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan anak berkebutuhan khusus.
Puskesmas yang memiliki lapas/rutan di wilayah kerjanya memberikan
pelayanan kesehatan bagi anak berhadapan dengan hukum di lapas/
rutan tersebut. Untuk ini diperlukan suatu kemitraan antara Puskesmas
dengan lapas/rutan. Dalam perjanjian kerjasama tersebut perlu adanya
kesepakatan dalam penyediaan tenaga terampil.
15
BAB III
STRATEGI OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN
Pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari
pembinaan kesehatan anak secara keseluruhan. Arah kebijakan pembinaan
kesehatan anak berkebutuhan khusus difokuskan pada upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup anak dalam rangka
pemenuhan hak-hak anak.
Pembinaan kesehatan tersebut harus diselenggarakan sama dan setara
dengan anak-anak pada umumnya agar setiap anak memperoleh akses
pelayanan kesehatan secara komprehensif dan berkualitas sesuai haknya.
Mengingat kompleksnya masalah terkait kesehatan yang dihadapi anak
berkebutuhan khusus, pelaksanaan pelayanan dimaksud harus dilaksanakan
secara terpadu dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan menggalang
partisipasi masyarakat dalam bentuk kemitraan .
A.
STRATEGI OPERASIONAL
Strategi yang digunakan untuk pembinaan kesehatan anak berkebutuhan
khusus dalam rangka menerapkan pokok kebijakan meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
B.
Meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus terhadap pelayanan
kesehatan berkualitas.
Meningkatkan kerjasama Lintas Program, Lintas Sektor, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Organisasi profesi terkait dan pihak swasta
dalam bentuk jejaring kemitraan.
Menggerakkan dan memberdayakan keluarga/masyarakat.
Meningkatkan sistem informasi, monitoring dan evaluasi.
Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan.
POLA PEMBINAAN
Pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus sama seperti
pembinaan kesehatan pada umumnya, yang meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Peningkatan akses pelayanan
berkualitas bagi anak berkebutuhan khusus, dapat diwujudkan antara
16
lain melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), perluasan
penyediaan layanan di Puskesmas dan jaringannya, pengembangan
dan pemantapan rujukan, peningkatan sistim pencatatan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi serta memantapkan jejaring kemitraan.
Berdasarkan analisis situasi, permasalahan anak berkebutuhan khusus
sangat beragam dan penanganannya melibatkan berbagai unsur terkait
baik pemerintah maupun LSM, pihak swasta dan organisasi prafesi.
Oleh karena itu, dalam upaya pembinaan kesehatan anak berkebutuhan
khusus perlu dikembangkan strategi operasional yang tepat.
Pola pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus dapat dilihat
pada bagan alur sebagai berikut
BAGAN I
POLA PEMBINAAN
ANAKKHUSUS
( BA VI
(
0
セ@
"' c
,--.
セ@
II [
(BALITA
1
SOIDTKl
ANAKKORBAN
KEKERASAN
DANTPPO
( USIA SEKOLAH
I
エZ セ@
---0
1
1.Kesehatan
I
ANAK DIJAlANAN.
PEKERJA ANAK
. セ@ . . . c
セ@
Skrining
1
ANAKKELOMPOK
MINORITAS/
TERISOLAfil
I
I
l
ANAK D l
LAPASIR UTAN
17
Di tingkat pelayanan dasar, puskesmas melakukan pembinaan kesehatan
anak berkebutuhan khusus melalui pelayanan secara komprehensif
dengan pendekatan terhadap kelompok sasaran di institusi, seperti
SLB/Sekolah Inklusi, Panti, Lapas/Rutan, Rumah Singgah/Shelter/Rumah
Aman dan di masyarakat seperti Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat
(RBM), pada kelompok minoritas/terisolasi/terasing, kelompok/yayasan
peduli Autis, Down Syndrome, dan sebagainya .
Pelayanan di tingkat rujukan, meliputi rujukan medis dan non-medis.
Pelayanan rujukan medis, dilakukan secara berjenjang dalam sistim
rujukan nasional. Pada kasus KTA, korban dapat dirujuk ke PPT/PKT
di RSUD/RS POLRIIRS Swasta. Bagi anak berkelainan/anak dengan
kecacatan dapat dirujuk ke divisi tumbuh kembang anak Rumah Sakit
dan Klinik Tumbuh Kembang Anak.
Pelayanan rujukan non medis, dilakukan melalui kerjasama dengan lintas
sektor terkait dalam jejaring kemitraan, antara lain Lembaga Bantuan
Hukum, Rumah Singgah/Shelter/Rumah Aman, Panti, Yayasan Sayap
Ibu, Panti Sosial Anak/Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) .
Penanganan pelayanan anak berkebutuhan khusus tidak mungkin
dilaksanakan hanya oleh sektor kesehatan saja karena masalahnya yang
multi komplek sehingga harus menggunakan pendekatan multidisiplin
yang melibatkan multisektor. Oleh karena itu, agar penanganan didukung
oleh semua pihak sesuai tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya,
perlu dikembangkan kemitraan dalam penanganan anak berkebutuhan
khusus yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Agar kemitraan lebih efektif dibutuhkan suatu jejaring yang didukung
oleh semua mitra.
Mekanisme pengembangan kemitraan dapat memanfaatkan forum
komunikasi yang sudah ada, memanfaatkan kegiatan kemitraan yang
sudah berjalan misalnya: TP UKS, pokja HIV, pokja DBD, satgas rabies
atau membentuk forum kemitraan baru.
18
Ada 2 jenis jejaring, antara lain:
1.
Jejaring pelayanan medis
Jejaring pelayanan kesehatan mencakup unsur pelayanan kesehatan
dasar (Puskesmas), pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sa kit),
penanggungjawab pelayanan kesehatan (Dinas Kesehatan Kab/Kota
dan Provinsi) dan masyarakat (misalnya rehabilitasi bersumber daya
masyarakat, Posyandu/Poskesdes dan lain-lain) yang mengacu
pada 'Buku Pedoman Rujukan Puskesmas yang sudah ada .
2.
Jejaring pelayanan nonmedis.
Jejaring pelayanan nonmedis mencakup aspek hukum, psikoedukatif
dan sosiobudaya di tingkat dasar dan rujukannya yang melibatkan
shelter/ rumah aman/pendampingan, Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (UPPA) dan lain-lain.
Instansi, lembaga dan organisasi yang terlibat dalam jejaring dan
peranannya dapat dilihat pada matrik di bawah ini:
Matriks 1: Jejaring dan peranannya.
Jejaring dari Sektor Pemerintah
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
PERAN
1.
SEKTOR PEMERINTAHAN
A
Pemda
Dukungan politis berupa Perda/SK/Surat
Edaran, sumber daya dan dana dalam
penanggulangan Anak Berkebutuhan
Khusus.
B
Dinkes
•
•
Penanganan pelayanan kesehatan Anak
Berkebutuhan Khusus di tingkat dasar
dan rujukannya.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
19
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
C
o
PERAN
•
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus .
Badan Pemberdayaan
Perempuan dan
Perl i nd u ngan
Anak, Pemuda dan
Olah Raga, Dinas
Pemberdayaan
Masyarakat
•
Perlindungan terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Dinas Pendidikan
•
•
•
•
•
E
Dinas Sosial
•
•
•
•
F
Kanwil Depag
•
•
20
Pembinaan peningkatan peran pusat
kegiatan belajar formal maupun non
formal untuk Anak Berkebutuhan
Khusus
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pembinaan peningkatan peran organisasi
sosial bidang kesejahteraan anak untuk
Anak Berkebutuhan Khusus.
Adanya pelaksanaan case finding Anak
Berkebutuhan Khusus.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pembinaan moral Anak Berkebutuhan
Khusus.
Pendidikan agama dengan fokus
penanggulangan perilaku beresiko
antara lain napza, kebebasan seks, KtA
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
PERAN
•
•
G
Dinas Transmigrasi
dan Tenaga Kerja
•
Pembinaan peningkatan peran Balai
Latihan Kerja untuk keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja Anak
Berkebutuhan Khusus.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
•
•
H
Aparat Penegak
Hukum
• Kepolisian
• Kejaksaan
•
•
Bekerjasama dengan Sektor Pemerintah
dan Sektor lainnya dalam penanganan
masalah Anak Berkebutuhan Khusus
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
•
TNI
•
2.
A
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
SEKTOR NON PEMERlNTAHAN
SWASTA
•
•
•
LBH
LSM
Lembaga
Perlindungan
Perempuan dan
Anak
•
•
•
Bekerjasama dengan Sektor
Pemerintah dan Sektor lainnya dalam
penanggulangan Anak Berkebutuhan
Khusus, sesuai peran dan fungsi
masing-masing.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
21
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
B
lEMBAGA PROFESI
•
•
•
•
•
•
•
IDI
IDAI
POGI
PPNI
IBI
PERDOSRI
IFI, dll
PERAN
•
•
•
C
MEDIA MASSA
•
•
•
•
•
TV
Radio
Koran
Majalah
Website
•
•
•
Bekerjasama dengan Sektor
Pemerintah dan Sektor lainnya
dalam pananganan medis untuk
Anak Berkebutuhan Khusus di
tingkat dasar dan rujukan maupun
rujukan timbal balik.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Bekedasama dengan Sektor Pemerintah
dan Sektor lainnya dalam hal sosialisasi,
promosi yang terkait dengan Anak
Berkebutuhan Khusus
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pembinaan pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus meliputi :
1.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Pada Korban Kekerasan
terhadap Anak (KtA)
Penanganan kasus KtA menggunakan pendekatan multidisiplin
melalui pelayanan medis, medikolegal dan psikososial. Selama ini
korban KtA ditangani secara medis sesuai protap di semua fasilitas
kesehatan sebagai kasus "trauma fisik".
Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas
bagi korban KtA dikembangkan "Puskesmas Mampu Tatalaksana
Kasus KtP/A" dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis
Terpadu (PKT) di Rumah Sakit Umum Daerah, Rumah Sakit
22
Bhayangkara dan Rumah Sakit lainnya untuk pelayanan rujukan.
Pelayanan medikolegal-psikososial bertujuan untuk memperoleh
bantuan hukum, sosial dan pendampingan melalui kerjasama
dengan semua Lintas Sektor terkait, termasuk LSM dan Organisasi
Prafesi.
2.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak dengan Kecacatan
Sebagian besar (90%) anak penyandang cacat berada di masyarakat
dan kurang lebih 10% yang mengikuti pendidikan di SLB/Sekolah
Inklusi dan berada di Panti. Oleh karena itu, pola pembinaan
kesehatan bagi anak dengan kecacatan perlu dilakukan dengan
pendekatan :
a.
b.
3.
Berbasis masyarakat, yaitu melalui upaya pemberdayaan
masyarakat/keluarga yang dikenal dengan Rehabilitasi
Bersumberdaya Masyarakat (RBM).
Di SLB/sekolah inklusi dan pelayanan di Panti.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak Berhadapan dengan
Hukum di Lapas/Rutan
Pembinaan kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) di
Lapas/Rutan dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan di
poliklinik Lapas/Rutan atau melalui sistim pelayanan kesehatan yang
ada yaitu pelayanan strata pertama (puskesmas) dan Pelayanan
rujukan (Rumah Sakit). Jenis dan prasedur tetap (pratap) pelayanan
mengacu pada Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Lapas/
Rutan bagi Petugas Kesehatan .
4.
Pembinaan Kesehatan Anak Jalanan/Pekerja Anak
Kecenderungan meningkatnya anak yang bekerja di sektor informal
dan dijalanan disebabkan oleh masalah sosial sebagai dampak dari
krisis ekonomi. Anak yang bekerja dijalanan dan di sektor informal
rentan terhadap masalah kesehatan yang berkaitan dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti merokok, penyalahgunaan
NAPZA, infeksi menular seksual termasuk HN/AIDS, dampak akibat
hubungan kerja seperti terjadinya kekerasan fisik dan emosional
23
serta penyakit akibat kerja seperti dampak menghirup lem, CO 2
dan lain-lain . Upaya penanganan kesehatan anakjalanan/pekerja
anak melalui pendekatan multidisiplin dengan lintas program dan
sektor terkait termasuk organisasi profesi dan LSM .
5.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak Kelompok Minoritas
dan Terisolasi/Terasing
Pembinaan pelayanan kesehatan pada anak dari kelompok minoritas
pad a prinsipnya dilakukan dengan tetap memberikan kebebasan
kepada mereka dalam kepercayaan dan menjalankan budayanya
sesuai dengan kondisi setempat. Pelayanan yang diberikan melalui
pendekatan keagamaan dan menggunakan bahasa 'Ioka/' sehingga
dapat diterima, selain itu harus mempertimbangkan hal hal
yang dianggap tabu bagi masyarakat tanpa mengabaikan akses
pembangunan masyarakat dan budaya .
Upaya penanganan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bekerjasama
dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM yang terkait.
c.
PELAYANAN KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pelayanan Kesehatan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus harus
memperhatikan kebutuhan dasar anak. Kebutuhan yang dimaksud
meliputi 3 aspek yaitu asuh, asih dan asah.
ASUH (Kebutuhan fisik biologis) antara lain asupan nutrisi termasuk
Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif; Makanan Pendamping ASI
(MP -ASI) ; perawatan kesehatan ; imunisasi lengkap; penimbangan
teratur dan periodik ; Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) khususnya pertumbuhan fisik, kebersihan badan
dan lingkungan, pengobatan; sandang, pangan, papan, olah raga,
bermain/rekreasi .
ASIH (ikatan serasi antara ibu dan anak) antara lain pemberian rasa
aman dan nyaman, perlindungan, perhatian, dukungan, penghargaan,
komunikasi yang menyenangkan, lingkungan yang ceria dan menghibur,
anak diberi contoh (bukan dipaksa) dan dibimbing (bukan diancam/
dihukum).
24
ASAH antara lain Proses belajar (pendidikan/pelatihan) pada anak;
stimulasi sedini mung kin Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK), khususnya pengembangan intelegensia, meliputi
kecerdasan majemuk, budi luhur, moral dan etika, kepribad ian,
keterampilan berbahasa, kemandirian, kreatifitas, produktifitas dan
lain-lain.
Langkah-Iangkah Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus:
1.
Meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas dengan pendekatan sesuai kebutuhan,
antara lain:
a. Korban KtA melalui pelayanan komprehensif dengan pendekatan
medis, psikososial dan medikolegal.
b. Anak cacat melalui pelayanan UKS di SLB/sekolah inklusi dan
pelayanan di panti/RBM.
c. Anak di Lapas/Rutan melalui Poliklinik Lapas/Rutan dan rujukan
di Puskesmas.
d. AnakJalanan melalui rumah singgah/shelterdan rujukan Puskesmas.
2.
Meningkatkan kapasitas petugas kesehatan pemberi layanan di
puskesmas dan RS dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif melalui pelatihan/orientasi program .
3.
Meningkatkan manajemen program kesehatan anak berkebutuhan
khusus di institusi pelayanan dasar (Puskesmas), institusi pelayanan
rujukan (Rumah Sakit), Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
Provinsi.
4.
Meningkatkanjejaring kemitraan dengan LP, LS, Toma, Toga, LSM
dan Organisasi profesi terkait dan pihak swasta.
5.
Meningkatkan sistem informasi, pencatatan pelaporan, monitoring
dan evaluasi program kesehatan anak berkebutuhan khusus.
6.
Menggerakkan dan memberdayakan keluarga/masyarakat untuk
mendukung upaya program kesehatan anak berkebutuhan
khusus.
7.
Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan melalui program
Jamkesmas, Jamkesda dan sumber pembiayaan lainnya.
25
Bagan 2 : Mekanisme pelayanan kesehatan dan rujukan anak
berkebutuhan khusus .
PELAYANAN KESEHATAN & RUJUKAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
-Dokter Spesials
(SpA, SpOG, SpRM,
SpS,5pKJ, 5pF,eII)
セ
• • ___
PUSKESMAS
DAN
JARINGANNYA
-Perawat
RSUD
1
HZイセャ@
-Ps.oIog
-Dokter
-Bidan
H@
-Sheller
- Rumah 5mggah
-P2TP2A
RWlMAN NON IEDIS
-Kader
- Pekerja Sosial
-Tomalfoga
-ell
MASYARAKAT
)
Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Pelayanan Kesehatan bagi korban Kekerasan terhadap Anak
(KtA)
Pelaksan
セ
------.
.043.2
KEMENTERIAN KESEHATAN
201 0
613.0432
Ind
p
I
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
613.0432
Ind
Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina
p
Kesehatan Masyarakat.
Pedoman umum perlindungan kesehatan anak berkebutuhan
khusus -
1.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.
2.
CHILD HEALTH SERVICES
DISABLED CHILDREI\J
3.
CHILD DEVELOPMENT DISORDERS
KAlA PENGANlAR
Tantangan terhadap berbagai masalah kesehatan anak di Indonesia masih
cukup tinggi. Perhatian yang serius dari Kementerian Kesehatan dalam
upaya akselerasi penurunan kematian bayi dan balita, penurunan prevalensi
gizi kurang pada balita telah diimplementasikan dengan berbagai kegiatan
program kesehatan bayi dan balita, walaupun belum mencapai hasil yang
diharapkan. Sementara itu, kita dihadapkan pula dengan masalah kesehatan
anak usia sekolah, remaja serta anak berkebutuhan khusus yang sangat
kompleks, oleh karena sebagian besar masalah tersebut dipengaruhi oleh
faktor lainnya diluar bidang kesehatan.
"Anak berkebutuhan khusus" meliputi anak korban kekerasan fisik, emosional,
seksual dan penelantaran, eksploitasi dan trafiking; anak dengan kecacatan;
anak di lapas/rutan serta anak yang berasal dari kelompok minoritas/
terisolasi/terasing, yang tentu saja mempunyai masalah kesehatan yang
sangat bervariasi. Kekerasan dan penelantaran serta eksploitasi dan trafiking
atau perdagangan anak merupakan masalah yang sering kali muncul
dimedia massa yang berimplikasi terhadap gangguan tumbuh kembang
dan penurunan kualitas hidup anak . Anak dengan kecacatan, mempunyai
beragam permasalahan disabilitas atau handicap yang memerlukan
penanganan dalamjangka waktu lama bahkan mungkin seumur hidupnya,
serta pengobatan dan perawatan dengan biaya yang cukup mahal. Hal ini
jika tidak ditangani secara dini dan terintegrasi, maka dapat menimbulkan
beban dan kerugian bagi keluarga, masyarakat maupun negara. Selain
itu, sebagai akibat kondisi tertentu, sejumlah anak terpaksa berhadapan
dengan hukum sehingga mereka berada di Lapas/Rutan, dimana mereka
mengalami depresi/trauma kejiwaan atau mengalami gangguan kesehatan
karena sanitasi lingkungan yang tidak mendukung. Kita sadari pula bahwa,
sejumlah anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing memiliki masalah
tersendiri dan belum memperoleh perhatian terhadap kebutuhan pelayanan
kesehatan yang semestinya.
Peme,intah, masyarakat dan keluarga ikut bertanggung jawab terhadap
pemenuhan hak-hak anak sebagaimana diamanatkan didalam UndangUndang l\Jamar 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan
memperhatikan prinsip hak-hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, hak memperaleh perlindungan dan hak untuk berpartisipasi.
Sejalan dengan itu, kita perlu mempersiapkan puskesmas dan jaringannya
sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan di masyarakat agar mampu
melakukan pelayanan kesehatan secara kamprehensif, berkualitas dan
berkeadilan bagi semua anak termasuk "anak berkebutuhan khusus".
Buku "Pedaman Umum Perlindungan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus",
disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas danjaringannya
dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup anak
berkebutuhan khusus.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya ucapkan kepada
semua pihak di tingkat pusat maupun daerah yang telah berkantribusi
dalam penyusunan buku ini. Diharapkan, masukan yang kanstruktif dari
para pengguna buku ini untuk dapat disempurnakan selanjutnya. Semoga
buku ini bermanfaat dalam penerapannya di lapangan .
Terima kasih.
Direktur Bina Kesehatan Anak
ni Sulani. DTM &H.Msi
II
DAFTAR lSI
Halaman
KATA PENGANTAR .... ............... ...... .. .. .................................. ... .. ...............................
DAFTAR lSI.. .... .... .... .. ... .......... .... ........ .... ... ...... .. .... .... .. ..................................... .. ... ......
III
DAFTAR SINGKATAN ........... .............. .. .. .................. ... .. ...... .............. .......................
iv
BAB I
PENDAHULUAN ........ ... .. ..... .... .................... .... .. .... .. ................................
A. Latar Belakang.... .... .... ....... ...... .. ............... ......... ................. ............ .
B. Tujuan ... ........ .. ............... ....... ....................... .......................................
C. Sasaran....... ... ............................................ ................. ........................
D. Pengertian ... ............. .............. .... .... ....................... .. ........... .. .. .... .....
E. Ruang Lingkup .. ....... .................................................. ............... ......
F.
Dasar Hukum .......... .. .................................... .................. .. ...............
1
1
2
3
3
5
6
BAB II
ANALISA SITUASI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS................... .................... ........... ............. .............. .............. ... ... .... .
A. Situasi Anak Berkebutuhan Khusus ............ .. .. ...................... ..
B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan..... .......
C. Sumber Daya Manusia.. .... ............................................. ..............
9
9
13
14
BAB III
STRATEGI OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN .... .. ... .. .. ....
A. Strategi Operasional ...... .. .. ............................... ... .........................
B. Pola Pembinaan ....................... .......................................................
C. Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus ...........
16
16
16
24
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PROGRAM .... ...... .... .............
A. Pencatatan dan Pelaporan.... .... ................... ...............................
34
34
BAB V
INDIKATOR ... .............. .......... .......................................... ............ .. .. ...........
37
BAB VI
PENUTUP ................... ............................................ ... .................................
40
DAFTAR KEPUSTAKAAN... ................ .......................... ............. ...... ................ .........
41
TIM PENYUSU 1\1 .. .. ............................... ................................. ............ .. .... .. ................
45
III
DAFTAR SINGKATAN
ABH
Andikpas
APBD
ESA
FKKDAC
GDD
GPPH
Anak Berhadapan dengan Hukum
Anak Didik Pemasyarakatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Eksploitasi Seksual Anak
Forum Komunikasi Keluarga dengan Anak Cacat
Global Development Delay
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome
Ikatan Bidan Indonesia
IBI
Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDAI
Ikatan Dokter Indonesia
IDI
Ikatan Fisioterapis Indonesia
IFI
International Labour Organization
ILO
IMD
Inisiasi Menyusu Dini
IMS
Infeksi Menular Seksual
Inpres
Instruksi Presiden
Jamkesda
Jaminan Kesehatan Daerah
Jamkesmas
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kanwil Depag Kantor Wilayah Departemen Agama
KB
Keluarga Berencana
Kesling
Kesehatan Lingkungan
KIA
Kesehatan Ibu dan Anak
Kekerasan terhadap Anak
KtA
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
KtP/A
Lapas
Lembaga Pemasyarakatan
LBH
Lembaga Bantuan Hukum
LP
Lintas Program
LS
Lintas Sektoral
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MP-ASI
Makanan Pendamping Asi
NAPZA
Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
HIV/AIDS
IV
P2TP2A
P3K
PBB
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Persatuan Bangsa Bangsa
PERDOSRI
Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah
Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi
PHBS
Indonesia
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pemda
Perda
Medik
POGI
Pusat Krisis Terpadu
Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Polindes
Pos Bersalin Desa
Polri
Kepolisian Republik Indonesia
Poskesdes
Pos Kesehatan Desa
Poskestren
Posyandu
Pos Kesehatan Pesantren
POTADS
PPNI
PPT
Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PKT
Pos Pelayanan Terpadu
Pusat Pelayanan Terpadu
Protap
Puskesmas
Prosedur Tetap
RBM
Riskesdas
Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat
Riset Kesehatan Dasar
RPSA
Rumah Perlindungan Sosial Anak
RSSIB
Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi
RSUD
Rutan
Rumah Sakit Umum Daerah
Rumah Tahanan
SDIDTK
SDLB
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Sekolah Dasar Luar Biasa
SDM
Sumberdaya Manusia
SIMPUS
Sistim Informasi dan Manajemen Puskesmas
SK
SKB
Surat Keputusan
Surat Keputusan Bersama
SLB
SMALB
Sekolah Luar Biasa
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
Pusat Kesehatan Masyarakat
v
SMPLB
SOP
SP2TP
SpA
SpF
SpKJ
SPM
SpOG
SpRM
SpS
Susenas
TB
TK
Toga
Toma
TP UKS
TPPO
TT
UKBM
UKGS
UNICEF
UPK
UPPA
UU
VCT
WHO
VI
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Standard Operational Procedure
Sistim Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
Spesialis Anak
Spesialis Forensik
Spesialis Kedokteran Jiwa
Standard Pelayanan Minimal
Spesialis Obstetri dan Ginekologi
Spesialis Rehabilitasi Medik
Spesialis Syaraf
Survey Kesehatan Nasional
Tuberkulosis
Taman Kanak Kanak
Tokoh Agama
Tokoh Masyarakat
Tim Pembina Unit Kesehatan Sekolah
Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tetanus Toxoid
Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
United Nations Children's Fund
Unit Pelayanan Kesehatan
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak
Undang Undang
Voluntary Counceling and Testing
World Health Organization
BABI
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Program bina kesehatan perlindungan anak merupakan bag ian dari
program bina kesehatan anak yang berbasis pada hak-hak anak
sebagaimana penjabaran dari Konvensi Hak-Hak Anak oleh PBB dan
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak
sebagai ciptaan Tuhan memiliki hak asasi sebagai individu yang harus
dihargai, dipelihara dan dijamin oleh keluarga, masyarakat maupun
pemerintah .
Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari
dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja . Setiap
tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri,
sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang
tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua
anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga
terdapat anak yang memerlukan penanganan secara khusus.
Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10% anak berkebutuhan
khusus dari total populasi anak. Di Indonesia, belum ada data akurat
tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus, namun
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007,
terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia,
dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan
khusus.
Masalah kesehatan pada anak berkebutuhan khusus dapat dibagi
menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu :
1)
Masalah kesehatan yang dibawa sejak lahir atau kelainan kongenital
seperti Down Syndrome, Cerebral Palsy, Hypotiroid Kongenital, anak
dengan Autis, dan kecacatan lainnya.
1
2)
Masalah kesehatan yang didapat akibat kondisi tertentu seperti
terjadinya kekerasan dan penelantaran pada anak, dan konsekuensi
terjadinya pelanggaran hukum. Hal tersebut dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang
selanjutnya berdampak terhadap penurunan kualitas sumber daya
manusla .
Undang Undang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa pemerintah
dan masyarakat bertanggung jawab antara lain untuk memenuhi hak
anak terhadap pelayananan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan terse but perlu dikembangkan berbagai kegiatan
program di Puskesmas melalui pendekatan berbasis hak dan tahapan
tumbuh kembang anak yang mudah di akses . Program tersebut
dilaksanakan berdasarkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria
(NSPK) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan .
Dalam rangka pengembangan program kesehatan anak, Direktorat Bina
Kesehatan Anak menyusun Pedoman Umum Pembinaan Perlindungan
Kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus yang akan menjadi panduan
bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas dan
jaringannya untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus.
B.
TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan jangkauan dan kualitas perlindungan kesehatan bagi
anak berkebutuhan khusus.
Tujuan Khusus :
1.
Tersedianya acuan bagi tenaga kesehatan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi :
a.
b.
2
Anak korban kekerasan dan penelantaran termasuk Eksploitasi
Seksual Anak (ESA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) .
Anak dengan kecacatan.
2.
c.
Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Lapas/
d.
e.
Rutan.
Anakjalanan/Pekerja Anak.
Anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing.
Meningkatnya jejaring kerjasama pelayanan kesehatan bagi anak
berkebutuhan khusus.
C.
SASARAN
Sasaran Langsung :
Tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan
Sasaran Tidak Langsung :
1.
D.
Pengelola program pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus
di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Lintas Program dan Lintas Sektor Terkait.
3. Organisasi Masyarakat, Organisasi Profesi dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).
4. Kelompok/komunitas peduli Anak Berkebutuhan Khusus.
PENGERTIAN
1.
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami hambatan
fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar dan anak yang akibat keadaan
tertentu mengalami kekerasan, penelantaran termasuk eksploitasi
seksual dan anak korban TPPO, Anak Berhadapan dengan Hukum di
Lapas/Rutan, di Jalanan/pekerja anak, anak dari kelompok minoritas/
terisolasi/terasing yang memerlukan penanganan secara khusus.
2.
Anak Didik Pemasyarakatan (andikpas) adalah:
•
Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di lapas anak, paling lama sampai berumur
18 tahun.
•
Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di
lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
3
•
3.
Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
Anak dengan kecacatan adalah anak yang mengalami hambatan
fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar.
4.
Kekerasan terhadap Anak (KtA) adalah semua bentuk
tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi termasuk
eksploitasi seks anak dan anak korban TPPO yang mengakibatkan
cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan
anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau
martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung
jawab,kepercayaan atau kekuasaan.
5.
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah setiap tindakan
atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana yang ditentukan dalam Undang Undang nomor 21 tahun
2007.
6.
Kelompok Minoritas adalah kelompok yang dilihat dari jumlahnya
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari
negara bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan.
4
7.
Kelompok Masyarakat Terasing atau Komunitas Adat Terpencil
adalah kelompok orang yang hidup dalam kesatuan sosial budaya
yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat
dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik
nasional.
8.
Pelayanan Kesehatan adalah upaya di bidang kesehatan
yang meliputi berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
9.
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) adalah unit yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan, misalnya puskesmas dan
jaringannya, posyandu, poskesdes/polindes, poliklinik/balai
pengobatan swasta, serta rumah sakit.
10. Rujukan Medis adalah pengiriman penderita ke fasilitas kesehatan
yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam tata laksana
medis.
11. Rujukan Non Medis adalah pengiriman anak korban/penderita ke
fasilitas pelayanan yang lebih mampu dalam penanganan masalah
psikososial, hukum dan rehabilitasi sosial.
12. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT)
adalah tempat dilaksanakannya pelayanan korban kekerasan baik
di Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Polri.
13. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) adalah pusat kegiatan terpadu yang menyediakan
pelayanan bagi masyarakat terutama perempuan dan anak korban
kekerasan melalui wahana operasional pemberdayaan perempuan
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yang dikelola
oleh masyarakat dengan pemerintah melalui pelayanan fisik,
informasi, rujukan, konsultasi dan berbagai permasalahan yang
dihadapi perempuan dan anak .
14. Kemitraan adalah suatu strategi bersama antara sektor Pemerintah
dan Non Pemerintah yang terintegrasi atas dasar prinsip-prinsip
kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan dalam
melaksanakan suatu program/kegiatan secara efektif dan efisien
sesuai bidang, kondisi dan kemampuan masing-masing, sehingga
hasil yang dicapai menjadi lebih optimal.
15. Jejaring adalah suatu hubungan kerjasama antara dua pihak atau
lebih berdasarkan prinsip kemitraan untuk mencapai tujuan bersama
yang telah disepakati sesuai peran, tanggung jawab dan fungsi
masing-masing.
E.
RUANG UNGKUP
Program Kesehatan anak berkebutuhan khusus mencakup pembinaan
kesehatan bagi :
a.
Anak Korban Kekerasan (KtA) dan penelantaran termasuk Eksploitasi
Seksual Anak (ESA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
5
b.
c.
d.
e.
F.
DASAR HUKUM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1L
12.
13.
14.
15.
16.
17.
6
Anak dengan kecacatan.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lapas/Rutan .
Anak jalanan/pekerja anak.
Anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing.
Undang Undang Dasar 1945 pasal 27, pasal 28 B, pasal 28 H.
Undang Undang NO.4 tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak.
Undang Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan .
Undang Undang NO.4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat.
Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang Undang No.1 tahun 2000 tentang Pengesahan fLO
Convention No. 182 Concerning The Prohibition And Immediate
Action To Elimination Of The Worst Form Of Child Labour.
Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Pasal 32 Ayat 1 dan 2 tentang Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus) .
Undang Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga .
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang Undang NO.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban .
Undang Undang No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdaganan Orang (TPPO).
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit.
Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Penyandang Cacat.
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan Pelaksanaan,
Wewenang, Tugas dan Tanggung jawab Perawatan Tahanan.
18. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1999 tentang Kerjasama
Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan
19. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan Tanggung jawab
Perawatan Tahanan.
20. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan.
21. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 01 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan.
22. Keputusan Presiden No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
23 . Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.
24. Inpres nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan.
25. Keputusan Bersama Menteri Kehakiman RI dan Menteri Kesehatan RI
no. M01-UM.01.06 tahun 1987; No. 65/Menkes/SKB/ll/1987 tentang
Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan dan
Lembaga Pemasyarakatan.
26. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M .02/PK.04.10 tahun 1990
tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan .
27. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama Nomor l/U/
SKB/2003, Nomor 1067/Menkes/SKB/VII/2003, Nomor MA/230A/
2003,Nomor 26 tahun 2003, tentang Pembinaan Pengembangan
Usaha Kesehatan Sekolah.
28. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Pemberdayaan Perempuan
RI No. 14/Men PP/Dep V/X/2002; Menteri Kesehatan RI No. 1329/
Menkes/SKB/X/2002; Menteri Sosial RI No. 75/Huk/2002; Kepala
Kepolisian Negara RI No. B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu
terhadap korban Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan.
7
29. Kesepakatan Bersama Antara Departemen Sosial RI No. 12/PRS2/KPTS/2009; Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
NO.M .HH.04.HM.03.02 Th 2009; Departemen Pendidikan Nasional
RI No. 11/XII/KB/2009; Departemen Kesehatan RI No 1220/Menkes/
SKB/XII/2009; Departemen Agama RI No 06/XII/2009; Kepala
Kepolisian I\legara RI 1\10. B/43/XII/2009 tentang Perlindungan
dan Rehabilitasi Sosial Anak Berhadapan dengan Hukum .
30. Keputusan Menkes Nomor 316/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Tahun 2009.
31. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457 tahun 2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan Kesehatan .
32. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
33 . Surat Edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat No. HK.02.04/B
III/214l/10 tentang Pemantauan Pencapaian Target Kesehatan
Anak Terkait Inpres no 3 tahun 2010.
8
BAB II
ANAUSA SITUASI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A.
Situasi Anak Berkebutuhan Khusus
Tidak semua anak beruntung dilahirkan secara normal, sebagian
diantaranya lahir dengan kelainan bawaan dan ada yang mengalami
kekerasan/trauma, atau kecelakaan sehingga menyebabkan kecacatan.
Tidak semua anak dapat tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan
keluarganya secara utuh, akan tetapi akibat keadaan tertentu anak
tinggal di Panti Asuhan, Rumah Singgah, Lapas/Rutan, atau terpaksa
bekerja dan menjadi anakjalanan . Selain itu, karena kondisi geografis
dan pengaruh sosial budaya, anak berada pad a kelompok minoritas/
terisolasi/terasing. Kelompok anak anak terse but memerlukan
penanganan secara spesifik....melalui berbagai program dalam rangka
meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya.
Setiap anak diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tahapannya . Pada anak berkebutuhan khusus terjadi gangguan
dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun emosional
yang akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada
perkembangannya.
Pada dasarnya masing-masing sasaran anak berkebutuhan khusus
memiliki permasalahan kesehatan yang berbeda-beda.
Masalah kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus dapat digambarkan
melalui data sebagai berikut :
1.
Masalah kesehatan pada anak korban kekerasan:
Anak korban kekerasan tidak hanya mengalami trauma fisik, namun
juga mengalami trauma psikis/mental yang dapat berakibat buruk
pada proses tumbuh kembang anak. Dampaknya bervariasi dari
yang ringan sampai berat bahkan dapat berakibat pada kematian,
yang akan terlihat langsung dan mungkin terlihat setelah beberapa
waktu kemudian (dampakjangka panjang).
9
Seringkali yang menjadi masalah adalah tidak terdeteksinya trauma
psikis, karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan petugas
untuk menggali lebih jauh kondisi psikis anak korban kekerasan.
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan bahwa di
Indonesia terjadi peningkatan kasus Kekerasan Terhadap Anak
(KtA) yang cukup tajam. Pada tahun 2005 kasus kekerasan fisik
meningkat dari 223 menjadi 247 pada tahun 2006, kasus kekerasan
psikis 176 menjadi 450, kasus kekerasan seksual 327 menjadi 426
sedangkan kasus penelantaran 15 menjadi 131. Selain itu terlihat
adanya peningkatan modus dan tingkat kekerasan seperti kasus
pemerkosaan pada anak dibawah usia 10 tahun dan atau dengan
disertai adanya pembunuhan serta semakin bervariasi bentuk
kekerasan yang terjadi . Data dari Koalisi Nasional Penghapusan
Eksploitasi Seksual Anak (ESA) pada tahun 2008 menyatakan bahwa
sekitar 150.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran dan
pornografi, 70% diantaranya adalah anak usia 14-16 tahun baik
anak yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dan siswa
sekolah.
2.
Masalah kesehatan pada anak dengan kecacatan:
Anak berkelainan/anak dengan kecacatan merupakan anak yang
paling rentan terhadap masalah kesehatan karena :
a.
b.
c.
d.
Lebih berisiko mendapat kekerasan dari orangtua/lingkungannya
akibat dari kelainan/kecacatan tersebut.
Mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi.
Ketidakmampuan anak da!am kebersihan perorangan
(kebersihan mulut, kebersihan alat reproduksi, dll)
Cenderung berperilaku berisiko.
Belum ada angka yang jelas tentang anak dengan kecacatan di
Indonesia, oleh karena penelitian tentang anak dengan kecacatan
masih sangat kurang. Data yang diperoleh dari Susenas 2001
yaitu bayi kurang dari 1 tahun berjumlah 29,9%, anak umur 1- 4
tahun berjumlah 32,8%, anak umur 5 -14 tahun berjumlah 30,1%
menderita satu kecacatan atau lebih. Kementerian Sosial pada
tahun 2006 (data pusdatin) mencatat bahwa terdapat 295.763 anak
10
ME__ n't.: r- eNhZBセG@
kemn
terセan@
k
• .
eセ]N
Zfセ@
.;
dengan kecacatan. Jenis kecacatan yang banyak terjadi adalah tuna
daksa (35,8%); tuna netra (17%); tuna rungu (14,27%); tuna grahita
(12,15%) dan lain lain (kurang dari 7%) . Selain itu hasil Riskesdas
tahun 2007 telah mengindikasikan adanya kematian bayi usia 7 - 28
hari akibat kelainan kongenital sebesar 18,1% yang masih perlu
ditelusuri lebih lanjut. Ditemukan disabilitas sangat bermasalah
sebesar 19,5% pada kelompok usia diatas 15 tahun, artinya bisa
diasumsikan bahwa adanya keterlambatan dalam deteksi dan
intervensi kelainan tumbuh kembang bayi dan balita .
Data yang diperoleh dari divisi tumbuh kembang anak di tuju h
Rumah Sakit pendidikan di Indonesia, menunjukan terdapat 5
kelainan terbanyak, yaitu : keterlambatan bicara, keterlambatan
motorik, Down Syndrome, Cerebral Palsy dan Global Development
Delay (GOD). Di samping itu, terdapat gangguan kesulitan belajar,
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) termasuk
Autis.
Dewasa ini telah terbentuk kelompok-kelompok yang peduli
terhadap anak berkebutuhan khusus yang tumbuh di kota -kota
besar seperti Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat
(FKKDAC) yang telah terbentuk di 25 Provinsi, kelompok peduli
autis, Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS), dll.
Kelompok-kelompok tersebut umumnya berasal dari keluarga
dengan status ekonomi menengah ke atas yang mampu memberikan
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan . Sedangkan di lingkungan
masyarakat di kota-kota kecil atau pedesaan masih terdapat
sebagian besar anak dengan kecacatan yang belum memperoleh
akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
3.
Masalah kesehatan pada anak berhadapan dengan hukum di
Lapas/Rutan:
Masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir seluruhnya
berkaitan dengan rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
remaja, rendahnya kualitas kesehatan lingkungan dan tidak
kondusifnya kondisi lingkungan psikososial seperti Bullying.
11
Berdasarkan data UNICEF tahun 2000, setiap tahun terdapat
5.000 anak bermasalah dengan hukum, dimana hanya 10% yang
mendapat pelayanan hukum, psikososial dan kesehatan .
Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa pada tahun 2008
jumlah tahanan anak adalah 2019 orang yang terdiri dari 1838
laki-Iaki dan 181 perempuan; jumlah anak didik pemasyarakatan
(andikpas) adalah 2282 orang yang terdiri dari 2161 laki-Iaki dan
121 perempuan . Pada akhir tahun 2009 tercatat jumlah andikpas
sebanyak 7397 orang yang terdiri dari anak tahanan 3606,
narapidana 3735 dan anak negara 56 orang.
4.
Masalah kesehatan pada anak Jalanan dan pekerja anak:
Sebagian besar anakjalanan adalah kelompok usia (14 -18 tahun)
yang mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta perilaku berisiko. Akibat
perilaku berisiko seperti kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA
(ngelem), seks bebas dapat mengganggu kesehatan reproduksi
yaitu Infeksi menular seksual (lMSjPMS) dan HIVjAIDS.
Data dari Direktorat Bina Kesehatan Kerja Kemenkes tahun
2005 menunjukkan bahwa masih terdapat anak yang bekerja di
sektor informal yaitu sebanyak 1% dari jumlah seluruh pekerja di
Indonesia.
Data SARKERNAS 2009 menunjukkan bahwajumlah pekerja anak
sekitar 1,7 juta, yang dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.
12
KARAKTERISTIK
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
TOTAL
Anak yang bekerja umur 10-12
tahun
180,6
39,5
320,1
Anak yang bekerja umur 13-14
tahun dengan jam kerja > 15
jam/minggu
198,7
43,2
341,9
Anak yang bekerja umur 15-17
tahun dengan jam kerja >40
jam/minggu
570,2
447,0
1017,2
TOTAL
949,5
729,6
1679,1
Distribusi anak umur 10-17 tahun yang bekerja menurut jenis
pekerjaan di perkotaan dan pedesaan di Indonesia tahun 2009
menunjukkan bahwa sebagian besar (35%) bekerja sebagai
pekerja kasar (operator dan buruh kasar); 31 % bekerja di sektor
perdagangan; 18% di sektor jasa; 14% di sektor pertanian.
Sedangkan di pedesaan sebagian besar (66%) anak bekerja di
sektor pertanian; 19% sebagai operator dan pekerja kasar; 12%
di sektor perdagangan; dan 3% di sektor jasa.
Gambaran data tersebut di atas mengindikasikan bahwa sebagian
besar anak yang bekerja tidak mendapat perlindungan terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja, yang tentu saja sangat
mempengaruhi kesehatan, kualitas dan produktivitas kehidupan
mereka selanjutnya.
5.
Masalah kesehatan pada anak dari kelompok minoritasl
terisolasi/terasing.
Kondisi geografis dan sosial budaya masyarakat yang beragam
di Indonesia menyebabkan adanya daerah yang terisolasi dan
masyarakatnya terikat pada budaya, adat dan aturan setempat
secara turun temurun, yang sebagian diantaranya tidak maul
menolak untuk mendapatkan pengetahuan baru termasuk pelayanan
kesehatan.
Kelompok masyarakat ini masih terbelenggu dengan adat istiadat
dan kepercayaan turun temurun, sehingga cara penanganan
masalah kesehatan anak masih sangat tradisional dan mengikuti
ajaran atau petunjuk orang yang dianggap sebagai panutan di
masyarakat seperti tokoh adat, tokoh agama dan kepala suku.
Sebagai akibat kondisi tersebut, anak dari kelompok minoritasl
terisolasi/terasing sulit memperoleh akses terhadap pelayanan
kesehatan yang diperlukan untuk menjamin proses tumbuh
kembangnya .
13
B.
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN
1.
Puskesmas dan jaringannya
Pada umumnya puskesmas dan jaringannya telah dilengkapi dengan
alat alat kesehatan dan obat obatan untuk menyelenggarakan 6
(enam) upaya kesehatan wajib puskesmas yaitu pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA)/Ke!uarga Berencana (KB), Gizi, Pemberantasan
Penyakit (P2), Kesehatan lingkungan, Promosi kesehatan dan
Pengobatan.
Sedangkan program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan
khusus merupakan upaya pengembangan program yang
dilaksanakan di puskesmas tertentu dan memerlukan fasilitas
secara spesifik, seperti:
a.
b.
c.
d.
2.
Tenaga terlatih/terorientasi terhadap program perlindungan
kesehatan anak berkebutuhan khusus.
Sarana pendukung seperti ruang konseling/wawancara,
instrumen diagnostik dan alat bantu untuk koreksi kelainan
yang ditemukan.
Buku buku pedoman tentang program perlindungan kesehatan
anak berkebutuhan khusus.
Format pencatatan dan pelaporan.
Pelayanan rujukan di Rumah Sakit, Klinik tumbuh kembang
Pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus memerlukan
penanganan spesialistik/subspesialistik di Rumah Sakit/Klinik tumbuh
kembang, namun belum semua rumah sakit mengembangkan diri
menjadi Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) yang mensyaratkan
adanya klinik tumbuh kembang. Sedangkan pelayanan rehabilitasi
medik telah menjadi salah satu dari 4 pelayanan penunjang dalam
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Selama ini pelayanan di tingkat rumah sakit/klinik tumbuh kembang
belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik terhadap
pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini untuk
rujukan kasus KtA, belum semua Rumah Sakit rujukan menangani
kasus sesuai dengan SOP yang telah ditentukan, yaitu diperlukan
Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT).
14
3.
Pelayanan Kesehatan di Klinik Lapas/Rutan
Untuk memberikan Pelayanan kesehatan bagi anak didik di Lapas/
Rutan perlu mempersiapkan Klinik/Unit Pelayanan Kesehatan dan
perawatan. Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan di Lapas/
Rutan, tenaga kesehatan perlu memiliki persyaratan dan perizinan
sesuai peraturan yang berlaku.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan meliputi:
a. Poliklinik umum, poliklinik gigi dan ruang perawatan .
b. Pelayanan konseling terutama di Lapas termasuk Voluntary
Counceling Test (VCT).
c. Laboratorium sederhana
d. Pembinaan PHBS
Untuk ini diperlukan tersedianya tenaga terampil, buku buku
pedoman teknis serta format pencatatan dan pelaporan (sesuai
buku pedoman pelayanan kesehatan anak di Lapas/Rutan).
c. SUMBER DAYA MANUSIA
Masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan SDM kesehatan dengan
realisasi pemenuhan yang diusulkan. Terdapat kekurangan di hampir
semua jenis tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, bidan, perawat, analis, gizi, radiologi dan tenaga laboratorium.
Hal ini sudah diantisipasi dengan pengangkatan pegawai kontrak
namun tergantung pada kemampuan APBD di daerah. Dengan kata
lain, pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus belum terlaksana
sesuai standar.
Untuk penguatan sistem pelayanan, diharapkan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan anak berkebutuhan khusus.
Puskesmas yang memiliki lapas/rutan di wilayah kerjanya memberikan
pelayanan kesehatan bagi anak berhadapan dengan hukum di lapas/
rutan tersebut. Untuk ini diperlukan suatu kemitraan antara Puskesmas
dengan lapas/rutan. Dalam perjanjian kerjasama tersebut perlu adanya
kesepakatan dalam penyediaan tenaga terampil.
15
BAB III
STRATEGI OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN
Pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari
pembinaan kesehatan anak secara keseluruhan. Arah kebijakan pembinaan
kesehatan anak berkebutuhan khusus difokuskan pada upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup anak dalam rangka
pemenuhan hak-hak anak.
Pembinaan kesehatan tersebut harus diselenggarakan sama dan setara
dengan anak-anak pada umumnya agar setiap anak memperoleh akses
pelayanan kesehatan secara komprehensif dan berkualitas sesuai haknya.
Mengingat kompleksnya masalah terkait kesehatan yang dihadapi anak
berkebutuhan khusus, pelaksanaan pelayanan dimaksud harus dilaksanakan
secara terpadu dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan menggalang
partisipasi masyarakat dalam bentuk kemitraan .
A.
STRATEGI OPERASIONAL
Strategi yang digunakan untuk pembinaan kesehatan anak berkebutuhan
khusus dalam rangka menerapkan pokok kebijakan meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
B.
Meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus terhadap pelayanan
kesehatan berkualitas.
Meningkatkan kerjasama Lintas Program, Lintas Sektor, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Organisasi profesi terkait dan pihak swasta
dalam bentuk jejaring kemitraan.
Menggerakkan dan memberdayakan keluarga/masyarakat.
Meningkatkan sistem informasi, monitoring dan evaluasi.
Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan.
POLA PEMBINAAN
Pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus sama seperti
pembinaan kesehatan pada umumnya, yang meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Peningkatan akses pelayanan
berkualitas bagi anak berkebutuhan khusus, dapat diwujudkan antara
16
lain melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), perluasan
penyediaan layanan di Puskesmas dan jaringannya, pengembangan
dan pemantapan rujukan, peningkatan sistim pencatatan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi serta memantapkan jejaring kemitraan.
Berdasarkan analisis situasi, permasalahan anak berkebutuhan khusus
sangat beragam dan penanganannya melibatkan berbagai unsur terkait
baik pemerintah maupun LSM, pihak swasta dan organisasi prafesi.
Oleh karena itu, dalam upaya pembinaan kesehatan anak berkebutuhan
khusus perlu dikembangkan strategi operasional yang tepat.
Pola pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus dapat dilihat
pada bagan alur sebagai berikut
BAGAN I
POLA PEMBINAAN
ANAKKHUSUS
( BA VI
(
0
セ@
"' c
,--.
セ@
II [
(BALITA
1
SOIDTKl
ANAKKORBAN
KEKERASAN
DANTPPO
( USIA SEKOLAH
I
エZ セ@
---0
1
1.Kesehatan
I
ANAK DIJAlANAN.
PEKERJA ANAK
. セ@ . . . c
セ@
Skrining
1
ANAKKELOMPOK
MINORITAS/
TERISOLAfil
I
I
l
ANAK D l
LAPASIR UTAN
17
Di tingkat pelayanan dasar, puskesmas melakukan pembinaan kesehatan
anak berkebutuhan khusus melalui pelayanan secara komprehensif
dengan pendekatan terhadap kelompok sasaran di institusi, seperti
SLB/Sekolah Inklusi, Panti, Lapas/Rutan, Rumah Singgah/Shelter/Rumah
Aman dan di masyarakat seperti Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat
(RBM), pada kelompok minoritas/terisolasi/terasing, kelompok/yayasan
peduli Autis, Down Syndrome, dan sebagainya .
Pelayanan di tingkat rujukan, meliputi rujukan medis dan non-medis.
Pelayanan rujukan medis, dilakukan secara berjenjang dalam sistim
rujukan nasional. Pada kasus KTA, korban dapat dirujuk ke PPT/PKT
di RSUD/RS POLRIIRS Swasta. Bagi anak berkelainan/anak dengan
kecacatan dapat dirujuk ke divisi tumbuh kembang anak Rumah Sakit
dan Klinik Tumbuh Kembang Anak.
Pelayanan rujukan non medis, dilakukan melalui kerjasama dengan lintas
sektor terkait dalam jejaring kemitraan, antara lain Lembaga Bantuan
Hukum, Rumah Singgah/Shelter/Rumah Aman, Panti, Yayasan Sayap
Ibu, Panti Sosial Anak/Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) .
Penanganan pelayanan anak berkebutuhan khusus tidak mungkin
dilaksanakan hanya oleh sektor kesehatan saja karena masalahnya yang
multi komplek sehingga harus menggunakan pendekatan multidisiplin
yang melibatkan multisektor. Oleh karena itu, agar penanganan didukung
oleh semua pihak sesuai tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya,
perlu dikembangkan kemitraan dalam penanganan anak berkebutuhan
khusus yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Agar kemitraan lebih efektif dibutuhkan suatu jejaring yang didukung
oleh semua mitra.
Mekanisme pengembangan kemitraan dapat memanfaatkan forum
komunikasi yang sudah ada, memanfaatkan kegiatan kemitraan yang
sudah berjalan misalnya: TP UKS, pokja HIV, pokja DBD, satgas rabies
atau membentuk forum kemitraan baru.
18
Ada 2 jenis jejaring, antara lain:
1.
Jejaring pelayanan medis
Jejaring pelayanan kesehatan mencakup unsur pelayanan kesehatan
dasar (Puskesmas), pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sa kit),
penanggungjawab pelayanan kesehatan (Dinas Kesehatan Kab/Kota
dan Provinsi) dan masyarakat (misalnya rehabilitasi bersumber daya
masyarakat, Posyandu/Poskesdes dan lain-lain) yang mengacu
pada 'Buku Pedoman Rujukan Puskesmas yang sudah ada .
2.
Jejaring pelayanan nonmedis.
Jejaring pelayanan nonmedis mencakup aspek hukum, psikoedukatif
dan sosiobudaya di tingkat dasar dan rujukannya yang melibatkan
shelter/ rumah aman/pendampingan, Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (UPPA) dan lain-lain.
Instansi, lembaga dan organisasi yang terlibat dalam jejaring dan
peranannya dapat dilihat pada matrik di bawah ini:
Matriks 1: Jejaring dan peranannya.
Jejaring dari Sektor Pemerintah
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
PERAN
1.
SEKTOR PEMERINTAHAN
A
Pemda
Dukungan politis berupa Perda/SK/Surat
Edaran, sumber daya dan dana dalam
penanggulangan Anak Berkebutuhan
Khusus.
B
Dinkes
•
•
Penanganan pelayanan kesehatan Anak
Berkebutuhan Khusus di tingkat dasar
dan rujukannya.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
19
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
C
o
PERAN
•
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus .
Badan Pemberdayaan
Perempuan dan
Perl i nd u ngan
Anak, Pemuda dan
Olah Raga, Dinas
Pemberdayaan
Masyarakat
•
Perlindungan terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Dinas Pendidikan
•
•
•
•
•
E
Dinas Sosial
•
•
•
•
F
Kanwil Depag
•
•
20
Pembinaan peningkatan peran pusat
kegiatan belajar formal maupun non
formal untuk Anak Berkebutuhan
Khusus
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pembinaan peningkatan peran organisasi
sosial bidang kesejahteraan anak untuk
Anak Berkebutuhan Khusus.
Adanya pelaksanaan case finding Anak
Berkebutuhan Khusus.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pembinaan moral Anak Berkebutuhan
Khusus.
Pendidikan agama dengan fokus
penanggulangan perilaku beresiko
antara lain napza, kebebasan seks, KtA
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
PERAN
•
•
G
Dinas Transmigrasi
dan Tenaga Kerja
•
Pembinaan peningkatan peran Balai
Latihan Kerja untuk keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja Anak
Berkebutuhan Khusus.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
•
•
H
Aparat Penegak
Hukum
• Kepolisian
• Kejaksaan
•
•
Bekerjasama dengan Sektor Pemerintah
dan Sektor lainnya dalam penanganan
masalah Anak Berkebutuhan Khusus
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
•
TNI
•
2.
A
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
SEKTOR NON PEMERlNTAHAN
SWASTA
•
•
•
LBH
LSM
Lembaga
Perlindungan
Perempuan dan
Anak
•
•
•
Bekerjasama dengan Sektor
Pemerintah dan Sektor lainnya dalam
penanggulangan Anak Berkebutuhan
Khusus, sesuai peran dan fungsi
masing-masing.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
21
UNTAS SEKTOR/
UNTAS PROGRAM
B
lEMBAGA PROFESI
•
•
•
•
•
•
•
IDI
IDAI
POGI
PPNI
IBI
PERDOSRI
IFI, dll
PERAN
•
•
•
C
MEDIA MASSA
•
•
•
•
•
TV
Radio
Koran
Majalah
Website
•
•
•
Bekerjasama dengan Sektor
Pemerintah dan Sektor lainnya
dalam pananganan medis untuk
Anak Berkebutuhan Khusus di
tingkat dasar dan rujukan maupun
rujukan timbal balik.
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Bekedasama dengan Sektor Pemerintah
dan Sektor lainnya dalam hal sosialisasi,
promosi yang terkait dengan Anak
Berkebutuhan Khusus
Adanya keterpaduan pelaksanaan
program untuk Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sosialisasi program untuk Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pembinaan pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus meliputi :
1.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Pada Korban Kekerasan
terhadap Anak (KtA)
Penanganan kasus KtA menggunakan pendekatan multidisiplin
melalui pelayanan medis, medikolegal dan psikososial. Selama ini
korban KtA ditangani secara medis sesuai protap di semua fasilitas
kesehatan sebagai kasus "trauma fisik".
Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas
bagi korban KtA dikembangkan "Puskesmas Mampu Tatalaksana
Kasus KtP/A" dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis
Terpadu (PKT) di Rumah Sakit Umum Daerah, Rumah Sakit
22
Bhayangkara dan Rumah Sakit lainnya untuk pelayanan rujukan.
Pelayanan medikolegal-psikososial bertujuan untuk memperoleh
bantuan hukum, sosial dan pendampingan melalui kerjasama
dengan semua Lintas Sektor terkait, termasuk LSM dan Organisasi
Prafesi.
2.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak dengan Kecacatan
Sebagian besar (90%) anak penyandang cacat berada di masyarakat
dan kurang lebih 10% yang mengikuti pendidikan di SLB/Sekolah
Inklusi dan berada di Panti. Oleh karena itu, pola pembinaan
kesehatan bagi anak dengan kecacatan perlu dilakukan dengan
pendekatan :
a.
b.
3.
Berbasis masyarakat, yaitu melalui upaya pemberdayaan
masyarakat/keluarga yang dikenal dengan Rehabilitasi
Bersumberdaya Masyarakat (RBM).
Di SLB/sekolah inklusi dan pelayanan di Panti.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak Berhadapan dengan
Hukum di Lapas/Rutan
Pembinaan kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) di
Lapas/Rutan dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan di
poliklinik Lapas/Rutan atau melalui sistim pelayanan kesehatan yang
ada yaitu pelayanan strata pertama (puskesmas) dan Pelayanan
rujukan (Rumah Sakit). Jenis dan prasedur tetap (pratap) pelayanan
mengacu pada Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Lapas/
Rutan bagi Petugas Kesehatan .
4.
Pembinaan Kesehatan Anak Jalanan/Pekerja Anak
Kecenderungan meningkatnya anak yang bekerja di sektor informal
dan dijalanan disebabkan oleh masalah sosial sebagai dampak dari
krisis ekonomi. Anak yang bekerja dijalanan dan di sektor informal
rentan terhadap masalah kesehatan yang berkaitan dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti merokok, penyalahgunaan
NAPZA, infeksi menular seksual termasuk HN/AIDS, dampak akibat
hubungan kerja seperti terjadinya kekerasan fisik dan emosional
23
serta penyakit akibat kerja seperti dampak menghirup lem, CO 2
dan lain-lain . Upaya penanganan kesehatan anakjalanan/pekerja
anak melalui pendekatan multidisiplin dengan lintas program dan
sektor terkait termasuk organisasi profesi dan LSM .
5.
Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak Kelompok Minoritas
dan Terisolasi/Terasing
Pembinaan pelayanan kesehatan pada anak dari kelompok minoritas
pad a prinsipnya dilakukan dengan tetap memberikan kebebasan
kepada mereka dalam kepercayaan dan menjalankan budayanya
sesuai dengan kondisi setempat. Pelayanan yang diberikan melalui
pendekatan keagamaan dan menggunakan bahasa 'Ioka/' sehingga
dapat diterima, selain itu harus mempertimbangkan hal hal
yang dianggap tabu bagi masyarakat tanpa mengabaikan akses
pembangunan masyarakat dan budaya .
Upaya penanganan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bekerjasama
dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM yang terkait.
c.
PELAYANAN KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pelayanan Kesehatan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus harus
memperhatikan kebutuhan dasar anak. Kebutuhan yang dimaksud
meliputi 3 aspek yaitu asuh, asih dan asah.
ASUH (Kebutuhan fisik biologis) antara lain asupan nutrisi termasuk
Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif; Makanan Pendamping ASI
(MP -ASI) ; perawatan kesehatan ; imunisasi lengkap; penimbangan
teratur dan periodik ; Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) khususnya pertumbuhan fisik, kebersihan badan
dan lingkungan, pengobatan; sandang, pangan, papan, olah raga,
bermain/rekreasi .
ASIH (ikatan serasi antara ibu dan anak) antara lain pemberian rasa
aman dan nyaman, perlindungan, perhatian, dukungan, penghargaan,
komunikasi yang menyenangkan, lingkungan yang ceria dan menghibur,
anak diberi contoh (bukan dipaksa) dan dibimbing (bukan diancam/
dihukum).
24
ASAH antara lain Proses belajar (pendidikan/pelatihan) pada anak;
stimulasi sedini mung kin Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK), khususnya pengembangan intelegensia, meliputi
kecerdasan majemuk, budi luhur, moral dan etika, kepribad ian,
keterampilan berbahasa, kemandirian, kreatifitas, produktifitas dan
lain-lain.
Langkah-Iangkah Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus:
1.
Meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas dengan pendekatan sesuai kebutuhan,
antara lain:
a. Korban KtA melalui pelayanan komprehensif dengan pendekatan
medis, psikososial dan medikolegal.
b. Anak cacat melalui pelayanan UKS di SLB/sekolah inklusi dan
pelayanan di panti/RBM.
c. Anak di Lapas/Rutan melalui Poliklinik Lapas/Rutan dan rujukan
di Puskesmas.
d. AnakJalanan melalui rumah singgah/shelterdan rujukan Puskesmas.
2.
Meningkatkan kapasitas petugas kesehatan pemberi layanan di
puskesmas dan RS dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif melalui pelatihan/orientasi program .
3.
Meningkatkan manajemen program kesehatan anak berkebutuhan
khusus di institusi pelayanan dasar (Puskesmas), institusi pelayanan
rujukan (Rumah Sakit), Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
Provinsi.
4.
Meningkatkanjejaring kemitraan dengan LP, LS, Toma, Toga, LSM
dan Organisasi profesi terkait dan pihak swasta.
5.
Meningkatkan sistem informasi, pencatatan pelaporan, monitoring
dan evaluasi program kesehatan anak berkebutuhan khusus.
6.
Menggerakkan dan memberdayakan keluarga/masyarakat untuk
mendukung upaya program kesehatan anak berkebutuhan
khusus.
7.
Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan melalui program
Jamkesmas, Jamkesda dan sumber pembiayaan lainnya.
25
Bagan 2 : Mekanisme pelayanan kesehatan dan rujukan anak
berkebutuhan khusus .
PELAYANAN KESEHATAN & RUJUKAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
-Dokter Spesials
(SpA, SpOG, SpRM,
SpS,5pKJ, 5pF,eII)
セ
• • ___
PUSKESMAS
DAN
JARINGANNYA
-Perawat
RSUD
1
HZイセャ@
-Ps.oIog
-Dokter
-Bidan
H@
-Sheller
- Rumah 5mggah
-P2TP2A
RWlMAN NON IEDIS
-Kader
- Pekerja Sosial
-Tomalfoga
-ell
MASYARAKAT
)
Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus
1.
Pelayanan Kesehatan bagi korban Kekerasan terhadap Anak
(KtA)
Pelaksan