Model pendugaan hydraulic head dan terapannya untuk pendugaan besarnya perkolasi/perembesan di lahan sawah irigasi berteras

MODEL
PENDUGAAN HYDRAULIC HE'4D DAN TERAPANNYA UNTUK
PENDUGAAN BESARNYA PERKOLASI/PEREMBESAN
D l LAHAN SAWAH IRIGASI BERTERAS

Oleh
Tino Orciny Chandra

PROGFUX1 PASCASAR.5.AX.A
INSTITliT PERTANIAN BOGOR
1998

MENCARI BERSAMA ALLAH
MEbEtERT KARENA IKHLAS

MODEL FOR
PREDICTING HYDRAULIC HEAD AND ITS APPLICATION FOR
PREDICTING PERCOLATlONlSEEPAGE RATES ON
IRRIGATED AND TERRACED PADDY FIELDS

by

T i o Orciny Chandra
Academic Advisors :
Chairman : Dr Ir Mohammad k r o n Dhalhar, MSAE.
Members : Prof. Dr Ir Soedodo Hardjoamidjojo, MSc; Dr Moeljarno Djojomarlono. MSA:
Prof. Dr Ir Sarwono Hardjowigeno. MSG; and Dr Ir Hidayat Pawitan. MSc.

ABSTRACT
One of the main factors causing percolatidseepage is the difference in hydraulic heads.
In this study, the "model" evaluated the p a t t e r n / d g u r a t i o n of the hydraulic heads across the
soil profile of "sawah" (paddy field) by applying the finite element method, while the rate of percolatidseepage was evaluated by using "models" based on Darcy's Law. These models were
applied by employing physical paramtsers based on field conditions.
The mdy was d u c t e d on three d'ifkrent blocks of "sawah" (Bldc B. Bldc 11, and
Blok JII). The sizes ofthe blocks, the drainage and irrigation canals, and terrace heights M e r e d
among the blocks. The results were tested by comparing the calculated (nlodel) and measured
(field) values, using the Student* Test.
Employkg the value of the hydraulic conductivity measured from undisturbed soil samples (Kl), the calculated values of percolatidseepage Q* (mode1 M I ) of 81ok JII statistically
differed from the measured values and when employing the value of the hydraulic mductivity

calculated from soil texture fKZ), the model gave values of Q* (model MZ) statistically did not
differ from the measured values, except for treatment P2.2 and P3.2 in Blok JI. For the rates of

percolation/seepage q, both model MI and M2,were statistically not different. The resutts show
that the hydraulic conductimty K2 can describe its field condition.
The models can be applied for every irrigated "sawah fhlfilling the requitmmts below :

1) soil is in saturated condition, 2) depth of the water table is known, 3) the shape and size of
"sawah" are k n o w and can be mapped, and 4) the thickness and the hydraulic cnnduc€ivity of
each soil layer is known.

RINGKASAN
Tino Orciny Chandra. Model Pendugaan Hyclra~~lic
Head dan Besamya Perkolasi/Perembesan di Lahan Sawah Irigasi Berteras. Komisi Pembimbing : Dr Ir Mohammad
Azron Dhalhar, MSAE sebagai ketua, Prof Dr Ir Soedodo Hardjoamidjojo, MSc; Dr
Moeljarno Djojomartono, MSA; Prof Dr Ir Sarwono Hardjowigeno, MSc dan Dr Ir
Hidayat Pawitan, MSc sebagai anggota.
Padi sawah membutuhkan air irigasi sangat besar, tapi penggunaannya belum
efisien. Kehilangan airnya dapat disebabkm oleh faktor pengelolaan dan faktor fisik.
Perkolasi/perembesan merupakan salah satu faktor fisik penyebab kehilangan air yang
mempengaruhi efisiensi tersebut.
Proses terjadinya perkolasi/perembesan di lapang merupakan masalah kompleks
karena banyak faktor yang menyebabkan kehilangan air tersebut, seperti sifat fisik tanah, topograti dan geometris lahan. Namun demikian, satu dari Faktor utamanya adalah

perbedaan Jy&aulic head yang mengakibatkan terjadinya aliran air dalam tanah.
Besamya kehilangan air perkolasi/perembesan, baik pengukuran langsung maupun pendekatan model, umumnya ditentukan secara parsial antara kehilangan air di saluran irigasi dan di lahan sawahnya. Seinentara air dalam saluran drainase c e n d e ~ n g
untuk dikeringkan.

Dalam penelitian ini, permasalahan perkolasi/perembesan dicoba

penyelesaiannya berdasarkan pendekatan perbedaan tinggi muka air (perbedaan head)
antara dalam saluran irisasi, petak-petak sawah dan saluran drainasenya.
Model pendugaan h-vdratr/ichead dalam bidang aliran ail- tanah dievaluasi menggunakan rnetode eiemen hingga Virrirr rlen~erttrnrfliod)dan model pendugaan besarnya
kehilangan air perkolasi/perembesan dievaluasi berdasarkan kolom-kolom vertikal dan

horizontal dengan menerapkan hukum />ctrcy. Dalam penerapan model-model ini digunakan parameter-parameter lapang.
Penelitian dilakukan pada tiga blok sawah yang berbeda, baik ukuran saluran irigasi dan drainasenya maupun luas petak-petak dan tinggi teras-teras sawahnya. Model
menggunakan parameter konduktivitas hidrolika K1 (diukur dari sampel tanah utuh), disebut model M1, dan K2 (ditentukan dari tekstur tanahnya); disebut model M2. Pengujian model dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungannya dengan hasil pengukuran Iapang menggunakan Uji S t ~ d e n f - t .
Secara statistik, besarnya perkolasi/perembesan per satuan luas q pada titik-titik
pengamatan menunjukkan hasil model MI dan M2 tidak berbeda dengan hasil pengukuran ps L. Begitu juga besarnya perkolasi/perembesan per satuan lebar Q* dalarn saluran irigasi dan petak-petak sawahnya menunjukkan hasil model MI dan M2 tidak berbeda dengan hasil pengukuran lapang PS* L, kecuali pada sawah percobaan Blok JII, di
mana hasil model Q* M I berbeda, sedang Blok JI hanya berbeda pada perlakuan P2.2
dan P3.2 model Q* M2. Tejadinya perbedaan diduga karena pengaruh nilai rata-rata
K1 yang sangat besar dan K2 yang sangat kecil, tetapi besarnya perkolasi/perembesan


hasil model M2 lebih mendekati hasil pengukuran lapang, sehingga parameter kondukrivitas hidrolika K2 dapat menggambarkan kondisi lapangnya.
Hasil perhitungan model menunjukkan bahwa perbedaan heal dan jarak aliran
perkolasi/perembesan antara saluran irigasi, petak-petak sawah dan saiuran drainase
akan menjadi lebih berpengaruh dengan semakin besamya konduktivitas hidrolika. Semakin dalam air penggenangan, perkolasi/perernbesan dalam petak-petal; sawah juga

semakin meningkat, tetapi semakin berkurang bila air dalam saluran drainasenya semakin tinsgi. Perkolasilperembesan juga senlakin besar bila jarak alirannya semakin dekat
dengan teras-teras sawah dan saluran drainasenya
Selain itu, bila konduktivitas hidrolika kecil menyebabkan jarak perkoiasi/perembesan arah Ice atas bertambah panjang dalam petak-petak sawah yang lebih rendah, tapi
tidak berpengaruh terhadap perubahan kedalaman air dalam petak-petak sawah dan saluran drainasenya. Perubahan kedalaman air ini kurang berpengaruh bila konduktivitas
hidrolika besar, tetapi a d a kecendemngan panjang jarak perkolasi/perernbesan arah ke
atas semakin pendek dengan sernakin dalamnya air penggenangan.
Hasii penelitian ini juga menunjukkan bahwa penghematan air semakin meningkat bila perbedaan hydraulic head semakin kecil antara muka air dalam petak-petak sawah dan dalam saluran drainase. Penghematan air paling besar dihasilkan pada perlakuan kedalaman air PI .2.

MODEL
PENDUGAAN HYDRAULIC HEAD DAN TERAPANNYA UNTUK
PENDUGAAN BESARNYA PERKOLASIfPEREMBESAN
Dl LAHAN SAWAH IRIGASI BERTERAS

Oleh


Tino Orciny Chandra

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
getar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

PROGRAM PASCASAXJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998

Judul Disertasi

: Model Pendugnan Hyrlruutic Hcud dnn Terapannya
untuk Pendugaan Besarnya PerkoIasi/Perembesan
d i Lahan sawah Irigssi ~erteras.


Nama Mahasiswa

: Tim, Orciny Chandra

Nomor Pokok

: 91527

Program Studi

: IImu Keteknikan Pertanian

Subprogram Studi

: Teknik Tanah dan Air

Menyetujui :

q
,


Komisi Pembimbing

ProE Dr Ir Soedodo Hardioarnidioio- MSc
Anggota

Prof Dr Ir Sarwono Hadiowigeno. MSc
Anggota

Ketua Program Studi

Anggota

Dr Ir Hidavat Pawitan- MSc
Anggota

gram Paseasarjana

43_
flcs,-Dr Moeljarno Djojomartono, MSA


ida Manuwoto. MSc

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1959 di Singkawang, Kafimantan
Barat

Orang tua laki-laki bemama H. Burhanuddin Yusri (alrnarhum) dan orang tua

perempuan bernama Nadra

Penulis menikah pada tanggal 10 Maret 1991. lstri ber-

nama ir. Hedina Ariyanti binti H. Anwar Manaf dan dikaruniai dua orang putra
Muhammad Afiiyano dan Hilman Taris
Penulis menyelesaikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas di Singkawang

LuIus dari Sekolah Dasar Negeri 111 tahun 197 1, Sekolah Menengah Pertama

Negeri I tahun 1974 dan Sekolah Menengah Atas Negeri I tahun 1977.
Pada tahun 1978 lruliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Tanjungpura Pontianak. Tetapi, t a b 1979 penulis masuk di Institut Pertanian Bogor
dan tahun 19&4 lulus sebagai Sarjana Mekanisasi Pertanian p d a Falcultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1986 sampai 1989 penulis mengikuti
pendidikan Program Pascasajana - S2 dengan Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Subprogram Studi Teknik Tanah dan Air di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun
199 1 penulis metanjutkan lagi Program - S3 dengan bidang ilrnu yang sama.
Sejak tanggal 1 Maret 1985 sampai sekarang penulis menjadi Staf Pengajar di
Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak.

UCAPAN TERIMA KASlH
Dengan selesainya penelitian dan penulisan disertasi ini, pertama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan tak lupa juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Komisi Pembimbing : Bapak Dr Ir Moharnmad Azron Dhalhar, MSAE se-

bagai Ketua; Bapak Prof. Dr Ir Soedodo Hardjoamidjojo, MSc, Bapak Dr
Moeljarno Djojomartono, MSA, Bapak Prof Dr Ir Sarwono Hardjowigeno, MSc dan Bapak Dr Ir Hidayai Pawitan, MSc sebagai Anggota; atas segala saran, petunjuk dan bimbingannya.
2. Diektur Program Pascasarjana IPB beserta Staf yang telah memberikan

kesempatan dan pelayanan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di
Program Pascasajana.
3. Bapak Dekan Fakultas Pertanian dan ~ a ~ Rektor
a k Universitas Tanjungpura yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meogikuti

pendidikan program S3 di IPB dan membantu rnenyediakan sebagian dana
penelitian.
4.

Pimpinan Proyek SUDR-ADB yang tdah mernberikan beasiswa untuk
rnensikuti pendidikan program S3 di IPB.

5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat yang telah membantu
menyediakan sebagian dana penelitian.

6. Bupati Kepala Daerah Tingkat I1 Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat

yang telah membantu menyediakan sebagian dana penelitian.

7. Sekretaris Dewan Konsorsium Pendidikan Pertarnina-KPS yang telah membantu menyediakan sebagian dana penelitian.
8. Bapak-bapak dan ibu-ibu Staf Pengajar Fakultas Pertanian UNTAN dan

Jutusan Teknik Pertanian Fakultas Teknobgi Pertanian IPB serta semua
pihak yang telah ikut dalam menyumbangkan baik pemikiran maupun tenag a dalarn pelaksanaan penelitian dan penyusunan disertasi ini.


9. Ayahanda H. Burhanuddin Yusri (almarhum) dan Ibunda Nadra BY, Bapak

H. Anwar Manafdan Ibu Hj. Habibah, istri tercinta Ir Herlina Ariyanti yang
selalu memberikan dorongan moril maupun bantuan materil selama mengikuti pendidikan.
10. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir H. A. Rani Muin,

MS; Bapak H. M a ' i n Zaenal beserta keluarga; Bapak Muhammad Noor
beserta keluarga; Bapak Duski beserta keluarga dan Bapak Ir H. Gatot
Wibisono beserta keluarga serta Abang-abang d m Adik-adik semuanya
yang senantiasa memberikan dorongan monk maupun bantuan materil selama mengikuti pendidikan
Atas segala bantuan dan amal baik yang telab diberikan, penulis doakan semoga mendapat Rahmat dan Berkah dari Allah S W T Amin

KATA PENGANTAR
Berkat Rahmat dan Hidayah Allah SWT, penelitian dan disertasi ini dapat penulis seksaikan. Melalui penelitian model pendugaan Hydratrlrc Head menggunakan
metade elemen hingga yang kemudian diterapkan untuk pendugaan Besarnya Perkolasflerernbesan di lahan sawah irigasi, penulis ingin menyumbangkan sedikit pemikiran
untuk mengatasi pennasalahan krisis surnberdaya air yang dialami akhir-akhir ini, khususnya dalam hubungannya dengan kehilangan air perkolasi/perembesan yang merupakan salah satu faktor penyebab tidak efisiennya penggunaan air irigasi.
Penghematan sumberdaya air perlu mendapat perhatian yang serius, karena
sumberdaya air digunakan paling besar untuk irigasi penanian d d a m rangka memenuhi
kebutuhan beras nasional. sementara pemadkatan air irigasi masih belum etisien.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih beturn sempurna, namm demikian
penulis tetap berharap disertasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR I
S1
Halarnan
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SLMSOL

A. Latar Belakang
8 . Definisi Permasalahan

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

11. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebutuhan Air dan Efisiensi Irigasi
8. Kehilangan Air Perkolasi dan Perembesan
B. 1 . Karakteristik Perkolasi
8 . 2 . Karakteristik Perembesan

C. Konduktivitas Hidrolika
D. Persamaan Dasar Aliran Air Tanah
E. Metode Elemen Hingga
F Sistem Persamaan Aliran Air Tanah

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ternpat dan Waktu

B. Bahan dan Alat

xvi

xviii
XX

xxiv

Halaman
C. Metode Percobaan
C. 1. Persiapan dan Tata Letak Petak Percobaan
C.2. Perlakuan Percobaan
C.3. Pengukuran PerkolasifPerembesan dalam Petak sawah
C.4. Pengukuran PerkolasilPerembesan dalam Saluran Irigasi
C.5. Pengukuran Kelembaban Tanah

D. Analisis Model
D. 1. Menentu kan Hydrcnrlic Head
D.2. Menentukan PerkolasilPerembesan
D.3. S t ~ k t t IModel
r
D.4. Menentukan'parameter dan Kondisi Batas
D.5. Metode Perhihlngan
E. Analisis Sensitivitas dan K e t 6 a n Model
IV. HAS= DAN PEMBAHASAN
A. Lahan Percobaan
B. Tekstur dan Sifat Fisik Tanah
C. Kelembaban Tanah
D. Kedalaman Air Perlakuan
E. Perkolasi/Perembesan Lapang
F. Simulasi Model
F. I . Data Masukan dan Kondisi Batas
F.2. Propil H y d m l i c Head dan Pola Aliran Air Tanah
PoIa Aliran di Sekitar TangguVPematang
Pola AIiran Dalam Petak Sawah
F.3. Perkolasmerembesan Model
Ketelitian Model

G. Penghematan Air dan Efisiensi Irigasi
V

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
I.

Kelas bobot isi.

25

2.

Kelas-kelas konduktivitas hidrolika jenuh.

25

3.

Perlakuan kedalaman air &lam petak-petak sawah dan saluran drainase.

42

4.

Rata-rata ketebalan (cm) tapisan-lapisan tanah sawah perwbaan.

64

5.

Tekstur lapisan-lapisan tanah sawah berdasarkan segi tiga kelas tekstur.

65

6 . Rata-rata porositas total f d m bobot isi bd dan kelasnya pada lapisanlapisan tanah sawah.

M

Rata-rata dan kelas konduktivitas hidrolika jenuh tanah utuh kl dan
tekstur tanah A2 dari lapisan-lapisan tanah sawah percobaan.

69

Rata-rata kelembaban tanah pada teras sawah dan di bawah tapisan tap&
bajak sawah Blok JI dan Blok JII.

73

Rata-rata kedalaman air dalam saluran irigasi, drainase dan petak-pet&
sawah serta perbedaan kedalaman penggenangan dengan air lisirneter.

76

Rata-rata besarnya perkolasilperernbesan ps pada titi-titik pengukuran
dalam petak-petak sawah dan saluran irigasi tersier.

80

Besarnya perkolasi/perembesan per satuan lebar PLY* dalam saluran
irigasi dan petak-pet& sawah.

83

12. Ketebalan lapisan-lapisan ranah sawah dalam koordinat y yang d i t e n t u h
dari garis referensi y = 0.

90

Besarnya perkolasilperembesan per satuan luas y dan per satuan lebar Q*
model MI dan M2 dalam kolom-kolom vertikal Ay di sepanjang jar& x.

108

7.

8.

9.

10.

1 1.

13.

14. Panjang jarak dan besarnya perkolasilperembesan ke atas per satuan
Iebar Q* negatif dalam-petak-petak sawah.

113

Tabel
15.

Halaman

Besarnya perkolasi/perembesan per satuan luas hasil perhitungan model rf
M 1 dan M2.

117

16. Uji beda-nyata besarnya perkolasi/perembesan per satuan luas hasil perhitungan model, (1M I dan M2, dengan hasil pengukuran lapang, ps L.

119

17.

18.

19.

Besarnya perkolasi/perembesan per satuan Iebar hasil perhitungan model
Q* MI dan M 2 .

120

Uji beda-nyata besarnya perkolasi/perembesan per satuan luas has3 perhitungan model, Q* M 1 dan M2, dengan hasil pengukuran lapang, PS* L.

12 I

Besarnya penghematan air (Oh)pada setiap perlakuan dari hasil
perhitungan model dan hasil pengukuran lapang.

125

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

I.

Penampang lintang sistem irigasi sawah berteras.

4

2.

Sketsa model aliran air perkolasi/perembesan dalam penampang tanah
sawah beririgasi dan berteras.

6

3.

Sketsa definisi kesetimbangan air.

9

4.

Sketsa pola garis-garis afiran pada bidang aliran metode petak tertutup
plastik (EP2) dan petak penyangga (BP2) dengan kedalaman zone
perakaran L(R)pada bidang-Z.

13

Geornetri aliran air dua-dimensi ke arah parit drainase.

14

5.

6 . Perkolasi dan perembesan dari air penggenangan sawah dalam kondisi
tanah jenuh.

15

Perkolasi tipe terbuka dari air penggenangan sawah dalam kondisi tanah
d
tidak j

19

9

Tipe perembesan pada pernatang sawah.

21

10

Kelas konduktivitas hidrolika berdasarkan hubungan bobot isi dan
tekstur tanah.

24

8.

11. Distribusi konduktivitas hidrolika.

26

12.

Satuan volume elemen tanah.

29

13.

Elemen segi tiga dua-dirnensi.

32

14.

Sketsa struktur model bidang aliran air tanah saw-ah.

50

15.

Sketsa menentukan kondisi batas trend untuk rnenghitung
perkolasilperembesan.

16.

Bagan alir perhitungan metode elemen hingga.

Gambar

Halaman

Batas-batas model dan lapisan-lapisan tanah dalam struktur model
bidang aliran air tanah sawah percobaan.

60

Elemen-eiemen segi tiga metode elemen hingga dalam struktur model
bidang aliran air tanah sawah percobaan.

85

Aliran steady antara dua saluran sejajar dengan tinggi airnya tidak
sarna.

88

Pola aliran air tanah dalam bidang aliran di sekitar tanggul irigasi dan
pematang sawah.

92

Pola aliran air tanah dalam bidang aliran di sekitar tanggut drainase
sawah Blok 11.

96

Pola aliran air tanah arah ke atas dan ke bawah dalam bidang aliran
petak B sawah Blok JI.

100

Pola aliran air tanah dalam bidang aliran petak A sawah Blok B dalam
pengaruh saluran irigasi sekunder.

102

Kolom-kdorn vertikal dan horizontal untuk menentukan besarnya
perkotasilperembesan dalam bidang aliran air tanah.

104

Propil &y&mdic head dalam bidang aliran air tanah dengan kolom
kolom vertikal untuk menentukan besamya perkolasUperembesan
sawah Blok JII.

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Peta tanah daerah peneIitian dan lokasi percobaan.

2.

a. Denah blok sawah percobaan dan tata letak tangki-tangki lisimeter dan
titik-titik pengukuran di saluran, tanggul dan pematang sawah.
b. Perbedaan tinggi antara permukaan tanah petak-petak pengamatan dan
petak-petak penyangga.

136

137
138

3.

Spesifikasi tangki lisimeter.

139

4.

Spesifikasi sekat ukur aliran air tipe V-rzotch.

140

5.

Sketsa pemasangan sensor tensiometer pada lapisan tanah bawah dan
permukaan perembesan.

141

Rata-rata kedalaman standar air perlakuan pada titik-titik pengamatan
dalam petak-petak sawah dan saluran drainase.

142

6.

7. Rata-rata kedalaman air pada titik-titik pengamatan dalam saluran
8.

sekunder, tersier, petak-petak sawah dan saluran drainase.
Rata-rata kedalaman air dan keliling basah wp dalam petak-petak sawah
d m saluran irigasi tersier.

9. Rata-rata beda kedalaman air penggenangan dan lisimeter dalam petakpet& sawah.
I0

11.

I2

143
144

145

a. Besarnya perkoiasi/perembesan ps dan evaporasi E dari lisimeter ddam
petak-petak sawah dan curah hujan R.
b. Rata-rata besarnya perkolasi/perembesan p s lisimeter dalam petakpetak sawah.

148

Kehilangan debit antara aliran masuk dan keluar melewati sekat ukur Vnotch dalam saluran tersier.

149

Kordasi antara aliran air yang masuk ke petak sawah bukan pengarnatan
terhadap kedalaman air &lam saluran tersier di depan petak sawahnya
antara sekat ukur V-notch

146

Halaman

Nomor

Besarnya perkolasi/perembesan ps dan PS* dalam saluran irigasi dan
petak-petak sawah.
Konversi kelembaban tanah pengukuran tensiometer dari persen DSM
meter menjadi persen-volume.
Kalibrasi respon DSM (display soil muisture) Meter menggunakan met ode
gravimetri terhadap kelembaban tanah dari sampel tanah teras dan di
bawah lapisan tapak bajak.
Kelembaban tanah pengukuran metode gravimetri sebelum pemasangan
sensor dan sesudah pengukuran dengan tensiometer.
Ketebalan lapisan-lapisan propil d m kedalaman muka air tanah dalam
petak-pet& sawah.
Ketebalan lapisan-lapisan profil tanah pada titik-titik pengukuran lisimeter,
tanggul saluran dan pematang sawah.
Warna lapisan-lapisan tanah sawah percobaan berdasarkan buku Munsell
Soil Color Clmrl.
Analisis tekstur lapisan-lapisan tanah pada titik-titik pengukuran lisimeter,
tanggul saluran dan pematang sawah.
Analisis sifat fisik lapisan-lapisan tanah pada titik-titik pengukuran
lisimeter, tanggul saluran dan pematang sawah.
Kelas dan nilai konduktivitas hidrolika jenuh k2 berdasarkan hubungan
bobot isi bd dan tekstur lapisan-lapisan tanah sawah percobaan.
a. Pembagian nilai selang kekas konduktivitas hidrolika jenuh dalam
selang-selang kecil.
b. Gambar pembagian selang kdas konduktivitas hidrolika jenuh metode
segi tiga kelas tekstur tanah.
Program komputer metode elemen hingsa untuk menghitung hydrardic
head dalam bidang aliran air tanah untuk kondisi tanah jenuh.

xxi

Nomor

Halaman

Masukan data Node dan Elemen untuk menentukan nilai Head pada titiktitik koordinat x.y yang ditentukan dalam bidang aliran air tanah sawah
Blok B.

169

Masukan data Node dan Elemen untuk menentukan nilai Head pada titiktitik koordinat x,y yang ditentukan dalam bidang aliran air tanah sawah
BIok JI.

172

Masukan data Node dan Elemen untuk menentukan nilai Head pada titiktitik koordinat x.y yang ditentukan dalam bidang diran air tanah sawah
Blok JII.

175

Hasil nilai head pada titik-titik koordinat x,y yang ditentukan dalam bidang
aliran air tanah sawah Blok B.

178

Hasil nilai h e a d pada titik-titik koordinat x,y yang ditentukan dalam bidang
aliran air tanah sawah Blok JI.

181

Hasil nilai head pada titik-titik koordinat x s y yang ditentukan dalam bidang
aliran air tanah sawah Blok m.

184

Gambar prof2 hydraulic head model M 1 dan M 2 dalam bidang aliran air
tanah dengan kolom-kolom vertikal dan horizontal untuk menentukan
besamya perkolasi/perembesan sawah Blok B.

187

Gambar profil hydraulic head model MI dan M2 dalam bidang aliran air
tanah dengan kobm-kolom vertikal dan horizontal untuk rnenentukan
besarnya perkolasi/perembesan sawah Blok JI.

209

Gambar profil hydraulic he& modei MI dan M 2 d d a m bidang aliran air
tanah dengan kolom-kolom vertikal dan horizontal untuk menentukan
besarnya perkolasi/perembesan sawah Blok JII.

2 19

Rata-rata perbedaan head dalam kolom-kolom vertikal M y dan horizontal
AHx model M 1 dan M2 sawah Blok B.

223

Rata-rata perbedaan head dalam kolom-koiom vertikal M y dan horizontal
M x model MI dan M2 sawah Blok JI.

225

Rata-rata perbedaan head dalam kolom-kolom vertikal M y dan horizontal
x model MI dan M 2 sawah Blok JII.

226

M

Nomor

Halaman

37. Rata-rata konduktivitas hidrolika dalam kolom-kolom vertikal K y d m
horizontal Kr model MI dan M2 sawah Blok B.

227

Rata-rata konduktivitas hidrolika dalam kolom-kolom vertikal Ky dan
horizontal Kx model M i dan M2 sawah Blok JI.

23 0

Rata-rata konduktivitas hidrolika dalam kolom-kolom vertikal Ky dan
horizontal Kx model M1 dan M2 sawah Blok I i I .

23 2

Besarnya perkolasi dan perembesan per satuan luas d m per satuan lebar
dalam kolom-kolom vertikal qy. @* dan horizontal qx. Qx* model M I
dan M 2 sawah Blok B.

234

4 1. Besarnya perkolasi dan perembesan per satuan luas dan per satuan lebar
dalam kolom-kolom vertikal gy, Q* dan horizontal qx, Qx* model MI
dan M2 sawah Blok JI.

23 7

Besarnya perkolasi dan perembesan per satuan luas dan per satuan lebar
dalam kolom-kolom vertikal qv. Qy* dan horizontal qx. Qx* model Ml
dan M2 sawah Blok JII.

23 9

38.

39.

40.

42.

DAFTAR SIMBOL
= Iuas (cm2)
= bobot isi (gr/cm3)

- kedalaman zone perakaran (cm)

kedalaman air (cm)
air sebenarnya (cm)
air pembacaan mistar (cm)
air standar (perlakuan) (cm)
= kedalaman air standar sebenarnya (cm)
= evaporasi (cm)
= efisiensi seluruh sistem irigasi pertanian (YO)
= node ke k
= evapotranspirasi (cm)
= porositas total tanah (YO)
= percepatan gravitasi (cm/detik2)
= perembesan air tanah m s u k ke dalam volume kontrol (cm)
= &ah~uIichead atau tinggi air (cm)
= irigasi (cm)
= gradien hidrolik (-)
= konduktivltas hidrolika jenuh (cmljam).
= konduktivitas hidrolika pada posisi z (cmljam)
= konduktivitas hidrolika jenuh dalam lapisan-lapisan tanah (cndjam).
= kekmbaban atau kadar air tanah (Oh volume)
= kadar air tanah gtavimetri (YO)
= kelembaban tanah tensiometer (Yo)
= kebutuhan air pencucian (cm)
= aliran ke samping masuk ke dalam vobme kontrot (cm)
= aliran ke samping keluar dari volume kontrol (cm)
= ketebdan lapisan tanah (cm)
= fbngsi interpolasi atau fbngsi basis
= kehilangan air operasional dari saiuran irigasi (cm)
= perkolasi dalam (em).
= perkolasi dalam disebabkan irigasi (cm)
= perkolasi dalam disebabkan curah hujan (cm)
= perkolasilperembesan per satuan luas (cm31hari/cm2)
= perkolasi/perembesan per satuan lebar (crn3/hari/cm)
= tekanan air (g cm/detik2/cm2)
= debit aliran (liteddetik)
= perkolasilperembesan per satuan lebar (cm3/jam/cm)
= debit aliran masuk (literldetik)
= debit diran keluar (liter/detik)

=

= kedalaman
= kedalaman
= kedalaman

fluks air atau perkolasi/perembesan per satuan luas (cm'/jam/cm2)
hujan (cm)
hujan efektif (cm)
= batas daerah D
aliran permukaan masuk ke dalam volume kontrol (cm)
aliran permukaan keluar dari volume kontrol (cm)
= aliran permukaan disebabkan oIeh irigasi (cm)
= aliran permukaan disebabkan oleh curah hujan (cm)
= air yang diberikan pada pertanian (cm)
= standar deviasi
= waktu (detik)
= keliling basah petak sawah (crn)
= etevasi dari garis referensi (cm)
= head elevasi tgravifafiornalhead) (cm)

Y

=

R
Re

= curah
= curah

SI,s2

--

Si

so
So,

So,
SP
SD

1

WP
Y

z

perkolasi/perernbesan sepanjang saluran pengamatan (literidetik)
perubahan kelembaban tanah dalam volume kontrol selama waktu f (cm)
= panjang garis aliran dalam arah-x (cm)
= panjang garis aliran dalam arah-y (cm)
= debit
=

= taraf nyata
= kesalahan aktual
= kesalahan

standar relatif
air @resure he@ (cm)
= rata-rata sampel
= rata-rata populasi
= kandungan air volumetrik (%-volume)
= kerapatan air (g/cm3)
= s1{cfion head (cm)
= kedalaman

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jurnlah penduduk dan aktivitas ekonorni yang terus rneningkat akan sejalan dengan perrnintaan sumberdaya lahan dan air, terutama untuk kebutuhan produksl beras,
lahan perurnahan dan air domestik serta untuk iahan dan air industri

Karena sumber-

daya sawah dan air irigasi terbatas ketersediaannya, maka akan tejadi persaingan dalam penggunaannya (Hardjoamidjojo, 1994). Sementara untuk meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan dan mempertahankan swasembada beras, disamping
dari program intensifikasi, seperti Supra-Insus, peran penting diharapkan dari pengembangan irigasi, di mana k e t e d a a n lahan dan air pada suatu daerah menjadi faktor
penentunya (Nippon Koei, 1993)
Sumberdaya sawah cenderung berkurang terutama di sekitar kota-kota besar.
Namun dernikian, ketersediaan lahan untuk sawah masih belum menjadi faktor pernbatas dalarn mempertahankan swasembada beras nasional sampai tahun 2020 (Duchin, et
a/., 1993), sedangkan sumberdaya air di beberapa daerah akhir-akhir ini sudah rnulai

menjadi pernasalahan dalam pemanfaatannya

Ketersediaan air cenderung berkurang

di berbagai sungai (Wirawan, 1991) dan menjelang tahun 2020 di beberapa wilayah
pulau Jawa akan mengalami periode defisit air 2

- 5 bulan (Pawitan, dkk.,

1994)

Ka-

rena itu, penghematan sumberdaya air perIu mendapat perhatian serius, sebagaimana
telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia pada tahun 1994 (Baharsjah, 1997).

Tanaman padi sawah membutuhkan air persatuan luas jauh lebih besar dari tanaman lain yang dibudidayakan di lahan kering. Kebutuhan air tanaman padi kurang
lebih dua per tiga dari tanaman palawija dan hortikultura. Nilai kebutuhan air optimal
tanaman padi bagi varietas yang bemmur 150 hari sebanyak 5750 mZ/hektar atau 0.54
liteddetikhektar (Haerah, 1991) Kebutuhan air ini disediakan dari air irigasi dan curah hujan efektif
Untuk penyediaan bahan pangan yang cukup diperlukan air irigasi sangat besar.
Penggunaan air untuk irigasi umumnya berkisar antara 80

- 95%

dari total pemakaian

air (Bina Program Pengairan, 1991). Untuk mengatasi berkurangnya sumberdaya air
hams dilakukan penghematan air melalui peningkatan efisiensi irigasi (Duchin, et ai.,
1993) karena penggunaan air irigasi masih tidak efisien (World Bank, 1990). baik di

lahan sawah maupun di lahan kering (Levine, 1984).
Tingkat efisiensi total peranfkatan air masih rendah, sekitar SO%, karena besamya kehilangan air dalam jaringan irigasi. Penyebabnya adalah petak-petak sawah
tidak teratur dan ukuran petak tersier tidak baku dm tidak berdasarkan penelitian luas
petak tersier optimum (Hardjoamidjojo, 1994). Kepadatan saluran distribusi dan jumlah bangunan pengendali dan pengatur air merupakan komponen fisik yang berpengaruh besar terhadap kehilangan air (Levine, 1984). Disamping itu, komponen pengelolaan dalam pengendalian distribusi kebutuhan air juga bergengaruh terhadap besamya
kehilangan air (Furuki. 1983).
Penggunaan air irigasi ddam sistem pertanian padi sawah pada dasarnya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air daram petak-petak sawahnya dan kehilangan air

dalam salurannya (Furuki, 1983). Komponen utama untuk menentukan kebutuhan air
dalam petak-petak sawah terdiri dari kehilangan evaporasi, evapotranspirasi, perkolasi
dan perembesan. Sedang komponen kehilangan air penyaluran terdiri dari evaporasi,
perkolasi dan perembesan di sepanjang saluran (Dhaihar, i980).
Dari komponen-komponen tersebut, pada dasarnya kehilangan air irigasi yang
disebabkan oleh faktor fisik sistem sawahnya terdiri dari komponen-komponen evaporasi, perkolasi dan perembesan. Komponen-komponen ini dapat ditentukan langsung

dari pengukuran lapang, disamping itu dapat juga dievaluasi dengan pendekatan model
matematik. Ddam penelitian ini, evaluasi dengan pendekatan modei hanya dilakukan
pada komponen perkolasi dan perembesan.
Komponen perkolasi dan perembesan sangat berubah-ubah dari total kesetimbangan air padi sawah dan variasi lajunya ditentukan oleh kondisi lokal (Wickham and
Sen, 1978). Dalam menentukan besarnya kehilangan air tersebut, baik pengukuran
langsung maupun pendekatan model, umumnya masih dilakukan secara parsial antara
kehiiangan air dalam saluran irigasi dan dalam petak-petak sawah.
Dalam saluran irigasi, kehilangan air perembesan dari air yang didirkan bervariasi dari 10 - 70%, tergantung pada bahan tanah saluramya (Chow, 1964). Dalam
petak-petak sawah, laju perkotasi dan perembesan bervariasi dari 0 sampai lebih dari
20 mm/hari (Wickham, 1984). Oleh karena itu, perkolasi dan perembesan akan mem-

penganthi besar-kecilnya efisiensi irigasi. Dengan kata lain, penghematan sumberdaya
air dapat dicapai bila besarnya perkotasi dan perembesan dapat dikendalikan.

Kehilangan air perkolasi dan perembesan, baik dalam saluran irigasi maupun
dalam petak-petak sawah, merupakan masalah kompleks, karena dipengaruhi secara
simultan oleh posisi sawah pada topografi lahannya, tekstur dan sifat fisik tanah, pengelolaan lahan, kedalaman muka air tanah, jarak dan kedalaman air saluran drainase
Adanya lapisan olah dan (kemungkinan) lapisan tapak bajak menyebabkan tanah sawah
mempunyai sedikitnya tiga lapisan tanah yang bertwda-beda sifat fisik tanahnya.
Satu dari faktor utama penyebab terjadinya kehilangan air perkolasi dan perem-

besan adalah perbedaan hycliauZic heaJ antara saturan irigasi, petak-petak sawah dan
saluran drainasenya (Gambar 1). Adanya perbedaan head antara bagian-bagian sawah

ini mengakibatkan terjadinya aliran air tanah dari potensial tinggi ke potensial rendah
Sementara dalam saIuran drainase air cenderung d d u dikeringkan, sehingga potensialnya menjadi Wih rendah dari pada dalam petak-petak sawah dan saluran irigasinya.

Masalah kehilangan air perkdasi dan perembesan yang terjadi dalam variasi batas-batas geometri sawah yang kompleks dan tanah heterogen berkaitan dengan pola
aliran air tanah yang &an terjadi dalam bidang alirannya. Untuk itu, penyelesaiannya
Tanggul

Tanggul

I

Saluran
lrigasi

t

Saluran
Drainase
Gambar 1. Penampang lintang sistem irigasi sawah berteras (James, 1988)

memerlukan pendekatan model rnatematik dua-dimensi

Berkenaan dengan budidaya

(satu musim) padi sawah, di mana waktu penggenangan air iebih lama dibandingkan
dengan keperluan untuk pengeringan tanahnya, pendekatan modeinya ditentukan untuk kondisi tanah jenuh dan aliran steady dengan menggunakan parameter-parameter
lapang. Untuk memudahkan dalam mengatasi variasi batas-batas yang kornpleks dalam bidang aliran air tanahnya, diperlukan analisis model dalam dua tahap penyelesaian
sebagai berikut :
1. Model pendugaan hydraulic head untuk menggambarkan profil hydraulic head da-

lam bidang alirannya.
2. Model pendugaan perkolasifperembesan pada kolom-kolom vertikal dan horizontal
yang dibuat dalam bidang alirannya berdasarkan pertimbangan variasi batas-batasnya clan prof3 hydraulic head yang diperoleh.
Kesesuaian hasil perhirungan model tersebut harus teruji secara statistik dengan
hasil pengukuran lapang. Penelitian lapang dapat dilakukan dengan membuat percobaan perlakuan kedalaman air dalam petak sawah dan saluran drainasenya

8. Definisi Pennasalahan
Perkoiasi dan perembesan merupakan proses pergerakan air dalam satu-kesatuan bidang aliran dalam kondisi fisik tanah sawah yang saling berhubungan antara saluran irigasi, petak-petak sawah dan saluran drainase. Untuk menyelesaikan masatah aliran yang terjadi karena perbedaan twad dan variasi batas-batasnya akan dapat didekati
melalui model aliran (Gambar 2) dengan definisi permasalahannya sebagai berikut :

Saluran
Irigasi

Petak-petak sawah
Tanggul
Pematang
Tanggul

Saluran
Drainase
!
!

Gambar 2. Sketsa model aliran air perko1asVperembesan dafam penampang tanah
sawah beririgasi dan berteras.
1. Batas model garis referensi-1. yaitu muka air tanah yang diasumsikan sama dengan

muka air sungai terdekat d m batas model garis referensi-2, yaitu batas perkolasi
yang ditentukan sama dengan dasar saluran paling rendah
2 . Batas model garis vertikal ditentukan melalui sumbu saluran iriyasi dan drainase

berdasarkan prinsip bidang simetri, di mana tidak ada aliran yang melewati garis
vertikalnya (Dieleman and de W e r , 1972).

3. Kehiiangan air perkolasi yy dinyatakan sebagai aliran vertikal ke bawah yang memotong garis referensi-2, sedang kehilangan air perembesan cpr dinyatakan sebagai

aliran horizontal ke samping yang rnemotong batas tanggul/pematang sawahnya
Kornbinasi qy dan rlx adalah kehilangan air perkolasi/perembesan q.
C. Tujuan dan Man faat Penelitian

MeJalui pendekatan model maternatik dan percobaan di lapang, penelitian ini
bertujuan untuk :
1.

Mernpelajari pola aliran air tanah yang menyebabkan kehilangan air perkolasilperembesan terhadap perubahan kedalaman air daIam petak-petak sawah dan saluran
drainasenya dan perubahan jarak alirannya terhadap saluran drainase.

2 . Menemukan suatu metode perhitungan untuk rnenduga besamya kehilangan air

perkolasi/perembesan yang tejadi dalam lahan sawah irigasi berteras.
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfitat untuk mengendalikan kehilangan
air peticolasi/perembesan dalam rangka memenuhi kebutuhan air padi sawah dam penghematan sumberdaya air untuk irigasi, dengan cara
I.

Mengatur perbedaan tinggi muka air dalam saluran irigasi, petak-petak sawah dan
saluran drainasenya selama periode pernenuhan kebutuhan air padi sawah

2. Melakukan perbaikan Stluktur fisik tanah sawah (seperti memperbaiki perbedaan

tinggi teras antar petak-pet& sawah dan saluran drainasenya) ddam rangka rneningkatkan efisiensi irigasi pertanian

!I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebutuhan Air dan Efisiensi lrigasi

Untuk pengelolaan air dan tanah yang efisien perlu pendataan dan pengendalian
kesetimbangan air dalam lahannya. Menguasai kesetimbangan air adalah penting untuk mengevaluasi kemungkinan metode yang dapat meminimalkan kehilangan dan memaksimalkan penggunaan air dalam lahannya (Michael, 1978). Kesetimbangan air dalam suatu volume kontrol menggunakan prinsip konservasi massa (Gambar 3) dinyatakan (James, 1988) sebagai berikut :

AS = A f i r a n m a d - Aliran keluar

(la)

~ r ( f 3 -, @ , ) = ( I + R + s ~ +L ~ + G w ) - ( E T + S O + L ~ + L +
~ d )

(lb)

atau

dimana :

perubahan kelernbaban tanah dalam volume kontrol selama waktu
tertentu (cm)
= kedalaman zone perakaran (cm)
= kelembaban tanah (volume) pada waktu akhir pertimbangan (-)
= kelernbaban tanah (volume) pada waktu awal pertimbangan (-)
= irigasi (cm)
= curah hujan (cm)
= aliran permukaan mitsuk ke dalam volume kontrol (cm)
aliran ke samping masuk ke dalam volume kontrol (cm)
= perembesan air tanah masuk ke dalam volume kontrol (cm)
= evapotranspirasi (an)
= aliran permukaan keluar dari volume kontrol (cm)
aliran ke samping kduar dari volume kontrol (cm)
= kebutuhan air pencucian (banyaknya air yang hams keluar dari
zone perakaran untuk mempertahankam kesetirnbangan garam yang
menguntungkan dalam zone perakaran) (em)
perkolasi datam (pergerakan air ke bawah keluar dari volume kontrol
sebagai kelebihan air dari yang diperlukan untuk pencucian) (cm).
=

-

-

-

Si

Permukaan tanah
4
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - SO

+

*

v
.

-

Li

,

Dr

-

Lo

:

: Permukaan
:
Kontrol
- - - - - A

A

...-... - - - - - - _ _ _ - - - v

v
Pd

Gw

Dasar zone akar

L

Garnbar 3. Sketsa definisi kesetimbangan air (James, 1988).
Untuk menghitung kebutuhan irigasi (I), bila Si. Li. Gw dan Lo dari pexsamaan
(Ib) diabaikan, dinyatakan (James, 1988) sebagai :

I = ET-Re +So, + P d , + L + D , ( @ / - O i )

(2)

huian efektif= R - SO, - Pd,
disebabkan o1eh irigasi (crn)
So, = aliran permukaan disebabkan oleh curah hujan (cm)
Pd, = perkolasi dalam disebabkan irigasi (em)
Pd, = perkolasi dalam disebabkan curah hujan (cm)

dimana : R,

= curah

So,= aliran p&ukaan

yang equivalen dengan :

dimana : El addah efisiensi selumh sistem irigasi pertanian (Yo),disebut juga dsierrsi
irigasi. Efisiensi irigasi Ei didefi~sikansebagai persen air yang diberikm pada peftanian yang digunakan secara menguntungkan untuk irigitsi pertaniannya. Daiam Ei, selain
kehilangan perkolasi dan aliran permukaan, termasuk juga kehilangan yang disebabkan

oleh perembesan, evaporasi dan pelimpahan air dari salurannya, disebut juga kehilangan penyaluran. Secara matematik, efisiensi irigasi I.Ji dinyatakan sebagai :

dimana Sp adalah air yang diberikan pada pertanian (cm) dan 01 adalah kehilangan air
operasional dari saluran irigasi (em).

8. KehifanganAir Perkolasi dam Pemmbesan
Dalam saluran irigasi, salah satu komponen kehilangan dalam penyaluran ada-

)ah kehijangan perembesan yang texjadi di sepanjang keliling (dasar dan sisi-sisi) basah
saluran (Meijer, 1990). Kehilangan air perembesan dinyatakan dalam liter per jam per

m2 Iuas keliling basah saluran (Michael, 1978) atau m3 per m panjang saluran per hari
(Muskat, 1937 &am

Wesseling, 1973). Faktor-faktor yang menentukan dalam peme-

cahan m a d a h perembesan air dari saluran irigasi adalah konduktivitas hidrolika lapisan tanah bawah, geornetri saluran, clan posisi muka air tanahnya (Muskat, 1937 ciatam
Wesseling, 1973 dan Bouwer, 1965 dalarn Wang and Hagan, 198 1)
Dalam saluran pasangan (lit~ed), kehilangan perembesan biasanya tidak nyata
(Meijer, 1990). Didam saluran tanah (rt)rlrrred), di mana muka air dalam parit irigasi

sering kali lebih tinggi dari muka air tanah, kehilangan perembesan tidak dapat dihindarkan (Wesseling, 1973)

Pada tanah-tanah permeabel, seperti pasir dan lempung

berpasir, kehilangan air perembesan dapat mencapai 20 sampai 40% (Micheat, 1378)
atau seperempat sampai sepertiga (Kruse, el at., 1983) dari air yang dialirkan

Dalam petak-petak sawah, perkolasi dan perembesan pada kebanyakan daerah
tropis besarnya 0 - 6 mmlhari, tapi dapat juga melebihi 20 mmhari (Wickham and Sen,
1978). Variasi laju perkolasi dan perembesan ditentukan oleh sifat-sifat tanah, posisi

dalam topograiinya, kedekatannya dengan saluran drainase. pengelolaan lahan dan kedalaman muka air tanah ( K e e d i l c k and Soeprapto. 1985).
Perkolasi addah pergerakan air vertikal ke muka air tanah yang melewati zone
p e r a k a r q sedang perembesan adalah pergerakan air bawah permukaan ke samping
(Wickham and S

i 1978). Umumnya perkolasi ditentukan sebagai alinur air vertikal

ke bawah yang masuk ke dalam tapisan tap& bajalc dan lapisan tanah bawah, sedang
perembesan ditentukan sebagai aliran air ke samping melewati tanggul d m k s e atau
pematang sawah dari air penggenangan dan air dalam lapisan olah (Koga, 1992; Ya-

mazaki, 1988; F m k i , 1983 dan Motomura, 1983).
Satuan iaju perkolasi

volume perkolasi melahi 1 m2 penrmkaan dalam

satu hari wm2/hari atau mm/hari) dan satuan laju perembesan adalah volume perem-

besan melalui 1 m pematan&tanggul dalam satu hari (Vm/hari) (Yamazaki, 1988).
Di lapang perkolasi dan perembesan sulit divaluasi secara terpisah (W~ckharn
and Singh, 1978; Yamazaki, 1988; dan Koga, 1992). Dalam petak-pet& sawah, perkolasi selalu akan terjadi. sementara laju perembesan pengukurannya jarang ditakukan
Namun dernikian. selama perencanaan irigasi perembesan hams diperhitungkan karena
laju perembesan pada kenyataannya cukup tinggi (Yamazaki. 1988).
Laju perkolasi dan perembesan melalui zone perakaran dipengaruhi deh beberapa aspek tanah, meliputi :

r

Sifat-sisfat tanah, seperti : tekstur, struktur, sifat mengembang dan mengkerut, bo-

-

bot isi, rnineralogi, konsentrasi gararn, dan bahan organik
Faktor-faktor pengelolaan, seperti : penggenangan dan kedalaman airnya, pelumpuran, adanya lapisan tapak bajak dan pengendalian kedalaman muka air tanah
Faktor-faktor Engkungan, seperti : kedalaman muka air tanah, kerapatan jaringan
drainase, topografi, clan ukuran luas penanaman padi.

Beberapa dari faktor-faktor tersebut berinteraksi d m saling melengkapi dalam m e m p s
and Singh, 1978).
ngaruhi perkolasi dan perembesan F ~ c k h a m
Pada sawah yang diolah secara mekanis laju perkolasinya lebii kecil dan lebih
seragam dari pada dilakukan dengan tangan (Iwata, et al.. 1988). Laju perkolasi pada
umumnya lebih stabil dan dapat diprediksi dari pada laju perembesan. Perembesan lebih sukar diduga karena ruang pori tanah mempunyai variasi besar dan pembasahan
serta pengeringan tang@ yang dekat permukaan airnya saling berganti HI), maka
akan tejadi aliran ke bawah dinyatakan sebagai perkolasi (P) dan aliran aliran ke
samping dinyatakan sebagai perembesan (S)

SP adalah titik stag-

yaitu suatu

titik di mana hngsi debit spesifik sama dengan nol. Perkolasi dari petak BP2 akan
nlulai pada titik SP. Bagian perembesan dari petak EP2 merembes ke dalam petak
BP2 di atas permukaan tanah menambah air penggenangannya. Bagian air perembesan ini bebas dari garis aliran yang lewat melalui titik SP. Di petak EP2 deagan
kedalaman zone perakaran L(R), kehilangan air perkolasi digambarkan sebagai air
yang melewati gatis 3B-2B, sedang kehilangan perembesan digambarkan sebagai air
yang melewati garis 2-2B. Dua kehilangan ini dipisahkan oleh garis aliran yang lewat melalui tit& 2B.
b. Jika antara petak mempunyai tin& penggenangan air sama O f 1

=

HZ), maka pada

petak EP2 d m BP2 hanya tetjadi kehilangan perkolasi. Kehilangan air pesembesan
dari petak EP2 tidak tejadi dan perkolasi pada petak BP2 mulai terjadi dari titik 2.

Gambar 4. Sketsa pola garis-garis aliran pada bidang aliran metode petak tmutup
pIastik (EP2) dan petak penyangga (BP2) dengan kedalaman zone perakaran L(R) pa& bidang-Z (Dhathar, 1980).

13

Pada kondisi tanah jenuh dan aliran sfeagv, kecepatan infiltrasi atau perernbesan vertikal ke bawah dari permukaan tanah yang digenangi air semakin besar bila jarak
perpindahan semakin dekat dengan parit/saluran drainase dan sebaliknya sernakin kecii
bila jauh dari salurannya (Fukuda, 1964; Kirkharn, 1965; dan Wamck and Kirkham,
1969a dalam Kirkham, et al., 1974) dan aliran airnya ke arah parit drainase terdiri dari
aliran vertikal, horizontal dan radial (Gambar 5 ) (Ernst. 1962 dalam Wesseling, 1973).

Horizontal

;

KZ;

Gambar 5 . Geometri aliran air dua-dimensi ke arah parit drainase
(Ernst, 1962 dalam Wesseliig, 1973).

Dalam kondisi tan& jenuh, walaupun tidak sempuma jenuh karena ada gelernbung-gelembung udara yang dihasilkan oleh udara yang larut dalam air irigasi atau gas
yang dihasilkan oleh reduksi bahan organik, aliran air tanah (Gambar 6) &pat dianalisis dengan hukurn Darcy (Furuki, 1983 dan Yarnazaki, 1988), yaitu :

dirnana . q

fluks air (cmldetik)
konduktivitas hidrolika tanah (cmldetik)
J = grad H gradien hidrolika (-)
A H = beda tinggi muka air penggenangan dan air dalam d u r a n drainase (crn)
I - panjanggarisaliran (crn).

K

=
-

-

Gambar 6. Perkolasi dan perembesan dari air penggenangan sawah dalam kondisi
tanah jenuh (Furuki, 1983 d m Yamazaki, 1988).
Bila perbedaan tinggi A H tetap, maka laju infiltrasi ditentukan oleh perubahan
panjang garis aliran l terhadap jarak dari saluran drainase. Jika perbedaan tinggi AH
berkurang dengaa meningkatnya permukaan air dalam saluran drainase. maka laju infiltrasinya juga berkurang.
B. 1. KarakterirWr Perkolasi

Perkdasi di bawah zone akar &pat kontinu dalam waktu yang lama sejak kapasitas lapang dicapai, sejalan dengan irigasi atau cwah hujan lebat (Michael, 1978).
Laju perkolasi sangat bervariasi bahkan dalam sawah yang sama dm lajunya berubahubah terhadap waktu selama periode irigasi (Iwata, et al., 1988 dan Yamataki, 1988)
dan kisaran lajunya berkurang secara perlahan terhadap waktu (Iwata, eta/-, 1988).
Laju perkolasi tinggi pada waktu awd, berkurang sesudah pelumpran dan pemindahan bibit. dan paling lambat pada waktu pertengahan dan meningkat lagi pada
waktu akhir musimnya. Ditinjau dari faktor hidrolikanya, pada tahap awal dan pertengahan periode irigasi, laju perkolasi berkurang karena muka air tanah atau muka air
dalam saluran drainase menjadi t i n e disebabkan oleh irigasi. Sedangkan pada tahap

akhir, perkolasi meningkat karena muka air tanah atau muka air dalam saluran drainase
menjadi rendah disebabkan oleh pembuangan airnya (Yamazaki, 1988).
Nilai-nilai perkolasi yang besar terdapat di sekitar batas sawah, di mana k e j a
alat mekanis tidak memadai (Iwata, rt al., 1988 dan Yamazaki, 1988). Dari titik pandang hi&olika, perbedaan ini disebabkan oleh jarak dari saluran drainase, pipa drainase
bawah permukaan atau petak sawah yang bersebelahan tidak sama tinggi. Faktor utama terjadinya perbedaan laju perkolasi spasial (dari tempat ke tempat) addah ketidakseragaman tanah dan profil tanah, terutama pada sawah-sawah yang bani direklamasi
atau dikonsolidasi dengan penggdian dan penimbunan (Yamazaki, 1988).
P&olasi

ditentukan oleh tahanan pergerakan air dalam pro61 tanah dan dipe-

ngaruhi oleh head air. Kemampuan tanah untuk metewatkan air berhubungan dengan
strulctur tiam tekstumya seixta batas antara horizon-horizon termasuk kernungkinan adanya lapisan tapak bajak (Wickham and Singh, 1978).
Profil tanah sawah umumnya diiagi menjadi tiga lapisan tanah, yaitu : lapisan
olah, lapisan tap& bajak dan lapisan tan& bawah (Garnbar 7). Laju perkolasi ditentukan oleh hubungan antara lapisan-lapisan ini. Berdasarkan titik pandang permeabilitas
dari masing-masing lapisan tanahnya, secara umum tanah sawah &pat diklasifikasikan
(Furuki, 1983 dan Yamazaki, 1988) menjadi tiga tipe :
1 . Tipe dominan lapisan olah : kt > /2:k2. I-%k . ~ ) .
,~,",-

Tipe sawah di mana pelumpuran dilakukan dengan baik. Perrneabilitas tanah dan
intensitas pelumpuran menentukan laju dan banyaknya perkolasi. Pada pertengahan musim, retakan-retakan tanah lapisan olah menyebabkan perkolasi meningkat.

Lapisan olah, kt
Lapisan tapak bajak,

\

\

/

11

k2

Lapisan tanah bawah, k3
Gambar 7. Profil tanah sawah (Furuki, 1983 d m Yamazaki, 1988)
k = konduktivitas hidrolika dan I = tebal lapisan tanah.

2. Tipe dominan lapisan tapak bajak : k2 -ct kt,k3 -+

>> IJ/kl, laJ).

Laju perkolasi ditentukan oleh lapisan tap& bajak. Pada m u s h kering retakan-retakan lapisan olah berkembang sampai ke dalam lapisan tapak bajak, sehingga laju
perkolasi memingkat. Pengendalian perkolasi harus mengubah permeabilitas k2.
3. Tipe dominan lapisan tanah bawah : k3 > Il/k,.

[A).

Tipe sawah ini dapat dilihat pada daerah-daerah bediat dan bet-awa-rawa Pengendalian irigasi dan drain-

di petmukaan tanah dan pengendalim budidaya harnpir

tidak mengubah perkolasi. Untuk meningkatkan perkolasi perlu memecah lapisan
tanah bawah atau memasang pipa drainase.
Secara garis besar perkolasi yang tejadi dalam sawah dibagi dalam dua tipe,
yaitu t i p e perkolasi dibawah kondisi jenuh (aliran jenuh) dan tipe perkolasi dibawah
kondisi tidak jenuh (aliran tidak jenuh). Faktor-faktor yang menentukan tipe perkolasi
tersebut adalah keddaman muka air tanah, permeabilitas atau konduktivitas hidrolika
tanah dan urutan besarnya konduktivitas hidrofka lapisan-lapisan tanah yang berbedabeda (Furuki, 1983; Yamazaki, 1988; dan Koga, 1992).

T ~ p eperkolasi kondisi jenuh terjadi di mana muka air tanahnya dangkal, sedangkan tipe perkolasi kondisi tidak jenuh dalam lapisan tanah bawah tejadi di mana
muka air tanahnya dalam dan permeabilitas tanahnya lebih besar dari pada lapisan olah
atau lapisan tapak bajak (Furuki, 1983; Yamazaki, 1988; dan Koga, 19