Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.
MODEL PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA
KELAPA SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq.) UMUR 5 TAHUN
DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. PUTRI HIJAU,
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Dedy Hamonangan Silaban 101201178
Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Peneletian : Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.
Nama : Dedy Hamonangan Silaban
NIM : 101201178
Program Studi : Kehutanan
Minat : Manajemen Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Muhdi, S. Hut., M.Si Dr. Diana Sofia Hanafia, S.P., M.P
Ketua Anggota
Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut., M.Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan
(3)
ABSTRAK
DEDY HAMONANGAN SILABAN
:
Model Pendugaan Cadangan Karbon Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 5 Tahun Di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat, dibimbing oleh MUHDI dan DIANA SOFIA HANAFIA.Tanaman kelapa sawit adalah penyerap CO2 sama halnya dengan tanaman lain seperti hutan. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model alometrik pendugaan karbon perkebunan kelapa sawit di PT. Putri Hijau Kabupaten Langkat dan mendapatkan potensi kandungan karbon tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan karbon dari tiap bagian-bagian tanaman yang dilakukan laboratorium. Hasil penelitian mendapatkan model pendugaan biomassa dan massa karbon terbaik tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun adalah W = 0,00597 D1,000 HBP1,142 dan C = 0,001559 D0,948HBP1,154, potensi biomassa
kelapa sawit PT. Putri Hijau mencapai 28,53 ton /ha pada umur 5 tahun dan nilai massa karbon mencapai 7,17 ton / ha.
(4)
ABSTRACT
DEDY HAMONANGAN SILABAN: Model Estimating Carbon Stock In Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 Years In Palm Plantation PT. Putri Hijau, Langkat, supervised by MUHDI and DIANA SOFIA HANAFIA.
Palm Oil Plant a CO2 absorber as well as other crops such as forest plants. Currently the center of oil palm plantations located in the province of North Sumatra. This study aimed to obtain carbon estimation models Allometric palm plantations in PT. Putri Hijau, Langkat and to get potential carbon content of plant oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 years. The research carried out in two stages, the first stage was data collection in the field and the second stage was biomass and carbon analyzes of each of the laboratory. The research resulted that model allometrik to get the mass of carbon biomass and the best crop of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) were W = 0.00597 D1,000 HBP1,142, and C =
0.001559 D0, 948HBP1, 154 and the results of estimating the value of the volume of oil
palm biomass PT . Putri Hijau was 28.53 tons / ha and carbon mass values was 7.17 tons / ha.
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, pada tanggal 13 Desember 1992 dari ayah F. Silaban dan Ibu E. Tampubolon. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 091673 Bandar Tongah pada tahun 1998-2004, kemudian dilanjutkan di SMPN 1 Pematang Bandar pada tahun 2004-2007, lalu dilanjutkan di SMA SWASTA HKBP KAMPUS NOMMENSEN Pematang Siantar pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain anggota Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMAS USU) pada tahun 2010. Selain itu penulis aktif menjadi kepala pengurus Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) Penerima Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE USU) 2011-2012, Wakil Ketua Natal Program Studi Kehutanan tahun 2012, Sekretaris Hari Lingkungan Hidup PEMA Pertanian USU tahun 2013.
Penulis pernah mengikuti pelatihan militer di Akademi Militer (AKMIL) Magelang, Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Beasiswa Indofood Sukses Makmur, Tbk pada tahun 2012. Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2012 di Taman Hutan Raya Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk tanggal 7 Februari – 7 Maret 2014.
(6)
Pemanenan Hasil Hutan (PHH) tahun 2014. Penulis juga penerima Dana Program Kreativitas Mahasiswa DIKTI (PKM DIKTI) bidang Penelitian tahun 2013. Akhir perkuliahan, penulis telah melakukan penelitian di PT. PUTRI HIJAU Kabupatan Langkat Sumatera Utara.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian ini adalah Model Penduga Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 5 Tahun di Perkebunan Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua ayahanda F. Silaban dan ibunda E. Tampubolon serta seluruh keluarga besar atas dukungan, motivasi, kasih saying dan doanya. 2. Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. dan Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP., MP. selaku
komisi pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Beasiswa Indofood Sukses Makmur. Tbk yang telah memberikan dukungan dana selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
4. Teman satu tim peneliti Andreas dan Guswinda yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
5. Kelompok kecil saya sweet solideo ( Imannuel, Reymond, Warsein dan Ira) yang setia memberikan dukungan doa dan semangat.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, Juni 2014 Penulis
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN... ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR... ... vi
DAFTAR ISI... ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1
Alur Penelitian ... 4
Tujuan Penelitian... ... 5
Hipotesis Penelitian... ... 5
Manfaat Penelitian... ... 5
TINJAUAN PUSTAKA... 6
Ekologi dan Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ... 6
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) ... 10
Biomassa Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ... 12
Karbon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ... 15
Model Alometrik Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon ... 21
METODOLOGI PENELITIAN ... 24
Waktu dan Tempat Penelitian... ... 24
Alat dan Bahan Penelitian... ... 24
Metode Penelitian... ... 24
Prosedur Penelitian... ... 25
Pengumpulan data dilapangan ... 25
Analisis di laboratorium ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit ... 31
Berat Basah Tanaman Contoh ... 32
Kadar Air Kelapa Sawit ... 33
Berat Kering (Biomassa) ... 35
Kadar Karbon ... 36
(9)
Model Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Kelapa Sawit ... 40
Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau ... 43
KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
Kesimpulan ... 48
Saran ...48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
(10)
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik
Tahun 2012 ... 21 1. Karakteristik tanaman contoh yang digunakan untuk menyusun
persamaan allometrik ... 31 2. Hasil uji T kadar karbon kelapah sawit (Elaeis guineensis Jacq)
umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman ... ... 38 3. Rata-rata massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun pada berbagai
bagian tanaman ... 39 4. Model penduga biomassa bagian-bagian tanaman kelapa sawit
umur 5 tahun ... 41 5. Model penduga massa karbon bagian-bagian tanaman kelapa sawit
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Alur Penelitian Pendugaan Cadangan Karbon Tegakan Kelapa Sawit 4 2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanaman Serta NilaiTime Average C ... 18
3. Plot contoh ukuran 20 meter x 20 meter ... 25 4. Berat basah rata-rata pada setiap bagian kelapa sawit umur 5 tahun ... 32 5. Kadar air rata-rata tanaman sawit umur 5 tahun
berdasarkan bagian-bagiannya ... 34 6. Biomassa rata-rata bagian kelapa sawit umur 5 tahun ... 35 7. Kadar karbon rata-rata (%) bagian tanaman sawit umur 5 tahun ... 36 8. Biomassa total kelapa sawit umur 5 tahun PT. Putri Hijau
ukuran petak contoh 20 meter x 20 meter ... 44 9. Total massa karbon tanaman kelapa sawit umur 5 tahun pada
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil Inventarisasi Tanaman Kelapa Sawit Umur 5 Tahun... 53 2. Hasil Perhitungan Biomassa Tanaman Kelapa Sawit ... 54 3. Output spss model alometrik terpilih penduga biomassa tanaman kelapa sawit ... 55
4. Output spss model alometrik terpilih penduga massa karbon tanaman
kelapa sawit ... 57 5. Foto kegiatan selama penelitian di PT. Putri Hijau ... 59
(13)
ABSTRAK
DEDY HAMONANGAN SILABAN
:
Model Pendugaan Cadangan Karbon Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 5 Tahun Di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat, dibimbing oleh MUHDI dan DIANA SOFIA HANAFIA.Tanaman kelapa sawit adalah penyerap CO2 sama halnya dengan tanaman lain seperti hutan. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model alometrik pendugaan karbon perkebunan kelapa sawit di PT. Putri Hijau Kabupaten Langkat dan mendapatkan potensi kandungan karbon tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan karbon dari tiap bagian-bagian tanaman yang dilakukan laboratorium. Hasil penelitian mendapatkan model pendugaan biomassa dan massa karbon terbaik tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun adalah W = 0,00597 D1,000 HBP1,142 dan C = 0,001559 D0,948HBP1,154, potensi biomassa
kelapa sawit PT. Putri Hijau mencapai 28,53 ton /ha pada umur 5 tahun dan nilai massa karbon mencapai 7,17 ton / ha.
(14)
ABSTRACT
DEDY HAMONANGAN SILABAN: Model Estimating Carbon Stock In Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 Years In Palm Plantation PT. Putri Hijau, Langkat, supervised by MUHDI and DIANA SOFIA HANAFIA.
Palm Oil Plant a CO2 absorber as well as other crops such as forest plants. Currently the center of oil palm plantations located in the province of North Sumatra. This study aimed to obtain carbon estimation models Allometric palm plantations in PT. Putri Hijau, Langkat and to get potential carbon content of plant oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 years. The research carried out in two stages, the first stage was data collection in the field and the second stage was biomass and carbon analyzes of each of the laboratory. The research resulted that model allometrik to get the mass of carbon biomass and the best crop of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) were W = 0.00597 D1,000 HBP1,142, and C =
0.001559 D0, 948HBP1, 154 and the results of estimating the value of the volume of oil
palm biomass PT . Putri Hijau was 28.53 tons / ha and carbon mass values was 7.17 tons / ha.
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan hutan selama ini hanya memandang hasil hutan kayu, hal ini menyebabkan penebangan hutan yang tidak terkendali yang mengakibatkan kerusakan hutan (deforestasi). Selain itu alih guna lahan hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian, dan pemukiman menyebabkan laju kerusakan hutan semakin bertambah. Padahal, pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan non kayu, tetapi juga hasil hutan lainnya seperti plasma nuftah, penyerapan karbon, dan jasa lingkungan (Suhendang, 2002).
Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang menginginkan mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman industri pulp, perkebunan, karet, kopi, coklat, dan lain-lain. Secara legal konversi lahan hutan sering dilakukan melalui revisi tata guna lahan tingkat kabupaten dan provinsi. Akibat kebijakan tersebut luas hutan alam di Indonesia terus menyusut dari tahun 1990 sampai tahun 2010, yaitu dari 1,8 juta hektar per tahun menjadi 1,17 juta hektar per tahun (Dirjen Planalogi Kehutanan, 2010).
Indonesia adalah Negara dengan lahan hutan mencapai 60% dari area negara. Keberadaan hutan sangat penting tidak hanya untuk ekonomi nasional dan kehidupan masyarakat lokal, tetapi juga lingkungan global. Indonesia merupakan tempat berkumpulnya mega keanekaragaman hayati dan penjaga lahan hutan tropis dunia. Diperkirakan bila tidak ada kebijakan baru dari pemerintah pusat dan
(16)
masih ada akan terancam keberadaannya untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit maupun hutan tanaman industri.
Lahan yang dikonversi dan dikelola dengan benar, akan menghasilkan kapasitas serapan karbon yang meningkat. Namun demikian, hutan ketika dikonversi menjadi bentuk penggunaan lain dan mengalami gangguan akan berubah menjadi sumber emisi. Saat ini sejumlah hutan tropika mengalami degradasi hebat, diantaranya disebabkan konversi hutan menjadi areal pertanian, perkebunan dan pemukiman.
Dalam rangka menjawab kebutuhan kebijakan alternatif, diperlukan kajian tentang pola penggunaan lahan yang sesuai dengan upaya mitigasi perubahan iklim. Seberapa besar relevansi perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai penyedia jasa lingkungan yang menghasilkan penerimaan ekonomi, tanpa harus mengubahnya menjadi penggunaan lahan tertentu yang menurunkan simpanan karbon dan seberapa besar serapan karbon kelapa sawit dibandingkan pohon dalam hal konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Jasa lingkungan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme pembayaran kompensasi atas pengalihan alokasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit sehingga mampu menghindarkan terjadinya deforestasi atau degradasi hutan. Salah satu indikator penting untuk suatu lanskap dapat dimasukkan ke program REDD adalah terjadinya penurunan emisi atau peningkatan simpanan karbon vegetasi.
Deforestrasi mengacu pada hilangnya hutan akibat kegiatan manusia yang termasuk konversi hutan yang memiliki simpanan karbon rendah, dan hilangnya
(17)
hutan akibat degradasi yang berkesinambungan yang diakibatkan kebakaran yang berulang kali dan penebangan illegal.
Vegetasi mempunyai peranan yang sangat penting terhadap penurunan emis i gas rumah kaca. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu penyerap CO2 yang ada di bumi. Penyerapan karbon oleh kelapa sawit ditentukan
melalui proses fotosintesis dan pelepasan oksigen melalui respirasi. Hasil penelitian Henson (1999) mengungkapkan bahwa dalam proses fotosintesis (assimilasi) kelapa sawit menyerap sekitar 161 ton CO2 per hektar per tahun.
Seluruh tanaman/tumbuhan menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis dan
menghasilkan O2 dan energi yang sebagian energi tersebut tersimpan dalam
bentuk biomassa (stok karbon).
Melihat fungsi kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq.) sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah karbon yang disimpan oleh kelapa sawit menjadi penting. Di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat memiliki potensi yang sangat besar terutama perkebunan kelapa sawit. Kabupaten Langkat merupakan salah satu wilayah yang memiliki komoditi sawit yang cukup tinggi. Seiring dengan berkembangnya dan makin luasnya perkebunan di Kabupaten ini maka diperlukan suatu informasi teknis tentang cadangan karbon pada perkebunan di kelapa sawit, juga diperlukan penelitian mengenai pendugaan cadangan karbon hingga menghasilkan informasi C-stok dan seberapa besar jumlah C-ton/ha yang tersimpan pada tanaman kelapa sawit di PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat, Kecamatan Besitang.
(18)
Alur Penelitian
Berikut adalah alur penelitian yang dirancang untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang sebenarnya dilapangan dan dilaboratorium :
Gambar 1. Gambaran Alur Penelitian Pendugaan Cadangan Karbon Tanaman Kelapa Sawit.
Peninjauan Lokasi (Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Besitang, Sumatera Utara)
Perencanaan Petak Ukur
Pembuatan Petak Ukur Ukuran 20 m x 20 m
Pengukuran dimensi tanaman kelapa sawit, mencakup diameter batang tinggi total dan tinggi
Penebangan tanaman sebagai sampel untuk ditimbang berat basah dan memisahkan ke dalam bagian-bagian tanaman untuk dijadikan sebagai sampel yang akan dianalisis di
Mengukur dan menimbang bagian-bagian tanaman. Batang dibagi kedalam sortiman pendek dan
diukur diameter ujungnya. Seluruh batang dan daun ditimbang untuk memperoleh
Analisis contoh uji dilaboratorium untuk mendapatkan nilai berat jenis, kadar zat terbang, kadar abu
dan kadar karbon dalam biomassa (stok karbon)
Penggunaan model alometrik terbaik untuk penaksiran biomassa dan karbon tanaman
(19)
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui seberapa besar perbedaan kandungan karbon pada tiap bagian kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yaitu antara batang, pelepah dan daun.
2. Mendapatkan model alometrik pendugaan karbon perkebunan kelapa sawit di PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.
3. Mendapatkan potensi kandungan karbon tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kandungan karbon pada bagian – bagian tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) antara batang, pelepah dan daun.
Manfaat Penelitian
Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi peneliti yang terkait dengan biomassa dan karbon tersimpan pada tanaman sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun di Sumatera Utara.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi dan Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang (Risza, 1994).
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh lurus, dan umumnya tidak bercabang, dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini berumah satu atau monoecius. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Palmae
Keluarga : Palmaeceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq
(Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).
Menurut Suyatno (1995) tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok yaitu :
a. Tanaman belum menghasilkan 0 – 3 tahun – muda (belum menghasilkan) b. Tanaman menghasilkan 3 – 4 tahun – remaja (produksi/Ha; sangat rendah)
(21)
c. Tanaman menghasilkan 5 – 12 tahun–teruna (produksi/Ha; mengarah naik) d. Tanaman menghasilkan 12 – 20 tahun–dewasa (produksi/Ha; posisi
puncak)
e. Tanaman menghasilkan 21 – 25 tahun–tua (produksi/Ha; mengarah turun) f. Tanaman menghasilkan 26 tahun – renta (produksi/Ha; sangat rendah) Syarat tumbuh kelapa sawit merupakan aspek penting yang harus diperhatikan karena merupakan aspek penentu dan sulit untuk dilakukan modifikasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan beberapa pendekatan agar faktor pembatas yang ada dapat dicegah atau dapat ditekan sedemikian rupa sehingga berubah menjadi faktor pendukung. Kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara 100LU-120 LS. Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 0-400 meter di atas permukaan laut. Curah hujan optimal yang dikehendaki sekitar 2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari dan suhu optimum berkisar antara 240– 280 C. Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti tanah podsolik coklat, podsolik kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, dan organosol (tanah gambut). Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6 (Pahan, 2008).
Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun disanggah oleh pelepah yang panjangnya bisa mencapai 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari batang dan membentuk
(22)
spiral. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan biasanya memiliki 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua antara 20-25 helai. Kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur 12-14 bulan. Bunganya termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman ini dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri. Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil (Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).
Tumbuhan seperti perkebunan, memiliki mekanisme proses fotosintesis (asimilasi) yang menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan
dalam bentuk biomass (stok karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga melakukan pernafasan/respirasi yang menghasilkan CO2 ke atmosfer bumi. Oleh
sebab itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap
dikurangi CO2 yang dilepas. Henson (1999) menghitung penyerapan netto CO2
perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan hutan alam tropis. Data empiris tersebut menunjukkan bahwa secara netto kelapa sawit dan hutan alam tropis (juga tanaman lainnya) adalah penyerap CO2 dari atmosfer bumi. Namun kemampuan
perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 (secara netto) lebih besar
(23)
Tanaman kelapa sawit juga memerlukan unsur hara tambahan untuk pertumbuhannya, penyerapan unsur hara yang berasal dari pupuk akan lebih efektif karena meningkatnya daya dukung tanah akibat penambahan bahan organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman akan lebih baik sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat kering tanaman dan sesuai dengan kemampuan menyimpan oleh bagian tanaman tersebut
(Suwandi dan Chan, 1982) .
Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun 1969. Pada saat itu luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 hektar dengan total produksi minyak sawit mentah yaitu 189.000 ton per tahun. Sedangkan pada tahun 2005 produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai 9,9 juta ton (Hadi, 2004).
Banyak air yang terkandung pada sepotong kayu disebut kadar air (KA) kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu bervariasi, tergantung jenis kayunya, bagian kayunya, kandungan tersebut berkisar sekitar 40-400%. Hasil inventarisasi dikumpulkan dilapangan merupakan data berat basah sehingga diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air
(Dumanauw, 1990).
Hasil penelitian Iswanto et al., (2010) menyebutkan bahwa nilai kadar air pohon kelapa sawit berkisar antara 219,9-379,4%. Tsoumis (1991) menyatakan
(24)
bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung spesies pohon, posisi dalam batang dan musim.
Dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak hanya pada pohon tetapi sama halnya pada kelapa sawit, dimana terdapat perbedaan kandungan kadar air pada setiap bagian-bagiannya (Haygreen & Boyner, 1996).
Penelitian oleh Tjitrosemito dan Mawardi (2001) mengemukakan kandungan karbon kelapa sawit pada umur 19 tahun sekitar 40,28 ton/ha. Jika dilihat dari hasil tersebut maka diduga perkebunan kelapa sawit berada pada lahan mineral yang subur. Kondisi maksimum pada umur 19-24 tahun dengan kandungan karbon sebesar 27.168 ton setiap hektarnya. Variasi nilai yang diperoleh tersebut sesuai dengan luasan lokasi penelitian dan umur kelapa sawit. Namun, pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan dan konversi lahan gambut menjadi perkebunan terbukti melepaskan CO2 sebesar
20–55 ton/ha/tahun (Hooijer et al., 2006).
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan dua aktifitas yang dapat mengurangi penambahan karbon di atmosfer. Peningkatan simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada sequestrasi karbon dari atmosfer. Ruang lingkup REDD+ dalam konteks yang luas, akan tetapi, juga memasukkan cadangan karbon karena hal ini mengacu pada konservasi hutan dan karbon yang disimpan di hutan yang masih utuh. Cadangan berbeda dengan emisi dimana cadangan tidak berarti sebuah perubahan dalam konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan oleh karena itu tidak diakui sebagai aktifitas mitigasi pengurangan perubahan iklim (Parke et al.,2009).
(25)
Data mengenai luas lahan kelapa sawit sangat bervariasi, tergantung sumbernya. Berdasarkan data statistik, luas perkebunan sawit di Indonesia tahun 2013 mencapai sekitar 9,3 juta ha, dimana sekitar 40% diusahakan oleh petani, sedangkan sisanya dikuasai perusahaan swasta dan BUMN. Departemen Pertanian Amerika Serikat memperkirakan bahwa Indonesia pada tahun 2009 telah menanam kelapa sawit pada lahan seluas kira-kira 7,3 juta hektar. Organisasi-organisasi non- pemerintah bahkan memperhitungkan sampai 9,2 juta hektar. Indonesia menjadi produsen ekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Pada musim panen 2009/2010 menghasilkan 21 juta ton minyak kelapa sawit, yaitu hampir separuh dari produksi minyak kelapa sawit dunia yang berjumlah 45 juta ton. Di samping minyak kelapa sawit, juga dihasilkan 5,3 juta ton minyak biji sawit yang masuk ke pasar dunia. Patut diamati bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekspor yang luar biasa antara tahun 2003 dan 2010 yaitu berlipat ganda menjadi 16,2 juta ton (musim panen 2009/2010) dan berdasarkan perkiraan akan terus meningkat (Adams, 2011).
Tanggapan pemerintah dalam soal pembukaan lahan / sistem pertanian dengan cara membakar hutan / lahan ini sebenarnya menjadi titik penting untuk melihat bagaimana menempatkan posisi masyarakat ketika berhadapan dengan isu lingkungan hidup. Tekanan atas masih terjadinya pembakaran hutan makin menguat bukan hanya oleh kepentingan kelancaran transportasi atau kesehatan tetapi juga oleh keinginan Indonesia untuk terlibat lebih jauh dalam perundingan perubahan iklim dengan melaksanakan salah satu skema mitigasi perubahan iklim berupa REDD. Pembakaran lahan apalagi dilahan gambut merupakan salah
(26)
satu contributor terbesar bertambahnya karbon di atmosfer yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu emitter terbesar dunia saat ini (Angelsen, 2008).
REDD dalam pelaksanaannya merujuk pada dua hal. Pertama, proses pembentukan mekanisme pembayaran kepada negara berkembang yang telah mengurangi emisinya lewat pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan. Kedua, ia merujuk pada aktifitas persiapan bagi negara agar terlibat dalam mekanisme REDD, yang setidaknya akan melakukan pengujian dan pengembangan metodologi, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon. Di Indonesia, rujukan kedua itu dikenal dengan istilah Demonstration Activities (DA) (Departemen Kehutanan, 2008).
Produksi kredit karbon REDD membutuhkan implementasi suatu set tahapan yang menuntut adanya berbagai institusi dan kegiatan praktek lapangan baru. Karena REDD beroperasi berdasarkan pendekatan nasional dan di implementasikan pada tingkat subnasional (provinsi/kabupaten/unit manajemen), berbeda dengan CDM yang diimplementasikan dengan pendekatan proyek (project based). Oleh karena itu, untuk mendukung implementasi REDD diperlukan suatu pengukuran densitas karbon setidaknya pada level kabupaten agar didapatkan data yang lebih akurat pada level nasional (FAO, 2006).
Biomassa Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Biomassa adalah total berat atau volume organisasi dalam suatu area atau volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown, 1997).
(27)
Biomassa digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan tanamam, karena tanaman dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot (sinks) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkannya. Biomassa tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tanaman serta faktor iklim (curah hujan dan temperatur) mempengaruhi laju peningkatan biomassa tanaman, selain itu perbedaan iklim juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik. Jumlah karbon dalam pohon meningkat secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon
(Onrizal, 2004).
Menurut Ahmad (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan bagian yang tersusun dengan banyak selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linier yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan makin tinggi. Adanya variasi horizontal mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen kimia penyusun. Makin besar diameter tanaman diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan dengan bagian tanaman lainya.
Biomassa dibedakan menjadi dua kategori menurut Hairiah, et al. (2001), yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass) . Biomassa diatas permukaan tanah, meliput i :
(28)
1. Biomasa pohon. Proporsi terbesar cadangan karbon di dataran umumnya terdapat pada komponen pepohonan.
2. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma.
3. Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.
4. Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting yang terletak di permukaan tanah.
Adapun karbon di dalam tanah, meliputi :
1. Biomasa akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.
2. Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah.
Menurut Handoko (2007), biomassa disusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari unsur karbon dioksida (CO2), hidrogen dan oksigen. Biomassa tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, komposisi dan struktur tanaman.
Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Hampir 50% dari biomassa dari vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon dimana unsur tersebut dapat dilepas ke atmosfir dalam bentuk CO2, apabila hutan
(29)
mengalami kebakaran akan menyebabkan konsentrasi CO2 meningkat secara global di atmosfir dan menjadi masalah lingkungan hidup. Biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructivesampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model (Sutaryo, 2009).
Biomasa akar pohon pada masing-masing kelas tutupan dihitung berdasarkan pendekatan nilai terpasang (default value) nisbah pohon: akar pada hutan tropika seperti yang telah dijelaskan dalam metodologi penelitian, yaitu4:1 untuk pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 untuk pohon di tanah-tanah miskin (Hairiah et al., 2001).
Karbon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Proporsi terbesar penyimpanan karbon di dataran umumnya terdapat pada komponen tanaman hijau. Menurut Muhdi (2008), jumlah karbon dalam tanaman pohon dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi dari tanaman pohon yang akan mempengaruhi jumlah karbon dioksida bebas di atmosfer. Hubungan timbal balik ini merupakan proses pengikatan dan pelepasan karbon bebas di atmosfer menjadi karbon terikat pada tanaman. Tanaman hijau menggunakan energy cahaya matahri untuk memecah molekul air dan menggabungkannya dengan karbon dioksida untuk dijadikan karbohidrat.
(30)
Cadangan karbon adalah jumlah karbon dalam suatu pool. Pool karbon adalah suatu system yang mempunyai mekanisme untuk mengakumulasi atau melepas karbon. Contoh pool karbon adalah biomassa hutan, produk-produk kayu, tanah, dan atmosfer. Penyerapan karbon adalah proses memindahkan karbon dari atmosfer dan menyimpannya dalam reservoir (Masripatin et al., 2010).
Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Pergerakannya dalam suatu ekosistem bersamaan dengan pergerakan energi melalui zat kimia lain; karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan CO2 dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daun dan menggabungkannya kedalam bahan organik biomassa melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Respirasi oleh semua organism mengembalikan CO2 ke atmosfer (Sutaryo, 2009).
Besarnya karbon tersimpan di atas permukaan sangat ditentukan oleh jenis dan umur tanaman, keragaman dan kerapatan tanaman, kesuburan tanah, kondisi iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut, lamanya lahan dimanfaatkan untuk penggunaan tertentu, serta cara pengelolaannya. Contoh variabilitas simpanan karbon dari berbagai jenis tanaman pada lahan gambut di Kalimantan barat (Susanti et al., 2009), menunjukkan bahwa kelapa sawit dan karet mempunyai karbon tersimpan yang tidak jauh berbeda dibanding hutan sekunder yakni berkisar 41-45 ton/ha. Namun demikian, dalam kondisi hutan alami atau dalam kondisi relatif klimaks, besarnya above ground C-stock bisa mencapai >200 ton/ha. Hasil
(31)
penelitian ini juga hampir sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan besarnya jumlah biomassa kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) umur 5 tahun adalah sebesar 28-30 ton /ha (Yulianti, 2010).
Umur tanaman sangat menentukan besarnya karbon tersimpan. Oleh karena itu, dalam menentukan karbon tersimpan dalam biomassa tanaman, digunakan nilai time average (rata-rata simpanan karbon dalam satu siklus hidup tanaman). Karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit pada berbagai umur tanaman, dengan nilai time average-nya menunjukkan perbedaan. Perbedaan nilai time average C
tanaman sawit yang didapat Rogi (2002) yaitu sebesar 60 ton/ha disebabkan oleh adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kemampuan tanaman dalam menambat karbon, misalnya kesuburan tanah, varietas tanaman, dan lain sebagainya (Susanti et al., 2009).
Kelapa sawit pada umur 0-10 tahun mempunyai cadangan karbon di atas permukaan tanah 19 ton/ha, jika diperhatikan dengan baik nilai tersebut tergolong tidak baik hal ini dikarenakan umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan sangat tidak baik ditemukan dilapangan (Hairiah, 2011).
Pendugaan cadangan karbon memiliki nilai yang bervariasi karena sangat ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan (Hartley, 1967).
(32)
Gambar 2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanaman Serta Nilai Time Average C
(Sumber: Rogi, 2002).
Hasil penelitian Muhdi (2012) di hutan alam tropika, Kalimantan Timur menyatakan rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar karbon yang bervariasi, yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 45,75%, dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61%, dengan kisaran kadar karbon rata- rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Selain itu, daun hanya mengandung sedikit bahan penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit.
Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah. Rata-rata massa karbon terbesar pohon berasal dari batang, yakni 253,31 kg (71,14%). Selanjutnya massa karbon akar sebesar 62,24 kg (17,48%), cabang 34,03 kg (9,56%), daun 6,41 kg (1,80%), dan buah 0,06 kg (0,02%). Hasil penelitian Kusuma (2009) menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi terdapat pada pangkal batang sebesar 61,62%. Demikian pula halnya dengan penelitian Febrina (2012) yang menyatakan bahwa kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 63,49%.
(33)
Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO
2 dari udara
dan akan melepas O
2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama
pertumbuhan dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data Ditjenbun, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO
2
sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO
2 adalah 25.71
ton/ha/tahun (Htut , 2004).
Hasil temuan Nurhayati (2005) mencatat kelapa sawit mampu menyimpan lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang ditambat oleh tanaman kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen
dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.
Menurut Maulana (2010), tingginya potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh komposisi diameter pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya. Tipe hutan dengan komposisi jenis pohon berberat jenis tinggi akan mempunyai potensi simpanan yang cenderung lebih tinggi daripada tipe hutan dengan kerapatan tinggi tetapi jenis pohonnya berberat jenis rendah.
Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan kayu hutan yang ada dengan cara penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu. Karbon yang diserap oleh tanaman dapat disimpan dalam bentuk biomassa kayu sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan
(34)
Unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon sawit (Limbong, 2009).
Hasil penelitian Muhdi (2013) pada 55 pohon contoh di hutan alam tropika, Kalimantan Timur menyatakan rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang yakni 485,65 kg (64,31%) dari total biomassa pohon. Biomassa akar sebesar 163,76 kg (21,68 %), cabang 76,69 kg (10,16%), daun 28,84 kg (3,82%), dan buah 0,18 kg (0,18%) dari total biomassa pohon. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun, yakni sebesar 108,72%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian cabang sebesar 80,21%. Daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Berdasarkan hasil penelitian Purba (2012) bahwa Kabupaten Langkat memiliki luas areal kebun sawit sebesar 113.725,241 ha. Keberadaan tanaman sawit kelas umur tanaman menghasilkan pada suatu sistem penggunaan lahan memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon. Pada sawit 70% dari total karbon berasal dari sawit kelas umur tanaman menghasilkan sedangkan pada sawit kelas umur tanaman belum menghasilkan hanya 30%. Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tanaman sawit di perkebunan Kabupaten Langkat memiliki nilai karbon 68,85 ton/ha (14 tahun).
(35)
Tabel 1. Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik Tahun 2012
No Perusahaan Tahun Tanam Umur (Tahun) Total Cadangan Karbon (ton/ha)
1 PT. Kinar Lapiga 2009 3 28,18
2 PT. Kinar Lapiga 2008 4 35,06
3 PT. PTPN II 2009 3 19,93
4 PT. PTPN II 2008 4 21,49
5 PT. PTPN II 2007 5 35,42
6 PT. PTPN II 2000 12 55,26
7 PT. PTPN II 1998 14 68,85
8 PT. Monopoli Raya 2009 3 19,20
9 PT. Monopoli Raya 2008 4 21,88
Model Alometrik Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon
Pemodelan adalah pengembangan analisis ilmiah yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Onrizal, 2004). Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui fotosintesis dan kehilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih akan disimpan dalam organ tumbuhan dalam bentuk biomassa. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan tinggi dan diameter pohon
(Johnsen et al., 2001).
Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi paling baik antar dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan tersebut, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari suatu unit area tertentu (Sutaryo, 2009).
Hubungan allometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh karakteristik yang berbeda dalam pohon. Contohnya adalah hubungan antara
(36)
volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon. Dalam hubungan ini, volume pohon atau biomassa pohon merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi total pohon, yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu persamaan allometrik (Hairiah et al., 2001).
Persamaan allometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh dengan melakukan penebangan dan perunjukan dari berbagai sumber pustaka yang mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk biomassa total W berdasarkan diameter D mempunyai sebuah bentuk polinomial : W = a + bD + cD2 + dD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb. Setelah persamaan allometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon. Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah et al., 2001).
Menurut Thenkabail et al., (2004) tanaman kelapa sawit yang tumbuh di Afrika memiliki model persamaan alometrik yang baik ini berdasarkan hasil penelitiannya, persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
Berat Kering (kg) = 0.3747*tinggi (cm) + 3.6334 (R2 = 0.9804).
Pilihan persamaan model allometrik untuk tujuan penaksiran biomassa harus berdasarkan persamaan yang telah diketahui. Model yang telah banyak digunakan secara luas adalah berdasarkan hukum allometrik pertumbuhan : loge Y = a + b logeX, dimana Y adalah berat biomassa dan X adalah peubah penduga
(37)
hasil pengukuran seperti diameter pangkal atau diameter yang diukur setinggi dada (Dbh) dengan berat, volume atau riap. Selain itu penaksiran dapat dilakukan dengan memasukan pengukuran diameter dan tinggi pohon ke dalam persamaan : loge Y = a + b loge (d2h). Setelah persamaan dibangun, dapat dilakukan perhitungan berat biomassa dengan menggunakan berbagai dimensi pohon yang diperlukan dari tanaman yang ada dalam wilayah contoh (Litton, 2008).
(38)
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan PT. Putri Hijau, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data dilapangan dan tahap kedua menganalisis karbon yang dilakukan di laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : chainsaw untuk penebangan, clinometer untuk mengukur kemiringan lapangan, pita diameter untuk mengukur diameter sawit, pita meter dan tali berskala untuk mengukur jarak, timbangan (neraca Ohaus) untuk menimbang berat batang, pelepah dan daun kelapa sawit, parang dan kampak untuk membuat patok, kamera untuk dokumentasi, alat tulis untuk mencatat data dilapangan, kantong plastik untuk membawa sampel tanaman, aluminium foil untuk membungkung sampel dan kalkulator menghitung data.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) yaitu dengan menebang contoh pohon terpilih. Penentuan contoh pohon terpilih atau sample yang akan ditebang dengan menggunakan
(39)
metode acak sederhana dengan menggunakan 3 (tiga) buah petak contoh dengan ukuran 20 meter x 20 meter dengan jarak petak contoh 10m ( Kiyoshi, 2002).
Gambar 3. Plot contoh ukuran 20 meter x 20 meter
Prosedur Penelitian
Pelaksanan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dilapangan dan analisis di laboratorium. Tahapan kegiatannya adalah :
1. Pengumpulan data dilapangan
Pengambilan contoh terpilih dilakukan dengan penebangan satu buah tanaman kelapa sawit pada tiap – tiap plot yang berukuran 20 meter x 20 meter, tanaman contoh yang terpilih tersebut kemudian ditebang dari pangkal batang bawah diatas permukaan tanah, kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian, yaitu batang, pelepah dan daun. Batang akan dibagi menjadi beberapa segmen, dengan panjang segmen sekitar 200 cm. Semua bagian pohon contoh tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap bagiannya. Berat basah pohon adalah hasil penjumlahan semua berat basah dari bagian pohon.
Tahapan kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memilih tanaman contoh kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit yang
mewakili harus tumbuh sehat.
(40)
3. Menebang dan memisahkan ke dalam bagian-bagian yaitu batang, pelepah dan daun. Tanaman contoh ditebang sedekat mungkin dengan permukaan tanah.
4. Mengukur dan menimbang bagian-bagian . Batang dibagi kedalam sortimen pendek 2 m dan diukur diameter ujungnya. Seluruh batang dan daun ditimbang untuk memperoleh bobot basah.
5. Pengambilan contoh uji seluruh tanaman contoh. Contoh uji terdiri atas contoh uji bagian batang (pangkal, tengah, dan ujung batang), cabang, ranting, daun dan akar masing- masing 300 gram. Contoh uji dikemas dalam
Aluminium foil untuk mencegah berkurangnya kandungan air pada contoh uji tersebut.
2. Analisis di Laboratorium Kadar air
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut : 1. Contoh uji ditimbang berat basahnya.
2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.
3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.
Kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(41)
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sample bagian daun dicincang.
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
2. Kadar abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur
listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.
(42)
mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
3. Kadar karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
Pengolahan Data Kadar air
Nilai kadar air dari contoh uji didapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
BKT
BKT
B
KA
=
o−
Dimana :
KA = Kadar air
Bo = Berat awal contoh uji
BKT = Berat kering tanur (oven) dari contoh uji
Berat kering/Biomassa
Berat kering total bagian-bagian pohon dihitung dengan rumus :
+ = 100 % 1 KA BB
(43)
Dimana :
BK = Berat kering/biomassa (Kg) BB = Berat basah (Kg)
KA = Kadar air (%)
Berat kering total dari keseluruhan pohon merupakan penjumlahan berat kering total bagian pohon kelapa sawit yang terdiri dari berat kering batang utama dan daun.
Kadar zat terbang
Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :
% 100 x A B A terbang zat
Kadar = −
Dimana :
A = Berat kering tanur pada suhu 105 oC
B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950 oC
Kadar abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
%
100
ker
ing
oven
x
uji
contoh
Berat
abu
Berat
abu
Kadar
=
Kadar karbonPenentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:
Kadar karbon terikat arang = 100% - kadar zat terbang arang-kadar abu.
(44)
Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pohon atau karbon dan bagian-bagian pohon menggunakan satu atau lebih peubah dimensi pohon berikut :
Ŷ = ß0+ ß1D+ ß2D2 Ŷ = ß0Dß1
Ŷ = ß0+ ß1D2H Ŷ = ß0 Dß1Hß2
Dimana :
Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon pohon kelapa sawit (kg/pohon) D = Diameter pohon (dbh) (cm)
H = Tinggi pohon (m)
ß0, ß1, ß2 = Konstanta (parameter) regresi
Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian pohon yang dilakukan dengan analisis statistik dengan uji nilai T ( uji beda rata-rata) menggunakan software SPSS 16.0. Adapun parameter yang diuji adalah: Perbedaan kadar karbon rata-rata setiap bagian tanaman yaitu pada bagian batang, pelepah, dan daun. Prosedur uji statistik adalah sebagai berikut:
1.Menentukan formulasi hipotesis
Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman H1 : Ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman
2.Menentukan taraf nyata pada selang kepercayaan 95% 3.Menentukan kriteria pengujian
(45)
Ho ditolak (H1 diterima) apabila P<0.05 4.Membuat kesimpulan
(46)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanaman Kelapa SawitHasil pengamatan dan perhitungan terhadap tanaman kelapa sawit pada umur 5 tahun pada perkebunan sawit PT. Putri Hijau ke dari 3 buah petak contoh dengan ukuran 20 meter x 20 meter dengan jarak petak contoh 10 meter, diketahui bahwa dalam setiap petak contoh jarak tanam adalah 9 meter x 9 meter dan terdapat 9 pokok tanaman sawit di dalamnya. Masing-masing untuk setiap petak contoh dicari tinggi total tanaman, tinggi bebas pelepah dan diameter yang disajikan pada Lampiran 1. Pada pengamatan yang dilakukan dilapangan terdapat perbedaan tinggi total, tinggi bebas pelepah dan diameter dari masing – masing tanaman contoh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik tanaman contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan allometrik
Petak Diameter batang (cm) Tinggi total (m) Tinggi bebas pelepah (m)
1 81.84 10.30 1.60
2 102.54 9.93 1.62
3 92.35 8.52 1.52
Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan antara diameter batang, tinggi total dan tinggi bebas pelepah dari masing-masing petak contoh. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan dalam mendapatkan cahaya matahari atau intensitas cahaya matahari yang diperoleh berbeda-beda, serta perbedaan kandungan unsur hara yang diperoleh tanaman. Hal ini sesuai menurut pendapat Pahan (2008) yang menyatakan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara 100 LU-120 LS. Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 0-400 meter di atas permukaan laut. Curah hujan optimal yang
(47)
dikehendaki sekitar 2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari dan suhu optimum berkisar antara 240 – 280 C. Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6.
Berat Basah Tanaman Contoh
Hasil perhitungan potensi berat basah dari beberapa bagian tanaman kelapa sawit yang diperoleh dari penebangan dilapangan disajikan pada Gambar 6
Gambar 6. Berat basah rata-rata pada setiap bagian kelapa sawit umur 5 tahun Gambar 6 memperlihatkan bahwa rata-rata berat basah terbesar tanaman sawit berasal dari batang yakni sebesar 394,6 kg, selanjutnya berat basah pelepah sebesar 249,9 kg dan daun sebesar 49,7 kg. Perbedaan berat basah yang terjadi antara masing-masing bagian tanaman dikarenakan perbedaan kemampuan bagian dari tanaman dalam menyerap unsur hara dari tanah sesuai dengan pendapat Suwandi dan Chan (1982) yang menyatakan bahwa penyerapan unsur hara yang
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Daun Pelepah Batang
49,7 248,9 394,6 B e r at B as ah R ata -r ata (K g) Daun Pelepah Batang
(48)
akibat penambahan bahan organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman akan lebih baik sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat kering tanaman dan sesuai dengan kemampuan menyimpan oleh bagian tanaman tersebut. Dalam penelitian Muhdi et al., (2014) menyatakan bahwa rata-rata berat basah terbesar tanaman kelapa sawit terdapat pada batang yakni 1400 kg (84,45%) dari total biomassa keseluruhan, selanjutnya rata-rata berat basah pelepah 157,9 kg (9,52%) dan berat basah rata-rata daun sebesar 72,4 kg (4,37%). Perbedaan hasil penelitian tersebut dikarenakan umur tanaman yang diteliti adalah berbeda nyata.
Kadar air kelapa sawit
Air merupakan unsur alami dari semua bagian tegakan sawit yang hidup. Sejumlah air akan tetap tinggal di dalam struktur dinding-dinding sel. Jumlah air akan mempengaruhi sifat fisik dan mekaniknya ketahanan terhadap penghancuran biologis, dan kestabilan dimensi produk.
Menurut Dumanauw (1990) banyak air yang terkandung pada sepotong kayu disebut kadar air (KA) kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu bervariasi, tergantung jenis kayunya, bagian kayunya, kandungan tersebut berkisar sekitar 40-400%. Hasil penelitian Muhdi et al., (2014) yang menyatakan rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada batang yaitu sebesar 238,4% , selanjutnya pelepah sebesar 261,9% dan yang terendah adalah daun sebesar 143,9%. Hasil inventarisasi dikumpulkan dilapangan merupakan data berat basah sehingga diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air. Hasil analisis laboratorium menunjukkan terdapat variasi kadar air (KA), dan dapat dilihat pada Gambar 7. Dimana untuk kadar air rata-rata tertinggi pada tegakan Elaeis
(49)
guineensis Jacq umur 5 tahun terdapat pada bagian batang yaitu 323,97% , dan pada kadar air rata-rata pelepah 218,81%, kemudian untuk kadar air rata-rata terendah terdapat pada daun 183, 49%.
Gambar 7. Kadar air rata-rata tanaman sawit umur 5 tahun berdasarkan bagian-bagiannya. Gambar 7 menunjukkan terjadinya perbedaan antara kandungan kadar air dari masing-masing bagian tanaman dikarenakan pada setiap tanaman terdapat variasi kemampuan dalam menyerap dan menyimpan air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Haygreen & Boyner (1996), yang menyatakan bahwa dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak hanya pada pohon tetapi sama halnya pada kelapa sawit, dimana terdapat perbedaan kandungan kadar air (KA) pada setiap bagian-bagiannya. Hasil penelitian Iswanto et al., (2010) menyebutkan bahwa nilai kadar air pohon kelapa sawit berkisar antara 219,9-379,4%. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung spesies pohon, posisi dalam batang dan musim. 0 50 100 150 200 250 300 350
Daun Pelepah Batang
183,49 218,81
328,97 K ad ar A ir R ata -r ata (% ) Daun Pelepah Batang
(50)
Berat Kering (Biomassa)
Berdasarkan hasil analisis diperoleh biomassa kelapa sawit dari setiap bagian meliputi daun, pelepah dan batang. Hasil analisis menunjukkan nilai rata-rata biomassa terbesar berada pada bagian batang sawit sebesar 97,751 kg, selanjutnya pelepah sebesar 81, 338 kg dan nilai biomassa yang terendah terdapat pada daun kelapa sawit dengan nilai rata-rata sebesar 17,505 kg.
Berdasarkan tanaman kelapa sawit contoh yang ditebang, nilai rata-rata biomassa setiap bagian kelapa sawit disajikan pada Gambar 8. Nilai tersebut merupakan nilai pengukuran biomassa dan perhitungan biomassa secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.
Gambar 8. Biomassa rata-rata bagian kelapa sawit umur 5 tahun
Berdasarkan Gambar 8 dapat diamati bahwa adanya variasi nilai biomassa yang berbeda antar bagian-bagian kelapa sawit, dimana menunjukkan bahwa biomassa terbesar terdapat pada bagian batang. Hal ini disebabkan biomassa berkaitan erat dengan proses fotosistesis, biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Daun Pelepah Batang
17,505 81,338 94,751 B io m as sa R ata -r ata (K g) Daun Pelepah Batang
(51)
fotosintesis, hasil fotosistesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhankearah horizontal dan vertikal. Menurut Handoko (2007), biomassa disusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari unsur karbon dioksida (CO2), hidrogen dan oksigen. Biomassa tegakan kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tegakan, komposisi dan struktur tegakan. Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area.
Kadar Karbon
Biomassa dapat menyatakan kandungan karbon yang terdapat pada suatu tanaman kelapa sawit. Menurut Brown (1997) biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon di vegetasi hutan sebab 50 % dari biomassa adalah karbon.
Onrizal (2004) menyatakan bahwa jumlah karbon dalam pohon meningkat secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon. Jumlah kadar karbon terbesar dari hasil yang didapatkan adalah pada batang sebesar 23, 743 % selanjutnya diikuti oleh pelepah sebesar 22, 759 %, dan pada daun sebesar 8.32 % dapat dilihat pada Gambar 9.
0 5 10 15 20 25
Daun Pelepah Batang
8.32 %
22.759 % 23.743 %
(52)
Batang memiliki kadar karbon terbesar karena pada masa pertumbuhan dan masa produktif, pohon menyerap karbon melalui daun dalam proses fotosintesis dan hasilnya langsung disebar ke seluruh bagian pohon yang lain. Bagian pohon yang mampu menyimpan lebih banyak adalah pada bagian terbesar yaitu batang. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang berfungsi sebagai pertukaran gas sehingga kurang padat dan tidak banyak menyimpan karbon.
Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman, adanya korelasi positif antara pertambahan diameter dan umur dengan pertambahan kadar karbon. Demikian juga terdapat variasi kadar karbon sawit dimana bagian batang memiliki kadar karbon paling besar dan semakin keatas bagian ujung batang dan bagian lainnya seperti pelepah dan daun semakin kecil. Tingginya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena pada bagian batang penyususn terbesar berupa unsur karbon. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Limbong (2009) yang menyatakan bahwa unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon sawit.
Kandungan bahan organik dan produksi biomassa sawit, variasi ini sangat dipengaruhi oleh berat jenis, berat basah dan kadar air setiap bagian jaringan tanaman. Uji beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun yang disajikan pada Tabel 3.
(53)
Tabel 3. Hasil uji t kadar karbon kelapah sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman
Daun Pelepah Batang
Daun 0,00018**
Pelepah 0,12130tn
Batang 0,00006**
Keterangan : ** : Berbeda sangat nyata (P< 0,01) pada selang kepercayaan 95% tn
: Tidak berbeda nyata (P> 0,05) pada selang kepercayaan 95%
Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar karbon yang dihasilkan pada daun dengan pelepah berbeda satu dengan lain karena nilai P berada lebih kecil dari 0,01 begitu juga kadar karbon yang dihasilkan pada batang dengan daun berbeda satu dengan lain dikarenakan nilai P berada lebih kecil dari 0,01, sedangkan pada kadar karbon pelepah dengan kadar karbon batang tidak berbeda nyata karena nilai P berada diatas 0,05.
Kadar karbon pada pelepah dan batang untuk sawit umur 5 tahun dari hasil penelitian yang dilakukan dilaboratorium diketahui bahwa tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan batang tanaman kelapa sawit pada umur 5 tahun memiliki kandungan bahan organik yang tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon yang jumlahnya hampir sama dengan pelepah. Penyataan ini sesuai dengan pendapat dari Limbong (2009) yang menyatakan bahwa unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh sel-selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon sawit.
(54)
Massa Karbon
Hasil perhitungan massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Diketahui bahwa nilai rata-rata massa karbon tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 22,518 kg, kemudian massa karbon pelepah sebesar 18,596 kg dan yang terendah pada daun yaitu sebesar 3,208 kg.
Tabel 4. Rata-rata massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman
Petak Massa Karbon (Kg)
Daun Pelepah Batang Total
I 3,432 17,145 20,937 41,514
56,002 35,452
II 3,032 25,112 27,858
III 3,160 13,531 18,761
Rata-rata 3,208 18,596 22,518 44,322
Pada Tabel 4 memperlihatkan adanya perbedaan massa karbon dari masing-masing bagian tanaman. Batang memiliki proporsi terbesar dibandingkan pelepah dan daun. Hal ini dikarenakan oleh biomassa batang yang besar dan batang memiliki selulosa yang besar. Menurut Ahmad (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan bagian yang tersusun dengan banyak selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linier yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan makin tinggi. Adanya variasi horizontal mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen kimia penyusun. Makin besar diameter tanaman diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya.
(55)
Penyerapan unsur hara, kesuburan tanah, varietas dan umur juga dapat mempengaruhi jumlah kandungan massa karbon. Hal ini sesuai dengan penyataan Susanti et al., (2009) menyatakan bahwa Umur tanaman sangat menentukan besarnya karbon tersimpan. Oleh karena itu, dalam menentukan karbon tersimpan dalam biomassa tanaman, digunakan nilai time average (rata-rata simpanan karbon dalam satu siklus hidup tanaman). Karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit pada berbagai umur tanaman, dengan nilai time average-nya menunjukkan perbedaan. Perbedaan nilai time average C tanaman sawit yang didapat Rogi (2002) yaitu sebesar 60 ton/ha disebabkan oleh adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kemampuan tanaman dalam menambat karbon, misalnya kesuburan tanah, varietas tanaman.
Model Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Kelapa Sawit
Persamaan alometrik merupakan persamaan yang menghubungkan dimensi-dimensi dari pohon dengan nilai biomassa pohon. Setiap tanaman yang berbeda akan memiliki pola yang berbeda untuk membentuk persamaan alometrik ini. Penyusunan persamaan alometrik untuk kelapa sawit yang telah dilakukan Thenkabail et al., (2004) dalam penelitiannya tersebut dapat menghasilkan persamaan berikut : Berat Kering (kg) = 0.3747*tinggi (cm) + 3.6334 (R2 = 0.9804). Persamaan tersebut disusun berdasarkan data biomassa dan dimensi kelapa sawit yang ditanam pada lahan mineral di Afrika, sehingga kurang tepat jika diterapkan pada kelapa sawit yang tumbuh di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini telah dilakukan penyusunan persamaan alometrik biomassa, massa karbon pada tiap-tiap bagian tanaman dengan diameter, tinggi bebas cabang maupun tinggi total tanaman
(56)
tanaman contoh. Model pendugaan biomassa dan massa karbon ini menggunakan pendekatan diameter, tinggi total dantinggi bebas cabang hingga diperoleh suatu model terbaik.
Persamaan terpilih tersebut selanjutnya dibandingkan dengan persamaan-persamaan lain yang menggunakan beberapa variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan suatu variabel bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman kelapa sawit. Model alometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon bagian-bagian tanaman kelapa sawit umur 5 tahun di perkebunan PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Model penduga biomassa bagian-bagian tanaman kelapa sawit umur 5 tahun.
Bagian Model Pendugaan SE Sig
R-sq (adj) (%)
F Hit Batang W = -511,054+ 32,771 D – 0,269 D2 334,788 0,481 21,7 0,829
W = 37353,687 D-1,217 0,907 0,234 19,5 1,698 W = 0.105 + 0,00019 D2 HBP 248,128 0,034* 49,8 6,943 W = 0,000312 D 1,063 HBP
1,528
0,164 0,002* 88,1 22,19 Pelepah W = 135,393 – 2, 958 D + 0,025 D2 11,695 0,021* 72,4 7,881
W = 9,223 D0,451 0,231 0,100 33,9 3,590
W = 70,586 – 4,620 e-6 D2 HBP 19,759 0,456 8,20 -0,049 W = 185,78 D0,083 HBP
-0,247
0,088 0,082 56,5 3,895 Daun W = 13,892 + 0,326 D – 0,003 D2 3,746 0,290 33,8 1,534
W = 60,889 D-0,259 0,167 0,176 24,5 2,267
W = 18,837 + 1,215 e-6 D2 HBP 3,971 0,336 13,2 1,068 W = 4,797 D0,052 HBP
0,209
0,0572 0,065 59,8 4,461 Total W = -361,767 + 30,139 D – 0,247 D2 332,54 0,536 18,8 0,693 W = 6486,983 D-0,703 0,698 0,361 12,0 0,956 W = 89,525 + 0,00019023 D2 HBP 240,29 0,032* 50,5 7,145 W = 0,00597 D1,000 HBP
1,142
0,145 0,005* 82,6 14,263
Keterangan : W = Biomassa ; D = Diameter ; SE = Simpangan Baku ; Sig = Signifikansi ; R-sq(adj) = Koefisien Determinasi ; HBP = Tinggi bebas pelepah ; * = Berbeda
(57)
Tabel 6. Model penduga massa karbon bagian-bagian tanaman kelapa sawit umur 5 tahun.
Bagian Model Pendugaaan SE Sig
R-sq (adj) (%)
F hit Batang C = -111,891+7,446 D - 0,062 D2 75,649 0,452 23,3 0,910
C = 14320,932 D – 1,340 0,902 0,193 22,9 2,078 C = 1,677 + 4,389e-5 D2 HBP 57,046 0,036* 49,1 6,750 C = 9,90832e-5 D0,963 0,148 0,001* 90,6 28,962 Pelepah C = 33,016 – 0,782 D + 0,007 D2 3,118 0,024* 71,0 7,348
C = 1,586 D 0,503 0,293 0,140 28,3 2,770 C = 16,213-1,505e-6D2 HBP 5,005 0,344 12,8 1,031 C = 137, 721 D-0,044 HBP
-0,367
0,100 0,055 62,0 4,886 Daun C = 2,259 + 0,075 D + 0,000678 D2 0,680 0,173 44,2 2,379 C = 13,997 D-0,311 0,173 0,124 30,4 3,064 C = 3,579 + 1,841 e-7 D2 HBP 0,809 0,468 7,8 0,589 C = 1,0617 D0,005 HBP
0,212
0,059 0,055 62,0 4,885 Total C = -76,627 + 6,739 D – 0,056 D2 74,79 0,512 20,0 0,749 C = 1970,174 D-0,774 0,699 0,318 14,2 1,560 C = 21,469 + 4,257 e-5 D2 HBP 55,141 0,035* 49,3 6,796 C = 0,001559 D0,948HBP
1,154
0,139 0,004* 84,4 16,214
Keterangan : W = Biomassa ; D = Diameter ; SE = Simpangan Baku ; Sig = Signifikansi ; R-sq(adj) = Koefisien Determinasi ; HBP = Tinggi bebas pelepah ; * = Berbeda
nyata (P 0.01-0.05) pada selang kepercayaan 95%
Model penduga biomassa dan massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon adalah berbentuk pangkat dengan nilai R-sq (adj) tertinggi dan nilai SE terkecil diantara semua model yang dianalisis dari hasil analisis pada Tabel 5 dan Tabel 6 sehingga didapatkan persamaan alometrik pendugaan biomassa dan massa karbon tanaman kelapa sawit pada bagian daun masing-masing adalah W = 4,797 D0,052 HBP0,209 dan C = 1,0617 D0,005 HBP0,212. Pelepah adalah W = 135,393 – 2, 958
D + 0,025 D2 dan C = 33,016 – 0,782 D + 0,007 D2. Batang adalah W = 0,000312 D 1,063 HBP1,528 dan C = 9,90832e-5 D0,963.
Tabel 6 dan Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada bagian batang persamaan alometrik terbaik adalah dengan menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi bebas pelepah untuk perhitungan biomassa dan massa karbon.
(58)
diameter dan tinggi bebas pelepah sebagai persamaan alometrik terbaik. Bagian daun menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi bebas pelepah untuk persamaan alometrik terbaiknya.
Persamaan alometrik menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi tanaman didapatkan pada semua bagian tanaman. Berbeda pada prakteknya di lapangan, jika ketersediaan data tinggi tidak dapat dipenuhi maka sebaiknya pendugaan biomassa dan massa karbon menggunakan variabel bebas diameter saja. Model alometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon total tanaman kelapa sawit umur 5 tahun menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi bebas pelepah memiliki nilai koefisien determinasi tertinggi yaitu untuk biomassa sebesar (R2 adj = 82,6%), nilai SE terkecil (0,145) dan untuk massa karbon sebesar (R2 adj = 84,4%), nilai SE terkecil (0,1399).
Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau
Cadangan karbon sering disebut dengan karbon biomassa (C/biomassa), dimana tahun tanam sangat berpengaruh terhadap biomassa dari tanaman kelapa sawit. Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses fotosintesis, dimana biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dan dinyatakan dalam satuan bobot kering. Hasil fotosintesis tersebut digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal.
Keberadaan tegakan sawit kelas umur tanaman menghasilkan pada suatu sistem penggunaan lahan, memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon. Pada sawit 70% dari total karbon berasal dari sawit kelas
(59)
umur tanaman menghasilkan sedangkan pada sawit kelas umur tanaman belum menghasilkan hanya 30%.
Dikaitkan dengan peran perkebunan kelapa sawit sebagai penyerap CO2 , hasil proses fotosintesis ini jauh lebih besar daripada respirasi. Akibatnya oksigen yang dihasilkan secara netto besar. Semakin cepat tanaman kelapa sawit bertumbuh semakin besar pula oksigen yang dihasilkan persatuan waktu. Semakin luas perkebunan kelapa sawit yang bertumbuh dan berproduksi semakin besar pula oksigen yang dihasikan persatuan waktu dan ruang.
Berdasarkan model alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa dan massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau yang didapat maka dapat diketahui seberapa besar potensi biomassa dan massa karbonnya. Model alometrik terbaik yang digunakan W = 0,00597 D1,000 HBP1,142 dan C = 0,001559 D0,948HBP1,154 dari persamaan terbaik yang didapat dapat
dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Biomassa total kelapa sawit umur 5 tahun PT. Putri Hijau ukuran petak contoh 20 meter x 20 meter
Pada Gambar 10 disajikan bahwa pada umur yang sama terdapat perbedaan
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Petak contoh 1 Petak contoh 2 Petak contoh 3 1504 kg
713 kg
1206 kg
Petak contoh 1 Petak contoh 2 Petak contoh 3
(60)
PT. Putri Hijau. Perbedaan nilai biomassa pada Gambar 10 dipengaruhi oleh kesuburan tanahnya dan gangguan (termasuk pencurian dan hama penyakit). Bahwa semakin tinggi kesuburan tanahnya maka semakin tinggi biomassa yang dihasilkan hal ini sesuai dengan penyataan De Wait dan Chave (2004).
Pada penelitian ini telah diketahui total potensi biomassa kelapa sawit dengan menggunakan model alometrik terbaik, jadi total biomassa kelapa sawit umur 5 tahun PT. Putri Hijau Kabupaten Langkat adalah sebesar 28,53 ton /ha. Hasil ini juga hampir sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan besarnya jumlah biomassa kelapa sawit umur 5 tahun adalah sebesar 28-30 ton /ha (Yulianti, 2010).
Gambar 11. Total massa karbon tanaman kelapa sawit umur 5 tahun pada petak contoh 20 meter x 20 meter.
Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai karbon pada umur yang sama, hal ini dipengaruhi oleh jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan. Potensi massa karbon atau cadangan karbon yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau adalah sebesar 7,17 ton / ha. Pada
0 50 100 150 200 250 300 350
Petak contoh 1 Petak contoh 2 Petak contoh 3 329.16 kg
269.17 kg 263.11 kg
Petak contoh 1 Petak contoh 2 Petak contoh 3
(61)
penelitian sebelumnya terdapat perbedaan yaitu menurut Purba (2012) pada perkebunan PT. PTPN II di kabupaten Langkat yang menyatakan bahwa umur 5 tahun mempunyai cadangan karbon di atas permukaan tanah 35 ton/ha, jika diperhatikan dengan baik nilai tersebut tergolong tidak baik hal ini dikarenakan umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan sangat tidak baik ditemukan dilapangan. Sesuai dengan pendapat dari Hartley (1967) menyatakan pendugaan cadangan karbon memiliki nilai yang bervariasi karena sangat ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan.
Hutan memiliki nilai karbon yang lebih tinggi daripada tanaman kelapa sawit dikarenakan bahwa hutan memiliki jenis vegetasi dan keragaman jenis yang tinggi. Menurut Adinugroho et al. (2006) hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pada setiap ekosistem jumlah karbon yang terkandung di dalamnya berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen yang menyusun ekosistem tersebut. Pohon-pohon berdiameter besar dan berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan penyimpan CO2 yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tanaman semusim.
(62)
Oleh karena itu, hutan alami dengan keanekaragaman jenis pohon yang berumur panjang merupakan tempat penyimpanan CO2 terbesar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan sawit, maka jumlah CO2 yang tersimpan akan merosot, untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih, maka harus dilakukan pengendalian jumlah CO2 di udara. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan penyerapan CO2 oleh tanaman dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara.
Tanaman kelapa sawit sebagai vegetasi memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dan menyimpannya didalam ekosistem yang tersimpan didalam vegetasi sebagai penyerapan karbon (carbon sink). Jika tanaman kelapa sawit dapat dikelola dengan baik maka akan memberikan kontribusi terhadap keselamatan lingkungan dari ancaman global sebagai efek dari emisi gas rumah kaca.
(63)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Hasil pendugaan kandungan karbon pada tiap bagian tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) pada PT. Putri Hijau umur 5 tahun adalah daun 3,208 kg, pelepah 18,596 kg dan batang 22,518 kg.
2. Model pendugaan biomassa dan massa karbon terbaik tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah W = 0,00597 D1,000 HBP1,142 dan
sC = 0,001559 D0,948HBP1,154.
3. Hasil pendugaan nilai volume biomassa kelapa sawit PT. Putri Hijau mencapai 28,53 ton /ha pada umur 5 tahun dan nilai massa karbon mencapai 7,17 ton / ha.
Saran
Pengukuran potensi massa karbon pada perkebunan kelapa sawit ini hanya difokuskan pada tanaman utamanya saja, sedangkan serasah, nekromasa dan tumbuhan bawah tidak diukur potensinya. Sehingga perlu penelitian mengenai hal tersebut.
(64)
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S.1990. Diktat Kimia Kayu. Bogor : Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Adams, F. H. 2011. Minyak Kelapa Sawit: Perkembangan dan Resik dari Ledakan Pasar Minyak Kelapa Sawit. Brot für die Welt. Stuttgart.
Adinugroho, W. et al. (2006). Teknik Estimasi Kandungan Karbon. LOKA,
Penelitian dan Pengembangan Satwa
Primata.
[12 Februari 2014]
Adiriono, T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon dengan metode Karbonasi pada Hutan Jenis Acacia crassicarpa [tesis]. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Aminudin , S. 2008. Kajian Potensi Cadangan Karbon pada Pengusahaan Hutan Rakyat [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Angelsen, A (ed). 2008. Moving Ahead with REDD ; Issues, Opsions and
Implications. Bogor: CIFOR.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Kecamatan Kabupaten Langkat 2013. http//:langkatkab.bps.go.id [Diakses 3 November 2013]
Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests a Primer. FAO Forestry paper No. 134. FAO, Rome, 55 pp.
Departemen Kehutanan. 2008. IFCA Consolidation Report: REDD in Indonesia.
Jakarta.
Dirjen Planalogi Kehutanan, 2010. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2007. De Wait dan Chave. 2004. Error propagation and scaling for tropical forest
biomass estimates. Philos Trans Royal Soc B 359:409–420
Febrina, Y. 2012. Pendugaan Potensi Biomassa dan Karbon di Atas Permukaan Tanah Pada Empat Kondisi Hutan Gambut di Areal IUPHHK PT Diamond Raya Timber, Riau [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Food and Agricultural Organization (FAO). 2006. Global Forest Resources Assessment. Rome.
(1)
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
.605
2
.302
14.263
.005
aResidual
.127
6
.021
Total
.732
8
a. Predictors: (Constant), log TBC, log dbh
b. Dependent Variable: log bio
(2)
(b)
Gambar. (a) histogram penyebaran sampel (data) ; (b) scatterplot biomassa
Lampiran 4. Output spss model alometrik terpilih penduga massa karbon tanaman
sawit
A.
Korelasi massa karbon antara tiap bagian tanaman kelapa sawit
Correlations
log massa log dbh log TBC
Pearson Correlation log massa 1.000 -.376 .859
log dbh -.376 1.000 -.707
log TBC .859 -.707 1.000
Sig. (1-tailed) log massa . .159 .002
log dbh .159 . .017
log TBC .002 .017 .
N log massa 9 9 9
log dbh 9 9 9
log TBC 9 9 9
(3)
B. Koefisien regresi
Coefficient Correlationsa
Model log TBC log dbh
1 Correlations log TBC 1.000 .707
log dbh .707 1.000
Covariances log TBC .049 .074
log dbh .074 .220
a. Dependent Variable: log massa
C. R-sq dan standar error
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .124a .015 -.125 76.81791 .799
a. Predictors: (Constant), dbh2
b. Dependent Variable: Massa Karbon (kg)
D. Tabel anova (F hitung dan signifikansi)
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 641.239 1 641.239 .109 .751a
Residual 41306.934 7 5900.991
Total 41948.173 8
a. Predictors: (Constant), dbh2
(4)
(a)
(b)
Gambar : (a) Histogram massa karbon ; (b) Normal P-P plot regresi
Lampiran 5. Foto kegiatan selama penelitian di PT. Putri Hijau
(5)
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar : (a)(b) Proses penebangan tanaman kelapa sawit ; (c) hasil tebangan ;
(d)pengukuran diameter batang
(6)