Karakteristik infiltrasi tanah pada penggunaan lahan pertanian dan pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

i

KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH
PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN
DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG,
KABUPATEN BOGOR

MAWAR KUSUMAWARDANI
A14063015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii

ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze soil infiltration characteristic and
the main soil physical characters that influence to soil infiltration of several land uses,

namely pine forest, vegetable garden, chilli garden, grasses land and resettlement
area. Resettlement area has the highest soil bulk density (1,14 g/cm3) producing the
lowest total pore space as compared to the others. The pore of resettlement area is
dominated by hygroscopic pore (35,57 % v/v), whereas drainage pore is just 4,24 %
(v/v). In pine forest, drainage pore is up to 19,85 % (v/v) and hygroscopic pore is up
to 24,86 % (v/v). The amount of drainage pore in vegetable garden is 10,28 % (v/v)
and its hygroscopic pore is 25,78 % (v/v). Drainage pore in chili garden is up to 17,17
% (v/v) and its hygroscopic pore is up to 17,35 % (v/v). In grasses land, the amount
of drainage pore is 14,79 % (v/v) and its hygroscopic pore is 22,98 % (v/v).
Infiltration rate of pine forest is the fastest rate, with average rate is up to 600
mm/hour that is classified as very fast rate according to Kohnke’s infiltration rate
classification (1968), followed by chilli garden soil (180 mm/hour) and vegetable
garden (140 mm/hour) that are classified as fast rate. Infiltration rate of grasses soil is
classified as fast rate with average value is up to 136 mm/hour. The lowest infiltration
rate occurs at resettlement area, where average infiltration rate is only 7,33 mm/hour
that classified as medium-slow rate. The low average of soil infiltration rate at
resettlement area is caused by soil compaction. Infiltration rate is mainly influenced
by soil porosity, particularly by pore size distribution. At the beginning, infiltration
rate is more governed by drainage pore while for constant infiltration rate is more
influenced by finest pore, namely capillary pore and hygroscopic pore.

Key word: Infiltration Rate, Land Use, Soil Physic Character

iii

RINGKASAN
Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di
Desa

Sukaresmi,

Kecamatan

Megamendung,

Kabupaten

Bogor.

Mawar


Kusumawardani. A14063015. Di bawah bimbingan LATIEF M. RACHMAN dan
YAYAT HIDAYAT.
Infiltrasi merupakan salah satu bagian yang penting dari siklus hidrologi.
Karakteristik infiltrasi tanah mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan (run
off). Pengelolaan tanah yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air dan
konversi lahan hutan ke penggunaan lahan lain mengakibatkan penurunan laju
infiltrasi air ke dalam tanah. Penurunan laju infiltrasi tanah pada wilayah hulu
berdampak pada peningkatan aliran permukaan dan meningkatkan potensi terjadinya
banjir di wilayah hilir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik infiltrasi dan sifat-sifat
fisik tanah utama yang mempengaruhinya pada penggunaan lahan hutan pinus, kebun
sayuran, kebun cabai, lahan berumput dan lahan pemukiman. Pengukuran infiltrasi
dilakukan di Desa Sukaresmi, Bogor, dan analisis sifat fisik tanah berupa bobot isi,
total ruang pori dan distribusi pori dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
Kegiatan penelitian berlangsung pada Juli sampai dengan Agustus 2010.
Bobot isi tanah hutan pinus adalah 0,95 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan
0,90 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Tanah kebun sayuran memiliki bobot isi
sebesar 0,83 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm dan 0,80 g/cm3 pada kedalaman 20-40
cm. Tanah kebun cabai memiliki bobot isi senilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20

cm dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Rendahnya bobot isi tanah kebun cabai
dan kebun sayuran terjadi akibat pengolahan tanah yang diaplikasikan pada tanah
kebun tersebut, termasuk pemberian pupuk kandang.
Lahan berumput di Desa Sukaresmi memiliki bobot isi tanah senilai 0,89 g/cm3
pada kedalaman 0-20 cm dan 0,94 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Tanah pada

iv

lahan berumput merupakan tanah lapisan bawah hasil penterasan sehingga bobot isi
tanah pada lahan ini lebih tinggi daripada bobot isi tanah pada kebun sayuran dan
kebun cabai. Bobot isi lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm merupakan bobot
isi tertinggi dengan nilai 1,14 g/cm3. Pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah
pemukiman sebesar 0,96 g/cm3. Faktor utama tingginya bobot isi tanah lahan
pemukiman adalah adanya pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan lalu-lintas
kendaraan seperti motor dan mobil.
Penggunaan lahan pemukiman memiliki total ruang pori tanah paling rendah
dibandingkan total ruang pori tanah pada penggunaan lahan lainnya.

Pada


penggunaan lahan berumput, pori-pori tanah terbentuk sebagai akibat adanya
aktivitas perakaran rumput dan organisme tanah seperti semut. Demikian pula pada
tanah hutan pinus. Total pori tanah kebun cabai dan kebun sayuran lebih tinggi
daripada total ruang pori tanah hutan pinus karena lahan kebun cabai dan sayuran
diolah dengan penambahan pupuk kandang.
Tanah pada lahan berumput dan hutan pinus memiliki pori drainase lebih
banyak dari pada pori drainase tanah pada lahan pemukiman. Hal ini terjadi karena
pada lahan berumput dan hutan pinus terdapat aktivitas perakaran dan organisme
tanah serta proses pemadatan tanah yang lebih ringan. Tanah kebun sayuran memiliki
total pori drainase lebih rendah daripada total pori drainase kebun cabai karena
pengolahan tanah pada kebun sayuran lebih intensif.
Laju infiltrasi tanah hutan pinus merupakan laju infiltrasi tercepat, dengan laju
infiltrasi konstan rata-rata sebesar 660 mm/jam. Dalam klasifikasi laju infiltrasi
Kohnke (1968), laju infiltrasi tersebut termasuk sangat cepat. Pada kebun cabai, laju
infiltrasi konstan rata-rata sebesar 180 mm/jam. Sedangkan rataan laju infiltrasi
konstan pada penggunaan lahan kebun sayuran sebesar 140 mm/jam. Kedua laju
infiltrasi tersebut termasuk laju infiltrasi cepat. Demikian pula pada penggunaan
lahan berumput, rataan laju infiltrasi konstan tergolong cepat dengan nilai rata-rata
sebesar 136 mm/jam. Adapun pada penggunaan lahan pemukiman, rataan laju
infiltrasi konstan hanya sebesar 7,33 mm/jam dan tergolong laju infiltrasi sedanglambat.


v

KARAKTERISTIK INFILTRASI TANAH
PADA PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PEMUKIMAN
DI DESA SUKARESMI, KECAMATAN MEGAMENDUNG,
KABUPATEN BOGOR

MAWAR KUSUMAWARDANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

vi

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

: Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan
Pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung,
Kabupaten Bogor.

Nama

: Mawar Kusumawardani

NIM

: A14063015


Menyetujui,
Pembimbing I

Dr. Ir. Latief M. Rachman, M.Sc, MBA.
NIP. 19590424 198503 1 001

Pembimbing II

Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si.
NIP. 19650103 199212 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP.19621113 198703 1 003

Tanggal lulus :

vii


DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, 25 September 1987, putri dari Bapak Ayat
Hidayat (Alm) dan Ibu Nurhasanah. Penulis adalah anak ke tujuh dari delapan
bersaudara.
Pada tahun 1994, penulis memulai pendidikan di SDN VIII Pangalengan. Lulus
tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di SLTPN I
Pangalengan. Setelah menamatkan pendidikan menengah pertama selama tiga tahun,
penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di SMAN 8 Bandung.
Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.
Di tingkat persiapan bersama (TPB), penulis ikut serta di Dewan Perwakilan
Mahasiswa (DPM) TPB IPB sebagai Sekretaris Komisi Advokasi dan Kesejahteraan
Mahasiswa. Naik ke tingkat dua, penulis bergabung dengan DPM Fakultas Pertanian
IPB. Penulis berkecimpung selama dua tahun di DPM Fakultas Pertanian IPB, tahun
pertama sebagai staf Komisi Eksternal dan tahun kedua sebagai staf Komisi
Pengawas BEM. Selain di organisasi kemahasiswaan, penulis juga ikut berpartisipasi
sebagai asisten responsi dan praktikum mata kuliah, yaitu Pendidikan Agama Islam,
Agrogeologi, Fisika Tanah dan Pengantar Ilmu Tanah.


viii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala petunjuk dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Infiltrasi
Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di Desa Sukaresmi,
Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari, bahwa keberhasilan penyelesaian skripsi ini bukan
sepenuhnya hasil kerja penulis sendiri. Rasa terima kasih penulis haturkan kepada Dr.
Ir. Latief M. Rachman, M.Sc., MBA, dan Dr. Ir. Yayat Hidayat, M. Si, selaku
pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si sebagai dosen penguji
atas segala bimbingan dan perhatian yang telah diberikan. Semoga semua kebaikan
dibalas dengan keberkahan dari Allah swt.
Selain itu, penulis juga mengahaturkan terima kasih pada:
1. Mama, Ibunda Nurhasanah; atas kasih sayang dan doa,
2. Abah, Teteh-teteh, dan adik kecilku, Aditya, serta keluarga besar Ayat
Hidayat (Alm), semoga kita menjadi keluarga sakinah dunia dan akhirat,
3. Penelitian KKP3T 2010: Pengembangan Model Prediksi Erosi Parameter

Terdistribusi untuk Memprediksi Daerah Aliran Sungai; atas sarana
penelitian
4. Bapak H. Dede dan keluarga, Bapak Yunus dan keluarga, Bapak Mumu,
serta masyarakat Desa Sukaresmi Kec. Megamendung, Kab. Bogor, atas
bantuannya selama penulis melaksanakan pengamatan lapang,
5. Pak Ipul dan staf Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Departemen.
ITSL., atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di
laboratorium,
6. Bapak S. Pramudito dan Bappeda Bogor, atas bantuannya dalam
pengumpulan data sekunder,
7. Para (calon) bidadari surga; atas ukhuwah yang indah,

ix

8. Uni, Chacha, Fitri, Islamy, Ipung, dan sahabat – sahabat yang Allah
pertemukan di IPB; atas kerelaannya menjadi bagian dari kru penelitian
penulis,
9. Mila, Puti, Mike, Miranti, Nurul, dan kelurga besar Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta IPB,
10. Serta pihak-pihak lain yang telah mendukung dan membantu dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

Penulis

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL..................................................................................................

i

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................

ii

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................

iii

PENDAHULUAN.................................................................................................

1

Latar Belakang................................................................................................
Tujuan.............................................................................................................

1
1

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................

2

Infiltrasi...........................................................................................................

2

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi........................................

4

Penggunaan Lahan..........................................................................................

5

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan...........................................

7

BAHAN DAN METODE......................................................................................

9

Tempat dan Waktu..........................................................................................
Bahan dan Alat................................................................................................
Metoda............................................................................................................
Pengukuran Laju Infiltrasi........................................................................
Pengambilan Sampel Tanah.....................................................................
Analisis Sifat Fisik Tanah........................................................................
Analisis Data............................................................................................

9
9
9
9
10
10
10

HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................

11

Kondisi Umum Penggunaan Lahan................................................................

11

Hutan Pinus.............................................................................................
Kebun Sayuran........................................................................................
Kebun Cabai............................................................................................
Lahan Berumput.....................................................................................
Pemukiman..............................................................................................
Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan.....................................
Bobot Isi..................................................................................................
Hutan Pinus………………………………………………………..
Lahan Berumput…………………………………………………..

11
11
12
12
12
13
13
14
14

Kebun Sayuran………………………………………...…………..

14

xi

Kebun Cabai …………………..………………………………….

15

Lahan Pemukiman…………………..…………………………….
Total Ruang Pori......................................................................................
Hutan Pinus………………………………………………………...
Lahan Berumput……………………………………………………
Kebun Sayuran……………………………………………………..
Kebun Cabai………………………………………………………..

15
16
16
17
17
17

Lahan Pemukiman………………………………………...……….

17

Distribusi Pori .........................................................................................

18

Hutan Pinus………………………………………………………...

20

Lahan Berumput…………………………………………………… 21
Kebun Sayuran…………………………………………………….. 21
Kebun Cabai……………………………………………………….. 22
Lahan Pemukiman……………………...………………………….

22

Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan...........................................

23

Hutan Pinus……………………………………………………………..

24

Lahan Berumput………………………………………………………..

24

Kebun Sayuran………………………………………………………….

25

Kebun Cabai…………………………………………..………………..

25

Lahan Pemukiman……………………………….…………………..…

25

Model Infiltrasi...............................................................................................

26

KESIMPULAN.....................................................................................................

30

Kesimpulan.....................................................................................................

30

Saran...............................................................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

31

LAMPIRAN..........................................................................................................

33

i

DAFTAR TABEL
No.

Hal.

1.

Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968).......................................

2

2.

Sifat fisik yang diamati dan metode analisis …………..........................

10

3.

Total ruang pori tanah pada berbagai penggunaan
lahan........................................................................................................

16

4.

Distribusi pori pada berbagai penggunaan lahan….....………….…......

18

5.

Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan….….

23

6.

Persamaan laju infiltrasi Horton dan persamaan infiltrasi lapang pada
berbagai penggunaan lahan.....................................................................

26

ii

DAFTAR GAMBAR
No.

Hal.

1.

Double ring infiltrometer....................................................................

9

2.

Penggunaan lahan hutan pinus ..........................................................

11

3.

Penggunaan lahan kebun sayuran …………………………….….…

11

4.

Penggunaan lahan kebun cabai……………….………………..……

12

5.

Penggunaan lahan berumput ……………………………….…….…

12

6.

Penggunaan lahan pemukiman .........................................................

13

7.

Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan .............................

13

8.

Kurva pF penggunaan lahan hutan pinus............................................

19

9.

Kurva pF penggunaan lahan kebun sayuran.......................................

19

10.

Kurva pF penggunaan lahan kebun cabai...........................................

20

11.

Kurva pF penggunaan lahan berumput...............................................

20

12.

Kurva pF penggunaan lahan pemukiman............................................

20

13.

Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan.………………...….

24

14.

Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada
penggunaan lahan hutan pinus …………………………………......

27

Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada
penggunaan lahan kebun sayuran ………………………………..…

27

Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada
penggunaan lahan kebun cabai.…………………………………......

28

Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada
penggunaan lahan berumput …………………………………….….

28

Kurva laju infiltrasi lapang dan laju infiltrasi Horton pada
penggunaan lahan pemukiman.............……………………………..

29

15.
16.
17.
18.

iii

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Hal.

1.

Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan ..................................... 34

2.

Data infiltrasi lapang penggunaan lahan pemukiman.............................

35

3.

Perhitungan model infiltrasi Horton………...........................................

36

4.

Data kadar air pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4 pada berbagai penggunaan
lahan........................................................................................................

37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infiltrasi merupakan salah satu komponen siklus hidrologi yang
mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi besar-kecilnya aliran
permukaan (run off).

Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi,

semakin rendah infiltrasi tanah maka semakin besar aliran permukaan yang
dihasilkan. Dengan demikian potensi terjadinya erosi dan banjir meningkat.
Karakteristik infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh laju penyediaan air,
sifat-sifat tanah, tutupan tajuk vegetasi dan tindakan pengolahan tanah yang
dilakukan (Rachman, 1988). Sifat-sifat tanah, tutupan tajuk vegetasi dan tindakan
pengolahan tanah berkaitan dengan penggunaan lahan. Saat ini, penggunaan lahan
sering kali tidak memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. Akibatnya laju
infiltrasi ke dalam tanah mengalami penurunan yang signifikan.
Selain itu, konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan
lahan lainnya turut menyebabkan rendahnya peresapan air ke dalam tanah. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah cadangan air pada reservoir tanah
dan peningkatan aliran permukaan. Penurunan jumlah cadangan air pada reservoir
tanah berakibat pada penurunan ketersediaan air bersih yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat. Peningkatan aliran permukaan yang sangat tinggi dapat
menyebabkan akumulasi air yang lebih banyak pada suatu wilayah di dataran
yang lebih rendah. Oleh karena itu, peresapan air ke dalam tanah pada wilayah
dataran tinggi sangat penting guna meminimalisir akumulasi genangan air (banjir)
di wilayah yang lebih rendah.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik infiltrasi dan sifat-sifat
fisik tanah utama yang mempengaruhinya pada berbagai penggunaan lahan yakni
hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai, lahan berumput dan pemukiman.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Infiltrasi
Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui
permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal,
yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004). Infiltrasi
tanah meliputi infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi
kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode
infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam
waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air
meresap ke dalam tanah (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991).
Laju infiltrasi tertinggi dicapai saat air pertama kali masuk ke dalam tanah
dan menurun dengan bertambahnya waktu (Philip, 1969 dalam Jury dan Horton,
2004). Pada awal infiltrasi, air yang meresap ke dalam tanah mengisi kekurangan
kadar air tanah. Setelah kadar air tanah mencapai kadar air kapasitas lapang, maka
kelebihan air akan mengalir ke bawah menjadi cadangan air tanah (ground water)
(Jury dan Horton, 2004).
Laju infiltrasi diklasifikasikan menjadi tujuh kelas oleh Kohnke (1968)
berdasarkan nilai laju infiltrasi konstan (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968)
Kelas
Sangat lambat
Lambat
Sedang – lambat
Sedang
Sedang – cepat
Cepat
Sangat cepat

Laju infiltrasi konstan (mm/jam)
1
1–5
5 – 20
20 – 65
65 – 125
125– 250
>250

(Sumber : Kohnke, H. 1968 dalam Sofyan, 2006)

Infiltrasi merupakan bagian dari siklus hidrologi yang mempunyai peranan
penting dalam berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan ketersediaan air.
Pada tanah-tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang rendah, sebagian
besar curah hujan berubah menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian kecil air
hujan yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Akibatnya jumlah air
yang menjadi simpanan air tanah menurun. Infiltrasi juga dapat dimanfaatkan

3

untuk pertimbangan perkiraan potensi kekeringan, aliran permukaan, erosi dan
pertimbangan kegiatan-kegiatan tertentu (Haridjaya dkk, 1991).
Proses infiltrasi mengakibatkan sebagian air hujan masuk ke dalam tanah
sehingga

mengurangi air limpasan permukaan (run off). Dengan berkurangnya

air limpasan permukaan, potensi banjir dapat dihindari atau semakin diminimalisir
jika lahannya memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang besar. Infiltrasi juga
berperan dalam proses pengisian reservoir air tanah. Reservoir air tanah dapat
dimanfaatkan oleh vegetasi dan fauna tanah serta mempengaruhi ketersediaan
aliran sungai di musim kemarau.
Pengamatan infiltrasi di lapang dapat dilakukan dengan membuat simulasi
peresapan air oleh tanah. Simulasi ini dibantu dengan peralatan tertentu. Salah
satu peralatan yang dapat digunakan adalah double ring infiltrometer
(infiltrometer cincin konsentrik) (Seyhan, 1990). Alat tersebut terdiri dari dua
metal silinder yang berbeda ukuran. Kedua silinder dipasang pada tanah dan diisi
dengan air untuk kemudian diamati penurunan tinggi muka air pada tiap waktu
tertentu (Brady dan Weil, 2008). Dari pengolahan data penurunan ketinggian
muka air dan waktu pengamatan dapat diperoleh laju infiltrasi.
Terdapat beberapa rumus persamaan untuk memformulasikan laju infiltrasi.
Horton merupakan salah satu pioner yang mempelajari laju infiltrasi di lapangan
dan mengembangkan persamaan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Model
infiltrasi Horton dipercaya dapat menjelaskan infiltrasi pada berbagai jenis tanah
dan konsisten terhadap proses infiltrasi itu sendiri. Rumus persamaan tersebut
adalah sebagai berikut:
ft = fc +(fo – fc)e(-kt)
ft : laju infiltrasi
t : waktu
fo : laju infiltrasi saat t = 0
fc : laju infiltrasi konstan
k : konstanta yang menunjukkan laju penurunan infiltrasi
e : konstanta; senilai 2,718 (Lal dan Shukla, 2004)

4

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Laju infiltrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, jenis liat, tutupan tajuk
vegetasi, tindakan pengolahan tanah dan laju penyediaan air. Secara langsung, laju
infiltrasi dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan. Kapasitas
infiltrasi ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah. Unsur struktur tanah yang
terpenting adalah ukuran, jumlah dan distribusi pori, serta kemantapan agregat
tanah (Haridjaja dkk, 1991). Menurut Arsyad (2006), laju masuknya air ke dalam
tanah terutama dipengaruhi oleh ukuran dan kemantapan agregat.
Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah.
Pori-pori tanah dapat terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar,
cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan
tahunan, sangat berperan dalam pembentukan saluran untuk pergerakan air dan
udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan
panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil, 2008).
Keragaman porositas tanah, total ruang pori, ukuran pori, serta distribusi
dan susunan pori tanah dapat diamati melalui pengamatan bobot isi tanah serta
susunan dan distribusi pori.
Untuk menentukan jumlah total ruang pori tanah diperlukan nilai bobot isi
tanah. Bobot isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot tanah
dengan volume tanah total, dinyatakan dengan rumus:
BI = ms / Vs
BI

: bobot isi tanah (g/cm3)

ms

: bobot tanah (g)

Vs

: volume tanah (cm3) (Wahjunie dan Murtilaksono, 2004)

Tanah dengan bobot isi senilai 1,0 – 1,3 g/cm3 dikategorikan sebagai tanah
dengan bobot isi ringan. Sedangkan tanah dengan bobot isi senilai 1,3 – 1,8 g/cm3
termasuk tanah dengan bobot isi berat (Hanafiah, 2005). Menurut Hardjowigeno
(1985) semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat yang berarti
jumlah pori tanah semakin rendah.
Apabila bobot isi tanah suatu tanah diketahui, maka total ruang pori tanah
dapat dihitung dengan rumus:
Total ruang pori tanah = (1 – (BI/BJP)) x 100%

5

BI

: Bobot isi

BJP

: Bobot jenis partikel (Sitorus, Haridjaja dan Brata, 1980)

Total ruang pori tanah yang merupakan volume relatif dari pori-pori tanah
dipengaruhi oleh susunan butiran padat tanah. Selain itu, total ruang pori tanah
juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Umumnya, tanah pada lapisan bawah
lebih padat sehingga memiliki total ruang pori tanah yang lebih kecil
dibandingkan total ruang pori tanah lapisan atas (Soepardi, 1974). Peran total
ruang pori tanah berkaitan dengan pergerakan air dan udara serta penyimpanannya
berkaitan dengan akar tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah (Marshall dan
Holmes, 1988).
Susunan dan distribusi pori menunjukkan jumlah masing-masing pori dan
sangat menentukan pergerakan air. Pada pori drainase, udara mudah bergerak dan
air mengalami perkolasi secara cepat. Berdasarkan Sitorus, Haridjaja dan Brata,
(1980), pori drainase terdiri dari:
a.

Pori drainase sangat cepat; berdiameter > 300 µm, merupakan bagian pori
yang akan kosong pada pF 1,0.

b.

Pori drainase cepat; berdiameter 30 – 300 µm, merupakan bagian pori
yang akan kosong pada pF 1,0 sampai pF 2,0.

c.

Pori drainase lambat; berdiameter 9 – 30 µm, merupakan bagian pori yang
akan kosong pada pF 2,0 sampai pF 2,54
Pori kapilar berisi air yang dapat diserap tanaman, pada umumnya akan

kosong pada pF 2,54 sampai pF 4,2. Tidak semua air yang terdapat pada pori ini
dapat diserap tanaman, terutama pada pori yang akan kosong pada pF yang sudah
mendekati 4.2. Pada pori higroskopis, yakni pori yang akan kosong pada pF di
atas 4.2, air seluruhnya tidak dapat diserap tanaman (Soepardi, 1974). Dengan
demikian, tanah yang memiliki pori kapilar dan pori higroskopis yang tinggi
cenderung lebih sulit melalukan air.
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan didefinisikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia
terhadap lahan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Arsyad
(2006), secara garis besar, terdapat dua jenis penggunaan lahan, yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan

6

lahan pertanian diklasifikasikan menjadi beberapa penggunaan lahan lainnya,
seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan lindung dan kebun kopi. Sedangkan
penggunaan lahan bukan pertanian diantaranya pemukiman, industri, rekreasi, dan
pertambangan (Arsyad, 2006).
Hutan didefinisikan sebagai suatu area yang ditumbuhi pepohonan atau
sebidang tanah yang menunjang pertumbuhan pepohonan (Troeh, Hobbs dan
Donahue, 2003). Pada penggunaan lahan hutan, terdapat tutupan vegetasi yang
rapat. Tutupan vegetasi yang rapat melindungi tanah dari pemadatan akibat hujan
dan menyediakan lapisan bahan organik yang menjadi tempat aktifitas serangga
dan organisme tanah lainnya. Aktivitas organisme tanah meningkatkan jumlah
pori makro dan secara tidak langsung meningkatkan infiltrasi tanah (Jury, Gardner
dan Gardner, 1991).
Tanah pada penggunaan lahan kebun sayuran dan kebun cabai mengalami
pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan manipulasi tanah secara mekanik
dengan tujuan tertentu, seperti penyesuaian kondisi tanah untuk pertumbuhan
tanaman (Foth, 1990). Proses pengolahan tanah dapat berupa pencangkulan,
pembalikan tanah, pembentukan bedeng dan pemupukan. Cara pengolahan tanah
mempengaruhi sifat fisik tanah yang diolah. Pembajakan dan pengolahan tanah
dirancang untuk meningkatkan porositas tanah dan mengakibatkan bobot isi tanah
meningkat (Tan, 2009). Sedangkan pengolahan tanah berupa penambahan pupuk
kandang cenderung menurunkan bobot isi. Adapun tanah yang diolah secara
intensif akan mengalami penurunan pori makro terutama pada tanah lapisan atas.
(Soepardi, 1974).
Pada Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional Bab I Pasal 1 Poin 12, permukiman didefinisikan sebagai
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan (Bappenas, 2008). Karakterisitik utama pada tanah di kawasan
permukiman adalah terjadinya pemadatan tanah (soil compaction).
Pemadatan pada tanah di permukiman terjadi terutama disebabkan oleh lalulintas manusia dan kendaraan. Permukaan tanah relatif kedap sehingga tidak dapat

7

meresapkan air. Akibatnya, laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Selain itu, total
ruang pori tanah yang rendah akibat pemadatan ikut mengakibatkan laju infiltrasi
tanah menjadi rendah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991).
Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan yang berbeda memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula.
Satori (1998) meneliti laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon dan tanah
berumput di Kebun Raya Bogor. Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada
tanah di bawah tegakan pohon lebih cepat dari laju infiltrasi tanah berumput. Hal
ini terjadi karena tanah berumput mengalami pemadatan tanah akibat aktivitas
manusia dan alat berat sehingga bobot isi tanah berumput lebih tinggi daripada
bobot isi tanah di bawah tegakan pohon.
Berdasarkan Isyari (2005), laju infiltrasi pada penggunaan lahan hutan,
tegalan, dan semak lebih tinggi daripada laju infiltrasi penggunaan lahan
pemukiman. Pemadatan yang terjadi akibat aktivitas manusia menurunkan laju
infiltrasi. Pengolahan tanah yang dilakukan pada suatu lahan berpotensi untuk
meningkatkan dan menurunkan laju infiltrasi tanah. Aktivitas perakaran
meningkatkan pori drainase dan berdampak pada peningkatan laju infiltrasi.
Menurut Arianti (1999), laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada
laju infiltrasi tanah pertanian (tegalan). Jenis tanaman semusim yang ditanam pada
tanah pertanian memiliki akar yang dangkal dengan penyerapan air yang sedikit
sehingga kandungan air tanah tinggi dan laju infiltrasi menjadi rendah. Sejalan
dengan Arianti, Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih
tinggi daripada laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan pertanian.
Adanya vegetasi di permukaan tanah melindungi tanah dari efek pemadatan akibat
pukulan air hujan.
Sofyan (2006) menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi
daripada laju infiltrasi tanah pada lahan tegalan dan lahan agroforestry.
Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro yang tinggi menjadi faktor
utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan dibandingkan laju infiltrasi lahan
tegaan maupun lahan agrofrestry. Lahan tegalan dan lahan agroforestry
mengalami proses pengolahan tanah. Namun pengolahan tanah pada lahan tegalan

8

lebih intensif daripada pengolahan tanah pada lahan agroforestry sehingga laju
infiltrasi lahan agroforestry lebih tinggi daripada laju infiltrasi lahan tegalan.
Penelitian karakter infiltrasi di Sub-DAS Ciliwung Hulu yang meliputi
penggunaan lahan hutan dan kebun teh menunjukkan laju infiltrasi konstan tanah
hutan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi konstan tanah kebun teh. Bobot isi
tanah hutan lebih rendah daripada bobot isi tanah pada kebun teh. Ruang pori
tanah hutan lebih tinggi daripada ruang pori tanah kebun teh. Kedua hal tersebut
menyebabkan laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi
tanah kebun teh (Winarni, 2007).

9

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu pengukuran infiltrasi dan
análisis laboratorium terhadap sifat-sifat fisik tanah. Pengamatan infiltrasi
dilakukan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi
Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas
Pertanian IPB. Penelitian berlangsung pada bulan Juli hingga Agustus 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air dan sampel tanah untuk
analisis laboratorium. Peralatan penunjang penelitian berupa double ring
infiltrometer ukuran diameter 30 cm dan 15 cm, cangkul, cutter, ember, gayung,
selang, stopwatch, gunting, ring sampel dan koper sampel, timbangan digital,
pressure plate apparatus, oven, penggaris, alat tulis, kalkulator dan seperangkat
komputer.
Metoda
Pengukuran Laju Infiltrasi
Pengukuran laju infiltrasi di lapang menggunakan double ring infiltrometer
dengan diameter ring besar 30 cm dan 15 cm untuk ring kecil. Ring dengan
diameter 15 cm dimasukkan sekitar 5 cm ke dalam tanah, kemudian ring dengan
diameter 30 cm dipasang konsentris terhadap ring sebelumnya. Kemudian air
dimasukkan ke dalam kedua ring secara bersamaan dan diukur ketinggiannya.

Gambar 1. Double ring infiltrometer

10

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama satu setengah sampai dua jam
dengan pencatatan penurunan muka air tiap 60 detik. Setelah diperoleh laju yang
mulai konstan, pencatatan penurunan ketinggian muka air dilakukan setiap dua
menit, tiga menit atau disesuaikan dengan penurunan muka air. Pengamatan ini
dilakukan minimal 150 menit per-titik pengamatan.
Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah utuh dan sampel tanah
terganggu. Sampel tanah utuh digunakan untuk pengamatan bobot isi dan
distribusi pori. Sedangkan sampel tanah terganggu digunakan untuk pengamatan
bobot jenis partikel tanah sebagai data untuk analisis total ruang pori tanah.
Analisis Sifat Fisik Tanah
Analisis sifat fisik tanah dilakukan pada beberapa sifat fisik yang
mempengaruhi infiltrasi. Sifat-sifat tersebut meliputi bobot isi, total ruang pori
tanah dan distribusi pori (Tabel 2).
Tabel 2. Sifat fisik yang diamati dan metode analisis
Sifat fisik
Bobot isi
Total ruang pori tanah
Distribusi ukuran pori

Metode analisis
Gravimetri
Gravimetri
Pressure plate apparatus

Analisis Data
Data pengukuran infiltrasi di lapang dan sifat fisik tanah di laboratorium
diolah menggunakan program Microsoft Excel. Pemodelan infiltrasi dilakukan
menggunakan persamaan Horton dengan rumus ft = fc + (fo – fc) e-kt.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penggunaan Lahan
Hutan Pinus
Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang
cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini didominasi
oleh rerumputan dan tumbuhan liar lainnya, seperti Harendong. Sisa tumbuhan
penutup tanah (basal cover) dan pohon pinus menjadi sumber bahan organik yang
dimanfaatkan oleh organisme tanah. Hutan Pinus ini terkadang dilalui oleh petani
atau warga yang memanfaatkan pohon pinus untuk diambil getahnya sehingga
pada beberapa tempat tanah pada hutan ini mengalami pemadatan.

Gambar 2. Penggunaan lahan hutan pinus.
Kebun Sayuran
Komoditas yang ditanam pada kebun sayuran di desa ini cukup beragam,
seperti wortel, caisin, tomat, kol, brokoli, jagung, dan kacang-kacangan. Di
beberapa lahan ditemukan penanaman berbagai komoditas pada bedeng yang
berbeda pada ladang yang sama. Pada lahan ini dilakukan pengolahan tanah yang
cukup intensif, yakni tiap 1-4 bulan tergantung komoditas yang ditanam.

Gambar 3. Penggunaan lahan kebun sayuran.

12

Kebun Cabai
Penggunaan lahan sebagai kebun cabai dibedakan dengan kebun sayuran.
Hal ini karena karakteristik kebun yang sedikit berbeda. Pada penggunaan lahan
sebagai kebun cabai pengolahan tanah relatif lebih jarang. Tanaman cabai dipanen
beberapa kali hingga usia tanaman sekitar delapan bulan. Selama rentang waktu
awal tanam hingga panen terakhir, pengolahan tanahnya tergolong minimum.

Gambar 4. Penggunaan lahan kebun cabai.
Lahan Berumput
Wilayah yang ditutupi rumput umumnya merupakan lahan yang tidak
dimanfaatkan. Pada beberapa bagian, rumput tumbuh cukup rapat menutupi
permukaan tanah. Sedangkan pada bagian lainnya, intensitas tutupan rumput lebih
jarang dan keadaan rumput relatif kering. Wilayah ini terkadang dilalui oleh
petani atau warga sehingga cenderung agak terganggu. Perakaran rumput berupa
akar serabut. Akar serabut cukup banyak menempati pori tanah. Pada kedalaman
0-20 cm tanah lahan berumput ditemui makrofauna tanah, yakni semut.

Gambar 5. Penggunaan lahan berumput.
Pemukiman
Pembangunan pemukiman dibuat berjajar di salah satu sisi lereng bukit dan
tidak dominan dibanding lahan pertanian. Penggunaan lahan sebagai pemukiman
di wilayah ini sebagian besar dibangun dengan halaman rumah yang sangat

13

minimum. Jarak antar satu rumah dengan rumah yang lain hanya dibatasi dengan
dinding tembok rumah itu sendiri. Adapun halaman yang cukup luas umumnya
digunakan sebagai tempat parkir atau tempat singgah kendaraan dan aktivitas
manusia sehingga permukaan tanah relatif padat. Permukaan tanah juga ditumbuhi
lumut sehingga pori permukaan tanah tertutup dan relatif kedap.

Gambar 6. Penggunaan lahan pemukiman.
Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan
Bobot Isi
Bobot isi tanah pada kelima penggunaan lahan pada kedalaman 0-20 cm
secara berurutan dari nilai tertinggi yakni 1,14 g/cm3 (pemukiman), 0,95 g/cm3
(hutan pinus), 0,89 g/cm3 (lahan berumput), 0,83 g/cm3 (kebun sayuran), dan
0,80 g/cm3 (kebun cabai). Pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi tanah masingmasing penggunaan lahan bernilai 0,96 g/cm3 (pemukiman), 0,94 g/cm3 (lahan
berumput), 0,93 g/cm3 (kebun cabai), 0,90 g/cm3 (hutan pinus) dan 0,80 g/cm3
(kebun sayuran). Perbandingan bobot isi tanah pada lapisan atas (kedalaman
tanah 0-20 cm) dan lapisan di bawahnya (kedalaman 20-40 cm) pada kelima

Bobot isi (g/cm3)

penggunaan tanah disajikan pada Gambar 7.
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00

1,14
0,95

0,83
0,90

Hutan Pinus

0,80

Kedalaman 0-20 cm

0,94

0,93

0,80

Kebun
Sayuran

0,96

0,89

Kebun
Cabai

Rumput

Pemukiman

Kedalaman 20-40 cm

Gambar 7. Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan.

14

Hutan Pinus
Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa bobot isi tanah hutan pinus sebesar
0,95 g/cm3 (kedalaman 0-20 cm ) dan 0,90 g/cm3 (pada kedalaman 20-40 cm).
Menurut Hanafiah (2005), bobot isi tanah hutan pinus pada kedua kedalaman
tanah termasuk ringan. Adanya aktifitas vegetasi dan flora-fauna tanah yang
didukung pula oleh pasokan bahan organik yang tersedia menyebabkan bobot isi
relatif ringan. Akar tumbuhan dan flora-fauna tanah menciptakan biopori sehingga
tanah tidak menjadi padat. Bahan organik yang terdapat pada lahan ini berperan
sebagai

pemicu

aktivitas

mikroorganisme

yang

kemudian

membantu

penggemburan tanah dan penciptaan biopori. Namun, Hutan Pinus ini terkadang
dilalui oleh petani atau warga yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah
pada lapisan teratas sehingga bobot isi pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi
dibandingkan bobot isi tanah pada kedalaman 20-40 cm.
Lahan Berumput
Bobot isi tanah lahan berumput sebesar 0,89 g/cm3 pada kedalaman 0-20
cm dan sebesar 0,94 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7) dan keduanya
tergolong ringan. Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah
lahan berumput pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah 5,75 %. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas flora dan fauna habitat rerumputan mampu
menggemburkan lapisan tanah teratas secara nyata. Sedangkan pada kedalaman
20-40 cm, bobot isi tanah lahan berumput 3,90 % lebih tinggi dibandingkan
bobot isi tanah hutan pinus. Bobot isi yang tinggi dipengaruhi oleh gangguan
aktifitas manusia yang menyebabkan pemadatan tanah. Selain itu, lahan berumput
yang diamati diduga merupakan lapisan bagian dalam tanah yang telah disingkap
melalui penterasan yang kemudian belum sempat dimanfaatkan sehingga bobot isi
tanah tinggi.
Kebun Sayuran
Bobot isi tanah kebun sayuran pada kedalaman 0-20 cm senilai 0,83 g/cm3
dan 0,80 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Menurut klasifikasi
Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun sayuran tersebut termasuk ringan. Pada
kedalaman 0-20 cm, bobot isi tanah kebun sayuran 12,11 % lebih rendah daripada

15

bobot isi tanah Hutan Pinus. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, bobot isi
tanah kebun sayuran 11,63 % lebih rendah dibandingkan bobot isi Hutan Pinus.
Berdasarkan Tan (2009), rendahnya bobot isi tanah merupakan dampak dari
pengolahan tanah dan penambahan pupuk kandang.
Kebun Cabai
Bobot isi tanah kebun cabai bernilai 0,80 g/cm3 pada kedalaman 0-20 cm
dan 0,93 g/cm3 pada kedalaman 20-40 cm (Gambar 7). Berdasarkan klasifikasi
Hanafiah (2005), bobot isi tanah kebun cabai tersebut termasuk ringan.
Dibandingkan bobot isi tanah Hutan Pinus, bobot isi tanah kebun cabai pada
kedalaman 0-20 cm lebih rendah 15,02 %. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm,
bobot isi tanah kebun cabai 2,79% lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah
Hutan Pinus.
Tanah pada kebun sayuran dan kebun cabai mengalami proses pengolahan
tanah. Tanah sengaja digemburkan sehingga bobot isi tanah menjadi ringan (Tan,
2009). Selain itu, pada tanah kebun sayuran dan kebun cabai dilakukan
penambahan pupuk kandang sehingga bobot isi tanah lebih rendah daripada bobot
isi tanah Hutan Pinus.
Lahan Pemukiman
Hasil pengamatan bobot isi menunjukkan bahwa tanah pada penggunaan
lahan pemukiman memiliki bobot isi lebih tinggi dibandingkan bobot isi tanah
hutan pinus, kebun sayuran, kebun cabai maupun tanah lahan berumput (Gambar
7). Nilai bobot isi tanah lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm sebesar 1,14
g/cm3 dan 0,96 g /cm3 pada kedalaman 20-40 cm. Menurut klasifikasi Hanafiah
(2005), nilai bobot isi tanah pemukiman pada kedua kedalaman tergolong ringan.
Dibandingkan bobot isi tanah hutan pinus, bobot isi tanah pemukiman lebih tinggi
20,14 % pada kedalaman 0-20 cm dan lebih tinggi 6,29 % pada kedalaman 20-40
cm.
Faktor utama penyebab tingginya bobot isi tanah pada tanah pemukiman
adalah pemadatan tanah (soil compaction). Adanya intensitas aktivitas manusia
dan kendaraan pada permukaan tanah lahan ini menyebabkan agregat tanah dan
termampatkan pori-pori tanah sehingga tanah menjadi padat. Pemadatan ini

16

berpengaruh langsung terhadap lapisan 0-20 cm. Sedangkan lapisan 20-40 cm
terlindungi oleh lapisan diatasnya sehingga tidak terlalu terpadatkan. Namun,
bobot isi pada lapisan 20-40 cm akan menjadi lebih tinggi lagi jika intensitas lalu
lalang manusia dan kendaraan semakin intensif dan dalam jangka waktu yang
lama.
Total Ruang Pori
Hasil pengamatan total ruang pori pada kedalaman 0-20 cm menunjukkan
urutan total ruang pori dari total ruang pori tertinggi yakni 56,71 % (kebun cabai),
55,23 (kebun sayuran), 51,99 % (lahan berumput), 49,06 % (hutan pinus) dan
38,80 % (pemukiman). Pada kedalaman 20-40 cm, urutan total ruang pori pada
masing-masing penggunaan lahan yakni 57,00 % (kebun sayuran), 51,34 % (hutan
pinus), 49,98 % (kebun cabai), 49,43 % (lahan berumput) dan 48,28 %
(pemukiman). Nilai total ruang pori pada berbagai penggunaan lahan disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Total ruang pori tanah pada berbagai penggunaan lahan
Penggunaan lahan Kedalaman tanah (cm) Total ruang pori tanah (% bobot)
0-20
49,06
Hutan Pinus
20-40
51,34
0-20
55,23
Kebun Sayuran
20-40
57,00
0-20
56,71
Kebun Cabai
20-40
49,98
0-20
51,99
Lahan berumput
20-40
49,43
0-20
38,80
Pemukiman
20-40
48,28
Hutan Pinus
Tanah pada penggunaan lahan hutan pinus memeiliki total ruang pori senilai
49,06 % (kedalaman 0-20 cm) dan 52,34 % (kedalaman 20-40 cm) (Tabel 3).
Pada penggunaan lahan hutan pinus, pori-pori tanah terbentuk sebagai akibat
adanya aktivitas perakaran dan organisme tanah. Aktivitas mikroorganisme tanah
dan perakaran pinus serta tanaman penutup tanah lainnya membantu pembentukan
pori-pori tanah. Total ruang pori tanah pada kedalaman 0-20 cm lebih rendah

17

daripada total ruang pori tanah pada kedalaman 20-40 cm. Hal ini terjadi akibat
adanya pemadatan tanah pada lapisan teratas.
Lahan Berumput
Pada lahan berumput, total ruang pori tanah pada kedalaman 0-20 cm adalah
51,99 % dan pada kedalaman 20-40 cm adalah 49,43 % (Tabel 3). Aktivitas
perakaran rumput dan organisme tanah seperti semut meningkatkan ruang pori
total tanah pada lapisan atas lahan berumput. Total ruang pori tanah pada lahan
berumput lebih rendah dibandingkan dengan total ruang pori tanah pada kebun
sayuran dan cabai. Hal ini terjadi karena lahan berumput digunakan sebagai
tempat aktivitas manusia sehingga relatif lebih padat.
Kebun Sayuran
Penggunaan lahan kebun sayuran memiliki total ruang pori tanah sebesar
55,23 % pada kedalaman 0-20 cm dan 57,00 % pada kedalaman 20-40 cm (Tabel
3). Tanah pada penggunaan lahan ini mengalami pengolahan tanah. Proses
pengolahan tanah menyebabkan tanah pada lahan ini lebih gembur dibandingkan
tanah pada pemukiman, lahan berumput, dan hutan pinus. Dengan demikian, total
ruang pori tanah kebun sayuran lebih tinggi dibandingkan total ruang pori lahan
pemukiman, lahan berumput dan hutan pinus.
Kebun Cabai
Total ruang pori tanah pada penggunaan lahan kebun cabai adalah 56,71 %
pada kedalaman 0-20 cm dan 49,98 % pada kedalam 20-40 cm (Tabel 3).
Pengolahan tanah yang dilakukan berpengaruh terhadap tingginya total ruang
pori kebun cabai. Penggemburan tanah melalui pencangkulan dan penambahan
pupuk kandang menyebabkan total ruang pori tanah kebun cabai lebih tinggi
daripada total ruang pori lahan pemukiman, lahan berumput dan hutan pinus.
Lahan Pemukiman
Dari Tabel 3 diketahui bahwa tanah pada penggunaan lahan pemukiman
memiliki total ruang pori paling rendah dibandingkan total ruang pori tanah pada
penggunaan lahan lainnya. Pada kedalaman 0-20 cm, toal ruang pori tanah lahan
pemukiman adalah 38,80 %. Sedangkan pada kedalaman 20-40 cm, total ruang
pori tanah lahan pemukiman adalah 48,28 %. Faktor utama rendahnya total ruang

18

pori tanah pada penggunaan lahan pemukiman adalah faktor pemadatan tanah.
Permukaan tanah pada penggunaan lahan pemukiman mengalami tekanan yang
cukup besar dari aktivitas manusia dan lalu-lintas kendaraan.
Distribusi Pori
Hasil pengamatan distribusi pori pada kedalaman 0-20 cm menunjukkan
urutan total pori drainase tertinggi hingga terendah sebagai berikut; 21,81 %
(kebun cabai), 19,85 % (hutan pinus), 17,55 % (lahan berumput), 10,28 % (kebun
sayuran) dan 4,24 % (pemukiman). Pada kedalaman 20-40 %, urutan total pori
drainase tertinggi hingga terendah adalah 20,21 % (kebun sayuran), 19,53 %
(kebun cabai), 19,29 % (hutan pinus), 15,93 % (lahan berumput) dan 14,95 %
(pemukiman) (Tabel 4).
Tabel 4. Distribusi pori pada berbagai penggunaan lahan
Penggunaan
lahan
Hutan Pinus

Kebun
Sayuran
Kebun
Cabai
Lahan
berumput

Pemukiman

KT
(cm)

TRP PDSC PDC PDL TPD PK
PH
……………...……..% volume……………………..

0-20

46.44

10,56

2,30

6,99

19.85

1,73

24,86

20-40

46.42

12,34

4,62

2,33

19.29

3,76

23,38

0-20

45.95

3,66

4,61

2,01

10.28

9,88

25,78

20-40

45.55

17,20

2,49

0,52

20.21

6,15

19,19

0-20

45.62

17,17

3,78

0,87

21.81

6,45

17,35

20-40

46.46

16,59

1,39

1,55

19.53

3,89

23,04

0-20

46.38

14,79

0,86

1,90

17.48

5,85

22,98

20-40

46.45

11,47

3,05

1,41

15.93

6,23

24,29

0-20

44.13

0,37

0,61

3,26

4.24

4,32

35,57

20-40

46.40

9,63

1,39

3,92

14.95