Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara pada Pertanaman Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor

(1)

PADA PERTANAMAN SAYURAN DI DESA SUKARESMI,

KECAMATAN MEGAMENDUNG, KABUPATEN BOGOR

INA FATHIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara pada Pertanaman Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Ina Fathiyah NRP. A151090031


(4)

(5)

INA FATHIYAH. Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara pada Pertanaman Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO, YAYAT HIDAYAT, dan ARIEF HARTONO.

Faktor utama penyebab degradasi tanah di wilayah tropika basah adalah aliran permukaan dan erosi. Budidaya sayuran di daerah pegunungan yang dilakukan oleh petani pada umumnya tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Hal ini tentunya mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi pola aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran di daerah pegunungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 hingga Maret 2013. Percobaan menggunakan petak erosi dengan panjang 8 m dan lebar 2 m. Jumlah petak sebanyak 12 buah terdiri dari petak T0 sampai dengan T11. Petak T0 adalah petak kontrol tanpa tanaman, sementara petak T1 sampai petak T11 berturut-turut ditanami kacang tanah, jagung, terong, tomat, daun bawang, cabe, kacang damami, caisin, sawi dan wortel. Kemiringan lereng pada seluruh petak adalah 11%. Bahan-bahan yang digunakan adalah data curah hujan, bibit tanaman, pupuk, dan pestisida. Aliran permukaan, erosi tanah dan kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dievaluasi. Analisis tanah dan air dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Data aliran permukaan dan erosi dianalisis dengan perbandingan berpasangan antar petak percobaan menggunakan Uji Nilai Tengah (uji t). Hubungan antara jumlah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dengan jumlah aliran permukaan dan erosi dievaluasi menggunakan persamaan regresi berganda dimana jumlah aliran permukaan dan erosi sebagai variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien aliran permukaan rendah berkisar 4 sampai dengan 8%, namun erosi tanah yang terjadi tinggi berkisar dari 25.5 sampai dengan 58.0 ton/ha. Nilai erosi tersebut lebih besar dari erosi yang ditoleransikan sebesar 27 ton/ha/tahun. Faktor yang mempengaruhi rendahnya aliran permukan antara lain permeabilitas tanah sangat cepat berkisar antara 21.8 sampai dengan 72.1 cm/jam dan laju infiltrasi konstan termasuk cepat sebesar 140 mm/jam. Faktor yang mempengaruhi tingginya erosi adalah erodibilitas tanah Andisol yang tinggi dan intensitas hujan pada beberapa kejadian hujan di lokasi penelitian yang tinggi.

Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi aliran permukaan berkisar antara 16.59 sampai dengan 45.50% dan mengurangi erosi berkisar antara 22.6 sampai dengan 56%. Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi erosi lebih besar daripada mengurangi aliran permukaan, hal ini dikarenakan penurunan jumlah aliran permukaan menurunkan erosi secara nyata.


(6)

linier dengan peningkatan aliran permukaan dan erosi. Persamaan regresi berganda untuk kehilangan nitrat adalah nitrat (mg/petak) = 963 + 65.5 aliran permukaan (L/petak) + 588 erosi (kg/petak). Persamaan regresi berganda untuk menduga kehilangan fosfor adalah fosfor (mg/petak) = -7.1 + 1.45 aliran permukaan (L/petak) + 24.2 erosi (kg/petak) dan untuk kalium adalah kalium (mg/petak) = 104 + 3.80 aliran permukaan (L/petak) + 319 erosi (kg/petak).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wortel adalah tanaman yang lebih efektif dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya dalam mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara. Oleh karena itu, wortel direkomendasikan sebagai tanaman utama yang dibudidayakan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor dan wilayah lain dengan kondisi biofisik yang identik.


(7)

INA FATHIYAH. Surface runoff, Soil erosion and Nutrient Losses in Vegetables Cultivation at Sukaresmi Village, Megamendung District, Bogor Regency. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO, YAYAT HIDAYAT, and ARIEF HARTONO.

The main factors causing soil degradation in the humid tropic are surface runoff and soil erosion. Vegetables cultivation in mountainous areas by farmers, generally do not pay attention to the soil and water conservation principles. This lead to an increase in surface runoff, soil erosion and nutrient losses. Therefore, it is necessary to indentify surface runoff, soil erosion and nutrient losses patterns on vegetables cultivation in mountainous areas. The objective of this study was to evaluate surface runoff, soil erosion and nutrient losses in vegetables cultivation at Sukaresmi Village, Megamendung District, Bogor Regency.

The research was conducted in September 2012 to March 2013. The experiment was used on erosion plots with 8 m in length and 2 m in width. The plots consisting of plots T0 to T11. T0 was control plot without plant, while the plot

T1 to T11 were planted with peanuts, corn, eggplant, tomatoes, chives, peppers,

damami beans, caisin, cabbage and carrots, respectively. Slope steepness on the entire plot was 11%. The materials used were rainfall data, crop seeds, fertilizers and pesticides. Surface runoff, soil erosion, nitrate loss, phosphorus loss, and potassium loss were evaluated. Soil and water analysis was carried out in the Departement of Soil Science and Land Resource Laboratory, Faculty of Agriculture, Bogor Agriculture University. Surface runoff and erosion data were analyzed with pairwise comparisons among experimental plots using Test Mean (t test). The relationship between the amount of nutrient losses with the amount of surface runoff and erosion was evaluated using multiple regression equation where the amount of surface runoff and erosion were variables.

The results showed that the surface runoff coefficient were low ranging from 4 to 8%, however the soil erosions were high ranging from 25.5 to 58.0 tons/ha. The values of soil erosion that obtained from this study were greater than that of tolerable soil loss which was 27 tons/ha/year. Factors affecting the low surface runoff were rapid soil permeability ranging from 21.8 to 72.1 cm/hour and high infiltration rate constant which was 140 mm/hour. Factors affecting the high soil erosion were the high of soil erodibility of Andisols and the high rainfall intensity in the research area.

The effectivity of vegetable crops in reducing surface runoff ranging from 16.59 to 45.50% and reducing soil erosion ranging from 22.6 to 56%. The effectivity of vegetable crops in reducing soil erosion is higher than they do in surface runoff, due to the fact that the reduction of amount of surface runoff significantly reduce soil erosion.

The amount of nitrate, phosphorus, and potassium losses, positively linear correlated with the amount of surface runoff and soil erosion. Multiple regression equation to nitrate loss was nitrate (mg/plot) = 963 + 65.5 surface runoff (L/plot) + 588 erosion (kg/plot). Multiple regression equation for phosphorus loss was


(8)

(kg/plot) and for potassium was potassium (mg/plot) = 104 + 3.80 surface runoff (L/plot) + 319 erosion (kg/plot).

The results of this study suggested that carrot was a vegetable crop that was more effective than other vegetable crops in reducing surface runoff, soil erosion and nutrient losses. Therefore, it was recommended as the main crop cultivated in Sukaresmi Village, Megamendung District, Bogor Regency and other regions with identical biophysical conditions.


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(10)

(11)

PADA PERTANAMAN SAYURAN DI DESA SUKARESMI,

KECAMATAN MEGAMENDUNG, KABUPATEN BOGOR

INA FATHIYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(12)

Dosen Penguji Luar : Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi


(13)

Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor

Nama : Ina Fathiyah NRP : A151090031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Ketua

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi Dr Ir Arief Hartono, MScAgr

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Imu Tanah

Dr Ir Atang Sutandi, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(14)

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

Aliran Permukaan 3

Erosi 4

Proses Erosi Tanah 4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi 4

Kerugian yang Diakibatkan Oleh Erosi 5

Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL) 5

Pengaruh Pertanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan dan Erosi 6

Kehilangan hara 8

Karakteristik Tanah Andisol 8

3. BAHAN DAN METODE 10

Lokasi dan Waktu Peneitian 10

Bahan dan Alat Penelitian 10

Tahapan Penelitian 10

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder 10

Pembuatan Petak Erosi 11

Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi 12 Erosi yang Dapat Ditoleransikan (Tolarable Soil Loss = TSL) 13

Kehilangan Hara 13

Perawatan dan Pengamatan Tanaman 14

Analisis Data 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Kondisi Pertanaman Sayuran 16

Curah Hujan di Lokasi Penelitian 16

Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan 17

Pengaruh Tanaman Sayuran Terhadap Erosi 19

Kehilangan Hara Nitrat, Fosfor dan Kalium 22

5. SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 33


(15)

1 Jenis tanaman dan waktu tanam pada setiap petak percobaan 12 2 Metode penetapan nitrat, fosfor dan kalium pada contoh larutan dan

sedimen

14 3 Aliran permukaan dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012

– Januari 2013)

18

4 Nilai t-hitung aliran permukaan antar perlakuan di lokasi penelitian 19 5 Erosi tanah dari setiap perlakuan di lokasi penelitian (November 2012 –

Januari 2013)

20 6 Nilai t-hitung erosi tanah antar perlakuan di lokasi penelitian 21 7 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran

permukaan selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013)

23 8 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam tanah

tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013)

23 9 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran

permukaan dan tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013)

26

10 Nilai ketidakpastian NO3-N (Harmel et al. 2006, dalam Yustika 2013) 27

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 11

2 Budidaya tanaman sayuran di desa Sukaresmi 16

3 Curah hujan harian di lokasi penelitian (Stasiun Citeko) 17 4 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, (b) fosfor dan (c) kalium dalam

aliran permukaan

24 5 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, (b) fosfor dan (c) kalium dalam

tanah tererosi

25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagian-bagian petak percobaan erosi di lokasi penelitian Desa Sukaresmi

34 2 Aliran permukaan harian (mm) pada petak percobaan bulan November

2012 di Desa Sukaresmi

35 3 Aliran permukaan harian (mm) pada petak percobaan bulan Desember

2012 di Desa Sukaresmi

35 4 Aliran permukaan harian (mm) pada petak percobaan bulan Januari

2013 di Desa Sukaresmi

36 5 Tutupan tajuk tanaman sayuran di desa Sukaresmi periode November

2012 – Januari 2013

37 6 Pengukuran permeabilitas antar setiap petak percobaan 39 7 Nilai koefisien variasi aliran permukaan antar setiap petak percobaan 39 8 Erosi harian pada petak percobaan (ton/ha) bulan November 2012 di

Desa Sukaresmi


(16)

Desa Sukaresmi

10 Erosi harian pada petak percobaan (ton/ha) bulan Januari 2013 di Desa Sukaresmi

41 11 Nilai koefisien variasi erosi antar setiap petak percobaan 42 12 Nilai faktor kedalaman Sub Order tanah (Hammer 1981 dalam Arsyad

2000)

43 13 Konsentrasi hara nitrat, fosfor, dan kalium yang terbawa dalam aliran

permukaan selama 3 kejadian hujan di Desa Sukaresmi pada tanggal 14 Januari 2013 (CH 34 mm), 19 Januari 2013 (CH 24 mm), dan 21 Januari 2013 (CH 7 mm)

44

14 Konsentrasi hara nitrat, fosfor, dan kalium yang terbawa dalam tanah tererosi selama 3 kejadian hujan di Desa Sukaresmi pada tanggal 14 Janari 2013 (CH 34 mm), 19 Januari 2013 (CH 24 mm), dan 21 Januari 2013 (CH 7 mm)

45

15 Hasil analisis regresi kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung pada 3 kejadian hujan (14, 19, dan 21 Januari 2013)

46

16 Hasil analisis regresi kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam tanah tererosi di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung pada 3 kejadian hujan (14, 19, dan 21 Januari 2013)

48

17 Hasil analisis regresi kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung pada 3 kejadian hujan (14, 19, dan 21 Januari 2013)


(17)

(18)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai Maret 2013 ialah Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara pada Pertanaman Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS, Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, MSi dan Bapak Dr Ir Arief Hartono, MScAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, masukan, dan saran dalam penelitian dan menyusun karya ilmiah ini, Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku dosen penguji, Bapak Dr Ir Atang Sutandi, MSi dan ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc beserta staf pengajar Program Studi Ilmu Tanah Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor yang telah banyak memberikan masukan dan saran. Di samping itu, penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada keluarga Pak Haji Dede yang telah banyak membantu selama penelitian di lapangan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada KKP3T yang telah membiayai terlaksananya penelitian ini. Ungkapan terimakasih tak terhingga kepada Abah Melkan Ifsan, Mama Khairunnisa (Almh), Bapak Wayan Supardi, SPd, Mamah Herawati, adik Muhammad Indra Faisal, adik Yosika Falista Ayu, tante Masa’diyah serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Suamiku tercinta Ricki Wisnu Bharata, ST terimakasih untuk selalu mendampingi, memberikan kasih sayang, motivasi, kesabaran, dukungan dan pengertian dalam setiap kesulitan yang penulis hadapi selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk Mba Rahmah, Luluk, Mala, Indri, Desi, Ida, Mba Imas, Reni dan Emma serta sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013


(19)

Latar Belakang

Tanah sebagai sumberdaya alam memiliki dua fungsi yaitu 1) sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, dan 2) sebagai tempat perakaran tanaman dan tempat air tersimpan. Menurunnya kedua fungsi tanah tersebut disebut degradasi tanah (Arsyad 2000). Menurunnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tanaman dapat diperbaiki dengan pemupukan, tetapi menurunnya fungsi tanah sebagai tempat perakaran tanaman dan ketersediaan air tidak mudah diperbaiki karena memerlukan waktu yang lama untuk memperbaikinya. Erosi tanah merupakan salah satu faktor penyebab degradasi lahan. Pierce (1991) mengemukakan bahwa erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah. Erosi dapat mengubah kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab utama degradasi tanah di seluruh dunia. Dampak erosi tanah terhadap produktivitas bervariasi cukup besar antar tempat dan waktu.

Salah satu penyebab utama kerusakan tanah di Indonesia adalah aliran permukaan dan erosi tanah oleh air. Kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan aliran permukaan menggerus permukaan tanah merupakan penghancur utama agregat tanah. Aliran permukaan mengakibatkan partikel-partikel tanah permukaan terlepas dan terangkut ke tempat lain serta hilangnya unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik. Banyaknya partikel-partikel tanah yang terangkut sangat tergantung pada hujan, kecepatan aliran permukaan dan sifat-sifat tanah (Arsyad 2010).

Penggunaan lahan untuk usaha budidaya tanaman sayuran banyak dilakukan pada daerah perbukitan dan pegunungan bagian hulu DAS yang iklimnya cocok dan tanahnya subur, tetapi biasanya tidak menerapkan tindakan konservasi tanah yang memadai. Usaha tani sayuran sering dianggap tidak ramah lingkungan karena potensi terjadinya erosi pada lahan sayuran relatif tinggi terutama pada lahan yang relatif curam dan tanahnya yang sangat mudah tererosi. Budidaya tanaman sayuran dilakukan hampir sepanjang tahun oleh para petani karena tanaman sayuran memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak lahan-lahan yang sebenarnya kurang sesuai untuk tanaman sayuran ditinjau dari aspek kemampuan lahannya tetapi tetap diusahakan oleh petani sehingga berdampak terhadap kerusakan lahan.

Pengembangan budidaya tanaman sayuran di dataran tinggi terkendala oleh erosi yang tinggi. Lahan di dataran tinggi merupakan lahan berlereng yang rawan terhadap erosi. Disamping itu, curah hujan dengan intensitas yang tinggi merupakan salah satu penyebab tingginya laju erosi dan penurunan produktivitas tanah. Sa’ad (2002) menerangkan bahwa erosi terjadi terutama karena curah hujan yang tinggi dan kelalaian pengguna lahan dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

Usaha budidaya tanaman sayuran biasanya dilakukan dengan pemupukan dosis tinggi untuk meningkatkan produksi tanaman yang diusahakan. Pupuk yang diberikan terdiri dari pupuk organik dan anorganik. Tingginya curah hujan pada wilayah tersebut menyebabkan terjadinya erosi yang sangat intensif dan


(20)

pengangkutan unsur hara yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kualitas dan produktivitas lahan. Unsur hara yang terangkut menjadi bahan pencemar yang menurunkan kulitas air sungai dan menyebabkan pengkayaan di daerah hilir. Arifin (2004) melaporkan bahwa konsentrasi nitrat dan fosfor di teluk Jakarta telah meningkat sebesar 10 kali lebih tinggi pada periode 2000-2004 dibandingkan dengan periode 1975-1979. Oleh karena itu penelitian dalam kaitan mencari hubungan antara aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada daerah penghasil sayuran dataran tinggi perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Budidaya tanaman sayuran yang dilakukan di Desa Sukaresmi cukup intensif dan umumnya dilakukan dengan budidaya searah lereng. Hal ini disebabkan, para petani menganggap dengan budidaya searah lereng lebih praktis dalam pengelolaan tanah, menurunkan serangan penyakit dan memberikan hasil produksi yang cukup baik. Praktek usaha tani demikan dapat menyebabkan terjadinya aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara yang tinggi. Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budidaya pertanian yang tidak disertai penerapan teknik konservasi tanah dan air. Penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting dari pertanian.

Sebagian petani telah membuat teras pada lahan usaha taninya walaupun teras tersebut belum sempurna dan efektif dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Teras yang dibuat adalah teras bangku dengan bidang tanam yang masih berlereng. Sistem penanaman dilakukan pada bidang teras dengan bedengan serarah lereng. Praktek usaha tani tersebut mengancam kelestarian produktivitas tanaman sayuran di Desa Sukaresmi yang saat ini merupakan salah satu produksi sayuran di wilayah Kabupaten Bogor.

Jumlah aliran permukaan dan erosi pada pertanaman sayuran bervariasi tergantung pada jumlah curah hujan yang jatuh, jenis tanaman sayuran dan teknik konservasi yang diterapkan. Oleh karena itu, penelitian terkait dengan aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada pertanaman sayuran sangat penting untuk dilakukan guna memperoleh masukan perbaikan teknik budidaya tanaman sayuran khususnya di Desa Sukaresmi dan wilayah sekitarnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karakteristik aliran permukaan, erosi, dan kehilangan hara pada pertanaman sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan (bahan pertimbangan) bagi pihak penentu kebijakan dan pengguna lahan di Desa Sukaresmi dan sekitarnya dalam menentukan dan melakukan teknik budidaya tanaman sayuran ramah lingkungan.


(21)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya terkumpul di dalam parit-parit atau saluran (Hillel 1981). Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah dan merupakan bentuk aliran yang penting sebagai penyebab erosi, karena aliran permukaan mengangkut dan mengikis lapisan permukaan tanah dan bagian-bagiannya dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah (Arsyad 2010). Sifat-sifat aliran permukaan yang menentukan kemampuannya untuk menimbulkan erosi adalah jumlah dan laju aliran permukaan. Jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk satu masa hujan atau masa tertentu. Kecepatan dan laju aliran permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor dan komponen siklus air. Faktor-faktor tersebut adalah curah hujan (jumlah, intensitas dan distribusi), tanah, tanaman (tumbuhan penutup tanah) dan sistem pengelolaan tanah. Jumlah dan kecepatan aliran permukaan akan meningkat dengan semakin curamnya lereng, karena aliran permukaan dari bagian atas akan menambahkan air ke lereng bagian bawah dan menyebabkan bertambahnya kedalaman air (Troeh et al. 1980).

Aliran permukaan dapat terjadi setelah proses hidrologi yang meliputi intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan evaporasi terpenuhi namun, hujan dengan curah hujan tinggi masih terjadi (Haridjaja et al. 1991), dan di daerah iklim tropis kemampuan sifat-sifat aliran permukaan sangat menentukan kejadian erosi, terutama daerah-daerah dengan topografi yang curam dan tidak ada vegetasi. Energi kinetik hujan merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat dan peningkatan intensitas hujan menyebabkan meningkatnya kerusakan agregat dan struktur tanah lapisan atas serta penurunan laju permeabilitas yang mengakibatkan aliran permukaan akan meningkat (Arsyad 2010). Semakin besar aliran permukaan maka erosi yang ditimbulkan akan semakin besar, apalagi jika terjadi pada lahan terbuka.

Aliran permukaan dapat dikurangi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu dengan cara meningkatkan laju infiltrasi, meningkatkan simpanan permukaan dan meningkatkan intersepsi hujan dengan menanam tanaman atau sisa-sisa tanaman sebagai mulsa (Sinukaban 1989). Praktek konservasi tanah dan air dapat mengurangi aliran permukaan tetapi aliran akan selalu terjadi kecuali pada tanah yang datar. Tanaman penutup yang rapat, sisa tanaman atau serasah yang banyak pada teknik budidaya merupakan cara terbaik untuk memperbesar kapasitas infiltrasi sehingga dapat mengurangi aliran permukaan (Troeh et al. 2004).


(22)

Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yaitu air dan angin (Arsyad 2010). Gerakan berpindahnya tanah oleh air melalui tiga fase yaitu fase penghancuran massa tanah menjadi partikel-partikel atau agregat kecil, fase transportasi hasil hancuran tersebut dan fase deposisi atau sedimentasi di tempat yang baru.

Proses Erosi Tanah

Peristiwa erosi diawali oleh air hujan, dimana tumbukan air hujan yang langsung jatuh ke tanah akan menyebabkan pecahnya material tanah yang merupakan proses awal erosi. Air yang jatuh pada vegetasi ada yang diintersepsi dan ada yang dievaporasikan. Air yang jatuh di atas permukaan tanah akan diinfiltrasikan masuk ke dalam tanah. Jika intensitas hujan lebih besar dari laju infiltrasi maka kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan yang selanjutnya akan menjadi aliran permukaan bila intensitas curah hujan terus bertambah.

Fraksi liat terangkut lebih dahulu dibandingkan fraksi pasir dan debu dalam peristiwa erosi. Hal ini terkait dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Pemindahan partikel halus oleh peristiwa erosi menyebabkan peningkatan persentase pasir dan kerikil di permukaan tanah, dan pada waktu yang sama mengurangi persentase debu dan liat. Dengan demikian tanah yang telah mengalami erosi bertekstur lebih kasar dibandingkan dengan sebelum tererosi (Sinukaban 1981).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Erosi adalah interaksi kerja antara faktor-faktor diantaranya faktor iklim (i), topografi (r), vegetasi (v), tanah (t) dan manusia (m). Secara ringkas persamaannya adalah :

E = f ( i. r. v. t. m)

dimana E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah tumbuhan, t adalah tanah dan m adalah manusia. Persamaan tersebut mengandung dua jenis peubah yaitu (1) faktor-faktor yang dapat diubah oleh manusia seperti vegetasi (v), sebagian sifat-sifat tanah (t) yaitu kesuburan, kemantapan agregat dan kapasitas infiltrasi serta satu unsur topografi yaitu panjang lereng, dan (2) faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia seperti iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng (Arsyad 2010).

Iklim. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan adalah presipitasi, temperatur, dan angin. Presipitasi adalah faktor yang terpenting khususnya hujan, terutama di daerah tropika basah seperti Indonesia. Hal ini disebabkan curah hujan di daerah tropis pada umumnya mempunyai intensitas yang relatif lebih tinggi. Selama kejadian hujan, jumlah curah hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran hujan menentukan luasan erosi yang terjadi (Kohnke dan Bertrand 1959, dalam Arsyad 2010).

Topografi. Pengaruh lereng pada erosi adalah erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam. Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan untuk mengangkut tanah juga meningkat


(23)

(Hardjowigeno 2003). Selain itu, semakin miringnya lereng maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir-butir-butir hujan semakin banyak sehingga erosi yang terjadi semakin besar.

Vegetasi. Tingkat erosi suatu lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang ditanam dan teknik pertanian yang digunakan. Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi, serta memperkuat penyerapan air ke dalam tanah oleh transpirasi melalui vegetasi. Makin rapat vegetasi makin efektif terjadinya pencegahan erosi (Hardjowigeno 2003). Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan karena tumbuhan merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan.

Tanah. Sifat-sifat tanah sangat menentukan untuk dapat terjadinya erosi, namun demikian resistensi tanah tererosi tergantung pada keadaan topografi, kecuraman lereng, dan kegiatan manusia misalnya pengolahan tanah (Morgan 1979). Tekstur, struktur, bahan organik, dan permeabilitas tanah adalah sifat-sifat profil tanah yang secara bersama berinteraksi menentukan kepekaan tanah tererosi (Olsen 1981). Kepekaan tanah terhadap erosi atau kepekaan erosi tanah yang menunjukan mudah tidaknya tanah mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Manusia. Manusia dapat mengubah tanah menjadi lebih baik atau lebih buruk. tergantung dari cara penggunaan dan pengolahannya. Pembuatan teras, penanaman secara berjalur, penanaman atau pengolahan tanah menurut kontur, perlindungan tanah dengan mulsa adalah kegiatan manusia yang dapat menurunkan erosi. Di lain pihak, penanaman searah lereng, perladangan dan penggunaan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan meningkatkan bahaya erosi (Arsyad 2010). Pengolahan tanah menurut kontur mampu mengurangi erosi secara efektif terutama bila terjadi hujan lebat dengan intensitas sedang sampai rendah. Pembuatan teras berfungsi mengurangi panjang lereng sehingga kecepatan aliran permukaan bisa dikurangi dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah lebih besar, akibatnya erosi menjadi berkurang (Rahim dan Sufli 2000).

Kerugian yang Diakibatkan oleh Erosi

Erosi dapat menyebabkan dampak yang sangat luas antara lain : (1) menurunkan produktivitas lahan, (2) menurunkan ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman, (3) menurunkan produksi serta kualitas tanaman yang dihasilkan, (4) menurunkan laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, (5) menyebabkan rusaknya struktur tanah, (6) menyebabkan tertimbunnya tanah yang subur oleh endapan, (7) mengurangi bagian tanah yang dapat ditanami misalnya pada erosi parit dan tebing, dan (8) menurunkan pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan (Arsyad 2010).

Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL)

Menurut Wischmeier and Smith (1978) erosi yang dapat ditoleransikan adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari. Erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) menunjukkan tingkat erosi tanah maksimum yang


(24)

masih memberikan tingkat produktivitas tanah yang memadai, masih mampu dipertahankan secara ekonomi dalam waktu yang tidak terbatas (Sukartaadmadja 2004). Hammer (1981) menyatakan bahwa laju erosi yang dapat ditoleransikan adalah laju erosi sama dengan laju pembentukan tanah.

Erosi yang dapat ditoleransikan dapat diprediksi dengan menggunakan metode Hammer (1981, dalam Arsyad 2010) dan metode Wood and Dent (1983, dalam Hardjowigeno 2003). Metode Hammer memprediksi TSL menggunakan pendekatan konsep kedalaman ekivalen (DE) dan umur guna tanah (UGT) dengan formula sebagai berikut :

TSL =

Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah setelah mengalami erosi sehingga tingkat produktivitasnya berkurang hingga 60 % dibandingkan dengan tanah yang tidak tererosi. Selain menggunakan pendekatan kedalaman ekivalen (DE) dan umur guna tanah (UGT), Wood and Dent memprediksi TSL dengan mempertimbangkan kedalaman tanah minimun (Dmin) untuk budidaya tanaman dan laju pembentukan tanah (LPT). Metode Wood and Dent (1983, dalam Hardjowigeno 2003) :

TSL = + LPT

Pada metode Hammer, tidak memperhatikan faktor kedalaman minimum tanah dimana tanah masih tetap produktif. Dalam hal ini tidak diperhatikan jenis tanamannya, meskipun masing-masing tanaman memerlukan kedalaman minimum tanah yang berbeda. Selain itu, laju pembentukan tanah juga tidak diperhitungkan, padahal kecepatan pembentukkan tanah tersebut akan menentukan berapa kedalaman tanah yang masih tersisa setelah jangka waktu kelestarian tanah terlampaui. Menurut Hardjowigeno (2003) rata-rata laju pembentukan tanah di daerah tropika basah (Indonesia) adalah 1 mm/tahun.

Pengaruh Pertanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan dan Erosi

Penggunaan lahan untuk usaha tanaman sayuran sering dilakukan pada daerah pegunungan yang berbukit dan berlereng yang curam. Hal ini mengakibatkan banyak lahan-lahan yang sebenarnya kurang sesuai untuk tanaman sayuran mudah mengalami erosi tanah. Penelitian yang dilakukan oleh El Kateb et al. (2013) menemukan bahwa pada kemiringan lereng > 30% pada budidaya tanaman holtikultura di propinsi Shaanxi Cina menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang paling besar dibandingkan pada kelerengan 10 % - 30 %.

Pada umumnya berbagai jenis tanaman sayuran dataran tinggi diusahakan pada tanah Andisol yang secara umum peka terhadap erosi. Kesuburan tanah pada lahan sayuran dataran tinggi lebih baik dari jenis tanah mineral lainnya. Pada umumnya tanah Andisol yang digunakan untuk lahan pertanian biasanya terbentuk dari bahan volkan dengan bahan organik yang tinggi dan secara umum kapasitas tukar kation (KTK) tinggi (Erfandi et al. 2002).


(25)

Menurut Dariah (2007) menerangkan bahwa lahan akan lebih mudah tererosi akibat seringnya digunakan untuk budidaya, sehingga penerapan teknik konservasi tanah mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan produktivitas lahan. Pengolahan tanah merupakan komponen penting dalam kegiatan usaha tani tanaman semusim. Pengolahan tanah utamanya ditujukan untuk menyiapkan atau menciptakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimum. Namun demikian, pengolahan tanah secara berlebih dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya terjadi penghancuran struktur tanah.

Aliran permukaan dan erosi harus dikendalikan melalui penerapan tindakan konservasi tanah dan air agar lahan tetap produktif. Teknik konservasi tanah pada lahan usaha tani berbasis tanaman sayuran dapat dilakukan dengan penanaman guludan atau bedengan searah kontur atau memotong lereng yang dinilai mampu mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Pembuatan guludan atau bedengan adalah tindakan konservasi tanah yang dapat dilakukan oleh petani. Pertimbangannya adalah selain efektif menekan aliran permukaan dan erosi, juga karena terbatasnya jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan teknologi dan ekonomi para petani (Arsyad 2010).

Penelitian-penelitian tentang erosi tanah sudah banyak dilakukan. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa erosi yang terjadi pada lahan holtikultura yang dibuat pada bedengan searah lereng lebih besar daripada memotong lereng.

Suganda et al. (1997) menyatakan bahwa erosi tertinggi pada tanaman buncis di Desa Batulawang, Pacet, Cianjur terjadi pada bedengan yang dibuat searah lereng yaitu sebesar 65.1 ton/ha. Erfandi et al. (2002) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pada penanaman buncis dengan bedengan searah lereng di daerah Campaka, Cianjur pada 1 musim tanam menghasilkan erosi sebesar 40.6 ton/ha. Penelitian berbeda yang dilakukan Henny (2012) mengatakan bahwa guludan tanaman memotong lereng mampu menekan erosi ± 80% dibandingkan dengan guludan searah lereng pada pertanaman kubis dan kentang pada tanah Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, kabupaten Kerinci, Jambi. Penelitian Sutapradja dan Asandhi (1998) bahwa bedengan atau guludan memotong lereng menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil daripada guludan searah lereng. Menurut Wiralaga (1997) penerapan teknik konservasi tanah berupa guludan yang memotong lereng dapat memperkecil laju aliran permukaan.

Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa penanaman guludan atau bedengan memotong lereng mampu mengendalikan aliran pemukaan dan erosi. Lal (1979) menyatakan bahwa pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur mampu menurunkan aliran permukaan sebesar 14 - 28 mm dan erosi sebesar 17.33 – 33.00 ton/ha/tahun pada pertanaman jagung di Brazil. Fagi dan Mackie (1988) juga menyatakan bahwa pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur mampu menurunkan erosi sebesar 92.6 ton/ha/tahun dibandingkan dengan penanaman searah lereng pada pertanaman kentang.

Teknik konservasi tanah dan air berupa bedengan memotong lereng mampu menekan erosi. Hal ini dikarenakan aliran permukaan tertahan oleh bedengan, pada kondisi ini volume dan kecepatan aliran permukaan berkurang sehingga kapasitas transportasi menjadi rendah sehingga mampu menurunkan erosi. Tanaman juga dapat meminimalkan kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah (Arsyad 2010).


(26)

Kehilangan Hara

Peristiwa erosi tidak hanya mengakibatkan hilangnya lapisan olah tanah namun juga dapat mengurangi kesuburan tanah akibat terangkutnya hara tanaman baik dalam aliran permukaan maupun dalam tanah tererosi. Lapisan tanah bagian atas umumnya lebih subur (kaya bahan organik dan unsur hara) dibandingkan dengan lapisan bawah. Tanah yang subur atau produktivitasnya tinggi yaitu tanah yang dapat menyediakan unsur hara yang sesuai bagi kebutuhan tanaman tertentu sehingga produktivitasnya tinggi. Unsur hara dalam tanah dapat berkurang karena terangkut pada waktu panen, pencucian, dan terangkutnya pada waktu proses erosi. Apabila erosi berjalan terus-menerus pada permukaan tanah, maka dengan sendirinya akan terangkut partikel liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara yang diperlukan tanaman (Sarief 1988).

Menurut Arsyad (2010) banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi tergantung pada besarnya erosi dan unsur hara yang terkandung dalam tanah yang tererosi. Daerah dengan curah hujan yang tinggi meningkatkan resiko erosi yang lebih besar. Chen et al. (2013) melaporkan bahwa semakin tinggi curah hujan, erosi yang terjadi semakin besar dan kehilangan hara N dan P juga semakin besar pada vegetasi penutup tanah di Xiangxi Cina.

Petani sayuran pada daerah dataran tinggi umumnya menggunakan pupuk anorganik dan pupuk organik dalam takaran yang lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan. Akibatnya dengan kondisi ekosistem lahan sayuran yang rentan terhadap erosi, diperkirakan banyak unsur-unsur hara dari pupuk tersebut hilang terbawa aliran permukaan dan erosi (Dariah 2007). Unsur-unsur hara yang terbawa aliran permukaan terutama N dan P, akan masuk ke dalam badan air atau sungai, sehingga terjadi eutrofikasi. Pemupukan yang berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan seperti berkurangnya kualitas air tanah. Menurunnya kualitas air tanah dapat disebabkan oleh kandungan sedimen dan unsur yang terbawa masuk oleh air yang bersumber dari erosi, tercuci oleh air hujan dari lahan-lahan pertanian, atau bahan dan senyawa dari limbah industri atau limbah pertanian (Arsyad 2010). Upaya pemupukan akhirnya menjadi tidak efisien, sehingga diperlukan tindakan pencegahan erosi dan kehilangan unsur-unsur hara agar tercipta sistem usaha tani sayuran yang berkelanjutan.

Karakteristik Tanah Andisol

Luas seluruh jenis tanah Andisol diperkirakan 5.39 juta ha atau sekitar 2.9 % wilayah daratan Indonesia (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000). Tanah Andisol di pulau Jawa umumnya berasal dari bahan induk andesitik sampai basaltik yang kaya akan unsur-unsur hara seperti Ca, Mg, Na dan K karena itu umumnya tanah Andisol tergolong subur (Tan 1965). Prasetyo (2005) menerangkan bahwa tanah Andisol umumnya gembur sehingga mudah diolah dan baik untuk pertumbuhan akar tanaman. Selain itu, tanah Andisol memiliki kapasitas menahan air yang besar, kesuburan tanah tergolong tinggi dan umumnya dimanfaatkan untuk lahan budidaya tanaman sayuran.

Erosi tanah pada tanah Andisol di Indonesia terutama disebabkan oleh curah hujan. Hujan di Indonesia sebagian besar termasuk tipe orografis, yakni makin


(27)

tinggi suatu tempat makin tinggi pula curah hujannya, sebaliknya penguapannya semakin berkurang. Makin besar selisih curah hujan dengan penguapan mengakibatkan bahaya erosi semakin besar dan ditunjang dengan banyaknya kondisi lahan berlereng dan curam (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000). Tanah Andisol merupakan salah satu ordo tanah pada kawasan usahatani sayuran dataran tinggi yang tergolong memiliki kepekaan erosi yang besar meskipun umumnya mempunyai sifat fisika yang baik. Tanah Andisol di Indonesia dapat dibedakan menjadi Andisol dataran rendah dan Andisol dataran tinggi. Andisol dataran rendah daerah Sumatera terbentuk pada dataran rendah dengan iklim tropika basah serta mempunyai rasio asam humat dan fulvat < 0.2. Sedangkan, Andisol dataran tinggi daerah Jawa terbentuk pada elevasi yang lebih tinggi dengan iklim sedang, serta mempunyai rasio asam humat dan fulvat lebih dari 0.5 (Tan 1965).

Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur, namun mempunyai retensi P yang tinggi karena didominasi oleh mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit, dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas. Penambahan P dan bahan organik pada tanah Andisol mampu mengatasi retensi P. Solum tanah Andisol agak tebal (1 – 2 m), tekstur lempung hingga debu, struktur remah, makin ke bawah agak gumpal, konsistensi gembur, permeabilitas sedang. Tanah Andisol memiliki pH dari kemasaman agak masam hingga netral (5.0 – 7.0), kejenuhan basa sedang sampai tinggi (30% - 70%) Rachim (2009).

Tanah Andisol mempunyai mempunyai porositas yang tinggi sehingga air lebih mudah masuk ke dalam tanah, namun karena tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi debu yang sangat mudah terangkut oleh aliran permukaan, maka tanah menjadi sangat mudah tererosi saat jenuh dan terjadi aliran permukaan (Dariah dan Husen 2004). Kurnia et al. (2004) juga mengatakan hal yang sama bahwa tekstur tanah Andisol mengandung fraksi debu lebih banyak dan umumnya berada pada topografi berlereng dengan curah hujan tinggi. Letak tanah Andisol yang berada pada di dataran tinggi dengan lereng yang cukup terjal dapat mengakibatkan erosi dan pencucian hara serta bahan organik yang cukup intensif.


(28)

3. BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2012 – Maret 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan, bibit tanaman sayuran, pupuk organik (kotoran ayam), pupuk anorganik (Urea, Ponska), fungisida, insektisida, dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul, tali plastik, seng, bonet, drum, bak penampung, kain kasa, paku, kayu, pipa paralon, palu dan balok, gelas ukur, timbangan, botol ukuran 600 ml, cawan aluminium, oven, spektrofotometer, flamefotometer, kertas saring, dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan berdasarkan tahapan berikut : 1) pengumpulan data primer dan sekunder, 2) pembuatan petak erosi, 3) pengukuran dan analisis aliran permukaan, erosi, kehilangan hara (nitrat, fosfor, dan kalium), dan 4) analisis data. Adapun diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Pengumpulan data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data permebilitas tanah, data nitrat, fosfor dan kalium yang terangkut oleh aliran permukaan dan erosi, data penggunaan lahan, data aliran permukaan, data erosi dan TSL. Data sekunder berupa data curah hujan harian periode November 2012 – Januari 2013 yang diperoleh dari stasiun Citeko.


(29)

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

Pembuatan Petak Erosi

Petak erosi percobaan di lapangan dibuat sebanyak 12 buah, di mana 11 petak erosi dengan perlakuan tanaman dan 1 petak erosi tanpa perlakuan tanaman sebagai kontrol. Petak dibuat di atas permukaan tanah dengan panjang 8 m dan lebar 2 m. Bagian samping petak diberi pembatas seng yang berukuran 50 cm dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal hingga setengah bagian (25 cm) seng tertanam. Jarak antar setiap petak 0.5 m dengan kemiringan lereng yang seragam yaitu ± 11%. Teknik konservasi tanah dan air berupa bedengan memotong lereng diterapkan pada semua petak dengan tanaman. Pada bagian bawah setiap petak dipasang bak penampung utama dan drum penampung tambahan. Permukaan bak penampung utama diberi penutup dari bahan kain kasa dengan tujuan hanya mampu ditembus air namun diharapkan tidak mampu ditembus oleh sedimen tanah hasil erosi terkecuali partikel tanah yang berbentuk suspensi dan menyatu dengan air yang ditampung. Bagian atas bak penampung utama diberi penutup

Analisis Data Uji Perbandingan Berpasangan dan

Regresi

Aliran Permukaan, Erosi, dan Kehilangan Hara pada Lahan

Pertanaman Sayuran Pengumpulan Data

Data Primer : Permeabilitas, Penggunaan Lahan, dan TSL

Data Sekunder : Curah hujan

Pembuatan Petak Erosi (Multi Slot Diviser)

Pengukuran

Erosi Aliran Permukaan Kehilangan Nitrat. Fosfor, dan Kalium

Contoh tanah dan air dianalisis di Laboratorium


(30)

seng untuk mencegah masuknya air hujan langsung ke dalam bak penampung utama dengan tujuan agar air yang tertampung tidak lain berasal dari aliran permukaan dan bukan berasal langsung dari air hujan (Lampiran 1).

Tanaman sayuran ada yang ditanam pada waktu yang berbeda, namun dalam rentang waktu yang tidak terlalu jauh. Hal ini dikarenakan, penelitian ini merupakan lanjutan dari rangkaian penelitian sebelumnya. Akibatnya umur tanaman menjadi bervariasi. Perlakuan jenis dan waktu tanam pada setiap petak percobaan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis tanaman dan waktu tanam pada setiap petak percobaan

Petak Jenis tanaman Waktu tanam Waktu panen

T0 Kontrol - -

T1 Kacang tanah (Arachis hypogaea. L) 8 November 2012 15 Januari 2013

T2 Jagung (Zea mays) 1 Oktober 2012 20 Januari 2012

T3 Terong (Solanum melongena) 20 September 2012 1 Desember 2012

T4 Tomat(Solanum lycopersicum) 3 Oktober 2012 17 Desember 2012

T5 Daun bawang (Allium fistulosum) 8 November 2012 12 Januari 2013

T6 Cabe (Capsicum annum. L) 25 September 2012 20 Desember 2012

T7 Kacang damami (Glycin max (L) Merrill) 8 November 2012 10 Januari 2013 T8 Kacang tanah ( Arachis hypogaea. L) 11 November 2012 21 Januari 2013

T9 Sawi (Brassica rapa) 11 November 2012 20 Januari 2013

T10 Caisin (Brassica rapa cv caisin) 11 November 2012 12 Desember 2012

T11 Wortel (Daucus Carota. L) 8 November 2012 20 Januari 2013

Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi

Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan cara mengukur volume air keseluruhan yang tertampung dalam bak penampung utama dengan menggunakan gelas ukur berskala liter. Pengukuran volume air juga dilakukan pada drum penampung tambahan jika terdapat air berlebih dari bak penampung utama dan mengalir mengisi drum penampung tambahan. Pengukuran dilakukan setiap pagi pukul 07.00, apabila hari sebelumnya terjadi hujan dan menimbulkan aliran permukaan.

Pengukuran aliran permukaan dan erosi dengan Metode Multi-Slot Diviser yaitu pada bak utama dibuat lubang-lubang sebanyak 11 buah dengan posisi horizontal masing-masing berdiameter ± 3 cm dan berjarak ± 8 cm. Salah satu lubang disambungkan dengan pipa paralon dan dihubungkan ke drum tambahan lain di bawahnya. Drum tambahan kapasitas ± 60 liter tersebut berfungsi untuk menampung air berlebih yang mungkin ada dan tidak tertampung pada bak utama. Pengukuran aliran permukaan yang terjadi dalam satu hari hujan per petak adalah sebagai berikut :

Volume air dalam bak penampung dengan daya tampung 0.25 m3

Volume air yang = Σ lubang x Volume air dalam drum Total Aliran Permukaan (L/petak) = Volume air dalam bak penampung +

Volume air yang meluap

Pengukuran erosi dilakukan setiap pagi pukul 07.00, apabila hari sebelumnya terjadi hujan dengan cara pengambilan sampel sedimen yang tertampung pada kain kasa dalam bak penampung utama. Untuk memudahkan pengambilan sampel maka sedimen dipilah menjadi sedimen kasar dan sedimen


(31)

tersuspensi. Sedimen kasar adalah sedimen yang tertampung melalui kain kasa di mana berat tanah diukur kadar airnya sehingga diperoleh berat tanah kondisi kering. Sedimen tersuspensi adalah sedimen yang lolos kain kasa tertampung dalam bak penampung diambil sebanyak 600 ml dari sampel aliran permukaan. Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mengaduk seluruh air di dalam bak penampung sampai merata dan homogen. Tahap tersebut dilakukan bersamaan pada saat melakukan pengukuran aliran permukaan. Sampel air dimasukkan ke dalam botol plastik dan dibawa ke laboratorium untuk selanjutnya dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah terhadap aliran permukaan. Pemisahan suspensi tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Pemisahan suspensi tanah dilakukan melalui penyaringan, setelah disaring tanah dioven pada suhu 105oC selama ± 24 jam kemudian ditimbang.

Bobot tanah tererosi (Kg/petak) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Total bobot tanah tersuspensi = x Volume air bak penampung

Total tanah tererosi = Jumlah bobot tanah tersuspensi + sedimen kasar

Erosi yang Dapat Ditoleransikan (Tolerable Soil Loss = TSL)

Perhitungan nilai TSL dilakukan menggunakan metode Hammer (1981, dalam Arsyad 2010) sebagai berikut :

TSL = Dimana.

TSL = Erosi yang dapat ditoleransikan (ton/ha/tahun)

DE = Kedalaman ekuivalen (kedalaman efektif x faktor kedalaman tanah) (mm)

UGT = Umur guna tanah (400 tahun)

Kehilangan Hara

Pengukuran kehilangan hara dilakukan dengan dua cara, yakni 1) sampel larutan diambil dari aliran permukaan sebelum masuk ke dalam bak penampung utama dan dilakukan pada saat kejadian hujan. Sampel diambil sebanyak 600 ml dimasukkan ke dalam botol plastik dan 2) pengambilan sampel sedimen dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel sedimen kasar erosi yaitu dari sedimen yang tertampung melalui kain kasa pada bak penampung utama diambil sebanyak 25 gram. Total kehilangan hara nitrat, fosfor, dan kalium ditentukan berdasarkan contoh larutan dan sedimen yang lengkap pada 3 kejadian hujan pada tanggal 14, 19, dan 21 Januari 2013. Kemudian sampel larutan dan sedimen dianalisis di laboratorium untuk diukur kandungan nitrat, fosfor, dan kalium. Metode penetapan nitrat, fosfor dan kalium disajikan pada Tabel 2.


(32)

Tabel 2 Metode penetapan nitrat, fosfor dan kalium pada contoh larutan dan Sedimen

Parameter Metode analisis

Larutan (air)

Nitrat Destilasi dilanjutkan dengan titrasi

Fosfor Pewarnaan

Kalium Ditetapkan dengan flame fotometer

Sedimen (tanah)

Nitrat (mg/L) Ekstraksi dengan KCl dan HCl

dilanjutkan dengan destilasi dan titrasi Fosfor (mg/L) Bray-1 dilanjutkan dengan pewarnaan Kalium (mg/L) Ekstraksi dengan 1 M NH4OAc pH 7.0

dan ditetapkan dengan flame fotometer Perhitungan jumlah hara yang terbawa aliran permukaan dan erosi dihitung dengan persamaan berikut :

Y = X x E

Keterangan :

Y = jumlah nitrat, fosfor, dan kalium terbawa dalam tanah tererosi (mg/petak) atau aliran permukaan (mg/petak)

X = konsentrasi nitrat, fosfor dan kalium dalam sedimen (mg/Kg) atau aliran permukaan (mg/L)

E = jumlah total tanah tererosi (Kg/petak) atau jumlah total aliran permukaan (L/ petak)

Perawatan dan Pengamatan Tanaman

Perawatan tanaman sayuran berupa pemupukan dengan dosis pupuk organik kotoran ayam sebesar 24 kg/petak, pupuk Ponska 0.5 kg/petak, dan pupuk Urea 600 gr/petak. Pemupukan dilakukan pada awal tanam dan pertengahan musim tanam. Pemupukan kotoran ayam diberikan dengan cara ditabur dan dibenamkan. Untuk pemberian pupuk ponska dan urea dicampur kemudian diberikan dengan cara dibenamkan. Aktivitas penyiangan gulma dilakukan 2 kali selama masa tanam. Data pengamatan kondisi tutupan tajuk tanaman dilakukan dengan membuat foto dokumentasi pada tanggal 12 Desember 2012, 6 dan 31 Januari 2013. Pengambilan foto dilakukan dengan jarak ± 1 meter dari permukaan tanah.

Analisis Data

Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan menggunakan pendekatan rancangan acak lengkap pada lahan berlereng 11% dengan kejadian hujan diasumsikan sebagai ulangan (36 kejadian hujan). Perlakuan yang diterapkan adalah penerapan bedengan memotong lereng dengan penanaman berbagai jenis tanaman sayuran. Tanaman sayuran yang digunakan adalah kacang tanah, jagung, terong, tomat, cabe, daun bawang, kacang damami, caisin, sawi, dan wortel.

Analisis data aliran permukaan dan erosi dilakukan pembandingan berpasangan antar petak percobaan menggunakan Uji Nilai Tengah (uji t). Uji efektivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari perlakuan


(33)

tanaman sayuran pada bedengan memotong lereng 11%, terhadap aliran permukaan dan erosi. Ragam setiap petak dianggap dari populasi yang berbeda sehingga t-hitung diperoleh dengan cara sebagai berikut :

di mana =

Keterangan : X1 = Rataan petak i X2 = Rataan petak j S1 = Standar Deviasi i S2 = Standar Deviasi j n1 = Jumlah data i n2 = Jumlah data j

бi = Ragam perlakuan i бj = Ragam perlakuan j

Untuk melihat hubungan antara aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara dinyatakan dalam persamaan regresi. Pendugaan kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium per petak diduga dengan persamaan regresi berganda. Jumlah aliran permukaan dan erosi sebagai variabel bebas sedangkan hara nitrat, fosfor dan kalium sebagai variabel tidak bebas.


(34)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Pertanaman Sayuran

Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain tomat, cabe, wortel, jagung, caisin, kentang, sawi, daun bawang, kubis, dan kacang-kacangan. Penanaman dilakukan secara monokultur dan tumpang sari. Tumpang sari biasanya diterapkan pada tanaman cabe dan sawi putih, wortel dan sawi dan lain-lain. Pengolahan tanah dilakukan 1 kali di awal musim tanam dan penyiangan gulma 2 kali selama tanam. Pemupukan diberikan di awal tanam dan pertengahan musim tanam. Tingkat produksi para petani bervariasi, tergantung jenis sayuran. Berdasarkan wawancara dengan petani setempat produksi cabe menghasilkan panen sebesar 14 ton/ha, tongkol jagung sebesar 30 – 40 ton/ha. Sayuran tomat, daun bawang, sawi, dan caisin menghasilkan panen masing-masing berkisar 20 ton/ha.

Petani kebanyakan melakukan usaha budidaya sayuran dengan sistem tumpang sari seperti sayuran daun bawang dan kol. Penanaman dilakukan searah lereng pada lahan berteras (Gambar 2). Lahan yang digunakan untuk usaha tanaman sayuran terletak pada topografi dengan lereng 30 – 100%, daerahnya bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan jenis tanah Andisol yang umumnya rentan terhadap erosi.

Gambar 2 Budidaya tanaman sayuran di Desa Sukaresmi

Curah Hujan di Lokasi Penelitian

Berdasarkan data curah hujan harian stasiun Klimatologi Citeko total curah hujan yang terjadi selama bulan November 2012 sebesar 207.23 mm, bulan Desember 2012 sebesar 262.51 mm dan bulan Januari 2013 sebesar 396.35 mm. Data curah hujan harian disajikan pada Gambar 3. Menurut klasifikasi Oldeman (sistem klasifikasi untuk tanaman pangan), curah hujan bulan November 2012 hingga Januari 2013 termasuk dalam Bulan Basah yaitu apabila CH ≥ 200 mm/bulan. Oktaviani (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa iklim di DAS Ciliwung Hulu termasuk tipe iklim B1 yaitu bulan basah terjadi


(35)

berturut-turut 7 – 9 bulan dan Desa Sukaresmi kecamatan Megamendung termasuk dalam sub-DAS Ciliwung Hulu.

Gambar 3 Curah hujan harian di lokasi penelitian (Stasiun Klimatologi Citeko)

Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan

Pengukuran aliran permukaan dilakukan selama tiga bulan (November 2012 – Januari 2013). Data pengukuran aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3. Aliran permukaan bulan November merupakan aliran permukaan paling rendah selama penelitian sebesar 132.96 mm, dan yang paling besar terjadi pada bulan Januari sebesar 288.86 mm. Nilai aliran permukaan harian selama penelitian disajikan pada Lampiran 2, 3 dan 4.

Hasil pengukuran pada petak percobaan menunjukkan bahwa petak T0 menghasilkan aliran permukaan paling tinggi yaitu sebesar 68.26 mm. Aliran permukaan pada petak T5 yang ditanami daun bawang sebesar 56.93 mm paling tinggi dibandingkan dengan petak tanaman sayuran lainnya. Hal ini disebabkan tutupan tajuk tanaman daun bawang yang jarang sehingga kapasitas intersepsi sangat rendah dan air hujan yang jatuh lebih banyak mengalir sebagai aliran permukaan (Lampiran 5 Gambar c). Sedangkan, aliran permukaan paling rendah terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel sebesar 37.21 mm. Hal ini dikarenakan penutupan tajuk tanaman wortel yang sangat rapat menjadikan kapasitas intersepsi besar sehingga mampu menahan dan mengurangi jumlah aliran permukaan (Lampiran 5 Gambar a). Aliran permukaan T1, T2, T3, T4, T6, T7, T8, T9 dan T10 berada diantara T5 dan T11.


(36)

Tabel 3 Aliran permukaan dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012 – Januari 2013)

Aliran permukaan yang terjadi pada seluruh petak dari bulan November 2012 hingga bulan Januari 2013 mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah curah hujan setiap bulannya. Artinya semakin tinggi curah hujan maka semakin besar pula aliran permukaan yang ditimbulkan. Sebagai contoh koefisien aliran permukaan untuk petak T1 pada bulan November, Desember dan Januari masing-masing sebesar 5.0%, 5.3% dan 5.4%. Koefisien aliran permukaan pada petak T0 hingga petak T11 tergolong rendah yaitu berkisar antara 4 – 8% terhadap curah hujan. Kondisi demikian dikarenakan permeabilitas tanah dan laju infiltrasi tanah.

Rata-rata permeabilitas tanah di lokasi penelitian menurut Uhland dan O’Neal (1951) dalam Hardjowigeno (2003) termasuk dalam kelas sangat cepat yaitu berkisar antara 21.8 – 72.1 cm/jam (Lampiran 6), sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di permukaan tanah diresapkan ke dalam tanah dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah aliran permukaan.

Rendahnya koefisien aliran permukaan juga disebabkan oleh tingginya laju infiltrasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mawar (2011) bahwa rataan laju infiltrasi konstan di kebun sayuran Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung termasuk cepat (Klasifikasi Laju Infiltrasi Kohnke 1968) sebesar 140 mm/jam, sehingga akan meningkatkan kemampuan tanah untuk meresapkan air dan pada akhirnya mengurangi aliran permukaan.

Pengaruh perlakuan tanaman pada bedengan memotong lereng dapat ditunjukkan melalui nilai efektivitasnya. Semakin rapat dan tertutup tajuk tanaman sayuran maka kapasitas intersepsinya tinggi. Sedangkan, pada tutupan tajuk tanaman yang jarang maka kapasitas intersepsinya menjadi sangat rendah,

Petak Aliran Permukaan (mm) Total

Efektivitas (%)

% AP terhadap

CH

November Desember Januari

T0 16.78 18.54 32.94 68.26 - 8

T1 10.45 14.00 21.17 45.62 33.17 5

T2 9.70 12.87 23.10 45.67 33.09 5

T3 10.78 `12.46 22.27 45.51 33.33 5

T4 11.63 15.67 24.78 52.08 23.70 6

T5 12.84 15.52 28.57 56.93 16.59 7

T6 10.67 14.81 24.95 50.43 26.12 6

T7 9.93 12.83 24.31 47.07 31.04 5

T8 9.94 14.19 23.99 48.12 29.50 5

T9 10.78 15.40 23.09 49.27 27.82 6

T10 10.59 14.15 22.54 47.28 30.74 5

T11 8.87 11.19 17.15 37.21 45.50 4

Curah Hujan (mm)


(37)

sehingga hampir seluruh air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian terinfiltrasi dan sebagian lagi menjadi aliran permukaan. Petak T4, T5, T6 dan T9 menghasilkan efektivitas paling rendah yaitu berkisar 16.59 – 27.82%. Petak T1, T2, T3, T7, dan T10 menghasilkan efektivitas yang lebih baik yaitu berkisar 29.50 – 33.33%. Berdasarkan efektivitas tanaman terhadap aliran permukaan, tanaman wortel merupakan tanaman yang paling efektif menekan aliran permukaan sebesar 45.50% dibandingkan tanaman sayuran lainnya.

Analisis t-hitung yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan tanaman sayuran dengan bedengan memotong lereng kecuali petak T5 berpengaruh nyata dalam mengurangi aliran permukaan dibandingkan petak T0. Petak T11 menghasilkan aliran permukaan yang berbeda nyata lebih rendah sebesar 37.21 mm dibandingkan dengan perlakuan petak T4, T5 dan T6 berkisar 52.08 - 56.93 mm, sehingga tanaman wortel berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran permukaan merupakan tanaman yang direkomendasikan untuk ditanam dibandingkan tanaman tomat, daun bawang dan cabe. Aliran permukan pada petak T1, T2 dan T3 tidak berbeda nyata dengan petak T4, T5, T6, T7, T8, T9, T10 dan T11 yaitu berkisar 33.17 – 45.50 mm artinya perlakuan tanaman kacang tanah, jagung dan terong dibandingkan dengan tanaman tomat, cabe, daun bawang, kacang damami, caisin, sawi dan wortel menghasilkan aliran permukaan yang tidak jauh berbeda. Selain itu, dengan perbedaan waktu tanam maka fase pertumbuhan tanaman juga berbeda-beda sehingga keragaman data dari koefisien variasi yang dihasilkan tidak terlalu jauh. Koefisien variasi aliran permukaan yang dihasilkan dari petak percobaan T0 – T11 tergolong tinggi yaitu berkisar antara 54.3 – 68.0% (Lampiran 7).

Tabel 4 Nilai t-hitung aliran permukaan antar perlakuan di lokasi penelitian

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11

T0 2.71* 2.77* 3.00* 2.24* 1.37 2.15* 2.73* 2.74* 2.36* 2.65* 4.22*

T1 0.11 0.27 0.52 1.36 0.56 0.02 0.01 0.35 0.12 1.48

T2 0.15 0.61 1.44 0.66 0.09 0.1 0.45 0.23 1.32

T3 0.79 1.65 0.84 0.25 0.26 0.62 0.4 1.22

T4 0.87 0.06 0.53 0.53 0.16 0.4 2.03*

T5 0.8 1.38 1.38 1.01 1.28 2.87*

T6 0.58 0.58 0.21 0.46 2.05*

T7 0.01 0.37 0.14 1.46

T8 0.36 0.13 1.48

T9 0.24 1.83

T10 1.65

t tabel untuk α 0.05 = 2.035

Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Erosi Tanah

Pengukuran erosi yang terjadi selama penelitian (November 2012 – Januari 2013) disajikan pada Tabel 5. Nilai erosi harian selama penelitian disajikan pada Lampiran 8, 9 dan 10. Total erosi meningkat dari bulan November 2012 (122.31 ton/ha) hingga bulan januari 2013 (206.44 ton/ha). Total erosi yang terjadi selama penelitian pada petak percobaan tergolong tinggi, berkisar 25.5 ton/ha – 58.0 ton/ha pada kemiringan lereng yang seragam yaitu 11%.


(38)

Erosi paling besar terjadi pada petak T0 sebesar 58 ton/ha, sedangkan pada petak dengan tanaman erosi paling besar terjadi pada petak T5 yang ditanami daun bawang sebesar 44.9 ton/ha. Tingginya erosi yang terjadi selama penelitian disebabkan erodibilitas tanah Andisol yang tinggi dan intensitas hujan pada beberapa kejadian hujan di lokasi penelitian yang tinggi. Curah hujan yang tinggi pada beberapa kejadian hujan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga lebih berpotensi menyebabkan erosi yang lebih besar dibandingkan dengan curah hujan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kapasitas infiltrasi tanah terpenuhi dan erosi yang terjadi menjadi besar. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Dariah et al. (2004) di Dusun Tepus dan Laksana, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, dengan jenis tanah Andisol yang memiliki kepekaan erosi tinggi karena mempunyai kandungan debu tinggi dan berada pada daerah berlereng dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Pada tanah Andisol, ketika terjadi intensitas hujan rendah maka air akan diresapkan ke dalam tanah, tetapi apabila intensitas hujan tinggi maka daya angkut aliran permukaan menjadi sangat besar sehingga erosi yang terjadi besar. Total erosi terbesar terjadi pada bulan Januari bersamaan dengan tingginya total curah hujan pada bulan tersebut. Curah hujanadalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap erosi (Sutedjo dan Kartasapoetra 2002). Hujan dengan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan jumlah yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (>1 jam).

Tabel 5 Erosi tanah dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012 – Januari 2013)

Erosi paling rendah terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel sebesar 25.5 ton/ha. Rendahnya erosi ini juga sejalan dengan rendahnya total aliran permukaan pada tanaman wortel. Jarak tanaman wortel yang rapat dan tersebar merata menutupi permukaan tanah efektif mengurangi daya perusak hujan sehingga mengurangi butiran tanah yang terbawa aliran permukaan (Lampiran 5

Petak Erosi Tanah (ton/ha) Total Efektitas (%)

November Desember Januari

T0 14.9 15.5 27.6 58.0 -

T1 9.57 11.9 17.2 38.7 33.3

T2 9.28 11.6 19.1 39.9 31.2

T3 9.13 10.9 14.5 34.5 40.5

T4 9.91 11.1 19.8 40.9 29.5

T5 12.5 14.1 18.3 44.9 22.6

T6 10.9 12.2 15.4 38.6 33.4

T7 9.68 11.7 17.6 39.0 32.8

T8 9.83 12.9 14.1 36.9 36.4

T9 9.71 11.2 15.9 36.9 36.4

T10 9.74 12.1 17.3 39.1 32.6


(39)

Gambar a). Banuwa (1994) menyatakan bahwa rendahnya erosi pada lahan tanaman kubis dan kentang di Desa Sukamanah Kabupaten Bandung karena tanaman dengan tajuk yang rapat mampu meredam energi kinetik butir hujan dan mengurangi kecepatan aliran permukaan.

Tingginya nilai erosi di daerah penelitian juga telah diteliti oleh Hidayat et al. (2010) yang menemukan bahwa erosi pada lahan terbuka di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung tergolong tinggi pada aliran permukaan yang rendah, hal ini dikarenakan tanah yang relatif peka terhadap daya percik air hujan dan daya gerus aliran permukaan. Suganda et al. (1997) juga menerangkan hal yang sama bahwa erosi yang dihasilkan pada pertanaman buncis dan kubis di tanah Andisol, Batulawang, Cianjur menghasilkan erosi yang besar yaitu 40.5 ton/ha, salah satunya disebabkan oleh tanah Andisol didominasi oleh tekstur debu sebesar 48%.

Pengaruh perlakuan tanaman sayuran pada bedengan memotong lereng dapat dilihat dari nilai efektivitasnya. Petak T5 dan T4 menghasilkan efektivitas paling rendah sebesar 22.6% dan 29.5%. Petak T11 menghasilkan efektivitas paling besar yaitu 56%, sedangkan petak T1, T2, T3, T6, T7, T8, T9 dan T10 berkisar antara 31.2 – 40.5%. Artinya tanaman kacang tanah, jagung, terong, cabe, kacang damami, caisin dan sawi memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dalam mengurangi erosi.

Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi erosi lebih besar daripada aliran permukaan, dikarenakan erosi merupakan fungsi dari aliran permukaan. Kemampuan aliran permukaan dalam mentransportasikan tanah sangat tergantung dari laju dan kecepatan aliran permukaan. Ketika kecepatan aliran permukaan turun secara aritmatik, maka kapasitas transportasi aliran permukaan menurun secara geometrik sehingga keefektifan kecepatan aliran permukaan akan turun. Sebagai akibatnya, penurunan jumlah aliran permukaan secara siginifikan akan menurunkan erosi yang sangat nyata. Tanaman wortel menurunkan jumlah aliran permukaan sekitar 45.5% sedangkan erosi menurun sebesar 56%, ada perbedaan 10%. Tanaman wortel merupakan tanaman yang paling efektif dalam menurunkan erosi.

Tabel 6 Nilai t-hitung erosi tanah antar perlakuan di lokasi penelitian

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11

T0 2.57* 2.37* 3.23* 2.24* 1.68 2.63* 2.58* 2.82* 2.97* 2.53* 4.78*

T1 0.18 0.64 0.30 0.87 0.03 0.04 0.27 0.29 0.06 2.20*

T2 0.82 0.12 0.68 0.21 0.14 0.45 0.48 0.12 2.36*

T3 0.94 1.51 0.63 0.70 0.36 0.38 0.71 1.57

T4 0.56 0.33 0.27 0.57 0.61 0.24 2.47*

T5 0.91 0.85 1.13 1.20 0.81 3.05*

T6 0.07 0.25 0.27 0.09 2.22*

T7 0.32 0.35 0.02 2.32*

T8 0 0 2.90*

T9 0.36 2.05*

T10 2.30*


(40)

Nilai t-hitung erosi tanah disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa erosi pada petak T0 berbeda nyata dibandingkan dengan petak lainnya. Namun petak T0 dan T5 tidak berbeda nyata yaitu erosi yang terjadi sebesar 58 ton/ha dan 44.9 ton/ha. Erosi pada petak T1 dan T2 tidak berbeda nyata dengan petak T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9, dan T10 artinya perlakuan tanaman kacang tanah, jagung, terong, tomat, cabe, daun bawang, caisin, kacang damami dan sawi menghasilkan erosi yang tidak jauh berbeda berkisar 36.9 – 44.9 ton/ha.

Erosi pada petak T3 dan T11 berbeda nyata dengan petak T0, T1, T2, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan T10, artinya tanaman terong dan wortel merupakan tanaman menghasilkan erosi yang paling rendah dibanding tanaman lainnya. Banyaknya perlakuan tanaman sayuran terhadap erosi yang tidak berbeda nyata, disebabkan dari keragaman data dari koefisien variasi erosi antar perlakuan tanaman tidak terlalu jauh yaitu berkisar antara 57.9 – 75.9% (Lampiran 11).

Berdasarkan pedoman penetapan nilai TSL oleh Hammer, TSL dihitung pada tanah dengan kedalaman efektif ± 150 cm dan faktor kedalaman tanah sebesar 1 (Lampiran 12). Kedalaman ekivalen didapatkan dari perkalian antara nilai kedalaman efektif dan faktor kedalaman. Pada penelitian ini didapatkan hasil kedalaman ekivalen yaitu sebesar 1500 mm. Rata-rata bobot isi tanah pada lokasi penelitian sebesar 0.8 g /cm3 dan umur guna lahan penelitian yakni 400 tahun.

Erosi yang dapat ditoleransikan di lokasi penelitian sebesar 27 ton/ha/tahun. Nilai erosi masing-masing petak percobaan dengan tanaman selama 3 bulan penelitian berkisar antara 25.5 - 45 ton/ha dan untuk nilai erosi pada petak tanpa tanaman adalah 58 ton/ha. Data erosi yang terjadi selama 3 bulan penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai TSL. Oleh karena itu praktek pertanaman sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor akan mengancam kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan sehingga perlu penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai seperti bedengan memotong lereng, teras bangku, penanaman tumpangsari, dan penggunaan mulsa organik.

Kehilangan Hara Nitrat, Fosfor dan Kalium

Total kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dari aliran permukaan dan tanah tererosi berturut-turut disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kehilangan Nitrat berkisar antara 2 336 – 17 086 mg/petak, fosfor berkisar antara 17.1 – 58.1 mg/petak dan kalium antara 48.3 – 114 mg/petak. Hasil pengukuran dari seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa tanaman wortel pada petak T11 merupakan tanaman yang paling rendah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium. Hal ini dikarenakan aliran permukaan yang terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel paling rendah dibandingkan tanaman lainnya. Kehilangan nitrat paling besar terjadi pada petak T2 yang ditanami jagung yaitu sebesar 17 086 mg/petak. Kehilangan fosfor dan kalium paling besar terjadi pada petak T4 yang ditanami tomat, yakni berturut-turut sebesar 58.1 mg/petak dan 114 mg/petak.

Kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dalam total tanah tererosi per petak disajikan pada Tabel 8. Kehilangan nitrat berkisar antara 721 – 7 557 mg/petak,


(41)

fosfor berkisar antara 56.9 – 279 mg/petak, dan kalium berkisar antara 825 – 3 886 mg/petak. Kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium per petak paling rendah terdapat pada petak T11 yang ditanami wortel dikarenakan rendahnya erosi pada petak tanaman wortel. Kehilangan hara nitrat paling besar pada petak T1 yang ditanami kacang tanah sebesar 7 557 mg/petak. Hara fosfor dan kalium pada T5 yang ditanami daun bawang berturut-turut sebesar 279 mg/petak dan 3 886 mg/petak.

Tabel 7 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013)

Tabel 8 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013)

Petak

Nitrat (NO3-) Fosfor (P) Kalium (K+) Total Tanah

Tererosi (Kg/petak) ………..(mg/petak)………..

T0 7 101 204 2 393 8.9

T1 7 557 168 2 050 7.2

T2 1 287 139 1 378 4.1

T3 1 479 127 2 214 4.1

T4 3 850 268 3 153 6.2

T5 4 895 279 3 886 8.4

T6 2 085 138 1 589 3.4

T7 4 430 224 2 802 5.4

T8 3 192 162 2 010 4.0

T9 2 158 146 1 607 3.4

T10 2 177 122 1 713 3.3

T11 721 56.9 825 3.0

Petak

Nitrat (NO3-) Fosfor ( P) Kalium (K+) Total Aliran

Permukaan (L/petak)

………...(mg/petak)………..…

T0 5 550 43.0 76.7 99.6

T1 5 969 26.4 106 72.3

T2 17 086 49.1 83.2 79.7

T3 7 715 38.1 73.3 64.2

T4 5 719 58.1 114 83.6

T5 7 395 49.5 96.8 85.4

T6 4 584 33.6 106 71.1

T7 8 066 47.7 73.8 68.8

T8 7 821 39.9 88.5 63.1

T9 6 813 31.5 88.5 63.4

T10 6 394 28.8 92.9 66.8


(42)

Kehilangan hara nitrat relatif lebih besar dalam aliran permukaan karena nitrat bersifat mobile sehingga tidak dijerap tanah. Kehilangan hara fosfor dan kalium lebih besar dalam tanah tererosi karena fosfor dan kalium bersifat immobile sehingga lebih banyak terikat dalam komplek jerapan tanah. Penerapan bedengan memotong lereng dan tutupan tajuk dari tanaman sayuran menyebabkan aliran permukaan menjadi lambat, sehingga partikel-partikel kasar lebih banyak mengendap, sedangkan partikel-partikel yang lebih halus seperti liat masih dapat ditransportasikan. Sementara itu, partikel liat paling berperan dalam menjerap unsur hara, akibatnya hara yang terkandung dalam tanah tererosi menjadi lebih besar dibandingkan pada aliran permukaan. Jumlah unsur hara fosfor dan kalium yang hilang tergantung dari jumlah tanah tererosi dari masing-masing petak. Konsentrasi hara yang terbawa dalam aliran permukaan disajikan pada Lampiran 13 dan tanah tererosi disajikan pada Lampiran 14 dalam tiga kejadian hujan.

Hubungan antara kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dengan aliran permukaan dan erosi berturut-turut disajikan disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kehilangan nitrat, fosfor dan kalium meningkat secara linier dengan meningkatnya aliran permukaan dan erosi. Hasil analisis ragam kehilangan nitrat, fosfor dan kalium disajikan pada Lampiran 15 dan Lampiran 16.

(a) (b)

*P<0.05 (c)

**P <0.01

Gambar 4 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, b) fosfor, dan (c) kalium dalam aliran permukaan


(43)

(a) (b)

* P<0.05 (c)

**P<0.01

Gambar 5 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, b) fosfor, dan (c) kalium dalam tanah tererosi

Total kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan dan tanah tererosi disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kehilangan nitrat berkisar antara 3 083 – 18 373 mg/petak, fosfor berkisar antara 74 – 329 mg/petak dan kalium antara 873 – 3 982 mg/petak. Kehilangan nitrat paling besar terjadi pada petak T2 yang ditanami jagung yaitu sebesar 18 373 mg/petak, kehilangan fosfor dan kalium paling besar terjadi pada petak T5 yang ditanami daun bawang, yakni berturut-turut sebesar 329 mg/petak dan 3 982 mg/petak. Hasil pengukuran dari seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa petak T11 yang ditanami wortel merupakan tanaman yang paling rendah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi.


(44)

Tabel 9 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan dan tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013)

Petak Nitrat (NO3

-) Fosfor (P) Kalium (K+)

………..(mg/petak)………..

T0 12 651 247 2 469

T1 13 526 194 2 156

T2 18 373 188 1 461

T3 9 195 165 2 286

T4 9 569 326 3 266

T5 12 290 329 3 982

T6 6 669 172 1 695

T7 12 496 272 2 876

T8 11 013 202 2 099

T9 8 971 178 1 696

T10 8 571 151 1 805

T11 3 083 74 873

Persamaan regresi berganda digunakan untuk menduga kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dengan kondisi lapangan di mana kemiringan lereng 11% dan luas petak 16 m2

.

Persamaan regresi berganda untuk menduga kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dengan aliran permukaan dan erosi sebagai variabel sangat nyata secara statistik (P < 0.01). Hasil analisis ragam kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi disajikan pada Lampiran 17. Persamaan regresi berganda kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium adalah sebagai berikut :

Nitrat (mg/petak) = 963 + 65.5 Aliran Permukaan + 588 Erosi R2 = 0.29**

Fosfor (mg/petak) = - 7.1 + 1.45 Aliran Permukaan + 24.2 Erosi R2 = 0.65**

Kalium (mg/petak) = 104 + 3.80 Aliran Permukaan + 319 Erosi R2 = 0.58**

Berdasarkan persamaan regresi berganda kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium menunjukkan bahwa kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium meningkat dengan meningkatnya aliran permukaan dan erosi.

Besarnya konsentrasi hara nitrat yang hilang dan terbawa dalam aliran permukaan karena hara nitrat bersifat mobile. Ketidakpastian angka nitrat yang terukur mungkin bisa terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya kesalahan dalam penyimpanan sampel hara nitrat. Sampel hara nitrat harus segera disimpan ke dalam lemari pendingin dan harus segera dianalisis untuk menjaga konsentrasi nitrat tidak berubah, walaupun sudah diberikan Chloroform (CHCl3) untuk

mengikat oksigen bebas dalam air. Pengukuran unsur hara nitrat untuk ke depannya harus mempertimbangkan lamanya waktu penyimpanan sebelum masuk


(1)

50

Lampiran 17 Hasil analisis regresi kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung pada 3 kejadian hujan ( 14, 19, dan 21 Januari 2013)

Regression Analysis: Nitrat

The regression equation is

Nitrat = 963 + 65.5 Ap + 588 Erosi Predictor Coef SE Coef T P Constant 963.1 759.9 1.27 0.214 Ap 65.45 32.60 2.01 0.053 Erosi 587.5 452.5 1,30 0.203

S = 1741.46 R-Sq = 29.3% R-Sq(adj) = 25.0% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 41537349 20768675 6.85 0.003 Residual Error 33 100078772 3032690

Total 35 141616121 Source DF Seq SS

Ap 1 36425422 Erosi 1 5111927 Unusual Observations

Obs Ap Nitrat Fit SE Fit Residual St Resid 15 28.5 10470 3592 409 6878 4.06R

Regression Analysis: Fosfor

The regression equation is

fosfor = - 7.1 + 1.45 Ap + 24.2 Erosi Predictor Coef SE Coef T P Constant -7.14 10.55 -0.68 0.503 Ap 1.4501 0.4527 3.20 0.003 Erosi 24.163 6.285 3.84 0.001 S = 24.1878 R-Sq = 65.1% R-Sq(adj) = 63.0%


(2)

51

Lampiran 17. Lanjutan Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 36061 18030 30.82 0.000 Residual Error 33 19307 585

Total 35 55367 Source DF Seq SS Ap 1 27415 Erosi 1 8646 Unusual Observations

Obs Ap fosfor Fit SE Fit Residual St Resid 2 41.2 51.0 108.18 7.41 -56.68 -2.46R 5 48.0 186.14 130.12 9.53 56.02 2.52R 8 29.1 149.87 85.80 4.55 64.07 2.70R

Regression Analysis: Kalium

The regression equation is

kalium = 104 + 3.80 Ap + 319 Erosi Predictor Coef SE Coef T P Constant 103.9 109.5 0.95 0.349 Ap 3.799 4.696 0.81 0.424 Erosi 319,34 65.19 4.90 0.000 S = 250.66 R-Sq = 58.0% R-Sq(adj) = 55.5% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 2868778 1434389 22.79 0.000 Residual Error 33 2076814 62934

Total 35 4945592 Source DF Seq SS

Ap 1 1358619 Erosi 1 1510159 Unusual Observations

Obs Ap kalium Fit SE Fit Residual St Resid 18 30.7 1915.9 1146.6 76.9 769.3 3.22R


(3)

RINGKASAN

INA FATHIYAH. Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara pada

Pertanaman Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO, YAYAT HIDAYAT, dan ARIEF HARTONO.

Faktor utama penyebab degradasi tanah di wilayah tropika basah adalah aliran permukaan dan erosi. Budidaya sayuran di daerah pegunungan yang dilakukan oleh petani pada umumnya tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Hal ini tentunya mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi pola aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran di daerah pegunungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 hingga Maret 2013. Percobaan menggunakan petak erosi dengan panjang 8 m dan lebar 2 m. Jumlah petak sebanyak 12 buah terdiri dari petak T0 sampai dengan T11. Petak T0 adalah petak kontrol tanpa tanaman, sementara petak T1 sampai petak T11 berturut-turut ditanami kacang tanah, jagung, terong, tomat, daun bawang, cabe, kacang damami, caisin, sawi dan wortel. Kemiringan lereng pada seluruh petak adalah 11%. Bahan-bahan yang digunakan adalah data curah hujan, bibit tanaman, pupuk, dan pestisida. Aliran permukaan, erosi tanah dan kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dievaluasi. Analisis tanah dan air dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Data aliran permukaan dan erosi dianalisis dengan perbandingan berpasangan antar petak percobaan menggunakan Uji Nilai Tengah (uji t). Hubungan antara jumlah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dengan jumlah aliran permukaan dan erosi dievaluasi menggunakan persamaan regresi berganda dimana jumlah aliran permukaan dan erosi sebagai variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien aliran permukaan rendah berkisar 4 sampai dengan 8%, namun erosi tanah yang terjadi tinggi berkisar dari 25.5 sampai dengan 58.0 ton/ha. Nilai erosi tersebut lebih besar dari erosi yang ditoleransikan sebesar 27 ton/ha/tahun. Faktor yang mempengaruhi rendahnya aliran permukan antara lain permeabilitas tanah sangat cepat berkisar antara 21.8 sampai dengan 72.1 cm/jam dan laju infiltrasi konstan termasuk cepat sebesar 140 mm/jam. Faktor yang mempengaruhi tingginya erosi adalah erodibilitas tanah Andisol yang tinggi dan intensitas hujan pada beberapa kejadian hujan di lokasi penelitian yang tinggi.

Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi aliran permukaan berkisar antara 16.59 sampai dengan 45.50% dan mengurangi erosi berkisar antara 22.6 sampai dengan 56%. Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi erosi lebih besar daripada mengurangi aliran permukaan, hal ini dikarenakan penurunan jumlah aliran permukaan menurunkan erosi secara nyata.


(4)

Jumlah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium berkorelasi positif secara linier dengan peningkatan aliran permukaan dan erosi. Persamaan regresi berganda untuk kehilangan nitrat adalah nitrat (mg/petak) = 963 + 65.5 aliran permukaan (L/petak) + 588 erosi (kg/petak). Persamaan regresi berganda untuk menduga kehilangan fosfor adalah fosfor (mg/petak) = -7.1 + 1.45 aliran permukaan (L/petak) + 24.2 erosi (kg/petak) dan untuk kalium adalah kalium (mg/petak) = 104 + 3.80 aliran permukaan (L/petak) + 319 erosi (kg/petak).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wortel adalah tanaman yang lebih efektif dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya dalam mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan hara. Oleh karena itu, wortel direkomendasikan sebagai tanaman utama yang dibudidayakan di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor dan wilayah lain dengan kondisi biofisik yang identik.


(5)

SUMMARY

INA FATHIYAH. Surface runoff, Soil erosion and Nutrient Losses in Vegetables Cultivation at Sukaresmi Village, Megamendung District, Bogor Regency. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO, YAYAT HIDAYAT, and ARIEF HARTONO.

The main factors causing soil degradation in the humid tropic are surface runoff and soil erosion. Vegetables cultivation in mountainous areas by farmers, generally do not pay attention to the soil and water conservation principles. This lead to an increase in surface runoff, soil erosion and nutrient losses. Therefore, it is necessary to indentify surface runoff, soil erosion and nutrient losses patterns on vegetables cultivation in mountainous areas. The objective of this study was to evaluate surface runoff, soil erosion and nutrient losses in vegetables cultivation at Sukaresmi Village, Megamendung District, Bogor Regency.

The research was conducted in September 2012 to March 2013. The experiment was used on erosion plots with 8 m in length and 2 m in width. The plots consisting of plots T0 to T11. T0 was control plot without plant, while the plot T1 to T11 were planted with peanuts, corn, eggplant, tomatoes, chives, peppers, damami beans, caisin, cabbage and carrots, respectively. Slope steepness on the entire plot was 11%. The materials used were rainfall data, crop seeds, fertilizers and pesticides. Surface runoff, soil erosion, nitrate loss, phosphorus loss, and potassium loss were evaluated. Soil and water analysis was carried out in the Departement of Soil Science and Land Resource Laboratory, Faculty of Agriculture, Bogor Agriculture University. Surface runoff and erosion data were analyzed with pairwise comparisons among experimental plots using Test Mean (t test). The relationship between the amount of nutrient losses with the amount of surface runoff and erosion was evaluated using multiple regression equation where the amount of surface runoff and erosion were variables.

The results showed that the surface runoff coefficient were low ranging from 4 to 8%, however the soil erosions were high ranging from 25.5 to 58.0 tons/ha. The values of soil erosion that obtained from this study were greater than that of tolerable soil loss which was 27 tons/ha/year. Factors affecting the low surface runoff were rapid soil permeability ranging from 21.8 to 72.1 cm/hour and high infiltration rate constant which was 140 mm/hour. Factors affecting the high soil erosion were the high of soil erodibility of Andisols and the high rainfall intensity in the research area.

The effectivity of vegetable crops in reducing surface runoff ranging from 16.59 to 45.50% and reducing soil erosion ranging from 22.6 to 56%. The effectivity of vegetable crops in reducing soil erosion is higher than they do in surface runoff, due to the fact that the reduction of amount of surface runoff significantly reduce soil erosion.

The amount of nitrate, phosphorus, and potassium losses, positively linear correlated with the amount of surface runoff and soil erosion. Multiple regression equation to nitrate loss was nitrate (mg/plot) = 963 + 65.5 surface runoff (L/plot) + 588 erosion (kg/plot). Multiple regression equation for phosphorus loss was


(6)

phosphorus (mg/plot) = -7.1 + 1.45 surface runoff (L/plot) +24.2 erosion (kg/plot) and for potassium was potassium (mg/plot) = 104 + 3.80 surface runoff (L/plot) + 319 erosion (kg/plot).

The results of this study suggested that carrot was a vegetable crop that was more effective than other vegetable crops in reducing surface runoff, soil erosion and nutrient losses. Therefore, it was recommended as the main crop cultivated in Sukaresmi Village, Megamendung District, Bogor Regency and other regions with identical biophysical conditions.