Studi Morfologi dan Molekuler Boesenbergia angustifolia (Hallier f.) Schltr. dan Boesenbergia sp.

STUDI MORFOLOGI DAN MOLEKULER Boesenbergia
angustifolia (Hallier f.) Schltr. DAN Boesenbergia sp.

AINA MARDIYAH

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK

AINA MARDIYAH. Studi Morfologi dan Molekuler Boesenbergia angustifolia
(Hallier f.) Schltr. dan Boesenbergia sp. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO
HAMI SENO dan MARLINA ARDIYANI.
Zingiberaceae merupakan famili terbesar yang memiliki 53 genus dan lebih dari
1200 spesies yang tersebar di daerah tropis. Salah satu genus dari famili
Zingiberaceae adalah Boesenbergia. Identifikasi tumbuhan ini masih sangat sulit
dilakukan karena Bosenbergia angustifolia belum banyak dipelajari. Penelitian ini
melakukan studi filogenetik terhadap Boesenbergia angustifolia dan

Boesenbergia sp. dari Sumatra dengan spesies Zingiberaceae lain khusunya
Boesenbergia berdasarkan karakter morfologi dan karakter molekuler yang
berdasarkan gen Internal Transcribed Spacer (ITS). Penelitian ini melakukan
isolasi DNA sampel dengan metode berbasis setiltrimetilamonium bromida
(CTAB) modifikasi Doyle & Doyle. Amplifikasi daerah ITS menghasilkan
amplikon ± 800 bp. Sedangkan panjang amplikon yang dihasilkan dari sekuensing
DNA adalah 788 basa untuk Boesenbergia angustifolia dan 789 basa untuk
sekuen Boesenbergia sp. Penyejajaran dari sampel-sampel yang diteliti
memperlihatkan tingkat evolusi yang tinggi. Rekonstruksi pohon filogenetik
dilakukan dengan menggunakan metode parsimoni. Berdasarkan pohon
filogenetik, genus Boesenbergia kemungkinan merupakan kelompok parafiletik.
Hasil pengamatan karakter morfologi, Boesenbergia angustifolia dan
Boesenbergia sp memiliki kemiripan karakter bunga dan perbungaan. Hal ini
didukung oleh data molekuler berdasarkan daerah ITS. Sekuen DNA dari kedua
jenis tumbuhan ini memiliki perbedaan 17 basa. Selain itu keduanya membentuk
percabangan yang dekat dengan nilai bootstrap 97%. Hal ini mendukung
Boesenbergia sp. merupakan varietas dari Boesenbergia angustifolia.

ABSTRACT


AINA MARDIYAH. Study of Morphology dan Molecular of Boesenbergia
angustifolia (Hallier f.) Schltr. and Boesenbergia sp. Dibimbing oleh DJAROT
SASONGKO HAMI SENO and MARLINA ARDIYANI.
Zingiberaceae is the largest family of Zingiberales with 53 genera, over 1200
species and spread in the tropics. Boesenbergia is the one of Zingiberaceae
genera, that has not been explored, and therefore, in this research morphological
and phylogenetic studies were conducted using Boesenbergia angustifolia and
Boesenbergia sp. of Sumatra. The method used in this study is the observation of
morphological characters and molecular characters in based of variation in
Internal Transcribed Spacer (ITS) sequence are used for phylogenetic tree
construction. DNA sample was isolated using cetyltrimethylammonium bromide
based method of Doyle & Doyle modification. Amplification of ITS region
resulted in ± 800 bp amplicon. Sequencing DNA of ITS region resulted in ± 788
bp amplicon from Boesenbergia angustifolia and ± 789 bp amplicon from
Boesenbergia sp. Recontruction of phylogenetic tree was analysed using the
Phylogenetic Analysis Using Parsimony program. The morphological characters
of Boesenbergia angustifolia and Boesenbergia sp have similar flowers and
inflorescence character. Suggestion that they are of the same genera. This is also
supported by ITS DNA sequence, both of these plant species have 17 bases
difference. Phylogeneticly, these plant species also form branching close to the

high level of confidence with 97% bootstrap value. They are of the same veriety.

STUDI MORFOLOGI DAN MOLEKULER Boesenbergia
angustifolia (Hallier f.) Schltr. DAN Boesenbergia sp.

AINA MARDIYAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi : Studi Morfologi dan Molekuler Boesenbergia angustifolia
(Hallier f.) Schltr. dan Boesenbergia sp.

Nama
: Aina Mardiyah
NRP
: G84080063

Disetujui
Komisi pembimbing

Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.Sc

Dr. Marlina Ardiyani, M.Sc.

Ketua

Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I. Made Artika, M. App. Sc.
Ketua Departemen Biokimia


Tanggal Lulus :

PRAKATA

Untaian rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat, berkah, nikmat dan karunia-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Studi
Morfologi dan Molekuler Boesenbergia angustifolia (Hallier f.) Schltr. dan
Boesenbergia sp.” dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya
sampai akhir zaman. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 4
bulan mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium
Sistematika Molekuler, Pusat Penelitian Biologi, Bidang Botani, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Djarot Sasongko
Hami Seno, M.Sc sebagai ketua pembimbing dan Dr. Marlina Ardiyani, M.Sc
sebagai anggota pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran,
dan kritiknya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua

tercinta, kakak, adik-adik yang tak henti-hentinya selalu memberikan dukungan,
perhatian, dan doa kepada penulis. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
kepada bu Nita, bu Susi, dan segenap staf di Laboratorium Sistematika Molekuler,
Pusat Penelitian Biologi, Bidang Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhir kata,
penulis berharap tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua
pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012

Aina Mardiyah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat pada tanggal
24 Januari 1990 dari ayah bernama Iyon Suyana dan ibu bernama Nina Agustina.
Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan penulis dimulai dari RA Al-Islamiyyah dan MI Al-Islamiyyah,
kemudian dilanjutkan ke jenjang Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1
Padalarang, kemudian pada tahun 2005 melanjutkan ke SMA Negeri 2 Cimahi,
Jawa Barat. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 kota Cimahi pada tahun 2008. Pada

tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih program studi mayor
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis juga
mengambil program studi minor yaitu Pengolahan Pangan di bidang studi Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Kimia Dasar untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun
ajaran 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi staf pengajar mata Kuliah Dasar di
bimbingan belajar tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012. Penulis juga aktif
dalam organisasi, penulis sempat menjadi staf divisi C-Core Community Research
and Education of Biochemistry (CREBs) pada tahun 2009/2010.
Penulis juga pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti panitia Pesta
Sains Nasional 2009, panitia Lomba Karya Ilmiah Populer (LKIP) tahun 2010,
dan beberapa kepanitiaan lainnya. Tahun 2011 penulis melakukan kegiatan
praktik lapang di Lab Sistematika Molekuler, Bidang Botani, Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Jalan Raya Jakarta Bogor km
46 Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Judul praktik lapang yang dilakukan
adalah Isolasi DNA dengan Metode Wendel dan Teknik PCR ISSR Untuk
Melihat Keragaman Populasi Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 1
Boesenbergia angustifolia ................................................................................ 1
Filogenetik ....................................................................................................... 2
Isolasi DNA ..................................................................................................... 3
Polymerase Chain Reaction (PCR) ................................................................. 3
Internal Transcribed Spacer (ITS) ................................................................... 4
Elektroforesis DNA.......................................................................................... 4
BAHAN DAN METODE .................................................................................... 5
Alat dan Bahan ................................................................................................ 5
Metode Penelitian ............................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 7
Morfologi Boesenbergia angustifolia dan Boesenbergia sp. ............................. 7
Profil Pita Hasil Isolasi DNA ......................................................................... 10
Profil Pita Hasil Amplifikasi DNA ................................................................. 11
Hasil Sekuensing DNA .................................................................................. 11

Hasil Analisis Filogenetik .............................................................................. 13
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAMPIRAN ...................................................................................................... 19

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Boesenbergia angustifolia .......................................................................... 2

2

Siklus dalam proses PCR ........................................................................... 4

3

Daerah Internal Transcribed Spacer........................................................... 4

4


Struktur agarosa ......................................................................................... 5

5

Morfologi bunga dalam Boesenbergia sp. dan Boesenbergia angustifolia .. 7

6

Bunga Boesenbergia angustifolia (A) dan Boesenbergia sp.(B) ................. 8

7

Perbandingan tumbuhan dan perbungaan Boesenbergia angustifolia dan
Boesenbergia sp. ........................................................................................ 8

8

Hasil elektroforesis Isolasi DNA ............................................................... 10


9

Hasil Elektroforesis PCR ITS ................................................................... 11

10 Elektroferogram hasil sekuensing DNA Boesenbergia angustifolia ........... 12
11 Penyatuan sekuen forward dan sekuen reverse Boesenbergia angustifolia
menggunakan program ChromasPro .......................................................... 12
12 Hasil penyejajaran sekuen ITS sampel Boesenbergia angustifolia dan
sampel lain dari data GenBank. ................................................................. 13
13 Pohon Filogenetik genus Boesenbergia berdasarkan daerah Internal
Transcibed Spacer (ITS) ........................................................................... 15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir penelitian .............................................................................. 20

2

Proses isolasi DNA dengan metode Doyle dan Doyle (1987) .................... 21

3

Urutan basa primer ITS yang digunakan.................................................... 22

4

Hasil Pengurutan Amplikon ITS sampel Boesenbergia angustifolia. ......... 23

5

Hasil Pengurutan Amplikon ITS sampel Boesenbergia sp. ........................ 25

6

Sekuen DNA daerah ITS Boesenbergia angustifolia dan Boesenbergia sp 27

7

Hasil penyejajaran (alignment) dari sekuen ITS ........................................ 28

8

Pohon filogenetik daerah ITS dari famili Zingiberaceae ........................... 36

PENDAHULUAN
Zingiberaceae merupakan famili terbesar
dari 8 famili yang berada dalam ordo
Zingiberales. Zingiberaceae memiliki 53
genus dengan lebih dari 1200 spesies yang
tersebar di daerah tropis. Zingiberaceae terdiri
dari 4 subfamili yaitu Siphonochiloidae,
Tamijioidae, Alpinioidae, dan Zingiberoideae
(Kress et al. 2002). Salah satu genus dari
famili Zingiberaceae adalah Boesenbergia.
Boesenbergia merupakan genus yang
hidup di hutan tropis. Boesenbergia
pandurata (Roxb.) Schltr atau yang lebih
dikenal dengan temu kunci merupakan salah
satu spesies dari genus Boesenbergia yang
banyak dikenal. Boesenbergia pandurata
memiliki manfaat mulai dari obat peluruh
dahak, batuk, penambah nafsu makan,
sariawan hingga kanker (Kirana et al.2006,
Sohn et al. 2005). Boesenbergia pandurata
juga telah terbukti memiliki aktivitas
antiinflamasi, analgetik, antioksidan (Yun et
al. 2006) dan antimutagenik (Trakoontivakorn
et al. 2001).
Spesies-spesies
lain
dalam
genus
Boesenbergia masih belum banyak dipelajari
manfaatnya. Selain itu identitas beberapa
spesies dalam genus ini juga belum jelas.
Boesenbergia angustifolia merupakan salah
satu spesies dari genus Boesenbergia yang
belum
jelas
identitasnya.
Identifikasi
tumbuhan ini masih sangat sulit dilakukan
karena literatur mengenai tumbuhan ini masih
sangat sedikit. Hal ini menyebabkan sulitnya
dalam menentukan suatu tumbuhan apakah
termasuk spesies Boesenbergia angustifolia
atau bukan.
Studi filogenetik genus Boesenbergia
dapat dilakukan melalui studi morfologi dan
molekuler. Studi filogenetik dengan data
morfologi sangat mudah dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan lebih subjektif.
Sehingga karakter morfologi ini memiliki
ketidakkonsistenen. Pada data molekuler
menyediakan karakter dalam jumlah besar.
Selain itu, data molekuler dapat terekspresi
pada semua jaringan tumbuhan (Cintamulya
2011).
Penelitian ini melakukan studi filogenetik
terhadap Boesenbergia angustifolia dan
Boesenbergia sp. yang berasal dari Sumatra.
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
pendahuluan untuk mengetahui identitas
Boesenbergia
angustifolia.
Hubungan
kekerabatan tumbuhan ini dengan spesies
Boesenbergia lainnya belum diketahui.
Boesenbergia sp. yang ditemukan di Sumatra

memiliki kemiripan karakter morfologi
dengan Boesenbergia angustifolia. Dengan
demikian perlu dilakukan studi kekerabatan
antara kedua tumbuhan ini dengan spesies
dalam genus Boesenbergia lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan pengamatan karakter
morfologi dan pendekatan molekuler guna
mendapatkan hasil identifikasi dan status
kekerabatan yang jelas. Studi molekuler
dalam penelitian ini menggunakan marka
molekuler Internal Transcribed Spacer (ITS).
Variasi
sekuen
pada
daerah
ITS
memungkinkan daerah ini untuk analisis
filogenetik dari banyak organisme yang
berbeda (Henry et al. 2000). Identitas suatu
tumbuhan sangat penting karena untuk dapat
mempelajari lebih lanjut, tumbuhan tersebut
harus jelas identitasnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
variasi urutan DNA daerah Internal
Transcribed Spacer (ITS) menggunakan
analisis bioinformatika dengan memanfaatkan
data sekuen gen RNA ribosom daerah ITS.
Penelitian ini ingin mengetahui hubungan
kekerabatan
Boesenbergia
angustifolia
dengan spesies-spesies Boesenbergia serta
spesies Zingiberaceae lainnya. Penelitian ini
juga bertujuan untuk mendapatkan pohon
filogenetik Boesenbergia khususnya untuk
mengetahui
kekerabatan
Boesenbergia
angustifolia dengan spesies Boesenbergia
lainnya berdasarkan urutan DNA daerah ITS.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
mengidentifikasi Boesenbergia angustifolia
dan mengetahui hubungan kekerabatan antara
Boesenbergia angustifolia dengan spesies
Boesenbergia lainnya berdasarkan marka
molekuler ITS. Selain itu juga, penelitian ini
diharapkan dapat menyumbangkan data
sekuen DNA pada daerah ITS dari spesiesspesies Boesenbergia yang diteliti.

TINJAUAN PUSTAKA
Boesenbergia angustifolia
Zingiberaceae atau Jahe-jahean atau
Empon-emponan merupakan famili terbesar
dalam ordo Zingiberales. Zingiberaceae
tersebar di daerah tropis dan melimpah di Asia
Tenggara. Zingiberaceae umumnya digunakan
sebagai tanaman hias, rempah-rempah, dan
obat-obatan. Zingiberaceae dibedakan oleh
adanya labelum (bibir) yang dibentuk oleh
fusi dari dua benang sari steril dan ada
tidaknya minyak esensial dalam jaringan
(Kress et al. 2002).

2

Zingiberaceae terdiri dari 53 genus dan
lebih dari 1200 spesies. Zingiberaceae terdiri
dari 4 subfamili dan 6 puak (tribe). Keenam
puak ini diantaranya Siphonochiloideae
(Siphonochileae), Tamijioideae (Tamijieae),
Alpinioideae (Alpinieae, Riedelieae), dan
Zingiberoideae
(Zingibereae, Globbeae)
(Kress et al. 2002).
Penelitian mengenai Zingiberaceae telah
banyak dilakukan dan masih terus dilakukan
hingga saat ini mengingat jumlah spesiesnya
sangat banyak. Data molekuler saat ini telah
menghasilkan informasi yang lebih akurat.
Beberapa genus yang telah berhasil dipelajari
pola hubungan evolusi dan kekerabatannya
diantaranya yaitu Alpinia (Kress et al. 2005),
Globba (Williams et al. 2004), Curcuma,
Hedychium, dan Zingiber (Kress et al. 2002).
Salah satu genus dari famili Zingiberaceae
yang belum banyak dipelajari adalah
Boesenbergia.
Boesenbergia memiliki rimpang bulat
memanjang berukuran kecil. Boesenbergia
sebagian besar hidup di daerah hutan tropis.
Boesenbergia memiliki spesies yang banyak.
Lebih dari 80 spesies yang termasuk dalam
genus Boesenbergia telah teridentifikasi yang
tersebar di Asia beriklim tropis (Saensouk &
Larsen 2001). Namun banyak pula spesies
dalam marga ini belum teridentifikasi.
Tumbuhan Boesenbergia angustifolia
(Gambar 1) merupakan salah satu spesies dari
Boesenbergia. Boesenbergia angustifolia
pertama kali dipertelakan oleh Hans Hallier
pada tahun 1898. Hans Hallier menamakan
spesies ini sebagai Gastrochilus angustifolia
Hallier f (Boissier 1898). Kemudian pada
tahun
1913
Rudolf
Schlechter
mengidentifikasi lebih lanjut tumbuhan ini.
Schlechter mendapatkan bahwa tumbuhan ini
merupakan genus Boesenbergia. Sejak saat itu
nama
resmi
tumbuhan
ini
adalah
Boesenbergia angustifolia (Hallier f.) Schltr
(Fedde 1913).

Gambar 1 Boesenbergia angustifolia

Filogenetik
Sistematika
adalah
ilmu
tentang
keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi
dan sejarah evolusi mereka. Tujuan utama
ilmu sistematika yaitu menemukan dan
mendeskripsikan perubahan yang terjadi
selama evolusi dalam rangka menyusun
sistem
klasifikasi. Sistematika bertujuan
untuk memahami dan mendeskripsikan
keanekaragaman suatu organisme dan
merekonstruksi hubungan kekerabatan dengan
organisme lainnya (Hidayat & Pancoro 2008).
Filogenetik merupakan salah satu sistem
klasifikasi yang didasarkan pada keeratan
hubungan nenek moyang antara spesies atau
kelompok spesies. Sistem klasifikasi ini
sangat penting untuk digunakan dalam
penelusuran kekerabatan diantara berbagai
takson
yang ada untuk memahami
keanekaragaman makhluk hidup melalui
rekonstruksi hubungan kekerabatan (Soltis et
al. 1992). Dengan adanya kemajuan ilmu
khususnya bidang biologi molekuler, data
DNA saat ini telah digunakan dalam banyak
penelitian filogenetik untuk menghasilkan
informasi yang lebih akurat (Hidayat &
Pancoro 2008).
Karakter morfologi yang telah lama
digunakan
dalam
banyak
penelitian
filogenetik sangat mudah dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan data lebih subjektif.
Karakter DNA diketahui relatif lebih
konsisten dibandingkan karakter morfologi.
Sehingga penggunaan DNA menjadi pilihan
dan telah diaplikasikan pada berbagai jenis
tumbuhan.
Penggunaan sekuen DNA dalam penelitian
filogenetik dengan menggunakan analisis
bioinformatika telah meningkat secara pesat.
Menurut Pevsner (2003) dan Yi-Ping (2005)
bioinformatika merupakan bidang ilmu baru
yang memanfaatkan perkembangan biologi
molekuler dan ilmu komputer untuk mengolah
dan menganalisis sejumlah besar data biologi.
Dasar penggunaan sekuen DNA dalam
studi filogenetik adalah terjadi perubahan basa
nukleotida menurut waktu sehingga akan
dapat diperkirakan kecepatan evolusi.
Berbagai teknik berdasarkan DNA telah
banyak dikembangkan dan berpotensi menjadi
penanda gen. Dengan pengetahuan ini,
rekonstruksi pohon evolusi antara organisme
dapat dilakukan (Karmana 2009).
Sekuen DNA telah menarik perhatian para
praktisi taksonomi dunia untuk dijadikan
karakter atau objek dalam penelitian
filogenetik. Sekuen DNA menawarkan data
yang akurat melalui pengujian homologi yang

3

lebih baik terhadap karakter-karakter yang ada
(Baldwin et al. 1995). DNA mengandung
informasi mengenai proses evolusi suatu
kelompok organisme, sehingga mudah untuk
dianalisis (Hillis et al. 1996). Sekuen DNA
juga menyediakan banyak karakter karena
perbedaan
laju
perubahan
basa-basa
nukleotida di dalam lokus yang berbeda
adalah besar. Selain itu, sekuen DNA telah
terbukti menghasilkan sebuah hubungan
kekerabatan yang lebih alami (Chase et al.
1993).
Isolasi DNA
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah
polimer linier yeng tersusun dari nukleotida.
Setiap nukleotida terdiri dari gugus fosfat,
deoksiribosa, basa purin atau basa pirimidin.
Dua helai polimer DNA memutar satu sama
lain untuk membentuk DNA heliks ganda.
DNA merupakan informasi genetik yang
mengendalikan seluruh aktivitas sel hidup
(Lehninger et al. 2004).
Prinsip isolasi DNA ada tiga yaitu
pemecahan sel, pemurnian, dan pemekatan
DNA. DNA tumbuhan lebih sulit diisolasi
daripada DNA hewan, karena memiliki
struktur yang berbeda (Surzycki 2000). Sel
tumbuhan memiliki dinding sel sehingga
dalam tahap pemecahan sel biasanya
digunakan cara mekanik dan kimia. Selain itu
sel tumbuhan juga memiliki jumlah
kandungan polisakarida yang tinggi, sehingga
dalam tahap pemurnian diperlukan senyawa
kimia yang mampu memisahkan polisakarida
dengan DNA murni (Porebski et al. 1997,
Surzycki 2000).
Dalam proses isolasi asam nukleat
keberadaan polisakarida dan senyawa
metabolit sekunder dalam sel tumbuhan sering
menyulitkan. Struktur polisakarida yang mirip
dengan asam nukleat akan menyebabkan
polisakarida tersebut akan mengendap
bersama dengan asam nukleat. Metabolit
sekunder dan
polisakarida juga dapat
menghambat
kerja
enzim.
Adanya
polisakarida dalam tumbuhan ditandai dengan
kekentalan pada hasil isolasi DNA yang
menyebabkan kesulitan dalam reaksi PCR
akibat
penghambatan
aktivitas
enzim
polimerase (Porebski et al. 1997). Oleh karena
itu diperlukan suatu teknik isolasi DNA
genom tumbuhan yang tepat sehingga
diperoleh kualitas DNA yang baik bagi proses
amplifikasi PCR. Cetyl Trimethyl Ammonium
Bromide (CTAB) merupakan metode yang
umum digunakan dalam ekstraksi DNA
tumbuhan
yang
banyak
mengandung

polisakarida dan senyawa polifenol (Jose &
Usha, 2000). Penelitian ini akan dilakukan
isolasi DNA kromosom atau DNA genom
dengan metode CTAB yang dimodifikasi oleh
Doyle dan Doyle (1987).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction
(PCR)
merupakan teknik untuk memperbanyak
DNA. Perbanyakan fragmen DNA dilakukan
secara selektif oleh sepasang oligonukleotida
yang dikenal sebagai primer. Primer
merupakan sekuen DNA pendek dengan
panjang 15-25 basa dan berutas tunggal. Jenis
primer akan menentukan fragmen DNA mana
yang akan terpotong dan teramplifikasi.
Sehingga pemilihan primer dalam melakukan
PCR sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan
(Mikkelsen & Corton 2004).
Pada teknik PCR selain diperlukan primer
juga diperlukan DNA cetakan dan enzim
polimerase. DNA cetakan merupakan tempat
sintesis utas DNA baru. Enzim polimerase
diperlukan untuk mengkatalisis penempelan
primer dengan fragmen yang ada pada rantai
DNA. Taq polimerase berasal dari bakteri
Thermus aquaticus. Thermus aquaticus
pertama kali dikulturkan oleh Hudson Freeze.
Taq polimerase memiliki stabilitas termal
tinggi (Reysenbach 2001).
Tahap denaturasi merupakan tahap awal
reaksi PCR yang berlangsung pada suhu
tinggi yaitu antara 94-96°C sehingga ikatan
hidrogen pada DNA terputus. Umumnya pada
tahap awal ini dilakukan sampai 5 menit untuk
memastikan semua utas DNA terpisah. DNA
utas tunggal digunakan sebagai tempat
menempelnya
primer
melalui
proses
annealing pada suhu sekitar 42-65°C. Pada
tahap annealing, primer menempel pada utas
DNA yang urutan basanya komplementer dan
bersifat
spesifik.
Semakin
panjang
oligonukleotidanya, maka semakin spesifik
terhadap urutan DNA tertentu (McPherson
& Moller 2006).
Setelah proses annealing DNA akan
diperpanjang dengan menggunakan DNA
untai tunggal (DNA cetakan) sebagai cetakan
dan Taq polimerase sebagai pencetak utas
DNA baru. Elongasi ini dilakukan pada suhu
72-74°C. Tahap dari denaturasi sampai
dengan elongasi merupakan satu siklus
(Gambar 2). Proses ini terjadi pengulangan
siklus
sebanyak
20-50
kali
untuk
memperbanyak jumlah fragmen DNA yang
spesifik
dengan
optimal
(McPherson
& Moller 2006).

4

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2 Siklus dalam proses PCR
(McPherson & Moller 2006)
(a) : Denaturasi
(b) : Penempelan primer
(c) : Sintesis DNA
(d) : Terbentuk utas DNA baru
Internal Transcribed Spacer (ITS)
Internal Transcribed Spacer (ITS) berasal
dari DNA ribosom (rDNA). Sekuen DNA
ribosom merupakan salah satu perangkat
molekuler yang dapat dijadikan acuan dalam
penelusuran filogenetik dari suatu organisme.
Penggunaan ITS didasarkan pada rDNA yang
secara alamiah terkonservasi. Semakin
berbeda spesies secara filogenetik, semakin
berbeda sekuen sebagian dari rDNA ini
(McCullough et al. 1998). Gen 18S rDNA,
termasuk dua daerah Internal Trancribed
Spacer (ITS) dan gen 5.8S rDNA memiliki
panjang total 2.600 bp, terpisah dari gen 26S
rDNA (Gambar 3) yang memiliki panjang
3.300 bp (McCullough et al. 1998).

Variasi sekuen pada daerah ITS ini sering
digunakan untuk analisis filogenetik. Daerah
ITS lebih baik dibandingkan dengan molekul
target lainnya karena sensitivitasnya yaitu
berukuran kecil (kurang lebih 700 pasang
basa) dan memiliki salinan yang banyak di
dalam genom inti sekitar 100 kopi (Baldwin et
al. 1995). Daerah ini mempunyai laju evolusi
yang tinggi dan ada pada semua gen rRNA
eukariot. Analisis perbandingan dari sekuen
gen rDNA memberikan kemungkinan untuk
analisis hubungan filogenetik dari berbagai
level taksonomi yang berbeda (Henry et al.
2000).
Daerah ITS sering digunakan para ahli
untuk analisis filogenetik molekuler pada
tumbuhan
dalam
rangka
memahami
keanekaragaman dan menjawab beberapa
masalah filogenetik. Pada penelitian ini
digunakan primer ITS 5P dan ITS 8P yang
merupakan modifikasi dari ITS4 dan ITS5.
Primer ITS 5P dan ITS 8P memiliki panjang
22 basa dan 20 basa (lampiran 3). Melting
time (Tm) primer ITS 5P dan ITS 8P masingmasing adalah 570C. Primer ini akan
menghasilkan fragmen dengan ukuran kurang
lebih 700-800 bp (Moller & Cronk 1997).
Elektroforesis DNA
Elektroforesis adalah suatu teknik
pemisahan molekul selular berdasarkan
ukuran dengan menggunakan medan listrik
yang dialirkan pada suatu medium. Teknik ini
dapat digunakan dengan memanfaatkan
muatan listrik yang ada pada makromolekul.
Laju perpindahan suatu molekul bergantung
pada ukurannya, semakin kecil ukuran
molekul maka molekul tersebut akan semakin
cepat lajunya (Yuwono 2008).
Teknik elektroforesis dapat digunakan
untuk analisis DNA, RNA maupun protein.
Elektroforesis DNA dapat dilakukan untuk
menganalisis fragmen-fragmen DNA hasil
isolasi DNA ataupun hasil amplifikasi DNA.
Arah pergerakan untuk DNA adalah menuju
elektroda positif karena adanya muatan
negatif pada rangka gula-fosfat yang dimiliki
oleh DNA (Campbell et al. 2002).

Gambar 3 Daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) (Tropp 2008).

Gambar 4 Struktur agarosa (Horton 2011)
Gel yang digunakan untuk memisahkan
DNA salah satunya adalah gel agarosa
(Wilson & Walker 2000). Agarosa merupakan
polimer linear dari D-galaktosa dan 3,6anhidrogalaktosa (Gambar 4) yang diisolasi
dari rumput laut. Gel agarosa mempunyai
daya pemisahan lebih rendah dibandingkan
dengan gel poliakrilamid, tetapi mempunyai
rentang pemisahan lebih besar. DNA dari 200
basa sampei 50 kilobasa dapat dipisahkan
dengan gel agarosa dengan berbagai
konsentrasi agarosa (Sudjadi 2008).
Ukuran DNA dapat ditentukan dengan
menyertakan marka atau penanda yang
digunakan pada proses running. Setelah tahap
running selesai, dilakukan metode pewarnaan
atau staining yang dilajutkan dengan
penghilangan
warna
atau
destaining.
Pewarnaan DNA di dalam gel agarosa
dilakukan dengan menggunakan larutan
etidium bromida (EtBr) selama 15 menit agar
molekul sampel berpendar dalam sinar UV
(ultraviolet). Penghilangan warna atau
destaining dilakukan dengan perendaman
dalam akuades selama 5-7 menit (Mikkelsen
& Corton 2004).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
isolasi DNA adalah daun Boesenbergia
angustifolia dan daun Boesenbergia sp. Daun
yang digunakan adalah daun yang matang,
pasir kuarsa, polivinilpirolidin (PVP), bufer
cethyl trimetyl ammonium bromide (CTAB),
merkaptoetanol,
kloroform-isoamilalkohol
(CI) (24:1), isopropanol 100%, dan bufer TE.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
elektroforesis hasil isolasi yaitu agarosa, bufer
tris-borat EDTA (TBE), loading dye, DNA
leader, etidium bromida, dan sampel hasil
ekstraksi. Bahan-bahan yang digunakan dalam
PCR yaitu dH2O, es, sampel hasil ekstraksi,
primer ITS dan MgCl2, buffer, dNTPs, dan
Taq polimerase. Elektroforesis hasil PCR
diperlukan agarosa, bufer TBE, DNA leader,
EtBr, dan sampel hasil PCR.

Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi
DNA adalah mortar, tabung 1.5 mL, sudip,
waterbath dan shaker, sentrifus, pipet mikro,
tips, lemari asam, dan tabung rak. Alat-alat
yang digunakan dalam elektroforesis yaitu
neraca analitik, labu Erlenmeyer, gelas ukur,
microwave, cetakan agar, sisir, bak
elektroforesis, pipet mikro, tips, lemari asam,
dan gel doc. Sedangkan alat-alat yang
digunakan dalam PCR yaitu tabung 0.2 mL,
bak es, pipet mikro, tips, sentrifuse mikro dan
PCR.
Metode Penelitian
Studi Morfologi
Determinasi tumbuhan merupakan metode
yang digunakan dalam studi morfologi.
Determinasi sampel dilakukan dengan
mendeskripsikan morfologi setiap bagian
tumbuhan segar secara langsung. Kemudian
sampel tumbuhan segar dari Boesenbergia
angustifolia dan Boesenbergia sp. dibuat
spesimen kering untuk dapat dibandingkan
secara langsung dengan spesimen kering
koleksi Herbarium Kebun Raya Bogor dengan
nama Gastrochilus angustifolia. Selain itu,
dilakukan juga perbandingan sifat morfologi
dengan protolog mengenai Boesenbergia
angustifolia.
Pembuatan spesimen kering dilakukan
pada sampel segar Boesenbergia angustifolia
dan Boesenbergia sp. yang masih utuh,
kemudian dibersihkan dari kotoran. Setelah
itu, kedua tumbuhan ini masing-masing
ditumpuk diantara dua lembar kertas
kemudian di lapisi dengan papan, diikat kuat.
Sampel kemudian dikeringkan dalam oven
500C. Setelah sampel kering, sampel disimpan
dalam freezer selama 5 hari.
Studi Molekuler
Isolasi DNA. Metode CTAB modifikasi
Doyle dan Doyle (1987) merupakan metode
yang digunakan dalam isolasi DNA. Sebanyak
500 µL CTAB dipanaskan dalam penangas air
pada suhu 650C. Kemudian, sebanyak 0.5 g
sampel daun kering digerus dengan pasir
kuarsa dan PVP hingga halus. Setelah halus,
sampel dimasukkan ke dalam tabung 1.5 mL
dan ditambahkan CTAB sebanyak 500 µL
serta merkaptoetanol sebanyak 2% yaitu 10
µL. Sampel dihomogenkan dan diinkubasi
pada suhu 650C selama 1 jam sambil
digoyang-goyang pelan. Setelah 1 jam, sampel
didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit.
Kemudian disentrifus dengan kecepatan
13000 rpm, selama 15 menit. Supernatan yang
terbentuk dipindahkan ke dalam tabung baru

6

dan ditambahkan dengan CI sebanyak 1 kali
volume sampel. Setelah itu, sampel
dihomogenkan selama 15 menit.
Lalu,
disentrifus kembali dengan kecepatan 13000
rpm,
selama
15 menit.
Supernatan
dipindahkan ke dalam tabung baru dan
ditambahkan lagi dengan CI sebanyak 1 kali
volume sampel. Lalu, disentrifus kembali
dengan kecepatan 13000 rpm, selama 10
menit. Supernatan dipindahkan ke dalam
tabung baru, ditambahkan isopropanol dingin
sebanyak 2/3 kali volume, dan disimpan pada
-200C selama semalam. Kemudian larutan
disentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm
selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk
kemudian dibuang. Peletnya kemudian
dikeringkan dalam oven pada 650C selama 1
jam. Pelet yang telah kering kemudian
diencerkan dengan bufer TE pH 8.0.
Amplifikasi DNA. PCR ITS yaitu PCR
dengan menggunakan primer ITS. Komposisi
larutan PCR terdiri dari DNA sebanyak 0.5
µL, 2.5 µL green bufer, 0.5 µL MgCl, 0.75
µL primer ITS 5P sebagai forward (GGA
AGG AGA AGT CGT AAC AAG G), 0.75
µL primer ITS 8P sebagai reverse (CAC GCT
TCTC CCA GAC TAC A), 0.25 µL dNTP
mix, dan 0.1 µL Taq polymerase, dan 7.15 µL
dH2O. Kemudian larutan dihomogenisasi.
Setelah itu. diamplifikasi menggunakan PCR
thermal cycle dengan kondisi PCR yaitu 30
siklus dengan tahap pradenaturasi dan
denaturasi pada suhu 94oC selama 3 menit dan
30 detik, tahap annealing pada suhu 55oC
selama 1 menit, tahap sintesis pada suhu 72oC
selama 90 detik, tahap pemanjangan pada
suhu 72oC selama 5 menit, dan tahap
penyimpanan pada suhu 4oC. Total waktu
PCR ITS yaitu 2 jam 37 menit (Moller &
Cronk 1997).
Elektroforesis Hasil Isolasi DNA dan
Hasil PCR. Sebanyak 0.4 g agarose
ditambahkan dengan 40 mL larutan 0.5 kali
TBE. Kemudian dipanaskan dalam microwave
hingga agarose larut. Setelah larut dinginkan
sebentar, kemudian gel agarosa dimasukkan
ke dalam cetakan. Gel didiamkan hingga gel
mengeras. Gel dimasukkan dalam bak
elektroforesis dan ditambahkan dengan buffer
TBE hingga sumur dalam gel terendam.
Sebanyak 1 µL DNA leader dimasukkan ke
dalam sumur pertama. Kemudian sebanyak 2
µL DNA, dimasukkan ke dalam sumur
berikutnya. Setelah semua sampel dimasukkan
ke dalam sumur, sampel dirunning selama 25
menit pada tegangan 100 volt. Setelah 25
menit, gel direndam dalam larutan EtBr
selama 15 menit. Kemudian bilas gel dengan

air, gel pun dimasukkan ke dalam gel doc
yang di dalamnya terdapat sinar UV untuk
dilihat hasilnya (Crandall & Barber 2007).
Purifikasi dan DNA Sequencing.
Penentuan urutan basa DNA terhadap produk
amplifikasi dilakukan di 1st Base, Malaysia.
Penentuan urutan basa dilakukan dua arah
menggunakan pasangan primer ITS 5P dan
ITS 8P. Proses DNA sequencing ini terdiri
dari dua tahap yaitu siklus sekuensing (cycle
sequencing) dengan menggunakan PCR dan
sequencing dengan menggunakan sequencer.
Cycle sequencing ITS menggunakan 2 primer
ITS yaitu ITS 5P dan ITS 8P. Komposisi
reaksi PCR terdiri dari sampel DNA hasil
PCR, bufer, MgCl, primer, dNTP, ddNTP,
Taq polimerase, dan dH2O. Kemudian larutan
dihomogenisasi hingga homogen. Setelah itu
diamplifikasi menggunakan PCR thermal
cycle. Sekuensing dilakukan dengan metode
automated sequencing ABI Prismy Big Dye
Terminator Cycle Sequencing Ready Reaction
Kit. Produk cycle sequencing dibersihkan
dalam kolom Sephadex G-50 Centri-Sep spin.
Kemudian dikeringkan, dan diurutkan basabasanya dalam Automated Sequencer.
Penyejajaran Sekuen. Sekuen yang telah
didapatkan kemudian dianalisis. Urutan basa
DNA yang diperoleh dari daerah ITS
diurutkan dengan menggunakan perangkat
lunak Chromaspro. Setelah itu kemudian
dilakukan penyejajaran dengan menggunakan
perangkat lunak Molecular Evolutionary
Genetics AnalysisVersion 4.0 (MEGA 4.0)
(Tamura et al. 2007). Sekuen DNA
Boesenbergia
angustifolia
disejajarkan
dengan sekuen DNA Boesenbergia sp.
Sekuen-sekuen DNA ini juga disejajarkan
dengan sekuen DNA spesies Boesenbergia sp.
yang lain yang ada pada data bank DNA
NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih. gov). Tujuan
penyejajaran sekuen ini adalah untuk
menentukan homologi antara sekuen yang
diteliti dengan sekuen yang lainnya yang ada
pada genbank.
Analisis Filogenetik. Analisis dilakukan
dengan membuat pohon filogenetik. Pohon
filogenetik dibuat dengan menggunakan
metode persimoni. Pohon filogenetik ini
menggambarkan proses evolusi yang terjadi
pada sekuen DNA tersebut. Metode parsimoni
merupakan metode berdasarkan perubahan
mutasi berlangsung pada semua arah diantara
empat basa nukleotida. Perangkat lunak yang
digunakan yaitu Phylogenetic Analysis Using
Parsimony Version 4.0 (PAUP 4.0) (Krees et
al. 2002). Setelah itu dilakukan evaluasi
pohon filogenetik.

6,8 cm. Anter (kepala sari) sari sejajar
berukuran 0.6 cm. Serbuk sari berwarna
kuning pucat (Gambar 6A).
Determinasi Boesenbergia sp. Tumbuhan
merupakan tumbuhan acaulis dengan daun
berbentuk bulat memanjang (laset), meruncing
ke ujung daun, ujung daunnya membentuk
ekor. Tulang daunnya menyirip. Permukaan
daun bagian atas licin, mengkilap, beralur, dan
berwarna hijau. Sedangkan permukaan daun
bagian bawah berwarna hijau pucat dengan
gradasi ungu, kasar, permukaannya licin, dan
mengkilap. Tangkai daun membentuk kanal
seperti perahu. Tangkai daunnya agak pendek,
daunnya berpelepah, bagian bawah daun
hingga tangkai daun berwrna ungu kecoklatan
(Gambar 7B).
Perbungaan tumbuhan ini tersembunyi di
dalam daun, bunganya jarang dan berwarna
putih. Tabung mahkotanya agak panjang.
Berwarna putih dan berukuran 4.1 cm.
Braktea tumbuhan ini tumbuh selang-seling
dikanan dan kiri perbungaan. Panjang braktea
sekitar 2.4 cm dan brakteolnya 1.4 cm.
Bunga Boesenbergia sp. berwarna putih
dan berukuran kecil. Labelum berbentuk
lonjong dengan terdapat lekukan dan pada
ujungnya sedikit mengkerut, ukuran labelum
yaitu 2.2 x 1 cm. Warna labelum putih agak
transparan pada bagian tengahnya berwana
merah, jingga dengan bintik-bintik putih, dan
pada bagian tengah bagian atas berwarna
kuning
pucat.
Staminodianya
yang
menghadap keluar, berbentuk lonjong,
tumpul, memiliki 4 buah peruratan, dan
ukuran staminodia yaitu 1.2 x 0.7 cm (Gambar
5A). Ovarium berbentuk lonjong dengan
ukuran 0.5 cm dan calyx berukuran 0.5 cm.
Filamennya agak pendek yaitu berukuran 0.4
cm, berwana keputihan, agak transparan.
Stylus bersandar pada filamen dan dengan
panjang 5.2 cm. Anter atau kantung serbuk
sari sejajar berukuran 0.6 cm, dasarnya terbagi
karena ada perbedaan longitudinal. Serbuk
sari berwarna kuning pucat (Gambar 6B).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Boesenbergia angustifolia dan
Boesenbergia sp.
Determinasi tumbuhan dilakukan untuk
mengungkapkan atau menetapkan identitas
atau jati diri suatu tumbuhan. Langkah ini
dilakukan untuk memastikan bahwa tumbuhan
yang diteliti merupakan Boesenbergia
angustifolia atau bukan. Bagian-bagian
tumbuhan yang diamati meliputi daun, teruk
berdaun, bunga, dan perbungaan.
Determinasi Boesenbergia angustifolia.
Hasil determinasi dapat diketahui bahwa
Boesenbergia angustifolia tumbuhan tidak
berbatang (acaulis) dengan tinggi antara 40-50
cm. Daunnya berbentuk bulat memanjang
(lanset), ramping, dan meruncing ke ujung
daun. Ukuran daunnya sekitar 35 x 6 cm.
Daun berbentuk bulat memanjang (lanset),
ramping, dan meruncing ke ujung daun.
Tangkai daun berbentuk kanal seperti perahu
dan berwarna merah darah. (Gambar 7A).
Perbungaan tumbuhan ini tersembunyi di
dalam daun. Tabung mahkotanya memiliki
panjang 5.3 cm, tipis, dan berwarna putih.
Braktea atau daun pelindung tumbuhan ini
berukuran 2.3 cm dengan panjang brakteol 2
cm.
Bunga tumbuhan ini berwarna putih dan
berukuran kecil.
Labelum (bibir bunga)
berwarna putih, berbentuk seperti telur, di
dasar tandan berwarna ungu mozaik, tepinya
bengkok, berwarna putih, kering, antar tepi
dan tandan besar terdapat hiasan berwarna
kekuningan. Labelum ini memiliki ukuran 2.5
x 1 cm. Staminodianya menghadap keluar,
berbentuk lonjong seperti spatula, tumpul,
menekuk terbuka, memilki 4 buah peruratan
dan berukuran 1 x 0.3 cm (Gambar 5B).
Ovarium berbentuk lonjong berukuran 0.4 cm
dan calyx (kelopak bunga) berukuran 0.5 cm.
Filamennya panjang berukuran 0.3 cm,
berwana putih agak transparan. Stylus (tangkai
putik) bersandar pada filamen dengan ukuran

2

1

A

2

1

1

2

1

4
z

1
4
1

3

3

Keterangan 1: kelopak bunga
2: staminodia
3: labelum
4: filamen

B

Gambar 5 Morfologi bunga dalam Boesenbergia sp. (A) dan Boesenbergia angustifolia (B)

8

A

B

Gambar 6 Bunga Boesenbergia angustifolia
(A) dan Boesenbergia sp.(B)
Hasil determinasi pada Boesenbergia
angustifolia menunjukkan tingkat kesamaan
morfologi yang tinggi dengan spesimen
herbarium dan protolog. Kesamaan terlihat
dari struktur tumbuhan dan perbungaan.
Bentuk daun dan tata letak daun pada sampel
Boesenbergia angustifolia (Gambar 7A)
dengan Boesenbergia angustifolia dari
spesimen herbarium (Gambar 7C) terlihat

sangat mirip. Begitu juga dengan bentuk
perbungaan sampel (Gambar 7D) dan
perbungaan spesimen herbarium (Gambar 7F)
yang mirip. Kemiripan terlihat dari bentuk
tabung mahkota yang panjang. Sampel ini
dapat dipastikan merupakan Boesenbergia
angustifolia. Sedangkan antara Boesenbergia
angustifolia dan Boesenbergia sp. memiliki
beberapa perbedaan dan kemiripan.
Perbedaan ini terlihat pada bentuk daun,
tata letak daun, serta warna tangkai bagian
bawah (Gambar 7A dan 7B). Bentuk daun
Boesenbergia angustifolia lebih panjang dan
ramping. Sedangkan pada Boesenbergia sp.
lebih lebar. Tata letak pada Boesenbergia
angustifolia tebih rapi dan teratur. Pada
Boesenbergia angutifolia warna tangkai daun
bagian bawah berwarna merah darah.
Sedangkan pada Boesenbergia sp. berwarna
merah kecoklatan dan warna ini tampak mulai
dari permukaan bawah daun hingga bawah
tangkai daun.

A

B

C

D

E

F

Gambar 7 Perbandingan
tumbuhan dan perbungaan Boesenbergia angustifolia
Boesenbergia sp.
A : Tumbuhan Boesenbergia angutifolia
B : Tumbuhan Boesenbergia sp.
C : Tumbuhan spesimen tipe Boesenbergia angustifolia Herbarium Bogoriense
D : Perbungaan Boesenbergia angutifolia
E
: Perbungaan Boesenbergia sp.
F
: Perbungaan spesimen tipe Boesenbergia angustifolia Herbarium Bogoriense.

dan

9

Bunga dan perbungaan antara kedua
tumbuhan ini memiliki tingkat kemiripan
yang sangat tinggi (Gambar 6). Kemiripan
terlihat dari bentuk labelum. Terdapat sedikit
perbedaan, pada Boesenbergia angustifolia
labelum berbentuk bulat lonjong, terdapat
banyak kerutan. Sedangkan labelum pada
Boesenbergia sp. terdapat lekukan pada
bagian tengahnya. Ukuran bunga serta warna
kedua tumbuhan ini hampir tidak dapat
dibedakan. Bunga kedua tumbuhan ini samasama berukuran kecil dan berwarna putih.
Corak warna pada labelumnya sangat mirip.
Komponen-komponen bunga bagian dalam
seperti filamen, anter, stylus, ovarium,
braktea, brakteol memiliki ukuran yang

sangat mirip (Tabel 1). Namun ada beberapa
perbedaan
pada
bunganya.
Bentuk
staminodia pada Boesenbergia angustifolia
lebih ramping (Gambar 5). Tabung mahkota
(corolla tube) pada tumbuhan Boesenbergia
angustifolia lebih panjang (Tabel 1). Selain
itu, braktea dan brakteol pada Boesenbergia
angustifolia jumlahnya lebih sedikit dari
Boesenbergia sp. Berdasarkan karakter
morfologi
bunga
dan
perbungaan,
kemungkinan Boesenbergia angustifolia dan
Boesenbergia sp. untuk berkerabat dekat
sangat besar. Hal ini perlu didukung oleh
data molekuler.

Tabel 1 Karakter morfologi Boesenbergia angustifolia (Hallier
No. Karakter
B. angustifolia
1
Daun
bulat memanjang, ramping, dan
Bentuk daun
ujungnya runcing
35 x 6 cm
Ukuran daun
Panjang tangkai daun 8-14 cm
hijau
Warna pelepah daun
berbentuk kanal seperti perahu
Bentuk tangkai daun
merah darah pada bagian bawah
Warna tangkai daun
tangkai
menyirip
Tulang daun
2
Perbungaan
1.2 x 0.3 cm
Ukuran bulir
6.8 cm
Panjang tabung
mahkota
panjang 2.3 cm, dalam satu
Braktea
bunga jumlahnya sedikit
panjang 2 cm, dalam satu bunga
Brakteol
jumlahnya sedikit
0.4 cm
Panjang ovarium
Panjang sepal (calyx) 0.5 cm
3
Bunga
2.3 cm
Panjang bunga
putih
Warna bunga
bulat lonjong, terdapat banyak
Bentuk bibir
kerutan
2.5 x 1 cm
Ukuran bibir
lonjong seperti spatula
Bentuk staminodia
1 x 0.3 cm
Ukuran staminodia
0.3 cm
Panjang filamen
6.8 cm
Panjang stylus
0.6 cm
Panjanganter

f.) Schltr dan Boesenbergia sp.
B. sp
bulat memanjang, agak lebar,
dan ujungnya rucing berekor
23 x 9 cm
5-11 cm
merah kecoklatan
berbentuk kanal seperti perahu
merah kecoklatan
menyirip
1.5 x 0.3cm
5.2 cm
panjang 2.4 cm, dalam satu
bunga jumlahnya banyak
panjang 1.4 cm, dalam satu
bunga jumlahnya banyak
0.5 cm
0.5 cm
2.4 cm
putih
bulat lonjong pada bagian
tengahnya ada lekukan
2.2 x 1 cm
lonjong dan lebih lebar
1.2 x 0.7 cm
0.4 cm
5.2 cm
0.6 cm

10

Profil Pita Hasil Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap yang
penting dalam analisis molekuler. DNA yang
akan digunakan hendaknya berada dalam
keadaan murni. Kualitas DNA yang baik
dapat diperoleh dengan memperhatikan setiap
tahapan pengerjaan isolasi DNA. Isolasi DNA
yang digunakan adalah metode yang berbasis
CTAB yang dimodifikasi oleh Doyle dan
Doyle (1987). Tahapan isolasi DNA dalam
metode ini sangat sederhana, mudah
dilakukan, tidak membutuhkan waktu lama,
dan hasil yang didapat memiliki kualitas yang
cukup baik. Selain itu, metode ini dipilih
karena telah digunakan dalam penelitian
tumbuhan yang termasuk famili Zingiberaceae
(Kress et al. 2002; Kress et al. 2005).
Sampel yang digunakan berasal dari daun
yang masih muda dan tidak terlalu tua.
Penggunaan daun sebagai sumber DNA
karena daun merupakan bagian tumbuhan
yang paling mudah diisolai dan DNA yang
terdapat pada daun cukup banyak. Proses
isolasi DNA diawali dengan pemecahan
dinding sel. Pemecahan dinding sel dilakukan
secara mekanik dengan menggunakan pasir
kuarsa dan PVP. PVP berfungsi sebagai
antioksidan dengan menghambat aktivitas
polifenol oksidase. Polifenol aksidase
merupakan enzim yang dapat menyebabkan
DNA berwarna coklat (Bintang 2010).
Pemecahan dinding sel juga dilakukan secara
kimiawi dengan menggunakan CTAB.
CTAB mampu melisis sel serta
mendenaturasi protein. Penambahan CTAB
dengan kandungan garam tinggi dapat
memisahkan polisakarida dari dinding sel
(Santoso 2005). Penggunaan bufer CTAB
untuk mengisolasi DNA dapat menghasilkan
produk DNA yang berkualitas baik yang
ditunjukkan oleh pita DNA genom pada
beberapa tanaman. Penambahan CTAB
menghasilkan cairan yang kental yang
menunjukkan banyaknya polisakarida yang
terdapat pada sampel daun. Setelah
disentrifus, DNA berada pada fase supernatan.
Penggunaan merkaptoetanol mencegah proses
oksidasi
senyawa
fenolik
sehingga
menghambat aktivitas radikal bebas yang
dihasilkan oleh oksidasi fenol terhadap asam
nukleat (Wilkins & Smart 1996).
Polisakarida dan metabolit sekunder yang
terdapat dalam sampel tumbuhan dapat
dihilangkan dengan menggunakan kloroformisoamilalkohol.
Penambahan kloroformisoamolalkohol dalam proses pemurnian ini
membentuk tiga fase setelah disentrifus. Fase
pertama (atas) adalah fase air tempat DNA

berada, fase kedua (tengah)
merupakan
protein, dan fase ketiga (bawah) adalah fase
kloroform-isoamilalkohol. Fungsi kloroformisoamilalkohol yaitu mendenaturasi protein
yang masih menempel pada kromosom.
Larutan ini lebih efisien untuk mengisolasi
asam nukleat (Ausubel et al. 1998).
isopropanol dan penyimpanan selama selama
semalam pada suhu -200C dilakukan untuk
memekatkan DNA sehingga dapat diencerkan
dengan bufer TE.
Hasil isolasi DNA dari sampel daun
Boesenbergia
angustifolia
dan
daun
Boesenbergia sp. diuji kualitasnya dengan
menggunakan elektroforesis agarosa 1%. Gel
agarosa dengan konsentrasi 1% memiliki
struktur serat yang baik, ukuran porinya besar,
dan tahan terhadap gesekan. Kelebihan dari
elektroforesis gel adalah pita DNA dapat
dideteksi dengan kepekaan tinggi (Bintang
2010). Pengujian kualitas DNA Boesenbergia
angustifolia dan DNA Boesenbergia sp.
menunjukkan hasil yang baik. Hal ini
ditunjukkan oleh DNA yang terlihat utuh, pita
yang terbentuk memiliki intensitas yang jelas
dan terang, dan pengotor atau smear yang
terbentuk relatif sedikit.
Gambar 8
menunjukkan DNA terbentuk pada pita diawal
migrasi. Hal ini memperlihatkan bahwa DNA
yang terisolasi merupakan DNA total dengan
ukuran lebih dari 3000 bp.
Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis
kuantitatif DNA. Hal ini dikarenakan hasil
analisis kualitatif DNA yang baik cukup untuk
mengetahui bahwa DNA sampel dapat
dilanjutkan untuk proses amplifikasi. Isolasi
DNA dengan metode CTAB dapat
menghasilkan 100-500 µg DNA per gram
panjang jaringan tanaman yang segar dan
muda (Ausubel et al 1998).
3000 bp
2500 bp
2000 bp
1500 bp
1200 bp
1000 bp
900 bp
800 bp
700 bp
600 bp
500 bp
400 bp
300 bp
200 bp

M

RW2 RW3

Gambar 8 Hasil elektroforesis Isolasi DNA
Keterangan
M : Marker
RW2 : Boesenbergia angustifolia
RW3: Boesenbergia sp.

11

Profil Pita Hasil Amplifikasi DNA
Amplifikasi pada DNA Boesenbergia
angustifolia dan DNA Boesenbergia sp. hasil
isolasi dilakukan dengan menggunakan PCR.
Primer yang digunakan adalah ITS 5P dan ITS
8P. Primer ini merupakan urutan basa penanda
untuk daerah genom inti pengkode rDNA.
Primer diperlukan untuk menyeleksi bagian
sekuen DNA yang akan diamplifikasi. Daerah
yang diamplifikasi adalah daerah Internal
Transcribed Spacer (ITS). Karena itu urutan
basa pada primer ini sangat menentukan
keberhasilan dalam mendapatkan amplikon
atau sekuen DNA target.
PCR merupakan salah satu tahapan yang
penting. Untuk mendapatkan amplikon
dengan kualitas yang baik, perlu diperhatikan
komposisi setiap bahan PCR dan optimasi
suhu dan waktu pada setiap tahapan dalam
proses PCR. PCR diawali dengan tahap
pradenaturasi, denturasi, penempelan primer,
dan pemanjangan.
Pradenaturasi merupakan tahap awal
dalam PCR. Pada penelitian ini, pradenaturasi
dan denaturasi dilakukan pada suhu 94oC.
Suhu tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidogen sehingga DNA utas ganda menjadi
DNA utas tunggal. Pada saat penempelan
primer kondisi suhu sangat penting. Suhu
penempelan tidak boleh melebihi titik leleh
primer agar primer tidak rusak. Selain itu suhu
penempelan juga tidak boleh terlalu rendah
karena jika suhu rendah, maka akan
menyebabkan terjadinya penempelan primer
pada tempat yang tidak spesifik (mispriming)
(Muladno 2002; Graham 1997). Primer ini
akan membentuk ikat