PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) PADA BERBAGAI VARIASI KOMPOSISI ALGINAT.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah tanaman rempah asli dari Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat tradisional karena kandungan didalamnya yang bervariasi, antara lain minyak atsiri, saponin, flavonoid pinostrolein, dan lain-lain. Khasiat temu kunci diketahui dapat digunakan sebagai obat batuk, penambah nafsu makan, sebagai obat gatal, obat sakit perut, dan ramuan herbal lainnya. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, sehingga temu kunci sangat mudah didapat dan harganya relatif murah.

Di dalam tumbuhan temu kunci, baik rimpang, daun, batang, dan akar terdapat senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama dan penyakit. Senyawa metabolit sekunder dapat diekstrasi dari suatu bahan alam dengan cara mengeringkan bahan alam tersebut dan diekstrasi menggunakan pelarut etanol atau metanol.

Di jaman yang serba modern ini, obat tradisional atau herbal masih banyak diminati konsumen. Hal ini dikarenakan obat herbal yang berasal dari bahan alam khasiatnya yang tidak kalah dengan obat kimia buatan pabrik. Obat herbal memiliki konsep berbeda dengan pengobatan medis. Dalam pengobatan medis, adanya penyakit disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, kuman, dan jamur. Cara mengobati tubuh yang sakit adalah dengan membunuh


(2)

mikroorganisme tersebut menggunakan obat kimia. Menurut Agung (2010), seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, eksplorasi suatu obat berkembang dengan pesat. Eksplorasi obat dapat dilakukan dari beberapa sumber, salah satunya adalah tumbuhan. Terdapat beberapa sediaan obat yang digunakan di bidang farmasi salah satunya adalah sediaan obat dalam bentuk nanopartikel.

Nanopartikel adalah partikel yang memiliki ukuran yang sangat kecil yaitu menggunakan satuan nanometer. Tidak hanya di bidang industri dan teknologi, nanopartikel juga sudah banyak digunakan di bidang medis, yaitu bagian farmasi atau obat. Nanopartikel digunakan dalam pemberian atau penghantaran obat yang berbasis liposom dan polimer. Nanopartikel dipandang sebagai carrier yang sangat baik untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus.

Penggunaan alginat pada penelitian ini dikarenakan alginat merupakan salah satu polisakarida alami yang terbuat dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Alginat juga merupakan substansi dengan molekul yang besar dan dapat dipisahkan dalam air, sehingga dapat memberi kekentalan yang lebih. Dalam bidang farmasi alginat sangat berguna pada proses enkapsulasi karena memiliki sifat biokompatibel.

Penelitian ini akan meneliti mengenai bagaimana nanopartikel dibuat yang diharapkan di kemudian hari dapat dimanfaatkan dengan baik bagi kemajuan


(3)

bidang farmasi. Selain itu pemilihan komposisi yang tepat merupakan tantangan utama pada penelitian ini.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata) dapat dibuat dari bagian-bagian tumbuhan tersebut, diantaranya rimpang, daun, akar, dan kulit. 2. Ada berbagai jenis pelarut yang digunakan untuk membuat nanopartikel

ekstak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata), seperti etanol dan metanol sedangkan beberapa pengikat yang digunakan, seperti asam alginat dan kitosan.

3. Variasi rasio asam alginat dan CaCl2 dalam pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) berpengaruh terhadap ukuran partikel, berat endapan, dan nilai zeta potensial yang terbentuk.

4. Ada berbagai cara karakterisasi nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata).

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan batasan masalah sebagai berikut:

1. Bagian temu kunci (Boesebergia pandurata) yang digunakan untuk ekstrak etanol adalah rimpangnya.


(4)

2. Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah etanol dan jenis pengikat yang digunakan adalah asam alginat.

3. Variasi rasio asam alginat dan CaCl2 dalam pembuatan koloid nanopartikel herbal ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah (1:1) ; (3:1) ; (5:1) ; (1:2) ; (1:3) ; (1:4) ; (10:1) ; (6,66:1) ; (3,33:1) ; dan (2,5:1) yang mengacu pada penelitian Sri Atun dan Retno Arianingrum (2015).

4. Uji nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) menggunakan instrumen PSA (Particle Size Analyzer), SEM (Sceening Electron Microscopy), Zeta Sizer Nano Seris Malvem, dan Kromatografi Lapis Tipis.

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:

1. Bagaimana pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan asam alginat dan CaCl2 pada berbagai variasi komposisi?

2. Bagaimanakah karakter nanopartikel yang dihasilkan secara PSA, Zeta Sizer, SEM, dan KLT?

E.Tujuan Penelitian


(5)

1. Membuat nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan asam alginat dan CaCl2 pada berbagai variasi komposisi.

2. Menentukan karakteristik nanopartikel yang dihasilkan secara PSA, Zeta Sizer, SEM, dan KLT.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi industri farmasi dan teknologi serta masyarakat sekitar, yaitu :

1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang kegunaan ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata).

2. Pengembangan penelitian tentang sediaan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) pada industri farmasi dan teknologi.


(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Diskripsi Teori

1. Temu Kunci (Boesenbergia pandurata)

Temu kunci (Boesenbergia pandurata) merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan untuk bumbu dapur dan memiliki khasiat obat yang bervariasi. Rimpang temu kunci berada dalam tanah dengan panjang rimpang 5 - 30 cm. Hidup di iklim tropis dan lembab, sehingga tanah relatif subur. Tanah yang becek dan terlalu banyak air tidak baik untuk pertumbuhan temu kunci. Umumnya berdaun 2 - 7 helai, daun bagian bawah berwarna merah dan helai daunnya berwarna hijau muda. Bentuk rimpang temu kunci dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) (Sumber : www.baitulherbal.com)

Nama ilmiah temu kunci adalah Boesenbergia pandurata , dan klasifikasi tumbuhan sebagai berikut :


(7)

Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Boesenbergia

Sinonim : Gastrochilus panduratum (Roxb)

Kaempferia pandurata (Roxb)

Boesenbergia rotunda Nama umum : Temu Kunci

Nama lokal : Temu kunci (Indonesia), koncih (Sumatera), Tamu kunci (Minangkabau), Konce (Madura), Kunci (jawa tengah), Dumu kunci (Bima), Tamu konci (Makasar), Tumu kunci (Ambon), Anipa 7phrod (Hila-Alfuru), Aruhu Konci (Haruku), Sun (Buru) Rutu kakuzi (Seram), Tamputi (Ternate)

Nama asing : Fingerroot (Inggris), Krachai (Thailand), Chinese key (Cina).

Selain tumbuh di daerah tropis, temu kunci juga merupakan tanaman yang tumbuh liar pada daratan rendah di hutan jati. Memperbanyak temu kunci dapat dilakukan dengan memotong rimpang menjadi beberapa bagian dan di setiap bagiannya terdapat mata tunas. Kemudian ditanam dengan jarak yang tidak terlalu dekat (Plantus, 2008).


(8)

Rimpang temu kunci bermanfaat untuk obat batuk yang memiliki khasiat meluruhkan dahak, untuk obat kurang gizi yang memiliki khasiat menambah nafsu makan, untuk obat sakit perut yang memiliki khasiat meluruhkan kentut, untuk obat urine yang memiliki khasiat melancarkan kencing, untuk obat gatal yang memiliki khasiat mengurangi rasa gatal, untuk obat kurap yang memiliki khasiat menyembuhkan kurap (Hieronymus, 1998).

Selain di Indonesia, ternyata negara lain juga banyak yang memanfaatkan temu kunci. Di Thailand, rimpang temu kunci biasa digunakan sebagai bumbu masak. Selain itu, tanaman ini juga telah digunakan sebagai obat aphrodisiac, disentri, antiinflamasi, kolik, serta untuk menjaga kesehatan tubuh. Di Malaysia, rimpang temu kunci digunakan sebagai sebagai obat sakit perut dan dekoksi pada wanita pasca melahirkan.

Gambar 2. Beberapa Struktur Senyawa Aktif pada Rimpang Temu Kunci, (1) kalkon pinosembrin, (2) kardamonin, (3) pinosembrin, (4) pinostrobin,(5) 4- hidroksi panduratin A, dan (6) panduratin A. (Kardono, dkk, 2003)


(9)

Aktivitas biologi temu kunci dapat diperoleh dari komponen-komponen aktif fitokimia yang terdapat dalam temukunci. Komponen-komponen kimia tanaman temu kunci ditemukan pada bagian rizoma. Menurut Kardono, dkk (2003), senyawa-senyawa aktif pada temukunci terdiri atas flavanon (pinostrobin, pinosembrin, alpinetin, dan 5,7-dimetoksiflavanon), flavon (dimetoksiflavon dan 3’,4’,5,7-tetrametoksi flavon), kalkon (2’,6’-dihidroksi-4’- metoksikalkon, kardamo- nin, panduratin A, panduratin B, boesenbergin A, boesenbergin B, dan rubranin), monoterpena (geranial dan neral), dan diterpena (asam pimarat). Beberapa struktur senyawa aktif temu kunci ditunjukan pada Gambar 2.

2. Senyawa Metabolit Sekunder

Di era modern ini kimia bahan alam banyak dibicarakan, terutama pada pembentukan struktur dan sifat-sifat metabolit sekunder. Hakekatnya, antara metabolit primer dan metabolit sekunder hanya memiliki sedikit perbedaan. Gula-gula yang lazim, seperti glukosa, fruktosa, manosa fungsi dan sifat kimianya telah dipelajari secara mendalam oleh biokimiawan, dan dimasukan dalam kelompok pertama (metabolit primer). Sedangkan senyawa gula yang jarang dan kaitannya masih dekat seperti khalkosa, streptosa, mikaminosa, yang diketahui sebagai konstituen antibiotik dan ditemukan oleh pakar kimia organik dikategorikan sebagai metabolit sekunder. Asam amino pokok prolin dipandang sebagai metabolit primer, tetapi asam pipekolat cincin lingkar-6 yang analog dengan prolin diklasifikasikan sebagai metabolit sekunder atau dikenal sebagai alkaloid (Hardjono, 1995).


(10)

Flavanoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang ada di dalam tumbuhan temu kunci (Boesenbergia pandurata). Flavanoid Merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Achmad, 1986). Flavanoid terdapat di dalam semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, bunga, buah, dan biji, tetapi tidak ditemukan pada tumbuhan laut (alga), mikroorganisme, bakteri, jamur, dan lumut (Scheuer, 1987).

Struktur dasar flavanoid ditunjukkan pada Gambar 3. Senyawa flavanoid adalah senyawa yang mengandung �15, terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi resolsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3, 4-, atau 3,4,5-terhidroksilasi.

Gambar 3. Kerangka Dasar Flavanoid (Hardjono, 1995)

3. Nanopartikel

Aplikasi nanoteknologi di masa depan dapat mencakup penggunaan sistem nano atau nanopartikel untuk mendeteksi awal penyakit dan pengiriman agen terapi. Visi dari nanoteknologi adalah nanopartikel dapat mencari target yang terdapat dalam tubuh (misalnya, sebuah sel kanker) dan melakukan pengobatan. Jenis perlakuan yang dapat diterapkan oleh nanopartikel adalah melepaskan obat di area yang telah ditentukan. Hal tersebut meminimalkan potensi efek samping


(11)

sistemik dari terapi obat secara umum, misalnya kemoterapi. Nanopartikel dapat memberikan perbaikan signifikan dalam pencitraan sel biologis tradisional dan jaringan dengan menggunakan mikroskop fluorescence sebaik Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari berbagai macam bagian tubuh. Komposisi kimia membedakan nanopartikel yang digunakan di kedua teknik ini.

Area teknologi nanopartikel terbagi menjadi tiga, yaitu pencitraan optikal dengan menggunakan tipe nanopartikel quantum dots, MRI menggunakan tipe nanopartikel super paramagnetic iron oxid, dan pengiriman obat dan gen yang menggunakan tipe nanopartikel berbasiskan liposom dan polimer. Tipe nanopartikel yang terakhir ini yang digunakan pada aplikasi terapi kanker, dimana karakteristik signifikan yaitu pengiriman yang ditargetkan oleh fungsionalisasi permukaan.

Sistem pengiriman obat berbasis polimer dapat dikategorikan polymeric drugs, polymeric-protein conjugates, polymeric-drug conjugates, dan polymeric micelles. Polymeric drugs biasanya polimer alami yang dikenal memiliki antivirus atau karakteristik antitumor. Polimer juga dapat diemulsikan ke dalam partikel-partikel berukuran nanometer dimana obat-obatan dapat digunakan. Polimeric-protein conjugates biasanya menggunakan Polyethylene glycol (PEG). PEG terkenal dengan daya larut air yang tinggi dan biokompatibilitas yang sangat baik. Polymeric-drug conjugates ditujukan meningkatkan kelarutan dan kekhususan dari obat-obat berat dengan molekul rendah. Polymeric micelles biasanya dibuat dengan amphipilic polymer yang


(12)

membentuk micelles dalam larutan dengan obat yang terdapat di dalam micelles tersebut.

Dalam dunia kedokteran, sifat ini akan terpakai secara luas untuk mendeteksi sel-sel tumor dalam tubuh. Hal ini dikarenakan ukuran yang lebih kecil dibandingkan sel tubuh, sehingga nanopartikel dapat keluar masuk sel tubuh dengan mudah dan tidak mengganggu kerja sel. Sel kanker dan sel normal mempunyai susunan kimiawi yang berbeda, sehingga ketika partikel memasuki 2 sel tersebut akan mengeluarkan cahaya luminisens yang berbeda. Dengan data warna yang didapat, dokter dapat segera mendeteksi keberadaan sel kanker baik letak maupun ukuran. Selain itu dalam dunia obat, ukuran nanopartikel diaplikasikan dalam proses tablet nanopartikel dan pengkapsulan nanopartikel. Sifatnya yang mudah larut akan meningkatkan daya serap obat oleh tubuh.

Nanopartikel dipandang sebagai carrier yang sangat baik untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus. Banyak sekali aplikasi nanoteknologi di bidang medis, misalnya pembuatan spinel ferrite NiFe2O4 yang

dilapisi oleh PEG (Polyvinyl Ethylene Glycol) guna kepentingan biomedik seperti magnetic resonance imaging sebuah alat untuk membantu mengidentifikasi penyakit dengan memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar stutur dan organ dalam tubuh. Kepentingan biomedik lainnya adalah drug delivery atau sistem penghantaran obat, tissue repair atau perbaikan jaringan tubuh, dan magnetic fluid hyperthermia atau cairan magnetik panas tinggi yang menggunakan “combustion


(13)

method” atau metode tabung pembakaran, dan masih banyak lagi (Alif dan Prastyo, 2011).

Sifat unik yang dimiliki nanopartikel disebabkan secara langsung oleh sifat fisikokimianya. Karena itu, penentuan karakteristik nanopartikel diperlukan untuk mendapatkan pengertian mekanis dari perilaku nanopartikel. Pengertian yang mendalam dapat digunakan dalam memperkirakan kinerja secara in vivo juga diperlukan dalam merancang partikel, pengembangan formulasi, dan mengatasi masalah-masalah dalam proses pembuatan nanopartikel.

Karakterisasi nanopartikel antara lain ukuran dan distribusi ukuran partikel, morfologi partikel, persen penjeratan zat aktif, profil melepaskan zat aktif secara in vitro dan in vivo untuk mengetahui tingkat avaibilitas suatu obat dalam tubuh, dan kemampuan penetrasi menembus barier fisiologis. Ukuran partikel mempengaruhi secara langsung terhadap keunikan sifat dari nanopartikel, karena itu penentuan ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel harus dilakukan. Beberapa metode dapat digunakan dalam penentuan seperti penghamburan cahaya dinamis (Dynamic Light Scattering/DLS), penghamburan cahaya statis (Static Light Scattering/SLS), ultrasonik spektroskopi, turbidimetri, NMR, Coulter counter, dan lain sebagainya.

Bentuk dan keadaan permukaan nanopartikel penting untuk diketahui karena hal ini dapat memberikan informasi tentang sifat pelepasan obat. Untuk melihat permukaan nanopartikel dapat digunakan mikroskop elektron pemindaian (Scanning Electron Microscopy/SEM), mikroskop elektron transmisi (Transmission Electron Microscopy/TEM), dan mikroskop daya atom


(14)

(atomic force microscopy). Perbedaan mendasar dari TEM dan SEM adalah pada cara elektron ditembakkan mengenai sampel. Pada TEM, sampel disiapkan sangat tipis sehingga elektron dapat menembusnya kemudian hasil tembusan tersebut dapat diolah menjadi gambar. Sedangkan SEM, sampel tidak ditembus oleh elektron sehingga hanya pendaran hasil dari tumbukan elektron dengan sampel yang ditangkap oleh detektor. Untuk mikroskop daya atom (atomic force microscopy) merupakan alat untuk mempelajari struktur permukaan secara atomik.

Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, hingga saat ini ada beberapa metode pembuatan nanopartikel yang sering digunakan, yaitu metode presipitasi, penggilingan (milling methods), salting out, fluida superkritis, polimerisasi monomer, polimer hidrofilik, dan dispersi pembentukan polimer (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001; Mansouri, et al., 2011). Adapun penjelasan dari keenam metode tersebut adalah :

a. Metode emulsifikasi menggunakan prinsip difusi antara pelarut yang larut air seperti aseton atau metanol dengan pelarut organik tidak larut air seperti kloroform dengan penambahan polimer. Difusi yang terjadi antara dua pelarut tersebut mengakibatkan emulsifikasi pada daerah diantara dua fase pelarut. Partikel yang berada diantara dua fase pelarut tersebut berukuran lebih kecil dari kedua fase pelarut itu sendiri (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001).

b. Metode presipitasi adalah sebuah proses dimana bahan dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok, lalu dimasukkan ke dalam pelarut lain yang dipengaruhi


(15)

pH, suhu, atau perubahan pelarut kemudian segera menghasilkan presipitasi zat aktif dengan partikel yang lebih kecil (Haskel, et al., 2009). Metode ini menggunakan agen penahan tegangan permukaan yang cukup besar untuk menahan agregasi. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut, setidaknya dalam salah satu jenis pelarut. Sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik (Junghanns & Muller, 2008).

c. Metode milling atau penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Besarnya pengurangan ukuran diatur oleh energi penggilingan, yang ditentukan oleh kekerasan intrinsik obat, media grinding, dan penggilingan. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme kunci yang saling mempengaruhi, yakni gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel, sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan (shear force) mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Vijaykumar, et al., 2010).

d. Metode fluida superkritis menggunakan senyawa yang memiliki suhu dan tekanan di atas titik kritis. Senyawa yang termasuk dalam golongan ini antara lain karbon dioksida, air, dan gas metan. Senyawa ini digunakan sebagai


(16)

pengganti pelarut organik yang berbahaya bagi lingkungan (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001).

e. Metode polimerisasi monomer menggunakan senyawa polialkilsianoakrilat (PACA). Metil atau etil sianoakrilat dimasukkan dalam media asam dengan penambahan surfaktan. Monomer sianoakrilat ditambahkan dalam campuran yang sedang diaduk dengan magnetic stirrer. Senyawa obat ditambahkan baik sebelum penambahan monomer maupun setelah reaksi polimerisasi. Suspensi nanopartikel yang terbentuk dimurnikan dengan ultrasentrifugasi (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001).

f. Metode polimer hidrofilik tidak memerlukan surfaktan seperti metode polimerisasi monomer. Polimer yang digunakan dalam metode ini merupakan polimer larut air seperti kitosan larut air, natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel umumnya terbentuk secara spontan ataupun dengan penambahan pengemulsi (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001). Metode polimer hidrofilik juga biasa disebut metode gelasi ionik. Diantara metode-metode tersebut, metode gelasi ionik atau polimer hidrofilik ini dinilai sebagai metode yang paling mudah dilakukan. Metode gelasi ionik melibatkan proses sambung silang antara polielektrolit dengan adanya pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik seringkali diikuti dengan kompleksasi polielektrolit yang berlawanan. Pembentukan ikatan sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang terbentuk (Raditya, Effionora, dan Mahdi, 2013).


(17)

Dari sekian banyak aplikasi nanopartikel dibidang medis, nanopartikel berguna sebagai pembawa obat dan sistem pengantar obat yang telah berkembang beberapa tahun terakhir. Ukuran nanopartikel yang kecil menyebabkan ekstrak mudah larut dan memiliki efisiensi penyerapan yang tinggi di usus (Poulain & Nakache, 1998). Selain lebih mudah mencapai target manfaat pengaplikasian nanopartikel untuk obat herbal adalah meningkatkan stabilitas obat, memungkinkan memasukkan obat lipofilik dan hidrofilik.

4. Alginat

Alginat adalah polimer murni yang berasal dari asam uronat yang tersusun secara rantai linier yang panjang seperti pada Gambar 4. Berat molekul dari asam alginat bervariasi tergantung dari metode preparasi dan sumber rumput lautnya, sedangkan untuk natrium alginat memiliki berat molekul pada kisaran antara 35.000 sampai 1,5 juta (Champan & Champan, 1980). Alginat juga merupakan polisakarida asam yang tersusun dari polimer gula sederhana. Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen seperti natrium alginat dengan berat molekul yang rendah.

Alginat terkandung dalam alga coklat (Phaeophyceae) seperti Sargassum sp. Alginat dalam alga coklat terdapat dalam bentuk garam dari natrium, kalium, kalsium, dan magnesium (Lembi & Waaland, 1988). Spesifikasi alginat secara komersial bervariasi tergantung pemakaiannya dalam bidang industri. Alginat yang digunakan dalam industri makanan dan farmasi harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan sehingga berwarna putih terang. Pharmaceutical grade, biasanya juga bebas dari selulosa


(18)

dan dipucatkan sehingga berwarna agak putih sampai putih bersih. Di samping grade tersebut, ada pula yang disebut industrial grade yang masih diizinkan adanya beberapa bagian dari selulosa dengan warna granula bervariasi dari coklat sampai putih (McNeely & Pettitt ,1973).

Gambar 4 . Struktur Alginat

Alginat digunakan secara luas dalam industri sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel, disintegrating agent, dan bahan pengemulsi. Sehubungan dengan fungsi tersebut, maka alginat banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, seperti industri farmasi (5%), tekstil (50%), makanan dan minuman (30%), kertas (6%), serta industri lainnya (9%) (Anggadiredja, dkk., 2006). Friedli dan Schlager (2005) menyatakan bahwa alginat digunakan dalam industri farmasi pada proses enkapsulasi karena sifatnya yang biokompatibel dan murah.

Tepung asam alginat berwarna putih, sedangkan natrium alginat berwarna gading. Kadar abu natrium alginat jauh lebih tinggi daripada asam alginat karena


(19)

adanya unsur natrium. Kandungan air yang lebih tinggi dalam natrium alginat disebabkan adanya pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi tergantung pada kelembaban lingkungannya. Semakin tinggi kelembaban lingkungan, maka semakin tinggi pula kandungan air dalam natrium alginat. Natrium, kalium, dan propilen glikol alginat (PGA) dapat dilarutkan dalam air untuk menambah kekentalan.

Alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau garam natrium alginat dan kalsium alginat pada bidang farmasi dan kosmetik. Alginat dapat digunakan sebagai pengental yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampoo cair serta sebagai bahan sediaan untuk minyak rambut dan larutan pencuci rambut (Anggadiredja, dkk, 2006). Dalam indusri kosmetik, alginat digunakan sebagai bahan untuk skin lotion dan produk lainnya berupa jeli dan krim.

5. PSA (Particle size analyzer)

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu:

a. Metode ayakan (Sieve analysis) b. Laser Diffraction (LAS)

c. Metode sedimentasi

d. Electronical Zone Sensing (EZS) e. Analisa gambar (mikrografi) f. Metode kromatografi


(20)

Sieve analysis dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam bidang mikromeritik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisa gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan adalah SEM, TEM dan AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat untuk bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve analysis), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron. Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer (PSA). Alat ini menggunakan prinsip Dynamic Light Scattering (DLS).

Mengukur ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel secara lebih kuantitatif, dilakukan pengukuran menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) seri zetasizer. PSA seri zetasizer paling banyak digunakan untuk pengukuran ukuran nanopartikel, koloid, protein, zeta potensial, dan bobot molekul. Alat ini mampu mengukur ukuran partikel dan molekul yang berada dalam rentang 0,15 nm sampai 10 µm.

Prinsip kerja dari alat ini adalah hamburan cahaya (DLS). Dengan teknik DLS ini, PSA dapat diaplikasikan untuk mengukur ukuran dan distribusi ukuran dari partikel dan molekul yang terdispersi atau terlarut di dalam sebuah larutan, contohnya adalah protein, polimer, misel, karbohidrat, nanopartikel, dispersikoloid, emulsi, dan mikroemulsi (Malvern, 2012).


(21)

6. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Teknologi nanopartikel tidak lepas dengan mikroskop sebagai alat pembesar untuk melihat struktur partikel kecil tersebut. Ukuran nanometer membutuhkan mikroskop yang mempunyai ketelitian tinggi tidak dapat menggunakan mikroskop biasa. Nanopartikel diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari cahaya sehingga pada tahun 1932 diciptakan mikroskop elektron. Mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari panjang gelombang cahaya. Dalam pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas seperti pada mikroskop optik tetapi menggunakan lensa jenis magnet. Sifat medan magnet ini mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik (Oktavina, 2009).

SEM mempunyai depth offield yang besar, yang dapat memfokus jumlah sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik dari sampel tiga dimensi. SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran tinggi. Kombinasi perbesaran yang lebih tinggi, darkfield, resolusi yang lebih besar, dan komposisi serta informasi kristallografi membuat SEM merupakan satu dari peralatan yang paling banyak digunakan dalam penelitian, R&D industry khususnya industri semikonduktor.

Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel


(22)

komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh tumbukan dengan elektron sampel. Sebelum menjelajahi jenis elektron dihasilkan oleh SEM khas, pemahaman dasar dari teori elemen yang dikelilingi diklasifikasikan tabel periodik perlu disebutkan. Sepanjang sejarah banyak fisikawan, matematikawan, dan ahli kimia mempelajari unsur-unsur di bumi.

7. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan yang paling popular dan banyak digunakan karena memberikan banyak keuntungan diantaranya yaitu peralatan yang dibutuhkan sederhana, murah, waktu analisis singkat dan daya pisah yang cukup baik serta sampel yang dibutuhkan sedikit (Sudjadi, 2008). Pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dipisahkan oleh gerakan pelarut pengembang. Pemilihan eluen (fase gerak) yang tepat merupakan langkah penting dalam keberhasilan analisis menggunakan KLT. Pemilihan ini didasarkan pada prinsip “like dissolve like”. Eluen dipilih sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin, hal ini untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen yang mempunyai sifat polar tinggi (misalnya air) dalam campuran akan merubah


(23)

sistem menjadi sistem partisi. Campuran yang baik memberikan fasa gerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi sebaiknya dihindari mencampur lebih dari dua komponen terutama karena campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan-perubahan fasa terhadap perubahan-perubahan suhu (Hardjono, 1991).

Identitas noda pada plat dinyatakan dengan harga Rf (Retordation factor) merupakan rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap titik awal. Secara matematis dapat dituliskan :

Rf = �

Dengan l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan dan h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen. Harga Rf berkisar 0 – 0,999.

B.Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai temu kunci (Boesenbergia pandurata) sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian berhubungan dengan kegunaan yang bervariasi dari temu kunci (Boesenbergia pandurata) seperti antiinflamasi, antioksidan, dan antikanker. Sehingga nanopartikel cocok untuk bentuk obat yang mudah dihantarkan kedalam tubuh. Yun , et al.,(2006) telah membuktikan bahwa Panduratin A yang merupakan derivat dari kalkon juga mempunyai berbagai efek biologis, seperti antiinflamasi, analgetik, dan antioksidan. Pada penelitian sebelumnya, telah dibuktikan bahwa panduratin A memiliki efek antiinflamasi pada model sel RAW 264.7. Namun, penelitian


(24)

lebih lanjut menunjukkan bahwa Panduratin A berpotensi sebagai antikanker dengan mekanisme aksi menginduksi apoptosis pada sel kanker kolon HT29. Pada kanker kolon, panduratin A lebih poten dari pada inhibitor selektif COX-2, misalnya Celecoxib, dan obat-obat antitumor (5-flurouracil and Cisplatin).

Adapun kandungan temu kunci telah diteliti oleh Kirana, et al., (2006). Penelitian ini menjelaskan bahwa panduratin A dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF7 dan sel adenokarsinoma kolon HT-29 pada manusia melalui penghambatan COX-2 yang merupakan faktor penting dalam perkembangan inflamasi dan sel tumor. Panduratin A juga telah dibuktikan mempunyai aktivitas antimutagenik melalui induksi Quinon Reduktase (QR) yang merupakan enzim fase II. Enzim fase II memiliki peran penting dalam mekanisme pertahanan sel dan metabolisme, seperti detoksifikasi senyawa-senyawa elektrofilik. Sel HT-29 yang diperlakukan dengan panduratin A menunjukkan adanya gejala apoptosis, misalnya membran yang menggelembung, pemendekan kromatin. Karena kandungan temu kunci yang banyak, maka temu kunci cocok diteliti lebih lanjut.

Penelitian mengenai pembuatan nanopatikel telah dilakukan oleh Sri Atun dan Retno Arianingrum (2015). Objek penelitian adalah Kamferia rotunda, pembuatan nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik dengan kitosan dan Na-TPP. Hasil pengukuran nanopartikel adalah antara 172 sampai 877 nm, dengan nilai zeta potensial antara +28,06 sampai +38,03 mV.

Penelitian yang berhubungan dengan nanopartikel juga telah dilakukan oleh Eriawan Rismana, dkk (2013). Namun variabel yang digunakan bukannya


(25)

ekstrak temu kunci melainkan ekstrak kulit buah manggis dan untuk pengikat kandungannya bukan menggunakan alginat melainkan kitosan. Penelitian yang dilakukan Raditya, Effionora, dan Mahdi (2013) mengoptimalkan metode gelasi ionik antara kitosan dan natrium tripolifosfat guna mendapatkan formulasi yang terbaik. Penelitian mengenai nanopartikel juga sudah dilakukan oleh Ronny Martien, dkk (2012) yang membahas metode nanopartikel untuk sistem penghantaran obat. Nanopartikel relatif lebih mudah menembus berbagai pembatas biologis, sehingga menjadi kurang spesifik jika digunakan dengan tujuan aplikasi khusus.

C.Kerangka Berpikir

Obat kimia marak digunakan dikalangan masyarakat, meskipun menimbulkan efek samping. Hal ini menyebabkan obat herbal mulai banyak digunakan lagi karena terbuat dari bahan yang alami. Penggunaan bahan alami dalam obat-obatan dapat meminimalisir efek samping. Penggunaan nanopartikel pada penelitian ini dilatarbelakangi kemampuan nanopartikel sebagai carrier yang sangat baik untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, yaitu meningkatkan kemampuan penyerapan dan peredaran obat di dalam tubuh.

Penelitian mengenai pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan alginat perlu ketelitian yang lebih untuk menentukan banyaknya alginat yang diperlukan sebagai pengikat kandungan temu kunci agar tidak larut dalam pelarut lain. Nanopartikel yang dibuat memiliki keunggulan dalam penghantaran obat ke reseptor. Kandungan temu kunci sangat bervariasi, sehingga baik untuk obat herbal diberbagai penyakit.


(26)

Pembuatan nanopartikel diawali dengan mengekstrak temu kunci menggunakan etanol. Setelah dilakukan percobaan berulang kali dari berbagai prosedur, hasil nanopartikel perlu dikarakterisasi untuk mengetahui ukuran nanopartikel yang dibuat. Karakterisasi sebagai upaya mengetahui ukuran nanopartikel yang dibuat menggunakan PSA (Particle size analyzer). Kestabilan partikel dapat diketahui dengan mengukur zeta potensialnya untuk melihat kestabilan suatu larutan koloid dengan zeta sizer. Endapan keringnya dikarakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk melihat bentuk morfologi partikel. Serta identifikasi menggunakan KLT untuk melihat kesamaan ekstrak etanol temu kunci dan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata) 2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah nanopartikel ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata) .

B.Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat :

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah PSA (Particle Size Analyzer) HORIBA LB-550 (IK 03 TP 016), SEM (Scanning Electron Microscopy), Zeta Sizer nano seris malvem, satu set evaporator buchii 190, gelas bekker, corong biasa, erlenmeyer, gelas ukur 100 ml dan 15 ml, pipet volum 5 ml, kertas saring, serbet, tisue, spatula, magnetic stirer, dan satu set alat KLT (Kromatografi Lapis Tipis).

2. Bahan :

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah rimpang temu kunci (Boesenbergia pandurata), asam alginat, etanol teknis 96%, etanol p.a, NaOH, CaCl2, akuades, dan kloroform.

C.Prosedur Penelitian

Prosedur atau cara kerja penelitian mengenai pembuatan nanopartikel diuraikan sebagai berikut :


(28)

1. Ekstraksi dengan maserasi

Temu kunci (Boesenbergia pandurata) sebanyak 10 kg dicuci bersih, dikupas, dipotong kecil-kecil, dikeringkan dan dibuat serbuk dengan cara digiling. Kemudian maserasi dengan pelarut etanol teknis sebanyak ± 4L hingga sampel terendam. Maserasi dilakukan selama 24 jam dengan wadah tertutup. Setelah 24 jam, sampel yang direndam disaring menggunakan serbet hingga diperoleh ekstrak etanol. Sampel yang diperas direndam kembali dalam etanol sebanyak 3 kali pengulangan. Setelah itu hasil maserasi ekstrak etanol disaring kembali menggunakan kertas saring.

2. Evaporasi

Hasil maserasi dievaporasi dengan evaporator Buchii agar pelarut menguap dan ekstrak etanol yang didapat adalah pekat. Suhu saat evaporasi dibawah titik didih pelarut yaitu 60°C.

3. Pembuatan nanopartikel ekstrak temu kunci

Ekstrak temu kunci yang sudah kental tersebut ditimbang dalam botol flacon seberat 1 gram. Kemudian dilarutkan dalam 35 ml etanol p.a dicampur dengan 15 ml akuades dalam gelas bekker 2000 ml, asam alginat dalam 100 ml NaOH 0,1 M dan larutan CaCl2 sebanyak 350 ml.

Perbandingan asam alginat dan CaCl2 dalam persen (%) disajikan pada Tabel 1.


(29)

Tabel 1. Perbandingan Alginat dan CaC2

4. Setelah semua bahan tercampur dilakukan pengadukan dengan magnetic stirer selama kurang lebih 2 jam.

5. Setiap variasi rasio asam alginat dan CaCl2 dilakukan sebanyak 3 kali.

6. Koloid Nanopartikel asam alginat - ekstrak temu kunci kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi.

7. Padatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci dicuci dengan akuades menggunakan kertas saring agar C�− yang masih ada dalam padatan hilang. Kemudian padatan yang sudah dicuci dimasukan dalam freezer dengan suhu

Sampel Alginat(%) CaCl2 (%) Rasio

1 0,1 0,1 1:1

2 0,3 0,1 3:1

3 0,5 0,1 5:1

4 0,1 0,2 1:2

5 0,1 0,3 1:3

6 0,1 0,4 1:4

7 0,1 0,01 10:1

8 0,1 0,015 6,66:1

9 0,1 0,02 5:1

10 0,1 0,03 3,33:1


(30)

± -4°C selama kurang lebih 2 hari. Penyimpanan diletakan dalam lemari es dengan suhu ± 3°C sampai menjadi bubuk kering.

8. Karakterisasi fisik nanopartikel alginat - ekstrak temu kunci menggunakan alat PSA menunjukkan bahwa proses pembuatan nanopartikel tersebut secara gelasi ionik dapat menghasilkan partikel berukuran nanometer.

9. Penentuan ukuran nanopartikel larutan nanofluida zeta potensial menggunakan Zeta Sizer Nano Seris Malvem (dalam seri PSA).

10. Karakterisasi fisik nanopartikel alginat - ekstrak temu kunci menggunakan alat SEM menunjukkan bentuk 3 dimensi senyawa yang dihasilkan atau morfologi permukaan senyawa.

11. Karakterisasi dengan KLT untuk mengetahui adanya kandungan temu kunci dalam sediaan nanopartikel. Plat KLT 7x7 cm dengan 0,5 cm di batas atas dan batas bawah. Jarak setiap sampel 1 cm, mulai dari A = sampel 7; B = sampel 8; C = sampel 9; D = sampel 10; E = sampel 11; dan F = ekstrak etanol temu kunci.

D.Teknik Analisis Data

1. Data kuantitatif untuk mengetahui ukuran nanopartikel ekstrak temu kunci dengan PSA, ukuran zeta potensial menggunakan Zeta Sizer Nano Seris Malvem, dan menghitung nilai Rf menggunakan KLT.

2. Data kualitatif untuk mengetahui bentuk 3 dimensi atau morfologi permukaan senyawa yang dihasilkan dengan SEM.


(31)

E.Diagram Alir Prosedur Penelitian

Larutan 3 350 ml CaC�2 Larutan 2

100 ml Alginat Larutan 1

1 gram Ekstrak temu kunci, 35 ml etanol, 15 ml akuades

Disimpan dalam lemari es Koloid Nanopartikel ekstrak herbal temu kunci Ditambahkan larutan 3 dan diaduk dengan magnetic stirer selama 2 jam

Larutan 1 dan Larutan 2 diaduk homogen dalam gelas beker menggunakan

magnetic stirer

Karakterisasi dengan PSA dan zeta sizer

Hasil sentrifuge berupa endapan coklat diletakan di kertas saring untuk dicuci dengan akuades

Endapan yang sudah di cuci dengan akuades diletakan di frezer (-4°C) selama 2 hari

Endapan kering berupa serbuk kering berwarna coklat muda

Larutan dan endapan

dipisahkan dengan sentrifuge

Endapan yang membeku disimpan dalam lemari es (3°C) hingga mengering

Karakterisasi dengan KLT pada ekstrak etanol dan endapan kering.


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

1. Hasil Ekstasi

Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat tua seperti pada Gambar 5. Rimpang temu kunci seberat 10 kg menyusut menjadi 3 kg setelah menjadi serbuk. Ekstrak kental hasil maserasi terbentuk seberat 47,621 gram. Rendemen dapat dihitung dari serbuk temu kunci dan ekstrak kental temu kunci dan mendapatkan rendemen sebesar 1,587 %.

Rendemen = �� � �

�� � � � x 100%

= , �

� x 100 % = 1,587 %

Gambar 5. Hasil Ektrak Etanol Temu Kunci

2. Data Hasil PSA dan Zeta Sizer

Berdasarkan prosedur yang sudah dilakukan, pembuatan koloid nanopartikel menghasilkan warna koloid nanopartikel coklat yang ditunjukkan pada Gambar


(33)

6. Adapun endapan hasil sentrifuge setelah kering berbentuk serbuk halus berwarna coklat muda yang ditunjukkan pada Gambar 7. Endapan yang terbentuk memiliki struktur yang halus dan ringan setiap butirannya.

Gambar 6. Koloid Nanopartikel Ekstrak Etanol Temu Kunci

Hasil penelitian menunjukan sampel dengan ukuran nanopartikel (< 1000 nm) yang paling besar adalah sampel 11 . Rasio asam alginat dan CaCl2 (2,5:1) dengan persen (%) alginat 0,1 dan persen (%) CaCl2 0,04. Ukuran persen (%) nanopartikel sebesar 95,2% adalah 339 – 877 nm dan ukuran mikropartikel sebesar 4,8% adalah 2269 – 3905 nm. Nilai zeta potensial rata-rata untuk sampel 11 adalah -72,1 mV.


(34)

Persentase nanopartikel yang paling kecil adalah sebesar 0%. Persentase tersebut terdapat pada sampel 1, 2, 3, 5, dan 6. Sebelas sampel yang diukur ukuran partikelnya dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6 sampai Lampiran 16, dan nilai zeta potensial secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17 sampai Lampiran 21. Secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel dan Nilai Zeta Potensial

Sam- pel Alginat (%) CaCl2 (%) % Nano Ukuran nano (nm) % Mikro Ukuran mikro (nm) Berat (gr) Rerata Zeta Potensial (mV) Warna

1 0,1 0,1 0 100

2269-3409

0,569 - Coklat

muda

2 0,3 0,1 0 100

1005-3409

0,576 - Coklat

muda

3 0,5 0,1 0 100

3905-5122

0,894 - Coklat

muda

4 0,1 0,2 16,5

510-669

83,5 6000 0,649 24,2 Coklat

muda

5 0,1 0,3 0 100

1151-1318

0,637 - Coklat

muda

6 0,1 0,4 0 100

1318-6000

0,597 - Coklat

muda

7 0,1 0,01 80,8

226-877

19,2

1005-1318

0,167 -89,5 Coklat muda

8 0,1 0,015 83,3

259-877

16,7

1005-1981

0,227 -84,7 Coklat muda

9 0,1 0,02 90.2

197-877

9,8

1005-1151

0,246 -82,1 Coklat muda

10 0,1 0,03 65,5

259-877

34,5

1005-1510

0,228 - Coklat

muda

11 0,1 0,04 95,2

339-877

4,8

2269-3905

0,182 -72,1 Coklat muda

3. Data Hasil SEM

Karakterisasi menggunakan SEM bertujuan untuk melihat morfologi permukaan partikel atau bentuk 3 dimensi partikel dan ukuran partikel tersebut.


(35)

sehingga dapat menghasilkan gambar permukaan secara mendetail. Analisis SEM yang telah dilakukan menghasilkan perbesaran dari 100x – 5000x. Sampel yang dianalisis menggunakan SEM adalah sampel 11 yang menunjukkan ukuran partikel terkecil. Gambar permukaan partikel atau electron micrograph perbesaran 5000x menunjukkan bahwa bentuk partikel yang lonjong seperti pada Gambar 8. Electron micrograph perbesaran 100x,500x, dan 1000x dapat dilihat pada Lampiran 22.

Gambar 8. Hasil SEM Sampel 11 dengan Perbesaran 5000x (a); dan (b)

4. Hasil KLT

Hasil identifikasi dengan KLT menggunakan plat silika gel ditunjukkan pada Gambar 9. Data hasil KLT diperoleh Rf A = 0,66; Rf B = 0,61; Rf C = 0,60; Rf D = 0,60; Rf E = 0,65; dan Rf F = 0,71. Eluen yang digunakan adalah kloroform.


(36)

A B C D E F

Gambar 9. Kromatogram hasil KLT

Keterangan : A = Sampel 7 B = Sampel 8 C = Sampel 9 D = Sampel 10 E = Sampel 11

F = Ekstrak etanol temu kunci

B.Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat nanopartikel dari ekstrak etanol rimpang temu kunci (Boesenbergia pandurata) pada berbagai variasi komposisi asam alginat dan CaCl2 dengan persen (%) nanopartikel paling besar. Identifikasi tumbuhan dengan surat keterangan yang terlampir pada Lampiran 5 dilakukan untuk menyakinkan bahwa rimpang temu kunci yang digunakan adalah benar yang dimaksud. Ukuran partikel dapat diketahui menggunakan alat


(37)

PSA (Particle size analyzer) HORIBA LB-550 (IK 03 TP 016). Sedangkan untuk mengetahui ukuran zeta potensial koloid nanopartikel tersebut menggunakan alat Zeta Sizer Nano Seris Malvem.

1. Ekstrasi dengan Maserasi Rimpang Temukunci (Boesenbergia

pandurata)

Rimpang temu kunci kotor seberat 10 kg dibersihkan, dipotong kecil-kecil, dan dijemur hingga kering. Rimpang kering kemudian digiling sampai berbentuk serbuk seberat 3 kg untuk proses maserasi. Rimpang temu kunci banyak mengandung senyawa polar, semipolar, dan non polar sehingga maserasi menggunakan pelarut etanol teknis. Etanol mampu melarutkan banyak senyawa metabolit sekunder. Titik didih etanol cukup rendah yaitu 78,37 °C sehingga mudah untuk diuapkan. Bubuk rimpang temu kunci seberat 3 kg direndam dengan etanol ± 4L selama 24 jam. Bubuk rimpang temu kunci yang sudah disaring kemudian direndam kembali dalam etanol sebanyak 3 kali pengulangan. Ekstrak etanol yang disaring dari hasil rendaman kemudian dievaporasi agar senyawa-senyawa metabolit sekunder yang larut dalam etanol tidak rusak oleh suhu yang tinggi. Ekstrak kental hasil evaporasi seberat 47,261 gram. Hasil evaporasi berupa ekstrak rimpang temu kunci yang kental berwarna coklat tua seperti ditunjukan Gambar 5.

2. Pembuatan Koloid Nanopartikel Ekstrak Herbal Temu Kunci

(Boesenbergia pandurata) dengan Karakterisasi menggunakan PSA dan


(38)

Preparasi koloid nanopartikel diawali dengan menimbang bahan-bahan yang diperlukan yaitu 1 gram ekstrak kental temu kunci, CaCl2, dan alginat. Jumlah CaCl2 dan alginat sesuai dengan komposisi (dalam persen) seperti pada Tabel 1, dan untuk jumlah asam alginat dan CaCl2 yang diperlukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Ekstrak kental yang sudah disiapkan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a sebanyak 35 ml dan ditambah 15 ml akuades hingga semua larut menggunakan magnetic stirer. Setelah semua ekstrak kental larut, 100 ml larutan alginat (sudah dilarutkan dalam NaOH 0,1 M) dan larutan CaCl2 sebanyak 350 ml ditambahkan. Sebanyak 500 ml campuran diaduk dengan kecepatan yang konstan menggunakan magnetic stirer selama ± 2 jam. Kecepatan pengadukan yang konstan berguna dalam pembentukan partikel berukuran nano. Penggunaan alginat pada penelitian ini dikarenakan alginat merupakan polimer biokompatibel, biodegradabel, dan tidak toksik terhadap tubuh. Kandungan temu kunci (Boesenbergia pandurata) yang terjerat dalam polimer ini akan dilepaskan secara bertahap di dalam tubuh apabila diaplikasikan sebagai obat herbal. Polimer ini juga akan mengalami swelling atau pembengkakan sebelum terdegradasi dan pecah. Penggunaan CaCl2 dengan konsentrasi yang rendah pada beberapa sampel bertujuan agar tidak terjadi ikatan yang terlalu banyak antara ion Ca2+ dengan gugus karboksilat dari alginat. Metode ini disebut metode gelasi ionik dengan menggunakan pasangan polimer asam alginat dan CaCl2. Pemilihan metode gelasi ionik untuk pembuatan nanopartikel dikarenakan metode ini adalah metode yang paling mudah dilakukan dibandingkan dengan metode-metode yang lainnya.


(39)

Koloid yang terbentuk disimpan dalam lemari es (± 3°C) untuk proses lebih lanjut. Larutan tersebut kemudian dikarakterisasi menggunakan PSA

(Particle size analyzer) untuk mengetahui ukuran partikel yang ada dalam

larutan. Hasil dari setiap komposisi ditunjukan pada Tabel 4. Partikel dengan ukuran nano paling banyak ada pada sampel 11 yaitu sebesar 95,2 % dengan ukuran 339 – 877 nm dapat dilihat pada Lampiran 16.

Sebanyak 95,2% partikel pada sampel 11 berukuran < 1000 nm sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan sampel 11 memiliki ukuran nanopartikel hampir 100%. Sebanyak 4,8% partikel pada sampel 11 berukuran mikro karena diameter ukuran partikelnya > 1000 nm. Jumlah partikel berkukuran nano > 90% dapat diukur zeta potensialnya menggunakan Zeta Sizer Nano Seris

Malvem. Nilai rerata zeta poensial sampel 11 adalah -72,1 mV ditunjukan pada

Lampiran 21. Nilai zeta potensial pada sampel 4 menunjukkan nilai 24,2 mV yang dinilai sangat kecil dibandingkan keempat sampel lainnya. Nilai zeta potensial partikel dengan ukuran mikro lainnya tidak diukur karena dapat dipastikan nilainya sangat kecil. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17 sampai Lampiran 21.

Sampel 11 merupakan sampel dengan komposisi yang optimal karena sampel 11 memenuhi empat standart yang menentukan keoptimalan komposisi. Pertama adalah persen jumlah nano yang ada dalam koloid nanopartikel menunjukkan angka yang paling besar, yaitu 95,2%. Kedua adalah ukuran nano menujukkan rentang 339 – 877 nm, rentang tersebut masih dalam kategori partikel berukuran nano (< 1000 nm). Persen nano yang terbanyak


(40)

kedua adalah sampel 9 dan terdapat partikel dengan ukuran 197 nm, namun tidak terlihat perbedaan yang signifikan dikarenakan jumlah partikel dengan ukuran 197 nm tersebut hanya sebanyak 0,3 % dari total partikel yang terbentuk. Untuk mengetahui data yang lebih lengkap mengenai jumlah persen nano disetiap ukuran partikel nano pada sampel 9 dan 11 dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 16. Ketiga, berat endapan yang terbentuk pada sampel 11 adalah 0,182 gram, berat tersebut menunjukkan berat yang lebih kecil dibandingkan sampel 9, meskipun ada berat endapan yang lebih kecil (sampel 7), sampel tersebut tidak menunjukkan jumlah nano yang lebih banyak dari sampel 11. Keempat, nilai rerata zeta potensial sampel 11 adalah -72,1 mV, yaitu nilai zeta potensial yang sudah dalam kategori baik (>30 mV, tanda +/- tidak berpengaruh pada nilai). Zeta potensial akan memberikan gambaran adanya gaya tolakan antar partikel dan menyebabkan sistem dispersi stabil. Dengan mempertimbangkan keempat standar komposisi yang optimal, sampel 11 merupakan sampel yang memiliki keempat standart tersebut.

3. Endapan dalam Larutan Nanopartikel dan karakterisasi menggunakan

SEM

Koloid nanopartikel ekstrak temu kunci yang sudah diukur diameter ukuran partikel dan nilai zeta potensial dipisahkan endapannya dengan

dipusingkan menggunakan centrifuge. Menurut Pupuh dan Sari (2014),

endapan terbentuk dari ikatan antara ion Ca2+ dengan gugus karboksilat dari alginat. Pada proses pelarutan alginat, terjadi dekompleksasi karena ion Na+ terlepas dan terbentuk struktur alginat ionik. Ketika larutan alginat dimasukan


(41)

dalam CaCl2, terjadi kompleksasi gugus karboksilat dalam alginat dengan ion divalen Ca2+ sehingga terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk dari proses sentrifugasi dicuci degan akuades untuk menghilangkan sisa C�−.

Endapan yang telah dicuci dengan akuades dimasukan dalam freezer (± -4°C) selama ± 2 hari dan setelah itu disimpan dalam lemari es (3°C) sampai terbentuk endapan kering. Endapan yang sudah kering berwarna coklat muda dengan struktur bubuk halus. Endapan tersebut dikarakterisasi menggunakan SEM untuk mengetahui bentuk 3 dimensinya atau morfologi permukaan partikel.

Penggunaan CaCl2dengan konsentrasi yang rendah dimaksudkan agar tidak terjadi ikatan yang telalu banyak antara ion Ca2+ dengan gugus karboksilat dari alginat. Ikatan-ikatan yang terbentuk tersebut menyebabkan terbentuknya endapan pada larutan nanopartikel ekstrak temu kunci

(Boesenbergia pandurata), endapan yang terbentuk berpengaruh pada hasil

pengukuran diameter partikel dengan PSA. Komposisi CaCl2 yang tinggi menyebabkan ukuran partikel pada larutan berukuran besar atau mikropartikel, sehingga persentase nano dalam partikel hanya mencapai 16,5 %, sedangkan komposisi dengan CaCl2 kosentrasi rendah persentase nanopartikel semakin besar dari 65,5% - 95,2 %. Koloid dengan persentase nanopartikel kecil menghasilkan endapan kering berbobot 0,569 gram – 0,894 gram. Berbeda dengan koloid berpersentase nanopartikel besar, endapan keringnya hanya berbobot 0,167 gram – 0,246 gram. Data lengkap mengenai berat endapan kering dapat dilihat pada Tabel 2.


(42)

Analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan pada sampel 11 yang menunjukkan ukuran % nano paling banyak yaitu 95,2 %. Perbesaran 100x hingga 5000x hasil SEM padatan atau endapan larutan nanopartikel tersebut dapat dilihat secara jelas bentuk morfologinya pada permukaan partikel dan dapat juga dilihat ukuran partikel pada partikel padat nanopartikel ekstrak etanol temu kunci. Kesepuluh perbedaan electron

micrograph terletak pada perbesarannya dapat dilihat pada Lampiran 22.

Perbesaran 5000x merupakan perbesaran yang paling jelas menunjukan bentuk partikel nanopartikel ekstrak etanol temu kunci yaitu berbentuk lonjong. Ukuran partikel padatan dari koloid nanopartikel ekstrak etanol temu kunci dengan alginat berkisar 0,752 – 1,764 µm.

4. Hasil KLT

Hasil pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci berupa serbuk berwarna coklat muda diidentifikasi menggunakan KLT .Analisis kromatografi lapis tipis ini bertujuan untuk identifikasi senyawa yang terdapat pada hasil pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci dan eksrak etanol temu kunci.

Analisis senyawa dengan kromatografi lapis tipis ini dimulai dengan melarutkan sampel ke dalam etanol p.a. Sampel yang diidentifikasi adalah sampel 7 sampai sampel 11 dan ekstrak etanol temu kunci untuk membandingkan hasil pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci dengan ekstrak etanol temu kunci. Sampel 7 sampai sampel 11 dianggap sebagai sampel yang berhasil menghasilkan nanopartikel ekstrak etanol temu


(43)

kunci. Etanol digunakan sebagai pelarut karena senyawa hasil nanopartikel ekstrak etanol temu kunci dan ekstrak etanol temu kunci bersifat polar. Kemudian sampel yang sudah dilarutkan dengan etanol p.a dan ditotolkan pada plat silika untuk masing-masing sampel dengan jarak antar sampel sebesar 1 cm. Pengaturan jarak ini dibuat sebesar 1 cm agar tidak terjadi percampuran noda pada tiap sampel selama proses elusidasi. Selanjutnya plat dimasukkan dalam chamber yang berisi eluen (fasa gerak).

Pemilihan eluen dalam kromatografi lapis tipis ini sebaiknya menggunakan pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin.Hal ini bertujuan untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut sehingga sampel lebih terikat pada fasa diam daripada fasa geraknya. Sehingga eluen yang digunakan adalah kloroform.

Proses elusidasi ini membawa totolan tiap sampel tampak sebagai bercak kuning kecoklatan. Dengan bantuan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm hasil KLT pemisahan yang cukup baik dengan standart Rf yang baik berkisar antara 0,2 – 0,8. Perhitungan Rf menunjukkan hasil Rf A = 0,66; Rf B = 0,61; Rf C = 0,60; Rf D = 0,60; Rf E = 0,65; dan Rf F = 0,71. Perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada Lampiran 2. Karena harga Rf yang hampir sama dapat disimpulkan bahwa keenam sampel tersebut menghasilkan senyawa yang sama. Dengan kata lain kandungan temu kunci yang ada pada ekstrak etanol temu kunci tetap ada dalam nanopartikel ekstrak temu kunci.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan asam alginat dan CaCl2 pada berbagai variasi komposisi berhasil dibuat

dengan 11 variasi komposisi, dan komposisi yang paling optimal adalah sampel 11 dengan rasio konsentrasi (2,5:1) dalam bentuk persen (%) asam alginat dalam NaOH 0,1 % dan persen (%) CaCl2 0,04 %.

2. Hasil karakterisasi komposisi yang optimal menggunakan PSA adalah menunjukkan ukuran nano 339 – 877 nm sebanyak 95,2 %. Karakterisasi menggunakan Zeta Sizer menghasilkan nilai rerata zeta potensial adalah -72,1 mV, sedangkan karakteriasi menggunakan SEM terlihat bentuk partikel yang lonjong dengan ukuran partikel 0,752 – 1,764 µm. Hasil KLT menunjukkan nilai keenam sampel baik yaitu dengan nilai Rf A = 0,66; Rf B = 0,61; Rf C = 0,60; Rf D = 0,60; Rf E = 0,65; dan Rf F = 0,71,dengan kata lain kandungan temu kunci masih tetap sama baik pada ekstrak etanol maupun nanopartikel ekstrak etanolnya.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut:


(45)

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengaplikasikan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci secara nyata dan aman.

3. Perlu dilihat bentuk partikel padatan setiap variasi komposisinya untuk membandingkan bentuk di setiap komposisi yang berbeda.

4. Perlu dilakukan pengembangan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui khasiat nyata nanopartikel ekstrak etanol temu kunci pada tubuh.

5. Perlu dilakukan penelitian dengan metode yang lain untuk melihat hasil ukuran nanopartikel berbeda atau tidak.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abednego Bangun. (2012) . Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Bandung: Indonesia Publishing House.

Agung Endro Nugroho . (2010) . Prinsip Aksi dan Nasib Obat dalam Tubuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anggadireja . (1992) . Rumput Laut (Algae Makro Laut) dalam Obat Tradisional Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi LIPI.

Anggadireja JT, Zatnika A, Purwoto H, dan Istini S. (2006). Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anonim. (2012) . Nanopartikel dan Aplikasinya dibidang medis. Diakses dari http://nano.or.id/article/nanopartikel-dan-aplikasinya-di-bidang-medis pada tanggal 13 Juni 2015.

A.Oktaviana. (2009). Teknologi Pengindraan Mikoskopi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Baitul Herbal, Indonesia. Baitul Herbal Photography: Rimpang Temu Kunci. Diakses dari

http://baitulherbal.com/tanaman-herbal/tanaman-herbal-indonesia-temu-kunci/ pada tanggal 17 Agustus 2015.

Chapman, V. J. & D. J Chapman . (1980) . Seaweed and Their Uses, 3�� ed.

New York: Chapman and Hall.

Eriawan, Susi Kusumaningrum, Olivia Bunga, Nizar, dan Marhamah . (2014). Pengujian Aktivitas Antiacne Nanopartikel Kitosan – Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana). Media Litbangkes. Vol. 24 No. 1, Mar 2014, 19 - 27.

Friedli, AC & Schlager IR. (2005) . Demonstrating encapsulation and release: a new take on alginate complexation and the nylon rope trick. Journal ChemistryEducation 82: 1017 - 1020.

Hardjono Sastrohamidjojo. (1995). Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hardjono Sastrohamidjojo. (2001). Kromatografi Edisi Kedua. Yogyakarta: Liberty

Haskel, D., J. De la Venta, V. Bouzas, A. Pucci, M.A. Laguna, Velthuis, A. Hoffmann, J. Lal, M. Bleuel, G. Ruggeri, C. De Julian Fernandez, & M.A. Gracia. (2009). X-ray Magnetic Circular Dichroism and Small Angle


(47)

Neutron Scattering Studies of Thiol Capped Gold Nanoparticles. Journal of Nanoscience and Nanotechnology,Vol 9 6434 - 6438.

Hieronymus Budi Santoso. (1998). Tanaman Obat Keluarga TOGA 1.

Yogyakarta: Kanisius.

Junghanns & Rainer, H. Muller . (2008). Nanocrystal Technology, Drug

Delivery and Clinical Applications. International Journal of

Nanomedicine, 3(3), 295 - 309.

Jurnal IPB, Indonesia. Jurnal IPB Image: Beberapa Struktur Senyawa Aktif pada

Rimpang Temu Kunci.

Kardono L, Artanti N, Dewiyanti I, dan Basuki T. (2003). Iselected Indonesian

Medicinal Plants: Monographs and Descriptions. Jakarta: Gramedia. Kirana, C., G.P Jones, I.R Record, and G.H McIntosh. (2006). Anticancer

Properties of Panduratin A Isolated from Boesenbergia Pandurata (Zingiberaceae). Journal of Natural Medicine. 61: 131 - 137.

K.S, Soppimath, Kulkarni AR, Aminabhavi TM. (2001). Chemically Modified Polyacrylamide-g-guargum-based Crosslinked Anionic Microgels as

pH-sensutive Drug Delivery Systems: Preparation and Characterization. J

Control (10;75(3)).

Lembi, C & Waaland. (1988). Algae and Human Affairs. New York: Chambridge Univ. Press.

Malvern. (2012). Zetasizer Range. Diakses dari http://www.malvern.com/labeng

/products/zetasiser/zetasizer.html pada 3 April 2016, jam 11.30 WIB.

Mansouri, P, SB Bahrami, SS Kordestani, & Hmirzadeh. (2011). Poly (vinyl alcohol)-chitosan Blends: Preparation, Mechanical and Physical Properties. Iranian Polymer Journal 12. Hlmn 139 - 146.

M.I Alif dan T.R Prastyo. (2011). Aplikasi Nanopartikel untuk biomedik. Semarang: Jurusan Fisika MIPA Universitas Negeri Semarang.

Nekkanti, Vijjaykumar., Marella S, R Rudhramaraju & R Pillai. (2010). Media Milling Process Optimization for Manufacture of Drug Nanoparticles

Using Design of Experiments(DOE). AAPS, USA, Nov-10.

Plantus. (2008). Fingerroot (Boesenbergia pandurata Roxb. Schult).Diakses dari


(48)

Pourlain, N & E. Nakache. (1998). Nanoparticles from Vesicles Polymerization.II. Evaluation of Their Encapsulation Capacity. Journal Polym.Sci . 36(17): 3035 - 3043.

Pupuh Findia U dan Sari Edi C. (2014). Enkapsulasi Pirazinamid Menggunakan Alginat dan Kitosan. Journal of Chemistry (Vol.3, Nomor 3).

Purwantiningsih Sugita, Napthaleni , Mersi Kurniati, dan Tuti Wukirsari. (2010). Enkaptulasi Ketoprofen dengan Kitosan-Alginat Berdasarkan Jenis dan Ragam Kosentrasi Tween80 dan Span 80. Makara Sains (Vol. 14, No.2). hlmn 107 - 112.

Raditya Iswanda, Effionora Anwar, dan Mahdi Jufri. (2013). Formulasi

Nanopartikel Veramil Hidroklorida dari Kitosan dan Natrium

Tripolofosfat dengan Metode Gelasi Ionik. Jurnal Farmasi Indonesia

(vol.6 No.4). hlmn 201 - 210.

Ronny Martien, Adhyatmika, Iramie D. K. Irianto, Verda Farida, dan Dian Purwita Sari. (2012). Perkembangan Teknologi Nanopartikel sebagai Sistem Penghantaran Obat. Majalah Farmaseutik (Vo;.8, No. 1). Hlmn 133 - 144.

Rusdi. (1990). Tumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian Andalas.

S.A. Achmad. (1986). Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta:

Karunika Jakarta Universitas Terbuka.

Scheuer, P.J. (1987). Bioorganic Marine Chemistry Vol.1. Berlin : Springer Verlag.

Sri Atun dan Retno Arianingrum. (2015). Synthesis Nanoparticles of Chloroform Fraction from Kaempferia rotunda Rhizome Loaded Chitosan and Biological Activity as an Antioxidant. International Journal of Drug Delivery Technology (5(4)). Hlmn. 138 - 142.

Sudjadi. (2008). Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.

WH, McNeely & Pettitt DJ. (1973). Algin. Di dalam Whistler RL, editor.

Industrial Gums: Polysaccharides and Their Derivatives. 2nd Ed. New

York:Academic Press.

Yun, J.M., M.H Kweon, H.J Kwon, J.K Hwang, & H Mukhtar. (2006). Induction of Apoptosis and Cell Cycle Arrest by a Chalcone Panduratin A Isolated from Kaempferia pandurata in Androgen-Independent Human Prostate Cancer Cells PC3 and DU145. Carcinogenesis Advance Access. 27(7): 1454 - 1464.


(49)

(50)

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Bahan yang Digunakan

Berdasarkan variasi komposisi Alginat pada tabel 1 dapat dihitung jumlah bahan yang diperlukan. Untuk alginat setiap persen yang tertera sama dengan gram per

100 ml NaOH 0,1 M dan untuk CaCl2 sama dengan gram per 100 ml akuades.

Setiap komposisi membutuhkan 100 ml alginat dan 350 ml CaC� .

a. Sampel 1

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,111 % = 0,111 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 1,332 gram

b. Sampel 2

Alginat 0,3 % = 0,3 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,9 gram CaCl2 0,111 % = 0,111 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 1,332 gram

c. Sampel 3

Alginat 0,5 % = 0,5 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 1,5 gram CaCl2 0,111 % = 0,111 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 1,332 gram

d. Sampel 4

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,222 % = 0,222 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 2,664 gram

e. Sampel 5


(51)

CaCl2 0,333 % = 0,333 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 3,996 gram

f. Sampel 6

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,444 % = 0,444 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 5,328 gram

g. Sampel 7

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,01 % = 0,01 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 0,12 gram

h. Sampel 8

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,015 % = 0,015 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 0,18 gram

i. Sampel 9

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,02 % = 0,02 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali

pengulangan) = 0,24 gram

j. Sampel 10

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,03 % = 0,03 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali


(52)

k. Sampel 11

Alginat 0,1 % = 0,1 gram x 3 (3 kali pengulangan) = 0,3 gram CaCl2 0,04 % = 0,04 gram x 4(dibutuhkan 350 ml) x 3(3 kali


(53)

Lampiran 2. Perhitungan Nilai Rf Kromatografi Lapis Tipis

Secara sistematis perhitungan Rf menggunakan rumus:

Rf =

Dengan l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan (cm), dan h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen (cm).

a. Rf A (sampel 7) = �

� = 0,66 b. Rf B (sampel 8) = , �

� = 0,61

c. Rf C (sampel 9) = , �

� = 0,60

d. Rf D (sampel 10) = , �

� = 0,60

e. Rf E (sampel 11) = ,9 �

� = 0,65

f. Rf F (Ekstrak Etanol Temu Kunci) = , �


(54)

Lampiran 3. Dokumentasi

Proses maserasi Hasil maserasi

Proses evaporasi Ekstrak kental temu kunci


(55)

Proses pembuatan koloid Nanopartikel Koloid Nanopartikel

Sentrifuge Endapan dicuci dengan akuades


(56)

Lampiran 4. Bagan Cara Kerja Larutan 3 350 ml CaC� Larutan 2 100 ml Alginat Larutan 1

1 gram Ekstrak temu kunci, 35 ml etanol, 15 ml akuades

Disimpan dalam lemari es Koloid Nanopartikel ekstrak herbal temu kunci Ditambahkan larutan 3 dan

diaduk dengan magnetic

stirer selama 2 jam Larutan 1 dan Larutan 2 diaduk homogen dalam gelas beker menggunakan

magnetic stirer

Karakterisasi dengan PSA dan zeta sizer

Hasil sentrifuge berupa endapan coklat diletakan di kertas saring untuk dicuci dengan akuades

Endapan yang sudah di cuci dengan akuades diletakan di

frezer (-4°C) selama 2 hari

Endapan kering berupa serbuk kering berwarna coklat muda

Larutan dan endapan

dipisahkan dengan sentrifuge

Endapan yang membeku disimpan dalam lemari es (3°C) hingga mengering

Karakterisasi dengan KLT pada ekstrak etanol dan endapan kering.


(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

Lampiran 22. Hasil SEM Sampel 11

a. Perbesaran 100 x

Perbesaran 100 x pada (i) dan (ii) tidak terdapat perbedaan yang signifikan hanya terlihat pada sisi yang berbeda.

b. Perbesaran 500x

(i)


(75)

c. Perbesaran 1000x

Perbesaran 100 x pada (i) dan (ii) tidak terdapat perbedaan yang signifikan hanya terlihat pada sisi yang berbeda.

d. Perbesaran 5000x

(i)

(ii)


(76)

(iv) (iii) (ii)


(77)

Perbersaran 5000x pada gambar (i), (ii), dan (iii) bentuk partikel tidak beraturan karena diambil dari sisi berbeda dengan gambar (iv) dan (v) yang berbentuk lonjong teratur, sehingga dapat diukur diameter partikelnya.


(1)

72 Lampiran 20. Hasil Zeta Sizer Sampel 9


(2)

73 Lampiran 21. Hasil Zeta Sizer Sampel 11


(3)

74 Lampiran 22. Hasil SEM Sampel 11

a. Perbesaran 100 x

Perbesaran 100 x pada (i) dan (ii) tidak terdapat perbedaan yang signifikan hanya terlihat pada sisi yang berbeda.

b. Perbesaran 500x

(i)


(4)

75 c. Perbesaran 1000x

Perbesaran 100 x pada (i) dan (ii) tidak terdapat perbedaan yang signifikan hanya terlihat pada sisi yang berbeda.

d. Perbesaran 5000x

(i)

(ii)


(5)

76

(iv) (iii) (ii)


(6)

77

Perbersaran 5000x pada gambar (i), (ii), dan (iii) bentuk partikel tidak beraturan karena diambil dari sisi berbeda dengan gambar (iv) dan (v) yang berbentuk lonjong teratur, sehingga dapat diukur diameter partikelnya.


Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK TEMU KUNCI ( BOESENBERGIA PANDURATA ROXB) TERHADAP AKTIVITAS FASCIOLA HEPATICA SECARA IN-VITRO

0 7 57

UJI AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DAN PENETAPAN KADAR FENOLIK TOTAL EKSTRAK ETANOL TIGA RIMPANG GENUS CURCUMA DAN RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata)

0 3 7

DAYA ANTIBAKTERI FRAKSI ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) TERHADAP Salmonella typhi DAN Streptococcus hemolytic α non pneumoniae

0 5 7

PENDAHULUAN UJI AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DAN PENETAPAN KADAR FENOLIK TOTAL EKSTRAK ETANOL TIGA RIMPANG GENUS CURCUMA DAN RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata).

0 1 14

AKTIVITAS KEMOPREVENSI EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) PADA KARSINOGENESIS KULIT MENCIT BALB/C TERINDUKSI RADIASI ULTRA VIOLET.

0 0 5

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA DALAM EKSTRAK ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) DENGAN METODE DPPH.

2 13 83

PEMBUATAN NANOPARTIKEL EKSTRAK KUNCI PEPET (Kaempferia rotunda) DENGAN ALGINAT PADA BERBAGAI VARIASI KONSENTRASI ION KALSIUM.

13 44 75

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) PADA BERBAGAI VARIASI KOMPOSISI KITOSAN.

22 56 95

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata Schlecht) terhadap Sel Kanker Serviks (Hela Cell Line) - Ubaya Repository

0 0 1

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Tanaman Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Skrining Kandungan Senyawa Kimianya - Ubaya Repository

0 1 1