Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia ROTUNDA (L.) Mansf.) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

(1)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN

MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG TEMU KUNCI

(Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS

SKRIPSI

OLEH:

KRISTIANTO S. SIMBOLON NIM 081501036

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN

MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG TEMU KUNCI

(Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

KRISTIANTO S. SIMBOLON NIM 081501036

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN

MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG TEMU KUNCI

(Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS

OLEH:

KRISTIANTO S. SIMBOLON NIM 081501036

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 20 Juli 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt.

NIP 194908111976031001 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt.

NIP 194908111976031001

Dra. Herawaty Ginting, M.Si, Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.

NIP 195112231980032002 NIP 195709091985112001

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002

Medan, Januari 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia Rotunda (L.) Mansf.) Segar dan Kering Secara GC-MS”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik selama perkuliahan serta Ibu kepala Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.


(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, O. Simbolon dan L. Hutapea, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada adik-adikku yang selalu setia memberi doa, dukungan dan motivasi selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, Juli 2013 Penulis

Kristianto S. Simbolon NIM 081501036


(6)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai tumbuhan penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia yang berbeda-beda. Temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) suku Zingiberaceae adalah tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu masakan. Penelitian yang dilakukan ini meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari rimpang temu kunci segar dan simplisia temu kunci.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia rimpang temu kunci diperoleh kadar air 6,65%; kadar sari yang larut dalam air 12,45%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,95%; kadar abu total 7,19%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,83%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu kunci segar sebesar 0,19% v/b, dan kadar minyak atsiri simplisia temu kunci sebesar 1,02% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu kunci segar diperoleh sebesar 1,488 dan indeks bias minyak atsiri simplisia temu kunci sebesar 1,482. Bobot jenis minyak atsiri rimpang temu kunci segar sebesar 0,9805 dan bobot jenis minyak atsiri simplisia temu kunci sebesar 0,8533.

Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu kunci segar menunjukkan 31 komponen dan terdapat 11 senyawa sebagai komponen utama yaitu: kamfor (21,20%); 1,8-sineol (14,83%); nerol (10,48%); metil sinamat (8,28%); trans-β-osimen (8,22%); kamfen (6,83%); sitral (5,12%); limonen (4,39%); kamfen hidrat (4,18%); linalool (3,91%); z-sitral (2,39%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia temu kunci menunjukkan 26 komponen dan terdapat 9 senyawa sebagai komponen utama yaitu: trans-β-osimen (25,30%); 1,8-sineol (17,50%); kamfor (16,24%); nerol (13,20%); kamfen (6,81%); 1-limonen (3,65%); metil sinamat (3,52%); linalool (2,48%) dan kamfen hidrat (2,29%). Ternyata terdapat perbedaan komposisi minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar dan simplisia.

Kata kunci: Minyak atsiri, temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.), GC-MS


(7)

ISOLATION AND CHEMICAL COMPOSITION OF VOLATILE OIL OF FRESH AND DRIED RHIZOME OF FINGER ROOT

(Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

ABSTRACT

Essential oils are volatile oils with different composition in accordance with the source and consist of a mixture of compounds of different physicochemical properties. Finger root (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.), of the family Zingiberaceae is one of the plants that contain essential oil which is used as a food flavoring. This research included the characterization of rhizome simplex, isolation of essential oil by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) of fresh rhizome and its simplex.

Results of simplex characterization gave water content 6.65%, water-soluble extractive 12.45%, ethanol-soluble extractive 7.95%, total ash value 7.19%, acid insoluble ash 2.83%, the volatile oil content of fresh finger root 0.19% v/w, and the volatile oil content of simplex finger root 1.02% v/w. The refractive index of volatile oil of fresh finger root was 1.488 and the refractive index of volatile oil of simplex finger root was 1.482. Specific gravity of fresh finger root was 0.9805 and specific gravity of simplex finger root was 0.8533.

The result of GC-MS analysis of volatile oil of fresh finger root gave 31 compounds, with 11 main components, i.e. camphor (21.20%), 1.8-cineol (14.83%), nerol (10.48%), methyl cinnamate (8.28%), trans-β-ocimene (8.22%), camphene (6.83%), citral (5.12%), 1-limonene (4.39%), camphene hydrate (4.18%), linalool (3.91%), z-citral (2.39%). Chemical composition of volatile oil from simplex of finger root consisted of 26 compounds, with 9 main components, i.e. trans-β-ocimene (25.30%), 1.8-cineol (17.50%), camphor (16.24%), nerol (13.20%), camphene (6.81%), 1-limonene (3.65%), methyl cinnamate (3.52%), linalool (2.48%), and camphene hydrate (2.29%). It turns out that there are differences of composition the volatile oil of fresh finger root and simplex.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Daerah Tumbuh ... 5

2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 5


(9)

2.1.4 Morfologi Tumbuhan ... 6

2.1.5 Kandungan Kimia ... 7

2.1.6 Penggunaan Tumbuhan ... 7

2.2 Minyak Atsiri ... 8

2.2.1 Lokalisasi minyak atsiri ... 8

2.2.2 Aktivitas biologi minyak atsiri dan penggunaan ... 8

2.2.3 Komposisi kimia minyak atsiri ... 9

2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 10

2.3.1 Metode penyulingan ... 10

2.3.2 Metode pengepresan ... 11

2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap ... 11

2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat ... 11

2.3.5 Metode ecuelle ... 12

2.4 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 12

2.4.1 Kromatografi gas ... 13

2.4.1.1 Gas pembawa ... 14

2.4.1.2 Sistem injeksi ... 15

2.4.1.3 Kolom ... 15

2.4.1.4 Fase diam ... 16

2.4.1.5 Suhu ... 16

2.4.1.5.1 Suhu injektor ... 16

2.4.1.5.2 Suhu kolom ... 16

2.4.1.5.3 Suhu detektor ... 17


(10)

2.4.2 Spektrometri massa ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat-alat ... 19

3.1.2 Bahan-bahan ... 19

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 20

3.2.1 Pengambilan bahan ... 20

3.2.2 Identifikasi tumbuhan ... 20

3.2.3 Pengolahan simplisia ... 20

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 21

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 21

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 21

3.3.3 Penetapan kadar air ... 21

3.3.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 22

3.3.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 22

3.3.6 Penetapan kadar abu total ... 23

3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 23

3.3.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 23

3.4 Isolasi Minyak Atsiri ... 24

3.5 Identifikasi Minyak Atsiri ... 24

3.5.1 Penetapan parameter fisika ... 24

3.5.1.1 Penentuan indeks bias ... 24

3.5.1.2 Penentuan bobot jenis ... 25


(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 27

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 27

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia ... 27

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia ... 27

4.2.3 Pemeriksaan karakteristik simplisia ... 27

4.3 Identifikasi Minyak Atsiri ... 30

4.4 Analisis dengan GC-MS ... 31

4.5 Analisis dan Fragmentasi Hasil Spektrometri Massa ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia temu kunci ... 28 4.2 Hasil penetapan kadar minyak atsiri ... 29 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri ... 30 4.4 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil analisis

GC-MS dari rimpang temu kunci segar ... 32 4.5 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil analisis


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Rumus bangun Kamfor ... 33

4.2 Rumus bangun 1,8-Sineol ... 34

4.3 Rumus bangun Nerol ... 35

4.4 Rumus bangun Metil Sinamat ... 35

4.5 Rumus bangun Trans-β-Osimen ... 36

4.6 Rumus bangun Kamfen ... 37

4.7 Rumus bangun Sitral ... 37

4.8 Rumus bangun 1-Limonen ... 38

4.9 Rumus bangun Kamfen Hidrat ... 39

4.10 Rumus bangun Linalool ... 39


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi sampel ... 51

2 Gambar morfologi tumbuhan temu kunci ... 52

3 Gambar simplisia temu kunci ... 53

4 Gambar minyak atsiri rimpang temu kunci ... 54

5 Gambar mikroskopik serbuk simplisia rimpang temu kunci medium kloralhidrat ... 55

6 Gambar mikroskopik serbuk simplisia rimpang temu kunci medium air ... 56

7 Bagan kerja penelitian ... 57

8 Perhitungan penetapan kadar air dari simplisia rimpang temu kunci ... 58

9 Perhitungan penetapan kadar sari larut air simplisia rimpang temu kunci ... 59

10 Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol simplisia rimpang temu kunci ... 60

11 Perhitungan penetapan kadar abu total simplisia rimpang temu kunci ... 61

12 Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia rimpang temu kunci ... 62

13 Perhitungan penetapan kadar minyak atsiri ... 63

14 Perhitungan penetapan indeks bias ... 64

15 Penentuan bobot jenis minyak atsiri ... 65

16 Gambar alat yang digunakan ... 66

17 Gambar kromatogram komponen minyak atsiri rimpang temu kunci segar ... 68


(15)

18 Gambar kromatogram komponen minyak atsiri simplisia rimpang temu kunci ... 70 19 Gambar spektrum massa komponen minyak atsiri rimpang temu

kunci segar ... 72 20 Gambar spektrum massa komponen minyak atsiri simplisia

rimpang temu kunci ... 78 21 Gambar pola fragmentasi komponen minyak atsiri rimpang temu

kunci segar ... 83 22 Gambar pola fragmentasi komponen minyak atsiri simplisia


(16)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

SEGAR DAN KERING SECARA GC-MS

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai tumbuhan penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia yang berbeda-beda. Temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) suku Zingiberaceae adalah tanaman yang mengandung minyak atsiri dan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu masakan. Penelitian yang dilakukan ini meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari rimpang temu kunci segar dan simplisia temu kunci.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia rimpang temu kunci diperoleh kadar air 6,65%; kadar sari yang larut dalam air 12,45%; kadar sari yang larut dalam etanol 7,95%; kadar abu total 7,19%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,83%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu kunci segar sebesar 0,19% v/b, dan kadar minyak atsiri simplisia temu kunci sebesar 1,02% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu kunci segar diperoleh sebesar 1,488 dan indeks bias minyak atsiri simplisia temu kunci sebesar 1,482. Bobot jenis minyak atsiri rimpang temu kunci segar sebesar 0,9805 dan bobot jenis minyak atsiri simplisia temu kunci sebesar 0,8533.

Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu kunci segar menunjukkan 31 komponen dan terdapat 11 senyawa sebagai komponen utama yaitu: kamfor (21,20%); 1,8-sineol (14,83%); nerol (10,48%); metil sinamat (8,28%); trans-β-osimen (8,22%); kamfen (6,83%); sitral (5,12%); limonen (4,39%); kamfen hidrat (4,18%); linalool (3,91%); z-sitral (2,39%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia temu kunci menunjukkan 26 komponen dan terdapat 9 senyawa sebagai komponen utama yaitu: trans-β-osimen (25,30%); 1,8-sineol (17,50%); kamfor (16,24%); nerol (13,20%); kamfen (6,81%); 1-limonen (3,65%); metil sinamat (3,52%); linalool (2,48%) dan kamfen hidrat (2,29%). Ternyata terdapat perbedaan komposisi minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar dan simplisia.

Kata kunci: Minyak atsiri, temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.), GC-MS


(17)

ISOLATION AND CHEMICAL COMPOSITION OF VOLATILE OIL OF FRESH AND DRIED RHIZOME OF FINGER ROOT

(Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

ABSTRACT

Essential oils are volatile oils with different composition in accordance with the source and consist of a mixture of compounds of different physicochemical properties. Finger root (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.), of the family Zingiberaceae is one of the plants that contain essential oil which is used as a food flavoring. This research included the characterization of rhizome simplex, isolation of essential oil by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) of fresh rhizome and its simplex.

Results of simplex characterization gave water content 6.65%, water-soluble extractive 12.45%, ethanol-soluble extractive 7.95%, total ash value 7.19%, acid insoluble ash 2.83%, the volatile oil content of fresh finger root 0.19% v/w, and the volatile oil content of simplex finger root 1.02% v/w. The refractive index of volatile oil of fresh finger root was 1.488 and the refractive index of volatile oil of simplex finger root was 1.482. Specific gravity of fresh finger root was 0.9805 and specific gravity of simplex finger root was 0.8533.

The result of GC-MS analysis of volatile oil of fresh finger root gave 31 compounds, with 11 main components, i.e. camphor (21.20%), 1.8-cineol (14.83%), nerol (10.48%), methyl cinnamate (8.28%), trans-β-ocimene (8.22%), camphene (6.83%), citral (5.12%), 1-limonene (4.39%), camphene hydrate (4.18%), linalool (3.91%), z-citral (2.39%). Chemical composition of volatile oil from simplex of finger root consisted of 26 compounds, with 9 main components, i.e. trans-β-ocimene (25.30%), 1.8-cineol (17.50%), camphor (16.24%), nerol (13.20%), camphene (6.81%), 1-limonene (3.65%), methyl cinnamate (3.52%), linalool (2.48%), and camphene hydrate (2.29%). It turns out that there are differences of composition the volatile oil of fresh finger root and simplex.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak tumbuhan penghasil minyak atsiri yang tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal masyarakat. Beberapa diantara jenis-jenis minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri terdapat pada berbagai bagian tumbuhan antara lain akar, biji, bunga, buah, daun, kulit kayu, ranting, dan rimpang (Lutony dan Rahmayati, 2000).

Minyak atsiri merupakan zat beraroma yang khas yang terkandung dalam tumbuhan, disebut juga minyak menguap, minyak eteris atau minyak esensial karena mudah menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri memiliki komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya sehingga mewakili aroma tumbuhan asalnya (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Penggunaan minyak atsiri sangat luas dan beragam, meliputi berbagai bidang industri, antara lain dalam industri kosmetik seperti: sabun, pasta gigi, sampo, losion; dalam industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa; dalam industri parfum sebagai pewangi; dalam berbagai produk minyak wangi; dalam industri farmasi atau obat-obatan sebagai anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri; dalam industri bahan pengawet, bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Penjajahan negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, oleh negara-negara Barat pada hakekatnya adalah karena rempah-rempah yang mengandung minyak atsiri, oleh karena itu tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara (Lutony dan Rahmayati, 2000).


(19)

Boesenbergia rotunda (L.) Mansf. yang dikenal sebagai temu kunci di Indonesia banyak digunakan sebagai bumbu penyedap masakan dan merupakan obat tradisional yang mengandung minyak atsiri yang terdiri dari boesenbergin, cardamonin, pinostrobin, 5,7-dimetoksiflavon, 1,8-sineol, dan panduratin. Diketahui bahwa minyak atsiri dari rimpang temu kunci efektif sebagai antimikroba (Taweechaisupapong, et al., 2010). Selain itu temu kunci memiliki efek sebagai antioksidan dan antikanker (Jing, et al., 2010).

Hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap tumbuhan temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) seperti manfaatnya sebagai peluruh dahak atau menanggulangi batuk, penambah nafsu makan, menyembuhkan sariawan dan sebagai pemacu keluarnya ASI(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) juga digunakan sebagai afrodisiak dan untuk pengobatan sakit perut (Kamkaen, et al., 2006). Menurut Miksusanti, dkk. (2008), minyak atsiri temu kunci terdiri dari

± 50% monoterpen teroksidasi dan ± 50% hidrokarbon. Komponen utama minyak atsiri rimpang temu kunci dari hasil isolasi minyak atsiri terhadap rimpang temu kunci secara hidrodestilasi yang dilakukan adalah metil sinamat, kamper, sineol, dan terpena (Hayani, 2007).

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk memanfaatkan rimpang temu kunci sebagai bahan penelitian. Bagian yang akan digunakan adalah rimpang temu kunci segar dan kering. Proses isolasi minyak atsiri dilakukan dengan penyulingan air (hidrodestilasi). Tahapan penelitian meliputi pemeriksaan karakteristik simplisia, penetapan kadar, isolasi, identifikasi dan analisis komponen minyak atsiri dengan menggunakan seperangkat alat Gas


(20)

Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) terhadap rimpang temu kunci segar dan kering.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang banyak terdapat di Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar dan kering.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah karakteristik simplisia rimpang temu kunci dapat ditentukan sesuai dengan metode yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI)?

2. Apakah komponen minyak atsiri rimpang temu kunci segar dan kering dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:

1. Karakteristik simplisia rimpang temu kunci dapat ditentukan sesuai dengan metode yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI).

2. Komponen minyak atsiri rimpang temu kunci segar dan kering dapat dipisahkan dan dianalisis secara GC-MS.


(21)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkarakterisasi simplisia rimpang temu kunci sesuai dengan metode yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI).

2. Untuk memisahkan dan menganalisis komponen minyak atsiri rimpang temu kunci segar dan kering secara GC-MS.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang karakterisasi, isolasi dan analisis komponen minyak atsiri secara GC-MS dari rimpang temu kunci segar dan kering serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang bahan alam penghasil minyak atsiri yang terdapat di Indonesia.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta penggunaan tumbuhan.

2.1.1 Daerah Tumbuh

Temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) ditemukan tumbuh liar di Jawa terutama di hutan jati di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Depkes RI, 1977). Tumbuh baik pada iklim panas dan lembab pada tanah yang relatif subur dengan pertukaran udara dan tata air yang baik. Pada tanah yang kurang baik tata airnya (sering tergenang air atau becek) pertumbuhan akan terganggu dan rimpang akan cepat busuk (Anonim, 2005).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan temu kunci menurut LIPI (2012) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Boesenbergia


(23)

2.1.3. Nama Daerah

Nama daerah dari temu kunci adalah tamu kunci (Minangkabau), temu kunci (Sunda), kunci (Jawa), temmo konce (Madura), koncih (Kangean), temu konci (Bali), dumu kunci (Bima), tumu konci, tombu konci (Ambon), anipa waking, uni nowo, uni rawu (Hila-alfuru), aruhu konci (Haruku), rutu kakusi, ene sitale (Seram), tamputi (Ternate), tamukoaci (Makasar), temu konci (Bugis) (Depkes RI, 1977).

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Temu kunci merupakan tumbuhan herba rendah, rimpangnya merayap di dalam tanah. Umumnya batang di atas tanah berupa batang semu (pelepah daun) dengan rimpang di dalam tanah, berwarna kuning coklat, berbau aromatik, panjang rimpang 5-30 cm dan garis tengah 0,5-2 cm. Daun umumnya berjumlah 2-7 helai, daun berupa pelepah daun berwarna merah, tangkai daun beralur, tidak berambut dengan panjang 7-16 cm, pelepah daun sering sama panjang dengan tangkai daun, helai daun tegak, bentuk lanset lebar atau agak jorong, ujung daun runcing, permukaan halus tetapi bagian bawah agak berambut terutama sepanjang pertulangan, warna helai daun hijau muda dengan lebar 5-11 cm. Bunga dengan susunan bulir tidak berbatas, di ketiak daun, panjang tangkai 4-11 cm, umumnya tangkai tersembunyi dalam 2 helai daun terujung. Bunga melekat pada bagian tandan yang pipih sempit. Kelopak berbentuk tabung, bergerigi 1-3 buah, panjang 3-18 mm (Depkes RI, 1977).


(24)

2.1.5 Kandungan Kimia

Rimpang temu kunci mengandung komponen utama minyak atsiri terdiri dari monoterpen, seskiterpen, turunan fenilpropan antara lain: geranial, neral, kamfor, zingiberen, d-pinen, kamfen, 1,8-sineol, d-borneol, geraniol, osimen, dimetoksi-4(2-propenil), miristin, linalil propanoat, asam sinamat, kamfen hidrat, propenil guaikol, dihidrokarveol, linalool, etil-sinamat, etil p-metoksi sinamat, panduratin A, asam kavisinat, pinosembrin (2,3-dihidrokrisin), 2',6'dihidroksi-4'-metoksi kalkon, pinostrobin (5-hidroksi-7-2',6'dihidroksi-4'-metoksi flavanon), alpinetin, kardamomin, 2',4'-dihidroksi-6'-metoksi kalkon, boesenbergin A, 5,7-dimetoksiflavon (Anonim, 2005). Temu kunci juga mengandung saponin dan flavonoid di samping minyak atsiri (Hayani, 2007).

2.1.6 Penggunaan Tumbuhan

Rimpang temu kunci yang segar banyak dimanfaatkan sebagai salah satu bumbu penyedap masakan dan banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat sebagai peluruh dahak atau untuk menanggulangi batuk, penambah nafsu makan, menyembuhkan sariawan dan sebagai pemacu keluarnya ASI (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Rimpang temu kunci juga memiliki khasiat memperkuat lambung. Apabila dikunyah dengan pinang dapat digunakan sebagai obat batuk kering dan pharyngitis, obat sakit perut serta obat suka kencing pada anak-anak. Pada wanita, rimpang temu kunci dapat digunakan sebagai obat pembengkakan kandungan serta obat infeksi alat reproduksi (Heyne, 1987).


(25)

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).

2.2.1 Lokalisasi minyak atsiri

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (suku Umbellliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku Myrtaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada suku Coniferae), pada kayu manis (Lauraceae) banyak ditemui di kulit batang (korteks) (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.2 Aktivitas biologi minyak atsiri dan penggunaan

Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).


(26)

2.2.3 Komposisi kimia minyak atsiri

Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis tanaman penghasil.

Berdasarkan biosintesis, maka minyak atsiri dibagi atas dua golongan yaitu terpen dan fenilpropan. Golongan terpen terbagi atas dua lagi yaitu monoterpen dan seskiterpen. Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.

a. Golongan hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan seskiterpen (3 unit isopren).

b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi jika dibandingkan dengan


(27)

senyawa hidrokarbon teroksigenasi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak, 5) metode ecuelle.

2.3.1 Metode penyulingan

a. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.

b. Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap yang digunakan berupa uap jenuh.


(28)

c. Penyulingan dengan air dan uap

Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony dan Rahmayati, 2000).

2.3.2 Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan, misalnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).

2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985).

2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:


(29)

a. Ekstraksi dengan lemak tanpa pemanasan (Enfleurage)

Cara ini menggunakan media lemak padat. Metode ini digunakan karena diketahui beberapa jenis bunga yang telah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, seperti bunga melati, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak enzim tersebut secara langsung. Caranya dengan menaburkan bunga diatas media lilin dan dieramkan sampai beberapa hari/minggu, selanjutnya lemak padat dikerok (dikenal dengan pomade) dan diekstraksi menggunakan etanol (Gunawan dan Mulyani, 2004). b. Ekstraksi dengan lemak panas

Absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada suhu 80o

2.3.5 Metode ecuelle

C selama 1,5 jam. Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman yang rendah. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas, kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Ketaren, 1985).

Metode mengeluarkan minyak dengan menusuk kelenjar minyak dan menggelindingkan buah pada wadah yang memiliki tonjolan tajam yang berjejer. Tonjolan tersebut cukup panjang untuk menembus epidermis. Tetes minyak yang jatuh pada wadah kemudian dikumpulkan (Tyler, et al., 1976).

2.4 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS

Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu


(30)

kamar sehingga perlu diseleksi metode yang akan diterapkan untuk menganalisis minyak atsiri. Sejak ditemukannya kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi walaupun terbatas hanya pada analisis kualitatif dan penentuan kuantitatif komponen penyusun minyak atsiri saja. Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya dapat melahirkan suatu alat yag merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling menguntungkan dan saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-MS). Pada alat GC-MS, kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase. Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.4.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1989).


(31)

Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai saat elusi terjadi (Gritter, et al., 1985).

Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu:

1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom (fasa diam) dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya.

2. Sifat adsorben (fase diam), semakin sama kepolaran dengan senyawa maka senyawa akan semakin lama tertahan dan sebaliknya.

3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka semakin besar kemampuan adsorben (fase diam) mengikat sampel maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur kolom maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas pembawa maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya.

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.4.1.1 Gas pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai, semua gas yang dipakai ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam


(32)

keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2),

hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2 2.4.1.2 Sistem injeksi

) (Gritter, et al., 1985).

Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya 10-15o

2.4.1.3 Kolom

C lebih tinggi dari suhu kolom. Seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, et al., 1985).

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan hal sentral dalam kromatografi gas. Ada dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column).

Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02 – 0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi yang kecil atau untuk memisahkan komponen yang sangat kompleks (Gandjar dan Rohman, 2007).


(33)

2.4.1.4 Fase diam

Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain: squalen, dietilglikol suksinat. Fase diam yang dipakai dalam kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam campuran (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.1.5 Suhu

Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom dan suhu detektor.

2.4.1.5.1 Suhu injektor

Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (McNair dan Bonelli, 1968).

2.4.1.5.2 Suhu kolom

Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan. Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa dengan rentangan titik didih yang lebar, untuk itu suhu perlu deprogram (McNair dan Bonelli, 1968).


(34)

2.4.1.5.3 Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair dan Bonelli, 1968).

2.4.1.6 Detektor

Menurut McNair dan Bonelli (1968), ada dua detektor yang popular yaitu detektor hantar-thermal (thermal conductivity detector) dan detektor pengion nyala (flame ionization detector).

2.4.2 Spektrometri massa

Suatu spektrometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul- molekul bermuatan atau fragmen-fragmen molekul baik dalam keadaan sangat hampa atau segera sebelum sampel memasuki ruang sangat hampa (Watson, 2010). Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

Menurut Dachriyanus (2004), spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk:

1. Menentukan massa molekul (berat molekul)

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu


(35)

komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e, massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut dengan spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya, spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu bank data (Agusta, 2000).

Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat dan pencatat. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas untuk setiap senyawa sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, et al., 1986).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi dan analisis komponen-komponen minyak atsiri secara GC-MS dari rimpang temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) segar dan kering.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah alat-alat gelas laboratorium, cawan porselin berdasar rata, krus porselin bertutup, blender (National), kaca objek dan kaca penutup, mikroskop, lemari pengering, refraktometer abbe, piknometer, oven, neraca listrik (Mettler Toledo), neraca kasar (Ohaus), seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi air (Water Distillation), Gas Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu

QP 2010 Plus.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tumbuhan dan bahan kimia. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rimpang temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) segar. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, etanol 96%. Bahan-bahan kimia yang


(37)

lainnya adalah produksi E-Merck: toluen, kloralhidrat, kloroform, HCl dan natrium sulfat anhidrat.

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.2.1 Pengambilan bahan

Metode pengambilan bahan dilakukan dengan cara purposif yaitu diambil dari satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain. Bahan diperoleh dari Pasar Pancur Batu, Kecamatan Pancur Batu, Provinsi Sumatera Utara. Bahan yang digunakan adalah rimpang temu kunci segar dan kering.

3.2.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 50.

3.2.3 Pengolahan simplisia

Pengolahan simplisia dilakukan terhadap rimpang temu kunci. Rimpang segar dibersihkan dari kotoran yang melekat, disortasi lalu dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan dan dirajang lalu ditimbang, selanjutnya dilakukan isolasi minyak atsiri sampel segar.

Sebagian rimpang temu kunci segar dikeringkan dilemari pengering pada suhu 50oC untuk isolasi minyak atsiri sebagai sampel kering, selanjutnya sebagian dihaluskan, dilakukan karakterisasi simplisia.


(38)

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, dan penetapan kadar minyak atsiri. (Depkes RI, 1995; WHO, 1992).

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia rimpang temu kunci, meliputi: bentuk, rupa, warna, bau, ukuran, dan rasa.

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia. Serbuk simplisia diletakkan sedemikian rupa di atas kaca objek yang telah ditetesi kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Untuk melihat pati serbuk simpisia diletakkan diatas kaca objek yang telah ditetesi akuades.

3.3.3 Penetapan kadar air

a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml akuades, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.


(39)

b. Penetapan kadar air simplisia

Dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama ke dalam labu tersebut, dipanaskan secara hati-hati selama 15 menit. Kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik setelah toluen mendidih sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluene setelah semua air terdestilasi. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Volume air dibaca setelah air dan toluene memisah sempurna dengan ketelitian 0,5 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.3.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, direndam selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling hingga 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.3.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, direndam selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil sekali-sekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap rata yang telah dipanaskan


(40)

dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.3.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia ditimbang seksama dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-600ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992).

3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.3.8 Penetapan kadar minyak atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl. Cara: Sebanyak 10 g rimpang temu kunci yang sudah kering dan sudah dihaluskan dimasukkan dalam labu alas bulat berleher pendek, ditambahkan air suling sebanyak 300 ml, labu diletakkan diatas pemanas listrik. Hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampung berskala, buret diisi air sampai penuh. Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untuk menjaga pendidihan berlangsung lambat tetapi teratur sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah lagi dalam alat berskala (6 jam). Dibiarkan tidak kurang dari 15 menit


(41)

setelah penyulingan selesai, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Depkes RI, 1995).

3.4 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri rimpang temu kunci segar dan kering dilakukan dengan metode penyulingan air (water distillation).

Caranya: 100 g sampel yang telah dirajang dimasukkan dalam labu alas datar berleher panjang 2 liter ditambahkan akuades sampai sampel terendam. Kemudian dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah setelah itu dipisahkan antara minyak dan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Ketaren, 1985).

3.5 Identifikasi Minyak Atsiri 3.5.1 Penetapan paramater fisika 3.5.1.1 Penentuan indeks bias

Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat Refraktometer Abbe. Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah kemudian ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan gelap lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan


(42)

gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Indeks biasnya dapat dibaca dengan melihat skala.

3.5.1.2 Penentuan bobot jenis

Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer.

Caranya: Piknometer dibersihkan dan dikeringkan, diisi dengan air suling lalu ditimbang dengan seksama. Kemudian piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan bantuan hairdryer

dan ditimbang seksama. Piknometer diisi dengan minyak selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monograf keduanya ditetapkan pada suhu kamar (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Analisis komponen minyak atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu kunci segar dan kering dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat GC-MS model Shimadzu QP-2010

Plus dan Auto Injecto AOC-20i.

Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx - 5MS, panjang kolom 30 m, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 250oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programming) dengan suhu awal 70oC selama 5 menit, lalu dinaikkan perlahan-lahan dengan laju


(43)

kenaikan 5,0oC/menit sampai suhu akhir 280o

Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library yang memiliki tingkat kemiripan (similary index) tertinggi.

C yang dipertahankan (Zaeoung, et al., 2005).


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor menunjukkan bahwa sampel adalah benar temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) dari suku Zingiberaceae. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 51.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia

Pemeriksaan makroskopik simplisia rimpang temu kunci dicirikan bentuk hampir bulat, berkerut, irisan rimpang berwarna coklat muda kekuningan, berbau khas aromatik, rasa agak pahit. Gambar hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 53.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rimpang temu kunci berwarna coklat muda kekuningan. Terdapat adanya pembuluh kayu dengan penebalan jala dan spiral, periderm, parenkim dengan sel sekresi, dan butir pati. Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 5-6, halaman 55-56.

4.2.3 Pemeriksaan karakteristik simplisia

Karakteristik simplisia dari rimpang temu kunci dapat dilihat pada Tabel 4.1 (data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8-12, halaman 58-62).


(45)

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia rimpang temu kunci

No Karakteristik Hasil pemeriksaan (%)

1. 2. 3. 4. 5. Kadar air

Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar abu total

Kadar abu tidak larut asam

6,65 12,45

7,95 7,19 2,83

Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan simplisia. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang didinginkan. Kadar air yang cukup aman, maka simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka kemungkinan akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Hasil dari penelitian diperoleh kadar air simplisia temu kunci adalah 6,65% dan memenuhi peryaratan literatur untuk kadar air simplisia yaitu kurang dari 10% (Depkes RI, 1986).

Penetapan kadar sari dilakukan terhadap 2 pengujian yaitu kadar sari larut dalam etanol dan air. Penetapan kadar sari simplisia menyatakan jumlah zat yang tersari dalam air dan dalam etanol. Dalam hal ini simplisia rimpang temu kunci kadar sari yang larut dalam air diperoleh lebih besar dari kadar sari yang larut dalam etanol. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.


(46)

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal yang terdapat didalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua, yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1992).

Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui bahwa minyak atsiri rimpang temu kunci segar adalah 0,19% v/b, sementara pada simplisia temu kunci 1,02% v/b, dari hasil ini diketahui bahwa minyak atsiri lebih banyak terdapat pada simplisia temu kunci. Hal ini disebabkan oleh kadar air pada simplisia temu kunci lebih sedikit dibandingkan kadar air pada rimpang temu kunci segar sehingga berpengaruh pada bobot sampel. Hasil penetapan kadar minyak atsiri dari rimpang temu kunci dapat dilihat pada Tabel 4.2 (data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 63).

Tabel 4.2 Hasil penetapan kadar minyak atsiri

No Sampel

Kadar minyak atsiri (% v/b)

Hasil praktek Hasil berdasarkan

literatur 1.

2.

Rimpang segar Rimpang kering

0,19 1,02

0,06-0,32 0,06-0,32

Minyak atsiri yang terdapat pada rimpang temu kunci yaitu berada di dalam sel-sel parenkim. Kadar minyak atsiri rimpang temu kunci yang diperoleh dari hasil penelitian berbeda, hal ini dipengaruhi oleh perbedaan tempat pengambilan


(47)

sampel (sumber sampel), umur panen, lingkungan, dan faktor genetik (Ditjen POM, 2000).

4.3 Identifikasi Minyak Atsiri

Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri hasil isolasi dari rimpang temu kunci dapat dilihat pada Tabel 4.3 (data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14-15, halaman 64-65).

Tabel 4.3 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri

No Sampel Indeks bias Bobot jenis

1. 2.

Rimpang segar Rimpang kering

1,488 1,482

0,9805 0,8533

Dapat dilihat bahwa indeks bias minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar sebesar 1,488 dan simplisia temu kunci sebesar 1,482. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kecil pada komposisi komponen minyak atsiri tidak terlalu mempengaruhi harga indeks bias.

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias berguna untuk identifikasi kemurnian dan berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya (Armando, 2009).

Hasil dari penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan nilai bobot jenis dari minyak atsiri yang berasal dari rimpang temu kunci segar dan yang kering. Bobot jenis minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar sebesar 0,9805 dan minyak


(48)

atsiri dari simplisia temu kunci adalah sebesar 0,8533. Hal ini disebabkan pada identifikasi minyak atsiri dengan GC-MS diperoleh komponen senyawa kimia dari minyak atsiri rimpang temu kunci segar lebih banyak dibandingkan dengan minyak atsiri simplisia temu kunci. Menurut Armando, bobot jenis merupakan salah satu kriteria paling penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Bobot jenis sering dihubungkan dengan berat komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, semakin besar pula nilai bobot jenisnya.

4.4 Analisis dengan GC-MS

Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar diperoleh 11 puncak utama dari 31 puncak pada kromatogram GC yaitu kamfor, 1,8-sineol, nerol, metil sinamat, trans-β-osimen, kamfen, sitral, 1-limonen, kamfen hidrat, linalool, z-sitral.

Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari simplisia temu kunci diperoleh 9

puncak utama dari 26 puncak pada kromatogram GC yaitu β-osimen, 1,8-sineol, kamfor, nerol, kamfen, 1-limonen, metil sinamat, linalool, dan kamfen hidrat. Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar dan kering dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 (data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19-20, halaman 72-82).

Tabel 4.4 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil analisis GC-MS dari rimpang temu kunci segar


(49)

No Nama Komponen Waktu tambat (menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kamfen 1-Limonen 1,8-Sineol Trans-β-Osimen Linalool Kamfor Kamfen Hidrat Z-Sitral Nerol Sitral Metil Sinamat 3,666 4,968 5,045 5,288 6,372 7,590 7,650 9,847 10,186 10,607 13,581

C10H

C

16 10H

C

16 10H18

C

O

10H

C

16 10H18

C

O

10H16

C

O

10H18

C

O

10H16

C

O

10H18

C

O

10H16

C

O

10H10O

136 2 136 154 136 154 152 154 152 154 152 162 6,83 4,39 14,83 8,22 3,91 21,20 4,18 2,39 10,48 5,12 8,28

Tabel 4.5 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil analisis GC-MS dari simplisia temu kunci

No Nama Komponen

Waktu tambat (menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kamfen 1-Limonen 1,8-Sineol Trans-β-Osimen Linalool Kamfor Kamfen Hidrat Nerol Metil Sinamat 3,656 4,955 5,029 5,307 6,357 7.552 7,624 10,180 13,558

C10H

C

16 10H

C

16 10H18

C

O

10H

C

16 10H18

C

O

10H

C

16 10H18

C

O

10H18

C

O

10H10

136 O 136 154 136 154 136 154 154 162 6,81 3,65 17,50 25,30 2,48 16,24 2,29 13,20 3,52

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 di atas dapat disimpulkan bahwa komponen minyak atsiri dari simplisia temu kunci kehilangan komponen z-sitral dan sitral dari rimpang temu kunci segar. Dapat dilihat pula adanya perbedaan kadar antara komponen yang satu dengan yang lain. Salah satu contohnya adalah kamfor pada minyak atsiri rimpang temu kunci segar memiliki kadar 21,20% sementara pada minyak atsiri simplisia temu kunci mengalami penurunan kadar menjadi 16,24%. Demikian pula dengan komponen lain yang sama namun


(50)

memiliki kadar yang berbeda. Hal ini dapat di sebabkan oleh lamanya sampel terpapar dengan udara yang dapat menyebabkan sampel mengalami penguapan sehingga terjadi penguapan pada komponen minyak atsiri yang lebih mudah menguap. Perubahan minyak atsiri juga dapat terjadi karena adanya proses reaksi konjugasi, hidrolisis, reduksi dan juga oksidasi. Tempat penyimpanan sampel dapat mempengaruhi penyusutan dan komponen dari minyak atsiri (Guenther, 1987).

4.5 Analisis dan Fragmentasi Hasil Spektrometri Massa

Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa komponen utama minyak atsiri dari rimpang temu kunci segar adalah sebagai berikut:

Pola fragmentasi dari masing-masing senyawa, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21 halaman 83-86.

1. Puncak dengan waktu tambat 7,592 menit

Mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 152, 137, 123, 95, 81, 55, 41]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Kamfor dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 98% dan rumus molekulnya C10H16O dengan rumus bangun

seperti pada Gambar 4.1.


(51)

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 152 yang merupakan berat molekul dari C10H16O. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13O]+ dengan m/z 137. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11O]+

dengan m/z 123. Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C7H11]+ dengan m/z 95.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C4H7]+ dengan m/z 55. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C3H5]+

2. Puncak dengan waktu tambat 5,042 menit dengan m/z 41.

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 139, 125, 84, 69, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai 1,8-Sineol dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H18O dengan rumus bangun

seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Rumus bangun 1,8-Sineol

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H15O]+ dengan m/z 139. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H13O]+

dengan m/z 125. Pelepasan C3H5 menghasilkan fragmen [C5H8O]+ dengan m/z

84. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C4H5O]+ dengan m/z 69. Pelepasan

CO menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2 menghasilkan


(52)

3. Puncak dengan waktu tambat 10,183 menit

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 136, 121, 80, 53, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Nerol dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C10H18O dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Rumus bangun Nerol

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen

[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C9H13]+

dengan m/z 121. Pelepasan C3H5 menghasilkan fragmen [C6H8]+ dengan m/z 80.

Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C2H3]+

4. Puncak dengan waktu tambat 13,583 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 162 diikuti fragmen m/z 162, 117, 91, 77]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Metil Sinamat dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 98% dan rumus molekulnya C10H10O2 dengan rumus bangun seperti

pada Gambar 4.4.


(53)

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 162 yang merupakan berat molekul dari C10H10O2. Pelepasan C2H5O menghasilkan

fragmen [C8H5O]+ dengan m/z 117. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen

[C6H3O]+ dengan m/z 91. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C5HO]+

5. Puncak dengan waktu tambat 5,292 menit dengan m/z 77.

Mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 93, 79, 53, 38]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Trans-β-Osimen dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H16 dengan rumus bangun seperti pada

Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Rumus bangun Trans-β-Osimen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+

dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79.

Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH3

menghasilkan fragmen [C3H2]+

6. Puncak dengan waktu tambat 3,667 menit dengan m/z 38.

Mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 107, 93, 79, 53, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,


(54)

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Kamfen dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H16 dengan rumus bangun

seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Rumus bangun Kamfen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+

dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2 menghasilkan

fragmen [C2H3]+

7. Puncak dengan waktu tambat 10,608 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 152, 137, 123, 109, 83, 69, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Sitral dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H16O dengan rumus bangun seperti pada

Gambar 4.7.


(55)

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 152 yang merupakan berat molekul dari C10H16O. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13O]+ dengan m/z 137. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11O]+

dengan m/z 123. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9O]+ dengan m/z

109. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C5H7O]+ dengan m/z 83. Pelepasan

CH2 menghasilkan fragmen [C4H5O]+ dengan m/z 69. Pelepasan CO

menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C2H3]+

8. Puncak dengan waktu tambat 4,967 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 107, 93, 79, 53, 38]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai 1-Limonen dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 95% dan rumus molekulnya C10H16 dengan rumus bangun

seperti pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Rumus bangun 1-Limonen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+

dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.


(56)

menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH3 menghasilkan

fragmen [C3H2]+ dengan m/z 38.

9. Puncak dengan waktu tambat 7,650 menit

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 136, 96, 69, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Kamfen Hidrat dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 85% dan rumus molekulnya C10H18O dengan rumus bangun seperti pada

Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Rumus bangun Kamfen Hidrat

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen

[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan C3H4 menghasilkan fragmen [C7H12]+

dengan m/z 96. Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C5H9]+ dengan m/z 69.

Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C2H3]+

10. Puncak dengan waktu tambat 6,375 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 136, 109, 71, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Linalool dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C10H18O dengan rumus bangun seperti pada Gambar


(57)

Gambar 4.10 Rumus bangun Linalool

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen

[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C8H13]+

dengan m/z 109. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C5H11]+ dengan m/z 71.

Pelepasan C2H6 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C2H3]+

11. Puncak dengan waktu tambat 9,850 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 152, 109, 94, 53, 38]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Z-Sitral dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C10H16O dengan rumus bangun seperti pada Gambar

4.11.

Gambar 4.11 Rumus bangun Z-Sitral

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 152 yang merupakan berat molekul dari C10H16O. Pelepasan C2H3O menghasilkan fragmen

[C8H13]+ dengan m/z 109. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C7H10]+

dengan m/z 94. Pelepasan C3H5 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53.


(58)

Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa komponen utama minyak atsiri dari simplisia temu kunci adalah sebagai berikut:

Pola fragmentasi dari masing-masing senyawa, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22 halaman 87-89.

1. Puncak dengan waktu tambat 5,308 menit

Mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 93, 79, 53, 38]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Trans-β-Osimen dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H16

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.5.

+

136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+

dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79.

Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH3

menghasilkan fragmen [C3H2]+

2. Puncak dengan waktu tambat 5,025 menit dengan m/z 38.

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 139, 125, 84, 69, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai 1,8-Sineol dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H18

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

O dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.2.

+

154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen


(59)

[C9H15O]+ dengan m/z 139. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H13O]+

dengan m/z 125. Pelepasan C3H5 menghasilkan fragmen [C5H8O]+ dengan m/z

84. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C4H5O]+ dengan m/z 69. Pelepasan

CO menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C2H3]+

3. Puncak dengan waktu tambat 7,550 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 152, 137, 123, 95, 81, 55, 41]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Kamfor dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 98% dan rumus molekulnya C10H16

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

O dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.1.

+

152 yang merupakan berat molekul dari C10H16O. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13O]+ dengan m/z 137. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11O]+

dengan m/z 123. Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C7H11]+ dengan m/z 95.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C4H7]+ dengan m/z 55. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C3H5]+

4. Puncak dengan waktu tambat 10,183 menit dengan m/z 41.

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 136, 121, 80, 53, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Nerol dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 96% dan rumus molekulnya C10H18O dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.3.


(60)

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen

[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C9H13]+

dengan m/z 121. Pelepasan C3H5 menghasilkan fragmen [C6H8]+ dengan m/z 80.

Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C2H3]+

5. Puncak dengan waktu tambat 3,658 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 107, 93, 79, 53, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,

maka senyawa ini disimpulkan sebagai Kamfen dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 97% dan rumus molekulnya C10H16

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.6.

+

136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+

dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2 menghasilkan

fragmen [C2H3]+

6. Puncak dengan waktu tambat 4,958 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 136, 121, 107, 93, 79, 53, 38]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library,


(61)

(similarity index) = 95% dan rumus molekulnya C10H16

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.8.

+

136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen

[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+

dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Pelepasan C2H2

menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH3 menghasilkan

fragmen [C3H2]+

7. Puncak dengan waktu tambat 13,558 menit dengan m/z 38.

Mempunyai M+ 162 diikuti fragmen m/z 162, 117, 91, 77]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Metil Sinamat dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 98% dan rumus molekulnya C10H10O2

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.4.

+

162 yang merupakan berat molekul dari C10H10O2. Pelepasan C2H5O menghasilkan

fragmen [C8H5O]+ dengan m/z 117. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen

[C6H3O]+ dengan m/z 91. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C5HO]+

8. Puncak dengan waktu tambat 6,358 menit dengan m/z 77.

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 136, 109, 71, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Linalool dengan tingkat kemiripan (similarity index) =


(62)

96% dan rumus molekulnya C10H18

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

O dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.10.

+

154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen

[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C8H13]+

dengan m/z 109. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C5H11]+ dengan m/z 71.

Pelepasan C2H6 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C2H3]+

9. Puncak dengan waktu tambat 7,625 menit dengan m/z 27.

Mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 154, 136, 96, 69, 41, 27]. Berdasarkan perbandingan antara spektrum MS unknown dengan data library, maka senyawa ini disimpulkan sebagai Kamfen Hidrat dengan tingkat kemiripan (similarity index) = 85% dan rumus molekulnya C10H18

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M

O dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.9.

+

154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen

[C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan C3H4 menghasilkan fragmen [C7H12]+

dengan m/z 96. Pelepasan C2H3 menghasilkan fragmen [C5H9]+ dengan m/z 69.

Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pelepasan CH2


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia rimpang temu kunci diperoleh kadar air 6,65%; kadar sari yang larut dalam air 12,45% b/v; kadar sari yang larut dalam etanol 7,95% b/v; kadar abu total 7,19% b/b; kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,83% b/b; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat

Stahl diperoleh kadar minyak atsiri rimpang temu kunci segar sebesar 0,19% v/b, dan simplisia temu kunci sebesar 1,02% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri rimpang temu kunci segar diperoleh sebesar 1,488 dan simplisia temu kunci sebesar 1,482. Bobot jenis minyak atsiri rimpang temu kunci segar sebesar 0,9805 dan simplisia temu kunci sebesar 0,8533.

2. Rimpang temu kunci dapat dianalisis dan dipisahkan komponennya dengan GC-MS serta memiliki kadar komponen yang berbeda antara rimpang temu kunci segar dan kering. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh


(64)

dari rimpang temu kunci segar menunjukkan 31 komponen dengan 11 komponen yang memiliki konsentrasi paling tinggi, yaitu: kamfor (21,20%), 1,8-sineol (14,83%), nerol (10,48%), metil sinamat (8,28%), trans-β-osimen (8,22%), kamfen (6,83%), sitral (5,12%), 1-limonen (4,39%), kamfen hidrat (4,18%), linalool (3,91%), z-sitral (2,39%). Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia temu kunci menunjukkan 26 komponen dengan 9 komponen yang memiliki konsentrasi paling tinggi, yaitu: trans-β -osimen (25,30%), 1,8-sineol (17,50%), kamfor (16,24%), nerol (13,20%), kamfen (6,81%), 1-limonen (3,65%), metil sinamat (3,52%), linalool (2,48%), dan kamfen hidrat (2,29%).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi dengan menggunakan metode lain, misalnya dengan metode destilasi uap. Melakukan isolasi komponen aktif tunggal dari minyak atsiri temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)


(1)

m/z 136 m/z 121 m/z 107 m/z 93

[C6H7]+ [C4H5]+ [C2H3]

m/z 79 m/z 53 m/z 27

+

7. Sitral

[C10H16O]+ [C9H13O]+ [C8H11O]+ [C7H9O]

m/z 152 m/z 137 m/z 123 m/z 109

+

[C5H7O]+ [C4H5O]+ [C3H5]+ [C2H3]

m/z 83 m/z 69 m/z 41 m/z 27

+

8. 1-Limonen

[C10H16]+ [C9H13]+ [C8H11]+ [C7H9]

m/z 136 m/z 121 m/z 107 m/z 93

+

[C6H7]+ [C4H5]+ [C3H2]

m/z 79 m/z 53 m/z 38

+

9. Kamfen Hidrat

[C10H18O]+ [C10H16]+ [C7H12]+ [C5H9]+

C2H2

14 26 26

CH3

15

CH2

14 14

CH2

C2H2 CH2 CO

26 14 28

CH2

14

CH3

15

CH2

14

CH2 C2H2

14 26

CH2

14

CH3

15

18 40 27

C3H4 C2H3


(2)

m/z 154 m/z 136 m/z 96 m/z 69

[C3H5]+ [C2H3]

m/z 41 m/z 27

+

10. Linalool

[C10H18O]+ [C10H16]+ [C8H13]+ [C5H11]

m/z 154 m/z 136 m/z 109 m/z 71

+

[C3H5]+ [C2H3]

m/z 41 m/z 27

+

11. Z-Sitral

[C10H16O]+ [C8H13]+ [C7H10]+ [C4H5]

m/z 152 m/z 109 m/z 94 m/z 53

+

[C3H2]

m/z 38

+

CH2

28 14

18 27 38

C2H6 CH2

30 14

C2H3 C3H2

H2O

C2H3O

43

CH3

15 41

C3H5

CH3


(3)

Lampiran 22. Gambar pola fragmentasi komponen minyak atsiri simplisia rimpang temu kunci

1. Trans-β-Osimen

[C10H16]+ [C9H13]+ [C7H9]+ [C6H7]

m/z 136 m/z 121 m/z 93 m/z 79

+

[C4H5]+ [C3H2]

m/z 53 m/z 38

+

2. 1,8-Sineol

[C10H18O]+ [C9H15O]+ [C8H13O]+ [C5H8O]

m/z 154 m/z 139 m/z 125 m/z 84

+

[C4H5O]+ [C3H5]+ [C2H3]

m/z 69 m/z 41 m/z 27

+

3. Kamfor

CH3

15

C2H4

24

C2H2 CH3

26 15

CH2

14

15 14 41

CH3 CO CH2

15 28 14


(4)

[C10H16O]+ [C9H13O]+ [C8H11O]+ [C7H11]

m/z 152 m/z 137 m/z 123 m/z 95

+

[C6H9]+ [C4H7]+ [C3H5]

m/z 81 m/z 55 m/z 41

+

4. Nerol

[C10H18O]+ [C10H16]+ [C9H13]+ [C6H8]

m/z 154 m/z 136 m/z 121 m/z 80

+

[C4H5]+ [C2H3]

m/z 53 m/z 27

+

5. Kamfen

[C10H16]+ [C9H13]+ [C8H11]+ [C7H9]

m/z 136 m/z 121 m/z 107 m/z 93

+

[C6H7]+ [C4H5]+ [C2H3]

m/z 79 m/z 53 m/z 27

+

6. 1-Limonen CH3

15

CH2

14 28

CO

CH2 C2H2 CH2

14 26 14

18 15 41

C2H3 C2H2

27 26

CH3 C3H5

H2O

CH3

15

CH2

14 14

CH2

CH2 C2H2 C2H2


(5)

[C6H7]+ [C4H5]+ [C3H2]

m/z 79 m/z 53 m/z 38

+

7. Metil Sinamat

[C10H10O2]+ [C8H5O]+ [C6H3O]

m/z 162 m/z 117 m/z 91

+

[C5HO]+

m/z 77

8. Linalool

[C10H18O]+ [C10H16]+ [C8H13]+ [C5H11]

m/z 154 m/z 136 m/z 109 m/z 71

+

[C3H5]+ [C2H3]

m/z 41 m/z 27

+

9. Kamfen Hidrat

C2H2

14 26 15

45 26

CH2

14

C2H2

C2H5O

18 27 38

C2H6 CH2

30 14

C2H3 C3H2


(6)

[C10H18O]+ [C10H16]+ [C7H12]+ [C5H9]

m/z 154 m/z 136 m/z 96 m/z 69

+

[C3H5]+ [C2H3]

m/z 41 m/z 27

+

18 40 27

C2H4 CH2

28 14

C3H4 C2H3