Social and Economic Support Family To Elderly Quality of Life and Well-Being In Bogor

(1)

 

LANSIA DI KOTA BOGOR

MULYATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

i  

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Dukungan Sosial dan Ekonomi Keluarga Terhadap Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia di Kota Bogor” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

Mulyati NIM I 251090031


(3)

ii  

Well-Being In Bogor. Under direction of DIAH KRISNATUTI and SUPRIHATIN GUHARDJA

The purpose of this study is to (1)Identifying and analyze differences in socio-economic characteristics, social and socio-economic support quality of life and well-being of the elderly living alone and elderly live with children, (2) Analyze relationship socio-economic characteristics, social and economic support to the quality of life and well-being of the elderly, (3)Analyze the factors that affect quality of life and well-being of the elderly. The results showed there are differences in quality of life between elderly living alone and elderly live with children in term of economic support in the fulfillment of food, clothing among the elderly live alone and the elderly live with children. There are no significant differences in social support and welfare of the elderly but difference is in the condition of the house is currently occupied. There is significant relationship exists between the economic characteristics of individuals with the support of the work and age with quality of life. There is a relationship between economic and social support to the quality of life. And there is a relationship between quality of life and welfare of the elderly. Factors affecting the quality of life are the age and support awards and that affects the welfare of the elderly is the quality of life with dimensions of the psychological health and environment.

Key words: elderly, economic support, social support, quality of life, the welfare ofthe elderly


(4)

iii  

MULYATI. Dukungan Sosial dan Ekonomi Keluarga Terhadap kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Di Kota Bogor. Dibimbing Oleh DIAH KRISNATUTI DAN SUPRIHATIN GUHARDJA.

Pada dasawarsa ini jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan yang cukup mencolok. Adanya peningkatan jumlah penduduk lansia yang besar, menyebabkan beban ekonomi, sosial bertambah dan untuk mengurangi beban tersebut perlu ada pemanfaatan potensi lansia. Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal (optimum Aging). Optimum aging bisa diartikan sebagai kondisi

fungsional lansia berada pada keadaan maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan lansia bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas. Dukungan keluarga baik berupa dukungan sosial dan ekonomi keluarga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan (1) Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan karakteritik sosial dan ekonomi, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup bersama keluarga; (2) Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi , dukungan sosial, dukungan ekonomi dengan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia;(3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.

Penelitian ini merupakan studi cross sectional dilakukan di Kota Bogor pada dua kecamatan yang dipilih secara purposive berdasarkan aktivitas kegiatan Posbindu . Dua kecamatan terpilih yaitu Bogor Timur dan Bogor Barat, dengan masing-masing tiga kelurahan terpilih yaitu; Baranangsiang, Katulampa dan Sindang Sari untuk wilayah Kecamatan Bogor Timur dan Semplak, Cilendek Barat dan Curug untuk wilayah Kecamatan Bogor Barat. Populasi dari penelitian adalah lansia berusia 60 tahun keatas yang berada di wilayah Bogor Barat dan Bogor Timur yang di kategorikan menjadi 2 yaitu lansia mandiri selanjutnya disebut LM dan lansia yang tinggal dengan anak selanjutnya disebut LA. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, mencakup (1) Karakteristik lansia (status tinggal, usia, jenis kelamin, status perkawinan); (2) Karakteristik sosial ekonomi (pendidikan , pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga); (3) Karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan ,jumlah anggota keluarga, hubungan dengan responden); (4) Kualitas hidup lansia (kesehatan fisik, kesehatan psikologis, relasi sosial lingkungan) ;(5) Dukungan sosial keluarga (dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dukungan informasi); (6) Dukungan ekonomi keluarga ; (7) Kesejahteraan (kepuasaan hidup). Data sekunder meliputi data keadaan wilayah yang didapat dari kantor Kecamatan dan kantor Kelurahan serta dokumentasi yang terkait dengan topik penelitian. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 17.0 for Windows. Data selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Untuk melakukan analisis uji beda digunakan Independent t test, uji korelasi digunakan Pearson Correlation

dan untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hidup dan kesejahteraan lansia digunakan Multiple Regression.


(5)

iv  

,lansia tua (9.7%) dan sangat tua (1.6%) . Proporsi terbesar pekerjaan lansia adalah sebagai ibu rumah tangga (51.6%) dan wirausaha (13.7%).

Sebagian besar (86.3%) LM memiliki anggota keluarga kecil dan separuh

(50.6%) LA memiliki jumlah anggota keluarga sedang. Separuh contoh (50%) lansia berstatus janda atau duda meninggal. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata antara LM dan LA dalam besar keluarga. Hasil penelitian menunjukkan hampir separuh contoh (41.2% ) LM dan lebih dari separuh contoh (56.2%) LA berpendapatan kurang dari Rp. 500.000. Berdasarkan sumber pendapatan, dua pertiga LM (66.7%) berasal dari pensiun atau dari hasil bekerja, sedangkan untuk LA sumber pendapatannya berasal dari anak (58.9%).

Hasil penelitian menunjukkan baik LM (76.5%) maupun LA (74%) memperoleh dukungan sosial tinggi. Hasil uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara LM dan LA pada dukungan sosial total, namun terdapat perbedaan yang nyata dalam dukungan emosi dimensi berbagi persoalan dengan teman, dukungan penghargaan dimensi perhatian, rasa cinta dan kepedulian keluarga dan dukungan informasi.

Hasil penelitian menunjukkan dukungan ekonomi LM pada tingkatan sangat rendah (35.3%) demikian pula dengan LA dukungan ekonomi berada pada tingkatan rendah (41.1%). Hal ini disebabkan karena para lansia masih mempunyai penghasilan baik dari pensiunan maupun dari usaha (contohnya berdagang) .

Hasil penelitian menunjukkan hampir tiga perempat LM (74.5%) dan LA (71.2%) memiliki kualitas hidup dalam kategori sedang. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0.10) pada LM dan LA. Hal ini berarti LM memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan LA yang terlihat dari kondisi kesehatan fisik LM lebih baik dari LA terutama dari rasa nyeri yang dirasakan , energy dan vitalitas, tidur dan istirahat.

Hasil penelitian menunjukkan hampir tiga perempat LM (74.5%) dan lebih dari tiga perempat LA (78.1%) memiliki kesejahteraan (kepuasan hidup) dalam katagori sedang. Hal ini berarti bahwa para lansia merasa puas dengan kehidupannya pada saat ini walaupun serba kekurangan. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p≤ 0.10) antara LM dengan LA. Terdapat perbedaan yang nyata pada kondisi rumah yang di tempati saat ini, karena LA lebih merasa puas dengan kondisi perumahan yang ditempati saat ini

dibandingkan dengan LM. Hal ini mudah dimengerti karena kebutuhan LA di

sediakan oleh anak.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pekerjaaan (dummy) berhubungan negatif dan nyata dengan dukungan ekonomi (r=-0.207**; p≤0.05). Hal ini berarti semakin orang itu bekerja maka dukungan ekonomi semakin rendah karena lansia bekerja mempunyai penghasilan sendiri .Sementara itu terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara usia dengan kualitas hidup lansia (r= -0.276; p≤0.01). Hal ini berarti bahwa semakin tua maka kualitas hidup lansia semakin rendah. Terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan ekonomi dengan dukungan sosial (r =.0254 ; p≤0.01). Hal ini berarti semakin baik dukungan ekonomi yang diberikan pada lansia maka semakin baik pula dukungan sosial yang diperoleh. Selain itu hasil uji korelasi menunjukkan juga bahwa dukungan ekonomi berhubungan nyata dan positif (r = 0.177; p≤0.05) dengan kualitas hidup lansia. Hal ini berarti semakin baik dukungan ekonomi yang diberikan pada lansia maka kualitas hidup lansia semakin baik. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan nyata dengan kualitas hidup lansia


(6)

v  

hidupnya lebih berarti karena perhatian dan cinta kasih serta kepedulian yang diberikan oleh keluarga.Terdapat korelasi antara dukungan penghargaan

(r=.214 ; p≤0.05) dan dimensi dukungan emosi(r=.178 ; p≤0.05) dengan

kesejahteran lansia. Hal ini berarti bahwa kesejahteraan lansia akan diperoleh dari dukungan penghargaan yang berupa pujian, hadiah, pernyataan setuju, penilaian positif terhadap ide, menerima kekurangan dan dukungan emosi berupa ekspresi kasih sayang dan rasa cinta dari keluarga membuat lansia lebih sejahtera dan memperoleh kepuasan hidup. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang nyata dan positif antara kualitas hidup dengan kesejahteraan lansia ( r = 363; p≤0.01). Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas hidup maka semakin baik kesejahteran. Seluruh variabel dalam dimensi kualitas hidup (kesehatan fisik, kesehatan psikologis, relasi sosial dan lingkungan) berhubungan nyata. Koefisien korelasi terbesar adalah lingkungan (r=.0419; p

≤0.01)). Hal ini berarti lingkungan yang baik, terdiri dari akses informasi, pelayanan kesehatan, rekreasi, keamanan dan kenyamanan lingkungan fisik dan tempat tinggal dan sumber finansial berhubungan dengan tingkat kepuasan yang dirasakan para lansia.

Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan(p<0.05) pada kualitas hidup adalah usia dan dukungan penghargaan. Usia berpengaruh negatif nyata terhadap kualitas hidup. Faktor yang berpengaruh signifikan pada kesejahteraan adalah kesehatan psikologis(p<0.05) dan lingkungan (p<0.000).

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan pemberdayaan lansia diperlukan karena rendahnya pendapatan lansia (<Rp 500.000/bulan) dengan memberikan keterampilan yang bisa meningkatkan kesejahteraan lansia. Hal ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan program bina keluarga lansia melalui POSDAYA, dengan membentuk kelompok-kelompok kecil lansia untuk dapat melakukan usaha kecil mandiri oleh lansia dan untuk lansia melalui keterampilan yang mampu dikerjakannya.

Dukungan sosial dari keluarga sangat diperlukan agar lansia merasa hidupnya bermanfaat. Terutama untuk lansia yang tinggal dengan anak, keluarga/anak harus memberikan perhatian serta mendorong lansia untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berada di lingkungan sehingga para lansia dapat bersosialisasi dengan baik. Keluarga juga diharapkan untuk memberi perhatian yang lebih kepada lansia yang tinggal dengan keluarga karena para lansia juga menginginkan perhatian, rasa cinta dan kepedulian tidak hanya materi yang diberikan. Keluarga diharapkan dapat memberikan informasi yang baik kepada lansia yang tinggal sendiri. Untuk meningkatkan kesejahteraan diperlukan dukungan sosial dan ekonomi dari keluarga. Dengan meningkatnya dukungan sosial dan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup baik dari kesehatan fisik, psikologis, relasi sosial dan lingkungan untuk mencapai

kesejahteraan.


(7)

vi  

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

(9)

i  

LANSIA DI KOTA BOGOR

MULYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(10)

ii  

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Tin Herawati, SP. M.Si


(11)

iii  

NIM : I251090031

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS

Ketua Anggota

Koordinator Program Studi Dekan Sekolah Pasca

Ilmu Keluarga dan

Perkembangan Anak

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(12)

iv  

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sekaligus tesis ini. Penulisan tesis ini tentu tidak terlepas dari dorongan semangat dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir . Diah Krisnatuti, MS dan Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS. selaku komisi pembimbing atas bimbingan, waktu, nasehat, kesabaran, kesempatan, dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

2. Dr. Tin Herawati, SP. M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas atas kesediaan dan waktunya untuk menjadi penguji pada ujian tesis.

3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku dosen perwakilan program studi IKA. Terima kasih atas kesediaan, nasehat, semangat dan masukan yang diberikan kepada penulis, baik saat studi maupun saat ujian tesis.

4. Rekan-rekan staff pengajar di Jurusan Tata Boga dan PKK UNJ atas pengertiannya dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi.

5. Yayasan Damandiri yang telah memberikan beasiswa penelitian .

6. Kepala Puskesmas Semplak, Baranang Siang , Pulo Armin dan para kader Posbindu atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 7. Seluruh keluarga, terutama suami dan anak-anak tercinta (Aditya dan

Nasywaa ), yang telah mencurahkan cinta, kasih sayang, do’a, semangat, pengorbanan moril dan materil untuk keberhasilan penulis menyelesaikan studi ini, serta Papa dan Mama yang selalu mendo’akan penulis’

8. Teman-teman IKA angkatan 2009, Mba Kenty, Ilham, Dian, Wiwik, Nia dan Puji, yang telah menemani hari-hari indah penuh makna selama menjalani studi ini serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas pelajaran kehidupan yang telah diberikan selama menjalani studi ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2012


(13)

v  

anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Muslih Hambali dan ibu Eti Hayati.

Penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor pada tahun 1992. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Program Studi Tata Boga Fakultas Teknik IKIP Jakarta. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 1998. Sejak tahun 1998 bekerja sebagai dosen tidak tetap di Akademi Pariwisata Indonesia. Pada tahun 2003 sampai saat ini menjadi pengajar di Jurusan Tata Boga Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun 2009, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA), Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor


(14)

vi  

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Rumusan Masalah... 4

Tujuan Penelitian... 7

Manfaat Penelitian... 7

TINJAUAN PUSTAKA... 9

Pengertian keluarga dan Pendekatan Teori... 9

Pengertian Keluarga... 9

Teori Struktural Fungsional... 9

Teori Ekologi Keluarga... 10

Teori Perkembangan Keluarga... 11

Lanjut Usia... 12

Pengertian Lansia... 12

Batasan Lanjut Usia (Lansia)... 13

Proses Menua (Aging)... 14

Teori Penuaan... 15

Kesejahteraan Lansia... 16

Kualitas Hidup... 17

Definisi Kualitas hidup... 17

Ruang Lingkup Kualitas Hidup... 18

Dukungan Bagi Lansia... 20

Dukungan Sosial... 20

Dukungan Ekonomi... 24

Keluarga Sebagai Sumber Dukungan... 25

KERANGKA PEMIKIRAN... 27

METODE PENELITIAN... 31

Desain,Tempat dan Waktu Penelitian... 31

Populasi dan Penentuan Sampel... 31

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 33

Pengolahan dan Analisis Data... 34

Definisi Operasional... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

Karakteristik Umum Lokasi Penelitian... 43

Karakteristik Lansia Contoh……… 48

Jenis Kelamin………. 48

Usia………. 48

Pendidikan……….. 50


(15)

vii  

Besar Keluarga……….. 52

Status Perkawinan……… 53

Pendapatan……… 53

Status Tempat Tinggal………. 55

Dukungan Sosial……….. 56

Dukungan Ekonomi... 60

Kualitas Hidup... 62

Kesejahteraan Subyekif... 74

Hubungan Variabel Penelitian... 76

Karakteristik Individu dengan Dukungan Sosial, Dukungan Ekonomi, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia... 76 Dukungan Ekonomi dengan Dukungan Sosial, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia... 77 Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia... 77 Kualitas Hidup dan Kesejahteraan... 78

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Hidup Lansia.. 79

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kesejahteraan Lansia.. 80

Pembahasan umum... 82

SIMPULAN DAN SARAN... 85

Simpulan... 85

Saran... 86


(16)

viii  

Halaman

1.

Persentase penduduk lansia menurut pendidikan tertinggi

yang ditamatkan dan jenis Kelamin...

3

2. Sebaran Posbindu terpilih disetiap kecamatan dan kelurahan.. 32

3. Jenis, metode dan skala. ... 33 4. Nilai alpha cronbach variabel penelitian yang digunakan... 34 5. Variabel pengukuran dan penilaian... 35 6. Katagori dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup

dan kesejahteraan  lansia...

39

7. Sebaran penduduk berdasarkan kkelompok umur... 46 8. Sebaran penduduk berdasarkan jenis pekerjaan... 47 9. Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan... 47 10. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis

Kelamin...

52

11. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial

dimensi dukungan emosional...

56

12. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial

dimensi dukungan penghargaan...

57

13. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial

dimensi dukungan informasi...

58

14. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial

dimensi dukungan instrumental...

59

15. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan ekonomi 61

16. Sebaran contoh yang selalu terganggu pada kesehatan umum 63

17. Sebaran contoh yang selalu merasakan gangguan

kesehatan fisik aspek rasa nyeri...

64

18. Sebaran contoh selalu merasa terbatasi kesehatan fisik aspek energi dan vitalitas...

65

19. Sebaran contoh selalu merasakan gangguan pada kesehatan

fisik aspek tidur dan istirahat...

66

20. Sebaran contoh yang selalu merasakan kesulitan

Kesehatan fisik aspek mobilitas...

67

21. Sebaran contoh yang selalu mengalami gangguan kesehatan

fisik aspek aktifitas sehari-hari...

67

22. Sebaran contoh yang selalu merasakan gangguan kesehatan

fisik aspek kemampuan bekerja...

68

23. Sebaran contoh yang setuju berdasarkan kualitas hidup dimensi kesehatan psikologis...

70

24. Sebaran contoh yang merasa puas dalam dimensi relasi

sosial aspek hubungan personal...

71

25. Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan kualitas hidup dimensi relasi sosial aspek hubungan sosial...

72

26. Sebaran contoh yang selalu merasa puas pada dimensi lingkungan aspek akses informasi, pelayanan kesehatan dan rekreasi...

72


(17)

ix  

28. Sebaran contoh yang puas berdasarkan kualitas hidup dimensi lingkungan aspek sumber financial...

74

29. Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan kesejahteraan lansia ditinjau dari aspek kepuasan hidup...

75

30. Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik individu, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia...

76

31. Sebaran koefisien korelasi dukungan sosial, kualitas hidup

dan kesejahteraan lansia………...

78

32. Sebaran koefisien korelasi kualitas hidup dan kesejahteraan Lansia...

78

33 Hasil uji regresi linear berganda faktor-Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup...

80

34. Hasil uji regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia...


(18)

x  

1. Kerangka pemikiran……….. 30

2. Diagram pengambilan contoh………... 32

3. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status tinggal.. 48

4. Sebaran contoh berdasarkan usia dan status tinggal 49

5. Sebaran usia berdasarkan jenis kelamin... 49 6. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan status

tinggal...

50

7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin...

51

8. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan status tinggal...

51

9. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status tinggal...

53

10. Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan status tinggal...

53

11. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan status tinggal... 54

12. Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan dan status

tinggal...

55

13. Sebaran contoh berdasarkan status rumah dan status tinggal.. 55

14. Sebaran contoh berdasarkan tingkatan dukungan Sosial... 60

15. Sebaran contoh berdasarkan tingkat dukungan ekonomi... 62

16. Sebaran contoh berdasarkan tingkatan kualitas hidup... 74 17. Sebaran contoh berdasarkan tingkatan Kesejahteraan

(Kepuasaan Hidup)...


(19)

xi  


(20)

(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada dasawarsa ini jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan yang cukup mencolok. Peningkatan ini menurut para ahli terjadi di hampir semua negara termasuk kawasan Asia seperti Jepang, Hongkong, Singapore, Korea, China, Thailand, dan Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1980 jumlah penduduk lansia di Asia Tenggara mencapai 13.146 juta jiwa atau sama dengan 3.7 %, pada tahun 1990 meningkat menjadi 3.9% ( 17.147 juta jiwa), tahun 2000 menjadi 4.7% (24.893 juta jiwa) dan diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 7.2% dari jumlah penduduk (Hardywinoto dan Setiabudhi, 2005).

Peningkatan jumlah penduduk lansia sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000 diacu dalam Suhartini 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Sejak tahun 2000 penduduk Indonesia sudah tergolong berstruktur tua. Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lansia lebih dari 7 persen . Jika dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase penduduk lansia di atas 10 persen ada di provinsi D.I. Yogyakarta (14,02 persen), Jawa Tengah (10,99 persen), Jawa Timur (10,92 persen) dan Bali (10,79 persen) (Komnas Lansia 2009)

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan membaiknya tingkat sosial ekonomi masyarakat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat. Peningkatan jumlah lansia akan membawa dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi baik dalam keluarga atau masyarakat luas. Implikasi ekonomis yang penting dari meningkatnya jumlah penduduk adalah peningkatan dalam rasio ketergantungan lansia (old age ratio dependency). Hal ini berarti bahwa setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) dalam Suhartini (2004) memperkirakan angka ketergantungan


(22)

lansia pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong tujuh orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong sembilan orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas. Adanya peningkatan jumlah penduduk lansia yang besar, menyebabkan beban ekonomi, sosial bertambah dan untuk mengurangi beban tersebut perlu ada pemanfaatan potensi lansia. Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (optimum Aging). Optimum aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada keadaan maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas.

Proses penuaan menjadi lansia adalah sebuah proses alamiah bagi setiap manusia yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun dalam kedudukan apapun. Hurlock (1994) menguraikan permasalahan umum yang berhubungan dengan lansia, antara lain ; (1) keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, (2) status ekonominya sangat terancam, (3) penyesuaian kondisi hidup dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik, (4) mengembangkan kegiatan baru yang lebih cocok untuk orang yang berusia lanjut, dan lain-lain.

Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh pada kondisi psikis. Secara fisik, berubahnya penampilan dan menurunnya fungsi panca indra dapat menyebabkan para lansia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi dan masalah psikis adalah rasa kesepian. Permasalahan lain yang dialami para lansia adalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Kondisi fisik dan psikis para lansia yang menurun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari lansia berasal dari pensiun, tabungan, bantuan keluarga dan lain-lain. Bagi lansia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah, tetapi bagi lansia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas (Silitonga 2007).


(23)

Kualitas hidup penduduk lansia umumnya masih rendah. Kondisi ini dapat terlihat dari sebagian besar penduduk lansia tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD. Jika dibandingkan antar jenis kelamin, pendidikan tertinggi yang ditamatkan lanjut usia perempuan secara umum lebih rendah dibandingkan lansia laki-laki (BPS 2007 dalam Komnas Lansia 2009)).

Tabel 1 : Persentase penduduk lansia menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin 2005, 2007 dan 2009.

Tingkat pendidikan yang

2005 2007 2009 ditamatkan L P L+P L P L+P L P L+P

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Tdk/blm pernah sekolah

24.62 51.21 38.53 20.61 49.47 36.12 17.87 44.53 32.28 Tdk Tamat SD 33.27 27.49 30.25 32.27 27.27 29.58 31.44 27.89 29.52 SD 25.96 14.76 20.10 27.48 15.16 20.86 29.27 17.68 23.01 SMP 6.50 3.30 4.83 7.78 4.01 5.75 7.69 4.30 5.85 SMA 7.10 2.69 4.79 8.20 3.29 5.56 9.78 4.33 6.83 PT 2.55 0.54 1.50 3.66 0.81 2.13 3.96 1.27 2.51

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS RI-Susenas 2005, 2007 dan 2009 (Komnas Lansia, 2009)

Selain pendidikan, penduduk lansia juga mengalami masalah kesehatan. Lansia yang sakit-sakitan akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah, sehingga akan menjadi beban dalam pembangunan. Oleh sebab itu, harus diusahakan masa lansia tetap sehat, produktif dan mandiri. Hal ini tidak akan tercapai bila tidak mempersiapkan masa lansia sejak usia dini. Dari sisi ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk lansia masih cukup tinggi, pada tahun 2009, TPAK penduduk lansia sebesar 47,85 persen. TPAK penduduk lansia laki-laki (63,65 persen) hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan lansia perempuan (33,84 persen). Dari hasil penelitian yang dilakukan Komnas Lansia pada tahun 2008, ditemukan bahwa alasan paling umum lansia masih bekerja adalah karena ekonomi yang tidak mencukupi, alasan lain adalah karena ingin tetap aktif dan mandiri, sedangkan alasan lansia tidak bekerja adalah karena kesehatan yang memburuk (Komnas Lansia , 2009)

Arah kebijakan tentang lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia, namun pada kenyataannya di berbagai negara terjadi penurunan dukungan dari anak terhadap lansia. Bagi lansia yang mandiri secara finansial, dukungan yang perlu diberikan adalah perawatan, namun seiring dengan meningkatnya jumlah wanita yang memasuki sektor publik mengakibatkan


(24)

berkurangnya curahan waktu yang diberikan untuk merawat lansia sehingga diperlukan peran pengganti (Noveria, 2000)

Dukungan dari keluarga sangat diperlukan oleh para lansia baik dukungan sosial maupun ekonomi. Dukungan keluarga dapat memberikan kekuatan satu sama lain dan kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana saling memiliki untuk memenuhi kebutuhan pada perkembangan keluarga usia lanjut. Keluarga merupakan tempat berlindung dari tekanan-tekanan fisik maupun psikis yang datang dari lingkungannya. Dengan dukungan yang diperoleh dari keluarga, lansia akan mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lansia.

Rumusan Masalah

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini sebagai konsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia ini merupakan indikasi berhasilnya pembangunan jangka panjang salah satu di antaranya yaitu bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk lansia di seluruh dunia, dan khususnya di Indonesia, memunculkan permasalahan tersendiri, terutama dari sisi kesiapan pemerintah serta masyarakat untuk mendukung kehidupan dan menjamin kesejahteraan lansia. Permasalahan terbesar yang menimpa lansia adalah masalah kesehatan, penurunan kondisi fisik dan kesepian. Sehingga penting kiranya melihat dukungan sosial lansia guna membantu lansia dalam menyesuaikan diri dengan kondisi tuanya. Menurut Kuntjoro (2002) dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada pada lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai.

Dengan semakin meningkatnya penduduk lansia, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penuaan penduduk. Fenomena ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor usia dan biologis. Bantuan dan perlindungan bagi lansia diperlukan di berbagai bidang seperti kesempatan kerja, kesehatan, pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas dan sarana serta prasarana umum, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, keagamaan, dan lain-lain.


(25)

Selain itu lansia yang berpengalaman dan memiliki keahlian perlu diberi kesempatan untuk tetap turut serta berpartisipasi dalam pembangunan dan hidup bermasyarakat (Komnas Lansia, 2009).

Arah kebijakan lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia . Kebijakan pemerintah untuk membangun perumahan dalam ukuran yang kecil menyebabkan lansia tidak dapat hidup dengan anak karena keterbatasan tempat tinggal (Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN ,1998). Perubahan sosial di masyarakat yaitu perubahan struktur keluarga dari keluarga luas (extended family) ke keluarga inti (nuclear family) ikut membawa perubahan terhadap lansia. Sebelumnya lansia tinggal bersama dalam satu rumah dengan anggota keluarga lainnya, namun perubahan menyebabkan lansia tinggal terpisah dengan anak-anak.

Demikian juga di zaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua. Keluarga, sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat, merupakan lingkaran terdekat dan merupakan sumber utama dari dukungan sosial yang dimiliki lansia. Walaupun demikian, bagi anak yang harus menjaga dan mengurus orang tua yang sudah lansia tidaklah mudah, dan sering kali menimbulkan kecemasan dan tekanan. Ada tiga sumber tekanan bagi keluarga yang harus mengurus lansia: (1) Kesulitan menghadapi kenyataan menurunnya kemampuan orang tua, terutama bila melibatkan penurunan kemampuan kognitifnya. Bila keluarga tidak memahami penyebab-penyebab, ketidaktahuan ini akan menimbulkan kecemasan, ambivalensi, serta sikap antagonis terhadap orang tua yang sudah lansia; (2) Bila situasi membuat lansia merasa terkungkung, atau sampai menganggu peran serta tanggung jawab anak (misalnya sebagai istri/suami, orang tua, karyawan), maka akan menimbulkan perasaan marah dan rasa bersalah, di samping kecemasan dan depresi, baik bagi lansia itu sendiri maupun anak atau keluarga yang mengurusnya; (3) Bila keluarga sebagai penanggung jawab utama terhadap lansia maka bentuk


(26)

tanggung jawab seperti apa yang harus diberikan oleh keluarga dan seberapa tanggung jawab tersebut harus dilakukan (Achir 2001).

Kondisi perkotaan yang berpacu untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan ketakutan. Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lansia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui kondisi lansia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisi-kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan lansia tergantung pada orang lain. Lansia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain, dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang (Wiratakusumah 2002).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik lansia yang hidup mandiri dan hidup dengan anak?

2. Bagaimana dukungan sosial dan ekonomi lansia yang hidup mandiri dan hidup dengan anak?

3. Bagaimana kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup dengan anak?

4. Seberapa besar hubungan dukungan sosial dan ekonomi keluarga terhadap kualitas hidup lansia ?

5. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup dengan kesejahteraan lansia?

6. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia ?


(27)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh dukungan ekonomi dan sosial keluarga terhadap kualitas hidup lansia untuk meningkatkan kesejahteraan lansia.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan karakteritik sosial dan ekonomi, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup dengan anak.

2. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi , dukungan sosial, dukungan ekonomi dengan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia,

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan lansia guna meningkatkan kualitas hidup lansia. Dan dapat menjadikan acuan bagi lansia untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup lansia sehingga para lansia dapat hidup mandiri.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi penelitian lansia selanjutnya terutama ditinjau dari segi ilmu keluarga dan sebagai panduan untuk bahan ajar bagi para pendidik dibidang ilmu keluarga khususnya lansia.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapakan akan dapat menjadikan informasi untuk pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaiatan dengan permasalahan lansia mengingat Indonesia saat ini sedang memasuki negara berstruktur lanjut usia.


(28)

4. Bagi LSM

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk para LSM agar dapat membuat program-program pemberdayaan masyarakat khususnya program untuk lansia.


(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori Pengertian Keluarga

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemelihara kebudayaan bersama. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

Mattessich dan Hill (1987) diacu dalam Zeitlin et al. (1995) mendefinisikan keluarga sebagai suatu kelompok dimana anggotanya memiliki kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat erat. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas, serta pola keseimbangan atau pemeliharaan keluarga artinya adalah bahwa dalam mempertahankan eksistensi institusinya, keluarga dalam melaksanakan tugas-tugasnya tidak lepas dari pola keseimbangan (Megawangi 1999).

Teori Struktural Fungsional

Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang dapat diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999).

Pendekatan teori struktural-fungsional dapat digunakan untuk menganalisa peran anggota keluarga agar keluarga dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Muflikhati 2010). Menurut teori struktural fungsional, keluarga juga dapat dilihat sebagai subsistem dalam masyarakat (Megawangi 1999). Keluarga dalam subsistem masyarakat tidak akan terlepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama.


(30)

Dalam interaksi tersebut keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat (equilibrum state).

Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah bahwa setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarki yang harmonis dan ada komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Sejumlah kegiatan atau aktivitas yang memiliki kesamaan sifat dan tujuan dikelompokkan ke dalam sebuah fungsi.

Teori Ekologi Keluarga

Konsep Ekologi manusia menyangkut saling ketergantungan antara manusia dengan lingkungan, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan. Pendekatan ekologi atau ekosistem menyangkut hubungan interdependensi antara manusia dan lingkungan di sekitamya sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut. Konsep ekologi manusia juga dikaitkan dengan pembangunan. Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan sangat bergantung pada faktor manusianya yaitu seluruh penduduk dan sumberdaya alam yang dimiliki serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaidah ekologi menetapkan adanya ketahanan atau ketegaran (resilience) suatu sistem yang dipengaruhi oleh dukungan yang serasi dari seluruh subsistem (Soerjani, 2000 dalam Puspitawati, 2009)

Pendekatan ekologi keluarga merupakan teori yang dapat digunakan untuk mengkaji beragam masalah berkaitan dengan keluarga dalam hubungannya dengan beragam lingkungan. Nilai moral dasar ekologi keluarga terletak pada saling ketergantungan manusia dengan alam, kebutuhan manusia untuk hidup berdampingan satu sama lain dan kebutuhan untuk hidup lebih baik. Nilai moral dasar tersebut diimplementasikan dalam kemampuan adaptasi, daya untuk hidup (survival) dan pemeliharaan keseimbangan (equilibrum atau homeostatis) untuk mengkaji kehidupan manusia yang lebih baik (Sunarti, 2007)

Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), lingkungan keluarga dapat diklasifikasikan menjadi lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah kondisi-kondisi di sekitar keluarga baik dalam arti lokasi maupun kontak individu. Lingkungan mikro berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial.


(31)

Kedua lingkungan ini menjadi penyangga dalam menyerap berbagai masukan dari lingkungan makro. Lingkungan makro atau larger enviroment merupakan aspek yang ada di luar sistem keluarga dan lingkungan mikronya. Keluarga akan mempunyai efek yang kecil terhadap atau bahkan tidak bisa mengontrol keadaan dari lingkungan makro. Pada hakekatnya, lingkungan makro dapat dikelompokkan menjadi (a) lingkungan yang berkaitan dengan sistem kemasyarakatan, yaitu sosial budaya, politik, ekonomi dan teknologi dan (b) lingkungan alam dan buatan disekitarnya, yaitu Kondisi alam (sumberdaya alam) serta struktur yang melingkupi seluruh ekosistem seperti struktur sosial dan kebijakan pemerintah

Teori Perkembangan Keluarga

Teori perkembangan keluarga menjelaskan perkembangan keluarga secara dinamis dan mengklasifikasikannya ke dalam satu rangkaian tahap perkembangan yang jelas. Tahap-tahap perkembangan dianggap sebagai masa-masa stabilitas relatif yang berbeda secara kuantitatif dan kualitatif diantara tahap-tahapnya. Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga: (1) Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama dan dapat diprediksi; (2) Manusia menjadi matang karena berinteraksi dengan orang lain, sehingga mereka memulai tindakan-tindakan serta reaksi terhadap tuntutan lingkungannya; (3) Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat;(4) Kecenderungan keluarga untuk memulai dengan sebuah awal dan akhir yang kelihatan jelas.

Teori perkembangan keluarga meningkatkan pemahaman tentang keluarga pada titik yang berbeda dalam berbagai siklus kehidupan mereka dan menghasilkan deskripsi yang khas tentang kehidupan keluarga dalam berbagai tahap perkembangannya. Setiap fase perkembangan keluarga menghadapi tugas-tugas baru dan belajar teknik adaptasi yang sesuai. Duvall (1962) menggambarkan tipe siklus keluarga dari keluarga utuh dengan lingkaran yang memiliki 8 sektor. Lingkaran ini dapat membantu menempatkan keluarga berada difase yang mana dan memprediksi kapan setiap fase akan dicapai. Dalam fase perkembangan Duvall, lansia memasui fase kehidupan ke 8 yaitu masa tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari


(32)

karena berbagai stressor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stressor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan social, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktivitas dan fungsi kesehatan.

Menurut Duvall tugas perkembangan lansia meliputi: (1) Menemukan rumah yang memuaskan untuk akhir-akhir tahun kehidupan; (2) Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun; (3) Membentuk rutinitas rumah tangga yang nyaman; (4) Saling menjaga satu sama lain sebagai suami istri; (5) Menghadapi kehilangan pasangan; (6) Mempertahankan hubungan dengan anak dan cucu; (7) Menjaga minat terhadap orang di luar keluarga; (8) Saling merawat antara satu sama lain sesama lansia; (9) menemukan makna hidup (life review). Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini.

Berdasarkan teori perkembangan Erikson (Latifah 2000), lansia dikelompokkan kedalam tahap perkembangan psikososial yang disebut ego integrity versus despair. Ego integrity mengacu pada kemampuan untuk melihat kebelakang tentang kekuatan dan kelemahan seseorang dengan rasa harga diri (dignity), optimis dan kearifan. Sementara despair mengacu pada keputusasaan sebagai akibat masalah fisik, kesulitan ekonomi, isolasi sosial dan kurangnya pekerjaan yang berarti dalam kehidupan di usia lansia. Dalam hal ini, tentu saja yang diharapkan adalah lansia yang mampu mencapai ego integriity dan bukan sebaliknya. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki diri).

Lanjut Usia Pengertian Lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock 1994). Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang


(33)

kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Suhartini 2004). Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda. (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997 dalam Suhartini 2004)

Batasan Lanjut Usia (lansia)

Ada berbagai macam batasan kapan seseorang dikatakan lansia. Di Indonesia, lanjut usia dimulai sejak usia 60 tahun sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang no : 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia (pasal 1 ayat 2). Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 1 ayat 3 dan 4 bahwa lansia itu ada dua macam, yaitu Lansia potensial dan lansia tidak potensial. Lansia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau Jasa. Sedangkan Lansia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah schingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Di Amerika, usia 65 tahun digunakan sebagai benchmark dalam mengelompokkan penduduk berusia lanjut.

Hawari (dalam Mulia, 2009) menyebutkan bahwa di dalam gerontologi, lansia dikelompokkan menjadi 2 kelompok umur, yaitu :(1) Young old (65-74 tahun); (2) Old-old (yang berusia di atas 75 tahun). Lebih lanjut Hawari


(34)

menjelaskan bahwa dari segi kesehatan, lansia dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu : (1) Kelompok well old, yakni sehat, tidak sakit-sakitan; (2) Kelompok sick old, yakni lansia yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris.

World Health Organization (WHO) membagi umur tua sebagai berikut : (1) Usia pertengahan (middle age), yakni kelompok usia 45-59 tahun; (2) Usia lanjut (elderly) kelompok usia 60-74 tahun; (3) Tua (old) antara 75-90 tahun; (4) Sangat tua (very old) kelompok usia di atas 90 tahun. Sedangkan Wattie (2007 )menjelaskan bahwa konsep lansia dapat dijelaskan dari usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis mengacu pada usia yang sebenarnya, yakni usia dihitung berdasarkan jumlah tahun yang telah dilalui dalam kehidupan seseorang. Sedangkan Usia biologis diperhitungkan berdasarkan faktor fisik, mental, dan sosial yang dialami oleh individu, yang ditentukan oleh faktor genetik, kualitas gizi, gaya hidup, dan kesakitan.

Burnside (1979) diacu dalam Arisanti (2010) menentukan batasan lanjut usia berdasarkan usia kronologisnya sebagai berikut : (a) Young-old (60-69 tahun); dianggap sebagai masa transisi utama dari masa dewasa akhir ke masa tua. Biasanya ditandai dengan penurunan pendapatan dan keadaan fisik yang menurun. Sehubungan dengan berkurangnya peran, individu sering merasa kurang memperoleh penghargaan dari lingkungan; (b) Middle-age-old (70-79 tahun); identik dengan periode kehilangan karena banyak pasangan hidup dan teman yang meninggal. Selain itu ditandai dengan kesehatan yang semakin menurun, partisipasi dalam organisasi formal menurun, muncul rasa gelisah dan mudah marah serta aktifitas seks menurun; (c)Very Old (80-89 tahun) ; Pada masa ini lanjut usia telah mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu ketergantungannya terhadap orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari semakin besar; (d) Very-very old (lebih dari 90 tahun); lebih parah dari masa sebelumnya dimana individu benar-benar tergantung pada orang lain dengan kesehatan yang semakin buruk. Untuk keperluan penelitian kali ini pengelompokkan usia berdasarkan Burnisude yang akan digunakan.

Proses Menua (Aging)

Menua (menjadi tua/aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan


(35)

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesion/luka (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides dalam Darmojo dan Martono 2004).

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ketidamampuan dan bahkan kematian (Cox 1984 dalam Miller1995).

Teori Penuaan

Teori yang berhubungan dengan penuaan dari teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia. Teori psikososiol terdiri dari:

1) Teori disengangement (pembebasan)

Teori ini menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus diri sendiri. Empat konsep dadar teori ini yaitu : (i) individu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik diri, (ii) disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara biologis dan psikologis, (iii)

disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan, (iv) disengangement

bermanfaat baik bagi lansia maupun bagi masyarakat (Potter & Perry, 2005). Dalam kaitannya dengan lansia, teori mengandung arti bahwa lansia yang bahagia adalah lansia yang mampu melepaskan diri dari aktivitas-aktivitas yang selama ini ditekuninya, misalnya bekerja sebagai pimpinan perusahaan, petani atau pedagang, kemudian beralih kepada aktivitas-aktivitas baru yang lebih sesuai dengan kemampuannya terutama kemampuan fisik (Latifah, 1999).

2) Teori aktifitas

Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2005).


(36)

3) Teori kontinuitas (kesinambungan)

Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Teori kontinuitas berdasarkan pada asumsi bahwa identitas merupakan fungsi dari hubungan serta interaksi dengan orang lain. Seseorang yang sukses sebelumnya, pada lanjut usia akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya serta tetap memelihara indentitas dan kekuatan egonya.Teori tahap-tahap perkembangan manusia dari Erickson menerangkan bahwa pada tahap akhir manusia harus memilih antara sense of integrity atau sense of despair, sedangkan Peck menambahkan bahwa pada usia lanjut seseorang harus memilih antara ego differentiation melawan work role preoccupation (pensiun). Juga harus memilih antara memulihkan hubungan yang baik dengan orang lain dan tetap aktif kreatif atau terikat pada pikiran yang terpusat pada kemunduran fisiknya (Rusilanti 2006)

Kesejahteraan Lansia

Kesejahteraan lansia menurut UU no. 13 tahun 1998 pasal 1 adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Kesejahteraan merupakan harapan dan tujuan hidup setiap orang. Tingkat kesejahteraan setiap orang dapat berbeda-beda dalam arti keadaan kesejahteraan yang dialami seseorang belum tentu sama bagi orang lain. Konsep kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan ( Andriani 2009).

Penanganan dan upaya peningkatan kesejahteran sosial Lansia merupakan tanggung jawab bersama, keluarga - masyarakat - pemerintah. Oleh sebab itu segenap lapisan masyarakat dihimbau untuk lebih meningkatkan kesadaran dan kepeduliannya sehingga dapat berperan nyata baik secara perorangan, kelompok maupun dalam wadah organisasi. Pola penanganan Lansia di dunia telah bergeser dari service ke participation approach. Perubahan


(37)

ini perlu menjadi pemikiran kita karena sebagai negara yang penduduknya sudah berstruktur tua, peran serta setiap warga negara sangat membantu Pemerintah dan kepentingan Lansia. Pemberdayaan dan pendaya gunaan Lansia potensial merupakan amanat undang-undang dalam mewujudkan “ dunia untuk segala usia”. Harapan kita: Mereka tidak selalu menjadi obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek /pelaku pembangunan (Komnas Lansia 2009).

Kesejahteraan sulit didefinisikan dan lebih sulit untuk diukur. Secara umum, ukuran kesejahteraan diklasifikasikan menjadi dua katagori, yakni kesejahteraan objektif dan subjektif. Pada penelitian ini yang akan digunakan untuk mengukur kesejahteraan lansia adalah kesejahteraan subyektif. Kesejahteraan secara subyektif menggambarkan evaluasi individu tentang kehidupannya, yang mencakup kebahagian, kondisi emosi yang gembira, kepuasan hidup dan relatif tidak adanya semangat dan emosi yang tidak menyenangkan ( Simanjuntak , 2010).

Secara operasional Sumarwan dan Hira (1993) dalam Andriani (2009), variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan variabel kebahagian, karena dapat melihat gap antara aspirasi dan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Guhardja et al (1992) puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan. Apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan nilai yang dianut maka diharapkan kepuasan akan terpenuhi. Kepuasan merupakan “output” yang telah diperoleh keluarga akibat kegiatan manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif

Kualitas Hidup Definisi Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan dengan karakteristik lingkungan (WHO, 1994) Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto (Anonimous 2011), kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang


(38)

mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dengan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi

Menurut Calman diacu oleh Silitonga (2007) konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil.

Ruang Lingkup Kualitas Hidup

Kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu; (1) Internal individu yang terdiri dari fisik, psikologis dan spiritual; (2) Kepemilikan yang berkaiatan dengan hubungan individu dengan lingkungannya yang dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial; (3) Harapan yang berupa prestasi dan aspirasi individu dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. (Universitas Toronto 2011)

Menurut Ventegodt, Merriek & Anderson (2003) , kualitas hidup dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu: (1) Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu kehidupan yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana gambaran sesuatu dan perasaan mereka; (2) Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan; (3) Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dinilai oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

Kualitas hidup dalam penelitian ini mengacu pada aspekl-aspek kualitas hidup yang terdapat pada WHOQOL-BREF (Skevington, Lotfy & O’Connell 2004) dimana terdapat 4 ranah yang terbagi dalam beberapa fase. Ranah-ranah tersebut adalah tersebut: (1) kesehatan fisik; (2)kesehatan psikologik; (3)


(39)

hubungan sosial; (4)lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut :

1. Ranah kesehatan fisik terdiri atas sub ranah, yaitu: (a) Aktivitas sehari-hari ; menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu ketika melakukan aktivitas sehari-hari; (b) Ketergantungan pada obat-obatan atau bantuan medis ; mengambarkan ketergantungan individu pada obat-obatan atau bantuan medis dalam aktivitas sehari-hari; (c) Energi dan kelelahan ; menggambarkan tingkat energi yang dimiliki individu dalam menggambarkan kehidupan sehari-hari; (d) Mobilitas ; menggambarkan tingkat mobilitas individu; (e) Sakit dan ketidaknyamanan ; sejauh mana ketidaknyamanan individu terhadap rasa sakit yang dimiliki; (f) Tidur dan istirahat ; menggambarkan kualitas istirahat individu; (g) Kapasitas kerja ; menggambarkan kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas; (h) Aktivitas seksual ; menggambarkan kehidupan seksual individu.

2. Ranah Psikologis, terdiri dari sub ranah, yaitu: (a) Gambaran tubuh dan penampilan (Bodily image and appearance) ; menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh (body image) dan penampilannya; (b) Penghargaan terhadap diri ; menggambarkan bagaimana individu menilai dan memandang dirinya; (c) Berpikir, belajar, memori dan konsenterasi; menggambarkan aspek kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentasi, belajar dan menjalankan fungsi kognitif lainnya.

3. Ranah sosial, terdiri dari sub ranah, yaitu: (a) Relasi personal ; menggambarkan hubungan individu dengan anak, menantu, cucu dan kerabat; (b) Relasi sosial ; menggambarkan hubungan sosial dengan tetangga , teman dan dukungan sosial yang dapat diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. 4. Ranah lingkungan (enviroment), terdiri dari sub ranah, yaitu: (a) Sumber financial ; menggambarkan keadaan financial individu; (b) Keamanan dan kenyaman fisik lingkungan: menggambarkan situasi kondisi keamanan dan kenyaman lingkungan fisik disekitar individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya, seperti polusi/kebisingan/iklim; (c) Perawatan kesehatan dan social care ; menggambarkan ketersediaan perawatan kesehatan dan social care yang dapat diperoleh individu; (d) Lingkungan tempat tinggal; menggambarkan keadaan rumah-tempat tinggal individu; (e) Akses informasi, transportasi, dan keterampilan baru : Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru, ketersediaan transportasi sebagai penunjang kegiatan sehari-hari, dan


(40)

keterampilan (skill) baru; menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk mendapatkan informasi dan meningkatkan keterampilan yang diperlukan; (f) Partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas lain pada waktu luang: menggambarkan kegiatan menyenangkan; menggambarkan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat berpartisipasi untuk berekreasi atau menikmati waktu luang.

Dukungan Bagi Lansia

Dukungan yang diperlukan lansia agar bisa menikmati masa tuanya penuh kebahagiaan dan keceriaan atau dengan perkataan lain memiliki kualitas hidup yang baik sangat beragam baik bentuk maupun sumbernya. Bentuknya bisa berbentuk dukungan sosial dan atau dukungan ekonomi. Sumbernyapun bisa berasal dari individu/perorangan dalam keluarga atau luar keluarga, dan institusi baik pemerintah maupun non pemerintah

Dukungan Sosial

Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya (Kuntjoro,2002). Padahal menurut Taylor (1999) dukungan sosial merupakan sesuatu yang memberikan pengaruh yang menguntungkan. Seperti yang juga dinyatakan oleh Hoffman (1994) bagi kondisi lansia yang mengalami tekanan yaitu bahwa :

”...having friends or some other kinds of social support make it much easier for older adults to cope with stress” (Hoffman, 1994; 543).

yang jika diterjemahkan adalah memiliki teman atau beberapa macam dukungan social lain membuat lansia lebih mudah melakukan koping terhadap stress.

Demikian juga Smet (1994) menjelaskan bahwa jika seorang individu merasa didukung oleh lingkungan maka bagi individu tersebut segalanya akan menjadi lebih mudah pada waktu ia mengalami kejadian-kejadian yang tidak


(41)

menyenangkan.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan

social secara operasional sebagai berikut :

“Social support consist of the verbal and/or non verbal information or advice tangible aid or action that is proffer by social intimates or inferred by their presence and has beneficial emotional or behavioral effect on the recipient “

Jika diterjemahkan secara bebas, “dukungan sosial terdiri dari informasi verbal atau non verbal atau nasehat, bantuan yang terlihat atau tindakan yang ditawarkan oleh orang yang memiliki hubungan social dekat/akrab atau mereka yang kehadirannya dirasakan dekat dan memiliki pengaruh emosional dan perilaku yang menguntungkan pada penerima bantuan”.

Definisi lain dikemukan oleh Siegel (dalam Taylor, 1999) :

Social support has been defined as information from other that one is love and care for esteemed and valued, and part of a network of communication and mutual obligation from parents a spouse or lover, other relatives, friend, social and community contact such as churches or clubs or even devoted pet

Yang terjemahannya: dukungan sosial adalah informasi dari orang lain yang sayang dan memiliki perhatian, menghormati dan menghargai dan merupakan bagian jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik dari orang tua, pasangan hidup atau kekasih, relasi, teman, kontak social dan lingkungan seperti keanggotan gereja atau club atau bahkan binatang peliharaan.

Sarafino (1996) mengartikan dukungan social adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan atau kelompok. Bentuk dukungan sosial, menurut Sarafino(1996) terdiri dari : dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental

Dukungan Emosi. Dukungan emosi merupakan ekspresi kasih sayang dan rasa cinta orang-orang di sekitar individu (Russel, et al.,1994) dalam Puspitawati(2009). Individu dapat mencurahkan perasaan, kesedihan ataupun kekecewaannya pada seseorang, yang membuat individu sebagai penerima dukungan sosial merasa adanya keterikatan, kedekatan dengan pemberi dukungan, sehingga menimbulkan rasa aman dan percaya (Weiss, Cutrona & Russell, 1987; Witty et al, 1992) dalam Conger (1994). Turner (1983) mengemukakan bahwa dukungan emosi ini sangat penting dan dibutuhkan setiap individu dalam setiap perode kehidupan, curahan perhatian yang mendalam membuat individu dapat mencurahkan perasaannya, hal ini sangat


(42)

membantu kesehatan mental dan kesejahteraan individu (Mirowsky & Ross 1989). Demikian pula Sarafino (1996) dalam Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan emosi melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini melipuyi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain. Dukungan ini biasanya dari orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan individu, seperti keluarga, tetangga atau mungkin teman.

Dukungan Penghargaan. Dengan adanya pengakuan dari orang lain atas kemampuannyadan kualitas personelnya, maka individu sebagai penerima dukungan merasa memiliki nilai terhadap dirinya dan ia merasa dihargai atas segala yang telah dilakukannya (Cutrona et al, 1994; Felton & Berry, 1992). Dukungan ini dapat berupa pujian, hadiah, pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan atau performa orang lain atau mau menerima atas segala kekurangan pada dirinya.

Dukungan Informasi. Dukungan informasi memungkinkan individu sebagai penerima dukungan dapat memperoleh pengetahuan dari orang lain (Felton & Berry, 1992 dalam Conger 1994) . Pengetahuan yang diperoleh dapat berupa bimbingan, arahan, diskusi masalah maupun pengajaran suatu keterampilan. Dengan adanya informasi ini, maka individu dapat menyelesaikan masalahnya atau menambah pengetahuan baru. Hasil studi Cobb (1976) dalam Puspitawati (2009) mengemukakan bahwa pengalaman menunjukkan dukungan informasi yang menuntun dan dinilai serta memiliki jaringan tugas-tugas yang saling menguntungkan. seseorang pada sebuah keyakinan bahwa ia diperhatikan, dihargai.

Dukungan Instrumental. Bentuk dukungan instrumental melibatkan bantuan langsung, misalnya berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu (Sarafino, 1996). Dukungan berupa materi atau jasa yang diberikan oleh orang lain kepada individu sebagai penerima dukungan (Borgatta, 1992 dalam Tati 2004). Dukungan dapat berbentuk uang, barang kebutuhan sehari-hari atau bantuan praktis, seperti memberikan fasilitas transportasi, memberi pinjaman uang atau barang rumah tangga lainnya, menyediakan waktu dan tenaga untuk mengasuh anak.

Collins et al, (1993) membagi dukungan sosial dalam tiga elemen yang saling berhubungan, yaitu :


(43)

a. The significant other help the individual mobilize his psychological resources and master his emotional burdens.

b. They share his tasks; and

c. They provide him with extra supplies of money, materials, tool, skills and cognitive guidance to improve the handling of his situation.

Terjemahan bebasnya adalah: a) Pasangan hidup, atau teman dekat membantu individu memobilisasi sumber-sumber psikologisnya dan penguasaan beban emosionalnya; b) Mereka berbagi dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi tugas individu tersebut; dan selanjutnya c) mereka membantunya dengan memberi uang tambahan, material, peralatan, keterampilan-keterampilan dan petunjuk yang bersifat kognitif untuk memperbaiki cara menangani situasinya.

Dikaitkan dengan sumbernya dukungan sosial merupakan segala sesuatu yang berjalan secara kontinyu dan dimulai dari unit keluarga, kemudian bergerak secara progresif dari individu-individu anggota keluarga, dimana keluarga merupakan anggota kelompok yang dianggap penting dalam memberikan dukungan sosial.

Secara operasional sumber-sumber dukungan sosial dibagi ke dalam dua golongan, yaitu :

a. Sumber dukungan informal, antara lain :

Sumber dukungan individu seperti suami/istri, tetangga, saudara, teman. Dukungan yang dapat diperoleh antara lain berupa dukungan emosional, kasih sayang, nasehat, material dan informasi.

1. Sumber dukungan kelompok yaitu dari kelompok-kelompok sosial seperti PKK, BKB, Posbindu, Karangtaruna.

b. Sumber dukungan formal, dapat diperoleh dari bidang :

1. Profesional seperti psikiatri, psikolog, pekerja sosial atau spesialis lainnya.

2. Pusat-pusat pelayanan antara lain ; rumah sakit, BP4, panti sosial atau lembaga-lembaga pelayanan lainnya.

Sumber utama dukungan sosial yang potensial terdapat dalam keluarga, sebab dalam keluarga mempunyai fungsi-fungsi dukungan tertentu yang tidak dapat berubah, seperti dukungan suami terhadap istri untuk melaksakan perannya sebagai istri atau terhadap istri dalam memerankan seorang ibu untuk


(1)

90

Muflihkati I. 2010. Analisis dan pengembangan model peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan keluarga di wilayah Pesisir Propinsi Jawa Barat [Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Noveria M. 2000. Dukungan Bagi Kesejahteraan Penduduk Lanjut Usia. Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonedia (PPT-LIPI)

Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC

Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan

SPSS. Yogyakarta: Andi.

Ogawa N. 1985. Population Change and Welfare of The Aged. London:NUPRI

Research Paper Series

Oswari, E. 1997. Menyongsong Usia Lanjut dengan Bugar dan Sehat. Jakarta:

Sinar Harapan.

Panuju R. 1995. “ Komunikasi Bisnis “. : PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Potter, P.A, Perry, A.G.2005 Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.

Puspitawati H. 2009 . Pengaruh Nilai Ekonomi Ibu Rumah Tangga Terhadap Kesejahteraan Keluarga Subyektif. Jurnal Ilmu keluarga & Konsumen Volume 2 Nomor 1/Januari 2009 ISSN 1907-6307

_____________2009. Kenakalan Remaja: Dipengaruhi oleh sistem sekolah dan keluarga . Bogor : IPB Press

Qoriah S, Hartoyo, Hastuti D. 2008. Manajemen sumber daya keluarga: suatu analisis gender dalam kehidupan keluarga nelayan di Pesisir Bontang Kuala, kalimantan Timur. Jurnal Ilmu keluarga & Konsumen Volume 1 Nomor 1/Januari 2008 ISSN 1907-6307

Rice AS, Tucker SM . 1986. Family life management. New York : Macmillan Publishing Company.

Rusilanti. 2006. Aspek psikososial, Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan, Status Gizi Dan Pengaruh Susu Plus Probiotik Enterococcuc Faecium IS-27526 (MEDP) Terhadap Respons Imum IgA Lansia. [Disertasi] . Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Romziah, S.B. 1996. ”Problem Dan Implementasi Peledakan Penduduk lansia

Menjelang Tahun 2020”, Populasi Volume 7 Nomor 2. Pusat

StudiKependudukan dan Kebijakan, Yogyakarta .

Sarafino E. 1996. Health Psychology. Biopsychosocial Interactions. New York : Allyn and Bacon.


(2)

91

__________. 1998. Health Psychology: Biopsychososial Interactions. Third

edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Silitonga R.2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan kualitas Hidup Penderita Penyakit parkinson di Poliklikik Saraf RS DR Kariadi. [Thesis]. Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang

Silverstein, M., Cong, Z., & Li, S. (2006). Intergenerational Transfers and Living Arrangements of Older People in Rural China: Consequences for

psychological well-being. The Journals of Gerontology, Vol. 61B, (5),

256-276. www.proquest.umi.com/pqdweb [2 April 2011]

Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima Program Keluarga harapan (PKH). [Thesis] . Sekolah pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Singarimbun, M & S. Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Smet B. 1994. Psikologi Kesehatan . Jakarta : PT Grasindo

Sudaryanto A dan Irdawati. 2008. Persepsi Lansia Terhadap Kegiatan Pembinaan Kesehatan Lansia Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas

Prambanan 1 Yogyakarta Jurnal Kesehatan ISSN 1979-7621, Vol.82 1,

No.1, Juni 2008

Skevington SM, M. Lotfy & K.A.O’Connell . 2004. The World Health Organization’s WHOQOL-BREF quality of life assessment: Psychometric properties and results of the international field trial A Report from the

WHOQOL Group Kluwer Academic Publishers.

http://www.pain-initiative-un.org/doccenter/en/docs/The%20World%20Health%20Organization%27

s%20WHOQOL-BREF%20quality%20of%20life%20.pdf [2 April 2011]

Suciati. 2005. Pemberdayaan lanjut usia (Lansia) melalui organisasi pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) : studi kasus di RW. 05 Kelurahan Pamoyanan Kecamatan Cicendo Kota Bandung. [Thesis] . Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Suhartini R. 2004. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Orang Lanjut Usia (Studi Kasus di Kelurahan Jambangan). [Thesis] . Pasca Sarja. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sunarti E. 2007. Ekosistem keluarga : Transaksi keluarga dengan lingkungannya untuk Kehidupan keluarga serta lingkungannya yang berkualitas. Naskah akademis : Pengembangan Model Ecovillage. Bogor : LPPM IPB

Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial dan kualitas perkawinan terhdap pengasuhan anak. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Taylor, Shelley E. 1999. Health Psychology. Four edition. McGraw-Hill International Editions


(3)

92

Turner, Jay R and John W. 1983. Social factor in psychiatric outcome : Toward the resolulation of interpretive controversies. American Sosiological Review 43 : 368-382

Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta : Ghalia

Indonesia

Universitas Toronto (2004). QoL concept. http://www.utoronto.ca/qolconcept.

[2April 2011]

Ventegodt, Merrick & Andersen. (2003). QOL I.the IQOL theory of global quality

of life concept. http://www.thescientificword.com. [2 April 2011] Wattie, Anna Marie, 2007. ”Kondisi Ekonomi dan Budaya Lansia”, dalam

Tukiran, P.M. Kutanegara, A.J. Pitoyo, dan M.S. Latief (eds.), Sumber

Daya Manusia : Tantangan Masa Depan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Westley. 1998. Asia’s Next Challenge: Caring for The Elderly. Asia-Pacific

Population and Policy. East-West Center.

Widyastuti R.2009. Pengalaman Keluarga Merawat Lanjut usia Dengan Demensia Di kelurahan Pancoran Mas Kota Depok, Jawa Barat : Studi Fenomenologi. [Tesis]. Pasca Sarjana. Universitas Indonesia.

Wirakusumah E. 2002. Tetap Segar di Usia Lanjut. Trubus Agriwidya, Jakarta.

Zeitlin MF, Megawangi R, Kraner EM, Coleta ND, Babatunde ED, Gorman D. 1995. Strengthening the family : implications for international development. New York : United Nation University Press

http://www.menkokesra.go.id/content/view/2933/333/), [ 30 Juni 2010]

http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=Komnas, [1 Juli 2010]

www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com...task... [penduduk lanjut usia], [ 29 Juni 2010]

katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/.../2804/2805.pdf (support lansia), diunduh 30 Juni 2010

http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=797, diunduh


(4)

(5)

(6)

No Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 1 UR 1

2 PEND -.275** 1 2 .275

3 pekj_dumm -.142 -.038 1 4 PENDPT -.172 .294** .187* 1 5 STAPEK .267** -.295** -.355** -.291** 1 6 JAK -.234** .004 .155 -.009 -.005 1 7

DSEMOSI_T OT

.004 -.008 -.202* -.020 .124 -.080 1

8 DSPHARGA _TOT

.069 .107 -.018 .012 -.020 -.039 .409** 1

9 DSINFO_TO T

.042 .099 -.095 -.016 .118 .035 .170 .534** 1

10 DSINSTR_T OT

.100 -.120 .104 .002 .024 .052 -.005 -.066 .052 1 11 DEKO_TOT .009 .059 -.207* .006 .123 .026 .268** .194* .210* .020 1 12

KESUM_TO T

-.200* .038 .033 .037 -.038 -.082 .100 .200* .065 -.081 .230* 1 KESNYE T -.034 .018 .056 .132 -.008 -.060 .026 .159 -.124 .018 -.052 .330** 1 13 _ OT .330 14 KESEVITSE K_TOT

-.347** .120 -.058 .105 -.116 .004 .091 .202* -.032 -.108 .041 .590** .333** 1

15 KETIDUR_T OT

-.038 .027 .044 .153 -.177* -.129 .021 .078 -.077 -.145 .112 .271** .270** .270** 1

16 KEMOBIL_T OT

-.311** .085 .200* .072 -.119 .095 .125 .165 .071 .070 .027 .601** .382** .610** .293** 1

17 KESHARI_T OT

-.281** .069 .033 .079 -.129 .086 .245** .273** .136 -.012 .083 .559** .287** .625** .318** .652** 1

18 KESKERJA_ TOT

.070 .126 .116 -.080 .040 .078 .150 .326** .324** .023 .179* .285** .056 .041 -.048 .206* .209* 1

19 PSIBODY_T OT

-.187* -.073 -.062 .066 -.048 -.045 .177* .320** -.001 -.162 .178* .460** .236** .505** .343** .410** .404** .017 1

20 PSIPERSEP SI_TOT

-.077 .098 -.119 .134 .057 -.099 .215* .209* .060 -.158 .185* .561** .295** .478** .525** .395** .538** .139 .525** 1

21 PSIKONS_T OT

-.330** .086 -.101 .102 -.029 .008 .091 .204* .137 -.094 .296** .449** .196* .492** .292** .406** .372** -.071 .576** .478** 1 SOSHPER_ -.186* .172 -.008 .036 -.014 -.003 .276** .403** .337** -.339** .123 .120 .057 .088 .117 .152 .221* .245** .205* .331** .279** 1 22 TOT

23 SOSHSOS_ TOT

-.174 .194* -.052 .039 -.114 .012 .218* .383** .182* -.282** .065 .076 .116 .205* .163 .137 .232** -.018 .197* .249** .236** .575** 1

24 LINGINFOP AR_TOT

-.187* .136 -.071 .146 .002 -.136 -.012 .165 .002 -.021 .024 .248** .361** .314** .128 .282** .168 -.016 .320** .279** .270** .258** .227* 1

25 LINGFISIK_ TOT

.042 .024 -.102 -.044 .149 -.007 .309** .239** .224* -.130 .178* .219* .098 .193* .037 .150 .155 .136 -.010 .114 .033 .144 .120 .188* 1

26 LINGPHSL_ TOT

.171 -.141 -.168 -.039 .217* -.118 .161 .135 .076 -.091 .038 .173 .094 .151 -.030 .063 .117 .081 .120 .273** .054 .201* .163 .349** .335** 1

27 TO_DSOSIA L

.077 .059 -.082 -.003 .104 -.017 .617** .787** .782** .273** .286** .125 .014 .066 -.040 .166 .262** .350** .145 .148 .155 .334** .243** .054 .284** .126 1

28 TO_DEKOM ONI

.009 .059 -.207* .006 .123 .026 .268** .194* .210* .020 1.000** .230* -.052 .041 .112 .027 .083 .179* .178* .185* .296** .123 .065 .024 .178* .038 .286** 1

29 TO_KESFISI K

-.281** .092 .074 .099 -.101 -.006 .150 .276** .056 -.046 .127 .853** .566** .799** .403** .826** .778** .299** .528** .612** .494** .181* .182* .342** .224* .159 .178* .127 1 30 TO_PSI -.184* .073 -.122 .134 .020 -.076 .212* .271** .077 -.170 .246** .608** .308** .574** .515** .473** .560** .079 .744** .930** .727** .347** .278** .336** .084 .228* .176 .246** .671** 1 31

TO_RELASI -.203* .202* -.029 .042 -.060 .003 .284** .443** .309** -.354** .112 .115 .090 .150 .151 .164 .253** .158 .226* .334** .293** .932** .833** .275** .151 .208* .334** .112 .203* .358** 1 31

32 TO_LINGK -.017 .046 -.139 .026 .151 -.091 .242** .267** .171 -.118 .141 .298** .249** .305** .076 .242** .206* .104 .162 .263** .155 .258** .219* .651** .842** .606** .246** .141 .340** .258** .272** 1 33

TOTAL_DUK UNGAN

.065 .068 -.168 -.006 .135 .000 .602** .706** .709** .225* .650** .196* -.011 .070 .015 .143 .243** .353** .190* .195* .248** .317** .220* .053 .301** .116 .914** .650** .195* .244** .312** .255** 1

34 TOTAL_KUA LITAS

-.276** .110 .013 .111 -.062 -.031 .214* .340** .106 -.117 .177* .831** .538** .787** .443** .780** .765** .273** .604** .730** .579** .325** .299** .434** .299** .259** .232** .177* .971** .792** .352** .455** .259** 1

35 TOTAL_KEP UASAN

.038 .028 -.065 .079 .081 -.013 .178* .214* .127 -.285** .130 .286** .153 .166 .243** .178* .159 -.003 .210* .408** .281** .331** .242** .236** .345** .354** .134 .130 .260** .402** .331** .419** .161 .363** 1