Induksi Multiplikasi Tunas dan Aplikasi AgN03 pada Planlet Ubi Kayu (Mannihot esculenta Crantz ) secara In vitro

INDUKSI MULTIPLIKASI TUNAS DAN APLIKASI AgNO3
PADA PLANLET UBI KAYU (Mannihot esculenta Crantz.)
SECARA IN VITRO

IIN SYAHNURI BARUS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Multiplikasi
Tunas dan Aplikasi AgNO3 pada Planlet Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz.)
secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya teks dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2014

Iin Syahnuri Barus
NIM A253100211

RINGKASAN
IIN SYAHNURI BARUS. Induksi Multiplikasi Tunas dan Aplikasi AgNO3 pada
Planlet Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz) secara In Vitro. Dibimbing oleh
NURUL KHUMAIDA dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu sumber
pangan penting di Indonesia bahkan di dunia. Permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan produksi ubi kayu adalah ketersediaan bibit yang terbatas. Salah
satu strategi mengatasi masalah tersebut yaitu peningkatan produksi ubi kayu
dengan menggunakan teknologi in vitro.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama terdiri atas dua
bagian yaitu induksi multiplikasi ubi kayu secara in vitro bertujuan untuk
mempelajari pengaruh beberapa taraf konsentrasi sitokinin terhadap multiplikasi
ubi kayu dan mengetahui pertumbuhan bahan tanam berupa setek mini ubi kayu
varietas Adira 4, Malang 4 dan UJ 5. Percobaan ini disusun berdasarkan
rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama merupakan komposisi

zat pengatur tumbuh kinetin (0, 3, 6, 9 ppm) dan BAP (0, 3, 6, and 9 ppm) dan
faktor kedua varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4, dan UJ 5).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun tertinggi (4.50 helai daun)
terjadi pada varietas UJ 5 yang dikulturkan pada media MS + 3 ppm BAP + 2
ppm Ca-P. Hari muncul tunas tercepat (3 HSP) varietas Adira 4 dan Malang 4
terjadi pada planlet yang dikulturkan pada media MS0, sedangkan varietas UJ 5
terjadi pada planlet yang dikulturkan pada media MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm
Ca-P. Berdasarkan hasil analisis kontras diketahui penggunaan BAP lebih sesuai
untuk Adira 4 karena menghasilkan jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan kinetin. Kinetin lebih sesuai untuk UJ 5 karena menghasilkan
jumlah buku dan jumlah tunas, yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan BAP. Sebagai pembanding, perbanyakan tanaman menggunakan
setek mini 2-3 buku (in vivo) juga dilakukan dalam sub percobaan terpisah.
Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu
varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4 dan UJ 5). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa varietas ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan setek mini ubi kayu. Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa jumlah
daun dan jumlah tunas ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan
UJ 5 yang diperbanyak dengan setek mini (in vivo) lebih tinggi dibandingkan
pada percobaan in vitro saat 5 minggu setelah tanam.

Percobaan kedua bertujuan untuk mempelajari aplikasi AgNO3 dalam
menghambat laju senesen planlet ubi kayu. Percobaan ini disusun berdasarkan
RAL satu faktor tunggal yaitu komposisi media MS yang mengandung beberapa
taraf AgNO3 (0, 20, 40, 80 ppm) dan MS yang mengandung 3 ppm BAP dengan
beberapa taraf AgNO3 (0, 20, 40, 80 ppm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan AgNO3 tidak berpengaruh nyata terhadap laju senesen ubi kayu.
Berdasarkan analisis Kurskal Wallis penambahan AgNO3 mampu
mempertahankan ketegaran planlet ubi kayu yang ditunjukkan dengan warna daun
yang tetap hijau dan tampak segar.

SUMMARY
IIN SYAHNURI BARUS.In Vitro Shoot Induction and AgNO3 Application on
Cassava Planlet (Mannihot esculenta Crantz.). Supervised by NURUL
KHUMAIDA and SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Cassava in one of an important source of carbohydrate in Indonesia and in
the world. Increasing cassava production has a very important role of world food
sufficiency. The problem that is faced in the expansion of cassava production is
the limited seedling availibility. One of the strategy to solve that problem is
increasing the cassava production by using modern technologhy that can help the
continuation availibility and the production. In vitro technology is one of modern

technology that is growing in Agriculture.This research was conducted in the in
vitro laboratory, Bogor Agriculture University, from October 2011 until March
2013. This research was consisted of two experiments. The objective of the first
experiment was to determine the suitable cytokinin type and concentration in the
in vitro shoot multiplication of three cassava varieties. The first experiment was
arranged in the randomized complete design with two factors and eight
replications. The first factor was type of cytokinin,i .e kinetin (0, 3, 6, 9 ppm) and
BAP (0, 3, 6, and 9 ppm). The second factor was cassava variety consisted of
Adira4 , Malang 4, and UJ 5. The result showed that the higher number of leave
(4.50) produced by UJ 5 were obtained in MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P.
The emerging shoot of Adira 4 and Malang 4 was occured in MS0 medium
three days after cultured, whereas emerging shoot of UJ 5 was occured in MS + 3
ppm kinetin + 2 ppm CA-P. Based on contrast anlysis, BAP is more appropriate
for Adira 4 because it produced a higher number of leaves than the use of kinetin.
Kinetin is more appropriate for UJ 5, especially in generating the number of nodes
and number of shoots. In vivo propagation using mini stem cutting 2-3 nodes) was
also conducted in a separate experiment. This experiment was arraged in the
randomized complete design with one factor. The factor was type of varieties
(Adira 4, Malang 4 and UJ 5). The result showed that cassava varieties had no
significant effect on the growth of in vivo propagation of cassava mini stem

cutting. Student analysis was conducted to compare the efficiency of in vitro and
in vivo propagation method. The result showed that in vivo propagation using
mini stem cutting resulted in higher number of leaves and shoot on Adira 4,
Malang 4 and UJ 5 varieties compared to those on in vitro propagation method at
5 weeks after planting.
The objective of the second experiment was to study the effect of AgNO 3
application on the in vitro growth of cassava UJ 5 variety. The second experiment
was arranged in the randomized complete design with one factor. The factor was
type of culture media, MS with AgNO3 (0, 20, 40, 80 ppm) and MS with 3 ppm
BAP and AgNO3 (0, 20, 40, 80 ppm). The result showed that AgNO3 could inhibit
senescence and appropriate for slow growth on cassava planlets. The result
showed that AgNO3 could inhibit senescence and appropriate for slow growth on
cassava planlets.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INDUKSI MULTIPLIKASI TUNAS DAN APLIKASI AgNO3
PADA PLANLET UBI KAYU (Mannihot esculenta Crantz.)
SECARA IN VITRO

IIN SYAHNURI BARUS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dewi Sukma SP MSi

Judul Tesis : Induksi Multiplikasi Tunas dn Aplikasi AgN03 pada Plnlet Ubi Kau

(Mannihot esculenta Crantz.) secra In viro
Nama

: lin Syahnuri Bus

NP

: A2531 00211

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

.

'


Dr Ir Nurul Khumaida MSi

Dr.Sintho Whning Ardie SP MSi

Ketua

Anggota

Dikethui oleh

Ketua Progrm Studi

Dekn Sekolh Pascasarjna

Pemulin dan Bioteknologi Tnmn

Dr Ir Yudiwnti Whyu EK MS

Dr Ir Drul Syah MSc Agr


Tnggal Ujian : 22 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

T

PRAKATA

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga
tesis yang berjudul “Induksi Multiplikasi Tunas dan Aplikasi AgNO3 pada Planlet
Ubi Kayu (Mannihot esculenta Crantz.) secara In vitro” dapat diselesaikan dengan
baik. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Nurul Khumaida MSi
dan Dr Sintho Wahyuning Ardie SP MSi selaku komisi pembimbing atas
bimbingan dan arahannya selama perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan tesis.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen penguji Dr Dewi
Sukma SP MSi dan kepada Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK MS. Terimakasih kepada yang tercinta
kedua orang tua Bapak Syaban Barus dan Ibu Nurhayati Limbeng dan adikku
Andreas Barus serta seluruh keluarga atas doa, restu, dan motivasi selama penulis

menempuh pendidikan pascasarjana di IPB. Ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada Chandra Catur Nugroho, Siti Kholifah dan Vina Novita serta
seluruh teman-teman di Laboratorium Kultur Jaringan III, kemudian kepada
teman-teman S2 dan S3 PBT angkatan 2010 dan teman-teman Life Youth GSJA
Betlehem atas kebersamaan, doa, dukungan dan motivasinya selama ini. Ucapan
terimakasih disampaikan kepada Hibah Pascasarjana DP 2 M DIKTI untuk dana
penelitian. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, 28 Agustus 2014

Iin Syahnuri Barus

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii

1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
Hipotesis Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
6
Botani Ubi Kayu
6
Kultur Jaringan Tanaman
7
Media Kultur Jaringan
8
Perbanyakan Ubi kayu
9
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
9
AgNO3 (Perak nitrat)
10
3 INDUKSI MULTIPLIKASI TUNAS UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
secara IN VITRO dan IN VIVO
11
Abstrak
11
Abstract
12
Pendahuluan
12
Bahan dan Metode
13
Analisis Data
14
Hasil dan Pembahasan
15
Simpulan
25
4 APLIKASI AgNO3 PADA TUNAS UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
VARIETAS UJ 5 SECARA IN VITRO
25
Abstrak
25
Abstract
26
Pendahuluan
26
Bahan dan Metode
27
Analisis Data
27
Hasil dan Pembahasan
28
Simpulan
33
PEMBAHASAN UMUM
33
SIMPULAN DAN SARAN
34
Simpulan
34
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
45 

DAFTAR TABEL
1. Interaksi varietas ubi kayu dan komposisi media pada peubah jumlah
daun saat 7 MSP
2. Pengaruh komposisi media terhadap peubah jumlah buku, jumlah
daun, dan jumlah tunas pada kultur in vitro ubi kayu hingga 8 MSP
3. Pengaruh varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 terhadap
peubah jumlah buku, jumlah daun, dan jumlah tunas pada kultur in
vitro hingga 8 MSP
4. Uji korelasi pada kultur in vitro ubi kayu saat 8 MSP
5. Pengaruh komposisi media terhadap peubah jumlah daun gugur pada
kultur in vitro hingga 8 MSP
6. Pengaruh varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 terhadap
peubah jumlah daun gugur pada kultur in vitro hingga 8 MSP
7. Uji kontras ortogonal antar jenis sitokinin
8. Hasil analisis uji-t varietas Adira 4
9. Pengaruh varietas ubi kayu terhadap tinggi tanaman (cm)
10. Pengaruh varietas ubi kayu terhadap jumlah tunas
11. Pengaruh varietas ubi kayu terhadap jumlah daun pada beberapa
varietas ubi kayu
12. Analisis uji t pada perlakuan in vitro dan in vivo ubi kayu saat 5 MSP
13. Pengaruh komposisi media terhadap jumlah buku dan jumlah
daun pada 8 MSP serta jumlah daun baru dan jumlah daun senesen
selama 8 MSP
14. Uji kontras ortogonal antar MS0 dan MS + AgNO3
15. Uji kontras ortogonal antar MS0 dan MS + AgNO3 + BAP
16. Uji kontras ortogonal antar MS + AgNO3 tunggal dan MS + AgNO3
+ BAP
17. Jumlah dan persentase eksplan bertunas dan berkalus
18. Pengaruh komposisi media terhadap skor warna planlet berdasarkan
analisis Kruskal wallis

16
17

18
20
21
21
22
22
23
24
24
25

29
29
29
29
31
32

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka berpikir penelitian induksi multiplikasi tunas dan aplikasi
AgNO3 pada planlet ubi kayu secara in vitro
2. Eksplan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) varietas Adira 4 a)
eksplan awal berupa single node, b) eksplan berumur 1 minggu
setelah kultur (MSK)
3. Setek mini ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) varietas Adira 4,
Malang 4, dan UJ 5 pada bak tanam
4. Eksplan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) yang terkontaminasi.
Tanda panah menunjukkan (a) cendawan dan (b) bakteri.
5. Rata-rata hari muncul tunas ubi kayu varietas UJ 5, Malang 4, dan
Adira 4 pada berbagi komposisi media. Keterangan: S0 (MS0), S1
(MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P, S2 (MS + 6 ppm kinetin + 2

5

14
14
15

ppm Ca-P), S3 (MS + 9 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P), S4 (MS + 3 ppm
BAP + 2 ppm Ca-P), S5 (MS + 6 ppm BAP + 2 ppm Ca-P, S6 (MS +
9 ppm BAP + 2 ppm Ca-P).
6. Gugur daun (senesen) yang terjadi pada: (a) Adira 4, (b) Malang 4, (c)
UJ 5
7. Keragaan planlet ubi kayu varietas Adira 4 (a) Planlet Nugroho (2010)
dan (b) Planlet pada penelitian ini
8. Pertumbuhan tunas pada setek mini ubi kayu pada 5 MST
9. Skor warna planlet ubi kayu: (0) Putih; (1) Hijau muda; (2) Hijau tua;
(3) Coklat
10. Keragaan planlet ubi kayu genotipe UJ 5 pada semua media kultur
pada 0 MSP
11. Keragaan planlet ubi kayu genotipe UJ 5 pada semua media kultur
pada 8 MSP
12. Planlet pada 8 MSP A) Planlet pada media MS0 (kontrol); B) Planlet
pada media MS + 80 ppm AgNO3; C) Planlet pada media MS + 3
ppm BAP + 80 ppm AgNO3

19
21
23
24
27
30
31

32

DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi Media Murashige-Skoog
2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas, komposisi media dan
interaksinya terhadap peubah pertumbuhan pada varietas Adira 4,
Malang 4, UJ 5 secara in vitro
3. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas ubi kayu secara in vivo
4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh komposisi media terhadap peubah
pertumbuhan pada varietas UJ 5 secara in vitro
5. Deskripsi ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, UJ 5

40

41
42
43
44

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
manusia. Meningkatnya jumlah manusia menyebabkan tingkat konsumsi pangan
juga meningkat. Upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan harus terus
dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui
penganekaragaman pangan. Penganekaragaman pangan adalah suatu proses
mengembangkan produk pangan yang tidak tergantung hanya pada suatu bahan
pangan saja, tetapi juga memanfaatkan berbagai macam bahan pangan (Suryana
2009). Diversifikasi atau penganekaragaman pangan bukan merupakan isu baru,
karena sudah disosialisasikan sejak dikeluarkan Inpres No. 14 tahun 1974 tentang
Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR). Inti dari instruksi tersebut adalah
untuk lebih meningkatkan keanekaragaman jenis dan meningkatkan mutu gizi
makanan rakyat, baik kualitas maupun kuantitasnya (Ariani 2003). Hal ini berarti
orientasi pangan utama tidak hanya beras tetapi juga memanfaatkan bahan pangan
lain seperti umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif. Salah satu jenis umbiumbian yang dapat dijadikan sumber pangan alternatif adalah ubi kayu.
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) menjadi salah satu sumber pangan
penting bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Ubi Kayu merupakan
bahan pangan pokok terpenting kedua di Afrika, dimana banyak petani
berpenghasilan rendah menanam ubi kayu ini di lahan marjinal dengan biaya
murah dan dapat menghidupi lebih dari 300 juta orang di daerah tersebut (Nweke
et al. 2002). Ubi Kayu merupakan tanaman pangan non beras yang memiliki
kandungan gizi yang baik. Kandungan karbohidrat ubi kayu sebesar 34.7 g
(100g)-1 dan mengandung protein 1.2 g(100g)-1 (Soetanto 2008). Menurut
Suwarto (2009), di Indonesia banyak klon-klon unggul ubi kayu yang telah
dilepas diantaranya adalah Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1, Malang-2, dan
Darul Hidayah.
Dewasa ini ubi kayu tidak hanya digunakan sebagai bahan baku industri
pangan, tetapi juga sudah banyak digunakan sebagai sumber energi alternatif
berbahan nabati (bioenergi). Industri bahkan berkembang sangat baik terutama
setelah negara-negara maju mulai mengaplikasikan bioenergi sebagai sumber
energi alternatif selain sebagai bahan baku industri dalam bentuk alkohol (Night
2009). Indonesia memilih ubi kayu sebagai komoditas utama penghasil bahan
bakar nabati salah satunya adalah untuk menjaga kestabilan harga ubi kayu
(Prihardana 2007). Ubi Kayu juga dijadikan sumber pakan nabati oleh para
peternak seperti parutan ubi kayu mentah yang digunakan untuk pakan ayam
buras di DKI Jakarta (Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
1996). Oleh sebab itu, ubi kayu memiliki prospek pemanfaatan dan
pengembangan yang besar.
Menurut Suryana (2009), permasalahan utama yang dihadapi dalam
pengembangan agroindustri pangan non-beras seperti ubi kayu salah satu
diantaranya adalah ketersediaan bahan baku pangan lokal yang tidak kontinu
sehingga tidak dapat menjamin keberlanjutan industri pengolahannya seperti
pengolahan menjadi tepung cassava. Dengan semakin berkembangnya industri
pengolahan ubi kayu sekarang ini, menuntut penyediaan bahan baku ubi kayu

2

dalam jumlah yang besar dan memenuhi kualitas yang ditetapkan. Para petani
sebagai produsen bahan baku industri membutuhkan banyak bibit yang
berkualitas untuk dapat memenuhi permintaan industri. Petani biasanya
menggunakan setek batang ubi kayu musim sebelumnya. Akan tetapi, penggunaan
setek batang secara berulang-ulang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
hasil pada ubi kayu.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa pada
tahun 2011-2013 produksi ubi kayu di Indonesia secara berturut-turut adalah
24 044 025 ton, 24 177 372 ton, dan 23 824 008 ton (BPS 2013). Produksi yang
tinggi tersebut tidak didukung dengan pertambahan luas panen yang signifikan.
Luas lahan panen ubi kayu pada tahun 2013 (1 061 254 ha) menurun
dibandingkan pada tahun 2011 (1 184 696 ha) (BPS 2013). Hal ini mengakibatkan
kurangnya ketersediaan ubi kayu, sehingga pada tahun 2012 Indonesia
mengimpor ubi kayu hingga 2 023 000 ton dari Thailand (FAO 2011) untuk
memenuhi kebutuhan ubi kayu di Indonesia.
Penggunaan setek batang sebagai bahan tanam bukan merupakan cara yang
efektif dan efisien. Adanya hama dan penyakit, seperti virus ubi kayu yang sering
disebut Cassava Mosaic virus (CMV), yang sering menyerang ubi kayu ini
merupakan ancaman yang dapat menurunkan tingkat produksi ubi kayu.
Meskipun masalah ini belum menjadi masalah serius di Indonesia, hal ini tentu
saja perlu diwaspadai petani ubi kayu. Meskipun dengan teknologi konvensional
telah mampu menciptakan varietas unggul berproduksi tinggi, namun teknologi
ini belum mampu untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap hama dan
penyakit. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan teknologi
kultur jaringan. Teknologi kultur jaringan (in vitro) dapat melengkapi teknologi
konvensional yang sudah ada.
Hampir semua tanaman dapat diperbanyak dengan kultur jaringan dan dapat
menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Bahan
tanaman yang digunakan untuk kultur jaringan berukuran lebih kecil dan tidak
banyak bila dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Gunawan 1992).
Penelitian perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan telah banyak
dilakukan. Penelitian yang dilakukan mencakup pembentukan tunas baru
(multiplikasi tunas) melalui kombinasi media dan zat pengatur tumbuh (Joseph et
al. 1999; Onuoch dan Onwubiku 2007; Nugroho 2011; Khumaida dan Fauzi
2013).
Teknik perbanyakan secara kultur jaringan biasanya menggunakan zat
pengatur tumbuh (ZPT) untuk merangsang percepatan pertumbuhan eksplan.
Menurut Wattimena (1989) peranan ZPT sangat besar dalam perbanyakan secara
kultur jaringan. Gunawan (1992) menambahkan bahwa auksin dan sitokinin
merupakan dua golongan ZPT yang sering dipergunakan untuk mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1 μM) dapat mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan (Wattimena 1989). ZPT
yang sering ditambahkan pada media adalah sitokinin. ZPT golongan sitokinin
dapat memecah dormansi sel dan mempunyai peranan dalam morfogenesis dan
pembelahan sel (Hartmann dan Kester 1983) serta menstimulasi pembentukan
tunas (Gaba 2005). Menurut Wattimena (1989) sitokinin yang sering dipakai

3

dalam perbanyakan in vitro tanaman adalah 6-benzylaminopurine (BAP) dan
kinetin. Hal ini dikarenakan BAP lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia, dapat
disterilisasi, dan efektif.
Penelitian multiplikasi tunas ubi kayu telah banyak dilakukan namun
terdapat kendala yang dihadapi salah satunya yaitu tingginya tingkat senesen pada
planlet ubi kayu. Tingkat senesen yang tinggi ini menjadi penghambat dalam
penyediaan mother stock ubi kayu. Penggunaan AgNO3 dalam penelitian ini
diharapkan mampu menekan laju senesen pada planlet ubi kayu.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh beberapa taraf konsentrasi BAP dan kinetin terhadap
multiplikasi tunas ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5.
2. Mempelajari aplikasi konsentrasi AgNO3 dalam menghambat laju senesen
planlet ubi kayu varietas UJ 5.
3. Mempelajari perbanyakan ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5
dengan menggunakan setek mini secara in vivo.
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat konsentrasi BAP dan kinetin yang optimal dalam menginduksi
multiplikasi ubi kayu pada varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5.
2. Terdapat konsentrasi AgNO3 yang optimal dalam menekan laju senesen ubi
kayu varietas UJ 5.
3. Terdapat varietas ubi kayu yang memiliki pertumbuhan yang baik dengan
bahan tanam stek mini.
Manfaat Penelitian
1. Diperoleh informasi konsentrasi BAP dan kinetin yang optimum dalam
menginduksi multiplikasi ubi kayu.
2. Diperoleh informasi konsentrasi AgNO3 yang optimum dalam menghambat
laju senesen planlet ubi kayu.
3. Diperoleh informasi pertumbuhan ubi kayu dengan menggunakan setek mini.
Ruang Lingkup Penelitian
Program peningkatan produksi ubi kayu dapat dilakukan antara lain melalui
perluasan areal tanam dan perbaikan teknik budidaya. Perluasan areal tanam
menuntut tersedianya bahan tanam (bibit) ubi kayu bermutu. Perbanyakan tersebut
dapat dilakukan melalui teknik in vitro. Perbanyakan melalui teknik in vitro dapat
ditingkatkan melalui penambahan zat pengatur tumbuh. Perbanyakan ubi kayu
secara in vivo dapat dilakukan dengan menggunakan setek mini ubi kayu.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama terdiri atas dua sub
percobaan yaitu 1) induksi multiplikasi tunas ubi kayu secara in vitro dan 2)
perbanyakan ubi kayu menggunakan setek mini secara in vivo pada varietas Adira
4, Malang 4 dan UJ 5.

4

Tujuan dari sub percobaan pertama adalah mempelajari beberapa taraf
BAP dan kinetin terhadap multiplikasi ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan
UJ 5 secara in vitro. Eksplan yang digunakan adalah setek tunas dua buku yang
berasal dari kultur asenik yang berumur 14-21 hari setelah tanam. Percobaan ini
disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor pertama yaitu
konsentrasi zat pengatur tumbuh (3, 6, dan 9) ppm BAP dan (3, 6, dan 9) ppm
kinetin. Faktor kedua yaitu varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4,
dan UJ 5). Ketiga varietas ubi kayu tersebut merupakan varietas unggul nasional
yang dikeluarkan oleh BALITKABI. Tujuan dari sub percobaan kedua adalah
mempelajari perbanyakan ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 dengan
menggunakan setek mini secara in vitro Percobaan in vivo disusun berdasarkan
rancangan acak lengkap satu faktor yaitu varietas ubi kayu Adira 4, Malang dan
UJ.
Percobaan kedua, aplikasi AgNO3 pada planlet ubi varietas UJ 5. Tujuan
dari percobaan ini adalah mempelajari pengaruh AgNO3 dalam menekan laju
senesen pada kultur jaringan ubi kayu. Eksplan pada penelitian ini adalah setek
tunas satu buku yang berasal dari kultur asenik. Percobaan ini disusun
berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu konsentrasi AgNO3 yang
digunakan. Kerangka berpikir penelitian induksi multiplikasi tunas dan aplikasi
AgNO3 pada planlet ubi kayu secara in vitro disajikan pada Gambar 1.

5

P
Permintaan terhadap ubi
m
meningkat, seebagai :
- Food
d
- Feed
- Energ
gi (bio-fuel)

kayuu

Produk
ksi ubi kayu dalam
jumlah
j
besarr

Perluasan areal tanam
t

Perbanyakan bibit
b
seccara konvenssional
setek batan
ng

Perbaikan
n varietas

Perb
banyakan bib
bit
seecara in vitro

Perbaikan
n ketegaran
plaanlet

Peningkatan
P
mulltiplikasi tunas

Konsentrasi
AgNO3 optimum

Kelem
mahannya :
- Kettersediaan setek
yan
ng tidak
men
ncukupi saat
dibu
utuhkan.
- Suliitnya
men
ngindentifikaasi
kejeelasan varietas
darii setek batang.
- Kessulitan dalam
m
tran
nsportasi kareena
sifaatnya yang
volu
uminous.

- Med
dia multiplikasi
terb
baik

Didapatkan
D
biibit melalui teknik
t
perbany
yakan cepat ddengan penu
undaan masa
seenesen

Gambaar 1. Kerangka berpikiir penelitian
n induksi mu
ultiplikasi tuunas dan ap
plikasi
AgNO
O3 pada plannlet ubi kayu
u secara in vitro

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman perdu berasal
dari Benua Amerika. tepatnya Brasil (Lingga et al. 1986; Purwono dan
Purnamawati 2007). Ubi kayu banyak dikenal sebagai ketela pohon atau
singkong, dalam Bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika
dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai
makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.
Daun ubi kayu tumbuh di sepanjang batang dengan tangkai yang panjang.
Daunnya mudah gugur dan yang berdaun biasanya adalah batang bagian atas
dekat pucuk. Ubi kayu berbuah tetapi ter batas pada tanaman yang ditanam di
dataran tinggi. Bunganya berumah satu dan kematangan bunga jantan dan bunga
betina berbeda waktunya, sehingga penyerbukan berlangsung dengan persilangan
(Lingga et al.1986). Umbi ubi kayu merupakan umbi akar atau akar pohon yang
panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm.
tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Umbi ubi kayu berasal dari
pembesaran sekunder akar adventif (Purwono dan Purnamawati 2007). Umbi ubi
kayu tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala
kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam
sianida (HCN) yang bersifat racun bagi manusia. Umbi ubi kayu merupakan
sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Lingga et al.
(1986) menyatakan bahwa ubi kayu, mulai dari umbi, batang, dan daun umumnya
mengandung (HCN). Bagian yang banyak mengandung HCN adalah kulit umbi.
Menurut Bourdoux (1982), kadar racun umbi ubi kayu dapat dibedakan menjadi 3
golongan. yaitu:
1. Kadar racun ≤ 50 mg/kg umbi (tidak beracun)
2. Kadar racun 50-100 mg/kg umbi (cukup beracun)
3. Kadar racun ≥ 100 mg/kg umbi (beracun).
Varietas ubi kayu sudah tersebar luas di masyarakat. Berdasarkan laporan
tahunan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
(Balitkabi) Malang pada tahun 2000 menyebutkan bahwa telah diperoleh 28
kombinasi persilangan dan 3 kombinasi silang bebas klon-klon ubi kayu dalam
rangka pembentukan varietas unggul ubi kayu yang rendah HCN dan toleran
terhadap serangan hama tungau merah. Varietas unggul ubi kayu yang saat ini
banyak ditanam dikalangan masyarakat diantaranya adalah Adira 1, Adira 2,
Adira 4, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6., UJ 3, dan
UJ 5 (Purwono dan Purnamawati 2007).
Berdasarkan pada hasil survei dan analisis pasar, kebutuhan berbagai jenis
industri yang memanfaatkan ubi kayu sebagai bahan baku sangat besar karena ubi
kayu dapat menghasilkan hingga 14 macam produk turunan yang digunakan oleh
industri makanan, industri farmasi, industri kimia, industri bahan bangunan.
industri kertas dan industri biofuel, sedangkan dari segi teknologi pemanfaatan ubi
kayu sebagai bahan pangan ataupun sebagai bahan bakar bukanlah sebuah
teknologi baru apalagi teknologi yang tidak terjangkau bagi bangsa kita (Night
2009). Saat ini, umbi ubi kayu mulai digunakan sebagai bahan baku pembuatan

7

gula dan etanol di Indonesia dengan produktivitas 2 000 - 7 000 L etanol ha-1
(Purwono dan Purnamawati 2007).
Kultur Jaringan Tanaman
Tanaman merupakan suatu organisme multiseluler yang kompleks dengan
organ-organ yang mempunyai fungsi masing-masing. Perkembangan dalam
bidang fisiologi menyebutkan bahwa setiap bagian tanaman dapat beregenerasi
menjadi tanaman baru. Hal inilah yang disebut teori totipotensi. Totipotensi
merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap dan
dewasa bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai, karena dalam tiap sel
terkandung rangkaian gen yang lengkap (Wetherell 1982). Menurut Gunawan
(1992), teknik mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, protoplasma, tepung sari,
ovari, dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk
memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap
dalam suatu lingkungan yang aseptik dan terkendali, dikenal dengan teknik kultur
jaringan (tissue culture).
Kultur jaringan tanaman merupakan sejumlah teknik untuk menumbuhkan
organ, jaringan dan sel tanaman (Wetter dan Constabel 1982 atau1991). Teknik
perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung
musim. Selain itu, perbanyakan tanaman dengan teknik in vitro mampu mengatasi
kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentak, dan bebas penyakit sehingga bibit
yang dihasilkan lebih sehat serta seragam. Oleh sebab itu, kini perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan merupakan teknik alternatif yang tidak dapat
dihindari bila penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala besar dan
dalam waktu relatif singkat (Hambali et al. 2006).
Multiplikasi tunas merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan
dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Multiplikasi tunas dapat diinduksi
dari mata tunas aksilar atau pun dari benih yang ditanam pada media yang
mengandung sitokinin. Tunas aksilar atau tunas adventif akan tumbuh dan
selanjutnya di subkultur. Tahapan dalam perbanyakan melalui multiplikasi tunas
secara langsung diawali dengan tahap inisiasi yang dilanjutkan dengan tahap
multiplikasi tunas. Kedua tahap tersebut dapat dilakukan pada media yang sama
tanpa melalui pemindahan ke media baru. Tahap selanjutnya adalah pengakaran
tunas yang telah dihasilkan untuk mendapatkan planlet. Perbanyakan melalui
multiplikasi tunas merupakan metode yang banyak digunakan dalam perbanyakan
tanaman secara in vitro karena selain cepat juga memiliki peluang yang kecil
untuk terjadinya penyimpangan secara genetik (Wiendi et al. 1991).
Subkultur adalah pemindahan kultur ke media yang baru, baik yang sama
maupun berbeda komposisi kimianya. Sub kultur merupakan kebutuhan untuk
memperbanyak tanaman dan mempertahankan kultur (George dan Sherrington
1984). Subkultur diperlukan bila unsur hara dan hormon dalam media telah
berkurang atau habis untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan kultur
dan bila kultur telah memenuhi wadah atau botol (Pierik 1987). Frekuensi
subkultur sangat penting, jika terlambat dapat menyebabkan deteriorasi dan
lambat untuk memperbaiki pertumbuhannya. Subkultur mungkin diperlukan
setelah dua sampai empat minggu dan kondisi kultur in vitro harus disesuaikan
dengan pertumbuhan yang semakin memanjang. Subkultur berulang dilakukan

8

untuk memperoleh jumlah tanaman yang meningkat secara eksponensial melalui
multiplikasi yang cepat (Hartmann dan Kester 1983).
Media Kultur Jaringan
Media tumbuh dalam kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang
penting dalam keberhasilan perbanyakan secara in vitro. Media dasar sebagai
tempat tumbuhnya tanaman, harus sesuai dengan karakteristik eksplan yang akan
ditanam. Media kultur jaringan merupakan media yang aseptik dan bersifat
heterotrof karena menyediakan berbagai unsur hara dan mineral yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan eksplan. Unsur hara yang ditambahkan ke dalam media
diantaranya adalah unsur hara makro, mikro, vitamin, serta karbohidrat berupa
gula sebagai sumber karbon yang penting untuk metabolisme sel. Menurut Wetter
dan Constabel (1982) komposisi media hara untuk kultur jaringan tanaman
mengandung 5 kelompok senyawa yaitu garam organik, sumber karbon, vitamin,
pengatur tumbuh, dan pelengkap organik. Menurut Beyl (2005) media kultur
jaringan meliputi air, hara makro dan mikro, zat-zat pengatur tumbuh,vitamin,
gula (karena tanaman in vitro umumnya tidak mampu berfotosintesis), dan
terkadang menggunakan bahan-bahan organik baik yang sederhana sampai yang
komplek. Semuanya terdiri sekitar 20 komponen berbeda yang biasa digunakan
dalam media.
Dalam medium kultur jaringan juga sering digunakan senyawa organik
sebagai sumber vitamin, zat pengatur tumbuh, atau asam amino yang berharga
murah jika dibandingkan dengan harga bahan sintetiknya. Contoh senyawa
organik yang umum digunakan dalam multiplikasi in vitro adalah air kelapa,
ekstrak buah pisang, tomat dan lain-lain. Ekstrak dari buah-buahan ini mempunyai
karena konsentrasi vitamin, mineral, dan zat pengatur tumbuh yang dikandungnya
sangat bervariasi tergantung pada lokasi tumbuh, cara budidayanya, varietas
tanaman, dan umur buah. Banyak media dasar yang sering digunakan dalam
teknik kultur jaringan. Beberapa media dasar tersebut diantaranya adalah media
dasar Murashige and Skoog, White, Vacin and Went, WPM, B5, dan Nitsch and
Nitsch (Gunawan 1992). Media yang digunakan disesuaikan dengan jenis
tanaman yang digunakan serta tujuan akhir yang diharapkan dari eksplan yang
ditumbuhkan secara in vitro (Chawla 2002).
Media yang paling umum digunakan adalah media Murashige and Skoog.
Menurut Gamborg dan Phillips (1995), media Murashige and Skoog (MS) atau
Linsmaier and Skoog (LS) sebagian besar menggunakan komposisi garam,
khususnya dalam meregenerasikan tanaman. Komposisi media MS dibuat untuk
kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini pada umumnya mendukung kultur
jaringan tanaman lain (Gunawan 1992). Media kultur jaringan juga sering
ditambahkan senyawa lain untuk tujuan tertentu seperti arang aktif. PVP (Poly
vinyl pyrolidon) yang digunakan sebagai pengabsorpsi senyawa fenolik yang
dapat bersifat toksik bagi sel tanaman. Senyawa ini umumnya dihasilkan oleh
tanaman berkayu dan dikeluarkan ke medium bila jaringan tanaman tersebut
ditumbuhkan. Senyawa pengabsorpsi ini sering kali juga mengabsorpsi zat
pengatur tumbuh yang ada pada media sehingga tidak tersedia bagi jaringan

9

Perbanyakan Ubi kayu
Perbanyakan bibit ubi kayu secara umum diperbanyak dengan
menggunakan setek batang. Bibit ubi kayu tidak mempunyai masa dormansi
sehingga petani biasanya menggunakan setek dari batang tanaman tanpa melalui
penyimpanan atau langsung ditanam kembali setelah panen. Kondisi ini biasanya
dilakukan di daerah beriklim basah. Ubi kayu umumnya dipanen pada musim
kemarau dan bibitnya ditanam kembali pada musim hujan. Dengan demikian,
bibit perlu disimpan terlebih dahulu 3-4 bulan sampai musim hujan tiba (Effendi
2002). Penggunaan setek batang sebagai bahan tanam mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihannya diantaranya adalah setek
batang mudah diperoleh dan harganya relatif murah, sedangkan kekurangan
adalah ketersediaannya yang tidak selalu mencukupi saat dibutuhkan setiap saat
dan sulitnya mengidentifikasi kejelasan varietas dari setek batang yang diperoleh
(Effendi 2002).
Seiring dengan terus meningkatnya permintaan ubi kayu perbanyakan yang
dilakukan secara konvensional saja tidak cukup. Kultur jaringan adalah salah satu
teknik yang bisa dipilih untuk produksi bibit ubi kayu dalam skala besar dengan
sifat tanaman yang sama dengan induknya atau sedikit terjadi penyimpangan
secara genetik (Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman 1991).
Penelitian perbaikan tanaman melalui kultur jaringan ubi kayu telah banyak
dilakukan. Onuoch dan Onwubiku (2007) melaporkan bahwa pertumbuhan varietas
ubi kayu terbaik pada parameter yang diamati (tinggi, jumlah daun, dan jumlah buku)
terdapat pada perlakuan tanpa pemberian BAP (BAP 0 ppm) untuk varietas TMS
98/0379 dan TMS 98/0581.Penelitian Medina (2006) terhadap 29 klon ubi kayu
menyatakan bahwa penambahan auksin dan sitokinin berpengaruh sangat nyata
terhadap regenerasi akar tanaman ubi kayu. Induksi kalus embriogenik pada ubi
kayu genotipe Indonesia sudah pernah dilakukan (Sudarmonowati 1994), namun
prosedur ini masih dipengaruhi banyak faktor terutama genotipe. Khumaida dan
Fauzi (2013) menyatakan bahwa media dasar MS merupakan media yang efektif
untuk induksi tunas in vitro ubi kayu varietas Adira 2 dan penambahan BAP
sampai dengan 3 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap beberapa peubah yang
diamati, namun nyata menunrunkan peubah jumlah akar. Nugroho (2010)
mengemukakan bahwa jumlah tunas total tertinggi varietas Adira 2 dan Adira 4
dihasilkan oleh perlakuan MS + 3 ppm BAP, namun di sisi lain menurunkan
jumlah akar.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Menurut Widyastuti et al. (2001) konsep zat pengatur tumbuh diawali
dengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa
organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi prosesproses fisiologis, seperti pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman.
Proses proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi
dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadangkadang juga disebut fitohormon. Dengan ditemukannya zat pengatur tumbuh yang
dapat merangsang pertumbuhan vegetatif, maka penggunaan ZPT sangat penting
pada media tanam kultur jaringan. Ahli biologi tanaman telah membagi ZPT ke
dalam 5 tipe utama yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen.

10

Setiap tipe ZPT mempunyai pengaruh masing-masing terhadap tanaman. Kelima
tipe tersebut mempunyai kesamaan yaitu mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, tahap
perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Pengaruh penambahan ZPT pada
media kultur sangatlah penting. Akan tetapi, ZPT yang sering ditambahkan pada
media adalah auksin dan sitokinin. Menurut Hartmann dan Kester (1983) auksin
dan sitokinin berpengaruh dalam pembentukan akar, tunas, dan kalus. Auksin
berperan dalam mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang.
Selain itu, auksin juga berperan dalam pemanjangan batang, pertumbuhan,
diferensiasi, dan percabangan akar. Jenis auksin yang sering digunakan adalah
IAA (indol asetic acid) yang dihasilkan secara alami oleh tanaman.
Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada
jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Menurut Wetherell (1982) sitokinin mempunyai dua peran yang penting untuk
propagasi secara in vitro, yaitu merupakan perangsang pembelahan sel dalam
jaringan pada eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas. Sitokinin berperan
merangsang pertumbuhan sel dalam jaringan yang disebut eksplan dan
merangsang pertumbuhan tunas daun (Wetherell 1987). Menurut Hartmann dan
Kester (1983) sitokinin digunakan untuk merangsang pembentukan tunas dan
memecah dormansi sel dan mempunyai peranan dalam morfogenesis dan
pembelahan sel. Akan tetapi, proses-proses pembelahan sel pada sel-sel meristem
akan dihambat oleh pemberian sitokinin eksogen tergantung dari adanya
fitohormon lainnya, terutama auksin (Wattimena 1989).
Tiga jenis sitokinin sintetik yang terkenal diantaranya adalah BAP (6benzylaminopurine), kinetin (6-furfurylaminopurine), dan BPA (6 benzylamino)9-(2-tetrahydro-pyranyl)-9H-purine) (Harjadi 2009). BAP merupakan sitokinin
sintetik turunan adenine yang disubtitusi pada posisi 6 yang strukturnya serupa
dengan kinetin (Wattimena 1998). Sitokinin sangat aktif dalam mendorong
pertumbuhan kalus. BAP adalah salah satu sitokinin sintesis yang mempunyai
peran fisiologis untuk mendorong pembelahan sel, sehingga penambahan BAP ke
dalam media dapat merangsang pembentukan tunas majemuk (Lizawati et al.
2009). Kinetin (6-furfurylaminopurine) merupakan suatu turunan dari basa
adenine yang berfungsi meningkatkan pembelahan sel (cytokinesis) (Wattimena
1989; Dwijoseputro 1980). Menurut Wetherell (1982) kinetin bersifat memacu
pertumbuhan tunas lateral yang biasanya tidak terlihat nyata akibat pengaruh dari
tunas apikal pucuk. Hal inilah yang selanjutnya menjadi dasar fisiologi dalam
upaya meningkatkan jumlah cabang lateral. yang seperti diketahui sangat penting
artinya bagi pembiakan secara in vitro.
AgNO3 (Perak nitrat)
Perak nitrat merupakan sebuah senyawa anorganik dengan rumus
kimia AgNO3. AgNO3 banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman.
Beberapa penelitian yang menggunakan AgNO3 diantaranya, Balkhande et al.
(2013) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 pada media MS yang
mengandung 2 mgL-1 memberikan pengaruh nyata dalam menginduksi
pertumbuhan tunas pada tanaman Momordica cybalaria. Elif et al. (2005)
melaporkan bahwa penambahan 23.54 µM AgNO3 ke dalam media MS dengan

11

kombinasi 33 µM BAP dan 5.3 µM a-naphthaleneacetic acid (NAA) mampu
memberikan pertumbuhan tunas yang terbaik pada tanaman Arachis hypogaea L.
Zhu et al. (2008) melaporkan bahwa pematangan dan regenerasi embrio somatik
sekunder dari satu kultivar ubi kayu dapat ditingkatkan dengan menggunakan 16
mg L-1 AgNO3 dan 0.25 mg L-1ABA.
Perak nitrat berperan sebagai kompetitif inhibitor pada sintesis etilen. Zhang
et al. (2001) melaporkan bahwa aksi perak nitrat dalam kultur jaringan
diasumsikan berasosiasi dengan efek fisiologi etilen. Fuentes et al. (2000) pada
penelitian proliferasi tanaman Coffea canephora mengemukakan bahwa pada
konsentrasi rendah AgNO3 dapat menunda senesen atau penuaan yang terjadi pada
pertumbuhan dan proliferasi tunas. Sofia (2010) mengemukakan bahwa
penambahan AgNO3 ke dalam media kultur jaringan dapat menghambat
pertumbuhan kalus menjadi tunas dan mengurangi jumlah tunas yang terbentuk,
tetapi dapat mencegah terjadinya browning pada tanaman Jatropha curcas L.

3 INDUKSI MULTIPLIKASI TUNAS UBI KAYU
(Manihot esculenta Crantz.) SECARA IN VITRO DAN IN VIVO
Abstrak
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu induksi multiplikasi tunas ubi kayu
secara in vitro dan perbanyakan ubi kayu menggunakan setek mini secara in vivo.
Percobaan pertama bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa taraf
konsentrasi sitokinin terhadap multiplikasi ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4,
dan UJ 5. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dua faktor
dengan delapan ulangan. Faktor pertama merupakan komposisi zat pengatur
tumbuh kinetin (0, 3, 6, dan 9 ppm) dan BAP (0, 3, 6, dan 9 ppm) dan faktor
kedua varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4, dan UJ 5). Hasil
menunjukkan jumlah daun tertinggi terdapat pada varietas UJ 5 yang dikulturkan
pada MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P. Hari muncul tunas tercepat (3HSP) pada
Adira 4 dan Malang 4 terjadi pada saat kedua varietas dikulturkan pada media
MS0, sedangkan pada UJ 5 adalah saat dikulturkan pada media MS + 3 ppm
kinetin + 2 ppm Ca-P. Percobaan kedua bertujuan untuk mengetahui respon
pertumbuhan setek mini ubi kayu secara in vivo. Percobaan ini disusun dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor yaitu varietas ubi kayu
(Adira 4, Malang 4, dan UJ 5). Hasil penelitian menunjukan bahwa varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek mini ubi kayu. Berdasarkan hasil
uji t diketahui bahwa jumlah daun dan jumlah tunas varietas Adira 4, Malang 4
dan UJ 5 pada perbanyakan menggunakan setek mini (in vivo) lebih tinggi
dibandingkan pada percobaan in vitro pada 5 minggu setelah tanam.
Kata kunci: BAP, kinetin, setek mini, sitokinin

12

Abstract
In vitro multiplication is a rapid and massive propagation method that can
be used to support cassava seedling production. This research was consisted of
two experiments, i.e in vitro shoot multiplication of cassava and AgNO3
application on cassava planlet (Manihot esculenta crantz.) and in vivo mass
propagation of cassava by mini cutting. The objective of the first experiment was
to determine the suitable cytokinin type and concentration in the in vitro shoot
multiplication of three cassava varieties. The first experiment was arranged in the
randomized complete design with two factors and eight replications. The first
factor was type of cytokinin, i.e kinetin (0, 3, 6, and 9 ppm) and BAP (0, 3, 6, and
9 ppm). The second factor was cassava variety consisted of Adira 4, Malang 4,
and UJ 5. The result showed that the higher number of leave (4.50) produced by
UJ 5 were obtained in MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P. Based on contrast
analysis BAP is more appropriate for Adira 4 because it produced a higher
number of leaves than the use of kinetin. Kinetin is more appropriate for UJ 5,
especially in generating the number of nodes and number of shoots. The objective
of the second experiment was to know growth response cassava mini cutting. The
second experiment was arranged in the randomized complete design with one
factor and five replications, i.e varieties of cassava (Adira 4, Malang 4, and UJ5).
The result showed varieties of cassava had no significant effect on the growth of
in vivo propagation of cassava cuting. Based on student analysis in vivo
propagation using mini stem cutting resulted in higher number of leaves and shoot
on Adira 4, Malang 4 and UJ 5 varieties compared to those on in vitro propagation
method at 5 weeks after planting.
Keywords : BAP, cytokinin, kinetin, mini cutting
Pendahuluan
Bibit ubi kayu umumnya diperoleh dari perbanyakan vegetatif secara setek
dibandingkan dengan perbanyakan generatif. Hal tersebut dikarenakan biji ubi
kayu memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dan sering kali mengalami
dormansi (Beyene 2009). Perbanyakan bibit ubi kayu yang diperbanyak
menggunakan setek juga masih terhambat oleh ketergantungan terhadap musim.
ancaman infeksi penyakit (Acedo dan Labana 2008), serta turunnya daya tumbuh
saat bibit disimpan dalam jangka waktu yang lama (Effendi 2002). Perbanyakan
ubi kayu melalui kultur jaringan (in vitro) menawarkan peluang besar untuk
menghasilkan bibit tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat.
Pembudidayaan ubi kayu melalui teknik kultur in vitro memberikan peluang
untuk melakukan perbanyakan secara massal dan menghindari resiko bibit terkena
penyakit. Selain itu, melalui kultur jaringan pemenuhan ketersediaan bibit
sepanjang tahun tanpa tergantung musim serta terjaganya kualitas bibit selama
masa penyimpanan (George et al. 2008).
Penambahan zat pengatur tumbuh dalam media kultur merupakan salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan multiplikasi. Zulkarnaen (2009)
mengungkapkan bahwa dalam teknik kultur jaringan, kehadiran zat pengatur
tumbuh sangat nyata pengaruhnya. Pada umumnya, media perbanyakan secara in

13

vitro menggunakan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin yang banyak
digunakan untuk memacu pembentukan tunas (George dan Sherington 1984).
Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan dalam teknik in vitro adalah BAP
(6-benzylaminopurine) dan kinetin. Hu & Wang (1983) mengemukakan bahwa
BAP merupakan senyawa sitokinin yang biasa dipakai dalam kultur jaringan.
Wattimena (1989) juga mengemukakan bahwa BAP lebih sering digunakan
karena lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia, bisa disterilisasi, dan efektif.
Maulida (2005) menyatakan bahwa pada tanaman jarak kaliki
(Ricinus communis L.) BAP cenderung merangsang multiplikasi tunas dan
mempunyai pengaruh mempercepat induksi tunas.
Induksi multiplikasi ubi kayu dilakukan dengan menggunakan 3 ppm BAP
sebagai konsentrasi terbaik. Namun demikian, hasil yang didapatkan belum
maksimal (Nugroho 2010). Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan 2 jenis
sitokinin yaitu BAP dan kinetin dengan konsentrai 3, 6, dan 9 ppm, yang
diharapkan mampu memberikan hasil yang lebih baik sehingga meningkatkan
multiplikasi tunas ubi kayu secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah
1) mendapatkan jenis dan konsentrasi sitokinin terbaik untuk menginduksi
pertumbuhan tunas pada masing-masing varietas yang digunakan, 2) mengetahui
efisiensi penggunaan bahan tanam berupa setek mini ubi kayu.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan Maret
2013 di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdiri
atas dua percoban terpisah yang terdiri atas induksi multiplikasi tunas ubi kayu
secara in vitro dan induksi multiplikasi ubi kayu secara in vivo. Penelitian
dilakukan pada tiga varietas ubi kayu yaitu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5.
1a. Percobaan multiplikasi tunas ubi kayu secara in vitro
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan jenis dan konsentrasi
sitokinin terbaik untuk menginduksi pertumbuhan tunas pada masing-masing
varietas yang digunakan. Sumber eksplan pada percobaan ini berupa tunas ubi
kayu dari kultur asenik (Gambar 2). Eksplan berupa tunas dengan ukuran 2-3
buku disterilisasi dengan menggunakan Menkozeb 80%, Streptomisin sulfat 20%,
alkohol 70%, Natrium hipoklorit 5.25%, kemudian dibilas dengan akuades steril.
Tunas kemudian ditanam ke dalam media MS0 dengan jumlah 2 eksplan per
botol. Tunas yang steril dan tumbuh setelah berumur 2-3 minggu setelah tanam
(MST) kemudian disubkultur ke media perlakuan.
Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
dua faktor dengan delapan ulangan. Tiap unit ulangan merupakan satu botol kultur
diameter 6 cm zat pengatur tumbuh yaitu kinetin (0, 3,6,dan 9 ppm) dan BAP (0,
3, 6, dan 9 ppm). Faktor kedua merupakan varietas ubi kayu yaitu Adira 4,
Malang 4, dan UJ 5. Semua media juga ditambahkan dengan 2 ppm Ca-P. Peubah
yang diamati meliputi hari muncul tunas, jumlah buku, jumlah daun baru dan
jumlah daun senesen. Pengamatan dilak