Analisis morfologi dan anatomi aksesi pisang ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dan seleksi in vitro generasi ke empat

ii

RINGKASAN

YULI NURHAYATI. Analisis Morfologi dan Anatomi Aksesi Pisang Ambon
Hijau Tahan Fusarium Hasil Induksi Mutasi dan Seleski In Vitro Generasi
Ke Empat. (Dibimbing oleh SOBIR).
Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari keragaman morfologi dan
anatomi aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil mutasi dan seleski in
vitro generasi ke empat yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian
Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor, laboratorium PKBT,
Baranangsiang, Bogor, dan laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor pada
bulan November 2009-Juni 2010.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan
perbandingan keragaman antar aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan
kontrol dengan membandingkan nilai koefisien keragaman masing-masing aksesi.
Bahan tanam yang digunakan yaitu aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium
generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan
AH (kontrol). Masing-masing aksesi ditanam dalam satu baris dengan jumlah 23
tanaman per aksesi (23 ulangan). Keseluruhan tanaman berjumlah 92 tanaman.
Pengamatan dilakukan terhadap morfologi dan anatomi tanaman pisang Ambon

hijau tahan fusarium dan kontrol. Karakter morfologi yang diamati yaitu karakter
vegetatif, generatif, dan kualitatif. Karakter anatomi yaitu kerapatan stomata dan
anatomi akar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter vegetatif

tinggi tanaman,

lingkar batang, jumlah daun dan jumlah anakan aksesi pisang Ambon hijau tahan
fusarium menunjukkan penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol,
sedangkan diantara masing-masing aksesi Ambon hijau tahan fusarium tidak
menunjukkan perbedaan. Aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki
laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada kontrol yaitu umur berjantung lebih
awal 7 BST sedangkan kontrol 10 BST. Karakter kualitatif untuk tipe
pertumbuhan daun, posisi anakan, bentuk pangkal helai daun, bentuk tunas jantan,
bentuk ujung braktea, dan pola pelepasan braktea tidak menunjukkan perbedaan

iii
antara ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Sedangkan
perkembangan anakan menunjukkan perbedaan penampilan. Karakter generatif
jumlah sisir dan bobot tandan menunjukkan penampilan yang sama dengan

kontrol, sedangkan bobot sisir menunjukkan penampilan yang berbeda.
Penampilan kerapatan stomata dan anatomi akar menunjukkan penampilan yang
sama dengan tanaman kontrol. Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium
memiliki penampilan yang seragam.

ABSTRACT

YULI NURHAYATI. Morphologi and Anatomy Analysis of Banana Accession
of Ambon Hijau Resistant to Fusarium Result of Mutation Induction and In
Vitro Selection of Four Generation. Under the direction of SOBIR.
Fusarium wilt that caused by Fusarium oxysporum cubense (FOC) has been a
serious problem on most banana cultivar in the world including Ambon hijau variety.
Availability of the disease resistant variety can solve the disease problem. In order to
obtain genetic variability related to fusarium resistant Ambon hijau variety, an
irradiation treatment apply to the cali followed by in vitro selection and field
evaluation among promising mutants. The research aimed to study the variability of
anatomy and morphology of Ambon hijau mutants accessions that resistant to
fusarium wilt result after for four generations. Plant material used in this exsperiment
was fusarium resistant ambon hijau accession result to mutation for three generation
with of treatment AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45, and AH.

This research was conducted at Pusat Kajian Buah-buahan (PKBT) Field
Station in Pasir Kuda, Bogor, and PKBT laboratory at Baranangsiang, Bogor, and
Biology laboratoy of IPB, dramaga Bogor from November 2009 to Juny 2010. The
exsperiment was arranged randomize block design and comparison of diversity
between banana accession of Ambon hijau resistant to fusarium and control by
comparing coefficient value of variability each accession. The observation conducted
to anatomy and morphology of Ambon hijau resistant to fusarium and control.
Morphologi character perceived that is character of vegetative, generative, and
qualitative. Anatomy character that is stomata density and root anatomy.
The result showed that character of vegetative height of crop (height
pseudostem), circular of stem (circular of pseudostem), number of leaf and number of
suckers of Ambon hijau resistant to fusarium show different appearance with control,
while among each accession of Ambon hijau resistant to fusarium don’t show
difference. Accession of Ambon hijau resistant to fusarium have quicker growth rate

from at control that is age have earlier heart to 7 BST while control 10 BST.
Qualitative character for the type of leaf habit, position of suckers, shape of leaf blade
base, male bud shape, bract apex shape, and bract behaviour before falling don’t
show difference between third accession of Ambon hijau resistant to fusarium and
control. While development of suckers show difference of appearance. Generative

character for number of hands and bunch weight show appearance which equal to
control, while hands weight show different appearance. Appearance of stomata
density and root anatomy show appearance which equal to control. Third banana
accession of Ambon hijau resistant to fusarium have uniform appearance.

Keyword : Ambon Hijau, fusarium, diversity, anatomy and morphologi

iv

ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG
AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI
MUTASI DAN SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT

Skripsi sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

YULI NURHAYATI
A24060515


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG
AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI
DAN SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT

Nama

: YULI NURHAYATI

NIM

: A24060515


Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sobir, M.Si
NIP 19640512.198903.1.002

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian, IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr
NIP 19611101.198703.1.003

Tanggal Lulus :

ii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 18 Desember 1987. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparman dan
Ibu Cicin Lustini.
Penulis menempuh pendidikan pertama di SD Negeri Dawungsari 3, tahun
2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Cilawu, Garut. Selanjutnya penulis
lulus dari SMA Negeri 1 Cilawu tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, dan tahun 2007 penulis diterima
pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi Hortikultura,
Fakultas Pertanian IPB.
Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
Organisasi Forum Komunikasi Rohis Departemen Faperta (FKRD A) dan
Organisasi Mahasiswa Daerah Garut (OMDA HIMAGA). Selama menjalankan
studi, penulis menerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa).

iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT segala nikmat dan
rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini
berjudul “ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG
AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI DAN

SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT” yang berlokasi di Kebun
Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penyelesaian tugas akhir pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu tahapan dalam penyusunan
tugas akhir. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Sobir,
M.Si sebagai pembimbing skripsi, yang banyak memberikan arahan dan masukan
serta bimbingan selama kegiatan penelitian.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat serta informasi
mengenai keragaman morfologi dan anatomi pisang Ambon hijau tahan fusarium
hasil induksi mutasi dan seleksi in vitro generasi ke empat.

Bogor,

Januari 2011

Penulis

iv


UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT segala nikmat dan
rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dewi Sukma, Sp. MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi.
2. Kedua orang tua dan adik yang telah memberikan perhatian, dukungan, do’a
dan semangat selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi.
3. Dosen dan Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, IPB.
4. Bu Dorli yang telah memberikan pengarahan dan masukan selama pelaksanaan
penelitian.
5. Mba Lasih yang telah memberikan pengarahan selama penelitian dan kepada
teh Pipit, pak Leman serta staf PKBT yang lain yang telah membantu.
6. Pak Baisuni dan pegawai Kebun Percobaan Pasir Kuda yang lainnya yang telah
membantu penelitian.
7. Tika, Arti, Cha, Hatipah, Uli, Wahyu, dan teman-teman AGH yang telah
memberikan semangat dan bantuannya selama penelitian.
8. Tias dan Aci yang telah membantu penelitian.

9. Teman-teman kostan yang telah memberikan semangat.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian
maupun penulisan skripsi ini.

v

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang.................................................................................. 1
Tujuan............................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3
Syarat Tumbuh.................................................................................. 3
Morfologi Pisang .............................................................................. 4
Penyakit Layu Fusarium.................................................................... 5
Pisang Tahan Fusarium ..................................................................... 6
Penanggulangan Penyakit Fusarium .................................................. 7
Induksi Mutasi .................................................................................. 8

BAHAN DAN METODE ................................................................................ 11
Tempat dan Waktu .......................................................................... 11
Bahan dan Alat................................................................................ 11
Metode............................................................................................ 11
Pelaksanaan .................................................................................... 12
Pengamatan..................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 18
Kondisi Umum................................................................................ 18
Karakter Kualitatif .......................................................................... 19
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakter Vegetatif......................... 22
Karakter Generatif........................................................................... 26
Kerapatan Stomata Dan Anatomi Akar............................................ 29
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33
Kesimpulan..................................................................................... 33
Saran............................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34
LAMPIRAN .................................................................................................... 37

vi

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Keragaan Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan
Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan
Kontrol (AH) ...................................................................................20

2.

Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga
Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) ......21

3.

Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Vegetatif Aksesi Pisang Ambon
Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Saat 4, 5, dan 6 BST..................22

4.

Rataan Tinggi Tanaman Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................23

5.

Rataan Lingkar Batang Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................23

6.

Rataan Jumlah Daun Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................24

7.

Rataan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST.............................25

8.

Perbandingan Keragaman Tinggi Tanaman, Lingkar Batang, Jumlah
Daun, dan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) pada 6 BST ..........................................25

9.

Waktu Berjantung dan Jumlah Tanaman yang Berjantung Tiga Aksesi
Pisang
Ambon
Hijau
Tahan
Fusarium
dan
Kontrol
(AH)....................................................................................................26

10.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Buah Aksesi Pisang
Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol ......................................27

11.

Rataan Jumlah Sisir dan Bobot Tandan Tiga Aksesi Pisang Ambon
Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) .........................................27

12.

Rataan Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium
dan Kontrol (AH) .............................................................................28

13.

Perbandingan Keragaman Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon
Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) .........................................28

14.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Anatomi Stomata
Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol ...............29

15.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Anatomi Akar Aksesi
Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol...........................29

16.

Rataan Jumlah dan Kerapatan Stomata Atas dan Bawah Tiga Aksesi
Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)..................30

17.

vii
Rataan Anatomi Akar Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) .............................................................31

viii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Tipe Pertumbuhan Daun Pisang...........................................................14
2. Bentuk Pangkal Helai Daun Pisang......................................................14
3. Bentuk Tunas Jantan Pisang ...............................................................15
4. Bentuk Ujung Braktea Pisang .............................................................15
5. Tipe Pelepasan Braktea Pisang ...........................................................16
6. Skema Perolehan Bahan Tanam...........................................................17
7. Kondisi Pertanaman Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan

Kontrol ................................................................................................19
8. Penampilan Anakan Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan

Kontrol ................................................................................................25
9. Penampilan Buah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium

dan Kontrol (AH) Saat 10 dan 11 BST.................................................29
10. Anatomi Stomata Pisang Ambon Hijau................................................31
11. Anatomi akar Pisang Ambon Hijau......................................................32

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Penampilan Stomata Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium

dan Kontrol (AH) Bagian Atas dan Bawah Perbesaran 40x10..............37

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengembangan tanaman pisang mengalami banyak kendala seperti adanya
serangan penyakit layu fusarium. Layu fusarium disebabkan oleh Fusarium
oxysporum Schlechtend:Fr. f. sp. cubense (E.F. Smith) Snyder dan Hansen.
Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Serangan penyakit
layu tersebut terjadi hampir di seluruh sentra produksi pisang dengan intensitas
serangan layu yang tinggi. Kerusakan lebih dari 40 000 ha pada pertanaman
pisang di Amerika Tengah dan Selatan. Tahun 1976 di Taiwan 500 000 tanaman
pisang dalam luasan 1 200 ha terserang penyakit fusarium, di Indonesia layu
fusarium menghancurkan 2 000 ha pertanaman pisang Cavendish di Sumatera
Selatan tahun 1996 (Hwang dan Ko, 2004).
Banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit fusarium, salah
satunya dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui
perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan
teknologi budidaya yang baik misalnya dengan penggunaan bibit bebas penyakit
(perbanyakan secara in vitro), pengendali hayati menggunakan agens antagonis,
solarisasi, penggunaan pupuk kandang/kompos, identifikasi ras dan VCGs
populasi fusarium (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2003; Riset Unggulan
Strategis Nasional 2004). Perbaikan tanaman terutama sifat ketahanan terhadap
penyakit dapat dilakukan dengan induksi mutasi melalui peningkatan keragaman
somaklonal dengan radiasi yang diikuti seleksi in vitro. Peningkatan keragaman
genetik tanaman dilakukan melalui mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma,
sedangkan peningkatan sifat ketahanan terhadap fusarium dilakukan melalui
seleksi in vitro (Zarmiyeni et al., 2007).
Institut penelitian pisang di Taiwan telah mengembangkan klon resisten
penyakit fusarium hasil kultur jaringan melalui variasi somaklonal seperti
GCTCV-119 dan GCTCV-218 (Hwang dan Ko, 2004). Klon hasil kerja sama
PKBT dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan

2
Sumber Daya Genetika Pertanian (BBBiogen), Bogor. Melalui teknologi iradiasi
dan seleksi in vitro dihasilkan tiga pisang baru tahan fusarium dengan penampilan
seperti Barangan, Cavendish, dan Ambon hijau. Sampai saat ini ketiga klon
pisang tersebut telah diuji ketahanannya terhadap fusarium sampai generasi
ketiga.
Beberapa klon/aksesi pisang tahan fusarium tersebut dapat digunakan
sebagai varietas baru untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. Penggunaan
klon tahan fusarium diharapkan dapat meningkatkan produksi pisang. Pisang
tahan fusarium memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan tanaman pisang
yang rentan sehingga akan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan
penyakit dan dapat meningkatkan produksi pisang. Penggunaan klon pisang tahan
penyakit perlu diuji coba ketahanannya dengan penanaman langsung di lapang.
Penelitian ini menggunakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi
ketiga untuk melihat keragaman morfologi dan anatominya pada penanaman
tahap empat.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman morfologi dan
anatomi aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dan
seleksi in vitro generasi ke empat.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh
Menurut Nakasone (1998) suhu untuk pisang berkisar 15-380C dengan
suhu optimum 270C. Suhu Optimum untuk akumulasi bahan kering dan
kematangan buah berkisar 200C dan untuk penampilan daun baru sekitar 300C.
Tanaman yang tumbuh di daerah subtropis memproduksi lebih sedikit daun per
tahun dibandingkan daerah tropis dan lebih lama diproduksi dan perkembangan
buah. Pisang dapat tumbuh pada jenis tanah lempung aluvial yang gembur dan
mengandung bahan organik yang tinggi dengan tekstur tanah antara berpasir
sampai tanah liat yang berat dan pH tanah yang digunakan antara 4.5 dan 7.5 dan
yang direkombinasikan 5.8-6.5. Selanjutnya Nelson et al. (2006) menambahkan
bahwa pisang tumbuh pada ketinggian 0-920 m tergantung garis lintang, suhu
tahunan 26-30oC, curah hujan tahunan 2000 mm. Sedangkan Suhartanto et al.
(2007) menyatakan bahwa karakteristik lahan yang sesuai untuk pertumbuhan
pisang yaitu temperatur 25-270C, ketinggian tempat 800 m dpl (di atas permukaan
laut), curah hujan 1500-2500 mm/tahun dengan 0-2 bulan lamanya masa kering,
dan kelembaban >60%.
Pisang membutuhkan air yang selalu tersedia, irigasi penting dilakukan
jika curah hujan lebih rendah dari evaporasi atau kurang dari 200 mm/bulan
(Nakasone, 1998; Suhartanto et al., 2007). Hal tersebut akan memberikan
keuntungan terhadap pemupukan. Wilayah dengan curah hujan tinggi atau
mendung untuk fotosintesis optimum mempunyai banyak masalah penyakit dan
membutuhkan drainase yang ekstensif. Cahaya matahari penuh dibutuhkan untuk
pertumbuhan yang lebih baik, walaupun dapat terjadi buah terbakar cahaya
matahari terutama jika suplai air kurang. Kondisi ternaungi atau cuaca mendung
dapat memperpanjang siklus pertumbuhan sampai tiga bulan dan mengurangi
ukuran tandan buah (Nakasone, 1998).

4
Morfologi Pisang
Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi
2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Corm mempunyai
pucuk yang menghasilkan rhizom pendek dan tunas yang berada dekat induk.
Bentuk akar banyak dan menjalar secara ekstensif 4-5 m dari induk dan ke bawah
75 cm (Nakasone, 1998). Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5-8 mm
berwarna putih ketika baru dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan
berkembang akar sekunder dan tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih
pendek dari akar utama. Akar sekunder berasal dari protoxilem dekat ujung akar
dan terus berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar
pada perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam
pengambilan air dan mineral (Robinson, 1999).
Batang sejati pada tanaman pisang sebagian atau keseluruhan ada di
bawah tanah yang disebut rhizom. Rhizom dewasa berdiameter sekitar 300 mm.
Rhizom merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan tandan buah
dan perkembangan anakan. Sebelum berbunga, rhizom berisi sekitar 35% total
bahan kering dan menurun menjadi 20% saat kematangan buah karena cadangan
didistribusikan untuk pertumbuhan buah (Robinson, 1999). Daun pertama
dihasilkan dari meristem pusat pada perkembangan anakan. Daun-daun yang
paling besar adalah yang muncul sebelum berbunga. Tangkai daun berlanjut
kedalam daun itu sendiri menjadi tulang daun membagi helai menjadi dua bagian
lamina. Lamina dewasa memiliki panjang berkisar 1.5-2.8 m pada kultivar
Cavendish dan lebar 0.7-1.0 m. Stomata terdapat pada kedua permukaan,
kerapatan pada permukaan abaxial sekitar 140 per mm2 tiga kali dari permukaan
adaxial. Lamina membutuhkan 6-8 hari untuk membuka secara sempurna.
umumnya 10-15 daun fungsional pada tanaman saat muncul bunga dan total luas
daun 25 m2 (Nakasone, 1998; Robinson, 1999).
Bunga terdiri dari kumpulan dua baris bunga, bunga betina muncul
pertama dan kemudian disusul bunga jantan. Braktea membuka secara sekuen
sekitar satu per hari. Tangkai bunga terus memanjang sampai 1.5 m. Buah
kemungkinan berkembang dari ovari inferior. Eksokarp disusun pada lapisan

5
epidermis dan aerenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp terdiri atas
lapisan hampir rongga ovarian. Masing-masing node mempunyai dua baris pada
bunga membentuk tandan pada buah yang secara umum disebut sisir dengan buah
individual disebut finger. Pisang Cavendish mempunyai 16 sisir per tandan
dengan 30 finger per sisir dan berat tandan buah 70 kg. Buah matang pada daerah
tropik sekitar 85-110 hari setelah muncul inflorescence (antesis). Perkembangan
buah pada daerah subtropik dingin atau di bawah kondisi mendung sekitar 210
hari (Nakasone, 1998).

Penyakit Layu Fusarium
Layu fusarium disebabkan oleh jamur tular tanah Fusarium oxysporum f.
sp. cubense (FOC). Gejala awal menguning pada daun tua yang menyebar ke daun
yang lebih muda yang mengakibatkan daun pada pangkal tangkai daun menjadi
layu. Penguningan daun mulai dari garis tepi dan naik ke arah tulang daun.
Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang
semu.

Sebagian daun menjadi hijau pada beberapa keadaan. Selama

perkembangan penyakit, daun yang lebih muda roboh sampai seluruh bagian
kanopi mati atau daun kering (Ploetz et al., 2003; Moore et al., 1995; Hwang dan
Ko, 2004).
Infeksi terjadi ketika patogen menembus sistem akar. Patogen menyerang
jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Penyebaran tejadi
melalui pembuluh xilem kemudian ke dalam rhizom dan batang semu. Batang
yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi
kecoklatan (Robinson, 1999; Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan,
1994). Pada batang semu sedikit lapisan coklat atau bintik menjadi jelas dan
sampai pelepah daun yang lebih tua (Ploetz et al., 2003). Menurut Nelson (1993)
spesies fusarium pada tanaman dapat mengakibatkan gejala bercak daun, busuk
akar, busuk buah, penyakit layu, dan blight (hawar daun).
Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada
akar tanaman yang sakit. Apabila terdapat tanaman peka, melalui akar yang luka
dapat segera menimbulkan infeksi. Tanaman yang terserang tidak akan mampu

6
berbuah atau buahnya tidak terisi (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan,
1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu
fusarium yaitu kultivar pisang, drainase, kondisi lingkungan dan tipe tanah
(Moore et al., 1995). Penyakit ini mudah menular melaui bibit dan alat pertanian
yang dipakai terutama terjadi pada tanah yang aerasinya kurang baik, becek, dan
air tanahnya menggenang. Pada tanah lempung berpasir penyakit ini dapat meluas
dengan cepat (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994).

Pisang Tahan Fusarium
Penyakit fusarium merupakan masalah dalam pengembangan tanaman
pisang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui penggunaan varietas tahan
(Sukmadaja et al., 2006). Perakitan varietas tahan terhadap penyakit memerlukan
keragaman genetik yang besar. Perlakuan radiasi yang dikombinasikan dengan
seleksi in vitro dapat digunakan untuk memperoleh varietas tanaman yang tahan
terhadap penyakit. Perbaikan sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat
dilakukan melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan seleksi in vitro.
(Damayanti, 2004; Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004).
Umumnya klon pisang tahan fusarium memiliki karakter yang lebih baik
dari pada klon yang rentan. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan yang
cepat, kualitas buah lebih baik dengan ukuran buah lebih besar, dan produksi yang
dihasilkan lebih tinggi. Penggunaan klon resistan dimaksudkan untuk mengurangi
kerusakan akibat penyakit fusarium (Hwang, 1993). Hwang dan Ko (2004)
melaporkan bahwa pisang Cavendish yang toleran layu fusarium stabil dan
ketahanannya bertahan setelah 10 tahun. Hasil penelitian Kosmiatin (2006)
menunjukkan bahwa penanaman tanaman pisang hasil iradiasi sinar gamma yang
memiliki ketahanan terhadap fusarium di lokasi endemik menunjukkan
pertumbuhan yang baik dengan rata-rata jumlah anakan yang tumbuh lebih dari
dua, pada saat tujuh bulan setelah dipindahkan. Bahkan dua diantara tanaman
tersebut mampu berbuah dan bisa dipanen.

7
Penanggulangan Penyakit Fusarium
Pengendalian penyakit pisang dilaksanakan dengan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau
mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik.
Tingkat serangan dapat dikurangi melalui penggunaan bibit bebas penyakit
dengan perbanyakan in vitro dan desinfektan bibit (bonggol) pisang yang berasal
dari lapang dan menekan perkembangan patogen dengan modifikasi lingkungan
tumbuh sehingga tidak mendukung pertumbuhan patogen. Selain itu melalui
pengendalian hayati secara biokultural menggunakan agens antagonis dengan
memanfaatkan mikroba (mikroorganisme, saprofit, plant growth promoting
rhizobacteria), hasil eksplorasi yang dikombinasikan dengan aplikasi kompos,
dan solarisasi tanah (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004 ).
Solarisasi tanah yang disertai aplikasi pupuk kandang dan introduksi
kombinasi Gliocladium dan Bacillus sp. berindikasi kuat sebagai strategi
pengendalian terbaik untuk menekan penyakit layu fusarium pada pisang. Selain
itu melalui pengembangan konsorsium mikroba yang telah memperoleh bakteri
yang mampu menekan perkembangan penyakit layu fusarium yaitu satu perlakuan
tunggal L32 dari antagonis kelompok Bacillus dan empat perlakuan konsorsium
ThES32, BaPT3, TvPT3, dan ThBRA61 dari kelompok Pseudomonas fluorescens
(Riset Unggulan Strategis Nasional, 2007).
Kegiatan identifikasi Ras dan VCG dilakukan untuk menanggulangi
penyakit layu fusarium yang meliputi isolasi patogen dan pengumpulan isolat, uji
pantogenetis, pengujian ras, dan persiapan pengumpulan nitrate nonutilizing
mutant (nit mutant) dalam deteksi Vegetative Compatibility Groups (VCGs)
(Riset Unggulan Strategis Nasional, 2003). Upaya lain untuk menekan
perkembangan

serangan

penyebab

penyakit

fusarium

adalah

dengan

menghilangkan sumber inokulum melalui pemusnahan tanaman sakit atau
eradikasi. Eradikasi dilakukan terhadap tanaman dewasa dan anakan yang
berpenyakit beserta rumpunnya. Jika serangan sampai dengan 40% maka tanaman
sakit berserta rumpunnya dan beberapa tanaman di sekitarnya dimusnahkan.

8
Serangan lebih dari 40% maka dilakukan eradikasi total (Balai Penelitian
Tanaman Buah, 2004).

Induksi Mutasi
Mutasi merupakan variasi atau perubahan mendadak yang dapat
diturunkan dalam gen atau dalam struktur sebuah kromosom (Allard, 1995) yang
dihasilkan dari segala macam perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan
perubahan kenampakan fenotip yang diinginkan (Crowder, 2006). Perubahan
keturunan yang secara tiba-tiba sebagai suatu mutasi yaitu titik mutasi atau
merupakan hasil dari perubahan jumlah atau struktur kromosom. Penyimpangan
kromosom ini termasuk pelipatgandaaan atau kehilangan dari kromosom
(perpindahan atau perubahan), dan perbanyakan dari seluruh kromosom atau
seperangkat kromosom (poliploida) (Allard, 1992).
Suatu mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan dari suatu
organisme, dalam sel-sel dari setiap jaringan baik somatik maupun germinal
(Crowder, 2006), pada bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun
lebih banyak terjadi pada pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan
sel seperti tunas dan biji. Mutasi diduga bersifat khas, hanya mempengaruhi
karakter tunggal yang lebih umum (Allard, 1995). Dalam jaringan somatik mutasi
mengakibatkan pola mosaik pada satu atau beberapa sel sedangkan dalam jaringan
generatif mutasi dapat dipindahkan kepada keturunannya tetapi tidak terlihat
untuk beberapa generasi (Crowder, 2006).
Sebenarnya mutasi dapat terjadi secara alamiah di alam namun peluang
kejadiannya sangat kecil. Untuk meningkatkan peluang terjadinya mutasi
dilakukan mutasi buatan atau pemuliaan mutasi (Sastrosumarjo et al., 2006).
Pemuliaan mutasi secara khusus bermanfaat dalam mengubah karakteristik
tunggal sederhana yang diwariskan sistem gen yang berkembang tinggi misalnya
menambah karakteristik khusus pada tanaman buah-buahan dan tanaman lain
yang diperbanyak secara vegetatif (Allard, 1995). Mutasi yang dibuat dan
diarahkan telah menghasilkan varietas-varietas tanaman baru yang unggul
misalnya dengan mutasi induksi. Mutasi induksi dilakukan guna meningkatkan

9
peluang terjadinya mutasi yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan
(Sastrosumarjo et al., 2006). Menurut Megia (2005) keuntungan utama induksi
mutasi pada tanaman yang memperbanyak diri secara vegetatif seperti pisang
adalah kemampuan untuk merubah satu atau beberapa karakter suatu kultivar
tanpa merubah genotip baik yang telah ada pada kultivar.
Secara langsung setelah peristiwa mutasi induksi akan terjadi bentuk
khimera yang soloid pada sel, jaringan atau organ. Sering kali penampakkan
akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni M, V2, atau
kelanjutannya. Perubahan sifat pada mutan mencapai 95-100%, umumnya dari
sifat dominan ke resesif (Soedjono, 2003). Mutasi induksi dapat dilakukan dengan
mutagen kimia atau mutagen fisik. Mutagen fisik misalnya radiasi menggunakan
sinar X, sinar gamma, ultraviolet dan neutron (Sastrosomarjo et al., 2006).
Radiasi menembus bagian tertentu dari gen menyebabkan perubahan
bahan DNA. Akibatnya tidak langsung yaitu menimbulkan perubahan zat kimia
tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan nukleotida. Sinar gamma
lebih sering digunakan karena merupakan sinar kuat yang dipancarkan dari isotop
radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X yang penting untuk
menginduksi perubahan genetik (Crowder, 2006). Selain itu juga mempunyai
daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih
besar pula (Sastrosomarjo et al., 2006).
Perbaikan

karakter-karakter

yang

diperoleh

melalui

pemuliaan

menggunakan teknik mutasi pada umumnya lebih sering terjadi pada karakter
morfologi daripada ketahanan terhadap penyakit (Megia, 2005). Induksi mutasi
yang diikuti dengan seleksi efektif secara in vitro maka perubahannya dapat
ditujukan pada tingkat sel dan hanya pada sifat-sifat tertentu. Mutasi induksi
dengan menggunakan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan perubahan pada
karakter morfologi atau penampilan fenotipik tanaman dan menghasilkan mutan
yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit serta cekaman lingkungan
(Handayati, 2006).

10
Menurut Megia (2005) teknik induksi mutasi in vitro dan variasi
somaklonal bersifat langsung sehingga sangat efisien dalam mempercepat
pengembangan tanaman pisang. Perubahan karakter yang diperoleh melalui kedua
teknik ini dapat meliputi hanya satu karakter saja tanpa merubah genotip, baik
yang telah ada pada tanaman sebelumnya. Perubahan genetik yang terjadi dapat
terfiksasi pada tiap tahapan subkultur pada saat yang bersamaan plantlet dapat
diperbanyak untuk evaluasi. Karakter baru yang diperoleh juga terbukti stabil dan
diwariskan pada generasi berikutnya.

11

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Pasir Kuda, Bogor dengan ketinggian lahan 250 m di
atas permukaan laut dan suhu harian berkisar 22.7-31.70C. Untuk analisis lab
dilakukan di laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor dan laboratorium
Biologi, Departemen Biologi IPB, Dramaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan
November 2009 sampai Juni 2010.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah aksesi pisang
Ambon hijau hasil perbanyakan dengan cacah bonggol yang dikategorikan tahan
fusarium hasil mutasi melalui radiasi sinar gamma dengan seleksi menggunakan
asam fusarat dan filtrat generasi ketiga yaitu AH 500 F30, AH 1 000 F30, dan AH
1000 F45 (Gambar 6). Untuk tanaman kontrol digunakan Ambon hijau tanpa
radiasi (AH). Bahan lain yang digunakan yaitu alkohol 70%, gliserin 20% dan
30%, safranin 1%, HNO3 20%, aquades, bayclin, daun dan akar tanaman pisang.
Alat yang digunakan kamera, meteran, penggaris, mikroskop, petri disk, preparat,
cover glas, gelas obyek, pinset, dan alat tulis.

Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari
AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing
aksesi terdiri dari 23 tanaman yang ditanam dalam satu baris yang dijadikan
sebagai ulangan.
Model aditif linier yang digunakan yaitu:
Yij = µ + α i + β j + ε i j

12
Keterangan :
Yij

: Pengamatan pada aksesi ke-i dan ulangan ke-j (i = 1, 2, 3, 4 ; j =1,2, 3)

µ

: Nilai rataan umum

αi

: Pengaruh aksesi ke-i

βj

: Pengaruh ulangan ke-j

εij

: Pengaruh galat percobaan pada aksesi ke- i dan ulangan ke-j

Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji F. Bila uji F menunjukkan
pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey pada taraf α = 5 %.
Analisis keragaman dilakukan dengan membandingkan nilai KK
(koefisien keragaman) masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium
dan tanaman kontrol untuk karakter yang menunjukkan pengaruh nyata hasil sidik
ragam dan uji lanjut. Koefisien keragaman masing-masing aksesi tidak dikaitkan
dengan sidik ragam tetapi dari data mentah yang dikumpulkan dari semua ulangan
dihitung ragamnya (ragam contoh) menurut Walpole (1993) menggunakan rumus
sebagai berikut :

s =



( x − ̅)
n− 1

kemudian dihitung koefisien keragamannya (KK) menggunakan rumus sebagai
berikut:
KK =

2

Rata-rata Perlakuan

Keterangan :
s2 = ragam contoh
n = jumlah tanaman
= data tanaman ke-i
̅ = nilai tengah contoh = rata-rata perlakuan

Pelaksanaan
Pengamatan kerapatan stomata dilakukan pada sampel daun yang tahan
fusarium dan pengamatan anatomi akar pada sampel akar yang tahan. Sampel
daun diambil sebanyak lima daun dari lima pohon yang berbeda secara acak dari

13
masing-masing aksesi, setiap aksesi diambil satu daun per satu pohon. Daun yang
dijadikan sampel merupakan daun pada posisi ke empat dari pucuk di daerah
tengah helaian daun. Sampel akar masing-masing aksesi diambil tiga sampel.
Sampel daun dan akar diambil pada tanaman dewasa berumur sekitar 8-9 bulan.
Pengamatan anatomi stomata dilakukan dengan membuat sayatan paradermal
menggunakan metode utuh (whole mount) yang diwarnai dengan 1% safranin
(Sass, 1951). Pengujian kerapatan stomata dilakukan dengan prosedur kerja :
1. Daun difiksasi dalam 70% alkohol, kemudian dicuci dengan akuades
2. Selanjutnya direndam dalam larutan 20% HNO3 selama 3-4 jam agar
lapisan epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dari jaringan mesofil.
3. Lapisan epidermis atas dan bawah daun diperoleh dengan bantuan pinset
dan silet. Sebelum disayat menggunakan silet, daun tersebut terlebih
dahulu dicuci menggunakan akuades.
4. Untuk menghilangkan klorofil dari mesofil yang terikat, sayatan epidermis
direndam dalam larutan bayclin selama 1-5 menit kemudian dicuci
menggunakan akuades.
5. Lapisan epidermis tersebut direndam dalam 1% safranin selama 5 menit
setelah diwarnai diletakkan pada gelas objek dengan medium gliserin,
kemudian ditutup dengan gelas penutup.
6. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x
7. Setiap sampel diamati sebanyak lima ulangan dengan sudut pandang yang
berbeda (lima bidang pandang).
Pengamatan anatomi akar dilakukan dengan membuat preparat sayatan
melintang akar yang diwarnai dengan safranin 1%. Sampel akar direndam dalam
alkohol 70%, akar dipotong dengan mengambil bagian 2 cm dari tudung akar.
Akar disayat secara melintang, diwarnai dengan safranin 1% kemudian diletakkan
pada gelas objek dengan medium gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup.
Preparat diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 400x. Setiap sampel
diamati sebanyak tiga ulangan.

17
Kerapatan stomata = jumlah stomata / luas bidang pandang (mm2)
Pengamatan Anatomi Akar
Pengamatan anatomi akar dengan mengamati penampang melintang akar.
Peubah yang diamati meliputi jumlah xilem, diameter xilem, diameter korteks,
panjang epidermis, dan lebar epidermis. Data yang diperoleh merupakan nilai
rata-rata dari lima pengukuran yang dipilih secara acak sebanyak tiga ulangan.
Ambon
Hijau

Induksi
Kalus

Radiasi
sinar gamma dosis
a
500, 750, 1 000 dan 1 500 rad

Seleksi asam fusarat dosis 30 dan 45 ppm
Inkubasi dan subkultur
Aklimatisasi dan uji ketahanan terhadap fusarium
dengan isolat F. oxysporum
Di pindah ke lokasi endemik, 20 tanaman
hidup normal
Generasi 1
Di peroleh 90 anakan di tanam kembali
Generasi 2
Di hasilkan 20 tanaman dengan aksesi
AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45
Generasi 3
Diperbanyak dengan cacah bonggol di
peroleh 200 tanaman di tanam kembali
Gambar 6. Skema Perolehan Bahan Tanam

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penanaman dilakukan pada bulan Juli 2009 dengan menggunakan bahan
tanam yang diperoleh dengan perbanyakan melalui cacah bonggol pada umur
yang sama. Bahan tanam berupa tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium
hasil induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dan seleksi in vitro yang sudah
mencapai generasi ketiga yang dikategorikan tahan fusarium. Sebagai
pembanding digunakan aksesi pisang Ambon hijau bukan hasil induksi mutasi
(AH). Jumlah tanaman keseluruhan ada 92 tanaman. Pengamatan pertama
dilakukan pada bulan November 2009 saat tanaman berumur empat bulan setelah
tanam (4 BST). Saat pengamatan pertama keseluruhan tanaman menunjukkan
pertumbuhan yang normal dan sehat (Gambar 7b) namun ada beberapa tanaman
yang pertumbuhannya tidak normal yaitu penampilan tanaman kerdil bahkan ada
yang mati dan roboh karena terkena bunchi top (Gambar 7a).
Tanaman pisang yang kerdil tetap tumbuh namun tidak dapat berbuah.
Sebagian daun pada tanaman induk dan anakan berwarna kuning dan kering
(Gambar 7c). Sekitar awal Februari saat umur 7 BST salah satu tanaman pisang
Ambon hijau tahan fusarium dari aksesi AH 500 F30 dan AH 1000 F45 sudah
berjantung. Pisang Ambon hijau tahan fusarium berjantung lebih awal daripada
tanaman kontrol (AH) sedangkan aksesi AH berjantung sekitar awal bulan Mei
saat umur 10 BST (Tabel 9).

20
Tabel 1. Keragaan Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan
Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan
Kontrol (AH)
Aksesi
Karakter
Tipe
pertumbuhan
daun
Bentuk
pangkal helai
daun
Perkembangan
anakan

AH 500 F30

AH 1000 F30

AH 1000 F45

Merunduk

Merunduk

Merunduk

AH
Merunduk

Kedua sisi Kedua
sisi Kedua
sisi Kedua
sisi
meruncing
meruncing
meruncing
meruncing

Tinggi
antara 1/43/4
tinggi
tanaman
induk
Posisi anakan
Dekat
tanaman
induk
Bentuk Tunas Lanset
jantan
Bentuk ujung Runcing
braktea
Pola pelepasan Menggulung
braktea

Tinggi antara
1/4-3/4 tinggi
tanaman
induk

Tinggi antara
1/4-3/4 tinggi
tanaman
induk

Kurang dari
1/4
tinggi
tanaman
induk

Dekat
tanaman
induk
Lanset

Dekat
tanaman
induk
Lanset

Dekat
tanaman
induk
Lanset

Runcing

Runcing

Runcing

Menggulung

Menggulung

Menggulung

21
Braktea
Tabel 2. Karakter M
Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Br
Kontrol
Tiga Akse
sesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Ko
(AH)
Karakter

Tipe
Pertumbuh
an Daun

Bentuk
Pangkal
Helai
Daun

Bentuk
Tunas
Jantan

AH 500 F300

Aksesi
AH 1000 F30
AH 1000 F45

AH

22
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakter Vegetatif
Hasil rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif tinggi tanaman, lingkar
batang, jumlah daun, dan jumlah anakan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Vegetatif Aksesi Pisang
Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Saat 4, 5, dan 6 BST
Karakter

Aksesi

kk (%)

Tinggi tanaman 4 BST

**

20.31

Lingkar batang 4 BST

**

16.56

Jumlah daun 4 BST

**

15.91

Jumlah anakan 4 BST

**

66.40

Tinggi tanaman 5 BST

**

20.02

Lingkar batang 5 BST

**

16.46

Jumlah daun 5 BST

**

15.35

Jumlah anakan 5 BST

**

48.66

Tinggi tanaman 6 BST

**

20.57

Lingkar batang 6 BST

**

16.41

Jumlah daun 6 BST

**

14.30

Jumlah anakan 6 BST

**

35.53

Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa antara ketiga aksesi pisang
Ambon tahan fusarium dan tanaman kontrol terdapat perbedaan untuk semua
karakter vegetatif yang diamati selama tiga kali pengamatan baik untuk karakter
tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun, dan jumlah anakan. Nilai koefisien
keragamannya berkisar antara 14.30-66.40% (Tabel 3). Induksi mutasi dengan
iradiasi sinar gamma mempengaruhi perubahan sifat pada karakter vegetatif
tanaman pisang sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dari tanaman
kontrol.
Tinggi Tanaman
Berdasarkan Tabel 4 antara masing-masing aksesi Ambon hijau tahan
fusarium tidak menunjukkan perbedaan penampilan tinggi tanaman, namun jika
dibandingkan dengan kontrol memiliki penampilan yang berbeda dengan rataan

23
yang lebih tinggi. Aksesi AH 1000 F30 memiliki penampilan tinggi tanaman
tertinggi diantara aksesi yang lain.
Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4,5, dan 6 BST
Aksesi
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
AH

4 BST
89.05a
100.89a
88.05a
70.25b

Tinggi Tanaman (cm)
5 BST
6 BST
bc
120.60
136.91bc
143.30a
163.84a
ab
130.70
156.55ab
c
103.82
122.86c

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%

Lingkar Batang
Tabel 5 menunjukkan bahwa karakter lingkar batang antara masingmasing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium tidak berbeda nyata, namun
memiliki penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol. Ketiga aksesi pisang
Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan lingkar batang yang lebih tinggi
daripada kontrol. Rataan tertinggi terdapat pada aksesi AH 1000 F30. Selama tiga
kali pengamatan menunjukkan peningkatan lingkar batang untuk semua aksesi
baik aksesi pisang Ambon tahan fusarium maupun tanaman kontrol.
Tabel 5. Rataan Lingkar Batang Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST
Aksesi
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
AH

4 BST
33.75a
35.77a
31.89a
26.11b

Lingkar Batang (cm)
5 BST
42.24a
46.57a
43.20a
33.84b

6 BST
47.20a
52.45a
48.68a
38.93b

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%

Jumlah Daun
Ketiga aksesi memiliki perbedaan jumlah daun dibandingkan tanaman
kontrol, namun diantara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan
fusarium tidak menunjukkan perbedaan. Berdasarkan Tabel 6 selama tiga kali
pengamatan rataan jumlah daun untuk masing-masing aksesi mengalami
penurunan, kemungkinan hal ini dikarenakan adanya pemangkasan terhadap daun

24
yang tua atau layu sehingga jumlah daun menjadi berkurang. Aksesi pisang
Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan jumlah daun yang lebih banyak
daripada tanaman kontrol yaitu antara 6-9 daun sedangkan untuk tanaman kontrol
6-7 daun. Aksesi AH 1000 F30 memiliki jumlah daun yang terbanyak diantara
aksesi yang lain.
Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan
Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST
Aksesi
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
AH

4 BST
7.77bc
8.82a
8.59ab
7.18c

Jumlah Daun
5 BST
6.32b
7.14a
7.36a
5.50c

6 BST
6.32ab
6.95a
7.00a
5.91b

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 5%

Jumlah Anakan
Masing-masing aksesi memiliki penampilan jumlah anakan yang relatif
sama. Namun jika dibandingkan dengan tanaman kontrol menunjukkan
perbedaan. Jumlah anakan ketiga aksesi meningkat selama tiga kali pengamatan
dan jumlahnya lebih tinggi dari pada tanaman kontrol. Aksesi AH 1000 F30
memiliki rataan jumlah anakan paling banyak diantara aksesi yang lain (Tabel 7).
Rata-rata jumlah anakan ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium
antara 2-5 anakan sedangkan untuk tanaman kontrol 1-2 anakan (Tabel 7). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Kosmiatin et al. (2006) bahwa penanaman tanaman
pisang hasil iradiasi sinar gamma yang memiliki ketahanan terhadap fusarium di
lokasi endemik menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan rata-rata jumlah
anakan yang tumbuh lebih dari dua, pada saat tujuh bulan setelah dipindahkan.
Bahkan dua diantara tanaman tersebut mampu berbuah dan bisa dipanen.
Beberapa tanaman kontrol memiliki jumlah anakan yang sedikit dengan
penampilan anakan kecil bahkan ada tanaman kontrol yang tidak memiliki anakan
(Gambar 8a). Sedangkan tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki
jumlah anakan yang lebih banyak dengan penampilan lebih besar dan bahkan ada
tinggi anakan yang hampir sama dengan tanaman induknya ( Gambar 8b).

Aksesi
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
AH

Aksesi
AH 500 F30
AH 1000 F30
AH 1000 F45
AH

4 BST
2.00a
2.68a
2.09a
0.59b

Tinggi
Tanaman
0.27
0.07
0.25
0.42

Jumlah Anakan
5 BST
4.05a
4.36a
4.00a
1.41b

kk (%)
Lingkar
Jumlah
Batang
Daun
0.22
0.21
0.08
0.15
0.19
0.20
0.35
0.30

6 BST
4.86a
5.36a
4.23a
1.64b

Jumlah
Anakan
0.29
0.29
0.49
0.74

26
Karakter Generatif
Pisang tahan fusarium diharapkan memiliki ketahanan terhadap layu
fusarium sehingga dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi meskipun
ditanam sampai beberapa generasi. Pisang Ambon hijau tahan fusarium untuk
ketiga aksesi menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat yang ditunjukkan
dengan waktu berjantung yang lebih awal daripada kontrol yaitu sekitar awal
Februari 2010 saat umur 7 BST untuk aksesi AH 500 F30 dan AH 1000 F45 dan 8
BST untuk aksesi AH 1000 F30 dengan waktu berbuah sekitar akhir bulan
Februari (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mariska et al. (2006)
yang menyebutkan bahwa pisang Ambon kuning tahan fusarium hasil radiasi dan
seleksi asam fusarat dapat tumbuh di lokasi endemik dan berbuah 7 bulan setelah
tanam. Menurut Hwang (1993) umumnya varietas pisang tahan fusarium memiliki
karakter yang lebih baik daripada varietas yang rentan. Pisang tahan fusarium
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, kualitas buah lebih baik, dengan ukuran
buah lebih besar dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi.
Sampai bulan Juni hampir seluruh tanaman untuk ketiga aksesi pisang
Ambon hijau tahan fusarium sudah berjantung, untuk aksesi AH 1000 F30 sekitar
22 tanaman sudah berjantung. Namun untuk kontrol baru berjantung sekitar awal
Mei 2010 dan berbuah akhir Mei 2010 saat umur 10 BST dan jumlah tanaman
yang berjantung ada 7 tanaman (Tabel 9).
Tabel 9. Waktu Berjantung dan Jumlah Tanaman yang Berjantung Tiga
Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontro