Analisis Pertumbuhan, Morfologi, dan Kualitas Tanaman Hias Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Hasil Induksi Mutasi.

ANALISIS PERTUMBUHAN, MORFOLOGI, DAN KUALITAS
TANAMAN HIAS KRISAN (Dendranthema grandiflora Tzvelev)
HASIL INDUKSI MUTASI

ANDINA FABRINI FIRDAUSYA
A24070057

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
ANDINA FABRINI FIRDAUSYA. Analisis Pertumbuhan, Morfologi, dan
Kualitas Tanaman Hias Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Hasil
Induksi Mutasi. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan RAHMI
YUNIANTI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan, morfologi,
dan kualitas tanaman hias krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) hasil
induksi mutasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan
September 2011 di Desa Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan perlakuan faktor tunggal, yaitu varian hasil induksi mutasi. Varian yang
digunakan merupakan hasil induksi mutasi melalui radiasi sinar gamma
(0 dan 20 Gy) dan melalui perendaman dalam EMS 0.77% (0, 105, 120 menit).
Varian yang digunakan, yaitu PN 0 (kontrol), PN 20, DR 0 (kontrol), DR 20, PA 0
(kontrol), PA 105, PA 120, CDK 0 (kontrol), CDK 105, dan CDK 120.
Penelitian dilaksanakan pada generasi M2V1 dan M2V2. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah ruas batang
terhadap induksi mutasi pada generasi M2V1 memiliki pola linier negatif,
sedangkan pada generasi M2V2 memiliki pola kuadratik. Pengamatan kualitas
bunga pada kedua generasi menunjukkan bahwa terjadi penurunan kualitas bunga
pada generasi M2V2 dibandingkan pada generasi M2V1. Meskipun demikian,
induksi mutasi tidak mengakibatkan perubahan pada periode kesegaran bunga
dalam vas (vase life).
Induksi mutasi melalui perendaman dalam EMS 0.77% menghasilkan
lebih banyak variasi dibandingkan induksi melalui radiasi sinar gamma. Beberapa
varian hasil induksi mutasi melalui perendaman dalam EMS 0.77% mengalami
perubahan morfologi daun, yaitu berbentuk hati dan variegata. Induksi mutasi
melalui radiasi sinar gamma hanya menghasilkan daun variegata. Beberapa varian
hasil induksi mutasi melalui perendaman dalam EMS 0.77% memiliki bunga pita

berbentuk tunggal dengan variasi jarum, dan berbentuk tunggal dengan variasi
dayung. Variasi warna bunga pita tujuh varian hasil induksi mutasi yang

dihasilkan diantaranya adalah mimosa, wine red, ruby red, dan rose. Pengamatan
terhadap jumlah stomata dan jumlah kloroplas dalam sel penjaga menunjukkan
kecenderungan tidak berbeda nyata.

ANALISIS PERTUMBUHAN, MORFOLOGI, DAN KUALITAS
TANAMAN HIAS KRISAN (Dendranthema grandiflora Tzvelev)
HASIL INDUKSI MUTASI

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ANDINA FABRINI FIRDAUSYA
A24070057

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul

: ANALISIS

PERTUMBUHAN,

MORFOLOGI,

DAN

KUALITAS TANAMAN HIAS KRISAN (Dendranthema
grandilora Tzvelev) HASIL INDUKSI MUTASI
Nama

: ANDINA FABRINI FIRDAUSYA

NIM


: A24070057

Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi

Dr. Rahmi Yunianti, SP., MSi

NIP.19650719 199512 2 001

NIP. 19720617 199702 2 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB


Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 19 Februari 1989 di Kabupaten Jember, Propinsi
Jawa Timur. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Fatkhurrahman dan Ibu Erma Suryani.
Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1995 di SDN
Tanjungsari II, Sidoarjo. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Taman
selama tiga tahun, kemudian dilanjutkan di SMAN 1 Taman selama tiga tahun.
Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2007.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis mendapat beasiswa dari
Perhimpunan Orang Tua Mahasiswa (POM IPB) periode 2007-2008, dan
beasiswa dari BRI periode 2008-2010. Penulis aktif pada Himpunan Mahasiswa
Islam sebagai pengurus selama 3 tahun dan Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Pertanian, IPB selama 1 tahun. Penulis terlibat dalam kepanitiaan
Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia yang diadakan pada bulan

November 2011. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ekologi Pertanian
pada tahun 2010. Selain itu, sejak bulan Februari 2012 penulis menjadi asisten
peneliti Hibah Tim Peneliti Pasca Sarjana (HTPP).

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
hidayah sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Pertumbuhan, Morfologi, dan
Kualitas Tanaman Hias Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Hasil
Induksi Mutasi” dapat diselesaikan dengan baik. Sebagian hasil penelitian telah
dipresentasikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia 2011
dengan judul “Analisis Pertumbuhan dan Morfologi Tanaman Hias Krisan
(Dendranthema grandiflora Tzvelev) Hasil Induksi Mutasi” dan “Karakterisasi
Morfologi Bunga dan Kualitas Bunga Beberapa Varian Krisan (Dendranthema
grandiflora Tzvelev) Hasil Induksi Mutasi”.
Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi dan Dr. Rahmi Yunianti, SP., MSi selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta
semangat dalam penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Adiwirman, MSi dan Dr. Ir. Sugiyanta, MSi selaku dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan akademik
selama masa perkuliahan.
3. Seluruh staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
4. PT. Primakelola IPB atas bantuan biaya penelitian dan seluruh karyawan
PPK-Sampoerna atas waktu dan perhatian yang diberikan.
5. Kedua orang tua, kakak, adik, serta sahabat seperjuangan atas do’a, kasih
sayang, motivasi, kepercayaan, dan nasihat yang diberikan.
6. Keluarga besar AGH 44 dan warga Desa Nongkojajar yang telah memberikan
bantuan dan ketulusan hati selama penulis melaksanakan penelitian.
Semoga hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Februari 2012
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
PENDAHULUAN ........................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................. 3
Tujuan ...............................................................................................

3

Hipotesis ...........................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................

4

Morfologi Krisan ..............................................................................


4

Syarat Tumbuh Krisan ....................................................................... 4
Perbanyakan Krisan ..........................................................................

5

Kualitas Bunga Krisan ...................................................................... 6
Mutasi ...............................................................................................

7

Radiasi ...............................................................................................

9

Ethyl Methane Sulphonate ................................................................ 12
Kloroplas ........................................................................................... 13
BAHAN DAN METODE ............................................................................. 16
Tempat dan Waktu ............................................................................ 16

Bahan dan Alat ................................................................................. 16
Metode .............................................................................................. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

22

Kondisi Umum Pertanaman .............................................................. 22
Pertumbuhan Vegetatif M2V1 ........................................................... 23
Pertumbuhan Vegetatif M2V2 ............................................................ 28
Karakter Morfologi Daun ................................................................. 35
Karakter Morfologi Bunga ............................................................... 40
Jumlah Stomata dan Kloroplas ......................................................... 47
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 50
Kesimpulan ....................................................................................... 50

Saran ................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................................. 55

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1.

Sifat Fisik dan Kimia EMS ................................................................

12

2.

Asal Planlet yang Digunakan ............................................................

16

3.

Perbandingan Kontras Orthogonal Pertumbuhan Vegetatif M2V1 .....

25

4.

Respon Tinggi Tanaman pada Setiap Taraf Lama Perendaman
dalam EMS 0.77 % ............................................................................

26

Respon Jumlah Ruas Batang pada Setiap Taraf Lama Perendaman
dalam EMS 0.77 % ............................................................................

27

Respon Jumlah Daun pada Setiap Taraf Lama Perendaman dalam
EMS 0.77 % .......................................................................................

28

7.

Perbandingan Kontras Orthogonal Peubah Vegetatif M2V2 ..............

30

8.

Respon Tinggi Tanaman pada Setiap Taraf Lama Perendaman
dalam EMS 0.77 % ............................................................................

31

Respon Jumlah Ruas Batang pada Setiap Taraf Lama Perendaman
dalam EMS 0.77 % ............................................................................

32

Respon Jumlah Daun pada Setiap Taraf Lama Perendaman dalam
EMS 0.77 % .......................................................................................

33

11.

Korelasi Antar Peubah dalam Satu Varian ….....................................

34

12.

Korelasi Peubah Antar Generasi M2V1 dan M2V2 …..........................

35

13.

Bentuk dan Warna Bunga Akibat Induksi Mutasi ….........................

42

14.

Perbandingan Kontras Orthogonal Saat Panen ……………………...

43

15.

Fenotipe Krisan Hasil Induksi Mutasi (Saat Panen) …......................

44

16.

Analisis Ragam Gabungan Antara M2V1 dan M2V2 …………….......

45

17.

Perbandingan Kontras Orthogonal Antara M2V1 dan M2V2 ...............

45

18.

Umur Berbunga, Respon Time, dan Daya Tahan Bunga dalam Vas
(Vase life) ...........................................................................................

46

19.

Kontras Orthogonal Umur Berbunga dan Respon Time ..................

47

20.

Kontras Orthogonal Jumlah Stomata dan Jumlah Kloroplas ..............

48

21.

Jumlah Stomata dan Jumlah Kloroplas ..............................................

49

5.
6.

9.
10.

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1.

Spektrum Elektromagnetik .................................................................

10

2.

Tahapan Perbanyakan Bibit Krisan Generasi M0 Hingga M2V2 .........

18

3.

Hama dan Penyakit Tanaman .............................................................

22

4.

Respon Tinggi Tanaman Krisan Genotipe CDK Akibat Induksi
Mutasi melalui Perendaman dalam EMS 0.77 % saat 12 MST .........

26

Respon Jumlah Ruas Batang Krisan Genotipe CDK Akibat
Induksi Mutasi melalui Perendaman dalam EMS 0.77 % saat 12
MST ...................................................................................................

27

Respon Tinggi Tanaman Krisan CDK Akibat Induksi Mutasi
melalui Perendaman dalam EMS 0.77% saat 12 MST ....................

31

Respon Jumlah Ruas Batang pada Setiap Taraf Lama Perendaman
dalam EMS 0.77 % .............................................................................

32

Respon Jumlah Daun pada Setiap Taraf Lama Perendaman dalam
EMS 0.77 % saat 12 MST ..................................................................

33

9.

Daun Varian Hasil Induksi Mutasi .....................................................

36

10.

Morfologi Daun Krisan ......................................................................

38

11.

Perubahan Warna dan Bentuk Daun Akibat Induksi Mutasi pada
Generasi M2V1 ...................................................................................

39

12.

Daun PA 105 generasi M2V2 .............................................................

39

13.

Bunga Krisan Hasil Induksi Mutasi ...................................................

41

5.

6.
7.
8.

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Halaman

1.

Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan ..........................................

56

2.

Bentuk Bunga Krisan ..........................................................................

59

3.

Bentuk Bunga Pita ..............................................................................

60

4.

Colour Chart untuk Rainforest Flower ...............................................

61

5.

Alur Perubahan Warna Bunga Akibat Induksi Mutasi ......................

62

6.

SNI Bunga Krisan Potong ..................................................................

63

7.

Rekapitulasi Sidik Ragam Peubah Vegetatif M2V1 ............................

64

8.

Rekapitulasi Sidik Ragam Peubah Vegetatif M2V2 ............................

65

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman hias sebagai komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi
cukup tinggi, telah diusahakan secara komersial sejak lama. Keindahan dan daya
tarik yang dimiliki oleh tanaman hias merupakan alasan mengapa peminatnya
cukup besar. Berbagai jenis tanaman hias yang memiliki nilai komersial di
Indonesia diantaranya adalah anggrek, krisan, mawar, anyelir, anthurium, gladiol,
gerbera,

amaryllis,

sedap

malam,

aster,

dan

melati

(Widyawan

dan

Prahastuti, 1994).
Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang penting, baik sebagai
bunga potong maupun bunga pot. Produksi tanaman krisan menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2010, produksi krisan di Indonesia bahkan
merupakan yang tertinggi dibandingkan tanaman hias lainnya. Produksi tanaman
ini mencapai 185 232 970 tangkai (Badan Pusat Statistik, 2011). Produksi yang
dilakukan merupakan upaya untuk memenuhi permintaan krisan yang cukup
besar. Permintaan krisan menduduki urutan tertinggi diantara bunga potong
lainnya karena memiliki bentuk mahkota dan warna yang indah, selain itu bunga
ini memiliki harga yang cukup murah dibandingkan tanaman hias lain (Widyawan
dan Prahastuti, 1994).
Tanaman krisan yang dikembangkan di Indonesia berasal dari varietas
lokal dan introduksi. Meskipun demikian, penggunaan varietas lokal kurang
berkembang bila dibandingkan dengan varietas introduksi yang memiliki bentuk
dan warna lebih beragam. Oleh karena itu, diperlukan upaya perakitan varietas
baru yang memiliki bentuk serta warna yang beraneka ragam. Peningkatan
keragaman tanaman ini dapat dilakukan dengan

hibridisasi ataupun mutasi

buatan.
Mutasi merupakan salah satu cara untuk memperluas keragaman genetik
tanaman dalam waktu singkat. Induksi mutasi dapat dilakukan dengan
menggunakan mutagen fisik ataupun kimia. Salah satu mutagen fisik yang
digunakan adalah radiasi sinar gamma, sedangkan mutagen kimia yang dapat
digunakan adalah Ethyl Methane Sulphonate (EMS).

Kromosom merupakan pembawa gen yang disusun oleh asam nukleat
yang terdiri dari DNA dan RNA. DNA merupakan senyawa polinukleotida yang
terdiri dari komponen gula deoksiribosa, basa (purin dan pirimidin), dan fosfat.
Basa purin terdiri dari adenin dan guanin, sedangkan pirimidin terdiri dari timin
dan sitosin. Radiasi dapat menembus bagian tertentu dari kromosom yang dapat
menyebabkan perubahan bahan DNA (Jusuf, 2001). Akibat tidak langsung yang
terjadi adalah radiasi menimbulkan perubahan zat kimia tertentu disekitar gen
yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida (Crowder, 2006).
Susunan nukleotida dalam gen merupakan pengkode bagi protein yang
ditentukan dari urutan asam aminonya, karena itu perubahan susunan nukleotida
akan menentukan protein yang dihasilkan dan fungsinya (Salisbury and Ross,
1995). Radiasi pengionisasi diketahui menyebabkan mutasi pada gen dalam
perbandingan lurus dengan dosis radiasinya (Elrod and Stansfield., 2007). Jumlah
radiasi yang sama dengan intensitas tinggi untuk waktu pendek atau intensitas
rendah dengan waktu panjang, atau dosis berselang-seling akan menimbulkan
jumlah mutasi yang sama (Crowder, 2006).
EMS merupakan mutagen kimia yang digunakan secara luas pada tanaman
karena menyebabkan mutasi gen dengan frekuensi tinggi dan penyimpangan
kromosom dengan frekuensi rendah. Mutagen kimia EMS memiliki frekuensi
mutasi pada mutan M1 dan M2 dari 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan sinar gamma (Filippetti and De Pace, 1986). Selain itu, generasi tanaman
yang semakin jauh dari M0 akan menghasilkan lebih banyak mutan. Berdasarkan
penelitian Arulbalachandran et al. (2010), pada mutan yang diisolasi dari tanaman
black gram (Vigna mungo (L.) Hepper yang telah diberi perlakuan dengan sinar
gamma dan EMS pada generasi M4 dihasilkan lebih banyak mutan dibandingkan
generasi sebelumnya.
EMS menyebabkan mutasi transisi pada DNA dengan mengubah basa
guanin dan timin (GT) menjadi adenin dan timin (AT), serta adenin dan timin
(AT) menjadi guanin dan timin (GT). Telah diperoleh pula bukti yang
menjelaskan bahwa EMS dapat menyebabkan penyisipan (insersi) atau
penghilangan (delesi) pasangan basa serta penghapusan intragenik lebih luas.
Pada organisme tingkat tinggi, EMS mampu mematahkan kromosom, meskipun

belum dipahami mekanismenya. Selain itu, ethylasi basa DNA oleh EMS
(umumnya pada posisi N-7 dari guanin) secara bertahap menghidrolisis
deoxiribosa pada backbone DNA meninggalkan sebuah situs purin (atau mungkin
pirimidin) yang stabil dan dapat menyebabkan kerusakan untaian tunggal DNA
(Sega, 1984).
Upaya pemberian radiasi sinar gamma telah dilaporkan berhasil merakit
keragaman baru tanaman hias. Sebagai contoh, pemberian radiasi pada gerbera
dengan dosis rendah (500 rad) secara nyata merangsang terbentuknya tunas,
sedangkan radiasi lebih dari 1000 rad menghambat munculnya tunas, akar, dan
jumlah akar yang terbentuk pada tunas-tunas in vitro (Prasetyorini, 1991). Selain
itu, radiasi sinar gamma pada krisan dapat mengakibatkan perubahan bentuk
bunga, warna bunga, kandungan klorofil pada daun, dan antosianin pada bunga
(Kendarini, 2006).
Selain pemberian radiasi sinar gamma, perlakuan EMS juga dapat
menginduksi mutasi pada beberapa tanaman. Latado et al. (2004) melaporkan
bahwa pemberian perlakuan EMS menyebabkan perubahan warna bunga pada
tanaman krisan cv. Ingrid yang memiliki petal berwarna dark pink menjadi
berwarna pink-salmon, bronze, salmon, dan kuning. Subhash et al. (1997), juga
telah menghasilkan tanaman cabai (Capsicum annuum L.) tahan lincomycin
setelah diinduksi menggunakan EMS.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan, morfologi,
dan kualitas tanaman hias krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) hasil
induksi mutasi.

Hipotesis
Dari varian yang diuji terdapat satu atau lebih varian krisan yang
mengalami perubahan pertumbuhan, morfologi dan kualitas bunga.

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Krisan
Bunga krisan memiliki banyak varietas atau kultivar. Dewan Standarisasi
Nasional (1998) mengelompokkan bunga krisan sebagai berikut:
a. Tunggal : bunga hanya berdiri sendiri pada tangkainya. Piringan dasar
bunga lebih sempit daripada lingkar mahkota.
b. Anemone : bunga mirip seperti bunga tunggal, tetapi piringan dasarnya lebih
besar dan lebih tebal.
c. Pompon : bunga berbentuk bulat seperti bola, mahkota bunga menyebar ke
semua arah dan piringan dasar tidak tampak.
d. Dekoratif : bentuk bunga seperti aster, tidak tampak piringan dasarnya,
mahkota bunga bertumpuk rapat, di tengah pendek dan makin ke tepi makin
panjang.
e. Bunga besar : bunga hanya berdiri sendiri pada tangkainya, piringan dasar
bunga tidak tampak, garis tengah bunga lebih besar dari 10 cm. Bunga krisan
besar ini dibagi lagi menjadi empat sub golongan, yaitu:
1. Incurve : ujung mahkota bunga melekuk ke dalam.
2. Kiku

: ujung mahkota bunga melekuk ke luar.

3. Spider : mahkota bunga pipih dan panjang seperti kaki laba-laba.
4. Spoon : seperti spider tetapi ujung mahkota bunga agak melebar sehingga
berbentuk seperti sendok.
Selain itu, kuntum bunga krisan memiliki karakter masing-masing, yaitu
standar dan spray. Krisan standar memiliki satu kuntum bunga berukuran besar
tiap tangkai, sedangkan tipe spray memiliki sekitar 10-20 kuntum bunga dengan
diameter 2-3 cm.

Syarat Tumbuh Krisan
Krisan tumbuh dengan baik di dataran medium hingga tinggi, yaitu pada
kisaran 600-1200 m dpl. Krisan kurang menyukai cahaya matahari dan percikan
air hujan langsung serta tanah yang tergenang. Hujan deras atau curah hujan
tinggi yang langsung menerpa tanaman krisan dapat menyebabkan tanaman

mudah roboh, rusak, dan menghasilkan bunga dengan kualitas rendah. Oleh
karena itu, budidaya krisan di daerah bercurah hujan tinggi dapat dilakukan di
dalam bangunan rumah lindung berupa rumah plastik atau rumah kaca. Sifat fisik
media tumbuh optimal untuk tanaman krisan, yaitu memiliki kerapatan jenis
0.2-0.8 g/cm (berat kering), total porositas 50-75 %, kandungan udara dalam pori
10-20 %, kandungan garam terlarut 1-1.25 dS/m dan kisaran pH 5.5-6.5
(Balithi, 2008).
Krisan dapat tumbuh pada kisaran suhu harian 17-30 °C. Tanaman krisan
membutuhkan kisaran suhu harian 22-28 °C pada siang hari dan tidak melebihi
26 °C pada malam hari untuk pertumbuhan optimal saat fase vegetatif. Suhu juga
berpengaruh terhadap kualitas bunga yang dihasilkan. Suhu harian ideal pada fase
generatif adalah 16-18 °C. Apabila suhu lebih dari 18 °C, bunga yang dihasilkan
cenderung berwarna kusam, pucat, dan memudar (Balithi, 2008).
Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bunga krisan.
Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90-95 % pada awal pertumbuhan
untuk pertumbuhan akar. Sedangkan pada tanaman dewasa, pertumbuhan optimal
tercapai pada kelembaban udara sekitar 70-85 % (Balithi, 2008).

Perbanyakan Krisan
Perbanyakan krisan dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif.
Perbanyakan krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat
heterozigot sehingga keturunan dari biji tidak sama dengan induknya. Selain itu,
perbanyakan secara generatif membutuhkan waktu lama dan penanganan khusus.
Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya dilakukan melalui setek pucuk,
anakan, dan kultur jaringan. Perbanyakan melalui setek pucuk dapat
menghasilkan tunas dalam waktu sekitar tiga bulan, sedangkan perbanyakan
melalui kultur jaringan dapat menghemat waktu dan diperoleh bibit dalam jumlah
banyak.
Setek pucuk diambil dari pucuk-pucuk batang tanaman induk yang masih
muda. Pengambilan setek pertama dari tanaman induk dapat dilakukan setelah
tanaman induk mempunyai tujuh daun atau kira-kira berumur 2 minggu setelah
tanam. Penyetekan pertama dilakukan dengan menyisakan 4 daun, dari 4 daun ini

diharapkan akan tumbuh minimal 2 tunas yang selanjutnya akan dijadikan bahan
setek pada periode berikutnya. Penyetekan kedua dapat dilakukan dengan
menyisakan 2 daun yang produktif, sehingga diharapkan dapat tumbuh 2 tunas.
Selanjutnya untuk merangsang pertumbuhan akar, bahan setek tersebut diberi
perlakuan dengan cara mencelupkan bagian pangkal setek ke dalam hormone
perangsang perakaran dengan kedalaman mencelup kira-kira 0.5 cm. Setelah itu
bahan setek tersebut dibiarkan sekitar 0.5 jam hingga larutan hormon yang
menempel pada pangkal batang mengering (Supari, 1999).
Tanaman induk krisan ditanam seperti cara menanam krisan potong, tetapi
dengan jarak tanam lebih besar dan lama penyinaran tambahan lebih lama. Jarak
tanam yang digunakan adalah 17 cm x 17 cm. Jarak yang lebih lebar dimaksudkan
untuk memberi tempat bagi percabangan tanaman yang banyak setelah tanaman
cukup tua, dan penyediaan faktor tumbuh yang banyak agar tanaman dapat
memproduksi tunas-tunas dengan baik (Supari,1999). Selain itu, pemupukan juga
sedikit berbeda dengan krisan potong. Pemupukan tanaman induk ditekankan
untuk merangasang pertumbuhan tunas-tunas baru, sehingga diberikan pupuk
nitrogen yang lebih banyak (Supari, 1999).
Tanaman krisan dapat dibudidayakan secara tungal (monokultur), maupun
dengan pola tumpang sari (Widyawan dan Prahastuti, 1994). Jarak tanam krisan
sangat bervariasi tergantung situasi lokasi penanaman (Soekartawi, 1996). Jarak
tanam krisan yang biasa digunakan adalah 10 cm x 10 cm, dan 12.5 cm x 12.5 cm.

Kualitas Bunga Krisan
Kualitas bunga krisan potong segar ditentukan berdasarkan panjang
tangkai minimum, diameter tangkai bunga, diameter bunga setengah mekar,
jumlah kuntum bunga setengah mekar pertangkai pada tipe spray, kesegaran
bunga, benda asing/kotoran, keadaan tangkai bunga, daun pada 2/3 bagian tangkai
bunga dengan penanganan pasca panen minimum. Dewan Standarisasi Nasional
telah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk bunga krisan potong seperti
yang tercantum pada Lampiran 6.
Kriteria yang paling menentukan mutu krisan nasional adalah panjang
tangkai bunga. Tanaman krisan yang memiliki panjang tangkai 76 cm akan

memiliki kualitas AA, 70 cm memiliki kualitas A, dan 60 cm memiliki kualitas B.
Penurunan kualitas akan mengakibatkan penurunan nilai komersial tanaman
tersebut.

Mutasi
Mutasi adalah perubahan pada sekuen DNA. Mutasi dapat terjadi pada
genom yang mana saja. Akan tetapi, perubahan-perubahan fenotipik hanya
teramati pada organisme jika mutasi terjadi dalam sekuens sebuah gen. Alel-alel
mutan

memiliki

sekuens

yang

sedikit

berbeda

dengan

alel-alel

wild

(Elrod and Stansfield, 2007). Mutasi dapat juga didefinisikan sebagai perubahan
materi genetik, yang merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik dan
bagian dari fenomena alam. Tipe perubahan genetik yang termasuk dalam mutasi
terjadi secara acak, maka mungkin saja perubahan tersebut justru meningkatkan
kemampuan organisme untuk bertahan hidup, tumbuh dan bereproduksi
(Aisyah, 2006).
Induksi mutasi dapat dilakukan dengan beberapa mutagen, yaitu analog
basa, mutagen kimia, dan mutagen fisik (Yuwono, 2008). Analog basa adalah
senyawa dengan struktur kimia mirip dengan salah satu basa nukleotida sehingga
dapat digabungkan dengan molekul DNA dalam proses replikasi. Analog basa
dapat menginduksi mutasi karena dapat menyebabkan kesalahan dalam
penyisipan nukleotida pada untaian DNA pasangannya. Senyawa ini dapat
menyebabkan mutasi transisi. Contoh dari senyawa ini adalah 5-bromourasil
(5-BU) dan 2-aminopurin (2-AP) (Yuwono, 2008).
Mutagen kimia yang banyak digunakan oleh pemulia adalah yang berasal
dari kelompok alkylating agents. Senyawa ini mengandung satu atau lebih
kelompok alkil reaktif yang dapat ditransfer ke molekul lain pada posisi dimana
kerapatan elektronnya tinggi. Alkylating agents ini akan bereaksi dengan DNA
dengan cara mengalkilasi kelompok fosfat, termasuk basa-basa purin dan
pirimidin. Mutagen kimia yang biasa digunakan diantaranya adalah EMS (ethyl
methane sulphonate), DES (diethylsulfate), El (ethylenimine), NMUT (N-nitrosoN-methyl urethane), NMU (N-nitro-N-methyl urea), NEUT (N-nitrose-N-ethyl
urethane) dan NEU (N-nitrose-N-ethyl urea) (Aisyah, 2006).

Mutagen fisik secara khas dibedakan dari tipe radiasinya. Mutagen fisik
yang sering digunakan diantaranya adalah sinar-x, sinar gamma, ultraviolet, dan
neutron (Aisyah, 2006). Mutagen fisik lainnya adalah partikel alpha dan sinar
devteron (Welsh, 1981). Radiasi sinar-x, gamma, dan neutron mengionisasi
atom-atom dalam jaringan dengan cara melepaskan elektron-elektron dari
atomnya (Aisyah, 2006). Jumlah bahan yang diperlakukan akan mempengaruhi
keberhasilan dalam menghasilkan mutan. Oleh karena itu, dalam melakukan
pemuliaan mutasi perlu diperhatikan banyaknya bahan yang digunakan agar dapat
terjadi variasi-variasi genetika yang banyak (Soetarto dan Darsono, 1972).
Kecepatan mutasi bervariasi sesuai dengan dosis mutagen. Semakin tinggi
dosis mutagen, semakin sering terjadi mutasi, pemunculan kromosom-kromosom
dan kematian gen yang tidak diharapkan (Welsh, 1981). Dosis radiasi yang tinggi
tidak hanya dapat mempengaruhi materi-materi genetik, tetapi juga dapat merusak
organisme secara fisiologis. Bahkan radiasi yang tinggi pada tanaman dapat
mengurangi frekuensi germinasi, pertumbuhan yang terhambat dan mengurangi
kekuatan tanaman (Darussalam, 1972). Dosis yang dianggap efektif adalah yang
hanya mengakibatkan kematian 50% dari populasi yang diperlakukan. Dosis ini
disebut dosis letal 50% atau LD50 (Welsh, 1981).
Mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan suatu organisme.
Apabila terjadi di dalam jaringan somatik, mutasi mengakibatkan pola mosaik
pada satu atau beberapa sel. Apabila di dalam jaringan generatif, mutasi dapat
dipindahkan kepada keturunannya, tetapi tidak terlihat untuk beberapa generasi.
Jaringan tertentu dari suatu organisme lebih sensitif terhadap mutagen daripada
jaringan lain. Embrio lebih sensitif daripada jaringan yang sudah tak berkembang.
Sel yang aktif tumbuh dan membelah lebih peka terhadap kerusakan daripada sel
yang lebih tua (Crowder, 2006).
Sebagian besar mutasi adalah resesif (mutasi maju), tetapi beberapa dapat
berbalik (mutasi balik). Mutasi letal menyebabkan kematian pada organisme
tersebut. Tipe yang merusak mengganggu aktivitas metabolisme. Sebagian besar
mutasi merugikan, tetapi kira-kira 0.01 persen menguntungkan (Crowder, 2006).
Sel-sel yang membawa sifat mutasi yang baru cenderung hilang dalam persaingan
dengan sel-sel normal (Aisyah, 2006). Mutasi pada sel dapat hilang dengan

matinya individu atau pun karena matinya sel yang termutasi sebelum multiplikasi
(Sinha and Sinha, 1982).
Mutasi dapat diklasifikasikan berdasarkan asal, arah, dan tipe sel. Berikut
ini merupakan klasifikasi mutasi:
1. Asal
a) Mutasi spontan: mutasi terjadi saat aktivitas selular normal, terutama saat
replikasi dan perbaikan DNA.
b) Mutasi terinduksi: mutasi terjadi sebagai akibat perlakuan dengan agen
mutagenik atau lingkungan, laju mutasi biasanya lebih tinggi daripada
mutasi spontan.
2. Arah
a) Mutasi maju (forward): menciptakan perubahan dari wild type menjadi
fenotipe abnormal.
b) Mutasi balik (reverse) atau mundur (back): perubahan sekuens nukleotida
kembali menjadi sekuens awalnya.
c) Mutasi supresor: menghasilkan perubahan dari fenotipe abnormal (atau
dengan kata lain, termutasi) kembali menjadi wild type.
 Supresor intragenik: sebuah mutasi pada gen yang sama dengan yang
termutasi pada awalnya, tapi pada situs yang berbeda, sehingga
mengembalikan fungsi wild type.
 Supresor intergenik: sebuah mutasi pada gen lain yang mengembalikan
fungsi wild type
3. Tipe sel
a) Mutasi sel somatik: terjadi pada semua sel tubuh, kecuali sel kelamin,
seringkali menghasilkan fenotipe mutan hanya pada satu sektor organisme
(mosaik atau kimera), bukan perubahan yang diwariskan.
b) Mutasi lini nutfah (germ line, gametik): terjadi pada sel-sel kelamin,
menghasilkan perubahan yang diwariskan (Elrod and Stansfield, 2007).

Radiasi
Radiasi elektromagnetik tersusun atas dua gelombang, yaitu gelombang
elektrik dan magnetik. Berikut ini merupakan spektrum elektromagnetik:

Gambar 1. Spektrum Elektromagnetik
(Sumber : McDonald, 2003)

Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bentuk pancaran
energi seperti pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan TV, dan sinar
ultra violet. Radiasi energi tinggi biasanya merupakan bentuk-bentuk yang
melepaskan tenaga dalam jumlah besar dan kadang-kadang disebut radiasi
ionisasi karena ion-ion dihasilkan

dalam bahan yang ditembus oleh energi

tersebut. Tipe-tipe radiasi adalah sebagai berikut :
1. Sinar x, dari tabung sinar x yang tegangannya relatif rendah, panjang
gelombang agak panjang (150 – 0.15 Å), disebut sinar lemah, penting untuk
menginduksi perubahan-perubahan genetik.
2. Sinar gamma, dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih
pendek dari sinar x, lebih kuat daya tembusnya, dikenal sebagai sinar kuat,
penting untuk menginduksi perubahan genetik.
3.

Sinar ultra violet, panjang gelombang berbeda-beda (3800 - 150 Å), terletak
antara sinar x (150 – 0.15 Å) dan cahaya yang terlihat (7800 – 3800 Å), daya
tembus rendah, menyebabkan perangsangan elektron (Crowder, 2006).
Radisi pengionisasi, misalnya sinar x menyebabkan mutasi pada gen dalam

perbandingan lurus dengan dosis radiasinya (Elrod and Stansfield, 2007). Jumlah
radiasi yang sama dengan intensitas tinggi untuk waktu pendek atau intensitas
rendah dengan waktu panjang, atau dosis yang berselang-seling, akan
menimbulkan jumlah mutasi yang sama. Tidak ada pengaruh intensitas pada
mutasi buatan tetapi pengaruh radiasi bersifat kumulatif. Baik gelombang pendek
maupun gelombang panjang mempunyai efektifitas sama pada dosis yang sama

(Crowder, 2006). Frekuensi mutasi dapat ditingkatkan dengan penambahan dosis
radiasi, tetapi penggunaan dosis radiasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
tidak berkecambahnya biji-biji (Hartana, 1972).
Radiasi menembus bagian tertentu dari gen yang menyebabkan perubahan
bahan DNA. Akibat tidak langsung, yaitu radiasi menimbulkan perubahan zat
kimia tertentu disekitar gen yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida
(Crowder, 2006). Susunan nukleotida dalam gen merupakan pengkode bagi
protein yang ditentukan dari urutan asam aminonya. Karena itu perubahan
susunan nukleotida akan menentukan protein yang dihasilkan dan fungsinya
(Salisbury and Ross, 1995). Perubahan pasangan basa (urutan nukleotida)
mengubah struktur dan fungsi protein. Pergeseran dalam pembacaan kode triplet
mengubah urutan asam amino dari polipeptida atau mungkin mengakibatkan
terhentinya sintesis asam amino (Crowder, 2006).
Kerusakan pada sel akibat radiasi dapat mempengaruhi fungsi jaringan
atau organ bila jumlah sel yang mati/rusak dalam jaringan/organ tersebut cukup
banyak. Semakin banyak sel yang rusak/mati, semakin parah perubahan fungsi
yang terjadi sampai akhirnya organ tersebut kehilangan kemampuan untuk
menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan fungsi sel atau kematian dari
sejumlah sel menghasilkan suatu efek biologik dari radiasi yang bergantung pada
jenis radiasi, dosis, jenis sel, dan lainnya (Alatas, 2010).

Biasanya terdapat

korelasi antara jumlah DNA, yaitu lebih sedikit DNA akan lebih tahan suatu
organisme terhadap radiasi (Crowder, 2006).
Radiasi gamma merupakan yang paling sering digunakan dalam mutasi
buatan. Sinar gamma memiliki panjang gelombang yang pendek, yaitu
10 – 0.01 nm dengan sumber utama radiasi adalah isotop Cobalt-60 (60Co). Sinar
gamma dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik karena tidak
mempunyai massa dan muatan listrik. Sinar gamma mempunyai energi radiasi
tinggi, yaitu diatas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke
dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang
dilewatinya (Crowder, 2006).
Ionisasi dari radiasi sinar gamma terjadi menyebar sepanjang jalur ionisasi
partikel. Ketika agen ionisasi yang mengandung inti atom (seperti partikel alpha)

terlempar akibat radiasi, ionisasi menjadi lebih rapat terkonsentrasi di daerah
terebut. Ionisasi dapat menyebabkan pengelompokan molekul-molekul di
sepanjang jalur ion yang tertinggal karena radiasi. Pengelompokan baru ini
menyebabkan perubahan kimia yang mengarah pada mutasi gen atau pada
kerusakan atau pengaturan kembali kromosom (Aisyah, 2006).

Ethyl Methane Sulphonate
Ethyl

Methane

Sulphonate

merupakan

ethyl

ester

dari

asam

methanesulphonic (methanesulphonic acid) dan cairan yang tidak berwarna di
suhu ruang. Ethyl Methane Sulphonate dapat terlarut pada air dan stabil dibawah
suhu dan tekanan normal (Akron, 2009). Ethyl Methane Sulphonate biasanya
digunakan dalam percobaan sebagai mutagen dan sebagai bahan untuk penelitian
biokimia (Akron 2009, HSBD 2009). Sifat fisik dan kimia EMS dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia EMS
Komponen
Berat molekul
Titik leleh
Tittik didih
Log Kow
Kelarutan air
Tekanan uap

Sumber: aHSDB 2009, bChemIDplus 2009

Informasi
124.2a