Evaluasi Karakter Morfologi Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) Generasi M2 Hasil Induksi Mutasi Sinar Gamma di Cicurug Dan Cibadak
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Evaluasi Karakter Morfologi Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) Generasi M2 Hasil Induksi Mutasi Sinar Gamma di Cicurug
Dan Cibadak. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E. KUSUMO.
Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi karakter morfologi purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) generasi M2 di Kebun Percobaan Balittro Cicurug (550 m
dpl) dan di Kebun Percobaan BB Biogen Cibadak (950 m dpl) pada bulan Maret 2008
sampai Maret 2009. Purwoceng merupakan tanaman obat langka bernilai ekonomi tinggi
asli Indonesia yang ditemukan di dataran tinggi Dieng (1.800 m dpl). Iradiasi sinar
gamma pada benih purwoceng untuk mendapatkan genotipe toleran dataran rendah telah
dilakukan dengan dosis iradiasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 krad. Benih purwoceng generasi M1
yang berhasil berkecambah dan diamati pada percobaan ini di lokasi Cicurug adalah
benih tanaman kontrol, 3 krad, dan 5 krad, sedangkan di lokasi Cibadak adalah benih
tanaman kontrol, 1 krad, 3 krad, dan 5 krad (jumlah keseluruhan 292 tanaman). Bahan
lain yang digunakan adalah media tanam campuran tanah setempat : pupuk kandang
(1:1), polibag berdiameter 10 cm, polibag atau pot berdiameter 30 cm, dan paranet.
Percobaan menggunakan alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta
perlengkapan TLC scanner untuk analisis kadar metabolit sekunder yang dilakukan di
Balittro. Analisis kadar saponin dan fitosterol dilakukan secara terpisah antara akar
dengan batang dan daun terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 semua dosis
iradiasi dari lokasi Cibadak dan Cicurug, serta dari lokasi Tawang Mangu dan Dieng
(umur 6 bulan). Uji-t rata-rata hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi.
Tidak terdapat perbedaan keragaan akibat iradiasi sinar gamma pada karakter
kualitatif (bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi) maupun kuantitatif
(jumlah dan panjang tangkai daun, diameter kanopi, dan jumlah anakan) antar purwoceng
generasi M2 asal benih dengan dosis iradiasi 3 dan 5 krad di lokasi Cicurug serta dosis
iradiasi 1, 3, dan 5 krad di lokasi Cibadak, juga pada perbandingan karakter kuantitatif
purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak pada umur 0, 4, dan 8 MSP.
Pertumbuhan vegetatif yang cukup baik tetapi sulit berbunga menunjukkan bahwa
purwoceng generasi M2 belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran lebih
rendah. Hasil analisis terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 menunjukkan
bahwa metabolit sekunder pendukung khasiat obat purwoceng terkandung dalam
tanaman yang dipindahkan ke lokasi Cibadak dan Cicurug, serta menunjukkan bahwa
kadar metabolit sekunder antara akar dengan batang dan daun purwoceng tidak berbeda
nyata sehingga seluruh bagian tanaman purwoceng dapat dimanfaatkan sebagai obat.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Nama
: Sri Wahyuni
NRP
: A34404060
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS
NIP. 19631107 198811 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr
NIP 19571222 198203 1 002
Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di rumah sakit PT Caltex Pacific Indonesia distrik
Rumbai, provinsi Riau pada tanggal 21 Agustus 1986. Penulis adalah anak keempat
dari enam bersaudara dari Bapak (alm.) Abdurrahman dan Ibu Nur Asma.
Tahun 1998 penulis lulus dari SD Cendana Duri, Riau. Tahun 2001
penulis lulus dari SLTP Cendana Duri. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan studi di SMU Cendana Duri. Tahun 2004 penulis diterima di IPB
melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan
Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama menempuh studi di IPB, penulis aktif dalam kepengurusan LDK
DKM Al-Hurriyyah sebagai anggota (2005), staf PSDM (2006-2007), dan staf
Personalia (2008). Penulis juga aktif sebagai pengurus DKM Al-Fallah FKRD-A
(2006) dan staf Keputrian FKRD-A (2007). Penulis juga berpartisipasi pada
beberapa kepanitiaan, diantaranya pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa
Baru (2005), Masa Perkenalan Departemen (2006), Ekspresi Muslimah II (2006),
dan Masa Perkenalan Fakultas (2008). Pada tahun 2007 penulis bersama tim
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan dan lolos
seleksi untuk dibiayai oleh DIKTI.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang telah diberikan-Nya sampai saat ini, serta atas
terselesaikannya penelitian ini dengan baik. Penulis juga menyampaikan salawat
serta salam kepada rasulullah Muhammad SAW yang telah mengajarkan umatnya
dengan kebenaran dan kesabaran yang luar biasa. Terima kasih dan penghargaan
penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga atas dukungan dan
kepercayaannya kepada penulis.
Terima kasih kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dan kesabaran
selama kegiatan penelitian sampai penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada seluruh staf pengajar baik di Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB maupun di departemen-departemen lain yang telah memberikan
ilmu-ilmunya selama perkuliahan, juga kepada seluruh staf dan pekerja di tempat
penelitian yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman di PS-PMTTB, teman-teman di LDK DKM
Al-Hurriyyah, teman-teman di FKRD-A, dan pihak-pihak lain yang telah
memberikan semangat dan perhatian.
Penelitian mengenai evaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) generasi M2 ini terdorong oleh rasa kecintaan penulis terhadap
komoditas tanamanan obat. Purwoceng merupakan salah satu tanaman obat asli
Indonesia yang tergolong hampir punah sehingga sangat penting untuk
mengupayakan pelestariannya. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Institut
Pertanian Bogor dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Kerjasama
antara universitas dengan balai-balai penelitian sangat diperlukan untuk kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya di Indonesia. Penulis
berharap penelitian ini bermanfaat sebaik-baiknya di masa yang akan datang.
Bogor, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ...……………………………………………………...
Latar Belakang ...………………………………………………….
Tujuan ...………………………………………………..................
Hipotesis ...………………………………………………………...
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...………………………………………………...
Purwoceng ...………………………………………………..……..
Pemuliaan Mutasi ...………………………………………...……..
4
4
9
BAHAN DAN METODE ...………………………………………...……..
Tempat dan Waktu Percobaan ...…………………………………..
Bahan dan Alat ...…………………………………………….…….
Metode Percobaan ...……………………………………….............
Pelaksanaan Percobaan ...………………………………………….
Penanaman ...…………………………………………........
Pemeliharaan ...………………………………………….....
Pengamatan ...……………………………….....………......
11
11
11
11
12
12
12
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...…………………………………………
Kondisi Umum Percobaan ...………………………………………
Karakter Kualitatif ...…………………….…………………….......
Bentuk Daun ...…………………………………….............
Warna Daun ...……………………………………..............
Warna Tangkai Daun ...…………………………………....
Tipe Kanopi ...……………………………………..............
Karakter Kuantitatif ...…………………………………………......
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi
di Lokasi Cicurug dan Cibadak ...………………………....
Jumlah Daun ...…………………………………….
Panjang Tangkai Daun ...……………………....….
Diameter Kanopi ...………………………………..
Jumlah Anakan ...…………………………....…….
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi ...….........
Fase Generatif Tanaman ...………………………………...
Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Purwoceng
Generasi M1 di Beberapa Lokasi ...……………………….
16
16
19
19
20
21
22
22
22
22
25
27
31
32
33
34
KESIMPULAN DAN SARAN ...…………………………………………
Kesimpulan ...…………………………………………....….……..
Saran ...…………………………………………....……………….
37
37
37
DAFTAR PUSTAKA ...…………………………………………………..
38
LAMPIRAN ...…………………………………………………………….
40
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cicurug ...…………………………………........
16
2. Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cibadak ...…………………………………........
16
3. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......................………………..........
23
4. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………….….........
24
5. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak .……….….....……………….........
25
6. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......….....……………….........
26
7. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………...….
27
8. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ....…....….......……………….........
29
9. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………….....……………….........
30
10. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...…..…...……………...……….....
30
11. Jumlah Tanaman yang Memiliki Anakan dan Rata-rata Jumlah
Anakan Purwoceng Generasi M2 di Lokasi Cicurug ........................
31
12. Purwoceng di Lokasi Cicurug yang Berumur Paling Panjang ..........
34
13. Hasil Uji-t Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Akar serta Batang
dan Daun Purwoceng Generasi M1 serta Kadar Zat Saponin dan
Fitosterol Purwoceng Generasi M1 Lokasi Cicurug dan Cibadak ..........
36
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tanaman Purwoceng ...……………...………………........................
4
2. Pertanaman Purwoceng dalam Polibag di Bawah Naungan Paranet ...
12
3. Sketsa Keragaman Bentuk Anak Daun Purwoceng ...…….…….......
13
4. Sketsa Keragaman Tipe Kanopi Purwoceng ...…….…......................
14
5. Curah Hujan di Lokasi Balittro Cicurug Tahun 2008 ...…….….......
17
6. Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng ...……………...…………..
18
7. Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng ...……………...……....
18
8. Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng ..……...………......
19
9. Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng ...…….…........
20
10. Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng ...……………...…..
21
11. Warna Tangkai Daun Purwoceng ...……………...………………....
21
12. Tipe Kanopi Purwoceng ...……………...……………….................
22
13. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug .......……...………………........................
24
14. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ...……………...……………….......
25
15. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ..................................................................
28
16. Anakan Purwoceng ...……………...………………...……………...
32
17. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan
Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP .....……........
32
18. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ...
32
19. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad,
dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ..............
33
20. Purwoceng Generasi M2 yang Berbunga ........…………...……....…
34
21. Kadar Saponin Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ....
35
22. Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
35
23. Kadar Fitosterol Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ...
35
24. Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cicurug ...……………...……...................................…....
41
2. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...……...........................................
43
3. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...…………...................................
44
4. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cibadak ...……………...……….......................................
47
5. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 1 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
47
6. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
7. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
8. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug …….……..………..................................
48
9. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ....... ……….....................................
49
10. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ....…..... ………........................................
49
11. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...... ………..............................
50
12. Hasil Uji-t Perbandingan Jumlah Anakan Purwoceng
Generasi M2 kontrol dan 5 krad di Lokasi Cicurug ...………….......
50
13. Hasil Uji-t Rata-rata Populasi Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada Umur
0, 4, dan 8 MSP ...………….....….……….....……...........................
50
14. Persentase Kadar Saponin Akar Purwoceng di Empat Lokasi .........
51
15. Persentase Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……...
51
16. Persentase Kadar Fitosterol Akar Purwoceng di Empat Lokasi ..….
51
17. Persentase Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……....
51
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Evaluasi Karakter Morfologi Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) Generasi M2 Hasil Induksi Mutasi Sinar Gamma di Cicurug
Dan Cibadak. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E. KUSUMO.
Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi karakter morfologi purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) generasi M2 di Kebun Percobaan Balittro Cicurug (550 m
dpl) dan di Kebun Percobaan BB Biogen Cibadak (950 m dpl) pada bulan Maret 2008
sampai Maret 2009. Purwoceng merupakan tanaman obat langka bernilai ekonomi tinggi
asli Indonesia yang ditemukan di dataran tinggi Dieng (1.800 m dpl). Iradiasi sinar
gamma pada benih purwoceng untuk mendapatkan genotipe toleran dataran rendah telah
dilakukan dengan dosis iradiasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 krad. Benih purwoceng generasi M1
yang berhasil berkecambah dan diamati pada percobaan ini di lokasi Cicurug adalah
benih tanaman kontrol, 3 krad, dan 5 krad, sedangkan di lokasi Cibadak adalah benih
tanaman kontrol, 1 krad, 3 krad, dan 5 krad (jumlah keseluruhan 292 tanaman). Bahan
lain yang digunakan adalah media tanam campuran tanah setempat : pupuk kandang
(1:1), polibag berdiameter 10 cm, polibag atau pot berdiameter 30 cm, dan paranet.
Percobaan menggunakan alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta
perlengkapan TLC scanner untuk analisis kadar metabolit sekunder yang dilakukan di
Balittro. Analisis kadar saponin dan fitosterol dilakukan secara terpisah antara akar
dengan batang dan daun terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 semua dosis
iradiasi dari lokasi Cibadak dan Cicurug, serta dari lokasi Tawang Mangu dan Dieng
(umur 6 bulan). Uji-t rata-rata hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi.
Tidak terdapat perbedaan keragaan akibat iradiasi sinar gamma pada karakter
kualitatif (bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi) maupun kuantitatif
(jumlah dan panjang tangkai daun, diameter kanopi, dan jumlah anakan) antar purwoceng
generasi M2 asal benih dengan dosis iradiasi 3 dan 5 krad di lokasi Cicurug serta dosis
iradiasi 1, 3, dan 5 krad di lokasi Cibadak, juga pada perbandingan karakter kuantitatif
purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak pada umur 0, 4, dan 8 MSP.
Pertumbuhan vegetatif yang cukup baik tetapi sulit berbunga menunjukkan bahwa
purwoceng generasi M2 belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran lebih
rendah. Hasil analisis terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 menunjukkan
bahwa metabolit sekunder pendukung khasiat obat purwoceng terkandung dalam
tanaman yang dipindahkan ke lokasi Cibadak dan Cicurug, serta menunjukkan bahwa
kadar metabolit sekunder antara akar dengan batang dan daun purwoceng tidak berbeda
nyata sehingga seluruh bagian tanaman purwoceng dapat dimanfaatkan sebagai obat.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Nama
: Sri Wahyuni
NRP
: A34404060
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS
NIP. 19631107 198811 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr
NIP 19571222 198203 1 002
Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di rumah sakit PT Caltex Pacific Indonesia distrik
Rumbai, provinsi Riau pada tanggal 21 Agustus 1986. Penulis adalah anak keempat
dari enam bersaudara dari Bapak (alm.) Abdurrahman dan Ibu Nur Asma.
Tahun 1998 penulis lulus dari SD Cendana Duri, Riau. Tahun 2001
penulis lulus dari SLTP Cendana Duri. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan studi di SMU Cendana Duri. Tahun 2004 penulis diterima di IPB
melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan
Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama menempuh studi di IPB, penulis aktif dalam kepengurusan LDK
DKM Al-Hurriyyah sebagai anggota (2005), staf PSDM (2006-2007), dan staf
Personalia (2008). Penulis juga aktif sebagai pengurus DKM Al-Fallah FKRD-A
(2006) dan staf Keputrian FKRD-A (2007). Penulis juga berpartisipasi pada
beberapa kepanitiaan, diantaranya pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa
Baru (2005), Masa Perkenalan Departemen (2006), Ekspresi Muslimah II (2006),
dan Masa Perkenalan Fakultas (2008). Pada tahun 2007 penulis bersama tim
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan dan lolos
seleksi untuk dibiayai oleh DIKTI.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang telah diberikan-Nya sampai saat ini, serta atas
terselesaikannya penelitian ini dengan baik. Penulis juga menyampaikan salawat
serta salam kepada rasulullah Muhammad SAW yang telah mengajarkan umatnya
dengan kebenaran dan kesabaran yang luar biasa. Terima kasih dan penghargaan
penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga atas dukungan dan
kepercayaannya kepada penulis.
Terima kasih kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dan kesabaran
selama kegiatan penelitian sampai penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada seluruh staf pengajar baik di Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB maupun di departemen-departemen lain yang telah memberikan
ilmu-ilmunya selama perkuliahan, juga kepada seluruh staf dan pekerja di tempat
penelitian yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman di PS-PMTTB, teman-teman di LDK DKM
Al-Hurriyyah, teman-teman di FKRD-A, dan pihak-pihak lain yang telah
memberikan semangat dan perhatian.
Penelitian mengenai evaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) generasi M2 ini terdorong oleh rasa kecintaan penulis terhadap
komoditas tanamanan obat. Purwoceng merupakan salah satu tanaman obat asli
Indonesia yang tergolong hampir punah sehingga sangat penting untuk
mengupayakan pelestariannya. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Institut
Pertanian Bogor dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Kerjasama
antara universitas dengan balai-balai penelitian sangat diperlukan untuk kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya di Indonesia. Penulis
berharap penelitian ini bermanfaat sebaik-baiknya di masa yang akan datang.
Bogor, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ...……………………………………………………...
Latar Belakang ...………………………………………………….
Tujuan ...………………………………………………..................
Hipotesis ...………………………………………………………...
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...………………………………………………...
Purwoceng ...………………………………………………..……..
Pemuliaan Mutasi ...………………………………………...……..
4
4
9
BAHAN DAN METODE ...………………………………………...……..
Tempat dan Waktu Percobaan ...…………………………………..
Bahan dan Alat ...…………………………………………….…….
Metode Percobaan ...……………………………………….............
Pelaksanaan Percobaan ...………………………………………….
Penanaman ...…………………………………………........
Pemeliharaan ...………………………………………….....
Pengamatan ...……………………………….....………......
11
11
11
11
12
12
12
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...…………………………………………
Kondisi Umum Percobaan ...………………………………………
Karakter Kualitatif ...…………………….…………………….......
Bentuk Daun ...…………………………………….............
Warna Daun ...……………………………………..............
Warna Tangkai Daun ...…………………………………....
Tipe Kanopi ...……………………………………..............
Karakter Kuantitatif ...…………………………………………......
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi
di Lokasi Cicurug dan Cibadak ...………………………....
Jumlah Daun ...…………………………………….
Panjang Tangkai Daun ...……………………....….
Diameter Kanopi ...………………………………..
Jumlah Anakan ...…………………………....…….
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi ...….........
Fase Generatif Tanaman ...………………………………...
Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Purwoceng
Generasi M1 di Beberapa Lokasi ...……………………….
16
16
19
19
20
21
22
22
22
22
25
27
31
32
33
34
KESIMPULAN DAN SARAN ...…………………………………………
Kesimpulan ...…………………………………………....….……..
Saran ...…………………………………………....……………….
37
37
37
DAFTAR PUSTAKA ...…………………………………………………..
38
LAMPIRAN ...…………………………………………………………….
40
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cicurug ...…………………………………........
16
2. Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cibadak ...…………………………………........
16
3. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......................………………..........
23
4. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………….….........
24
5. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak .……….….....……………….........
25
6. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......….....……………….........
26
7. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………...….
27
8. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ....…....….......……………….........
29
9. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………….....……………….........
30
10. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...…..…...……………...……….....
30
11. Jumlah Tanaman yang Memiliki Anakan dan Rata-rata Jumlah
Anakan Purwoceng Generasi M2 di Lokasi Cicurug ........................
31
12. Purwoceng di Lokasi Cicurug yang Berumur Paling Panjang ..........
34
13. Hasil Uji-t Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Akar serta Batang
dan Daun Purwoceng Generasi M1 serta Kadar Zat Saponin dan
Fitosterol Purwoceng Generasi M1 Lokasi Cicurug dan Cibadak ..........
36
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tanaman Purwoceng ...……………...………………........................
4
2. Pertanaman Purwoceng dalam Polibag di Bawah Naungan Paranet ...
12
3. Sketsa Keragaman Bentuk Anak Daun Purwoceng ...…….…….......
13
4. Sketsa Keragaman Tipe Kanopi Purwoceng ...…….…......................
14
5. Curah Hujan di Lokasi Balittro Cicurug Tahun 2008 ...…….….......
17
6. Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng ...……………...…………..
18
7. Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng ...……………...……....
18
8. Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng ..……...………......
19
9. Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng ...…….…........
20
10. Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng ...……………...…..
21
11. Warna Tangkai Daun Purwoceng ...……………...………………....
21
12. Tipe Kanopi Purwoceng ...……………...……………….................
22
13. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug .......……...………………........................
24
14. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ...……………...……………….......
25
15. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ..................................................................
28
16. Anakan Purwoceng ...……………...………………...……………...
32
17. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan
Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP .....……........
32
18. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ...
32
19. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad,
dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ..............
33
20. Purwoceng Generasi M2 yang Berbunga ........…………...……....…
34
21. Kadar Saponin Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ....
35
22. Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
35
23. Kadar Fitosterol Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ...
35
24. Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cicurug ...……………...……...................................…....
41
2. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...……...........................................
43
3. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...…………...................................
44
4. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cibadak ...……………...……….......................................
47
5. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 1 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
47
6. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
7. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
8. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug …….……..………..................................
48
9. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ....... ……….....................................
49
10. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ....…..... ………........................................
49
11. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...... ………..............................
50
12. Hasil Uji-t Perbandingan Jumlah Anakan Purwoceng
Generasi M2 kontrol dan 5 krad di Lokasi Cicurug ...………….......
50
13. Hasil Uji-t Rata-rata Populasi Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada Umur
0, 4, dan 8 MSP ...………….....….……….....……...........................
50
14. Persentase Kadar Saponin Akar Purwoceng di Empat Lokasi .........
51
15. Persentase Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……...
51
16. Persentase Kadar Fitosterol Akar Purwoceng di Empat Lokasi ..….
51
17. Persentase Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……....
51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
dapat
disebut
sebagai
megadiversitas
dunia
karena
keanekaragaman hayati darat dan laut yang sangat besar. Keanekaragaman hayati
darat terdiri atas sekitar 30000 spesies tumbuhan, dan lebih dari 2000 spesies
tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat (Zuhud, 2007). Kekayaan tumbuhan
obat yang sangat besar ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga
belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri obat-obatan dengan baik.
Tanaman obat belum dapat memasok kebutuhan industri karena belum
dibudidayakan dengan baik sehingga penyediaannya tidak kontinyu dan
kualitasnya tidak mantap. Menurut Purwakusumah (2007), hanya sekitar 20%
tanaman obat hasil budidaya yang dapat memenuhi pangsa pasar, sedangkan
sisanya masih berasal langsung dari alam. Seharusnya karakteristik bahan baku
obat alami yang diharapkan adalah berkualitas mantap dan memenuhi standar,
kontinyuitas terjaga, dan kuantitas terpenuhi. Selain itu pemanfaatan tanaman
hasil budidaya lebih diutamakan daripada pemanenan langsung tumbuhan liar.
Budidaya tanaman obat tidak hanya bertujuan menaikkan suplai, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas produk, dalam hal ini kadar zat bioaktifnya.
Salah satu komoditas tumbuhan obat yang tergolong langka adalah
purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb. atau Pimpinella alpina Kds.).
Purwoceng ditemukan di dataran tinggi Dieng (sekitar 1800 m dpl) dan banyak
dicari dan dipanen langsung dari alam. Bentuknya seperti tanaman wortel dengan
umbi berwarna kecoklatan (Djuki, 2007).
Purwoceng dapat dimanfaatkan keseluruhan bagiannya sebagai ramuan
obat. Masyarakat umum mengenal purwoceng sebagai pemulih stamina, serta
penambah jumlah hormon testosteron dan spermatozoid. Purwoceng sudah
banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat dalam bentuk ramuan dan tidak
berbahaya. Bentuk ramuan yang sudah banyak dibuat adalah dalam kemasan teh
dan jamu (Artha, 2007).
2
Kendala dalam pembudidayaan purwoceng adalah persyaratan tempat
tumbuh yang cukup tinggi sehingga lahannya terbatas. Lahan di dataran tinggi tidak
seluas dataran rendah dan penggunaannya bersaing dengan komoditas hortikultura.
Upaya pengadaptasian purwoceng di dataran yang lebih rendah dari habitat aslinya
(Dieng, ketinggan 1800-3000 m dpl dan suhu 13-17˚C) telah berhasil dilakukan di
Kebun Percobaan Balittro Gunung Putri, Cianjur (ketinggian sekitar 1545 m dpl dan
suhu 17-19˚C) yang masih tergolong dataran tinggi (Wahyuni et al., 1997).
Kelangkaan purwoceng ini menyebabkan harga jualnya menjadi sangat tinggi
mencapai Rp 90.000,00-Rp 100.000,00 per kg basah. Suatu kelompok tani dengan
luas lahan petani sekitar 10-400 m2 di desa Sekunang, salah satu dari empat desa
kecil tempat pembudidayaan purwoceng di dataran tinggi Dieng, masih sulit untuk
memenuhi permintaan purwoceng segar atau kering untuk bahan baku obat
tradisional secara kontinyu. Beberapa industri jamu meminta pasokan sekitar
50-200 kg secara rutin setiap minggu, tetapi kemampuan kelompok tani tersebut
hanya sekitar 40-50 kg per bulan (Yuhono, 2004). Kesulitan pembudidayaan ini juga
disebabkan oleh panjangnya umur purwoceng. Purwoceng mulai berkecambah pada
umur 40 hari setelah tanam, mulai berbunga pada umur 10 bulan setelah tanam, dan
mati setelah menghasilkan benih 1-2 bulan kemudian (Wahyuni et al., 1997).
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan melalui
program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman purwoceng yang
dapat dibudidayakan pada daerah yang lebih rendah dan berumur genjah.
Makmur (1992) menyatakan bahwa tujuan utama program pemuliaan tanaman
adalah untuk mendapatkan varietas yang lebih baik, sebagai contoh pada
program Revolusi Hijau, program pemuliaan tanaman digunakan untuk
mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi geografis, secara
latituda atau altituda, dari varietas yang telah ada.
Definisi pemuliaan tanaman menurut Makmur (1992) adalah suatu metode
yang secara sistematis merakit keragaman genetik menjadi bentuk yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia dengan persyaratan empat hal, yaitu adanya keragaman
genetik, sistem-sistem logis dalam pemindahan dan fiksasi gen, konsepsi dan tujuan
yang jelas, dan adanya mekanisme penyebarluasan hasilnya kepada masyarakat.
Ragam genetik terjadi apabila dalam suatu populasi tanaman terdapat karakter
genetik yang berbeda. Faktor yang menyebabkan keragaman genetik antara lain
rekombinasi genetik yang terjadi setelah hibridisasi, mutasi, dan poliploidi.
3
Purwoceng diduga memiliki keragaman genetik yang rendah dalam
sifat adaptasi geografis terhadap ketinggian tempat. Bunganya yang berukuran
kecil mengakibatkan sulit dilakukan persilangan. Hal-hal tersebut menjadi
alasan dipilihnya metode
mutasi. Mutasi menurut Makmur (1992) adalah
perubahan tiba-tiba pada material genetik, yaitu pada gen dari satu alel kepada
alel lainnya, susunan kromosom, dan kehilangan atau penambahan bagian
kromosom. Mutasi gen dapat terjadi secara alami maupun buatan dengan
menggunakan mutagen kimia atau radiasi ion. Walaupun perubahan gen atau
kromosom umumnya tidak sesuai keinginan, pemuliaan dengan mutasi induksi
tetap dicoba jika sumber plasma nutfah tidak tersedia. Kusumo et al. (2007)
telah melakukan iradiasi sinar gamma pada benih purwoceng dengan tujuan
percobaan jangka panjang untuk merakit varietas baru purwoceng yang toleran
dataran rendah serta berdaya hasil tinggi dengan kandungan fitosterol dan
saponin yang tinggi. Pulungan (2008) melaporkan keragaan karakter tanaman
purwoceng hasil induksi mutasi tersebut (generasi M1). Percobaan ini
merupakan kelanjutan dari percobaan tersebut.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi karakter morfologi purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug
dan Cibadak
2. Mendapatkan genotipe-genotipe yang dapat dijadikan populasi dasar untuk
mendapatkan varietas tanaman purwoceng yang toleran dataran rendah
3. Membandingkan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M1 antara
bagian akar dengan batang dan daun, serta antara lokasi Cicurug dan Cibadak
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat kesamaan sifat morfologi antara populasi purwoceng generasi M2 di
lokasi Cicurug dan Cibadak
2. Terdapat genotipe tanaman purwoceng yang dapat tumbuh baik dan
menghasilkan benih di dataran rendah untuk tahap pemuliaan berikutnya
3. Tidak terdapat perbedaan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M1
antara akar dengan batang dan daun, serta antara di lokasi Cicurug dan Cibadak
4
TINJAUAN PUSTAKA
Purwoceng
Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang
sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah
satu tetapi dapat juga menyerbuk silang (Rahardjo et al., 2005). Klasifikasi
purwoceng adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Anak Divisi: Angiospermae
Kelas
: Dycotiledonae
Anak Kelas: Dialypetalae
Bangsa
: Apiales (Umbelliflorae)
Suku
: Apiaceae (Umbelliferae)
Marga
: Pimpinella
Jenis
: Pimpinella pruatjan Molk. atau P. alpina Kds.
f
a
b
c
e
d
Gambar 1. Tanaman Purwoceng. Purwoceng di petakan koleksi kebun
percobaan Gunung Putri (a), muncul tandan bunga pertama (b),
memiliki banyak tandan bunga (c), bunga bermahkota merah
keunguan (d), buah muda berwarna hijau (e), simplisia kering (f)
5
Tjitrosoepomo (1994) mendeskripsikan tumbuhan yang termasuk dalam
bangsa Apiales sebagian besar merupakan terna, jarang yang berupa tumbuhan
berkayu. Daunnya tunggal atau majemuk tanpa daun penumpu. Jaringanjaringannya sering memiliki saluran-saluran resin atau minyak. Bunganya
tersusun seperti payung, berumah satu, aktinomorf, berbilangan empat atau lima.
Kelopak bunga sangat kecil, mahkota-mahkota bebas, benang-benang sari dalam
satu lingkaran dan berhadap-hadapan dengan kelopak-kelopaknya. Bakal buah
terbenam, seringkali memiliki ruang-ruang dengan satu atau dua bakal biji dalam
tiap ruangnya. Bakal biji kebanyakan hanya memiliki satu integumen. Biji
mempunyai endosperm dan lembaga yang kecil.
Selanjutnya Tjitrosoepomo (1994) mendeskripsikan tumbuhan yang
termasuk suku Apiaceae sebagai terna yang berumur pendek atau panjang dengan
batang berongga dan beralur atau bergerigi membujur pada permukaannya.
Daunnya tersebar, berseling atau berhadapan, majemuk ganda atau banyak
berbagi, tanpa daun penumpu tetapi memiliki pelepah yang pipih besar
(perikladium) dan tidak membungkus batang. Bunganya majemuk dan tersusun
seperti payung atau suatu kapitulum, berukuran kecil, berumah satu, aktinomorf
atau sedikit zigomorf, dan berbilangan lima. Kelopaknya sangat kecil,
mahkotanya berjumlah lima dengan ujung yang melengkung ke dalam, berwarna
kuning atau keputih-putihan, jarang berwarna merah muda atau lembayung.
Benang sari berjumlah lima yang berseling dengan mahkota. Bakal buah
tenggelam, tertutup oleh bantal tangkai putik yang berbagi dua, beruang dua, dan
dalam tiap ruang terdapat satu bakal biji yang bergantungan. Tangkai putik
berjumlah dua dan letaknya terpisah. Buahnya berbelah dua (diakenium), tiap
bagian buah tetap berlekatan pada suatu karpofor. Dalam kulit buah terdapat
saluran-saluran minyak atsiri. Endosperm biji mempunyai tanduk. Sifat-sifat
anatomis yang penting antara lain adanya saluran-saluran resin skizolisigen dalam
gelam akar, batang, dan kulit buahnya, adanya kolenkim dalam korteks primer
batang dan dalam rigi-rigi buah, adanya perforasi sederhana dalam trakea, adanya
rambut-rambut lain yang bukan merupakan kelenjar.
6
Pulungan (2008) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman semak
penutup tanah dengan tinggi sekitar 25 cm. Batangnya merupakan batang semu,
berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya merupakan daun
majemuk dengan pertulangan daun menyirip. Tangkai daun berwarna coklat
kehijauan dengan panjang sekitar 5 cm. Anak daun berbentuk jantung yang
tepinya bergerigi, berujung tumpul dan pangkal bertoreh, berukuran panjang
sekitar 3 cm dan lebar sekitar 2.5 cm. Bunga purwoceng merupakan bunga
majemuk berbentuk payung. Tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang
sekitar 2 cm. Kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau, benang sari
berwarna putih, putik berbentuk bulat berwarna hijau, dan mahkota berambut
berwarna coklat. Buah berbentuk lonjong kecil berwarna hijau, dan biji berbentuk
lonjong kecil berwarna coklat. Akar merupakan akar tunggang yang berwarna
putih kotor.
Rahardjo et al. (2005) mengemukakan bahwa tangkai bunga purwoceng
memiliki cabang-cabang. Purwoceng memiliki sekitar 7.4 tangkai bunga primer,
setiap tangkai primer memiliki sekitar tiga tangkai sekunder, setiap tangkai
sekunder memiliki sekitar 2 tangkai tertier, dan setiap tangkai tertier memiliki
sekitar 5-8 tandan bunga yang membentuk bunga payung. Pada setiap tandan
bunga terdapat sekitar 5-10 bunga yang akan menghasilkan sekitar 8.6 biji
sehingga satu tanaman purwoceng dapat menghasilkan 2260 biji. Biji yang telah
matang berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan bobot 1000 butirnya
sekitar 0.52 g.
Heyne (1987) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman terna dengan
tinggi antara 15 sampai 50 cm yang tumbuh pada dataran tinggi, sekitar 20003000 m dpl di Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Tanaman ini
memiliki nama daerah yang berbeda-beda, antara lain antanan gunung, gebangan
depok, rumput dempo, atau suripandak abang. Purwoceng banyak dicari orang
karena memiliki khasiat obat yang bersifat diuretik terutama digunakan sebagai
afrodisiak. Artha (2007) mengemukakan bahwa purwoceng juga memiliki khasiat
menambah stamina tubuh, analgetika (penghilang rasa sakit), antipiretika
(penurun panas), anthelmitika (obat cacing), antifungi, antibakteri, dan antikanker.
7
Purwoceng memiliki khasiat obat karena mengandung beberapa metabolit
sekunder di antaranya saponin dan fitosterol atau sterol tumbuhan. Nio (1989) dan
Robinson (1996) menjelaskan bahwa saponin adalah suatu glikosida yang terdapat
pada banyak jenis tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif dengan
permukaan kuat yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air bahkan
pada konsentrasi sangat rendah sekalipun. Sifat saponin yang menyerupai sabun
ini menjadi sebab penamaan saponin berasal dari kata sapo, kata dalam bahasa
latin yang berarti sabun. Saponin tertentu menjadi penting karena dapat digunakan
sebagai bahan baku sintesis hormon steroid.
Konsentrasi saponin berbeda pada bagian-bagian tumbuhan dipengaruhi oleh
tahap pertumbuhan serta komposisi aglikon (sapogenin) dan karbohidrat yang
berbeda tergantung jenis tanaman. Fungsi saponin pada tumbuhan diduga sebagai
penyimpanan karbohidrat atau sisa metabolisme, atau sebagai pelindung dari
serangan hama. Saponin berasa pahit dan sangat beracun bagi ikan dan amfibi, namun
ikan yang mati karena saponin dapat dikonsumsi manusia karena saponin tidak
meracuni manusia. Contoh lainnya adalah bir yang busanya disebabkan oleh saponin.
Saponin membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya,
dan jika dihidrolisis lengkap akan menghasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat
(heksosa, pentosa, dan asam sakarida). Berdasarkan sifat kimiawinya saponin dibagi
dalam dua kelompok, yaitu steroid (27 atom C) dan triterpenoid (30 atom C).
Bradford dan Awad (2007) menjelaskan bahwa fitosterol merupakan fitokimia
spesifik yang strukturnya menyerupai kolesterol tetapi hanya ditemukan pada
tumbuhan baik dalam bentuk testerifikasi maupun bebas. Fitosterol berbeda-beda
konsentrasinya sesuai jenis tumbuhan dan banyak terkandung dalam tanaman yang
menghasilkan lipid tinggi seperti kacang tanah dan wijen. Fitosterol telah terbukti dapat
menurunkan kolesterol dalam tubuh manusia sehingga mengurangi resiko terkena
penyakit jantung serta sebagai antikanker. Fitosterol yang sering dikonsumsi manusia
terdiri dari ß-sitosterol, stigmasterol (29 atom C), dan kampesterol (28 atom C) yang
hanya didapatkan melalui makanan nabati dengan penyerapan yang sangat terbatas.
Ketersediaan fitosterol didalam tubuh (bioavailability) sekitar 10 % untuk kampesterol,
5 % untuk stigmasterol, dan 4 % untuk ß-sitosterol.
8
Purwoceng dengan khasiat-khasiat di atas sangat potensial sebagai
komplemen dan substitusi ginseng impor sehingga dapat menghemat devisa negara.
Produk setengah jadi purwoceng adalah simplisia dan ekstrak, produk industri
dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan, pil atau tablet/kapsul. Investasi
yang dibutuhkan untuk sektor hulu meliputi perbenihan, penyediaan lahan, dan
budidaya. Biaya kebutuhan benih (per hektar per tahun) purwoceng adalah sebesar
94.00 juta rupiah dengan rasio B/C sebesar 3.09. Kebutuhan investasi agribisnis
hilir, yaitu pembuatan simplisia purwoceng sebesar 35.37 milyar rupiah. Nilai
investasi untuk produksi ekstrak purwoceng 194.28 milyar rupiah. Nilai investasi
produk turunan purwoceng 108.53 milyar rupiah (Deptan, 2007).
Purwoceng sebelum ditemukan sebagai tanaman obat merupakan tanaman
liar sehingga tidak cocok ditanam di daerah terbuka yang langsung terkena sinar
matahari. Pembudidayaannya memerlukan naungan untuk pertumbuhan yang
baik. Purwoceng dapat diperbanyak dengan benih. Purwoceng akan berbunga
sekitar enam bulan setelah tanam dan sekitar dua bulan kemudian benihnya
matang. Tiap tanaman menghasilkan banyak benih bernas yang berwarna cokelat
kehitaman yang setelah dipanen dapat dikeringkan. Benih dapat disemai di bak
semai berukuran satu meter persegi yang tanahnya telah digemburkan dan diberi
pupuk kandang. Hama yang menyerang purwoceng adalah keong dan kutu daun,
sedangkan penyakitnya adalah busuk batang. Penyebab penyakit ini belum
diketahui, sehingga pencegahan penularannya dilakukan dengan mencabut
tanaman yang terserang lalu mengubur atau membakarnya (Artha, 2007).
Usaha pembudidayaan purwoceng tergolong sangat menguntungkan.
Hasil analisis usaha tani purwoceng di desa Sekunang yang menggunakan cara
budidaya sederhana pada lahan seluas 1000 m2 dapat memproduksi 550 kg basah
purwoceng (sekitar 17-20 rumpun) sehingga menghasilkan keuntungan bersih
34 juta rupiah (Yuhono, 2004).
9
Pemuliaan Mutasi
Pada program pemuliaan tanaman, penggunaan induksi mutasi buatan
tergantung pada jumlah variabilitas alami yang tersedia. Jika di alam telah tersedia
alela yang diinginkan, maka pemulia lebih memilih menggunakan alela tersebut
daripada mengubah komposisi genetik melalui mutasi buatan. Induksi mutasi
buatan umumnya relatif lebih baik dilakukan pada tanaman yang menyerbuk
sendiri dibandingkan pada tanaman yang menyerbuk silang. Pada tanaman yang
menyerbuk sendiri, sebagian besar alela dengan nilai adaptasi tinggi biasanya
akan cepat lenyap karena sifat homozigositasnya sehingga memperkecil
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Evaluasi Karakter Morfologi Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) Generasi M2 Hasil Induksi Mutasi Sinar Gamma di Cicurug
Dan Cibadak. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E. KUSUMO.
Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi karakter morfologi purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) generasi M2 di Kebun Percobaan Balittro Cicurug (550 m
dpl) dan di Kebun Percobaan BB Biogen Cibadak (950 m dpl) pada bulan Maret 2008
sampai Maret 2009. Purwoceng merupakan tanaman obat langka bernilai ekonomi tinggi
asli Indonesia yang ditemukan di dataran tinggi Dieng (1.800 m dpl). Iradiasi sinar
gamma pada benih purwoceng untuk mendapatkan genotipe toleran dataran rendah telah
dilakukan dengan dosis iradiasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 krad. Benih purwoceng generasi M1
yang berhasil berkecambah dan diamati pada percobaan ini di lokasi Cicurug adalah
benih tanaman kontrol, 3 krad, dan 5 krad, sedangkan di lokasi Cibadak adalah benih
tanaman kontrol, 1 krad, 3 krad, dan 5 krad (jumlah keseluruhan 292 tanaman). Bahan
lain yang digunakan adalah media tanam campuran tanah setempat : pupuk kandang
(1:1), polibag berdiameter 10 cm, polibag atau pot berdiameter 30 cm, dan paranet.
Percobaan menggunakan alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta
perlengkapan TLC scanner untuk analisis kadar metabolit sekunder yang dilakukan di
Balittro. Analisis kadar saponin dan fitosterol dilakukan secara terpisah antara akar
dengan batang dan daun terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 semua dosis
iradiasi dari lokasi Cibadak dan Cicurug, serta dari lokasi Tawang Mangu dan Dieng
(umur 6 bulan). Uji-t rata-rata hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi.
Tidak terdapat perbedaan keragaan akibat iradiasi sinar gamma pada karakter
kualitatif (bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi) maupun kuantitatif
(jumlah dan panjang tangkai daun, diameter kanopi, dan jumlah anakan) antar purwoceng
generasi M2 asal benih dengan dosis iradiasi 3 dan 5 krad di lokasi Cicurug serta dosis
iradiasi 1, 3, dan 5 krad di lokasi Cibadak, juga pada perbandingan karakter kuantitatif
purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak pada umur 0, 4, dan 8 MSP.
Pertumbuhan vegetatif yang cukup baik tetapi sulit berbunga menunjukkan bahwa
purwoceng generasi M2 belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran lebih
rendah. Hasil analisis terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 menunjukkan
bahwa metabolit sekunder pendukung khasiat obat purwoceng terkandung dalam
tanaman yang dipindahkan ke lokasi Cibadak dan Cicurug, serta menunjukkan bahwa
kadar metabolit sekunder antara akar dengan batang dan daun purwoceng tidak berbeda
nyata sehingga seluruh bagian tanaman purwoceng dapat dimanfaatkan sebagai obat.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Nama
: Sri Wahyuni
NRP
: A34404060
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS
NIP. 19631107 198811 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr
NIP 19571222 198203 1 002
Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di rumah sakit PT Caltex Pacific Indonesia distrik
Rumbai, provinsi Riau pada tanggal 21 Agustus 1986. Penulis adalah anak keempat
dari enam bersaudara dari Bapak (alm.) Abdurrahman dan Ibu Nur Asma.
Tahun 1998 penulis lulus dari SD Cendana Duri, Riau. Tahun 2001
penulis lulus dari SLTP Cendana Duri. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan studi di SMU Cendana Duri. Tahun 2004 penulis diterima di IPB
melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan
Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama menempuh studi di IPB, penulis aktif dalam kepengurusan LDK
DKM Al-Hurriyyah sebagai anggota (2005), staf PSDM (2006-2007), dan staf
Personalia (2008). Penulis juga aktif sebagai pengurus DKM Al-Fallah FKRD-A
(2006) dan staf Keputrian FKRD-A (2007). Penulis juga berpartisipasi pada
beberapa kepanitiaan, diantaranya pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa
Baru (2005), Masa Perkenalan Departemen (2006), Ekspresi Muslimah II (2006),
dan Masa Perkenalan Fakultas (2008). Pada tahun 2007 penulis bersama tim
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan dan lolos
seleksi untuk dibiayai oleh DIKTI.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang telah diberikan-Nya sampai saat ini, serta atas
terselesaikannya penelitian ini dengan baik. Penulis juga menyampaikan salawat
serta salam kepada rasulullah Muhammad SAW yang telah mengajarkan umatnya
dengan kebenaran dan kesabaran yang luar biasa. Terima kasih dan penghargaan
penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga atas dukungan dan
kepercayaannya kepada penulis.
Terima kasih kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dan kesabaran
selama kegiatan penelitian sampai penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada seluruh staf pengajar baik di Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB maupun di departemen-departemen lain yang telah memberikan
ilmu-ilmunya selama perkuliahan, juga kepada seluruh staf dan pekerja di tempat
penelitian yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman di PS-PMTTB, teman-teman di LDK DKM
Al-Hurriyyah, teman-teman di FKRD-A, dan pihak-pihak lain yang telah
memberikan semangat dan perhatian.
Penelitian mengenai evaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) generasi M2 ini terdorong oleh rasa kecintaan penulis terhadap
komoditas tanamanan obat. Purwoceng merupakan salah satu tanaman obat asli
Indonesia yang tergolong hampir punah sehingga sangat penting untuk
mengupayakan pelestariannya. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Institut
Pertanian Bogor dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Kerjasama
antara universitas dengan balai-balai penelitian sangat diperlukan untuk kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya di Indonesia. Penulis
berharap penelitian ini bermanfaat sebaik-baiknya di masa yang akan datang.
Bogor, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ...……………………………………………………...
Latar Belakang ...………………………………………………….
Tujuan ...………………………………………………..................
Hipotesis ...………………………………………………………...
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...………………………………………………...
Purwoceng ...………………………………………………..……..
Pemuliaan Mutasi ...………………………………………...……..
4
4
9
BAHAN DAN METODE ...………………………………………...……..
Tempat dan Waktu Percobaan ...…………………………………..
Bahan dan Alat ...…………………………………………….…….
Metode Percobaan ...……………………………………….............
Pelaksanaan Percobaan ...………………………………………….
Penanaman ...…………………………………………........
Pemeliharaan ...………………………………………….....
Pengamatan ...……………………………….....………......
11
11
11
11
12
12
12
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...…………………………………………
Kondisi Umum Percobaan ...………………………………………
Karakter Kualitatif ...…………………….…………………….......
Bentuk Daun ...…………………………………….............
Warna Daun ...……………………………………..............
Warna Tangkai Daun ...…………………………………....
Tipe Kanopi ...……………………………………..............
Karakter Kuantitatif ...…………………………………………......
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi
di Lokasi Cicurug dan Cibadak ...………………………....
Jumlah Daun ...…………………………………….
Panjang Tangkai Daun ...……………………....….
Diameter Kanopi ...………………………………..
Jumlah Anakan ...…………………………....…….
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi ...….........
Fase Generatif Tanaman ...………………………………...
Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Purwoceng
Generasi M1 di Beberapa Lokasi ...……………………….
16
16
19
19
20
21
22
22
22
22
25
27
31
32
33
34
KESIMPULAN DAN SARAN ...…………………………………………
Kesimpulan ...…………………………………………....….……..
Saran ...…………………………………………....……………….
37
37
37
DAFTAR PUSTAKA ...…………………………………………………..
38
LAMPIRAN ...…………………………………………………………….
40
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cicurug ...…………………………………........
16
2. Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cibadak ...…………………………………........
16
3. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......................………………..........
23
4. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………….….........
24
5. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak .……….….....……………….........
25
6. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......….....……………….........
26
7. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………...….
27
8. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ....…....….......……………….........
29
9. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………….....……………….........
30
10. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...…..…...……………...……….....
30
11. Jumlah Tanaman yang Memiliki Anakan dan Rata-rata Jumlah
Anakan Purwoceng Generasi M2 di Lokasi Cicurug ........................
31
12. Purwoceng di Lokasi Cicurug yang Berumur Paling Panjang ..........
34
13. Hasil Uji-t Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Akar serta Batang
dan Daun Purwoceng Generasi M1 serta Kadar Zat Saponin dan
Fitosterol Purwoceng Generasi M1 Lokasi Cicurug dan Cibadak ..........
36
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tanaman Purwoceng ...……………...………………........................
4
2. Pertanaman Purwoceng dalam Polibag di Bawah Naungan Paranet ...
12
3. Sketsa Keragaman Bentuk Anak Daun Purwoceng ...…….…….......
13
4. Sketsa Keragaman Tipe Kanopi Purwoceng ...…….…......................
14
5. Curah Hujan di Lokasi Balittro Cicurug Tahun 2008 ...…….….......
17
6. Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng ...……………...…………..
18
7. Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng ...……………...……....
18
8. Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng ..……...………......
19
9. Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng ...…….…........
20
10. Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng ...……………...…..
21
11. Warna Tangkai Daun Purwoceng ...……………...………………....
21
12. Tipe Kanopi Purwoceng ...……………...……………….................
22
13. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug .......……...………………........................
24
14. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ...……………...……………….......
25
15. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ..................................................................
28
16. Anakan Purwoceng ...……………...………………...……………...
32
17. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan
Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP .....……........
32
18. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ...
32
19. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad,
dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ..............
33
20. Purwoceng Generasi M2 yang Berbunga ........…………...……....…
34
21. Kadar Saponin Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ....
35
22. Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
35
23. Kadar Fitosterol Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ...
35
24. Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cicurug ...……………...……...................................…....
41
2. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...……...........................................
43
3. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...…………...................................
44
4. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cibadak ...……………...……….......................................
47
5. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 1 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
47
6. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
7. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
8. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug …….……..………..................................
48
9. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ....... ……….....................................
49
10. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ....…..... ………........................................
49
11. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...... ………..............................
50
12. Hasil Uji-t Perbandingan Jumlah Anakan Purwoceng
Generasi M2 kontrol dan 5 krad di Lokasi Cicurug ...………….......
50
13. Hasil Uji-t Rata-rata Populasi Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada Umur
0, 4, dan 8 MSP ...………….....….……….....……...........................
50
14. Persentase Kadar Saponin Akar Purwoceng di Empat Lokasi .........
51
15. Persentase Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……...
51
16. Persentase Kadar Fitosterol Akar Purwoceng di Empat Lokasi ..….
51
17. Persentase Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……....
51
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Sri Wahyuni
A34404060
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Evaluasi Karakter Morfologi Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) Generasi M2 Hasil Induksi Mutasi Sinar Gamma di Cicurug
Dan Cibadak. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E. KUSUMO.
Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi karakter morfologi purwoceng
(Pimpinella pruatjan Molk.) generasi M2 di Kebun Percobaan Balittro Cicurug (550 m
dpl) dan di Kebun Percobaan BB Biogen Cibadak (950 m dpl) pada bulan Maret 2008
sampai Maret 2009. Purwoceng merupakan tanaman obat langka bernilai ekonomi tinggi
asli Indonesia yang ditemukan di dataran tinggi Dieng (1.800 m dpl). Iradiasi sinar
gamma pada benih purwoceng untuk mendapatkan genotipe toleran dataran rendah telah
dilakukan dengan dosis iradiasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 krad. Benih purwoceng generasi M1
yang berhasil berkecambah dan diamati pada percobaan ini di lokasi Cicurug adalah
benih tanaman kontrol, 3 krad, dan 5 krad, sedangkan di lokasi Cibadak adalah benih
tanaman kontrol, 1 krad, 3 krad, dan 5 krad (jumlah keseluruhan 292 tanaman). Bahan
lain yang digunakan adalah media tanam campuran tanah setempat : pupuk kandang
(1:1), polibag berdiameter 10 cm, polibag atau pot berdiameter 30 cm, dan paranet.
Percobaan menggunakan alat pertanian dan alat ukur panjang secara umum, serta
perlengkapan TLC scanner untuk analisis kadar metabolit sekunder yang dilakukan di
Balittro. Analisis kadar saponin dan fitosterol dilakukan secara terpisah antara akar
dengan batang dan daun terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 semua dosis
iradiasi dari lokasi Cibadak dan Cicurug, serta dari lokasi Tawang Mangu dan Dieng
(umur 6 bulan). Uji-t rata-rata hasil pengamatan dilakukan antar pasangan populasi.
Tidak terdapat perbedaan keragaan akibat iradiasi sinar gamma pada karakter
kualitatif (bentuk dan warna daun serta tangkai daun, dan tipe kanopi) maupun kuantitatif
(jumlah dan panjang tangkai daun, diameter kanopi, dan jumlah anakan) antar purwoceng
generasi M2 asal benih dengan dosis iradiasi 3 dan 5 krad di lokasi Cicurug serta dosis
iradiasi 1, 3, dan 5 krad di lokasi Cibadak, juga pada perbandingan karakter kuantitatif
purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug dan Cibadak pada umur 0, 4, dan 8 MSP.
Pertumbuhan vegetatif yang cukup baik tetapi sulit berbunga menunjukkan bahwa
purwoceng generasi M2 belum dapat beradaptasi jika ditanam sejak awal di dataran lebih
rendah. Hasil analisis terhadap sampel tunggal purwoceng generasi M1 menunjukkan
bahwa metabolit sekunder pendukung khasiat obat purwoceng terkandung dalam
tanaman yang dipindahkan ke lokasi Cibadak dan Cicurug, serta menunjukkan bahwa
kadar metabolit sekunder antara akar dengan batang dan daun purwoceng tidak berbeda
nyata sehingga seluruh bagian tanaman purwoceng dapat dimanfaatkan sebagai obat.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: EVALUASI KARAKTER MORFOLOGI PURWOCENG
(Pimpinella pruatjan Molk.) GENERASI M2 HASIL INDUKSI
MUTASI SINAR GAMMA DI CICURUG DAN CIBADAK
Nama
: Sri Wahyuni
NRP
: A34404060
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS
NIP. 19631107 198811 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr
NIP 19571222 198203 1 002
Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di rumah sakit PT Caltex Pacific Indonesia distrik
Rumbai, provinsi Riau pada tanggal 21 Agustus 1986. Penulis adalah anak keempat
dari enam bersaudara dari Bapak (alm.) Abdurrahman dan Ibu Nur Asma.
Tahun 1998 penulis lulus dari SD Cendana Duri, Riau. Tahun 2001
penulis lulus dari SLTP Cendana Duri. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan studi di SMU Cendana Duri. Tahun 2004 penulis diterima di IPB
melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan
Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama menempuh studi di IPB, penulis aktif dalam kepengurusan LDK
DKM Al-Hurriyyah sebagai anggota (2005), staf PSDM (2006-2007), dan staf
Personalia (2008). Penulis juga aktif sebagai pengurus DKM Al-Fallah FKRD-A
(2006) dan staf Keputrian FKRD-A (2007). Penulis juga berpartisipasi pada
beberapa kepanitiaan, diantaranya pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa
Baru (2005), Masa Perkenalan Departemen (2006), Ekspresi Muslimah II (2006),
dan Masa Perkenalan Fakultas (2008). Pada tahun 2007 penulis bersama tim
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan dan lolos
seleksi untuk dibiayai oleh DIKTI.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang telah diberikan-Nya sampai saat ini, serta atas
terselesaikannya penelitian ini dengan baik. Penulis juga menyampaikan salawat
serta salam kepada rasulullah Muhammad SAW yang telah mengajarkan umatnya
dengan kebenaran dan kesabaran yang luar biasa. Terima kasih dan penghargaan
penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga atas dukungan dan
kepercayaannya kepada penulis.
Terima kasih kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh ketulusan dan kesabaran
selama kegiatan penelitian sampai penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada seluruh staf pengajar baik di Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB maupun di departemen-departemen lain yang telah memberikan
ilmu-ilmunya selama perkuliahan, juga kepada seluruh staf dan pekerja di tempat
penelitian yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman di PS-PMTTB, teman-teman di LDK DKM
Al-Hurriyyah, teman-teman di FKRD-A, dan pihak-pihak lain yang telah
memberikan semangat dan perhatian.
Penelitian mengenai evaluasi karakter morfologi purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) generasi M2 ini terdorong oleh rasa kecintaan penulis terhadap
komoditas tanamanan obat. Purwoceng merupakan salah satu tanaman obat asli
Indonesia yang tergolong hampir punah sehingga sangat penting untuk
mengupayakan pelestariannya. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Institut
Pertanian Bogor dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Kerjasama
antara universitas dengan balai-balai penelitian sangat diperlukan untuk kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya di Indonesia. Penulis
berharap penelitian ini bermanfaat sebaik-baiknya di masa yang akan datang.
Bogor, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ...……………………………………………………...
Latar Belakang ...………………………………………………….
Tujuan ...………………………………………………..................
Hipotesis ...………………………………………………………...
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...………………………………………………...
Purwoceng ...………………………………………………..……..
Pemuliaan Mutasi ...………………………………………...……..
4
4
9
BAHAN DAN METODE ...………………………………………...……..
Tempat dan Waktu Percobaan ...…………………………………..
Bahan dan Alat ...…………………………………………….…….
Metode Percobaan ...……………………………………….............
Pelaksanaan Percobaan ...………………………………………….
Penanaman ...…………………………………………........
Pemeliharaan ...………………………………………….....
Pengamatan ...……………………………….....………......
11
11
11
11
12
12
12
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...…………………………………………
Kondisi Umum Percobaan ...………………………………………
Karakter Kualitatif ...…………………….…………………….......
Bentuk Daun ...…………………………………….............
Warna Daun ...……………………………………..............
Warna Tangkai Daun ...…………………………………....
Tipe Kanopi ...……………………………………..............
Karakter Kuantitatif ...…………………………………………......
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Dosis Iradiasi
di Lokasi Cicurug dan Cibadak ...………………………....
Jumlah Daun ...…………………………………….
Panjang Tangkai Daun ...……………………....….
Diameter Kanopi ...………………………………..
Jumlah Anakan ...…………………………....…….
Perbandingan Karakter Kuantitatif Antar Lokasi ...….........
Fase Generatif Tanaman ...………………………………...
Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Purwoceng
Generasi M1 di Beberapa Lokasi ...……………………….
16
16
19
19
20
21
22
22
22
22
25
27
31
32
33
34
KESIMPULAN DAN SARAN ...…………………………………………
Kesimpulan ...…………………………………………....….……..
Saran ...…………………………………………....……………….
37
37
37
DAFTAR PUSTAKA ...…………………………………………………..
38
LAMPIRAN ...…………………………………………………………….
40
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Tanaman Purwoceng Generasi M2 pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cicurug ...…………………………………........
16
2. Jumlah Tanaman Generasi M2 Purwoceng pada Umur yang
Berbeda di Lokasi Cibadak ...…………………………………........
16
3. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......................………………..........
23
4. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………….….........
24
5. Hasil Uji-t Jumlah Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak .……….….....……………….........
25
6. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cicurug ......….....……………….........
26
7. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………………………...….
27
8. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cicurug ....…....….......……………….........
29
9. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cibadak ...……………….....……………….........
30
10. Hasil Uji-t Diameter Kanopi Purwoceng Antar Dosis Iradiasi pada
Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...…..…...……………...……….....
30
11. Jumlah Tanaman yang Memiliki Anakan dan Rata-rata Jumlah
Anakan Purwoceng Generasi M2 di Lokasi Cicurug ........................
31
12. Purwoceng di Lokasi Cicurug yang Berumur Paling Panjang ..........
34
13. Hasil Uji-t Kadar Zat Saponin dan Fitosterol pada Akar serta Batang
dan Daun Purwoceng Generasi M1 serta Kadar Zat Saponin dan
Fitosterol Purwoceng Generasi M1 Lokasi Cicurug dan Cibadak ..........
36
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tanaman Purwoceng ...……………...………………........................
4
2. Pertanaman Purwoceng dalam Polibag di Bawah Naungan Paranet ...
12
3. Sketsa Keragaman Bentuk Anak Daun Purwoceng ...…….…….......
13
4. Sketsa Keragaman Tipe Kanopi Purwoceng ...…….…......................
14
5. Curah Hujan di Lokasi Balittro Cicurug Tahun 2008 ...…….….......
17
6. Pengaruh Lingkungan pada Purwoceng ...……………...…………..
18
7. Serangan Hama pada Tanaman Purwoceng ...……………...……....
18
8. Keragaman Keragaan Bentuk Daun Purwoceng ..……...………......
19
9. Sketsa Keragaman Susunan Anak Daun Purwoceng ...…….…........
20
10. Keragaman Keragaan Warna Daun Purwoceng ...……………...…..
21
11. Warna Tangkai Daun Purwoceng ...……………...………………....
21
12. Tipe Kanopi Purwoceng ...……………...……………….................
22
13. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug .......……...………………........................
24
14. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ...……………...……………….......
25
15. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ..................................................................
28
16. Anakan Purwoceng ...……………...………………...……………...
32
17. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad, dan
Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP .....……........
32
18. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad, dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ...
32
19. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 3 krad, 5 krad,
dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada 0-8 MSP ..............
33
20. Purwoceng Generasi M2 yang Berbunga ........…………...……....…
34
21. Kadar Saponin Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ....
35
22. Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
35
23. Kadar Fitosterol Akar Purwoceng Generasi M1 dari Empat Lokasi ...
35
24. Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng Generasi M1 dari
Empat Lokasi ...……………...………………....................................
36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cicurug ...……………...……...................................…....
41
2. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...……...........................................
43
3. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cicurug ...……………...…………...................................
44
4. Warna Daun dan Tangkai Daun Tanaman Purwoceng Kontrol
di Lokasi Cibadak ...……………...……….......................................
47
5. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 1 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
47
6. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 3 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
7. Warna Daun dan Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 5 krad
di Lokasi Cibadak ...……………...…………...................................
48
8. Rata-rata Jumlah Daun Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug …….……..………..................................
48
9. Rata-rata Panjang Tangkai Daun Purwoceng Generasi M2 Semua
Dosis Iradiasi di Lokasi Cicurug ....... ……….....................................
49
10. Rata-rata Diameter Kanopi Purwoceng Generasi M2 Semua Dosis
Iradiasi di Lokasi Cicurug ....…..... ………........................................
49
11. Hasil Uji-t Panjang Tangkai Daun Purwoceng Antar Dosis Iradiasi
pada Generasi M2 di Lokasi Cibadak ...... ………..............................
50
12. Hasil Uji-t Perbandingan Jumlah Anakan Purwoceng
Generasi M2 kontrol dan 5 krad di Lokasi Cicurug ...………….......
50
13. Hasil Uji-t Rata-rata Populasi Purwoceng Generasi M2 3 krad,
5 krad dan Kontrol di Lokasi Cicurug dan Cibadak pada Umur
0, 4, dan 8 MSP ...………….....….……….....……...........................
50
14. Persentase Kadar Saponin Akar Purwoceng di Empat Lokasi .........
51
15. Persentase Kadar Saponin Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……...
51
16. Persentase Kadar Fitosterol Akar Purwoceng di Empat Lokasi ..….
51
17. Persentase Kadar Fitosterol Batang dan Daun Purwoceng
di Empat Lokasi ...……………...…………....……………...……....
51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
dapat
disebut
sebagai
megadiversitas
dunia
karena
keanekaragaman hayati darat dan laut yang sangat besar. Keanekaragaman hayati
darat terdiri atas sekitar 30000 spesies tumbuhan, dan lebih dari 2000 spesies
tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat (Zuhud, 2007). Kekayaan tumbuhan
obat yang sangat besar ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga
belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri obat-obatan dengan baik.
Tanaman obat belum dapat memasok kebutuhan industri karena belum
dibudidayakan dengan baik sehingga penyediaannya tidak kontinyu dan
kualitasnya tidak mantap. Menurut Purwakusumah (2007), hanya sekitar 20%
tanaman obat hasil budidaya yang dapat memenuhi pangsa pasar, sedangkan
sisanya masih berasal langsung dari alam. Seharusnya karakteristik bahan baku
obat alami yang diharapkan adalah berkualitas mantap dan memenuhi standar,
kontinyuitas terjaga, dan kuantitas terpenuhi. Selain itu pemanfaatan tanaman
hasil budidaya lebih diutamakan daripada pemanenan langsung tumbuhan liar.
Budidaya tanaman obat tidak hanya bertujuan menaikkan suplai, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas produk, dalam hal ini kadar zat bioaktifnya.
Salah satu komoditas tumbuhan obat yang tergolong langka adalah
purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb. atau Pimpinella alpina Kds.).
Purwoceng ditemukan di dataran tinggi Dieng (sekitar 1800 m dpl) dan banyak
dicari dan dipanen langsung dari alam. Bentuknya seperti tanaman wortel dengan
umbi berwarna kecoklatan (Djuki, 2007).
Purwoceng dapat dimanfaatkan keseluruhan bagiannya sebagai ramuan
obat. Masyarakat umum mengenal purwoceng sebagai pemulih stamina, serta
penambah jumlah hormon testosteron dan spermatozoid. Purwoceng sudah
banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat dalam bentuk ramuan dan tidak
berbahaya. Bentuk ramuan yang sudah banyak dibuat adalah dalam kemasan teh
dan jamu (Artha, 2007).
2
Kendala dalam pembudidayaan purwoceng adalah persyaratan tempat
tumbuh yang cukup tinggi sehingga lahannya terbatas. Lahan di dataran tinggi tidak
seluas dataran rendah dan penggunaannya bersaing dengan komoditas hortikultura.
Upaya pengadaptasian purwoceng di dataran yang lebih rendah dari habitat aslinya
(Dieng, ketinggan 1800-3000 m dpl dan suhu 13-17˚C) telah berhasil dilakukan di
Kebun Percobaan Balittro Gunung Putri, Cianjur (ketinggian sekitar 1545 m dpl dan
suhu 17-19˚C) yang masih tergolong dataran tinggi (Wahyuni et al., 1997).
Kelangkaan purwoceng ini menyebabkan harga jualnya menjadi sangat tinggi
mencapai Rp 90.000,00-Rp 100.000,00 per kg basah. Suatu kelompok tani dengan
luas lahan petani sekitar 10-400 m2 di desa Sekunang, salah satu dari empat desa
kecil tempat pembudidayaan purwoceng di dataran tinggi Dieng, masih sulit untuk
memenuhi permintaan purwoceng segar atau kering untuk bahan baku obat
tradisional secara kontinyu. Beberapa industri jamu meminta pasokan sekitar
50-200 kg secara rutin setiap minggu, tetapi kemampuan kelompok tani tersebut
hanya sekitar 40-50 kg per bulan (Yuhono, 2004). Kesulitan pembudidayaan ini juga
disebabkan oleh panjangnya umur purwoceng. Purwoceng mulai berkecambah pada
umur 40 hari setelah tanam, mulai berbunga pada umur 10 bulan setelah tanam, dan
mati setelah menghasilkan benih 1-2 bulan kemudian (Wahyuni et al., 1997).
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan melalui
program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman purwoceng yang
dapat dibudidayakan pada daerah yang lebih rendah dan berumur genjah.
Makmur (1992) menyatakan bahwa tujuan utama program pemuliaan tanaman
adalah untuk mendapatkan varietas yang lebih baik, sebagai contoh pada
program Revolusi Hijau, program pemuliaan tanaman digunakan untuk
mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi geografis, secara
latituda atau altituda, dari varietas yang telah ada.
Definisi pemuliaan tanaman menurut Makmur (1992) adalah suatu metode
yang secara sistematis merakit keragaman genetik menjadi bentuk yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia dengan persyaratan empat hal, yaitu adanya keragaman
genetik, sistem-sistem logis dalam pemindahan dan fiksasi gen, konsepsi dan tujuan
yang jelas, dan adanya mekanisme penyebarluasan hasilnya kepada masyarakat.
Ragam genetik terjadi apabila dalam suatu populasi tanaman terdapat karakter
genetik yang berbeda. Faktor yang menyebabkan keragaman genetik antara lain
rekombinasi genetik yang terjadi setelah hibridisasi, mutasi, dan poliploidi.
3
Purwoceng diduga memiliki keragaman genetik yang rendah dalam
sifat adaptasi geografis terhadap ketinggian tempat. Bunganya yang berukuran
kecil mengakibatkan sulit dilakukan persilangan. Hal-hal tersebut menjadi
alasan dipilihnya metode
mutasi. Mutasi menurut Makmur (1992) adalah
perubahan tiba-tiba pada material genetik, yaitu pada gen dari satu alel kepada
alel lainnya, susunan kromosom, dan kehilangan atau penambahan bagian
kromosom. Mutasi gen dapat terjadi secara alami maupun buatan dengan
menggunakan mutagen kimia atau radiasi ion. Walaupun perubahan gen atau
kromosom umumnya tidak sesuai keinginan, pemuliaan dengan mutasi induksi
tetap dicoba jika sumber plasma nutfah tidak tersedia. Kusumo et al. (2007)
telah melakukan iradiasi sinar gamma pada benih purwoceng dengan tujuan
percobaan jangka panjang untuk merakit varietas baru purwoceng yang toleran
dataran rendah serta berdaya hasil tinggi dengan kandungan fitosterol dan
saponin yang tinggi. Pulungan (2008) melaporkan keragaan karakter tanaman
purwoceng hasil induksi mutasi tersebut (generasi M1). Percobaan ini
merupakan kelanjutan dari percobaan tersebut.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi karakter morfologi purwoceng generasi M2 di lokasi Cicurug
dan Cibadak
2. Mendapatkan genotipe-genotipe yang dapat dijadikan populasi dasar untuk
mendapatkan varietas tanaman purwoceng yang toleran dataran rendah
3. Membandingkan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M1 antara
bagian akar dengan batang dan daun, serta antara lokasi Cicurug dan Cibadak
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat kesamaan sifat morfologi antara populasi purwoceng generasi M2 di
lokasi Cicurug dan Cibadak
2. Terdapat genotipe tanaman purwoceng yang dapat tumbuh baik dan
menghasilkan benih di dataran rendah untuk tahap pemuliaan berikutnya
3. Tidak terdapat perbedaan kadar metabolit sekunder purwoceng generasi M1
antara akar dengan batang dan daun, serta antara di lokasi Cicurug dan Cibadak
4
TINJAUAN PUSTAKA
Purwoceng
Purwoceng (Gambar 1) adalah tumbuhan endemik Indonesia yang
sudah lama dikenal berkhasiat obat. Purwoceng merupakan tanaman berumah
satu tetapi dapat juga menyerbuk silang (Rahardjo et al., 2005). Klasifikasi
purwoceng adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Anak Divisi: Angiospermae
Kelas
: Dycotiledonae
Anak Kelas: Dialypetalae
Bangsa
: Apiales (Umbelliflorae)
Suku
: Apiaceae (Umbelliferae)
Marga
: Pimpinella
Jenis
: Pimpinella pruatjan Molk. atau P. alpina Kds.
f
a
b
c
e
d
Gambar 1. Tanaman Purwoceng. Purwoceng di petakan koleksi kebun
percobaan Gunung Putri (a), muncul tandan bunga pertama (b),
memiliki banyak tandan bunga (c), bunga bermahkota merah
keunguan (d), buah muda berwarna hijau (e), simplisia kering (f)
5
Tjitrosoepomo (1994) mendeskripsikan tumbuhan yang termasuk dalam
bangsa Apiales sebagian besar merupakan terna, jarang yang berupa tumbuhan
berkayu. Daunnya tunggal atau majemuk tanpa daun penumpu. Jaringanjaringannya sering memiliki saluran-saluran resin atau minyak. Bunganya
tersusun seperti payung, berumah satu, aktinomorf, berbilangan empat atau lima.
Kelopak bunga sangat kecil, mahkota-mahkota bebas, benang-benang sari dalam
satu lingkaran dan berhadap-hadapan dengan kelopak-kelopaknya. Bakal buah
terbenam, seringkali memiliki ruang-ruang dengan satu atau dua bakal biji dalam
tiap ruangnya. Bakal biji kebanyakan hanya memiliki satu integumen. Biji
mempunyai endosperm dan lembaga yang kecil.
Selanjutnya Tjitrosoepomo (1994) mendeskripsikan tumbuhan yang
termasuk suku Apiaceae sebagai terna yang berumur pendek atau panjang dengan
batang berongga dan beralur atau bergerigi membujur pada permukaannya.
Daunnya tersebar, berseling atau berhadapan, majemuk ganda atau banyak
berbagi, tanpa daun penumpu tetapi memiliki pelepah yang pipih besar
(perikladium) dan tidak membungkus batang. Bunganya majemuk dan tersusun
seperti payung atau suatu kapitulum, berukuran kecil, berumah satu, aktinomorf
atau sedikit zigomorf, dan berbilangan lima. Kelopaknya sangat kecil,
mahkotanya berjumlah lima dengan ujung yang melengkung ke dalam, berwarna
kuning atau keputih-putihan, jarang berwarna merah muda atau lembayung.
Benang sari berjumlah lima yang berseling dengan mahkota. Bakal buah
tenggelam, tertutup oleh bantal tangkai putik yang berbagi dua, beruang dua, dan
dalam tiap ruang terdapat satu bakal biji yang bergantungan. Tangkai putik
berjumlah dua dan letaknya terpisah. Buahnya berbelah dua (diakenium), tiap
bagian buah tetap berlekatan pada suatu karpofor. Dalam kulit buah terdapat
saluran-saluran minyak atsiri. Endosperm biji mempunyai tanduk. Sifat-sifat
anatomis yang penting antara lain adanya saluran-saluran resin skizolisigen dalam
gelam akar, batang, dan kulit buahnya, adanya kolenkim dalam korteks primer
batang dan dalam rigi-rigi buah, adanya perforasi sederhana dalam trakea, adanya
rambut-rambut lain yang bukan merupakan kelenjar.
6
Pulungan (2008) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman semak
penutup tanah dengan tinggi sekitar 25 cm. Batangnya merupakan batang semu,
berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya merupakan daun
majemuk dengan pertulangan daun menyirip. Tangkai daun berwarna coklat
kehijauan dengan panjang sekitar 5 cm. Anak daun berbentuk jantung yang
tepinya bergerigi, berujung tumpul dan pangkal bertoreh, berukuran panjang
sekitar 3 cm dan lebar sekitar 2.5 cm. Bunga purwoceng merupakan bunga
majemuk berbentuk payung. Tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang
sekitar 2 cm. Kelopak bunga berbentuk tabung berwarna hijau, benang sari
berwarna putih, putik berbentuk bulat berwarna hijau, dan mahkota berambut
berwarna coklat. Buah berbentuk lonjong kecil berwarna hijau, dan biji berbentuk
lonjong kecil berwarna coklat. Akar merupakan akar tunggang yang berwarna
putih kotor.
Rahardjo et al. (2005) mengemukakan bahwa tangkai bunga purwoceng
memiliki cabang-cabang. Purwoceng memiliki sekitar 7.4 tangkai bunga primer,
setiap tangkai primer memiliki sekitar tiga tangkai sekunder, setiap tangkai
sekunder memiliki sekitar 2 tangkai tertier, dan setiap tangkai tertier memiliki
sekitar 5-8 tandan bunga yang membentuk bunga payung. Pada setiap tandan
bunga terdapat sekitar 5-10 bunga yang akan menghasilkan sekitar 8.6 biji
sehingga satu tanaman purwoceng dapat menghasilkan 2260 biji. Biji yang telah
matang berwarna hitam, berukuran sangat kecil dengan bobot 1000 butirnya
sekitar 0.52 g.
Heyne (1987) mendeskripsikan purwoceng sebagai tanaman terna dengan
tinggi antara 15 sampai 50 cm yang tumbuh pada dataran tinggi, sekitar 20003000 m dpl di Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Tanaman ini
memiliki nama daerah yang berbeda-beda, antara lain antanan gunung, gebangan
depok, rumput dempo, atau suripandak abang. Purwoceng banyak dicari orang
karena memiliki khasiat obat yang bersifat diuretik terutama digunakan sebagai
afrodisiak. Artha (2007) mengemukakan bahwa purwoceng juga memiliki khasiat
menambah stamina tubuh, analgetika (penghilang rasa sakit), antipiretika
(penurun panas), anthelmitika (obat cacing), antifungi, antibakteri, dan antikanker.
7
Purwoceng memiliki khasiat obat karena mengandung beberapa metabolit
sekunder di antaranya saponin dan fitosterol atau sterol tumbuhan. Nio (1989) dan
Robinson (1996) menjelaskan bahwa saponin adalah suatu glikosida yang terdapat
pada banyak jenis tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif dengan
permukaan kuat yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air bahkan
pada konsentrasi sangat rendah sekalipun. Sifat saponin yang menyerupai sabun
ini menjadi sebab penamaan saponin berasal dari kata sapo, kata dalam bahasa
latin yang berarti sabun. Saponin tertentu menjadi penting karena dapat digunakan
sebagai bahan baku sintesis hormon steroid.
Konsentrasi saponin berbeda pada bagian-bagian tumbuhan dipengaruhi oleh
tahap pertumbuhan serta komposisi aglikon (sapogenin) dan karbohidrat yang
berbeda tergantung jenis tanaman. Fungsi saponin pada tumbuhan diduga sebagai
penyimpanan karbohidrat atau sisa metabolisme, atau sebagai pelindung dari
serangan hama. Saponin berasa pahit dan sangat beracun bagi ikan dan amfibi, namun
ikan yang mati karena saponin dapat dikonsumsi manusia karena saponin tidak
meracuni manusia. Contoh lainnya adalah bir yang busanya disebabkan oleh saponin.
Saponin membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya,
dan jika dihidrolisis lengkap akan menghasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat
(heksosa, pentosa, dan asam sakarida). Berdasarkan sifat kimiawinya saponin dibagi
dalam dua kelompok, yaitu steroid (27 atom C) dan triterpenoid (30 atom C).
Bradford dan Awad (2007) menjelaskan bahwa fitosterol merupakan fitokimia
spesifik yang strukturnya menyerupai kolesterol tetapi hanya ditemukan pada
tumbuhan baik dalam bentuk testerifikasi maupun bebas. Fitosterol berbeda-beda
konsentrasinya sesuai jenis tumbuhan dan banyak terkandung dalam tanaman yang
menghasilkan lipid tinggi seperti kacang tanah dan wijen. Fitosterol telah terbukti dapat
menurunkan kolesterol dalam tubuh manusia sehingga mengurangi resiko terkena
penyakit jantung serta sebagai antikanker. Fitosterol yang sering dikonsumsi manusia
terdiri dari ß-sitosterol, stigmasterol (29 atom C), dan kampesterol (28 atom C) yang
hanya didapatkan melalui makanan nabati dengan penyerapan yang sangat terbatas.
Ketersediaan fitosterol didalam tubuh (bioavailability) sekitar 10 % untuk kampesterol,
5 % untuk stigmasterol, dan 4 % untuk ß-sitosterol.
8
Purwoceng dengan khasiat-khasiat di atas sangat potensial sebagai
komplemen dan substitusi ginseng impor sehingga dapat menghemat devisa negara.
Produk setengah jadi purwoceng adalah simplisia dan ekstrak, produk industri
dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan, pil atau tablet/kapsul. Investasi
yang dibutuhkan untuk sektor hulu meliputi perbenihan, penyediaan lahan, dan
budidaya. Biaya kebutuhan benih (per hektar per tahun) purwoceng adalah sebesar
94.00 juta rupiah dengan rasio B/C sebesar 3.09. Kebutuhan investasi agribisnis
hilir, yaitu pembuatan simplisia purwoceng sebesar 35.37 milyar rupiah. Nilai
investasi untuk produksi ekstrak purwoceng 194.28 milyar rupiah. Nilai investasi
produk turunan purwoceng 108.53 milyar rupiah (Deptan, 2007).
Purwoceng sebelum ditemukan sebagai tanaman obat merupakan tanaman
liar sehingga tidak cocok ditanam di daerah terbuka yang langsung terkena sinar
matahari. Pembudidayaannya memerlukan naungan untuk pertumbuhan yang
baik. Purwoceng dapat diperbanyak dengan benih. Purwoceng akan berbunga
sekitar enam bulan setelah tanam dan sekitar dua bulan kemudian benihnya
matang. Tiap tanaman menghasilkan banyak benih bernas yang berwarna cokelat
kehitaman yang setelah dipanen dapat dikeringkan. Benih dapat disemai di bak
semai berukuran satu meter persegi yang tanahnya telah digemburkan dan diberi
pupuk kandang. Hama yang menyerang purwoceng adalah keong dan kutu daun,
sedangkan penyakitnya adalah busuk batang. Penyebab penyakit ini belum
diketahui, sehingga pencegahan penularannya dilakukan dengan mencabut
tanaman yang terserang lalu mengubur atau membakarnya (Artha, 2007).
Usaha pembudidayaan purwoceng tergolong sangat menguntungkan.
Hasil analisis usaha tani purwoceng di desa Sekunang yang menggunakan cara
budidaya sederhana pada lahan seluas 1000 m2 dapat memproduksi 550 kg basah
purwoceng (sekitar 17-20 rumpun) sehingga menghasilkan keuntungan bersih
34 juta rupiah (Yuhono, 2004).
9
Pemuliaan Mutasi
Pada program pemuliaan tanaman, penggunaan induksi mutasi buatan
tergantung pada jumlah variabilitas alami yang tersedia. Jika di alam telah tersedia
alela yang diinginkan, maka pemulia lebih memilih menggunakan alela tersebut
daripada mengubah komposisi genetik melalui mutasi buatan. Induksi mutasi
buatan umumnya relatif lebih baik dilakukan pada tanaman yang menyerbuk
sendiri dibandingkan pada tanaman yang menyerbuk silang. Pada tanaman yang
menyerbuk sendiri, sebagian besar alela dengan nilai adaptasi tinggi biasanya
akan cepat lenyap karena sifat homozigositasnya sehingga memperkecil