Pemilihan parameter pengolahan citra yang optimal untuk penghitungan benih dan telur ikan

PEMILIHAN PARAMETER PENGOLAHAN CITRA YANG
OPTIMAL UNTUK PENGHITUNGAN BENIH DAN TELUR IKAN

FAJAR MULYANTI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemilihan Parameter
Pengolahan Citra yang Optimal untuk Penghitungan Benih dan Telur Ikan adalah
benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Dr Ir I Wayan Astika,
M.Si dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Fajar Mulyanti
NIM F14090047

ABSTRAK
FAJAR MULYANTI. Pemilihan Parameter Pengolahan Citra yang Optimal untuk
Penghitungan Benih dan Telur Ikan. Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan parameter pengolahan citra yaitu
batas thresholding dan luasan citra bergerombol ikan yang optimal untuk
melakukan penghitungan benih ikan dengan pengolahan citra. Nilai threshold
ditentukan dengan dua cara yaitu: 1) Menggunakan persentil grey scale citra benih
ikan dan 2) Menunjuk warna patokan citra benih ikan. Nilai persentil threshold
untuk benih ikan gurame gabah adalah 75, benih lele 3-4 cm, benih nila 1 cm, dan
benih patin 1" adalah 70, benih ikan mas 5 cm dan gurame kuku adalah 50, telur
gurame adalah 90, dan benih nila merah adalah 25. Rasio luas benih ikan
bergerombol dengan luas rata-rata satu ekor benih ikan memiliki nilai yang
berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Rasio telur ikan yang bergerombol
cenderung lebih besar daripada rasio benih ikan yang bergerombol. Metode

menentukan nilai threshold dengan persentil grey scale menghasilkan akurasi
penghitungan pada benih ikan lele 90.07%, patin 1" 84.75%, gurame kuku
86.11%, gurame gabah 86.09% dan telur gurame 83.33%. Penentuan threshold
dengan menunjuk warna citra ikan menghasilkan akurasi pada benih ikan nila
sebesar 93.33%, patin 1" 90.00%, lele 80.65%, gurame kuku 93.29%, gurame
kwaci 89.82%, gurame gabah 84.90%, dan telur gurame 91.72%.
Kata kunci : penghitungan benih ikan, pengolahan citra

ABSTRACT
FAJAR MULYANTI. Determining Optimal Image Processing Parameters for
Counting of Fish Jouveniles and Fish Eggs. Supervised by I WAYAN ASTIKA.
The aim of this research is to determine the optimal image processing
parameters consisting of thresholding level and ratio of fish school area in order to
count the number of fish jouveniles or eggs with image processing method. The
thresholding level was determined with two methods: 1) Percentile of fish image
grey scale, and 2) Pointing the fish image color. The percentile threshold value for
0.5 cm gouramy was 75, 3-4 cm catfish, 1 cm tilapia, and 1″ pangasius were 70, 5
cm carp and 1 cm gouramy were 50, eggs of gouramy was 90, and 3 cm red tilapia
was 25. Ratio area of jouveniles fish school with average area of one jouvenile has
different value depent on the fish type. Ratio of fish school eggs was bigger than

fish school. Percentile of grey scale threshold showed accuracy for jouveniles of
catfish was 90.07%, 1″ pangasius was 84.75%, 1 cm gouramy 86.11%, 0.5 cm
gouramy was 86.09%, and eggs of gouramy was 91.72%. Fish image color
threshold showed accuracy for jouveniles of tilapia was 93.33%, 1″ pangasius was
90.00%, catfish was 80.65%, 1 cm gouramy was 93.29%, 0.75 cm gouramy was
89.82%, 0.5 cm gouramy was 84.90%, and eggs of gouramy was 91.72%.
Keywords : fish jouveniles counting, image processing

PEMILIHAN PARAMETER PENGOLAHAN CITRA YANG
OPTIMAL UNTUK PENGHITUNGAN BENIH DAN TELUR IKAN

FAJAR MULYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Pemilihan Parameter Pengolahan Citra yang Optimal untuk
Penghitungan Benih dan Telur Ikan
: Fajar Mulyanti
Nama
: F14090047
NIM

Disetujui oleh

'"7

Dr Ir I Wayan Astika, M.Si
Pembimbing

Tanggal Lulus:


f2 3 OCT 2013

Judul Skripsi : Pemilihan Parameter Pengolahan Citra yang Optimal untuk
Penghitungan Benih dan Telur Ikan
Nama
: Fajar Mulyanti
NIM
: F14090047

Disetujui oleh

Dr Ir I Wayan Astika, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah pengolahan citra, dengan judul Pemilihan
Parameter Pengolahan Citra yang Optimal untuk Penghitungan Benih dan Telur
Ikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir I Wayan Astika, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran, arahan, dukungan dan
bimbingan selama penelitian dan pembuatan skripsi serta kepada Dr Ir Emmy
Darmawati, M.Si dan Dr Liyantono, S.TP, M.Agr selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Ayah, Ibu, Adi, Aas, Satria, Anggit, Paklik AF Subagyo, Bulik Parminah,
Paklik Rohmat IM, serta Ilham atas segala doa, bantuan, dan kasih sayangnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Nuzul, Naila, Wenny, Gde, Desi,
Kurnia, Adit, Rusnadi, Heri, Iqbal, dan semua teman-teman TEP 46 atas
dukungan, bantuan dan semangatnya. Di samping itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teknisi Pak Gozali, Pak Kodir, dan Pak Andri yang telah
membantu selama pengambilan data.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Fajar Mulyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Waktu dan Tempat

3

Alat


3

Bahan

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Karakteristik Sebaran Warna Citra

5

Penentuan Batas Thresholding


7

Rasio Luas Ikan Bergerombol

12

Pengujian Program

16

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran


24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Karakteristik grey scale beberapa citra benih ikan patin 1" dan nampan
Sebaran warna grey scale benih ikan gurame
Nilai threshold pada citra benih ikan gerame gabah
Persentil nilai threshold beberapa jenis ikan
Contoh beberapa bentuk benih ikan lele bergerombol
Rasio luas benih ikan bergerombol dengan luas satu ekor benih ikan
Akurasi pengujian program penghitung ikan
Akurasi pengujian program penghitung benih ikan gurame nguku

7
8
11
12
13
15
19
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Nampan dengan tepi berbentuk lengkung
Contoh beberapa ikan yang bergerombol
Histogram sebaran grey scale benih ikan gurame dan nampan
Benih ikan patin ukuran 1" pada pencahayaan gelap dan terang
Histogram sebaran grey scale piksel-piksel di dalam nampan
Benih gurame ukuran gabah
Histogram sebaran grey scale benih ikan gurame
Histogram sebaran grey scale pada satu nampan
Contoh hasil thresholding pada beberapa persentil nilai threshold
Tampilan program penghitungan luas benih ikan
Contoh benih ikan yang bergerombol pada bagian pinggir
Contoh telur gurame yang bergerombol empat dan tiga ekor
Tampilan program penghitungan benih ikan
Hasil penghitungan benih ikan lele
Hasil penghitungan pada citra dengan ikan yang berada di pinggir nampan
Tampilan program pengolahan citra

4
4
5
6
6
8
9
10
11
14
16
16
17
18
18
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai persentil threshold beberapa jenis ikan
2 Akurasi pengujian penghitung ikan pada bebepara jenis ikan

26
28

6

30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha pembenihan ikan berperan penting dalam menjamin
keberlangsungan usaha pembesaran. Mutu benih yang dihasilkan merupakan hal
penting dalam upaya memenangkan persaingan pasar. Harga jual benih umumnya
ditentukan per ekor benih, sehingga dalam pemasaran diperlukan kegiatan
penghitungan benih. Para petani ikan umumnya masih menggunakan cara manual
untuk menghitung dan menentukan ukuran benih ikan. Metode penghitungan yang
digunakan yaitu dengan kelipatan lima, benih ikan dihitung setiap lima ekor.
Penghitungan dan penentuan ukuran secara manual memerlukan konsentrasi yang
cukup tinggi, tenaga kerja yang banyak, waktu yang lama, dan melelahkan
sehingga sering menyebabkan kesalahan. Menurut Seminar (2000), perhitungan
bibit ikan yang dilakukan secara manual memiliki banyak kelemahan, antara lain:
subyektifitas perhitungan, waktu yang lambat, kelelahan dalam perhitungan, dan
akurasi yang tidak memadai khususnya untuk menghitung bibit ikan dalam jumlah
yang besar. Kesalahan penghitungan secara manual dapat mencapai 10% untuk
setiap penghitungan sebanyak 1000 ekor bibit (Seminar, 1998 dalam Seminar,
2000).
Seminar (2000) membuat desain alat penghitung bibit ikan dengan
multisensor paralel. Desain fungsional alat penghitung bibit ikan dengan
multisensor dikembangkan dari alat penghitung dengan sensor tunggal dengan
mereplikasi penyaluran keluaran ikan dan sistem sensor, serta menambahkan
komponen fungsional penjumlah (adder). Prinsip kerja dari alat penghitung ikan
ini yaitu ikan yang akan dihitung dialirkan melalui pipa yang transparan sehingga
kehadiran ikan pada pipa dapat terdeteksi satu persatu oleh sensor yang dipasang
pada pipa penyaluran. Hasil dari pembacaan sensor tersebut kemudian
dijumlahkan secara paralel untuk memperoleh hasil perhitungan. Pengujian
performansi alat penghitung dengan multisensor paralel belum dilaksanakan
sehingga belum diketahui seberapa besar akurasi, kecepatan perhitungan, dan
keamanan bagi ikan.
Saksanni (2008) menggunakan pengolahan citra dalam pemutuan dan
perhitungan benih ikan lele pada tiga kondisi pencahayaan yaitu pada ruang
terbuka, di bawah naungan sinar matahari, dan di ruang dengan pencahayaan
terkondisi. Parameter panjang dan parameter luas digunakan untuk menentukan
grade atau kelas dari masing-masing benih ikan lele yang terdapat dalam citra
digital yang telah dianalisa. Hasil klasifikasi menggunakan parameter panjang
akan dibandingkan dengan hasil klasifikasi dengan parameter luas. Nilai akurasi
yang diperoleh pada pengujian di ruang terbuka dengan parameter luas sebesar
77,78 % dan menggunakan parameter panjang sebesar 61,79 %. Pengujian di
naungan sinar matahari menggunakan parameter luas sebesar 86,67 % dan
menggunakan parameter panjang sebesar 83,33 %. Pengujian di ruang terkondisi
menggunakan parameter luas sebesar 87,78 % dan menggunakan parameter
panjang sebesar 64,44 %. Kelemahan pada metode ini yaitu belum mampu
mengenali bintik putih pada tubuh ikan lele akibat pemantulan sinar, belum

2
mampu menanggulangi cacat pada citra objek pengolahan akibat riak air, belum
mampu mengenali dan memisahkan objek ikan lele yang bersinggungan.
Adhi (2011) menggunakan pengolahan citra dan metode timbang untuk
menghitung benih lele. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat yang terdiri
dari wadah penampung ikan, kerangka meja wadah, dan dudukan kamera. Cara
kerja dari alat yaitu benih dituang dalam wadah kemudian diambil gambarnya
oleh kamera digital dan menyimpannya dalam bentuk JPEG. Citra tersebut
kemudian dipindahkan ke komputer untuk selanjutnya diolah dengan program
Visual Basic 6.0 agar didapatkan area citra benih ikan. Pengambilan citra
dilakukan pada waktu 5 detik, 10 detik, dan 15 detik setelah benih dituang ke
dalam wadah. Waktu yang terbaik untuk melakukan pengambilan citra yaitu saat
benih berada dalam wadah dalam selang waktu 5 detik. Hasil perhitungan jumlah
benih dengan pengukuran berat benih mempunyai akurasi yang cukup tinggi
dengan error rata-rata 3.5%, sedangkan hasil perhitungan jumlah benih ikan
melalui sistem simulasi memiliki error rata-rata 2.3%. Kelemahan pada sistem ini
antara lain: masih adanya bayangan yang ikut serta dalam wadah yang tidak
terhapus saat dilakukan thresholding sehingga perlu adanya pengkondisian
cahaya, dan sistem belum mampu memisahkan secara detil objek yang
berhimpitan.
Kendala yang menyebabkan rendahnya akurasi pada penelitian
sebelumnya yaitu cahaya yang menyebabkan adanya bayangan dalam wadah
sehingga mempengaruhi thresholding, dan sistem belum mampu memisahkan
secara detil objek yang berhimpitan. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan
metode penghitungan benih ikan dengan pengolahan citra yang mampu mengatasi
adanya efek bayangan dan dapat menghitung ikan yang berhimpitan atau
bergerombol dengan metode penghitungan yang sesuai. Penelitian sebelumnya
diterapkan pada jenis ikan lele sehingga pada penelitian ini dilakukan
pengembangan dengan menerapkan metode panghitungan pada jenis ikan yang
lebih beragam.
Astika dkk (2013) melakukan pengembangan penelitian dengan metode
pengolahan citra untuk menghitung dan menentukan ukuran telur dan benih ikan.
Citra yang diambil pada telur dan benih ikan diolah dalam program Visual Basic.
Proses thresholding diterapkan untuk menghilangkan bayangan objek dan nampan
serta kotoran yang ada pada nampan. Setiap penghitungan didahului oleh langkah
kalibrasi, sejumlah telur atau benih diproses untuk mengetahui ukuran gambar
rata-rata benih ikan atau telur. Akurasi sangat tergantung pada kondisi
pencahayaan objek. Kondisi pencahayaan yang berbeda membutuhkan nilai
optimum yang berbeda dari parameter thresholding, sehingga sulit untuk
menetapkan nilai konstan parameter. Keakuratan penghitungan telur jauh lebih
baik daripada benih ikan karena ukuran, warna, dan posisi relatif konsisten.
Penelitian yang dilakukan menerapkan beberapa metode yang telah
dikembangkan pada penelitian yang telah dilakukan olah Astika (2013).
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menentukan parameter pengolahan citra yaitu
batas thresholding dan luasan citra ikan bergerombol yang optimal untuk
melakukan penghitungan benih ikan dengan pengolahan citra.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013 – September 2013 bertempat
di Bagian Teknik Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB, dan
Desa Putat Nutug, Kecamataan Ciseeng, Bogor.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah telepon seluler, laptop, kamera
digital, luxmeter, nampan, serokan ikan, ember, Microsoft Excel dan software
Microsoft Visual Basic.

Bahan
Bahan yang digunakan berupa benih ikan lokal dengan beberapa grade,
jumlah benih yang digunakan dalam sekali pengambilan citra 30 - 100 ekor untuk
setiap jenis ikan dan setiap gradenya. Beberapa jenis dan ukuran (grade) benih
ikan yang digunakan adalah:
1.
Benih ikan lele ukuran: 3- 4 cm, 5-6 cm, dan 7-8 cm
2.
Benih ikan nila ukuran: 1 cm dan 3-5 cm
3.
Benih ikan mas ukuran: 5 cm
4.
Benih ikan gurame ukuran: larva, gabah, kwaci, kuku
5.
Telur gurame
6.
Benih ikan patin ukuran: 0.5 ꞌꞌ dan 1 ꞌꞌ
Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup beberapa
tahapan yaitu identifikasi masalah, perancangan, dan pengambilan data.
1.
Identifikasi masalah
Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap
permasalahan yang terjadi di lapangan. Ukuran benih yang umum
diperjualbelikan beragam mulai dari telur (ikan gurame), larva, sampai
pada ukuran tertentu. Permasalahan yang ditemukan adalah
penghitungan benih ikan yang dilakukan secara manual membutuhkan
waktu lama dan akurasi yang rendah. Penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya tentang penghitungan benih ikan dengan pengolahan citra
mempunyai kelemahan yaitu pengaruh cahaya yang menimbulkan
bayangan pada tepi wadah dan sistem belum mampu memisahkan
objek yang berhimpitan.
2.
Perancangan
Benih ikan yang akan diambil citranya ditempatkan pada
nampan dengan ukuran disesuaikan agar ukuran ikan pada citra yang

4
dihasilkan tidak terlalu kecil sehingga mudah untuk dilakukan
pengolahan citra. Nampan yang digunakan berwarna putih agar warna
objek pada citra yang dihasilkan kontras dengan warna latar. Faktor
cahaya yang menyebabkan bayangan di tepi wadah dapat diatasi
dengan mendesain nampan yang lengkung pada bagian tepi (Gambar
1). Faktor cahaya yang menyebabkan kecerahan citra tidak stabil
dapat diatasi dengan memainkan nilai threshold.

Gambar 1 Nampan dengan tepi berbentuk lengkung
Kendala berupa adanya ikan yang bergerombol (Gambar 2)
dapat diatasi dengan mengetahui luas ikan per ekor dan luas ikan yang
bergerombol sehingga dapat diketahui rasio luas ikan bergerombol
dengan luas satu ekor ikan. Penghitungan rasio luas ikan yang
bergerombol dengan jumlah satu ekor ikan dilakukan pada setiap jenis
ikan agar dapat diketahui karakteristik rasio luas ikan pada setiap jenis
ikan dan dapat dipilih nilai rasio luas yang optimal yang dapat
digunakan untuk semua jenis ikan.

Gambar 2 Contoh beberapa ikan yang bergerombol
3.

Pengambilan data
Pengambilan citra dilakukan pada kondisi pencahayaan alami
tanpa adanya pengkondisian cahaya. Hal tersebut bertujuan agar
program yang dirancang nantinya dapat diterapkan di lapangan.
Pengambilan data berupa citra ikan dilakukan pada pagi hari pk 08.00
– 11.00 dan siang hari pk 13.00 – 15.00 dengan iluminansi cahaya
berkisar antara 450 lux sampai 1400 lux. Ikan ditempatkan pada

5
nampan dan pengambilan citra dilakukan secara tampak atas dari
nampan. Pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan kamera
telepon seluler dan kamera digital. Citra digital yang dihasilkan
kemudian disimpan dalam format JPEG dengan ukuran 640 x 480.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sebaran Warna Citra
Data berupa citra digital yang dihasilkan kemudian diolah dengan program
Visual Basic 6.0 untuk mengetahui nilai RGB dan grey citra. Nilai RGB dan grey
dari citra ikan dalam satu nampan tersebut kemudian diolah dengan program
Excel untuk mengetahui sebaran warna dalam bentuk histogram sebaran grey
scale. Histogram sebaran grey scale memperlihatkan sebaran grey dari dua objek
yaitu warna latar (nampan) dan warna benih ikan. Contoh histogram sebaran
warna citra pada benih ikan gurame ukuran kuku dan nampan dapat dilihat pada
Gambar 3. Berdasarkan histogram tersebut dapat dilihat bahwa warna grey pada
citra tersebar pada nilai 19 – 255. Frekuensi tertinggi terjadi pada selang nilai grey
175.5 – 188.5 yang merupakan piksel latar.

Gambar 3 Contoh histogram sebaran grey scale citra benih ikan gurame dan
nampan
Setiap jenis benih ikan yang berbeda mempunyai bentuk, ukuran, dan
warna yang berbeda sehingga karakteristik sebaran warna berbeda. Karakteristik
sebaran warna setiap citra pada jenis ikan yang sama dapat berbeda, hal tersebut
disebabkan kondisi pencahayaan dan posisi benih ikan yang berbeda. Gambar 5
menunjukkan contoh citra benih ikan patin ukuran 1" yang diambil pada kondisi
iluminansi cahaya yang berbeda. Gambar 5 menunjukkan perbedaan sebaran
warna grey scale pada tingkat iluminansi yang berbeda.

6

(a). Pencahayaan gelap (778 lux)

(b). Pencahayaan terang (900 lux)

Gambar 4 Benih ikan patin ukuran 1" pada pencahayaan gelap dan terang

(a) Sebaran warna pada pencahayaan gelap (778 lux)

(b) Sebaran warna pada pencahayaan terang (900 lux)
Gambar 5 Histogram sebaran grey scale piksel-piksel di dalam nampan

7
Gambar 5 (a) diambil pada tingkat iluminansi cahaya 778 lux sedangkan
Gambar 5 (b) diambil pada tingkat iluminansi cahaya 900 lux. Citra yang
dihasilkan pada tingkat iluminansi yang lebih terang menyebabkan frekuensi
puncak bergeser ke arah grey yang lebih besar (lebih terang).
Karakteristik yang dapat digunakan sebagai acuan pada histogram sebaran
warna yaitu nilai minimal, maksimal, rata-rata, dan frekuensi terbanyak. Citra
yang dihasilkan dari jenis benih ikan yang sama dan kisaran intensitas cahaya
yang sama menghasilkan karakteristik sebaran warna yang berbeda. Tabel 1
menunjukan karakteristik sebaran grey scale pada benih ikan patin ukuran 1"
berupa nilai grey minimal, maksimal, rata-rata, dan frekuensi terbanyak.
Tabel 1 Contoh karakteristik grey scale beberapa citra benih ikan patin 1" dan
nampan
Gambar
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Iluminansi
cahaya (lux)
778
778
790
790
790
790
890
900
957
957

Grey
minimal
1
0
2
1
2
0
12
1
20
1

Grey
maksimal
255
255
255
255
255
255
255
255
255
255

Grey
rata-rata
183
181
202
200
181
164
206
195
209
209

Selang frekuensi
terbanyak
196 – 208
208 – 220
210 – 222
209 – 221
184 – 196
169 – 181
220 – 232
209 – 218
231 – 242
222 - 234

Citra yang diambil pada tingkat iluminansi lebih besar menunjukkan grey
rata-rata yang lebih besar dan frekuensi terbanyak berada pada selang nilai yang
lebih besar (lebih terang). Perbedaan karakteristik sebaran grey scale disebabkan
citra yang dihasilkan tidak konsisten. Citra yang tidak konsisten dipengaruhi oleh
nilai iluminansi cahaya yang berubah-ubah, dan fokus dari kamera. Posisi benih
yang berubah-ubah juga menyebabkan citra yang dihasilkan tidak sama.
Pengambilan citra dilakukan pada pencahayaan alami yaitu di ruang terbuka
dengan naungan tanpa adanya pengkondisian cahaya sehingga tingkat iluminansi
pada kisaran intensitas yang sama tidak konstan.
Penentuan Batas Thresholding
Proses thresholding diperlukan untuk memisahkan objek (benih ikan)
dengan latar, sehingga dapat mengetahui luas piksel objek. Pada proses
thresholding piksel benih ikan diubah menjadi hitam (grey 0) dan piksel latar
diubah menjadi putih (grey 255). Nilai thresholding diprediksi menggunakan dua
cara yaitu menetukan persentil grey scale dan menunjuk warna patokan citra ikan.
Cara 1: Menentukan Persentil Grey Scale sebagai Batas Threshold
Nilai thresholding diprediksi berdasarkan karakteristik sebaran warna
benih ikan. Prediksi batas thresholding ditentukan berdasarkan batasan nilai grey
scale benih yang dinyatakan dalam persentil. Contoh penentuan batas threshold

8
berdasarkan batas warna ikan yang diterapkan pada benih ikan gurame ukuran
gabah dapat dilihat pada Gambar 6, 7, dan 8 dibawah.

Gambar 6 Benih gurame ukuran gabah
Sebaran warna benih gurame yang digunakan untuk menentukan batas threshold
dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 8.
Tabel 2. Contoh sebaran warna grey scale benih ikan gurame
Selang nilai
grey
32.5 - 44.5
44.5 - 56.5
56.5 - 68.5
68.5 - 80.5
80.5 - 92.5
92.5 - 104.5
104.5 - 116.5
116.5 - 128.5
128.5 - 140.5
140.5 - 152.5

Frekuensi
(piksel)
5
15
23
23
19
17
13
6
7
4

Frekuensi
kumulatif
5
20
43
66
85
102
115
121
128
132

Persentil
(piksel)
10
20
40
50
60
70
75
80
90
100

Letak persentil
(nilai grey scale)
13.2
33.0
52.8
66.0
79.2
92.4
99.0
105.6
118.8
132.0

Warna grey benih ikan gurame gabah tersebar dari nilai 32.5 – 152.5.
Nilai grey 152.5 menunjukkan warna bagian tubuh ikan yang paling terang. Pada
ikan gurame ukuran gabah nilai grey tersebut menunjukkan warna bagian ekor
dan bagian pinggiran ikan. Frekuensi terbesar menunjukkan bahwa sebagian besar
warna tubuh benih ikan berada pada nilai grey 56.5 sampai 80.5. Selang grey
scale diakumulasikan dalam bentuk persen antara 0 - 100, maka frekuensi pada
batas nilai 44.5 menunjukkan 5% dan frekuensi pada nilai grey 128 menunjukkan
nilai 100%.

9
selang nilai threshold

persentil 20

nilai threshold optimal

persentil 75

persentil 95

GREY SCALE

Gambar 7 Histogram sebaran grey scale dari citra benih ikan gurame
Nilai threshold dicoba pada persentil 20, 75, dan 95. Nilai threshold pada
persentil 20, 75, dan 95 diterapkan sebagai nilai threshold pada citra seluruh
nampan. Untuk mengetahui persentil threshold yang paling optimal dari ketiga
nilai persentil tersebut maka dilakukan pengujian proses thresholding pada citra
seluruh nampan dengan nilai-nilai persentil tersebut. Nilai yang menunjukkan
hasil thresholding terbaik dipilih sebagai nilai persentil thresholding yang
optimal. Kriteria hasil thresholding citra benih ikan yang baik adalah setiap ekor
benih dapat dikenali sebagai piksel ikan dan latar tidak ikut terbaca sebagai piksel
ikan. Contoh hasil threshold dengan menggunakan nilai threshold pada persentil
20, 75, dan 95 dapat dilihat pada Gambar 8.

10

(a) Nilai threshold dengan persentil 20

(b) Nilai threshold dengan persentil 75

(c) Nilai threshold dengan persentil 95
Gambar 8 Contoh hasil thresholding pada beberapa persentil grey scale
sebagai threshold
Hasil threshold dengan persentil 20 belum optimal karena terdapat beberapa
ekor piksel benih ikan yang terhapus. Nilai threshold dengan persentil 75
dianggap optimal karena piksel ikan dari setiap ekor dapat dikenali dan latar tidak
ikut diproses. Nilai threshold dengan persentil 95 tidak optimal karena piksel ikan
hasil threshold terlalu besar dan terdapat piksel latar yang dikenali sebagai piksel
ikan. Oleh karena itu dipilih persentil 75 sebagai nilai threshold yang optimal.
Nilai threshold pada persentil 75 selanjutnya digunakan sebagai batas

11
thresholding seluruh piksel termasuk piksel citra nampan dapat dilihat pada
Gambar 9.

selang nilai threshold

piksel ikan

nilai threshold
optimal

piksel latar

persentil 75

GREY SCALE

Gambar 9 Histogram sebaran grey scale dari citra seluruh nampan
Nilai threshold pada persentil 75 tersebut digunakan sebagai nilai
threshold pada beberapa citra seluruh nampan sehingga menghasilkan nilai
persentil citra seluruh nampan. Persentil citra seluruh nampan yang dihasilkan
pada beberapa citra memiliki perbedaan (Tabel 3). Perbedaan tersebut disebabkan
citra yang dihasilkan tidak konsisten pada setiap pengambilan citra. Citra yang
tidak konsisten disebabkan oleh kondisi pencahayaan tidak konstan. Pada objek
yang lebih cerah ikan maupun nampan menunjukkan nilai grey yang lebih besar
sehingga frekuensi tertinggi berada pada selang nilai grey yang besar.
Tabel 3 Nilai threshold pada citra benih ikan gurame gabah
Gambar
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Iluminansi
cahaya (lux)
516
542
550
577
577
577
586
586
661
661

Persentil citra
ikan
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75

Persentil citra
seluruh nampan
2
2
2
2
2
2
3
3
4
5

Nilai threshold citra jenis benih ikan yang lain ditentukan dengan metode
yang sama seperti pada benih ikan gurame gabah. Beberapa jenis benih ikan
mempunyai persentil nilai threshold yang berbeda-beda (Tabel 4). Perbedaan
tersebut disebabkan oleh setiap jenis benih ikan mempunyai karakteristik warna
dan bentuk yang berbeda. Persentil nilai threshold citra seluruh nampan dengan

12
menggunakan persentil nilai threshold citra benih ikan dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Tabel 4. Persentil nilai threshold optimal beberapa jenis ikan
Jenis ikan
Gurame gabah
Gurame kuku
Telur gurame
Lele 3-4 cm
Mas 5 cm
Nila 1cm
Nila merah 3 cm
Patin 1"

Persentil
75
50
90
70
50
70
25
70

Telur gurame mempunyai persentil threshold yang tinggi hal tersebut
disebabkan telur gurame berwarna cerah dan piksel ikan gurame berada pada nilai
grey yang besar. Benih ikan lele 3-4 cm, nila 1 cm, dan patin 1" mempunyai
karakteristik citra yang tidak jauh berbeda sehingga mempunyai persentil
threshold yang sama. Benih ikan mas dan gurame kuku mempunyai warna yang
lebih gelap dari benih ikan nila, lele, dan patin sehingga mempunyai persentil
threshold yang lebih kecil. Benih ikan nila merah mempunyai warna cerah pada
sebagian besar tubuhnya sehingga pada saat dilakukan thresholding sulit
teridentifikasi dengan baik antara ikan dengan nampan. Oleh karena itu dipilih
nilai persentil threshold 25 sehingga hasil thresholding pada benih nila merah
menyisakan piksel bagian mata ikan yang berwarna hitam. Piksel mata ikan
mempunyai persentase yang kecil dari seluruh citra benih nila merah sehingga
berada pada persentil rendah.
Cara 2: Menunjuk Warna Patokan Citra Ikan
Nilai threshold ditentukan berdasarkan warna piksel citra ikan yang
menjadi patokan pada proses kalibrasi. Pada proses kalibrasi citra ikan diklik
sehingga diperoleh RGB piksel tersebut (Rp, Gp, Bp). Citra ikan berada pada
selang tertentu dari piksel patokan tersebut, di luar selang tersebut maka dianggap
latar belakang (nampan). Selang atau jarak patokan yang ditentukan pada program
penghitungan benih ikan yang telah dibuat oleh Astika (2013) adalah 50.
- Jika jarak warna (R) > jarak patokan (Jp), dianggap sebagai warna nampan.
- Jika jarak warna (R) ≤ jarak patokan (Jp), dianggap sebagai warna ikan.
- Jarak warna ditentukan berdasarkan persamaan :
√(

Keterangan:
R
Ri, Gi, Bi
Rp, Gp, Bp

)

(

)

(

) ..................... (1)

= jarak warna
= nilai RGB piksel yang diprediksi
= nilai RGB piksel patokan

13
Rasio Luas Ikan Bergerombol
Ikan yang bergerombol sering menyebabkan masalah pada proses
penghitungan. Piksel beberapa ikan yang bergerombol menjadi satu, sehingga
ketika dilakukan proses thresholding menghasilkan piksel hitam yang besar.
Sedangkan piksel satu ekor ikan yang terpisah ketika dilakukan thresholding
menghasilkan piksel hitam yang kecil. Tabel 5 menunjukkan beberapa contoh
ikan yang bergerombol.
Tabel 5. Contoh beberapa bentuk benih ikan lele bergerombol
Gerombol 1

Hasil
thresholding

Gerombol 2

Hasil
thresholding

Gerombol 3

Hasil
thresholding

Gerombol 4

Hasil
thresholding

14
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Astika dkk (2013),
jumlah benih dari sekelompok benih ikan yang bergerombol diprediksi
berdasarkan luas dari sekelompok piksel hitam tersebut. Hasil penghitungan yaitu
akumulasi dari jumlah semua kelompok piksel. Luas rata-rata dari satu ekor ikan
perlu diketahui untuk menentukan rasio luas sekelompok benih ikan pada jumlah
tertentu yang bergerombol dengan luas satu ekor benih ikan.
Luas citra dari satu ekor benih ikan dan benih ikan yang bergerombol
dapat diketahui dengan program Visual Basic. Tampilan program penghitungan
luas dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Tampilan program penghitungan luas citra benih ikan
Gambar di atas menunjukkan contoh program yang diterapkan untuk menghitung
luas pada benih ikan lele ukuran 4-6 cm. Program pengolahan citra yang dibuat
terdiri dari proses thresholding untuk kalibrasi dan proses penghitungan luas
objek, keliling, dan rasio antara luas dengan keliling. Nilai threshold diinputkan
secara manual. Proses thresholding dilakukan dengan mengklik tombol kalibrasi.
Nilai thresholding yang digunakan berbeda untuk setiap jenis benih ikan
berdasarkan dari hasil prediksi penentuan nilai thresholding pada metode yang
telah dilakukan. Kalibrasi diperlukan untuk menentukan nilai threshold optimal
dan rata-rata luas benih ikan yang digunakan sebagai dasar untuk penghitungan
berikutnya. Nilai luas benih ikan per ekor dapat diketahui dengan mengklik
koordinat benih tersebut berada kemudian mengklik perintah hitung sehingga
tertera hasil penghitungan luas, keliling dan rasio luas dengan keliling satu ekor
benih ikan.
Ukuran satu ekor benih ikan dalam satu citra berbeda-beda, sehingga perlu
diketahui rasio luas benih ikan terkecil dan benih ikan terbesar dengan luas benih
ikan rata-rata. Luas benih ikan yang bergerombol dua dan tiga ekor dapat
diketahui dengan metode yang sama dengan menentukan luas satu ekor pada
program tersebut. Nilai luas benih ikan yang bergerombol digunakan untuk
menentukan rasio antara luas benih ikan yang bergerombol dengan luas satu ekor

15
benih ikan. Nilai rasio luas benih ikan yang bergerombol dengan rata-rata luas
satu ekor benih ikan dari beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Rasio luas benih ikan bergerombol dengan luas satu ekor benih ikan
No

Jenis
ikan

Jumlah
bergerombol

Jumlah
ulangan

1 Patin 1"

1
2
3
4
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
4

67
20
10
5
65
30
25
69
26
22
10
51
24
22
124
20
15
5
120
44
24
5

2 Patin
0.5"
3 Lele

4 Mas

5 Gurame
kuku

6 Gurame
telur

Selang rasio
luas dengan
luas ratarata 1 ekor
0.46 - 1.48
1.53 - 2.47
2.52 - 3.35
3.42 - 4.13
0.53 - 1.34
1.62 - 2.23
2.31 - 3.59
0.66 - 1.34
1.43 - 2.27
2.31 - 3.23
3.33 - 4.9
0.71 - 1.23
1.34 - 2.38
2.40 - 3.64
0.61 - 1.43
1.55 - 2.41
2.48 - 3.96
3.98 - 5.25
0.73 - 1.47
1.69 - 2.5
2.52 - 4.8
4.83 - 7.88

Rata-rata
rasio luas
dengan 1
ekor
1
1.85
2.87
3.81
1
1.85
2.93
1
1.86
2.77
3.83
1
1.95
2.89
1
1.97
2.92
4.7
1
2.10
3.60
5.90

Batasan
rasio luas
yang
dipakai
0.50 - 1.49
1.50 - 2.49
2.50 - 3.39
3.40 - 4.13
0.50 - 1.59
1.60 - 2.29
2.30 - 3.59
0.60 - 1.39
1.40 - 2.29
2.30 - 3.29
3.30 - 4.90
0.70 - 1.29
1.30 - 2.39
2.40 - 3.64
0.60 - 1.49
1.50 - 2.41
2.42 - 3.96
3.97 - 5.25
0.70 - 1.49
1.50 - 2.49
2.50 - 4.80
4.81 - 7.80

Tabel data rasio (Tabel 5) menunjukkan bahwa peningkatan rasio untuk
benih bergerombol empat ekor pada benih ikan gurame nguku dan telur gurame
tidak konsisten. Hal tersebut disebabkan benih ikan yang bergerombol empat ekor
umumnya berada pada bagian pinggir nampan dan bercampur dengan bayangan
pinggiran nampan (Gambar 11) sehingga luas piksel ikan yang bergerombol
tersebut bertambah. Dalam satu citra seluruh nampan tidak selalu ditemukan
adanya ikan yang bergerombol empat ekor karena posisi benih ikan yang berubahubah. Ulangan yang tidak cukup menyebabkan data nilai rasio yang dihasilkan
tidak konsisten. Pada telur gurame satu butir telur mempunyai warna yang
berbeda yaitu terdapat bagian yang cerah dan agak gelap. Telur yang bergerombol
saling bersinggungan sehingga bayangan telur menutupi bagian telur lain yang
berwarna cerah seperti pada Gambar 12. Hal tersebut menyebabkan luasan telur
yang bergerombol mempunyai nilai rasio yang lebih besar.

16

benih ikan yang
bergerombol empat ekor

Gambar 11 Contoh benih ikan yang bergerombol pada bagian pinggir

bergerombol
empat butir

bergerombol
tiga butir

Gambar 12 Contoh telur gurame yang bergerombol empat dan tiga ekor

Pengujian Program
Pengujian program dilakukan setelah mengetahui rasio luasan benih ikan.
Nilai rasio luasan yang diterapkan berbeda untuk setiap jenis ikan sesuai pada
Tabel 6. Program penghitung benih ikan yang telah dibuat oleh Astika (2013)
terdiri dari dua jenis yaitu program A dan program B. Cara kerja kedua program
tersebut berbeda mengacu pada metode penentuan nilai thresholding.
Pengujian Program A
Program A menggunakan cara 1 untuk menentukan nilai threshold.
Thresholding ditentukan berdasarkan persentil nilai threshold citra ikan dan
dilakukan pada proses kalibrasi. Program A menggunakan persentil threshold

17
yang mengacu pada nilai persentil threshold citra benih ikan (Tabel 4). Nilai rasio
luas mengacu pada Tabel 6. Tampilan program penghitungan benih ikan dapat
dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Tampilan program penghitungan benih ikan
Gambar di atas menunjukkan contoh program yang digunakan untuk
menghitung benih ikan lele. Proses thresholding dilakukan dengan perintah
kalibrasi. Pada citra benih ikan lele tersebut masih terdapat bayangan nampan
akibat arah cahaya datang. Bagian gelap tersebut dihapus secara manual dengan
hanya menghitung benih ikan yang berada di luar koordinat nampan yang
berwarna gelap. Pada proses kalibrasi program akan menelusuri piksel demi piksel
untuk mengetahui rata-rata luas satu ekor benih ikan dan menghitung jumlah
benih yang digunakan sebagai acuan untuk penghitungan benih selanjutnya.
Proses penghitungan benih dilakukan dengan mengklik tombol hitung, program
akan menelusuri kembali piksel demi piksel berdasarkan hasil kalibrasi untuk
menghitung jumlah benih. Hasil penghitungan jumlah benih ikan ditampilkan
pada Gambar 14. Hasil penghitungan oleh program dari jumlah ikan 20 ekor
adalah 18 ekor kurang dari jumlah sebenarnya. Kesalahan sebesar dua ekor
disebabkan pada citra tersebut terdapat dua ekor benih yang bergerombol, namun
ukuran benih tersebut lebih kecil dibandingkan ukuran benih yang dominan
sehingga dua ekor benih yang bergerombol tersebut dapat dikenali sebagai satu
ekor benih ikan.

18

Gambar 14 Hasil penghitungan benih ikan lele
Posisi ikan yang berada di tepi nampan menyebabkan hasil penghitungan
melebihi jumlah ikan yang sebenarnya seperti pada Gambar 15. Jumlah benih 40
ekor pada program terhitung 43 ekor. Hal tersebut disebabkan terdapat benih ikan
yang menempati bagian ujung nampan yang berwarna gelap sehingga bagian
ujung nampan tersebut ikut terbaca sebagai piksel ikan.

bayangan
nampan

Gambar 15 Hasil penghitungan pada citra dengan ikan yang berada di pinggir
nampan

19
Pengujian program dilakukan pada beberapa jenis ikan, akurasi hasil
penghitungan pada beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Akurasi pengujian program penghitung ikan
No

Jenis ikan

Jumlah
ikan
26
40
40
50
50
53
57
115
115
115

Terhitung

Akurasi (%)

Telur gurame

Persentil
threshold
90

1

30
38
36
57
62
68
63
122
124
138

2

Rata-rata
Lele

70

20
20
30
30
40
40
50
50
60
60

18
19
33
31
50
48
56
56
63
66

3

Rata-rata
Gurame kuku

50

10
20
20
30
30
40
50
50
60
60

11
26
22
33
33
44
57
55
81
78

86.67
95.00
90.00
87.72
80.65
77.94
90.48
94.26
92.74
83.33
87.88
90.00
95.00
90.91
96.77
80.00
83.33
89.29
89.29
95.24
90.91
90.07
90.91
76.92
90.91
90.91
90.91
90.91
87.72
90.91
74.07
76.92
86.11

Rata-rata

20
No

Jenis ikan

Jumlah
ikan
23
25
25
35
35
40
40
50
50
50

Terhitung

Akurasi (%)

Gurame gabah

Persentil
threshold
75

4

26
31
31
38
40
44
49
57
56
61

Rata-rata
Patin 1"

70

50
50
50
50
70
85
95
100
100
100

63
62
55
67
81
92
102
81
86
83

88.46
80.65
80.65
92.11
87.50
90.91
81.63
87.72
89.29
81.97
86.09
79.37
80.65
90.91
74.63
86.42
92.39
93.14
81.00
86.00
83
84.75

5

Rata-rata

Penghitungan benih lele menunjukkan akurasi tertinggi karena kecerahan
citra pada benih lele relatif stabil dan bayangan pada pinggir nampan tidak terlalu
berpengaruh. Akurasi yang baik juga ditunjukkan pada penghitungan telur
gurame, hal tersebut disebabkan ukuran telur relatif seragam dan posisi telur
dalam nampan tidak berubah ubah. Akurasi yang tidak stabil pada setiap jumlah
ikan disebabkan setiap citra yang diolah mempunyai karakteristik yang berbeda.
Dalam beberapa citra terdapat jumlah benih ikan yang bergerombol lebih dari
empat ekor. Program yang dirancang belum mampu menghitung secara detil benih
ikan yang bergerombol dalam jumlah banyak. Formulasi rasio untuk benih ikan
yang bergerombol lebih dari empat ekor belum ditemukan. Pada setiap citra sulit
untuk ditemukan benih ikan yang bergerombol dalam jumlah tertentu, sehingga
data luas untuk benih bergerombol lebih dari empat ekor tidak mencukupi.
Pengambilan citra untuk mendapatkan benih ikan yang bergerombol dalam jumlah
tertentu cenderung sulit dilakukan karena posisi ikan pada nampan berubah ubah
dan sulit diatur.
Pada jenis dan jumlah ikan yang sama dengan menggunakan nilai
threshold yang sama memiliki hasil penghitungan berbeda-beda. Hal tersebut
disebabkan kondisi kecerahan citra yang berbeda-beda. Nilai threshold untuk
setiap jenis ikan berbeda sehingga nilai threshold yang ditentukan tidak berlaku
umum untuk semua jenis ikan. Oleh karena itu dilakukan pengujian program
dengan metode berbeda dalam menentukan nilai threshold.

21
Pengujian Progran B
Program B menggunakan cara 2 dalam menentukan nilai threshold yaitu
dengan mengklik citra benih ikan yang digunakan sebagai patokan sehingga
diperoleh RGB piksel patokan. Pada proses thresholding program akan
menelusuri setiap piksel ikan yang mempunyai warna berdekatan dengan warna
benih ikan patokan. Tampilan program pengolahan citra dapat dilihat pada
Gambar 16.

Gambar 16 Tampilan program pengolahan citra
Tombol klik citra ikan digunakan untuk memilih benih ikan yang
digunakan sebagai patokan dalam menentukan nilai threshold, kemudian proses
thresholding dilakukan pada perintah kalibrasi. Pada proses kalibrasi sejumlah
benih ikan diproses untuk mengetahui ukuran rata-rata ikan. Sejumlah benih yang
digunakan untuk kalibrasi ditentukan dengan mengklik tombol koordinat
kalibrasi. Pada proses penghitungan program akan menelusuri setiap piksel ikan
yang memenuhi kondisi jarak warna (R) ≤ jarak patokan (Jp) berdasarkan hasil
kalibrasi sehingga dihitung sebagai piksel ikan. Jarak patokan yang ditentukan
pada program tersebut yaitu 50.
Nilai rasio luas ikan bergerombol dengan satu ekor benih yang digunakan
disesuaikan berdasarkan jenis ikan, mengacu pada Tabel 6. Akurasi pengujian
program untuk menghitung benih ikan gurame ukuran kuku dapat dilihat pada
Tabel 8. Akurasi pengujian program untuk menghitung jenis benih ikan yang lain
dapat dilihat pada Lampiran 2.

22
Tabel 8 Akurasi pengujian program penghitung benih ikan gurame kuku
No

Jumlah Ikan

Hasil Penghitungan

Akurasi (%)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Rata-rata

10
10
20
20
30
30
40
40
50
50
60
60
100
100

10
10
20
20
35
32
40
50
51
54
53
63
116
116

100.00
100.00
100.00
100.00
85.71
93.75
100.00
80.00
98.03
92.59
88.33
95.23
86.20
86.20
93.29

Rata-rata akurasi tersebut tergolong tinggi. Pada jumlah ikan yang
semakin banyak akurasi semakin kecil karena pada jumlah ikan yang banyak ikan
yang bergerombol semakin banyak, sedangkan program baru dapat menghitung
secara detil pada jumlah ikan yang bergerombol kurang dari empat ekor.
Penghitungan benih ikan dengan program B menunjukkan akurasi yang lebih
tinggi daripada nilai akurasi menggunakan program A. Dengan menggunakan
nilai warna patokan benih ikan sebagai batas thresholding maka warna ikan
patokan pada setiap citra akan berubah-ubah sesuai kondisi kecerahan citra
sehingga batas thresholding berubah secara otomatis mengikuti perubahan warna
ikan patokan.
Penelitian yang telah dilakukan Saksanni (2008) menunjukkan akurasi
penghitungan 61.79% - 87.78%. Akurasi penghitungan yang diperoleh pada
penelitian kali sebesar 84.75% - 90.07% untuk program A dan 84.67% - 93.29%
untuk program B. Akurasi penghitungan pada penelitian kali ini lebih baik
daripada penelitian Saksanni (2008). Pada penelitian Saksanni (2008) nilai
thresholding ditentukan dengan metode trial and error sedangkan pada penelitian
ini nilai thresholding ditentukan dengan persentil grey scale citra benih ikan dan
menunjuk warna patokan citra benih ikan. Pada penelitian kali ini pengambilan
data dilakukan pada pencahayaan alami. Pada penelitian Adhi (2011)
pengambilan data dilakukan pada pencahayaan terkondisi sehingga menghasilkan
kesalahan pengitungan yang rendah yaitu 3% - 14%.

23
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Nilai threshold ditentukan dengan dua cara yaitu menggunakan persentil
grey scale citra benih ikan dan menunjuk warna patokan citra benih ikan.
Jenis ikan yang berbeda mempunyai persentil nilai threshold yang berbeda
karena setiap jenis ikan mempunyai karakteristik warna, bentuk, dan
ukuran yang berbeda. Nilai persentil threshold untuk benih ikan gurame
gabah adalah 75. Nilai persentil threshold untuk benih ikan lele 3-4 cm,
nila 1 cm, dan patin 1" adalah 70. Nilai persentil threshold untuk benih
ikan mas 5 cm dan gurame kuku adalah 50. Telur gurame mempunyai nilai
persentil threshold 90 dan benih nila merah 3 cm mempunyai nilai
persentil threshold 25.
2. Cara ke-2 yaitu dengan menunjuk warna patokan citra benih ikan sebagai
nilai threshold. Nilai threshold ditentukan berdasarkan warna piksel citra
ikan yang menjadi patokan pada proses kalibrasi. Pada proses kalibrasi
citra ikan diklik sehingga diperoleh RGB piksel tersebut (Rp, Gp, Bp).
Citra ikan berada pada selang tertentu dari piksel patokan tersebut, di luar
selang tersebut maka dianggap latar belakang (nampan).
3. Rasio luas citra benih ikan yang bergerombol memiliki nilai yang berbedabeda untuk setiap jenis ikan. Rasio telur yang bergerombol cenderung
lebih besar daripada rasio benih ikan yang bergerombol.
4. Nilai persentil threshold yang ditentukan dengan cara 1 kemudian
diterapkan pada program A. Penghitungan dengan program A pada benih
ikan lele memiliki akurasi 90.07%, patin 1" 84.75%, gurame kuku 86.11%,
gurame gabah 86.09%, dan telur gurame 83.33%.
5. Suatu program lain, yaitu program B telah dijalankan untuk menguji cara
ke-2 dalam menentukan nilai threshold. Penghitungan dengan program B
pada benih ikan nila memiliki akurasi 93.33%, patin 1" 90.00%, lele
80.65%, gurame kuku 93.29 %, gurame kwaci 89.82%, gurame gabah
84.90%, dan telur gurame 91.72%. Akurasi penghitungan benih ikan pada
program B lebih tinggi daripada program A. Nilai threshold berdasarkan
warna citra ikan patokan pada dapat berubah sesuai kondisi kecerahan
citra sehingga batas thresholding berubah secara otomatis mengikuti
perubahan warna citra ikan patokan.
6. Kelemahan dari program penghitung benih ikan yang dirancang yaitu
belum mampu menghitung secara detil pada benih dan telur ikan yang
bergerombol dalam jumlah banyak dan belum dapat memisahkan antara
objek dengan bayangan pada pinggiran nampan. Penentuan nilai threshold
dengan persentil grey scale citra benih ikan pada kecerahan objek yang
berbeda-beda mempengaruhi hasil thresholding dan hasil penghitungan
benih ikan. Jarak patokan pada penentuan nilai threshold dengan
menunjuk warna patokan citra benih ikan belum optimal diterapkan pada
semua jenis ikan.

24
Saran
Program penghitungan benih ikan yang dirancang belum mampu
menghitung secara detil pada ikan yang bergerombol dengan jumlah lebih dari
empat ekor sehingga diperlukan adanya pengembangan metode penghitungan
benih ikan dengan pengolahan citra yang mampu menghitung secara detil piksel
ikan yang bergerombol.
Tingkat kecerahan objek yang berbeda masih menjadi kendala dalam
penelitian ini sehingga perlu adanya pengembangan metode penentuan nilai
threshold yang sesuai dan dapat mengatasi efek pencahayaan yang tidak konstan.

DAFTAR PUSTAKA
Adhi MZ. 2011. Pengembangan Metode Penghitungan Benih Ikan Lele dengan
Pengolahan Citra dan Metode Timbang [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Ahmad U. 2005. Pengolahan Citra dan Teknik Pemrograman. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Astika IW. 2013. Pengembangan Alat Penghitung Ikan dengan Metode
Pengolahan Citra: Tipe Stasioner dan Terpasang pada Telepon Seluler
(Tahun ke-1). Laporan Penelitian Unggulan Strategis Nasional
Kemendikbud, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
IPB.
Astika IW, Adhi MZ, Mulyanti F. 2013. Image Processing Method for Counting
of Fish Eggs and Fish Juveniles. International Symposium on Agricultural
and Biosystem Engineering, Yogyakarta Augustus 28-29, 2013.
Munir R. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik.
Bandung: Informatika.
Nugroho E, Kristanto AH. 2008. Panduan Lengkap Ikan Konsumsi Air Tawar
Populer. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prabawa S, Pramudya B, Astika IW, Setiawan RPA, Rustiadi E. 2009. Sistem
Informasi Geografis dalam Pertanian Presisi Aplikasi pada Kegiatan
Pemupukan di Perkebunan Tebu. Makalah pada Seminar Nasional
Himpunan Informatika Pertanian Indonesia (HIPI). Bogor.
Rahmat A. 2006. Rancang Bangun Instrumen Sortir Ikan Otomatis (Automatic
Fish Grading) dengan Metode Pengolahan Citra Digital. Laporan Akhir
Penelitian Dosen Muda IPB. Institut Pertanian Bogor.
Saksanni R. 2008. Pemutuan dan Penghitungan Bibit Ikan Lele dengan Metode
Image Processing Menggunakan Parameter Luas dan Panjang Tubuh Ikan
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Santosa. 2005. Aplikasi Visual Basic 6.0 dan Visual Studio. Net 2003 dalam
Bidang Teknik dan Pertanian. Yogyakarta : ANDI.
Seminar KB. 2000. The Design of Baby Fish Counter with Parallel Sensors.
Bogor: Teknik Pertanian, IPB.

25

LAMPIRAN

26
Lampiran 1 Nilai persentil threshold beberapa jenis ikan
Jenis
ikan
Telur

Lele

Mas

Nila 1cm

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Persentil
threshold
90
90
90
90
90
90
90
90
90
90
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70

Persentil citra
seluruh nampan
40
40
50
40
40
40
40
40
50
40
5
6
5
5
7
5
7
5
5
5
8
10
10
12
8
9
10
10
8
10
2
2
2
3
3
2
2
2
2
3

Iluminansi
(lux)
455
455
455
455
478
478
478
478
480
461
451
451
451
489
489
489
494
485
485
485
680
771
771
841
712
712
712
712
786
786
469
469
469
477
481
471
471
471
478
478

27
Jenis ikan Ulangan
Nila 3 cm

Patin 1"

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Persentil
threshold
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70

Persentil citra
seluruh nampan
2
2
2
2
2
3
3
3
2
2
4
4
4
4
3
5
5
6
6
6

Iluminansi
(lux)
480
480
480
491
491
515
520
520
502
502
778
778
778
790
790
845
900
957
957
988

28
Lampiran 2 Akurasi pengujian penghitung benih ikan pada bebepara jenis ikan
Jenis ikan
Nila 3 cm

Rata-rata
Patin 1"

Rata-rata
Lele

Rata-rata
Gurame kwaci

Rata-rata

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jumlah ikan
9
11
16
15
15
15
15
15
15
15

Hasil penghitungan
7
9
15
14
10
14
14
9
14
14

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

45
40
40
40
40
50
50
50
50
50

40
30
36
32
38
38
53
51
42
45

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

10
10
20
20
30
30
40
40
50
50

10
10
20
21
39
33
49
47
57
62

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

10
10
30
30
50
50
60
60
100
100

10
10
34
37
54
63
60
71
116
116

Akurasi %
77.78
81.82
93.75
93.33
66.67
93.33
93.33
60.00
93.33
93.33
84.67
88.89
75.00
90.00
80.00
95.00
76.00
94.34
98.04
84.00
90.00
87.13
100.00
100.00
100.00
95.24
76.92
90.91
81.63
85.11
87.72
80.65
89.82
100.00
100.00
88.24
81.08
92.59
79.37
100.00
84.51
86.21
86.21
89.82

29
Jenis ikan
Gurame gabah

Rata-rata
Telur gurame

Rata-rata

Ulangan Jumlah ikan
1
44
2
51
3
16
4
49
5
49
6
49
7
49
8
36
9
47
10
46
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

30
50
70
110
130
150
170
190
210
250

Hasil penghitungan
31
41
13
51
51
51
55
38
67
39
31
52
74
133
137
155
190
203
244
290

Akurasi %
70.45
80.39
81.25
96.08
96.08
96.08
89.09
94.74
70.15
84.78
85.90
96.77
96.15
94.59
82.71
94.89
96.77
89.47
93.59
86.06
86.21
91.72

30

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 23 September
1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara atas pasangan Sardiman Marto
Raharjo dan Tukinah, S.Pd. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN 2
Wonoroto, Watumalang, Kabupaten Wonosobo pada tahun 2003 dan menamatkan
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Watumalang, Kabupaten Wonosobo pada
tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus SMA Negeri 2 Wonosobo dan lolos seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan
diterima di Departemen Teknik Pertanian (sekarang bernama Teknik Mesin dan
Biosistem), Fakultas Teknologi Pertanian. Pada bulan Juni-Agustus 2012 penulis
melakuk