Deteksi Dan Identifikasi Patogen Terbawa Benih Brassicaceae

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PATOGEN TERBAWA BENIH
BRASSICACEAE

ANTHONI SULTHAN HARAHAP

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi dan
Identifikasi Patogen Terbawa Benih Brassicaceae adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Anthoni Sulthan Harahap
NIM A351130334

RINGKASAN
ANTHONI SULTHAN HARAHAP. Deteksi dan Identifikasi Patogen Terbawa
Benih Brassicaceae. Dibimbing oleh WIDODO dan TITIEK SITI YULIANTI.

Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan produksi pertanian karena mampu meningkatkan produksi dan
mengurangi adanya permasalahan penyakit di lapangan. Masuknya benih ke
suatu negara melalui kegiatan impor berpotensi menjadi sarana masuknya
patogen baru, sehingga perlu dilakukan deteksi dan identifikasi terhadap benih
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi
patogen terbawa benih Brassicaceae (kubis-kubisan) dan menententukan
patogenisitasnya.
Pada penelitian ini contoh benih kubis bunga (Brassica oleracea var.
italica) asal Amerika Serikat dan benih sawi hijau (B. rapa var. parachinensis),
kubis cina (B. rapa f. annua), pakchoy putih (B. rapa subsp. chinensis) dan
pakchoy (B. rapa subsp. chinensis) asal Malaysia diiuji menggunakan metode

blotter test dengan sterilisasi permukaan maupun tanpa seterilisasi permukaan.
Total infeksi cendawan pada benih tanpa sterilisasi permukaan yaitu
Aspergillus hitam sebesar 2.4%, Curvularia 1.2%; Aspergillus hijau 1%;
Phoma 0.4%; Chaetomium 0.2% dan juga ditemukan gejala bercak cokelat dan
gejala bercak kebasahan dengan total kejadian masing-masing 7.8%; dan 5.6%.
Pada benih tanpa sterilisasi permukaan infeksi cendawan secara berurutan yaitu
Aspergillus hijau 2.8%; Aspergillus hitam 0.6%; Curvularia 0.4%; selain itu
juga ditemukan gejala berupa bercak berwarna cokelat 10.2% dan bercak
kebasahan 4.2% yang masing-masing disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang berasosiasi pada daun yang bergejala bercak cokelat dan
bercak kebasahan diisolasi dengan merendam daun tersebut di dalam air steril.
Oose bakteri yang terdifusi pada air steril selanjutnya digores pada media
untuk mendapatkan biakan murni bakteri. Sebanyak 23 isolat bakteri yang
ditemukan selanjutnya diuji respons hipersensitif (HR) dan diperoleh hanya 5
isolat yaitu 3.3, 5.2, 9.1, 9.2, dan 11.1.P yang menginduksi HR yang berasal
dari daun kecambah yang bergejala bercak cokelat. Kelima isolat bakteri ini
selanjutnya digunakan untuk uji patogenisitas.
Uji patogenisitas terhadap tiga belas isolat cendawan terbukti mampu
menyebabkan infeksi antara 93.8-100% terhadap benih dan kecambah. Gejala
infeksi berupa benih mati tidak berkecambah, benih berkecambah dan

mengalami nekrosis dan benih berkecambah lalu mati. Hal ini menunjukkan
bahwa cendawan tersebut berpotensi sebagai patogen terhadap benih maupun
kecambah Brassicaceae.
Hasil identifikasi terhadap cendawan isolat Aspergillus hijau, Aspergillus
hitam, Curvularia, Phoma dan Chaetomium masing-masing adalah Aspergillus
flavus, A. niger, Curvularia lunata, Phoma lingam dan Chaetomium globosum.
Phoma lingam merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina A2
yang sebelumnya dilaporkan hanya tersebar di Jawa Timur. Cendawan ini

memiliki miselium aerial, berwarna krem atau kuning kecokelatan dan
berubah menjadi cokelat kehitaman dengan bertambahnya umur cendawan,
ditemukan piknidia pada benih atau biakan, berwarna cokelat, memiliki satu
atau beberapa leher papilla yang mengeluarkan eksudat konidia berwarna
merah muda, konidia berbentuk lonjong dengan 2 guttule pada kedua
kutubnya.
Uji patogenisitas terhadap lima isolat bakteri terhadap kecambah
Brassicaceae terbukti mampu menyebabkan luka kebasahan atau luka
berwarna cokelat pada daun kecambah yang diinokulasi buatan, baik yang
menggunakan metode stubbing ataupun clipping dengan persentase infeksi
sebesar 96-100%. Bakteri menyebabkan gejala nekrosis, busuk lunak dan luka

kebasahan pada produk pascapanen Brassicaceae dengan persentase infeksi
56-78%. Reisolasi dilakukan terhadap daun kecambah (kotiledon) yang
bergejala pada pengujian patogenisitas terhadap kecambah dan diperoleh
bakteri dengan karakter koloni dan respons hipersensitif yang sama dengan
bakteri yang digunakan untuk inokulasi. Isolat bakteri hasil reisolasi tersebut
dimurnikan, selanjutnya bersama dengan isolat bakteri hasil isolasi
diidentifikasi secara fenotipik dan genotipik.
Hasil indentifikasi secara fenotipik terhadap isolat bakteri yang
digunakan untuk inokulasi dan isolat bakteri hasil reisolasi menunjukkan
bahwa seluruh isolat bakteri merupakan kelompok bakteri Gram positif,
membentuk endospora, bersifat anaerobik fakultatif, bersifat oksidatif yang
merujuk pada genus Bacillus. Pengujian secara genotipik terhadap isolat
bakteri tersebut dilakukan dengan uji PCR menggunakan primer universal
prokaryota 16S rRNA dan berhasil mengamplifikasi DNA bakteri pada ukuran
1500 bp. Selanjutnya amplikon disikuensing dan dianalisis menggunakan
program BLAST. Hasil analisis menunjukkan bahwa isolat bakteri yang diuji
adalah Bacillus pumilus dengan persentase homologi 94-99%.
Kata kunci: Bacillus pumilus, metode blotter test, pengujian patogenisitas,f
iPhoma lingamnsect. O


SUMMARY
ANTHONI SULTHAN HARAHAP. Detection and Identification Brassicaceae
Seedborne Pathogen. Supervised by WIDODO and TITIEK SITI YULIANI.
The use of quality seed is one of the critical success factors of
agricultural production because it can increase production and reduce the
presence of disease problems in the field. The entry of the seeds into a country
through import activity has potential as a means of entry of new pathogens, so
it is necessary to detect and identify these seeds. This study aim to detect and
identify Brassicaceae seed-borne pathogen and its pathogenicity
At this research five seeds sample of Brassicaceae: cauliflower seed
(Brassica oleracea var. italica) from United States and dan green cabbage (B.
rapa var. parachinensis), chinese cabbage (B. rapa f. annua), white pakchoy
(B. rapa subsp. chinensis) dan pakchoy (B. rapa subsp. chinensis) from
Malaysia either by surface sterilization treatment or not, were incubated on five
sheets of wet blotting paper at a temperature of 27-23 °C for 14 days. Total
fungal infection are black Aspergillus 2.4%; Curvularia 1.2%; green
Aspergillus 1%; Phoma 0.4%; Chaetomium 0.2% and incidence total of brown
spot and water soaked symptom are 7.8%; 5.6%; respectively. On unsurface
sterilization seed, fungal infection are green Aspergillus 2.8%; black
Aspergillus 0.6%; Curvularia 0.4%; and also brown spot symptom 10.2%;

water soaked symptom 4.2% were caused by bacteria.
Bacterias that associated with brown spot symptom and water soaked
symptom were isolated by soaking the leaves in sterile water. The bacteria
ooze which diffused into sterile water furthermore was streaked in nutrient
agar to get pure bacteria culture. There are only 5 isolates namely 3.3, 5.2, 9.1,
9.2 and 11.1.P from the 23 isolates bacteria which can induce hypersensitive
respon (HR) derived from brown spot symptom. Afterward these five isolates
will be used for pathogenicity test.
The pathogenicity test of thirteen fungal isolates proven can infect the
seed and seedling with 96-100% of infection rate. The infection symptom are
the death of the seed, necrosis in seedling and the decay in seedling. Base on
these facts those fungi are potential as pathogen for Brassicaseae’s seed and
seedling.
The result of identification toward green Aspergillus, black Aspergillus,
Curvularia, Phoma and Chaetomium fungi isolates are Aspergillus flavus, A.
niger, Curvularia lunata, Phoma lingam and Chaetomium globosum,
respectively. Phoma lingam is plant quarantine fungus that reported established
only in East Java. This fungi has aerial mycelium, creamy or brownish yellow
and lead to blackish brown in age, pycnidia can found on seed or culture slant
with brown colour, and one or more pappilate neck which release pinkish

conidia matrix, conidia ellipsoidal with 2 small polar guttules.
The pathogenicity test for five bacteria isolates toward Brassicaceae
seedling was proven can induce HR caused water soaked and brown lesion on

leaf with infection rate between 96-100%. Bacteria also can caused necrosis,
soft rot and water soaked to postharvest products of Brassicaceae with
infection rate 56-78%. Reisolation bacteria from symptomatic cotyledon in
pathogenicity test result was obtained the bacteria with similar colony
characters and hypersensitive respons compare to bacteria which used for
inoculation. Furthermore both of bacteria isolates was identified phenotypically
and genotyphically.
Phenotyphically identification of bacteria from isolation and reisolation
show that all isolates belongs to positive Gram reaction, endospore forming,
anaerobic facultative, oxidative which are refer to genera of Bacillus.
Genotypcally identification using PCR with 16S rRNA followed by
sequenching show that the bacteria have similiarity 94-99% with Bacillus
pumilus according GeneBank using BLAST programme.
Keywords: Bacillus pumilus, blotter test, pathogenicity test, Phoma lingam
is the variety of all life on erth, including within species, between species a
environmental conditions will affect for biodiversity and living species. It is

also applies to insects which environmental factors influence the
life cycle of insect. Oil palm is plant of crude palm oil and palm
kernel oil, it’s leading commodity non-oil sector. This plant has
a production life up to 25-30 years, and the plant is cultivated as
plantations.
At oil palm plantations known presence of ground vegetation, ie plant
communities making up the bottom stratification near the soil surface.
Cultivation practices and different habitat conditions of each oil palm’s age
will certainly affect for existing ground vegetation. Ground vegetation at palm
oil estate is one of the factors that influence the diversity of insects.
The aim of this reseach was to determine the diversity of insect at oil
palm plantation. The reseach was conductedbasedage groupsof plant: 1styear,
7th years, and20th years at Rambutan EstatePTPNIII, North Sumatra, Indonesia.
Ineach age group15plots(50 m x50m) was specified for insects sampling.
Insectswere collectedby pitfaltrap, light trap, insectnet, yellow pan trap,
andyellowstickytrap methods.
Total of15 960 insect specimentswerecollected, consisting of12orders,
120familiesand244morphospecies. Diversityof insects that foundin threeage
groupsof plantsshoweda highindex. This result suggestthat age of the planthas
no effect oninsectdiversity. Insect composition in three age groups of plant are

different. At 1stand7th years, the ecological functions of insects dominated by
insects as hebivor, and at20th yearsecological functions of insects dominated
by insect as detritivores.
Positive relationship shown by the abundance of ground vegetation
around the plant oil palm for insect abundance. The higher the percentage of
ground vegetation covering land, the higher abundance of insects can be found

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PATOGEN TERBAWA BENIH
BRASSICACEAE


ANTHONI SULTHAN HARAHAP

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr

D)D6I +>1>I

+@+5>1I


*&I

)+9@1-C5!>1I

!@;.+9I

+='!G!I

+910I

 



!8!I

9@0;91ID6@0#:I !=!0!+@F3D1I;6+0I
;81>1I+8'18'19.I


I

=I=I

=I  1@1+5I 1@1I

+@D!I

I

9..;@!I

15+@!0D1I;6+0
I

+@D!I=;.=!8I@D)1I1@;@D@1I

$9//%I D42$:I 
I .D?BD?I  I

(I

$://"7I7D7E?I



 


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah
Deteksi dan Identifikasi Patogen Terbawa Benih Brassicaceae. Sebagian dari
hasil penelitian ini dipublikasikan dengan judul Cendawan Terbawa Benih
Brassicaceae pada Jurnal Fitopatologi Indonesia edisi Juni 2015, volume 11,
nomor 3, halaman 97-103.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Rajab Sofian Harahap. Mamak Murni Siregar, Kakak, Abang dan
adik serta Istri tercinta Ita Purnama Sari Siregar dan anakku tersayang
Azalia Hasanah Harahap yang telah memberikan do’a dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan sekolah Pascasarjana.
2. Dr Ir Widodo, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Titiek Siti
Yuliani, SU sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan
masukan pada saat usulan penelitian serta pengarahan, bimbingan, saran,
dan motivasi kepada penulis selama penelitian sampai dengan selesainya
penulisan tesis ini.
3. Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Ketua Mayor Fitopatologi
dan Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr selaku Penguji Luar Komisi.
4. Ir Banun Harpini, MSc selaku Kepala Badan Karantina Pertanian, Dr Ir
Antarjo Dikin, MSc selaku Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan
Keamanan Hayati Nabati beserta seluruh jajarannya yang telah
memberikan kesempatan, beasiswa dan arahannya kepada penulis untuk
menempuh pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
5. Drh Yoeyoen Marrahayoeni selaku Kepala Stasiun Karantina Pertanian
Kelas II Tanjung Balai Karimun beserta segenap staf atas rekomendasi dan
dukungan selama masa studi.
6. Seluruh staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah
membagikan ilmu kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan
Pascasarjana.
7. Teman-teman kelas khusus Karantina Pertanian 2013, Dr Ir Ummu
Salamah, MSi, dan keluarga besar Laboratorium Cendawan, Laboratorium
Bakteri yang telah banyak membantu serta dalam kebersamaannya.
8. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu selesai tulisan ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Anthoni Sulthan Harahap

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
Benih Sebagai Pembawa Patogen
4
Metode Pengujian Kesehatan Benih
4
Uji Patogenisitas
6
METODE ............................................................................................................ 8
Bahan
8
Alat
8
Lokasi dan Waktu Penelitian
8
Metode Penelitian
8
HASIL ............................................................................................................... 13
Metode Blotter Test dan Isolasi
13
Uji Patogenisitas Cendawan
17
Identifikasi Cendawan
18
Uji Patogenisitas Bakteri
21
Identifikasi Bakteri
27
PEMBAHASAN ............................................................................................... 30
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 37
Simpulan
37
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38
LAMPIRAN ...................................................................................................... 45
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 52

DAFTAR TABEL
1. Impor benih Brassicaceae Indonesia tahun 2011-2013
2. Cendawan dan gejala infeksi pada benih atau kecambah Brassicaceae
pada uji blotter test
3. Infeksi cendawan dan insidensi bercak cokelat serta bercak kebasahan
4. Karakter morfologi koloni bakteri
5. Uji patogenisitas cendawan pada benih Brassicaceae
6. Uji patogenisitas bakteri pada kecambah Brassicaceae
7. Uji patogenisitas bakteri pada produk pascapanen Brassicaceae
8. Karakter fenotipik bakteri hasil isolasi dan reisolasi
9. Hasil penelusuran sikuen gen 16S rRNA isolat bakteri dan spesies
padanannya pada GenBank

1
13
13
15
17
22
24
27
29

DAFTAR GAMBAR
1. Bagan alir penelitian deteksi dan identifikasi patogen terbawa benih
Brassicaceae
2. Tanda cendawan yang tumbuh pada uji blotter test: Aspergillus hitam
(1), Aspergillus hijau (2), Curvularia (3), Phoma (4), dan Chaetomium
(5)
3. Gejala: Bercak cokelat (1-3), bercak kebasahan (4-6)
4. Respons hipersensitif isolat bakteri 3.3 dan 5.2 (1 hari setelah
inokulasi) berupa gejala luka kebasahan
5. Gejala pada uji patogenisitas benih mati tidak berkecambah akibat:
Aspergillus hijau (1), Aspergillus hitam (2); Benih berkecambah lalu
mengalami nekrosis akibat: Curvularia (3), Phoma (4), Chaetomium
(5). Benih berkecambah lalu mati akibat: Curvularia (6), Phoma (7),
Chaetomium (8)
6. Morfologi Aspergillus flavus: kepala konidia kolumnar dan radial (1),
vesikel bundar ¾ permukaannya ditutupi fialid (2), konida sangat kasar
(3), permukaan konidiofor kasar (4). Koloni umur 7 hari pada: MEA
(5), ACDEK (6), ACDEK 20% (7), ACD (8)
7. Morfologi Aspergillus niger: kepala konidia radial terbagi (1), vesikel
bundar seluruh permukaannya ditutupi fialid (2), permukaan
konidiofor halus (3), konida agak kasar, (4). Koloni umur 7 hari pada:
MEA (5), ACDEK (6), ACDEK 20% (7), ACD (8)
8. Morfologi Curvularia lunata: karakter pertumbuhan pada blok agar
AEM (1), bekas pelekatan konidia (tunas) (2), konidia berbentuk
kurva, sel ketiga lebih besar dan lebih gelap, sekat kedua konidia tidak
di tengah (3). Koloni umur 6 hari pada: ADK (4), AEM (5)
9. Morfologi P. lingam: massa konidia berwarna merah jambu keluar dari
piknidia pada media ADK umur 14 hari (1), piknidia (2),
piknosklerotia (3), piknidia dengan tiga leher papilla (4), berbentuk
silinder dengan dua titik minyak pada kedua kutubnya konidia (5).
Koloni umur 6 hari pada: ADK (6), AEM (7)

3

14
15
17

18

19

19

20

20

10. Morfologi C. globosum: peritesia lonjong (1), rambut terminal
bergelombang dan tidak bercabang (2), aski berbentuk gada (3),
askospora berbentuk lemon dengan ujung sedikit runcing, dan terdapat
pori pada bagian ujungnya (4). Koloni umur 6 hari pada: ADK (5),
AEM (6)
11. Uji patogenisitas pada kecambah Brassicaceae: perlakuan kontrol
tidak bergejala (1,2), nekrosis terbentuk pada perlakuan inokulasi isolat
9.2 (3) dan isolat 9.1 (4)
12. Gejala nekrosis pada beberapa kecambah Brassicaceae 20 hsi: nekrosis
tidak berkembang lebih lanjut pada daun kecambah yang diinokulasi
isolat 5.2 (1,2), isolat 9.1 (3), isolat 9.2 (4), isolat 11.1.P (5), dan
nekrosis alami (6)
13. Gejala nekrosis tidak muncul pada uji patogenisitas terhadap beberapa
jenis tanaman Brassicaceae 20 hari setelah tanam
14. Uji patogenisitas pada kubis bunga. Perlakuan kontrol (1 s/d 6): gejala
tidak terbentuk pada batang (1-3), tangkai daun (4), bunga (5,6).
Perlakuan isolat 3.3 (7 s/d 12): gejala busuk lunak terbentuk pada
batang (7-9), nekrosis tangkai daun (10), busuk lunak bunga (11,12)
15. Uji patogenisitas pada caisim. Perlakuan kontrol (1 s/d 5): gejala tidak
terbentuk pada: batang (1,2), tangkai daun (3,4), daun (5). Perlakuan
isolat 5.2 (6 s/d 10): gejala busuk lunak: pada batang (6,7), tangkai
daun (8,9), luka kebasahan pada daun (10)
16. Uji patogenisitas pada sawi manis. Perlakuan kontrol (1 s/d 4): gejala
tidak terbentuk pada batang (1,2), tangkai daun (3,4). Perlakuan isolat
9.1 (5 s/d 8): gejala busuk lunak pada batang (5,6), tangkai daun (7,8).
Perlakuan isolat 9.2 (9 s/d 12): gejala busuk lunak pada batang (9,10),
tangkai daun (11,12)
17. Uji patogenisitas pada pakchoy. Perlakuan kontrol (1 s/d 4): busuk
karena faktor kelembapan (1), gejala tidak terbentuk pada tangkai daun
(2,3), daun (4). Perlakuan isolat 11.1.P (5 s/d 8): busuk lunak terbentuk
pada batang (5), tangkai daun (6,7), luka kebasahan pada daun (8)
18. Uji pertumbuhan anaerobik (tabung reaksi kiri media dengan parafin
cari, kanan tanpa parafin): kontrol negatif (K), isolat 3.3; 3.3 R; 5.2;
5.2 R; 9.1; 9.1 R; 9.2; 9.2 R; 11.1.P; 11.1.P R (1 s/d 10)
19. Visualisasi DNA bakteri: penanda DNA (M), isolat 3.3; 3.3 R; 5.2 R;
5.2 R; 9.1; 9.1 R; 9.2; 9.2 R; 11.1.P; 11.1.1 P R (1 s/d 10)

21

22

23
23

24

25

25

26

28
28

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Karakter morfologi Aspergillus flavus pada media AEM
Karakter morfologi dan koloni Aspergillus niger pada media AEM
Karakter morfologi Curvularia lunata pada media AEM
Karakter morfologi Phoma lingam pada media AEM
Karakter morfologi Chaetomium globosum pada media AEM
Kerapatan bakteri umur 2 hsi untuk inokulasi (CFU mL-1)
Hasil penelusuran sikuen gen 16S rRNA isolat bakteri yang diuji
dengan spesies padanannya yang ada di GenBank

45
45
46
46
46
47
48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Benih merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan
peningkatan produksi pertanian. Penggunaan benih bermutu mampu
meningkatkan produksi pertanian dan mengurangi serangan hama dan penyakit di
lapangan. Patogen terbawa benih dapat menyebabkan penurunan viabilitas benih,
peningkatkan kematian bibit, penurunan hasil, peningkatan perkembangan
penyakit, perubahan komponen kimia benih, dan ledakan penyakit pada suatu
daerah (Agarwal dan Sinclair 1996).
Indonesia masih mengimpor benih untuk memenuhi kebutuhan nasional,
diantaranya ialah benih Brassicaceae. Selama tahun 2011-2013 Indonesia telah
mengimpor 30 596.14 kg benih Brassicaceae dari beberapa negara (Tabel 1).
Tabel 1 Impor benih Brassicaceae Indonesia tahun 2011-2013
Tahun
2011
2012
2013

Jumlah (kg)
15 233.60
8 287.54
7 075.00

Asal negara
Jepang, Korea Selatan, Perancis, Thailand
Belanda, Jepang, Korea Selatan, Thailand
Cina, Jepang, Malaysia, Perancis, Thailand,
Korea Selatan, Selandia Baru

Sumber: Barantan (2014)

Impor dan ekspor benih merupakan salah satu cara patogen menyebar dari
tempat asalnya menuju tempat yang baru. Cendawan dapat menyebar melalui
miselium dorman pada setiap bagian benih seperti kulit biji, atau pada kulit buah.
Bakteri terbawa benih dapat berada pada permukaan benih, berada di dalam kulit
benih atau dalam jaringan benih lainnya yang masuk melalui sistem pembuluh.
Hal tersebut menimbulkan resiko masuknya patogen terbawa benih ke dalam
suatu negara (Neergaard 1969).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 93 Tahun 2011 ditetapkan dua
spesies bakteri yaitu Pseudomonas viridiflava (Burkholder), Rhodococcus
fascians (Zopt.) Tsunukura, dua spesies virus yaitu Arracacha virus B (AVB),
Tomato black ring virus (TBRV) yang termasuk organisme pengganggu
tumbuhan karantina (OPTK) kategori A1; juga ditetapkan satu spesies cendawan
yaitu Phoma lingam (Tode ex Fr.) Demazieres yang termasuk OPTK kategori A2.
OPTK tersebut dapat menyebar melalui benih Brassicaceae dan dilaporkan belum
terdapat di Indonesia (OPTK A1) atau penyebarannya masih terbatas pada daerah
tertentu dalam wilayah Indonesia (OPTK A2).
Resiko masuknya patogen terbawa benih ke dalam suatu negara dapat
dicegah melalui pengujian kesehatan benih yang merupakan bagian dari kegiatan
deteksi dan identifikasi sehingga dapat dipastikan benih yang akan digunakan
sehat. Penggunaan benih sehat adalah komponen utama dalam pengelolaan
penyakit secara terpadu. Menurut Cram dan Fraedrich (2009) kegiatan deteksi dan
identifikasi merupakan aspek penting dalam pengelolaan penyakit karena dengan
diketahuinya identitas patogen terbawa benih dapat ditentukan strategi
pengendalian lebih awal dan tepat waktu untuk mencegah terjadinya epidemi dan

2
kehilangan hasil. Pengujian kesehatan benih juga merupakan cara yang tepat dan
efektif untuk mengetahui penyebaran penyakit terbawa benih dan untuk mencegah
penyebaran penyakit ke daerah yang masih bebas (Neergaard 1969).
Berdasarkan hal tersebut di atas, pada penelitian ini dilakukan deteksi dan
identifikasi terhadap patogen yang terbawa benih Brassicaceae yang berasal dari
Amerika Serikat dan Malaysia dengan alur seperti terlihat pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen
terbawa benih Brassicaceae dan menentukan patogenisitasnya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai patogen terbawa
benih Brassicaceae dan patogenisitasnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui patogen terbawa benih
Brassicaceae yang berasal dari Malaysia dan Amerika Serikat serta
patogenisitasnya. Deteksi menggunakan metode blotter test, identifikasi secara
morfologi untuk cendawan dan identifikasi terhadap bakteri dilakukan secara
fenotipik dan genotipik.

3
Persiapan benih

Uji blotter test
Tanda
cendawan

Gejala infeksi
bakteri
Isolasi

Uji respon
hipersensitif

Koleksi

Tidak diuji
Isolat cendawan
dan bakteri

Uji patogenisitas
cendawan terhadap benih
dan kecambah

Uji patogenisitas bakteri
terhadap kecambah,
tanaman dan produik
pascapanen Brassicaceae

Identifikasi berdasarkan
karakter morfologi dan
koloni

Identifikasi berdasarkan
karakter fenotipik dan
genotifik

Spesies cendawan dan bakteri
Gambar 1 Bagan alir penelitian deteksi dan identifikasi patogen terbawa benih
Brassicaceae

4

TINJAUAN PUSTAKA
Benih Sebagai Pembawa Patogen
Keberadaan inokulum pada benih akan menentukan metode pengujian yang
tepat untuk mendeteksi patogen tersebut serta menentukan keefektifan perlakuan
untuk mengeradikasi patogen pada benih tersebut. Ada tiga tipe utama penyebaran
patogen pada benih:
1. Inokulum terdapat di dalam jaringan benih.
2. Inokulum terbatas pada bagian permukaan benih, biasanya sebagai
propagul yang melekat seperti spora, sklerotia, potongan miselium.
3. Inokulum dapat berupa kontaminan yang tercampur bersama benih, berupa
sisa tanaman yang terinfeksi, sklerotia, sista nematoda, partikel tanah yang
terinfestasi patogen.
Spesies dari genus Cercospora, Colletotrichum, Fusarium, Phoma, Septoria
umumnya terbawa di dalam kulit biji atau kulit buah meskipun terkadang tubuh
buah cendawan dapat terlihat pada benih kering. Penyakit downy mildew atau
embun bulu yang disebabkan Peronosclerospora philippinensis pada jagung
adalah contoh penyakit yang penting yang terdapat pada kulit biji. Embrio biji
dapat terinfeksi oleh penyakit loose smut pada barley dan gandum. Patogen
lainnya yang umum terbawa pada permukaan benih meliputi Alternaria,
Fusarium, Helminthosporium dan Stemphylium, dan banyak dari kelompok
cendawan gosong dan karat. Kontaminasi pada permukaan benih oleh spora dan
miselia internal sering terjadi secara simultan (Neergaard 1969).
Bakteri patogen tanaman yang terbawa benih dapat menularkan penyakit
melalui benih tersebut (seed transmitted). Bakteri sering terbawa pada permukaan
benih, akan tetapi bakteri yang menyebabkan infeksi sistemik atau infeksi pada
berkas pembuluh sering ditemukan pada kulit biji atau jaringan lain dari benih.
Pseudomonas phaseolicola dan Xanthomonas phaseoli pada kacang-kacangan
ditemukan pada bagian hilum, yang akan masuk ke bagian funiculus melalui
berkas pembuluh (Neergaard 1977). Xanthomonas axonopodis pv. vesicatoria
yang menginfeksi alami benih tomat dapat mencapai endosperma, kulit biji,
funiculus (Sharma dan Agrawal 2014). Bakteri yang berada pada permukaan
benih dapat bertahan dalam waktu yang terbatas, mungkin antara satu atau dua
tahun, sedangkan bakteri yang berada di dalam jaringan benih dapat bertahan
dalam waktu yang lama seperti Corynebacterium flaccumfaciens yang dapat
bertahan sampai 24 tahun di dalam benih kacang panjang (Neergaard 1977).
Metode Pengujian Kesehatan Benih
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendeteksi patogen terbawa
benih. Penekanan terhadap metode tersebut adalah metode harus sederhana,
mudah dilakukan, murah, sensitif, reproduktif dan efisien (Neergaard 1977). Salah
satu metode pengujian kesehatan benih yang sederhana, tepat dan efektif untuk
patogen tertentu yang sulit diidentifikasi karena tidak bersporulasi adalah metode
blotter test (Duan et al. 2007). Metode ini adalah salah satu metode inkubasi
dimana benih ditanam pada kertas saring yang dilembapkan dengan air steril,
diinkubasikan selama 7 hari pada temperatur 20 °C di bawah lampu NUV dengan

5
pengaturan penyinaran selama 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian.
Setiap benih pada akhir masa inkubasi diperiksa dengan menggunakan mikroskop
stereo dengan perbesaran sampai dengan 60 kali untuk melihat pertumbuhan
cendawan. Untuk menentukan identitas cendawan dilanjutkan dengan pengujian
menggunakan perbesaran tinggi (mikroskop kompon) untuk melihat struktur
tubuh buah, seperti konidia yang muncul pada konidiofor, spora yang terdapat
pada massa spora, sporodokia dan aservuli, piknidiospora dalam piknidia,
askospora dalam peritisia (Mathur et al. 1989).
Metode blotter test standar dapat dilakukan dengan diawali sterilisasi
permukaan benih yang akan diuji atau tanpa sterilisasi permukaan. Metode blotter
test tanpa steriliasi permukaan mampu mendeteksi sampai 16 spesies cendawan
terbawa benih dari 50 contoh benih padi di Pakistan, 23 spesies cendawan pada
padi di Ghana dan dengan sterilisasi permukaan dapat mendeteksi 15 spesies
cendawan terbawa benih di Pakistan (Addison et al. 1971; Jamil Khan et al.
1988). Khulbe dan Harbola (1997) menggunakan blotter test tanpa sterilisasi
permukaan mampu mengisolasi 22 cendawan dari benih kubis bunga dan kubis
asal Kumaun, Himalaya yang terdiri dari genus Alternaria, Aspergillus,
Cladosporium, Cordana, Curvularia, Drechslera, Epicoccum, Gilmaniella,
Mumicola, Mucor, Penicillium, Sclerotinia, Stemphylium, Ulocladium.
Ora et al. (2011) mendeteksi 12 patogen terbawa benih padi yang ditanam di
Bangladesh, seperti: Xanthomonas oryzae, Rhizopus stolonifer, Aspergillus spp.,
Fusarium moniliforme, Phoma sp. Bipolaris oryzae, Curvularia lunata,
Penicillium sp., Alternaria tenuissima, Nigrospora sp, Chaetomium globosum dan
Tilletia barclayana menggunakan metode blotter test tanpa sterilisasi permukaan.
Singh et al. (2013) dengan metode yang sama mendeteksi 15 spesies cendawan
dari benih Brassica juncea asal Agra, India yang terdiri atas genus Absidida,
Aspergillus, Cladosporium, Chaetomium, Fusarium, Phoma, Rhizoctonia,
Sclerotium, Trichoderma, Emericella, Epicoccum, Glomerella. Hossain et al.
(2014) mendeteksi 7 spesies cendawan pada benih kubis asal Bangladesh yaitu
Alternaria spp., Aspergillus flavus, Fusarium spp., Penicillium spp. dan Rhizopus
spp. menggunakan metode blotter test tanpa sterilisasi permukaan benih. Sharma
dan Sharma (2014) menggunakan metode blotter test untuk menghitung kejadian
dari Ralstonia solanacearum pada benih terung.
Menurut Marcinkowska (2002) pengujian standar bakteri pada benih
meliputi proses ekstraksi bakteri dari benih, isolasi menggunakan media biakan
dan proses identifikasi yang dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti
pengujian secara morfologi, fisiologi dan pemanfaatan nutrisi, metode penanaman
pada media agar, uji patogenisitas dan uji bakteriofage. Metode pengujian lain
yang digunakan adalah metode serologi seperti enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA), immunoflurescence microscopy atau metode yang basiskan asam
nukleat seperti probes dan polymerase chain reaction (PCR).
Pengujian biakan bakteri yang berasal dari benih dapat dilakukan melalui
tahapan pengujian fisiologi dan biokimia seperti pewarnaan Gram, pengujian
Gram menggunakan KOH 3%, uji hidrolisis tepung, uji pemanfaatan bermacammacam gula, produksi urease, produksi hidrogen sulfida uji hidrolisis tween 80,
uji produksi asam dari karbohidrat, reaksi terhadap putih telur, uji tolerasi
terhadap garam tetrazolium, pertumbuhan anaerobik, uji levan, uji oksidase, uji

6
busuk lunak pada kentang hidrolisis arginin dan uji hipersensitif pada tembakau
(Gracelin et al. 2011; Rafi et al. 2013; Sharma dan Sharma 2014).
Pengujian fisiologis juga dapat dilakukan menggunakan kit MicrogenTM
GN-ID A+B panel dimana reaksi positif bakteri yang diuji akan menimbulkan
perubahan warna pada lubang panel. Perubahan warna yang terjadi tersebut
selanjutnya dicocokkan dengan color chart yang tersedia (Wahyudi et al. 2011).
Pengujian Xanthomonas campestris pv. campestris menggunakan Enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dan biolog identification (Bila et al. 2012).
Mehta et al. (2005) berhasil mengembangkan media semi selektif untuk
mendeteksi keberadaan X. axonopodis pv. malvacearum yang menginfeksi benih
kapas. ISF (2013) melakukan deteksi X. campestris pv. campestris dengan
perendaman benih. Bakteri yang keluar dari permukaan dan funiculus benih ke
dalam air rendamanan ditanam pada media modified Tween medium B (TMB),
dan media yeast extract CaCO3 (YDC).
Metode PCR memiliki sensitifitas, digunakan untuk mendeteksi patogen
yang sulit ditumbuhkan atau sulit diidentifikasi. Metode membutuhkan bahan
yang sedikit, maupun material yang sudah terganggu kualitasnya, serta dapat
mendeteksi strain, patotipe, spesies (Mathur dan Kongsdal 2003). Amplifikasi gen
16S rRNA menggunakan uji PCR banyak dilakukan untuk survei ekologi
molekuler karena gen tersebut merupakan penanda filogenetik dari prokaryot.
Janda dan Abbott (2007) menyatakan penggunaan gen 16S rRNA dalam kajian
filogenetik dan taksonomi bakteri adalah karena gen tersebut terdapat pada hampir
semua bakteri, bersifat kekal tidak mudah bermutasi, berukuran cukup besar
sebagai sumber informasi genetik. Lan et al. (2010) berhasil mengamplifikasi gen
16S rRNA bakteri yang berasal dari biofilm batu candi Angkor Kamboja
menggunakan primer 27BF dan 1492BR yang merupakan primer khusus bakteri.
Osborne et al. (2005) menggunakan primer yang sama dilanjutkan dengan
sikuensing berhasil mengidentifikasi bakteri yang berasal dari dalam usus tikus
dan tanah. Park et al. (2004) mendeteksi X. campestris pv. campestris
menggunakan primers spesifik XCF dan XCR yang disusun berdasarkan urutan
DNA pada gen hrpF. Fargier dan Manceau (2005) mampu mendeteksi sel hidup
bakteri X. campestris pv. campestris pada benih Brassicaceae dengan mendeteksi
mRNA bakteri tersebut menggunakan primer yang disusun berdasarkan gen rpoD
dan gyrB. Thomas et al. (2005) mengidentifikasi X. campestris pv. campestris
menggunakan teknik BIO-PCR dimana bakteri diperoleh dari perendaman benih
yang terinfeksi selama semalam. Setelah itu ditanam pada media selektif
selanjutnya DNA dipanen pada umur 72 jam untuk diuji PCR. Khaeruni et al.
(2007) mampu mendeteksi X. axonopodis pv. glycines menggunakan primer
spesifik XAG-F dan XAG-R yang merupakan primer yang disusun berdasarkan
urutan DNA pada kromosom bakteri.
Uji Patogenisitas
Uji patogenisitas sebagai bagian dari pengujian kesehatan benih dilakukan
untuk mengetahui peranan mikrob yang ditemukan pada benih tersebut.
Baharuddin et al. (2013) melakukan uji patogenisitas cendawan terbawa benih
kakao dengan melakukan perendaman benih kakao di dalam suspensi spora
cendawan selama 30 menit (106 spora mL-1) setelah itu diinkubasikan pada tempat

7
yang tertutup sebelum disemai pada pasir steril. Metode yang hampir sama
dilakukan Sadhu (2014) untuk menguji patogensitas cendawan terbawa benih
kacang hijau (Vigna radiata L.) melalui perendaman benih tersebut ke dalam
suspensi spora cendawan lalu diinkubasi selama 10 hari pada suhu ruang
menggunakan metode blotter test. Pengujian terhadap kecambah dilakukan
dengan perendaman kecambah dalam suspensi spora setelah itu ditanam pada
tanah steril. Hussain et al. (2013) melakukan uji patogenisitas dengan menanam
benih jagung pada kertas blotter setelah itu dilembapkan dengan suspensi
miselium Aspergillus flavus. Uji patogensitas terhadap kecambah dilakukan
dengan menanam kecambah dalam tabung reaksi yang berisi water agar (WA)
setelah itu inokulasi dilakukan dengan penyemprotan suspensi miselium.
Uji patogenisitas X. oryzae pv. oryzae pada padi menggunakan isolat yang
berespon hipersensitif tinggi. Suspensi bakteri untuk pengujian tersebut dibuat
dengan menambahkan 5 mL air suling steril ke dalam cawan yang berisi biakan
bakteri umur 24 jam pada media nutrient agar, konsentrasi sel bakteri disesuaikan
107-108 colony forming unit (CFU) mL-1. Inokulasi dilakukan dengan pemotongan
pinggir daun menggunakan gunting (metode clipping) yang telah dicelupkan ke
dalam suspensi bakteri (Wahyudi et al. 2011; Rafi et al. 2013). Uji patogenisitas
X. campestris pv. cantellae pada daun Cantella asiatica dilakukan dengan
pelukaan daun menggunakan jarum steril selanjutnya permukaan daun tersebut
disemprot dengan suspensi bakteri (Gracelin et al. 2011). Uji patogenisitas
Xanthomonas spp. yang berasal dari benih tomat dilakukan dengan menginjeksi
suspensi bakteri 108 CFU mL-1 (suspensi dibuat dengan mencampurkan sedikit
koloni bakteri berumur maksimal 3 hari ke dalam air steril) pada 2-3 daun sejati
tomat yang berumur 4-6 minggu setelah semai (ISF 2013). Uji patogenisitas
Ralstonia solanacearum (Smith) dengan metode cara melumuri benih terung
dengan biakan murni bakteri dan metode stubbing kecambah atau bagian lain dari
terung menggunakan jarum steril yang diolesi dengan biakan murni bakteri
(Sharma dan Sharma 2014).

8

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih kubis bunga (Brassica oleracea var.
italica) asal Amerika Serikat dan benih sawi hijau (B. rapa var. parachinensis),
kubis cina (B. rapa f. annua), pakchoy putih (B. rapa subsp. chinensis) dan
pakchoy (B. rapa subsp. chinensis) asal Malaysia yang diperoleh dari koleksi
Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok, Propinsi DKI Jakarta dan
dari toko pertanian di Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau, kertas hisap
steril, agar-agar kentang dekstrosa (ADK), agar-agar ekstrak malt (AEM), agaragar czapek dox ekstrak khamir (ACDEK) , agar-agar czapek dox ekstrak khamir
sukrosa 20% (ACDEK 20%), agar-agar czapek dox (ACD), nutrient agar (NA),
nutrient broth (NB), air steril, tisu steril NaOCl 1%, alkohol 70% dan 96%, karet
gelang steril, cotton bud steril, syringae steril, tabung mikro steril dan plastik
steril.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah laminar, autoklaf, mikroskop portabel
Dino-Lite AM2111 Series, mikroskop stereo Olympus SZ30, mikroskop kompon
Nikon Eclipse 80i, Mesin PCR Gene Amp PCR System 9700, alat elektoforesis
Mupid Exu, perangkat visualiasi gelas objek Biostep Darkhood DH-10.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Patologi Balai Uji
Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Badan Karantina
Pertanian Indonesia mulai bulan Juli 2014 sampai Juli 2015.
Metode Penelitian
Metode blotter test
Pengujian dilakukan dengan sterilisasi permukaan (NaOCl 1% selama 3
menit, dibilas dengan air suling steril 3 kali lalu dikeringanginkan di atas tisu
steril dalam laminar) dan tanpa sterilisasi permukaan. Setiap pengujian masingmasing menggunakan 100 benih dan ditanam sebanyak 25 benih per cawan yang
telah diberikan 5 kertas hisap yang telah dilembapkan dengan air steril. Benih
diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang (27-30 °C). Pengamatan dilakukan
terhadap daya berkecambah, persentase infeksi cendawan terhadap benih maupun
kecambah dengan rumus sebagai berikut:
Daya berkecambah =

∑ benih berkecambah
∑ benih yang diinkubasi

x 100%

9
Persentase infeksi =

∑ benih terinfeksi
∑ benih yang diinkubasi

x 100%

Isolasi cendawan dan bakteri
Cendawan diisolasi dengan menyentuhkan ujung jarum ose yang telah
ditempelkan sedikit ADK pada koloni cendawan yang tumbuh pada permukaan
benih atau kecambah lalu dibiakkan dalam media ADK pada suhu ruang (27-30
°C). Biakan murni cendawan disimpan dalam cawan dan agar miring ADK pada
suhu 18 °C.
Bakteri diisolasi dengan memasukkan daun kecambah (kotiledon) bergejala
cokelat, bercak kebasahan ke dalam tabung mikro yang berisi 1 mL air steril lalu
diinkubasikan 4 jam agar oose bakteri keluar berdifusi ke dalam air steril tersebut.
Tabung mikro diguncang menggunakan tangan sebanyak 24 kali lalu dengan
menggunakan jarum ose suspensi bakteri tersebut digoreskan pada media NA
dengan sistem kuadran. Bakteri yang tumbuh dengan karakter koloni berbeda dari
setiap kelompok benih dimurnikan dengan menggoreskannya pada media NA
yang baru.
Biakan murni bakteri diuji respons hipersensitif (HR) pada daun tembakau
sebagai seleksi awal terhadap isolat bakteri yang diduga patogen. Suspensi bakteri
dibuat dengan menambahkan 10 mL air steril ke dalam cawan yang berisi biakan
murni bakteri umur 48 jam pada media NA. Koloni bakteri dilepas dari media dan
diaduk dengan menggunakan gelas objek steril. Suspensi bakteri sebanyak ±1 mL
diinfiltrasikan pada permukaan bawah daun tembakau menggunakan syringae
steril tanpa jarum, untuk kontrol digunakan air steril. Infiltrasi untuk setiap isolat
bakteri dan kontrol diulang 3 kali. Reaksi positif terlihat jika pada bagian daun
yang diinfiltrasi suspensi bakteri terjadi nekrosis dalam 24–48 jam (Wick 2010).
Isolat bakteri yang menunjukkan respons hipersensitif digunakan untuk pengujian
patogenisitas.
Biakan murni bakteri yang bereaksi disimpan pada agar miring NA, dalam
tabung mikro yang berisi air steril steril lalu disimpan pada suhu 4 °C, serta dalam
tabung mikro yang berisi NB + gilserin 40% (disimpan pada -20 °C) yang
digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Pengujian patogenisitas cendawan
Pengujian patogenisitas cendawan dilakukan terhadap setiap isolat
cendawan dengan karakter pertumbuhan berbeda yang diisolasi dari setiap contoh
benih yang diuji menggunakan metode blotter test. Benih disterilisasi permukaan
dengan NaOCl 1% selama 3 menit, dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali lalu
dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar. Benih tersebut ditanam pada
ADK yang berisi biakan murni cendawan berumur 7 hari sebanyak 40-60 benih
untuk setiap cendawan (20 benih/cawan) dan untuk kontrol benih ditanam pada
ADK tanpa biakan cendawan. Selanjutnya benih diinkubasi selama 14 hari pada
suhu ruang dengan meletakkan cawan tanpa tutup di dalam plastik steril untuk
mempertahankan kelembapan.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang tidak
berkecambah, kecambah nekrosis maupun kecambah mati untuk menentukan

10
persentase infeksi sebagai dasar penetuan patogenisitas dari cendawan tersebut.
Rumus perhitungan persentase infeksi sebagai berikut:

Persentase infeksi =

∑ benih tidak berkecambah, kecambah
nekrosis atau mati
∑ benih yang diinkubasi

x 100%

Identifikasi cendawan
Cendawan diidentifikasi berdasarkan karakter koloni dan morfologi dengan
bantuan mikroskop stereo dan kompon dan membandingkan karakter tersebut
dengan menggunakan buku kunci identifikasi yaitu Compendium of Soil Fungi
(Domsch et al. 1980), Dematiaceous Hyphomycetes (Ellis 1971), Pictorial Atlas
of Soil and Seed Fungi. Second Edition (Watanabe 2002), The Coelomycetes:
Fungi Imperpecti with Pycnidia, Acervuli, and Stromata (Sutton 1980), Phoma
Identification Manual: Differentiation of Specific and Infra-specific Taxa in
Culture (Boerma et al. 2004).
Untuk Pengamatan karakter koloni isolat cendawan dibiakkan pada media
ADK, AEM, ACDEK, ACDEK20%, dan ACD berdasarkan genus cendawan
yang diperoleh, diinkubasi selama 6-7 hari, selanjutnya dilakukan pengamatan
terhadap warna, bentuk dan ukuran koloni. Untuk pengamatan morfologi
cendawan terlebih dahulu ditanam pada blok agar ADK atau AEM menggunakan
modifikasi metode Riddle (1950) lalu diinkubasi selama 4 hari. Pengamatan
dilakukan terhadap bentuk maupun ukuran bagian-bagian cendawan yang menjadi
ciri dalam identifikasi cendawan tersebut.
Pengujian patogenisitas pada bakteri
Penghitungan kerapatan bakteri. Sebanyak 3 lup koloni bakteri yang berumur
24 jam ditambahkan ke dalam 10 mL air steril diguncang menggunakan tangan
sebanyak 24 kali lalu diencerkan dengan faktor pengenceran 10 -5 dan 10-6.
Sebanyak 0.1 mL suspensi bakteri dari setiap faktor pengenceran tersebut disebar
pada cawan yang berisi NA. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung pada 24-48 jam
setelah inkubasi sebagai nilai kerapatan bakteri dalam satuan CFU mL-1
Inokulasi dan pengamatan gejala. Benih disterilisasi permukaan dengan NaOCl
1% selama 3 menit, dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali, lalu
dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar. Sebanyak 50 benih (25
benih/cawan) tersebut ditanam pada 5 lembar kertas hisap steril lalu diinkubasikan
selama 6 hari. Inokulasi dilakukan terhadap kecambah yang sehat dengan
menusuk daun kecambah menggunakan jarum syringae steril yang telah diolesi
koloni bakteri berumur 48 jam (metode stubbing) dan membasahi bagian tepi
daun kecambah yang telah digunting (metode clipping) dengan suspensi bakteri
dengan kerapatan 107-108 CFU mL-1 menggunakan cotton bud steril. Untuk
kontrol daun luka inokulasi hanya dilembapkan dengan air steril steril.
Selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu ruang dengan meletakkan cawan
tanpa tutup di dalam plastik steril untuk mempertahankan kelembapan (modifikasi
metode Gracelin et al. 2012; Bila et al. 2013).

11
Inokulasi pada tanaman berumur 20 hari setelah semai dengan
menggunakan metode clipping. Inokulasi dilakukan dengan memotong bagian
pinggir daun (5 tanaman/isolat) menggunakan gunting yang telah dicelup dengan
suspensi bakteri, untuk kontrol menggunakan air steril.
Inokulasi juga dilakukan pada produk Brassicaceae yang diperoleh dari
supermarket yaitu kubis bunga, caisim, sawi manis dan pakchoy dengan metode
stubbing. Produk tersebut dibagi menjadi 3 bagian, disterilisasi permukaan dengan
alkohol 70% selama 5 detik, NaOCL 1% selama 5 detik, dibilas dengan air steril 3
kali, lalu dikeringanginkan di atas tisu steril dalam laminar. Produk Brassicaceae
dilukai menggunakan tusuk gigi steril pada bagian batang, tangkai daun, dan
bunga (untuk kubis bunga), lalu 100 µL suspensi bakteri dimasukkan ke dalam
luka inokulasi tersebut, untuk kontrol menggunakan air steril.
Pengamatan dimulai 2 hari setelah inokulasi dengan menghitung jumlah
kecambah/tanaman/produk tanaman yang bergejala nekrosis pada bagian yang
diinokulasi untuk menentukan patogenisitas isolat bakteri tersebut, dengan rumus
sebagai berikut:
Persentase terinfeksi =

∑ kecambah/tanaman/produk bergejala
∑ kecambah/tanaman/produk yang diamati

x 100%

Reisolasi. Reisolasi hanya dilakukan terhadap kecambah hasil uji patogenisitas.
Sebanyak 4-5 daun kecambah yang bergejala pada uji patogenisitas baik metode
stubbing dan clipping dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi air steril
lalu diinkubasikan selama 4 jam pada suhu ruang agar oose bakteri keluar
berdifusi ke dalam air steril tersebut. Tabung mikro diguncang menggunakan
tangan sebanyak 24 kali lalu dengan menggunakan jarum ose, suspensi bakteri
tersebut digoreskan pada media NA dengan sistem kuadran. Koloni bakteri yang
tumbuh dimurnikan dengan menggoreskannya pada media NA yang baru. Bakteri
hasil reisolasi dipelihara dan disimpan dengan cara yang telah diuraikan
sebelumnya.
Identifikasi Bakteri
Identifikasi bakteri dilakukan secara fenotipik maupun genotipik terhadap
isolat bakteri yang digunakan untuk menginokulasi dan isolat bakteri yang
diperoleh dari hasil reisolasi. Adapun tahapan identifikasi sebagai berikut:
Pengujian Gram dengan KOH 3% dan pewarnaan. Satu tetes KOH 3%
dicampur dan diaduk dengan satu lup isolat bakteri. Isolat bakteri termasuk dalam
kelompok Gram negatif jika campuran tersebut membentuk lendir. Hasil
pengujian tersebut dikonfirmasi dengan pewarnaan Gram. Jika hasil pewarnaan
bakteri berwarna ungu sampai hitam kebiruan maka bakteri tersebut termasuk
kelompok bakteri Gram positif sedangkan bakteri yang berwarna merah termasuk
kelompok bakteri Gram negatif (Schaad et al. 2001).
Pengujian pembentukan endospora. Lapisan tipis bakteri dibuat dengan
mencampur koloni bakteri dengan satu tetes air steril pada gelas objek lalu
dikering anginkan. Preparat digenangi dengan larutan malakit hijau (5%

12
berat/volume) selama 10 menit dan dibilas dengan air mengalir lalu dikeringkan.
Preparat digenangi dengan pewarna safranin 0.5% (b/v) selama 15 detik dan
dicuci dengan air mengalir selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan tisu
steril. Preparat diamati dengan perbesaran 1000x. Sel bakteri berwarna merah dan
spora berwarna hijau (Schaad et al. 2001).
Pengujian pertumbuhan anaerobik. Setiap isolat bakteri yang membentuk
endospora diinokulasikan dengan menggunakan jarum ose ke dalam 2 tabung
reaksi yang berisi media Hugh and Leifson. Salah satu tabung untuk setiap isolat
ditutup dengan parafin cair setebal 5 mm lalu diinkubasikan selama 48 jam.
Perubahan warna media dari berwarna hijau atau biru menjadi kuning pada kedua
tabung reaksi menunjukkkan reaksi positif untuk pertumbuhan anaerobik/bersifat
fermentatif (Schaad et al. 2001).
Pengujian reaksi oksidase. Kit reaksi oksidase diteteskan pada k