Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Pepaya (Carica Papaya L)

IDENTIFIKASI CENDAWAN TERBAWA BENIH PEPAYA
(Carica papaya L).

ANIK WIATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Cendawan
Terbawa Benih Pepaya (Carica papaya L) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Anik Wiati
NIM A34110025

ABSTRAK
ANIK WIATI. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Pepaya (Carica papaya L).
Dibimbing oleh SURYO WIYONO.
Pepaya merupakan salah satu buah yang sangat digemari oleh masyarakat
Indonesia karena menduduki peringkat keenam setelah pisang, mangga, nanas,
jeruk, dan salak. Kebutuhan pepaya dalam negeri belum dapat terpenuhi baik dari
kualitas maupun kuantitasnya. Benih pepaya yang sehat penting untuk
pertumbuhan tanaman yang sehat. Beberapa penyakit tanaman disebabkan oleh
cendawan terbawa benih. Bagaimanapun, tidak ada informasi mengenai penyakit
terbawa benih pepaya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi cendawan terbawa benih pepaya. Metode yang dilakukan
meliputi penentuan asal benih contoh pepaya, uji blotter benih, penanaman benih
pepaya, uji blotter batang dan akar, serta identifikasi secara langsung dan secara
mikroskopis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa cendawan Aspergillus
sp., Rhizopus sp., Fusarium sp., dan Chaetomium sp. dapat terbawa benih pepaya.
Kata kunci: benih, Carica papaya L, patogen, uji blotter.


ABSTRACT
ANIK WIATI. Identification of Seed-borne Fungi of Papaya (Carica papaya L).
Supervised by SURYO WIYONO.
Papaya is a very popular fruit in Indonesia, because the production ranked
sixth after banana, mango, pineapple, orange, and zalacca. The demand of papaya
is very high and continuously increase. Healthy seed is important for growing
healthy plants. Some of plant diseases are caused by seed borne fungi. However,
there is no information on papaya seed borne. The purpose of this research was to
identify the fungi associated with papaya seed. The methods included papaya seed
sampling, seed blotter test, papaya seed planting, root blotter test, and the
identification of direct and microscopically. The results of this research showed
that the fungi Aspergillus sp., Rhizopus sp., Fusarium sp., and Chaetomium sp.,
are seed borne on papaya.
Key words: blotter test, Carica papaya L, pathogens, seeds.

IDENTIFIKASI CENDAWAN TERBAWA BENIH PEPAYA
(Carica papaya L).

ANIK WIATI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

55(8 '1#/3#8 ,4% ' 3%8 ,6,8 168 ,#"8 /78    
 8
*8

8
,$'8 #4#8


8

8
8

%345&5%8 .)"8

458
024+-8

-!!)8 5(53 8

   
 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Pepaya (Carica
Papaya L) sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pertanian

pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 hingga November 2015
bertempat di Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini, di antaranya:
1 Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan.
2 Kedua orang tua tercinta dan saudara atas kasih sayang, doa, semangat, dan
keteladanannya hingga saat ini.
3 Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) yang telah memberikan izin
untuk menggunakan laboratorium Hama dan Penyakit selama penelitian
4 Yeni Nurmaghfiroh yang bersedia membantu selama penelitian, dan Lutfi
Nurcahyo Fambudi yang memberikan dorongan dan semangat selama
penelitian.
5 Teman-teman seperjuangan di laboratorium PKHT, WISH, dan Mikologi.
6 Teman-teman Demfarm Optimasi Produksi Padi Varietas IPB 3S Karawang
yang membantu dan memberikan semangat selama penelitian.
7 Teman-teman dan sahabat seperjuangan Protector atas kebersamaan, cerita dan
semua pelajaran selama masa perkuliahan.

8 Keluarga Koran Kampus IPB, Keluarga Hammina, Keluarga Ikatan Mahasiswa
Ronggolawe Tuban, dan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama IPB yang
selalu menghibur dan menginspirasi.
9 Keluarga Besar Departemen Proteksi Tanaman, Dosen dan seluruh staf.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat dan
berbagai pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2016
Anik Wiati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

BAHAN DAN METODE


5

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

5

Alat dan Bahan

5

Metode Penelitian

5

Asal Benih Contoh

5

Blotter test benih


5

Identifikasi cendawan terbawa benih

6

Penghitungan Tingkat Infeksi

6

Growing on test benih

6

Identifikasi

6

Inokulasi Buatan Benih Pepaya dengan Colletotrichum sp.


6

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Uji blotter pada benih pepaya

8

Growing on test di rumah kaca

12

Blotter test bibit pepaya


13

Growing on test benih yang diinokulasi Colletotrichum

14

Blotter test bibit pepaya dari benih yang diinokulasi Colletotrichum

15

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

DAFTAR TABEL
1 Tingkat infeksi cendawan terhadap benih pepaya
2 Hasil blotter test pada bibit pepaya

7
11

DAFTAR GAMBAR
1 Uji blotter benih pepaya dari empat asal benih yang berbeda
2 Koloni cendawan yang menginfeksi benih saat diuji blotter
3 Bentuk mikroskopik spora cendawan
4 Hasil growing on test benih pepaya
5 Bibit pepaya yang mengalami damping-off
6 Koloni cendawan yang menginfeksi bibit saat diuji blotter
7 Bentuk mikroskopis cendawan
8 Growing on Test pada benih yang diinokulasi Colletotrichum
9 Koloni cendawan Fusarium sp. pada batang pepaya
10 Bentuk mikroskopik Fusarium sp.

3
7
9
10
11
11
12
13
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara peringkat ketiga sebagai penghasil pepaya
terbesar di dunia setelah India dan Brazil (FAO 2012). Berdasarkan jumlah
produksinya, pada tahun 2013 pepaya meduduki peringkat keenam setelah pisang,
mangga, nanas, jeruk, dan salak yaitu sebesar 871 282 ton (BPS 2013). Pepaya
termasuk dalam jajaran buah populer di Indonesia, sehingga permintaan pasar
untuk buah pepaya segar sangat tinggi. Di pasar Jakarta saja dibutuhkan pasokan
pepaya mencapai 100 ton per hari, namun permintaan tersebut belum dapat
dipenuhi seluruhnya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Sobir 2009).
Belum terpenuhinya permintaan tersebut diantaranya disebabkan oleh serangan
hama dan penyakit.
Pepaya umumnya diperbanyak dengan cara generatif menggunakan biji. Biji
merupakan bentuk dorman tanaman yang sering digunakan sebagai benih. Selain
untuk bahan perbanyakan tanaman, benih juga merupakan sarana penting bagi
kelangsungan hidup patogen tanaman. Benih merupakan sarana eksklusif untuk
bertahan hidup. Transmisi patogen palung benih dianggap lebih penting daripada
kelangsungan hidupnya. Patogen bertahan hidup lebih lama pada biji daripada
bagian vegetatif tanaman atau dalam tanah, karena patogen berada dalam kontak
langsung dengan benih, kemungkinan infeksi bibit dapat lebih ditingkatkan.
Infeksi patogen benih dapat menjadi sumber inokulum yang dapat menyebar pada
kondisi yang menguntungkan dan menyebabkan epidemi penyakit (Agarwal dan
Sinclair 1996).
Penyakit benih adalah hasil interaksi antara waktu, tanaman inang yang
rentan, patogen, lingkungan, dan agen transmisi, sehingga dapat menimbulkan
tanda-tanda atau gejala dari efek tersebut. Banyak patogen benih yang menjadi
aktif ketika benih ditabur, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan benih. Lebih
lanjut, infeksi patogen dapat mengurangi kemampuan benih untuk berkecambah.
Hilangnya kemampuan berkecambah suatu benih dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain yaitu kespesifikan kultivar tanaman yang meliputi jenis, jumlah dan
lokasi inokulum, kondisi lingkungan, dan sebagainya (Agarwal dan Sinclair 1996).
Penyebab utama kerusakan pada benih adalah jamur, bakteri, dan virus.
Benih dapat diserang patogen sebelum biji (benih) berkecambah (pre emergence
damping off), sedangkan apabila menyerang setelah muncul kecambah
disebut post emergence damping off. Bentuk kerusakan karena serangan patogen
sangat bervariasi, bergantung pada jenis patogen, benih, dan faktor lingkungan
(Chailani dan Djauhari 2012). Patogen pada benih umumnya dari kelompok
cendawan, yaitu dari spesies Fusarium sp, Pythium sp., dan Phomopsis sp..
Hingga kini, belum dilakukan penelitian tentang penyakit benih pada pepaya,
sehingga identifikasi penyakit benih pada pepaya menjadi penting untuk
menentukan langkah pencegahan maupun pengendalian yang tepat.
Selain benihnya dapat membawa penyakit, pepaya juga mudah terserang
penyakit pascapanen yang disebabkan oleh cendawan seperti Phoma caricaepapayae, Rhizopus stolonifer, Alternaria alternata, Lasiodiplodia theobromae,
Fusarium sp.. Salah satu cendawan pascapanen yang sering ditemukan menyerang
buah pepaya adalah Colletotrichum gloeosporioides. Cendawan ini adalah

2
penyebab penyakit antraknosa, yang merupakan penyakit pascapanen pepaya yang
paling umum. Antraknosa dapat menyebabkan kehilangan dari 1 hingga 93%
(Paul et al. 1997).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi cendawan yang terbawa
benih pepaya baik yang bersifat patogenik maupun non patogenik dan meneliti
kemungkinan Colletotrichum sp. terbawa benih pepaya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cendawan
terbawa benih pepaya. Informasi ini dapat menjadi dasar rekomendasi dalam
perlakuan benih dalam upaya menekan risiko penularan penyakit dan sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan pengendalian secara tepat, serta pengayaan
ilmu fitopatologi.

3

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Pusat Kajian
Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2015 hingga
November 2015.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih pepaya Calina dari empat asal benih
yang berbeda, bahan pembuatan media yang digunakan untuk menumbuhkan
cendawan, kertas saring, air steril dan isolat Colletotrichum sp. dari Klinik
Tanaman IPB. Alat yang digunakan adalah cawan petri, baki, mikroskop, dan
buku identifikasi Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi (Watanabe 2002) dan
Illustrated Genera of Imperfect Fungi (Barnett 1998).
Metode Penelitian
Asal Benih Contoh
Contoh benih pepaya yang digunakan diambil dari varietas Calina produksi
PKHT, California produksi Monagro, California produksi Sinar Laksmi dan benih
pepaya lokal yang diperoleh dari petani pepaya di Kecamatan Senori, Kabupaten
Tuban, Jawa Timur.
Blotter Test Benih
Blotter test dilakukan dengan meletakkan 400 butir benih pepaya dari
empat jenis benih yang telah disampling ke dalam 20 cawan petri yang telah
dialasi kertas blotter steril yang sebelumnya telah dilembabkan dengan air steril.
Masing-masing cawan diisi benih pepaya sebanyak 20 butir. Benih pepaya
kemudian diinkubasi pada suhu ruangan selama 8 hari.

Gambar 1 Uji blotter benih pepaya dari empat asal benih yang berbeda
Parameter yang diamati adalah tingkat infeksi cendawan yang muncul di
permukaan benih dan dihitung dengan rumus persen infeksi.

4
Identifikasi Cendawan Terbawa Benih
Identifikasi cendawan terbawa benih dilakukan dengan menggunakan
mikroskop binokuler. Pengamatannya meliputi bentuk dan ukuran spora serta hifa.
Identifikasi genus cendawan menggunakan buku kunci identifikasi Pictorial Atlas
of Soil and Seed Fungi (Watanabe 2002) dan Illustrated Genera of Imperfect
Fungi (Barnett 1998).
Penghitungan Tingkat Infeksi
Tingkat infeksi (TI) dihitung dengan rumus:
TI % =

∑ benih terinfeksi
×100%
∑ benih yang diuji

Growing on Test Benih
Pengujian ini dilakukan dengan cara menanam sebanyak 100 butir benih
pepaya dari empat produksi yang berbeda pada media pasir steril di dalam tray.
Pasir yang digunakan telah disterilkan dan digunakan hanya untuk satu kali
penanaman.
Identifikasi Cendawan Pasca berkecambah
Pengamatan Gejala Secara Visual. Pengamatan gejala dilakukan langsung
pada daun dan batang tanaman yang terserang penyakit tiga minggu setelah benih
disemai.
Blotter Test Bibit. Uji blotter dilakukan dengan cara kertas blotter
diletakkan ke dalam cawan petri. Kertas terlebih dahulu dilembabkan dengan air
steril, setelah itu potongan sedotan dan kaca objek yang telah disterilkan
dimasukkan ke dalam cawan. Bibit pepaya direndam terlebih dahulu ke dalam
NaOCl dengan konsentrasi 1% selama dua menit dan dibilas dengan akuades
mengalir sebanyak tiga kali, kemudian bibit pepaya dimasukkan ke dalam petri,
lalu cawan petri ditutup dan diinkubasi sampai cendawan tumbuh.
Identifikasi Cendawan. Cendawan yang telah ditumbuhkan pada media
PDA kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler dan
diidentifikasi dengan kunci identifikasi Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi
(Watanabe 2002) dan Illustrated Genera of mperfect Fungi (Barnett 1998).
Inokulasi Buatan Benih Pepaya dengan Colletotrichum sp.
Persiapan Cendawan. Isolat cendawan Colletotrichum sp. didapatkan dari
koleksi Klinik Tanaman IPB. Cendawan diperbanyak pada media PDA, dan
ditunggu hingga jumlah konidia memenuhi cawan. Selanjutnya, spora dipanen
dan dihitung kerapatannya dengan menggunakan hemasitometer.
Teknik Inokulasi. Uji ini dilakukan dengan cara benih pepaya sebanyak 25
butir dimasukkan ke dalam botol berisi 10 ml air steril yang mengandung konidia
cendawan Colletotrichum sp. dengan kerapatan spora sebesar 105/ml.
Growing on Test Benih. Benih yang telah diinokulasi cendawan
Colletotrichum sp. kemudian ditanam pada tanah steril dan ditunggu sampai
dengan umur 21 hari.

5
Blotter Test Bibit. Bibit pepaya yang berumur 21 hari kemudian diuji
blotter dengan cara yang sama dengan uji blotter bibit tanpa inokulasi
Colletotrichum sp..
Analisis Data
Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 yang kemudian
dideskripsikan secara kualitatif.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan benih bermutu mutlak adanya, yaitu bermutu fisik, fisiologi,
serta genetika yang tinggi. Hal yang tak kalah penting adalah faktor kesehatan dari
benih tersebut, sehingga benih dikatakan bermutu apabila mempunyai mutu fisik,
fisiologi, serta genetika yang tinggi dan benih tersebut sehat, bebas dari hama dan
penyakit. Identifikasi cendawan pada benih penting dilakukan, karena akan
berkaitan dengan strategi pengelolaannya dalam rangka pengendalian penyakit
benih. Selain itu dengan diketahuinya penyakit yang menyerang, maka dapat
diduga sejauh mana pengaruh yang ditimbulkannya pada tingkat bibit hingga
tanaman di lapangan serta untuk jangka waktu panjang adalah produktivitas dan
tegaknya (Yulianti 2004).
Pengujian benih untuk patogen terbawa benih merupakan pekerjaan yang
sulit. Tidak seperti jaringan tanaman vegetatif yang terinfeksi, karena benih yang
terinfeksi dapat tidak memperlihatkan gejala, sehingga membuat deteksi visual
tidak bisa dilakukan (Walcot 2003). Menurut Cram dan Fraedrich (2009), patogen
terbawa benih didefinisikan sebagai setiap agen infeksi yang dibawa pada benih
secara internal maupun eksternal, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
penyakit baik biji atau tanaman.
Tidak semua cendawan yang terbawa benih bersifat patogenik. Cendawan
yang dapat dikategorikan sebagai patogen adalah cendawan yang dapat
menyebabkan kemunduran mutu benih atau sampai mematikan. Dampak yang
ditimbulkan oleh serangan patogen akan lebih besar apabila benih yang membawa
suatu patogen baru atau strain patogen baru ke suatu tempat, sehingga akan
menimbulkan ledakan suatu penyakit di tempat tersebut (Soekarno 2003).
Uji blotter pada benih pepaya
Hasil pengujian 400 butir benih pepaya dengan metode blotter test
didapatkan empat genus cendawan yang terbawa benih yaitu Aspergillus,
Rhizopus, Chaetomium, Fusarium, dan satu cendawan belum teridentifikasi
(unidentified). Benih yang terinfeksi cendawan pada pengujian blotter terlihat
tidak dapat berkecambah dan pada permukaan luar benih ditemukan koloni
cendawan berupa hifa dan spora cendawan.
Benih yang terinfeksi cendawan Aspergillus sp., pada permukaan luar
benihnya terdapat spora cendawan berwarna hijau keabu-abuan, dan jika dilihat di
bawah mikroskop terlihat seperti sapu (Gambar 3a). Benih yang terinfeksi
Rhizopus sp. pada permukaan luar benihnya terdapat spora hitam keabu-abuan
yang apabila dilihat di bawah mikroskop terlihat sporanya berbentuk bulat dan
bertangkai (Gambar 3b).
Benih yang terinfeksi Fusarium sp., pada permukaan benihnya terlihat
miselium berwarna putih yang menyelimuti benih membentuk jaring-jaring. Spora
Fusarium sp. hanya dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop compound.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 3d. Selanjutnya benih yang terinfeksi cendawan
Chaetomium sp., pada permukaan luar benihnya terlihat kumpulan peritesium
berwarna hitam keabu-abuan yang dilengkapi dengan rambut-rambut keriting di
sekelilingnya (Gambar 3c).

7
Benih yang terinfeksi unidentified fungus permukaan benihnya terdapat
miselium berwarna putih kecokelatan yang membentuk jaring-jaring halus. Jika
diamati di bawah mikroskop, dapat dilihat pada gambar 3e.
a

b

c

d

Gambar 2

Koloni cendawan yang menginfeksi benih saat diuji blotter a)
Fusarium b) Aspergillus c) Rhizopus, dan d) Chaetomium

Pada pengamatan tingkat infeksi, infeksi cendawan Aspergillus sp. dan
Rhizopus sp. tertinggi pada benih Monagro yaitu sebesar 85% dan 40%. Infeksi
tertinggi oleh cendawan Fusarium sp. pada benih IPB 9, yaitu sebesar 25%, dan
infeksi Chaetomium sp. tertinggi pada benih lokal, yaitu sebesar 20%, serta
infeksi unidentified fungus tertinggi pada benih lokal, yaitu sebesar 100%.
Tabel 1 Tingkat infeksi cendawan terhadap benih pepaya
Cendawan
Aspergillus sp.
Rhizopus sp.
Fusarium sp.
Chaetomium sp.
Unidentified
fungus

Calina
PKHT
5
25
-

Tingkat infeksi (%)
California
California
Sinar Laksmi
Mongaro
30
85
5
40
20
15
5
5
-

Lokal Petani
Tuban
20
20
100

Cendawan yang berhasil diidentifikasi merupakan cendawan yang umum
ditemukan di lapangan dan di penyimpanan atau penggudangan. Cendawan dari
genus Aspergillus dan Rhizopus merupakan cendawan yang umum dijumpai pada
benih. Keduanya banyak mengganggu di penyimpanan. Cendawan Aspergillus sp.
termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes. Ciri penting cendawan Aspergillus sp.
adalah bentuk sporanya yang menyerupai sapu. Menurut Watanabe (2002),
Aspergillus sp. mempunyai ciri morfologi berupa konidiofornya hialin, simpel
atau tidak bercabang, terkadang berdinding tebal, sedangkan cendawan Rhizopus
sp. mempunyai ciri morfologi berupa sporangiofornya tegak, tunggal atau
bercabang, berwarna kekuning-kuningan atau cokelat gelap, mempunyai rizoid

8
yang terhubung dengan sporangiofor, dan juga mengandung spora. Sporanya
berbentuk bulat, berwarna cokelat tua sampai hitam, berduri, bentuknya menjadi
sub globose setelah matang, dan mempunyai kolumella yang berwarna cokelat.
Menurut Christensen dan Kauffman (1969), fungi di tempat penyimpanan
(storage fungi), seperti Aspergillus sp. dan Rhizopus sp., merupakan contoh fungi
yang menyerang benih sejak benih tersebut dipanen, diangkut hingga disimpan di
tempat penyimpanan. Keberadaan Aspergillus dan Rhizopus pada benih dapat
melalui kontaminasi atau infestasi. Kontaminasi atau infestasi mengacu pada
hubungan pasif antara benih dan cendawan. Menurut Nome (2002), patogen itu
sendiri atau bagian dari patogen dapat menempel atau tercampur dengan benih
dalam setiap proses mendapatkan benih mulai dari panen, ekstraksi, seleksi, dan
pengepakan. Keberadaannya dapat memperlemah benih ketika ditanam yang
menyebabkan benih lebih rentan terhadap serangan beberapa patogen di dalam
tanah, sehingga kematian semai atau bibit tidak disebabkan oleh patogen tersebut
tetapi oleh hama dan penyakit yang lain (Purnawati 2015).
Menurut Soekarno (2003), patogen yang terdapat pada benih dapat terbawa
melalui tiga cara. Pertama, patogen terbawa secara internal dan berada di dalam
jaringan struktur perbanyakan tanaman seperti benih, dalam hal ini patogen biasa
berada di embrio endosperma atau kulit benih. Kedua, patogen menempel pada
permukaan benih. Ketiga, patogen secara terpisah terbawa benih, dalam hal ini
patogen bisa berada dalam sisa tanaman, butiran tanah atau dalam bentuk struktur
tertentu.
Cendawan Chaetomium sp. termasuk ke dalam kelas Ascomycetes.
Cendawan ini mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu terdapat peritesium yang
pada permukaan luarnya terdapat rambut-rambut keriting. Selain peritesium,
Chaetomium sp. juga memiliki askospora yang berbentuk elips (Watanabe 2002).
Menurut Harman et al. (1978) dan Vannacci dan Harman (1987) salah satu
spesies Chaetomium yaitu C. globosum dilaporkan menjadi agen biokontrol yang
potensial. Cendawan C. globosum efektif dalam meminimalkan kerusakan seperti
busuk benih dan rebah kecambah (damping off) yang disebabkan oleh Pythium
ultimum, Alternaria raphani, Alternaria brassicola dan Fusarium sp.. Selain itu,
hawar di pembibitan yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani telah berhasil
dikendalikan dengan perlakuan benih menggunakan Chaetomium sp. (Baker
1968). C. globosum juga memiliki efek antagonis terhadap blas yang disebabkan
oleh Pyricularia oryzae (Soytong dan Quimio 1989).
Selanjutnya adalah cendawan dari genus Fusarium. Cendawan Fusarium sp.
mempunyai ciri morfologi berupa konidiofor dan konidianya yang berwarna hialin.
Konidianya terdiri atas dua jenis, yaitu makrokonidia dan mikrokonidia.
Mikrokonidia terdiri atas satu sel ada yang berbentuk bulat, oval, hingga elips atau
melebar bagian atasnya, tunggal atau dalam rantai dan ada yang berkesat atau
tidak bersekat. Makrokonidia terdiri atas banyak sel, berbentuk bulan sabit dengan
kedua ujung yang runcing, mempunyai sekat lebih dari satu dan mampu
membentuk klamidospora (Barnett dan Hunter 1998). Makrokonidia Fusarium sp
dapat dilihat pada gambar 3d.
Beberapa spesies cendawan Fusarium dapat menyebabkan scab atau
berkeropeng pada barley, gandum, dan jagung. Benih atau biji yang terinfeksi
penyakit scab dapat menyebabkan keracunan bagi binatang dan manusia
(Christensen dan Kaufmann 1974). Adanya infeksi Fusarium pada benih dapat

9
menurunkan viabilitas benih. Menurut Alexopaulus dan Mims (1979), Fusarium
menghasilkan toksin yang mendorong terjadinya kelayuan dengan memengaruhi
permeabilitas dan metabolisme sel. Toksin yang dihasilkan tersebut adalah asam
fusarik (fusaric acid). Menurut Erawati (1989), toksin yang dihasilkan tersebut
dapat menyebabkan pertumbuhan kecambah menjadi abnormal atau mati.
a

b

d

Gambar 3

c

e

Bentuk mikroskopik spora cendawan: a) Aspergillus sp., b)
Rhizopus sp., c) Chaetomium sp., d) Pythium sp., d) Fusarium
sp., dan e) unidentified fungus pada perbesaran 400x.

Growing on Test (GOT) di Rumah Kaca
Hasil growing on test di rumah kaca menunjukkan bahwa benih pepaya
lokal tidak tumbuh. Pada bibit Monagro ditemukan bibit yang mengalami rebah
atau damping-off. Pada batang dan daun bibit pepaya baik dari Sinar Laksmi,
Monagro, dan PKHT tidak ditemukan gejala seperti nekrotik atau pecah batang,
sehingga dilanjutkan dengan uji blotter bibit.
Bibit pepaya tumbuhnya tidak serempak, sehingga tingginya berbeda-beda,
hal ini dimungkinkan karena mutu benih yang kurang bagus, sehingga benih sulit
berkecambah. Pada benih lokal benih tidak mampu berkecambah. Hal ini
dimungkinkan karena benih telah terinfeksi unidentified fungus. Pada uji blotter
benih, telah diketahui bahwa pada benih lokal, infeksi tertinggi oleh unidentified
fungus.

10

Gambar 5 Bibit pepaya yang mengalami damping-off
Blotter test pada bibit pepaya
Hasil uji blotter pada bibit pepaya, cendawan yang berhasil diidentifikasi
terdiri atas tiga genus, yaitu Fusarium, Aspergillus, dan Rhizopus.
Tabel 3 Hasil blotter test pada bibit pepaya
Asal benih
Cendawan
California
Fusarium sp.
Monagro
Aspergillus sp.
California
SinarLaksmi

Rhizopus sp.
Fusarium sp.

Calina PKHT

Rhizopus sp.

Cendawan-cendawan yang ditemukan pada uji blotter bibit tidak berbeda dengan
hasil blotter pada benih.Cendawan dari spesies Fusarium sp., Aspergillus sp., dan
Rhizopus sp. merupakan cendawan yang sering menginfeksi benih.
a

b

c

Gambar 6 Koloni cendawan yang menginfeksi bibit saat diuji blotter a) Fusarium
b) Aspergillus, dan c) Rhizopus

11
Cendawan terbawa benih dapat sangat memengaruhi kualitas benih dan
menyebabkan penyakit yang berdampak terhadap produksi bibit di pembibitan.
Kerugian untuk patogen terbawa benih termasuk mengurangi perkecambahan
benih, damping-off, dan kematian bibit yang lebih tua. Pengaruh patogen terbawa
benih pada benih dan produksi bibit diketahui dapat sampai ekstrim yaitu
kegagalan perkecambahan di persemaian atau kerugian yang terjadi dalam
kontainer (Cram dan Fraedrich 2009).
a

Gambar 7

b

c

Bentuk mikroskopik cendawan a) Fusarium, b) Rhizopus, dan c)
Aspergillus pada perbesaran 400x

Penggunaan metode blotter test untuk pengujian cendawan pada benih
pepaya disebabkan karena metode ini merupakan metode yang cukup sederhana,
murah, efektif, dan akurat untuk mendeteksi cendawan terbawa benih. Metode ini
juga telah diakui ISTA untuk pengujian beberapa cendawan terbawa benih seperti
seperti Alternaria padwickii dan Drechslera oryzae pada padi (ISTA 2011).
Penelitian Ora et al. (2003) juga membuktikan bahwa metode ini mampu mendeteksi
12 cendawan patogen terbawa benih padi secara akurat di Bangladesh, salah satunya
adalah Fusarium moniliforme dan cendawan ini merupakan salah satu cendawan
paling banyak ditemukan di berbagai varietas padi yang diuji. Metode ini juga
dilaporkan mampu mendeteksi 16 cendawan termasuk F. oxysporum pada benih
legum (Rathod et al. 2012).
Growing on Test pada Benih yang Diinokulasi Colletotrichum sp.
Bibit pepaya yang di growing on test beberapa ada yang mengalami
kegagalan berkecambah dan gangguan pertumbuhan. Gejala yang ditunjukkan
tersebut mirip dengan gejala infeksi Colletotrichum sp.. Gejala infeksi
Colletotrichum pada benih dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila
telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman
dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu
daun dan batang yang menimbulkan busuk kering berwarna cokelat kehitaman.
Deteksi visual cendawan Colletotrichum sp. pada bibit tidak mudah
dilakukan karena tidak ditemukan gejala khas pada bibit pepaya yang berumur
tiga minggu, sehingga untuk melihat infeksi Colletotrichum sp. pada benih pepaya,
dilakukan uji blotter bibit pepaya yang benihnya telah dinokulasi dengan konidia
cendawan Colletotrichum sp.. Berdasarkan laporan Wiyono (2009), pada tahun
2008 terjadi ledakan penyakit antraknosa pada pertanaman pepaya di kabupaten
Bogor, Sukabumi, dan Subang. Kerugian mencapai 100% karena buah gugur dan
pada serangan yang berat pada varietas rentan menimbulkan gejala mati pucuk
(die back).

12

a

b

Gambar 8 Growing on test pada benih yang diinokulasi Colletotrichum sp. a)
sebelum dicabut dan b) setelah dicabut
Berdasarkan penelitian Uchida (1996), bibit pepaya sehat yang diinokulasi
konidia Colletotrichum gloeosporioides dapat muncul gejala seperti nekrotik pada
batang, bercak pada kotiledon atau daun defoliasi, busuk leher, dan juga dampingoff pada bibit. Colletotrichum merupakan patogen yang bersifat laten. Infeksi
mikroorganisme terhadap komoditi seperti bebuahan dapat terjadi ketika tumbuh
di lapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang,
hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah
produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih
lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan
menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi seperti ini dinamakan infeksi laten.
Menurut Sinaga (1992), serangan patogen antraknosa pada fase pembungaan
menyebabkan persentase benih terinfeksi tinggi walaupun benih tampak sehat.
Cendawan C. capsici dapat menyerang inang pada segala fase pertumbuhan.
Blotter test bibit pepaya dari benih yang diinokulasi Colletotrichum sp.
Hasil uji blotter bibit menunjukkan bahwa semua bibit terinfeksi cendawan
dari spesies Fusarium sp.. Batang dan akar yang diinfeksi Fusarium sp. terlihat
koloni hifa yang berwarna putih. Pengamatan dibawah mikroskop, terlihat
makrokonidianya berbentuk seperti bulan sabit (gambar 10).

Gambar 9 Koloni cendawan Fusarium sp. pada batang pepaya

13
Hasil uji blotter bibit menunjukkan bahwa Colletotrichum sp. yang
diinokulasikan pada benih pepaya tidak terdeteksi pada batang atau akar bibit,
sehingga teknik inokulasi dengan merendam benih menggunakan konidia
Colletotrichum sp. tidak bisa membuktikan bahwa penyakit antraknosa pada
pepaya yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. dapat terbawa benih. Tidak
munculnya Colletotrichum sp., baik dengan metode growing on test maupun
blotter test belum diketahui kaitannya dengan keberadaan Fusarium sp.. Hal ini
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Tidak semua dari genus cendawan
Fusarium menjadi patogen. Cendawan Fusarium non patogenik diduga
berpengaruh terhadap perkembangan cendawan patogenik F. oxysporum yang
disebabkan adanya kompetisi ruang dan waktu selama proses perkembangan
cendawan (Bolwerk 2005).

Gambar 10 Bentuk mikroskopik Fusarium sp. pada perbesaran 400x

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Cendawan yang terbawa benih pepaya pada uji blotter benih meliputi
Fusarium sp., Rhizopus sp., Aspergillus sp., Pythium sp., dan Chaetomium sp.,
serta Unidentified fungus. Pada growing on test, cendawan yang berhasil
diidentifikasi meliputi genus Fusarium, Rhizopus, dan Aspergillus. Inokulasi
buatan benih dengan konidia Colletotrichum sp. tidak bisa menunjukkan bahwa
Colletotrichum terbawa benih pepaya.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui cendawan yang
terbawa benih sampai dengan tingkat spesies dan dilakukan uji patogenisitas.
Selain itu juga perlu dilakukan penambahan pengujian benih pepaya dari buah
yang telah terinfeksi Colletotrichum sp. serta benih dengan diinokulasi spora
Colletotrichum sp. lalu dilihat gejala dari kedua metode tersebut. Perlu dilakukan
pengujian lebih lanjut tentang cendawan Chaetomium sp. dan Fusarium sp.
apakah termasuk cendawan patogenik atau nonpatogenik.

15

DAFTAR PUSTAKA
Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Seed Pathology. 2nd ed. Boca
Raton (US): CRC Press.
Alexopaulus CJ, Mims CW, Blackwell M. 1979. Introductory Mycology. New
York (US): John Wiley and Sons, Inc.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi buah-buahan menurut provinsi.
[Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia; [diunduh
2014
Juni
3].
Tersedia
pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55¬ab=10.
Baker R. 1968. Mechanism of biological control of soil borne pathogens. Annu
Rev Phytopath. 6:263-294.
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth
edition. Minessota (US): APS Press.
Bolwerk A, Anastasia L.L, Ben JJL, Guido VB. 2005. Visualization of
interactions between a pathogenic and a beneficial Fusarium strain During
biocontrol of tomato foot and root rot. Molecular Plant-Microbe
Interactions. 18(7):710–721. doi: 10.1094/MPMI -18-0710.
Chailani SR, Djauhari S. 2012. Penyakit Benih. Malang (ID): UB Press.
Christensen CM, Kaufmann HH. 1969. Grain Storage. The Role of Fungi in
Quality Loss. Minneapolis (US): University of Minnesota Press.
Christensen CM, Kaufmann HH. 1974. Storage of cereal grains and their products.
American Association of Cereal Chemist. Minnessota (US): St Paul Inc.
Cram MM, Fraedrich SW. 2009. Seed disease and seedborne pathogens of north
America. Tree Planters’ Notes. 53(2):35-44.
Erawati. 1989. Vigor kekuatan tumbuh terhadap Fusarium sp. pada benih kedelai
(Glycine max. (L) Merrill). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. Top production papayas 2012.
[Internet]. [diunduh 2014 Juni 3]. Tersedia pada: http://www.
http://faostat.fao.org/site/339/default.asp.x.
Harman GE, Eckenrode CJ, Webb DR. 1978. Alteration of spermosphere
ecosystems affecting oviposition by the bean seed fly and attack by soil
borne fungi on germinating seeds. Ann Appl Biol. 90(1):1-6. doi:
10.1111/j.1744-7348.1978.tb02602.x.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2011. ISTA Rules. Basserdorf
(CH): International Seed Testing Association.
Nome FS, Barreto D, Docampo DM. 2002. Seed Borne Pathogens. Di dalam:
McDonald M, Contreras, editor. Proceedings International Seed Seminar of
Trade Production and Technology. [Internet]. [2002 Okt]. hlm 114-126.
[diunduh
16
November
2015].
Tersedia
pada:
http//www.seedconsortium.org/PUC/eLibraryExtension.html.
Ora N, Faruq AN, Islam MT, Akhtar N, Rahman MM. 2011. Detection and
identification of seed borne pathogens from some cultivated hybrid rice
varieties in Bangladesh. Middle-East. J of Scientific Research. 10(4):482-488.
Paul RE, Nishijima W, Cabaletto C. 1997. Postharvest handling and losses during
marketing of papaya (Carica papaya L). Postharvest Biol. 11:165-179.

16
Purnawati F. 2015. Identifikasi tingkat serangan dan potensi terbawa benih
Colletotrichum sp. pada tanaman mentimun (Cucumis sativus L). [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rathod LR, Jadhav MD, Mane SK, Deshmukh PS. 2012. Seed borne mycoflora of
legume seed. International Journal of Advanced Biotechnology and Research
13(1):530-532.
Sinaga MS, Supramana, Widodo, Wahyu BP. 1992. Kemungkinan pengendalian
hayati bagi Colletotrichum capsici (Syd) Bult.Et Bisby penyebab antraknosa
pada cabai. Laporan Akhir Penelitian Pendukung PHT dalam Rangka
Pelaksanaan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Buku VII.
Bogor (ID): IPB.
Sobir. 2009. Sukes Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Jakarta (ID):
PT Agro Media pustaka.
Soekarno BPW. 2003. Pengujian Kesehatan Benih: Mutu Benih dan Pengelolaan
Hutan Secara Berkelanjutan. Makalah pada Seed Sector Introduction,
Indonesia Forest Seed Project.
Soytong K, Quimio TH. 1989. Antagonism of Chaetomium globosum to rice blast
pathogen Pyricularia oryzae. Kasetsart. J Nat Sci. 23(1):198-203.
Uchida JY, Manshardt R. 1996. Papaya seedling blight and damping-off caused
Colletotrichum gloeosporioides in Hawaii. Plant Disease.Department of
Plant Pathology. 80:712. doi:10.1094/PD-80-0712A.
Vannacci G, Harman GF. 1987. Biocontrol of seed borne Alternaria raphani and
A. brassicicola. Can J Microbiol. 33:850-856.
Walcot RR. 2003. Detection of seedborne pathogens. Hortscience. 13(1):40-47
Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi: Morphologies of
Cultured Fungi and Key to Species. 2nd Edition. Boca Raton (US): CRC
Press.
Wiyono S, Widodo, Giyanto. 2009. Pengendalian Terpadu Penyakit Antraknosa
pada Pepaya di Lapangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yulianti B, Zanzibar M, Widodo. 2004. Identifikasi Cendawan pada Benih Acacia
mangium. Balai Litbang Teknologi Perbenihan.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tuban, Jawa Timur pada tanggal 4 September 1994
dari bapak Sudir dan ibu Djasmi. Penulis adalah puteri kelima dari lima
bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jatirogo Tuban dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur undangan dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Virologi Tumbuhan (2012/2013), dan Dasar Perlindungan Tanaman (2015/2016).
Penulis pernah aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Koran Kampus IPB dari tahun
2011 hingga 2015 dan menjadi Pimpinan Produksi tabloid Koran Kampus IPB
(2014/2015). Penulis juga pernah aktif di Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama
IPB dari tahun 2011 hingga 2015, Pimpinan Redaksi tabloid Nahdlatul Qolam
pada (2013/2014).
Penulis pernah mengikuti IPB Goes to Field pada tahun 2012 di Kabupaten
Klaten. Penulis pernah masuk dalam babak semi final pada lomba cerdas cermat
dalam rangka Plant Protection Day di Universitas Padjajaran (2014). Pada Bulan
Juli hingga Oktober 2015 penulis ikut terlibat dalam Demfarm Optimasi Produksi
Padi Varietas IPB 3S di Karawang. Penulis juga merupakan penerima beasiswa
Bidikmisi dari DIKTI.