Preferensi Pemilihan Inang oleh Parasit Argulus sp. serta Pengaruhnya terhadap Kondisi Fisiologis Ikan

PREFERENSI PEMILIHAN INANG OLEH PARASIT Argulus sp.
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
KONDISI FISIOLOGIS IKAN

ANITTA NURLAELA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Preferensi Pemilihan
Inang oleh Parasit Argulus sp. serta Pengaruhnya terhadap Kondisi Fisiologis
Ikan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Anitta Nurlaela
NIM C14079002

ABSTRAK
ANITTA NURLAELA. Preferensi Pemilihan Inang oleh Parasit Argulus sp. serta
Pengaruhnya terhadap Kondisi Fisiologis Ikan. Dibimbing oleh SUKENDA dan
YANI HADIROSEYANI.
Argulus sp. adalah parasit ikan yang bersifat non inang spesifik yaitu dapat
menyerang berbagai spesies ikan. Namun demikian, belum diketahui apakah
terdapat preferensi parasit ini terhadap spesies ikan yang disenanginya. Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan preferensi Argulus sp. dalam menginfeksi lima
spesies ikan dan pengaruhnya terhadap kondisi ikan yang diserang parasit
tersebut. Sejumlah 150 ekor Argulus sp. yang ditularkan pada 5 ekor ikan yang
masing-masing terdiri dari ikan mas, gurame, nila, patin dan lele menunjukkan
prevalensi 100% dengan intensitas parasit berturut-turut 55, 46, 20, 16, dan 13.
Ikan mas dan ikan nila yang terserang Argulus sp. pada intensitas parasit 10
menunjukkan penurunan bobot dalam 14 hari. Demikian juga dengan kadar

Hemoglobin dan Hematokrit pada kedua ikan tersebut mengalami penurunan,
sedangkan jumlah sel darah putih meningkat.

Kata kunci: Parasit, Inang, prevalensi dan intensitas

ABSTRACT
ANITTA NURLAELA. Preference of Host Selection by Argulus sp. and Its Effect
on Host Fish Phisiology. Supervised by SUKENDA and YANI
HADIROSEYANI.
Argulus sp. is one of non-specific fish parasite, which can infect various
species of fishes. Although, it still unknown whether there is any preference of
fish species it liked. This experiment purposed to determine the preference of
Argulus sp. in infecting five different species of fishes and its effect to the infected
fish phisiology. Five different species of fishes including the family of Common
carp, Giant gourami, Tilapia, Pangasius catfish and Walking catfish were
infected by 150 Argulus sp. The result shows 100% of prevelence with the
intensity of each parasite 55, 46, 20, 16, and 13. Common carp and Tilapia which
infected by the intensity number of 10 Argulus sp. showed the reducing of body
weight in 14 days. The number of Hematocrite and Hemoglobine of both fishes
also decreased, but the number of white blood cell was increased.

Keywords: Parasite, Host, prevelence and intensity

PREFERENSI PEMILIHAN INANG OLEH PARASIT Argulus sp.
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
KONDISI FISIOLOGIS IKAN

ANITTA NURLAELA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Preferensi Pemilihan Inang oleh Parasit Argulus sp. serta
Pengaruhnya terhadap Kondisi Fisiologis Ikan
: Anitta Nurlaela
: C14079002

Disetujui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc
Pembimbing I

Ir Yani Hadiroseyani, MM
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Preferensi Pemilihan Inang
oleh Parasit Argulus sp. serta Pengaruhnya terhadap Kondisi Fisiologis Ikan”.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Dan Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, MM selaku
dosen pembimbing skripsi atas bimbingan serta arahan selama penelitian
dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik
sekaligus dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan saran dan
masukan selama sidang serta semangat dan motivasi selama masa studi
berlangsung.
3. Ayahanda, ibunda dan adik-adikku yang tercinta yang telah memberikan
kasih sayang, dukungan, motivasi, harapan, doa, moril dan materi yang
sangat berharga.
4. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan, dorongan dan

semangat.
5. Kakanda Rahman yang telah memberikan dorongan dan motivasi selama
penelitian.
6. Seluruh staf Ditmawa dan Ibu Megawati Simanjuntak, SP, M.Si yang telah
memberi dukungan, motivasi dan bantuan materi yang sangat berharga.
7. Seluruh dosen dan segenap pegawai Departemen Budidaya Perairan
Khususnya Bapak Ranta atas bimbingan dan bantuanya selama penelitian.
8. Keluarga LKI (Ibu Rini, mbak Manda, mbak Adni, mbak Dewi, mbak
Rita, Kak Farik, Dendi, Lita, Titi, Jeni, Arip, Firko, Wiwi, Ikhsan,
Prasetyo, Doni, Soya, Iin) dan mbak Hida.
9. Seluruh teman-teman BDP, teman-teman kos ASAD, teman-teman kos
GRIA, atas bantuan, kerjasama, semangat dan dukungannya.
10. Keluarga besar PT. Suri Tani Pemuka Carita, Propinsi Banten yang telah
memberikan dorongan, semangat dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
namun berharap penelitian yang dituangkan dalam sebuah skripsi ini dapat
memberikan banyak manfaat.

Bogor, Agustus 2013
Anitta Nurlaela


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Prosedur Penelitian

2

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN

7

7
10
12

Kesimpulan

12

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15


RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Parameter Prevalensi (%) dan Intensitas Argulus sp. per spesies ikan uji
2 Distribusi Argulus sp. pada Organ Target
3 Pertumbuhan Ikan Kontrol dan Ikan Uji Selama Masa Pemeliharan

7
7
8

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah sel darah merah ikan mas dan ikan nila kontrol dengan yang
terinfeksi Argulus sp.
2 Kadar hemoglobin ikan mas dan ikan nila kontrol dengan yang
terinfeksi Argulus sp.
3 Kadar hematokrit ikan mas dan ikan nila kontrol dengan yang terinfeksi
Argulus sp.

4 Jumlah sel darah putih ikan mas yang tidak terfeksi dan yang terinfeksi
Argulus sp.
5 Luka pada sirip akibat infestasi Argulus sp.

8
9
9
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Respons Tingkah Laku Ikan Pasca Infeksi

15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua
setelah Brazil, dan memiliki 1300 jenis ikan air tawar dengan kepadatan 0,72
jenis/1000 km2 (The World Bank 1998). Usaha budidaya ikan air tawar semakin
banyak diminati masyarakat budidaya dan dilakukan oleh petani baik secara
tradisional maupun intensif. Pada budidaya baik tradisional maupun intensif
penyakit masih menjadi kendala bagi keberhasilan usaha budidaya tersebut.
Penyakit dapat dipicu oleh kondisi stress pada ikan, kualitas air yang buruk dan
pathogen yang virulen. Penyakit disebabkan adanya interaksi yang tidak serasi
antara pathogen (penyakit), inang (ikan) dan lingkungan sehingga menyebabkan
stres pada ikan dan mengakibatkan lemahnya pertahanan tubuh sehingga penyakit
mudah menginfeksi (Noga 2000). Benih ikan merupakan stadia yang sangat
rentan terhadap serangan penyakit karena sistem pertahanan tubuhnya belum
terbentuk sempurna (Primandaka 1992).
Seiring dengan meningkatnya usaha budidaya ikan konsumsi, semakin
besar kendala yang dihadapi para pembudidaya. Salah satu kendala dalam
budidaya ikan adalah berjangkitnya wabah penyakit terutama yang disebabkan
oleh parasit dan dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. Beberapa jenis parasit
yang sering menyerang ikan budidaya adalah Lernaea sp., Dactylogyrus sp.,
Gyrodactylus sp., Epistylis sp., Trichodina sp., Ichtyophthirius multifiliis, Argulus
sp., Chilodonella sp., dan Costia sp. sebagai ektoparasit (Muhammad 2003).
Ektoparasit adalah parasit yang menyerang tubuh ikan bagian luar (Bhagawati et
al. 1991).
Menurut Partasasmita (1978), penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit
Argulus sp. merupakan penyakit penyerang utama (primary infection) yang dapat
menyebabkan luka pada inang dengan diikuti tumbuhnya bakteri, virus dan jamur
pada luka, dapat mengakibatkan kematian pada inang. Mutaqin (2006)
menyatakan banyaknya temuan dan laporan bahwa parasit Argulus sp. telah
menyerang berbagai jenis ikan air tawar yang berbeda. Temuan tersebut
didapatkan dari kegiatan sampling acak pada beberapa lokasi budidaya yang
populasi ikannya bisa saja di dominasi spesies ikan tertentu. Hal ini
mengindikasikan bahwa parasit Argulus sp. memiliki spesifitas inang yang
rendah. Namun terdapatnya nilai intensitas parasit yang berbeda beda pada suatu
populasi ikan yang heterogen, juga mengindikasikan bahwa parasit Argulus sp.
juga memiliki selera atau kecenderungan dalam memilih inangnya. Oleh karena
itu diperlukan suatu studi tersendiri untuk melihat preferensi Argulus sp. terhadap
ikan-ikan konsumsi utama di Indonesia yang akan menggambarkan tingkat
kerentanan akan serangan Argulus sp. jika ikan-ikan tersebut dipelihara secara
bersama (polikultur) seperti yang diterapkan pada usaha budidaya perikanan
tradisional.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan preferensi atau kecenderungan
Argulus sp. dalam menginfeksi ikan mas, gurame, nila, patin dan lele dan
pengaruh serangan Argulus sp. terhadap kondisi fisiologi ikan. Parameter kaji
meliputi prevalensi dan intensitas pararasit, gambaran darah dan histopatologi
ikan uji.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Maret 2013,
bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian
Alat dan bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium 60x30x30
cm lengkap dengan sistem aerasi, toples volume 2 liter, water heater, baskom dan
seser ikan, timbangan, mikroskop stereo (Olympus SZ-6045TRPT) sentrifuse, alat
bedah, tabung eppendorf, gelas objek, cover glass, haemacytometer, pipet Sahli,
tabung Hb meter, syringe, tabung mikrohematokrit, sentrifuge, dan crytoseal.
Sedangkan bahan yang digunakan anti koagulan (Na sitrat 3.8 %), alkohol,
Hayem’s, Turk, methanol, giemsa, akuades, dan HCl 0.1 N. Untuk histopatologi
digunakan mikroskop cahaya (binokuler), dan fotomikograf, mikrometer, cawan
petri, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, staining jaringan, pipet berskala, pipet
tetes, botol reagen, corong gelas, gelas objek, cover glass, timbangan Mettler,
penangas air, hot plate, oven, mikrotome. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah alkohol, xylol, parafin, entellan, gelatin, dan giemsa.
Ikan yang digunakan adalah ikan bersisik yang terdiri dari ikan mas, ikan
nila, dan ikan gurame, sementara ikan yang tidak bersisik digunakan ikan lele dan
ikan patin. Ukuran ikan terdiri dari ikan dewasa (37-70 gram) sebanyak 10 ekor
untuk setiap spesies ikan.
Isolasi dan koleksi parasit Argulus sp
Parasit Argulus sp didapatkan dari petani pengumpul ikan di Sukabumi.
Parasit diambil dari ikan yang terinfeksi, dengan cara mengambil satu persatu dari
tubuh ikan yang terinfeksi. Parasit yang digunakan sebanyak ± 500 ekor kemudian
disimpan dalam plastik dan diberi inang dan dibawa ke Laboratorium Kesehatan
Ikan di Bogor untuk dipelihara dalam akuarium berukuran 60x30x30 cm.
Metode infeksi
Metode penginfeksi dalam penelitian dilakukan dua tahap. Tahap pertama
sebanyak 150 ekor Argulus sp. diinfeksikan pada populasi ikan yang terdiri dari

3
masing-masing satu ekor ikan mas, gurame, nila, patin dan lele selama dua jam
untuk memberi kesempatan kepada parasit menempel pada ikan. Parameter yang
diamati adalah prevalensi, intensitas rata-rata dan distribusi penempelan parasit.
Pada metode penginfeksi tahap kedua, sebanyak 10 ekor Argulus sp. diinfeksikan
pada ikan mas dan ikan nila masing-masing tiga ekor. Penginfeksi dilakukan
dalam stoples dan dibiarkan selama dua jam untuk memberi kesempatan kepada
parasit menempel pada ikan. Setelah terinfeksi oleh parasit Argulus sp., ikan
dipelihara dalam akuarium dengan jumlah tiga ekor ikan per akuarium. Parameter
yang diamati pada percobaan ini adalah tingkah laku ikan, pertumbuhan harian,
perubahan gambaran darah serta perubahan jaringan. Proses pemeliharaan
dilakukan selama empat belas hari dimana semua parameter kualitas air dijaga
dalam rentang optimum untuk pemeliharaan ikan. Selama pemeliharaan ikan
diberi pakan komersil yang diberikan tiga kali sehari secara ad satiation.
Prevalensi parasit Argulus sp
Prevalensi menggambarkan seberapa besar penyebaran parasit pada suatu
populasi inang. Prevalensi dihitung dengan rumus (Dogiel et al. 1970):
Prevalensi = Jumlah ikan yang terserang parasit Argulus sp. X 100%
Jumlah ikan yang diperiksa
Intensitas parasit Argulus sp
Intensitas parasit menggambarkan seberapa banyak parasit dapat
menginfeksi inangnya. Intensitas dihitung dengan rumus (Dogiel et al. 1970):
Intensitas = Jumlah parasit Argulus sp. yang menginfeksi (ditemukan)
rata-rata
Jumlah ikan yang terserang parasit Argulus sp.
Distribusi parasit pada organ target
Distribusi parasit pada organ target dilihat dari kecenderungan parasit
dalam memilih lokasi penempelan pada beberapa bagian organ inang. Organ
target yang diamati antara lain mulut, kepala, punggung, perut bawah, sirip dorsal,
sirip caudal, sirip ventral, sirip pektoral, sirip anal, operkulum, dagu dan dada.
Tingkah laku ikan
Pengaruh penempelan parasit terhadap tingkah laku ikan dianalisis dengan
melakukan uji respon refleks dan uji respon terhadap pakan. Uji respon refleks
meliputi uji refleks bertahan, refleks lari, refleks ekor, dan refleks mata. Respon
refleks dan respon pakan diamati hingga hari ke empat belas pascainfeksi, dan
data dianalisis secara deskriptif.
Pertumbuhan harian ikan
Pengaruh penempelan parasit Argulus sp. pada pertumbuhan inang
dianalisis dengan mengukur pertumbuhan harian ikan selama empat belas hari
pascainfeksi. Pertumbuhan harian ikan dihitung dengan rumus (Effendi 2000).

4
W = Wt – Wo
Dimana :
W = Pertumbuhan mutlak (gram)
Wt = Bobot biomassa pada akhir penelitian (gram)
Wo = Bobot biomassa pada awal penelitian (gram)
Pengamatan Gambaran Darah
Gambaran darah ikan diukur pada awal, tengah, dan akhir penelitian dari
masing-masing spesies ikan, meliputi Jumlah sel darah merah, Hemoglobin,
Hematokrit, dan Jumlah sel darah putih.
Jumlah Sel Darah Merah (SDM)
Penghitungan jumlah sel darah merah dilakukan dengan cara
mengencerkan dahulu darah dengan larutan Hayem dengan perbandingan 1:20
(Svobodova dan Vykusova 1991). Penghitungan sel dilakukan dibawah
mikroskop dengan menggunakan hemasitometer dengan jumlah lapang pandang
10 kotak kecil dan dihitung dengan rumus (Nabib dan Pasaribu 1989):
SDM = (A/N) x (I/V) x Fp
A
N
V
Fp

= jumlah sel darah merah
= jumlah sel darah merah yang terhitung
= volume haemositometer
= faktor pengenceran
Hemoglobin (Hb)
Pengukuran kadar hemoglobin darah dilakukan dengan metode sahli
(Wedemeyer dan Yasutake 1977 dalam Alifuddin 1999). Metode ini
mengkonversikan Hb darah dalam bentuk asan hematin oleh asam klorida. Darah
dihisap skala 20 mm3 dengan pipet Sahli. Ujung pipet yang digunakan dibersihkan
dari sisa-sisa darah dengan menggunakan tissu, darah kemudian dipindahkan ke
dalam tabung sahlinometer yang telah berisi HCl 0,1 N sampai batas tera 10.
Kedua bahan diaduk dan dibiarkan 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan
HCl dan membentuk asam hematin (berwarna kuning kecoklatan). Kemudian
ditambahkan akuades sehingga warna sampel sama dengan warna standar.
Pembacaan skala dilakukan dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan
dengan skala tabung Sahlinometer yang dilihat pada lajur g%, yang berarti
banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.
Hematokrit (Hc)
Darah dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit berlapis
heparin pada bagian dalam (sebagai antikoagulan) dengan sistem kapiler. Setelah
darah terhisap sebanyak 4/5 dari volome tabung maka bagian ujung tabung ditutup
dengan menggunakan bahan penutup (critosed). Tabung yang telah berisi darah
kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Pengukuran
dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap dengan seluruh
bagian darah yang ada dalam tabung mikrohematokrit dan dinyatakan dalam %
(Anderson dan Siwicki 1993).

5
Jumlah Sel Darah Putih (SDP)
Penghitungan jumlah sel darah putih dilakukan dengan cara mengencerkan
dahulu darah larutan Turk’s dengan perbandingan 1:20. Perhitungan jumlah sel
darah putih dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan hemositometer
pada lapang 5 kotak besar dan jumlahnya dihitung dengan rumus (Nabib dan
Pasaribu 1989):
SDP = (A/N) x (I/V) x Fp
A
N
V
Fp

= jumlah sel darah putih
= jumlah sel darah putih yang terhitung
= volume haemositometer
= faktor pengenceran

Histopatologi
Perubahan yang terjadi pada jaringan akibat penempelan parasit Argulus sp.
pada tubuh ikan dilakukan dengan mengamati perubahan histopatologi pada hari
ke empat belas pascainfeksi dari masing-masing organ target. Prosedur
histopatologi adalah sebagai berikut (Angka et al. 1990):
Pengambilan Jaringan
Sempel ikan dimatikan terlebih dahulu dengan cara menusuk bagian
oblongata dengan menggunakan alat bedah. Organ target yaitu sirip, otot dan sisik
diambil dengan alat bedah yang sesuai. Sirip ikan diambil dengan cara digunting
menggunakan gunting bedah. Selanjutnya, sirip dimasukkan ke dalam larutan
fiksatif. Otot ikan diambil dari bagian dorsal ikan. Otot disayat dengan
menggunakan pisau skalpel yang tajam agar jaringan otot tidak rusak. Ikan disayat
membentuk persegi panjang dengan ketebalan 5 mm agar bahan fiksatif dapat
meresap. Jaringan otot yang sudah dipotong dimasukkan kedalam larutan fiksatif.
Selanjutnya pengambilan sisik dilakukan dengan cara mengambil pada bagian
sisik yang terinfeksi kemudian dimasukkan kedalam larutan fiksatif (Angka et al.
1990).
Pembuatan Preparat Histopatologi
Pembuatan preparat histologi dilakukan dengan tiga tahap yaitu fiksasi
jaringan dan parafinisasi, pemotongan jaringan serta pewarnaan jaringan (Angka
et al. 1990).
Fiksasi jaringan dan parafinisasi (blocking)
Histopatologi dimulai dengan proses fiksasi, yaitu ikan yang akan dijadikan
preparat dibedah terlebih dahulu kemudian jaringan yang akan diamati direndam
dengan larutan fiksatif selama 24 hingga 48 jam. Larutan fiksatif yang digunakan
adalah BNF (Buffer Normal Formalin) atau bouins terdiri dari asam pikrat,
formalin, dam asam asetat glacial dengan perbandingan 15:15:1. Kemudian proses
berikutnya adalah dehidrasi, tahap ini berfungsi agar cairan yang ada di dalam
jaringan keluar. Cairan dikeluarkan dengan cara jaringan direndam ke dalam
bahan kimia dimulai dengan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pertamatama jaringan direndam dengan alkohol 70% selama 24 jam hingga 48 jam
kemudian dilanjutkan dengan alkohol konsentrasi 80%, 90%, 95% masing-masing
selama 2 jam dan alkohol 100% selama 12 jam sebanyak 2 kali ulangan. Proses
berikutnya adalah clearing, yaitu perendaman dengan alkohol xylol dengan
perbandingan 1:1 selama 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan xylol sebanyak

6
3 kali ulangan masing-masing selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar alkohol
keluar dari jaringan dan dapat digantikan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah
impregnasi yaitu, jaringan yang akan diamati direndam dalam paraffin dengan
titik cair 58-600C dalam oven yang dipanaskan pada suhu 65-700C, perbandingan
xylol dengan paraffin yaitu 1:1 selama 45 menit. Tahap ini bertujuan untuk
menggantikan xylol dengan paraffin. Kemudian proses selanjutnya adalah
embedding, yaitu jaringan yang akan diamati direndam dengan paraffin sebanyak
3 kali ulangan masing-masing selama 45 menit. Kemudian proses blocking yaitu
jaringan dicetak sehingga mudah untuk dipotong (Angka et al. 1990).
Pemotongan jaringan
Jaringan yang telah dicetak dipotong dengan menggunakan alat potong
mikrotom, ketebalan sayatan mencapai 6 mikrometer. Agar jaringan lunak setelah
dipotong, jaringan dimasukkan ke dalam air hangat sehingga dapat ditata pada
gelas objek. Jaringan yang telah basah tadi dikering anginkan sebelum dilakukan
tahap pewarnaan (Angka et al. 1990).
Pewarnaan jaringan
Setelah dilakukan proses pemotongan jaringan, selanjutnya proses
pewarnaan jaringan. Proses pewarnaan dimulai dengan tahap rehidrasi yaitu
mengeluarkan paraffin dari jaringan dengan cara jaringan direndam dengan xylol
sebanyak 2 kali masing-masing 3 hingga 5 menit, kemudian rehidrasi alkohol
mulai dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang rendah yaitu alkohol konsentrasi
100% sebanyak 2 kali masing-masing selama 3 menit, dilanjutkan dengan alkohol
95%, 90%, 80%, 70% dan 50% masing-masing selama 3 menit kemudian dibilas
dengan akuades sebanyak 2 kali. Tahap selanjutnya setelah rehidrasi adalah
pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin. Tahap dimulai dengan preparat
direndam hematoksilin selama 7 hingga 15 menit, kemudian dicuci dengan air
mengalir selama 7 menit, dilanjutkan dengan perendaman dengan eosin selama 3
menit. Preparat dapat langsung dipakai atau dicuci terlebih dahulu dengan
akuades. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi, dimulai dengan preparat direndam
alkohol dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, dimulai dengan konsentrasi
50% sebanyak 1 kali selama 2 menit, kemudian dilanjutkan dengan alkohol 70%,
85%, 90% dan 100% masing selama 2 menit. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan
proses mounting dan entellan, yaitu preparat ditutup dengan gelas penutup yang
telah ditetesi entellan, semacam minyak emersi. Kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 400C selama 24 jam, kemudian preparat siap untuk diamati
(Angka et al. 1990).
Pemeriksaan Preparat Histopatologi
Preparat histopatologi diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
mulai dari 40x sampai 1000x sesuai dengan kejelasan objek. Kemudian
didokumentasikan menggunakan kamera, hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan literatur yang ada (Angka et al. 1990).
Analisis Data
Data-data dari pengukuran parameter prevalensi, intensitas parasit, lokasi
penempelan, perubahan tingkah laku dan pertumbuhan harian akan disajikan
dalam bentuk tabel. Sedangkan data dari gambaran darah dan histopatologi
disajikan dalam bentuk grafik dan gambar. Seluruh data dianalisis secara
deskriptif.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Preferensi dan Distribusi Argulus sp.
Parameter Prevalensidan Intensitas
Berdasarkan penelitian didapatkan nilai prevalensi 100% dan intensitas
rata-rata 13 sampai 55, dengan penginfeksian parasit Argulus sp. sebanyak 150
ekor pada lima ekor ikan konsumsi yang berbeda. Dapat dilihat pada Tabel 1.
intensitas tertinggi pada ikan mas dilanjut ikan gurame, ikan nila, ikan patin dan
terendah pada ikan lele.
Table 1. Parameter Prevalensi (%) dan Intensitas Argulus sp. per spesies ikan uji
Nama
Ikan Inang

∑ Ikan Inang
(ekor)

Ikan Mas
Ikan Gurame
Ikan Nila
Ikan Patin
Ikan Lele

Prevalensi (%)
parasit per
spesies ikan
100
100
100
100
100

1
1
1
1
1

Intensitas
parasit per
spesies ikan
55
46
20
16
13

Distribusi Pada Organ Target
Berdasarkan Tabel 2. dibawah ini, dapat dilihat bahwa hasil penelitian
menunjukkan distribusi Argulus sp. pada organ target inang yang paling tinggi
atau yang paling dominan yaitu pada organ sirip yang terdiri dari sirip anal,
caudal, dan dorsal.
Tabel 2. Distribusi Argulus sp. pada Organ Target
Nama
Spesies
Mas
Gurame
Nila
Patin
Lele
Jumlah
Jumlah
Total

Kepala

Operkulum

3

3
4

Dada/
dagu
-/7

1
2
6

7

-/3
10

Pektoral

Perut

Ventral

Anal

Caudal

Dorsal

4
2
3
3
4
16

5
5

15

5
18

10
8
8

13
6
1

26

20

1
6
4
20

6
16

29

150

Perubahan Tingkah Laku Ikan
Tingkah laku ikan
Tingkah laku ikan yang teramati selama pemeliharaan dengan
penginfeksian parasit Argulus sp. meliputi respons gerakan tubuh tidak normal,
berenang pasif, berada didasar perairan, terdapat luka, nafsu makan menurun
(Lampiran 1).

8
Respon Fisiologis Ikan
Pertumbuhan inang
Ikan yang terinfeksi Argulus sp. sebanyak 10 ekor mengalami penurunan
bobot biomasa yang relatif tinggi selama pemeliharaan empat belas hari. Hal ini
berbeda dengan ikan kontrol yang justru mengalami kenaikan bobot biomassa
yang relatif tinggi (Tabel 3).
Tabel 3.Pertumbuhan Ikan Kontrol dan Ikan Uji Selama Masa Pemeliharaan
Sempel

Kontol
Ikan Mas
Ikan Nila
B0
B14
B0
B14
56
58
70
75
49
54
63
67
47
50
52
56
152
162
185
198
50.7
54
61.7
66

Jumlah Total
Rata-rata
Pertumbuhan
3,3
Mutlak (g)
Keterangan :
B0 = Bobot awal ikan mas dan ikan nila (g)
B14 = Bobot akhir ikan mas dan ikan nila (g)

4,3

Perlakuan
Ikan Mas
Ikan Nila
B0
B14
B0
B14
42
37
35
45
42
45
39
37,8
47
38
126
37,8
126
118
42
37,8
42
39,3
-4,2

-2,7

Sel Darah Merah
Pada Gambar 1. Dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata sel darah merah
ikan mas mengalami penaikan pada awal pemeliharaan dan penurunan pada akhir
pemeliharaan, sedangkan pada ikan nila mengalami penurunan jumlah sel darah
merah pada awal dan akhir pemeliharaan, namun pada tengah pemeliharaan
mengalami penaikan yang relatif sangat tinggi.

Gambar 1. Jumlah sel darah merah ikan mas dan ikan nila
kontrol dengan yang terinfeksi Argulus sp.
Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin ikan mas dan ikan nila yang terinfeksi Argulus sp. pada
setiap pengambilan sampel menunjukkan adanya perubahan yang nyata (Gambar
2).

9

Gambar 2. Kadar hemoglobin ikan mas dan ikan nila kontrol
dengan yang terinfeksi Argulus sp.
Hematokrit (Hc)
Pada Gambar 3. dibawah ini, dilihat bahwa ikan yang terinfeksi
menunjukkan adanya perubahan dibandingkan dengan yang kontrol.

Gambar 3. Kadar hematokrit ikan mas dan ikan nila kontrol
dengan yang terinfeksi Argulus sp.
Sel Darah Putih
Pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata sel darah putih ikan
nila mengalami peningkatan pada awal dan akhir pemeliharaan, namun pada ikan
mas mengalami penurunan pada awal pemeliharaan sedangkan pada tengah dan
akhir pemeliharaan mengalami peningkatan.

10

Gambar 4. Jumlah sel darah putih ikan mas yang tidak terinfeksi dan
yang terinfeksi Argulus sp.
Histopatologi
Perubahan histologi pada ikan yang terinfeksi Argulus sp. dapat dilihat
pada Gambar 5. Penginfeksian Argulus sp. selama pemeliharan dapat memberikan
pengaruh terhadap perubahan jaringan ikan. Berikut ini adalah gambar luka pada
sirip ikan yang terinfeksi Argulus sp. dengan ditandai panah.

Gambar 5. Luka pada sirip akibat infestasi Argulus sp.
Pembahasan
Argulus sp. merupakan salah satu jenis ektoparasit yang sering menyerang
dalam kegiatan budidaya baik air tawar maupun air laut. Argulus sp. menyerang
pada bagian sirip, kulit, insang dan seluruh bagian luar tubuh inang. Kabata
(1985) menjelaskan bahwa ikan yang terserang parasit Argulus sp. akan
menunjukkan gejala klinis seperti lesu, berdiam disudut kolam, nafsu makan
hilang, kulit kusam, sirip koyak kadang terkelupas, sisik lepas, dan luka berdarah
yang berkembang menjadi hiperplasia dan nekrosis. Infeksi Argulus sp. juga dapat
mendukung infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Menurut Prasetya dkk
(2004) serangan parasit lebih sering mematikan pada beberapa ikan muda yang
biasanya berukuran kecil karena belum berkembangnya sistem pertahanan tubuh.
Berdasarkan preferensi yang teramati menunjukkan bahwa parasit Argulus
sp. dapat menginfeksi ikan mas, gurame, nila, patin dan lele dengan prevalensi
100%. Hal ini sesuai dengan penelitian Mutaqin (2006) yang menyatakan bahwa
di propinsi Bali Argulus sp. menyerang permukaan tubuh ikan Gurame
(Osphronemus gouramy) di Kabupaten Tambanan; menyerang ikan Lele (Clarias

11
batrachus) di Kabupaten Kerambitan, ditemukan di Propinsi Nusa Tenggara Barat
yang menyerang ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Kabupaten Dumpu,
di Propinsi Kalimantan Timur menyerang ikan patin (Pangasius hypophthalmus);
ikan Mas (Cyprinus carpio L) di Kabupaten Kutai Kerta Negara. Walaupun
Argulus sp. bukanlah parasit yang bersifat inang spesifik, tetapi memiliki
kecenderungan dalam memilih inangnya. Parasit Argulus sp. memilih ikan
bersisik. Hal ini dikarenakan ikan bersisik seperti ikan Mas memiliki sisik yang
lunak dan memiliki gerak yang lambat sehingga parasit Argulus sp. sangat mudah
menempel pada tubuh ikan, begitupun pada ikan Gurame memiliki gerak yang
sama namun pada ikan ini memiliki sisik yang keras sehingga parasit Argulus sp.
mudah menempel pada tubuh ikan, sedangkan pada ikan Nila memiliki tingkah
laku yang agresif dan memiliki sisik yang keras sehingga parasit Argulus sp. sulit
menempel pada tubuh ikan.
Argulus sp. juga dapat menyerang ikan Patin dan ikan Lele. Hal ini
dikarenakan ikan Patin tidak memiliki mukus yang banyak sehingga parasit
Argulus sp. sangat mudah menempel pada tubuh ikan, sedangkan pada ikan Lele
memiliki tingkah laku yang sangat agresif (mudah menyerang parasit) dan
memiliki mukus yang banyak sehingga parasit Argulus sp. yang menempel hanya
pada bagian organ-organ tertentu saja seperti pada bagian kepala, dagu, punggung,
dan dada.
Penyerangan Argulus sp. terhadap ikan selama pemeliharaan empat belas
hari menyebar pada beberapa organ target seperti pada bagian sirip, kulit dan
seluruh bagian tubuh inang. Jumlah infestasi Argulus sp. terbanyak terdapat pada
bagian sirip yaitu sirip dorsal, caudal dan pektoral. Infestasi Argulus sp. tidak
permanen tetapi dapat lepas dari tubuh inang atau Argulus sp. mengalami
kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Olsen (1974) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan spesifik antara inang dengan parasit yang ditentukan oleh
keberhasilan parasit dalam menginfeksi, menempati, dan berkembang biak pada
habitat tertentu pada bagian tubuh inang.
Perubahan tingkah laku ikan yang teramati selama pemeliharaan meliputi
respons gerakan tubuh yang tidak normal seperti menggesek-gesekkan tubuh pada
kaca akuarium, berenang pasif, sering berada di dasar perairan, ikan mempunyai
reaksi yang lambat atau sama sekali tidak bereaksi ketika disentuh tangan, sisik
mudah rontok dan tidak teratur, sirip sering mengalami kerusakan dan terlihat
pendarahan pada bagian tertentu, terdapat luka baik permukaan tubuh maupun
sirip ikan, nafsu makan menurun serta beberapa ikan yang berada di permukaan
air. Perubahan tingkah laku ikan yang teramati sesuai dengan pendapat Hoole, D.
et al. (2001) bahwa ikan yang terinfeksi Argulus sp. sering menunjukkan kelainan
perilaku diantaranya tubuh lemah, iritasi dan kehilangan nafsu makan.
Berdasarkan hasil pemeliharaan selama empat belas hari, ikan yang
terinfeksi Argulus sp. mengalami penurunan bobot biomasa yang relative tinggi
dibandingkan bobot biomasa pada ikan kontrol. Hal ini dikarenakan infeksi
Argulus sp. menekan nafsu makan (anoreksia) pada ikan, sehingga dapat
menurunkan bobot biomasa. Sumiati (2010) menyatakan bahwa ikan yang
terinfeksi parasit Argulus sp. dapat menurunkan bobot, performance, serta
menurunkan ketahanan tubuh ikan dan akan dimanfaatkan sebagai port of entry
bagi penginfeksi sekunder oleh pathogen lain seperti jamur dan bakteri.

12
Ektoparasit Argulus sp. menyerang ikan dengan menghisap darah,
sehingga ikan mudah stress. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ikan
memberikan respons fisiologis berupa penurunan atau peningkatan beberapa
parameter darah yang diikuti dengan recovery. Hesser (1960) dalam Lagler et al.
(1977) menyatakan bahwa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan
patologi pada darah adalah hematokrit, hemoglobin, jumlah sel darah merah dan
putih. Penurunan parameter darah pada ikan dapat menyebabkan anemia pada
ikan. Anemia berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan, karena rendahnya
jumlah eritrosit mengakibatkan suplai makanan ke sel jaringan dan organ akan
berkurang sehingga proses metabolisme ikan akan terhambat. Menurut LoweJinde and Niimi dalam Al-Attar (2005) bahwa anemia terjadi karena kemungkinan
meningkatnya kerusakan eritrosit atau berkurangnya pelepasan eritrosit didalam
sirkulasi darah.
Perubahan histopatologi yang teramati pada ikan yang terinfeksi Argulus
sp. mengalami perubahan jaringan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yildiz and
Kumantas (2002), yang menyatakan bahwa luka yang ditimbulkan akibat infeksi
Argulus sp., akan timbul ulcer, dalam jangka waktu yang lama akan terjadi
pendarahan dan kerusakan jaringan pada bagian kulit, sisik, sirip dan otot yang
terserang Argulus sp. dan kemudian terjadi inflamasi. Argulus sp. Mengeluarkan
simultaneously releasing toxic anticoagulant substances yang berfungsi untuk
mencegah pambekuan darah ikan yang telah dihisapnya (Yildiz and Kumantas
2002).
Penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit merupakan penyerang utama
(primary infection) atau penyerang sekunder (secondary infection) akibat luka,
akan dilanjutkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri atau cendawan yang
tumbuh pada ikan luka dan terus meluas sehingga dapat mengakibatkan kematian.
Argulus sp. juga dapat berperan sebagai tuan rumah sementara (vector) bagi
bakteri atau virus yang sering menyebabkan penyakit pada ikan. Kismiyati (2009)
menyatakan bahwa luka bekas dari infestasi Argulus sp. akan banyak ditumbuhi
oleh bakteri gram negatif karena salah satu sifat dari bakteri gram negatif tersebut
adalah dapat mencerna hemoglobin dan gelatin yang terdapat pada luka akibat
infestasi ektoparasit Argulus sp. sehingga banyak bakteri yang muncul pada lokasi
di sekitar luka yang terdapat pada tubuh ikan tersebut. Bakteri gram negatif yang
muncul pada luka akibat infestasi ektoparasit Argulus sp. tersebut adalah
kebanyakan dari genus Aeromonas, Pseudomonas dan Flexibacter. Selain bakteri
gram negatif juga terdapat jamur seperti Saprolegnia sp. dan Achylya sp. yang
dapat menyebabkan kematian massal pada ikan (Handajani 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Argulus sp. dapat menyerang ikan mas, gurame, nila, patin dan lele dengan
memperlihatkan preferensi infestasi lebih banyak pada ikan bersisik dibandingkan
dengan ikan tidak bersisik. Ikan yang terserang Argulus sp. mengalami penurunan
pertumbuhan, tingkah laku dan gambaran darah.

13
Saran
Diperlukannya penelitian lanjut mengenai pengetahuan-pengetahuan
tentang parasit dan cara pengendalian, baik pencegahan maupun pengobatan,
mengingat dilapangan pengendalian Argulus sp. belum memberikan hasil yang
yang memuaskan. Penelitian tersebut dapat berupa pemilihan inang pada jenis
ikan lokal di awal stadia parasit.

DAFTAR PUSTAKA
Al- Attar. 2005. Changes in Haematological Parameters of the Fish, Oreochromis
niloticus Treated with Sublethal Concentration of Cadmium. Pakistan
Journal of Biological Sciences: 421-424.
Alifuddin M. 1999. Peran Imunostimulan (Lipopolisakarida, Saccharomyces
cerevisiae & Levamisol) pada Gambaran Respon Imunitas Ikan Jambal
Siam (Pangasius hypophthalamus Fowler). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana.
Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and Serology for fish health
programs. Disease in Asian Aquaculture 11:185-202
Angka SL, Mokoginta I dan Hamid H. 1990. Anatomi dan Histologi banding
beberapa ikan air tawar yang dibudidayakan di indonesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Institut Pertanian Bogor.
Bhagawati D, Petrus HT dan Siti R. 1991. Mengenal ektoparasit penyebab
penyakit pada kolam rakyat di Desa Beji Purwokerto.Skripsi. Fakultas
Biologi UNSOED, Purwokerto.
Dogiel VAG, Petrushevski GK &Polyanski I. 1970. Parasitology of Fishes. T.F.H.
Publisher, Hongkong. 384 p.
Effendi, H., 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Handajani A dan Samsundari S. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Muhammadiyah
University Press. Malang. 201 hal.
Hoole D, Bucke D, Burgess P and Wellby I. 2001. Diseases Of Carp and other
Cyprinid Fishes. Iowa State University Press, USA.
Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 256 hal.
Kabata Z. 1985. Parasites and diseases of fish cultured in the tropics. Parasit
Biological Station Nanaimo. British Columbia. Canada.
Kismiyati, Subekti S, Yusuf RWN dan Kusdarwati R. 2009. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Gram Negatif pada Luka Ikan Mas Koki (Carassius
auratus) Akibat Infeksi Ektoparasit Argulus sp.. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan Vol. 1, No:2.
Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichthyology. John
Willey and Sons.Inc.New York-London.Hlm 506.

14
Muhammad N. 2003. Parasitic infestation in different fresh water fishes of mini
dams of potohar region, Pakistan. Pakistan J. of Biol. Sci. 6(13):10921095.
Mutaqin Z. 2006. Pola Sebaran Hama dan Penyakit Ikan Yang Disebabkan Oleh
Parasit dan Bakteri Pada Beberapa Propinsi di Indonesia. Skripsi.Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit ikan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan tinggi. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 158 hal
Noga JE. 2000. Fish Diseases Diagnosis and Treatment. St. Louis: Mosby Year
Book.
Olsen O W. 1974. Animal Parasites.Their Life Cycles and Ecology. Univ. Park
Press, Baltimore, London. Tokyo.
Partasasmita S. 1978. Metode Diagnosa dan Epidemilogi Penyakit Ikan oleh
Crustacea dan Protozoa Parasiter di dalam Lokakarya Pemberantasan
Hama dan Penyakit Ikan. Bogor: Direktorat Jenderal Perikanan, Lembaga
Penelitian Perikanan Darat. 20 halaman.
Prasetya D, Rokhmani dan Subadrah. 2004. “Kekayaan Jenis Ektoparasit yang
Menyerang Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) Tahap Pendederan
I dan II Dengan Pemeliharaan Secara Tradisional”. Prosiding Seminar
Nasional IV, Penyakit Ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air
Tawar, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian
Dan Pengembangan Pertanian. Purwokerto.
Primandaka JT. 1992. Pengaruh Penyuntikan Isolat Virulen Aeromonas
hydrophila Secara Intramuskular Terhadap Gambaran Darah Lele Dumbo
(Clarias sp.) Ukuran Fingerling. Skripsi. Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. hlm 70.
Sumiati T dan Aryati Y. 2010. Penyakit Parasitik Pada Ikan Hias Air Tawar. Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Tawar.
The World Bank, 1998.Integrating Freshwater Biodiversity Conservation with
Development: Some Emerging Lessons.Natural Habitats and Ecosystems
Management Series.Paper No. 61, viii + 24 pp.
Yildiz K and Kumantas A. 2002. Argulus foliaceus infection a goldfish
(Carassius auratus). Israel. 57 (3): 118-120.

LAMPIRAN
Lampiran 1 ResponsTingkah Laku Ikan Pasca Infeksi

Tanggal
25/01/13

Nama
spesies
Ikan Mas

Ikan Nila

26/01/13

Ikan Mas

IkanNila

Pagi
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, berenang fasif,
selera makan menurun, dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, berenang fasif,
selera makan menurun, dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip, berenang
fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip, berenang
fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.

Respons Ikan
Siang
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, berenang fasif,
selera makan menurun, dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, berenang fasif,
selera makan menurun, dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip, berenang
fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip, berenang
fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.

Sore
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, berenang fasif,
selera makan menurun, dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, berenang fasif,
selera makan menurun, dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip, berenang
fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip, berenang
fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.
15

16

Lanjutan Respons Tingkah Laku Ikan Pasca Infeksi
Tanggal
27/01/13

Nama
spesies
IkanMas

IkanNila

28/01/13

IkanMas

Pagi
Menggosok-gosokan badan
pada dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Menggosok-gosokan badan
pada dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Menggosok-gosokan badan
pada dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.

Respons Ikan
Siang
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.

Sore
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.

Lanjutan Respons Tingkah Laku Ikan Pasca Infeksi
Tanggal

29/01/13

Nama
spesies
IkanNila

IkanMas

IkanNila

30/01/13

IkanMas

Respons Ikan
Pagi
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak
merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.

Siang
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak merah/luka
dibagian sirip, berenang fasif, selera
makan menurun, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di dasar
perairan.

Sore
Menggosok-gosokan badan pada
dinding akuarium, bercak merah/luka
dibagian sirip, berenang fasif, selera
makan menurun, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di dasar
perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan pada
sirip ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip ekor,
sisik rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan pada
sirip ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip ekor,
sisik rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan pada
sirip ekor, sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan menurun,
terjadinya pendarahan pada sirip ekor,
sisik rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.

17

Lanjutan ResponsTingkah Laku Ikan Pasca Infeksi

31/01/13

Nama
spesies
IkanNila

IkanMas

IkanNila

Pagi
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
mulai meningkat, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
mulai meningkat, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.

Respons Ikan
Siang
bercak merah/luka dibagian
sirip, berenang fasif, selera
makan menurun, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor,
sisik rontok dan ikan sering
berada di dasar perairan.
bercak merah/luka dibagian
sirip, berenang fasif, selera
makan mulai meningkat,
terjadinya pendarahan pada
sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
bercak merah/luka dibagian
sirip, berenang fasif, selera
makan mulai meningkat,
terjadinya pendarahan pada
sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.

18

Tanggal

Sore
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
menurun, terjadinya pendarahan pada
sirip ekor, sisik rontok dan ikan
sering berada di dasar perairan.
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan mulai
meningkat, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan ikan
sering berada di dasar perairan.

bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan mulai
meningkat, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan ikan
sering berada di dasar perairan.

Lanjutan Respons Tingkah Laku Ikan Pasca Infeksi
Tanggal
01/02/13

Nama
spesies
Ikan Mas
Ikan Nila

02/02/13

Ikan Mas
Ikan Nila

03/02/13

Ikan Mas

Pagi
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
mulai meningkat, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
mulai meningkat, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat

Respons Ikan
Siang
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan mulai
meningkat, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan mulai
meningkat, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat

Sore
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
bercak merah/luka dibagian
sirip, berenang fasif, selera
makan mulai meningkat,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
bercak merah/luka dibagian
sirip, berenang fasif, selera
makan mulai meningkat,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan
sering berada di dasar perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat

19

Lajutan Respons Tingkah Laku Ikan Pasca Infeksi

04/02/13

Nama
spesies
IkanNila

IkanMas
IkanNila

05/02/13

IkanMas
IkanNila

06/02/13

IkanMas
IkanNila

07/02/13

IkanMas
IkanNila

Pagi
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan
mulai meningkat, terjadinya
pendarahan pada sirip ekor, sisik
rontok dan ikan sering berada di
dasar perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningka
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat

Respons Ikan
Siang
bercak merah/luka dibagian sirip,
berenang fasif, selera makan mulai
meningkat, terjadinya pendarahan
pada sirip ekor, sisik rontok dan
ikan sering berada di dasar
perairan.
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat
Gerakan tubuh normal, nafsu
makan meningkat

20

Tanggal

Sore
bercak merah/luka dibagian
sirip, berenang fasif, selera
makan mulai meningkat,
terjadinya pendarahan pada sirip
ekor, sisik rontok dan ikan
sering berada di dasar perairan.