Adsorpsi surfaktan anionik pada berbagai pH menggunakan karbon aktif termodifikasi zink klorida

ADSORPSI SURFAKTAN ANIONIK
PADA BERBAGAI pH MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
TERMODIFIKASI ZINK KLORIDA

DYAH PRATAMA PUSPITASARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
DYAH PRATAMA PUSPITASARI. Adsorpsi Surfaktan Anionik pada Berbagai pH
Menggunakan Karbon Aktif Termodifikasi Zink Klorida. Dibimbing oleh TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif untuk mengadsorpsi
bahan pencemar dengan aktivasi kimia menggunakan ZnCl2 5%. Karakteristik yang dapat
mempengaruhi adsorpsi adalah kadar air, abu, zat mudah menguap, dan karbon terikat.
Bahan pencemar yang dijerap adalah detergen yang mengandung surfaktan anionik linear
alkyl benzena sulfonat (LAS). Jumlah LAS yang teradsorpsi dilakukan pada pH 3, 6, 7,

dan 12, Pengkondisian asam dan basa menggunakan HCl dan NaOH. Sebelum adsorpsi,
panjang gelombang maksimum, kurva standar, waktu optimum ditentukan. Isoterm
adsorpsi yang digunakan meliputi Freundlich dan Langmuir dengan pengolahan data
menggunakan Data Fit versi 8.1.69. Berdasarkan analisis, kadar air 5.04%, abu 4.90%,
zat mudah menguap 19.01%, dan karbon terikat 76.09%. Panjang gelombang maksimum
sebesar 222 nm. Waktu optimumnya adalah 35 menit. Nilai efisiensi dan kapasitas yang
dilakukan pada konsentrasi LAS 15 ppm menghasilkan efisiensi tertinggi pada pH 3
sebesar 87.15% dan terendah pada pH 12 sebesar 33.84%. Kapasitas tertinggi pada pH 3
sebesar 3.2761 mg/g dan terendah pada pH 12 sebesar 2.2588 mg/g. Nilai k, n yang
didapat pada isoterm Freundlich, dan nilai k1, k2 pada persamaan Langmuir menurun dari
pH rendah ke tinggi. Berdasarkan linearitasnya, adsorpsi dapat menggunakan kedua
persamaan tersebut tetapi isoterm yang lebih sesuai adalah Freundlich.

ABSTRACT
DYAH PRATAMA PUSPITASARI. Adsorption of Anionic Surfactant on Various
pH Using Zinc(II)Chloride Modified Active Carbon. Surpervised by TETTY KEMALA
and AHMAD SJAHRIZA.
Coconut shell could be utilized as active carbon to adsorb pollutans through chemical
activation using zink(II)chloride. Characteristics that may influence adsorption are water
content, ash content, volatile matter, and fixed carbon. Pollutant that was adsorbed was

detergent that contain anionic surfactant of linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Amount
of LAS adsorbed was carried out on pH of 3, 6, 7, and 12. Conditioning of acid and base
were accomplished using hydrochloride acid and sodium hydroxide, respectively. Before
adsorption, maximum wavelength, standard curve, and optimum time were determined.
Isotherm of adsorption that was occupied was Freundlich and Langmuir using Data Fit
8.1.69. Base on analysis, water content was 5.04%, ash content 4.90%, volatile matter
19.01%, and fixed carbon 76.09%. Maximum wavelength was 222 nm. Optimum time
was 35 minutes. The highest efficiency on pH 3 was 87.15% (concentration of 15 ppm)
and the lowest on pH 12 was 33.84% (concentration of 15 ppm). The highest capacity on
pH 3 was 3.2761 mg/g (concentration of 15 ppm) and the lowest on pH 12 was 2.2588
mg/g (concentration of 15 ppm). k value and n that were achieved via Freundlich
isotherm and k1 and k2 values on Langmuir equation decreased from low to high pH. Base
on its insignificantly different linearity, adsorption might be determined with those
equation. However, Freundlich isotherm was more suitable.

ADSORPSI SURFAKTAN ANIONIK
PADA BERBAGAI pH MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
TERMODIFIKASI ZINK KLORIDA

DYAH PRATAMA PUSPITASARI


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul

: Adsorpsi Surfaktan Anionik pada Berbagai pH Menggunakan Karbon Aktif
Termodifikasi Zink Klorida
Nama : Dyah Pratama Puspitasari
NIM : G44201038

Disetujui


Pembimbing I

Pembimbing II

Tetty Kemala, S.Si, M.Si
NIP 132 232 787

Drs. Ahmad Sjahriza
NIP 131 842 413

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S
NIP 131 473 999

Tanggal lulus:


PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas segala rahmat, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai April 2006 di Laboratorium Kimia, Fisik,
Analitik, Anorganik, dan Organik Institut Pertanian Bogor dengan judul Adsorpsi
Surfaktan Anionik Pada Berbagai pH Menggunakan Karbon Aktif Termodifikasi Zink
Klorida.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu
penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain keluarga (Bapak Subarkah, Mama Suryani,
kedua adik Anggit dan Imam) atas segala doa, cinta, semangat, pengorbanan, dan
dorongan di setiap langkah penulis, Ibu Tetty Kemala S.Si, M.Si, Bapak Drs. Ahmad
Sjahriza selaku pembimbing dan Kak Budi Arifin S.Si yang telah banyak memberi saran
dalam penyusunan karya ilmiah ini, beserta seluruh staf Laboratorium Kimia Fisik
Analitik Universitas Indonesia.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mas Herry dan semua laboran
setiap laboratorium (Pak Nano, Pak Mail, Ibu Ai, Om Eman, Pak Mul, Pak Syawal, Pak
Cha-cha, Pak Sabur, Ibu Yenny) yang telah membantu penelitian, teman satu penelitian
(Eka dan Amir), sahabat (Rahma, Atik, Dian, Daeng, Mas Duo, Dwi, Kadoet, Riki, Ian)
serta teman-teman kimia 38 atas segala persahabatan yang terjalin selama ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2006

Dyah Pratama Puspitasari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 1983 sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Subarkah dan Suryani Hartati.
Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMU diselesaikan di Jakarta. Pada
tahun 2001 penulis lulus dari SMU Yadika 5 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Program Studi Kimia, Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Bidang yang
diminati penulis ialah kimia anorganik.
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia
Anorganik 2 S1 Biokimia pada tahun ajaran 2004/2005 dan 2005/2006, Kimia
Lingkungan D3 Analisis Kimia pada tahun ajaran 2005/2006. Penulis juga aktif sebagai
pengajar di Yayasan Nurul Ilmi (2004–sekarang). Tahun 2004 penulis melaksanakan
praktik lapangan di Balai Besar Pengujian Obat dan Makanan (BBPOM) Jakarta.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Aktif .......................................................................................................... 1
Adsorpsi ................................................................................................................. 2
Isoterm Adsorpsi .................................................................................................... 2
Surfaktan ................................................................................................................ 3
Surfaktan Anionik .................................................................................................. 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat....................................................................................................... 4
Metode ................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat Karbon Aktif ........................................................................... 5
Panjang Gelombang Maksimum ............................................................................ 6
Pembuatan Kurva Standar...................................................................................... 7
Penentuan Waktu Optimum ................................................................................... 7

Efisiensi Adsorpsi .................................................................................................. 7
Isoterm Adsorpsi .................................................................................................... 8
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 9
LAMPIRAN..................................................................................................................... 11

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Sifat fisik dan kimia LAS .......................................................................................... 4

2

Analisis proksimat karbon aktif................................................................................. 6

3

Nilai konstanta k dan n menggunakan isoterm Freundlich........................................ 8


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Struktur grafit karbon aktif........................................................................................ 1

2

Karbon aktif tempurung kelapa ................................................................................. 2

3

Molekul surfaktan...................................................................................................... 3

4

Surfaktan anionik ...................................................................................................... 4

5


Hubungan antara konsentrasi dan absorbans............................................................. 7

6

Hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi ........................................................ 7

7

Hubungan antara konsentrasi dan efisiensi ............................................................... 8

8

Hubungan antara konsentrasi dan kapasitas adsorbsi pada pH 3
dengan isoterm Freundlich ........................................................................................ 8

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Bagan alir penelitian.................................................................................................. 13


2

Data kadar air ............................................................................................................ 13

3

Data kadar abu........................................................................................................... 13

4

Data kadar zat mudah menguap ................................................................................ 14

5

Data kadar karbon terikat .......................................................................................... 14

6

Penentuan panjang gelombang maksimum LAS pada konsentrasi 20 ppm .............. 14

7

Kurva adsorpsi pada penentuan panjang gelombang maksimum.............................. 15

8

Data absorbans pada konsentrasi dan pH berbeda untuk pembuatan
kurva standar ............................................................................................................. 15

9

Nilai kapasitas adsorpsi pada konsentrasi LAS 40 ppm dan pH yang berbeda
untuk penentuan waktu optimum .............................................................................. 16

10 Nilai efisiensi adsorpsi LAS pada konsentrasi dan pH berbeda ................................ 16
11 Nilai linearitas pada isoterm Langmuir dan Freundlich ............................................ 17
12 Nilai k1 dan k2 pada persamaan isoterm Langmuir.................................................... 17
13 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir pada pH 6................................... 17
14 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir pada pH 7 ................................... 18
15 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir pada pH 12 ................................. 19

PENDAHULUAN
Karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang
mengandung karbon dalam jumlah cukup
tinggi. Salah satu bahan baku karbon aktif
yang potensial adalah tempurung kelapa.
Pemanfaatannya sebagai bahan baku karbon
aktif selain karena harganya yang murah juga
karena dapat mengurangi limbah pertanian.
Penggunaan karbon aktif di Indonesia mulai
berkembang dengan pesat, yang dimulai dari
pemanfaatannya sebagai adsorben untuk
pemurnian pulp, air, minyak, gas, dan katalis.
Namun, mutu karbon aktif domestik masih
rendah (Harfi & Kusuma 1994), dengan
demikian perlu ada peningkatan mutu karbon
aktif tersebut.
Peningkatan mutu karbon aktif dapat
menggunakan bahan kimia seperti zink
klorida (ZnCl2) sebagai pengaktifnya. Hal ini
pernah dilakukan oleh Fernandez & Delgado
(1994) yang menyatakan bahwa karbon aktif
hasil pengaktifan kimiawi dengan ZnCl2
memiliki kapasitas adsorpsi lebih tinggi
terhadap I2 dibandingkan dengan hasil
pengaktifan uap, bahkan lebih tinggi dari
karbon aktif komersial. Selain itu, Rahman
dan Saad (2003) mengatakan bahwa
pengaktifan karbon aktif tanpa penambahan
bahan kimia akan menghasilkan karbon aktif
yang tidak maksimal dalam proses
adsorbsinya dibandingkan dengan pengaktifan
menggunakan bahan kimia seperti ZnCl2. Ini
terlihat pada jumlah adsorbat yang
teradsorpsi, pada karbon aktif teraktifkan
dengan ZnCl2 dapat mengadsorpsi sebesar
98%, sedangkan tanpa bahan kimia 50%.
Proses adsorpsi menggunakan karbon aktif
juga telah dilakukan oleh Sibelzor (2004),
tetapi tanpa pengaktifan menggunakan ZnCl2.
Sibelzor menggunakan karbon aktif untuk
mengadsorpsi surfaktan anionik pada pH yang
berbeda. Contoh surfaktan anionik yang
digunakan adalah dodesil benzena sulfonat
(DBS) dan jenis karbon aktif yang digunakan
tidak dipaparkan dengan jelas. Berdasarkan
penelitiannya,
karbon
aktif
dapat
mengadsorpsi DBS sebesar 99.60% pada pH
3 dan 75.42% pada pH 12.
Surfaktan anionik merupakan salah satu
bahan dasar pembuat detergen. Penggunaan
detergen dari tahun ke tahun yang semakin
meningkat membuat perairan semakin
tercemar oleh detergen, contoh detergennya
adalah linear alkilbenzena sulfonat (LAS atau
LABS). Surfaktan anionik tanpa didukung
oleh enzim dalam suatu detergen dapat

menghambat pendegradasiannya. Oleh karena
itu, jenis surfaktan tersebut harus dihilangkan
dari perairan. Masyarakat umumnya hanya
melihat sifat murah dan mudah berbusanya
dari detergen tanpa memandang bahayanya
terhadap lingkungan sekitar. Pada umumnya,
detergen digolongkan sebagai zat yang
berbahaya terhadap alga pada konsentrasi 9.1
ppm, ikan pada 3.5 ppm, dan invertebrata
pada 4.1 ppm (HERA 2002), sehingga harus
dilakukan pengurangan kadar detergen dalam
sungai, salah satunya dengan adsorpsi.
Surfaktan dan bahan kimia yang sejenis
serta polusi air yang diakibatkannya dapat
diminimumkan dengan degradasi biologi dan
adsorpsi. Pada proses adsorpsi, surfaktan
anionik atau bahan organik yang sejenis
diamati dengan sistem adsorpsi menggunakan
karbon aktif. Faktor-faktor yang memengaruhi
adsorpsi surfaktan pada permukaan adalah
struktur permukaan dan lebar pori bahan
pengadsorpsi, struktur molekul dan lebar pori
surfaktan
(ionik
atau
tidak,
rantai
hidrofobiknya
panjang
atau
pendek,
cabangnya linear, alifatik atau aromatik), serta
fase larutan (konsentrasi, suhu, dan pH)
(Holmberg 2003).
Penelitian ini bertujuan mengukur
pengaruh pH terhadap adsorpsi surfaktan
anionik
menggunakan karbon aktif
termodifikasi ZnCl2.

TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Aktif
Arang adalah padatan berpori hasil
pembakaran bahan yang mengandung karbon.
Arang tersusun dari atom-atom karbon yng
berikatan secara kovalen membentuk struktur
heksagonal datar dengan sebuah atom C pada
setiap sudutnya (Gambar 1). Susunan kisi-kisi
heksagonal datar ini tampak seolah-olah
seperti pelat-pelat datar yang saling
bertumpuk dengan sela-sela di antaranya.

Gambar 1 Struktur grafit karbon aktif.

Sebagian pori-pori yang terdapat dalam
arang masih tertutup oleh hidrokarbon, ter,
dan senyawa organik lainnya. Komponen
arang ini meliputi karbon terikat, abu, air,
nitrogen, dan sulfur (Djatmiko et al. 1985
dalam Januar Ferry 2002).

macam proses aktivasi, yaitu aktivasi kimia
dan aktivasi fisika. Aktivasi kimia dilakukan
dengan merendam karbon dalam H3PO4,
ZnCl2, NH4Cl, dan AlCl3 sedangkan aktivasi
fisika menggunakan gas pengoksidasi seperti
udara, uap air atau CO2.
Adsorpsi

Gambar 2 Karbon aktif tempurung kelapa.
Karbon aktif merupakan padatan amorf
yang mempunyai luas permukaan dan jumlah
pori sangat banyak (Baker 1997). Manes
(1998) mengatakan bahwa karbon aktif adalah
bentuk umum dari berbagai macam produk
yang mengandung karbon yang telah
diaktifkan
untuk
meningkatkan
luas
permukaannya. Karbon aktif berbentuk kristal
mikro karbon grafit yang pori-porinya telah
mengalami pengembangan kemampuan untuk
mengadsorpsi gas dan uap dari campuran gas
dan zat-zat yang tidak larut atau yang
terdispersi dalam cairan (Roy 1985).
Luas permukaan, dimensi, dan distribusi
karbon aktif bergantung pada bahan baku,
pengarangan,
dan
proses
aktivasi.
Berdasarkan ukuran porinya, ukuran pori
karbon aktif diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
mikropori (diameter 50 nm) (Baker 1997).
Setyaningsih (1995) membedakan karbon
aktif menjadi 2 berdasarkan fungsinya, yaitu
Karbon adsorben gas (gas adsorbent carbon):
Jenis arang ini digunakan untuk mengadsorpsi
kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat
pada karbon aktif jenis ini tergolong
mikropori yang menyebabkan molekul gas
akan mampu melewatinya, tetapi molekul dari
cairan tidak bisa melewatinya. Karbon aktif
jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung
kelapa. Selanjutnya adalah karbon fasa cair
(liquid-phase carbon). Karbon aktif jenis ini
digunakan untuk mengadsorpai kotoran atau
zat yang tidak diinginkan dari cairan atau
larutan. Jenis pori-pori dari karbon aktif ini
adalah makropori yang memungkinkan
molekul berukuran besar untuk masuk.
Karbon jenis ini biasanya berasal dari batu
bara, misalnya ampas tebu dan sekam padi.
Aktivasi adalah perubahan fisik berupa
peningkatan luas permukaan karbon aktif
dengan penghilangan hidrokarbon. Ada dua

Adsorpsi merupakan proses pengikatan
atau penggabungan molekul adsorbat pada
permukaan adsorben oleh gaya elektrik lemah
yang disebut gaya Van Der Waals. Adsorpsi
terjadi karena gaya tarik-menarik antara
molekul adsorbat dan tapak-tapak yang aktif
di permukaan adsorben (Setyaningsih 1995).
Adsorpsi akan terkonsentrasi pada tapak
permukaan yang memiliki energi lebih tinggi.
Aktivasi adsorben akan menaikkan energi
pada
permukaannya
sehingga
dapat
meningkatkan tarikan terhadap molekul
adsorbat (Jason 2004).
Suatu zat dapat digunakan sebagai
adsorben untuk tujuan pemisahan apabila
mempunyai daya adsorpsi yang selektif,
dengan luas permukaan per satuan massa yang
besar, serta memiliki daya ikat yang kuat
terhadap zat yang hendak dipisahkan secara
fisik atau kimia. Pembesaran luas permukaan
dapat dilakukan dengan pengecilan partikel
adsorben. Proses adsorpsi pada karbon aktif
terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu zat
teradsorpsi pada karbon aktif bagian luar, zat
bergerak menuju pori-pori karbon aktif, dan
zat teradsorpsi ke dinding bagian dalam dari
karbon aktif.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
adsorpsi adalah ciri-ciri fisik dan kimia
adsorben, seperti luas permukaan, ukuran
pori, komposisi kimia; ciri-ciri fisik dan kimia
adsorbat, seperti ukuran molekul dan
komposisi kimianya; konsentrasi adsorbat
dalam fase cair, ciri-ciri fase cair, yaitu pH
dan suhu; kondisi operasi adsorpsi.
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi merupakan hubungan
konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi pada
padatan dengan konsentrasi larutan, pada suhu
tetap. Persamaan isoterm adsorpsi yang lazim
digunakan
ialah
yang
dikaji
dan
dikembangkan oleh Freundlich dan Langmuir.

Isoterm Freundlich

Surfaktan

Menurut Atkins (1994), pada proses
adsorpsi zat terlarut oleh permukaan padatan
diterapkan
isoterm
Freundlich
yang
diturunkan secara empiris dengan bentuk
persamaan

Surfaktan merupakan molekul ampifilik
yang terdiri atas bagian kepala hidrofilik yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap air, dan
bagian hidrofobik yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap minyak (Dickinson & Mc
Clements 1996). Gugus hidrofilik dari
surfaktan anionik dapat berupa gugus
karboksilat, sulfat, sulfonat, dan fosfat,
sedangkan gugus hidrofobiknya berupa rantai
hidrokarbon alifatik, aromatik, atau gabungan
keduanya.

1

Q = kC n

Apabila dilogaritmakan, persamaan akan
menjadi
1
log Q = log k + log C
n
dengan
Q
= jumlah adsorbat yang teradsorpsi
per satuan bobot adsorben (mg/g)
C
= konsentrasi keseimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi
(ppm)
k, n
= tetapan
Isoterm Freundlich menganggap bahwa
pada semua tapak permukaan adsorben akan
terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang
diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu
memperkirakan adanya tapak-tapak pada
permukaan yang mampu mencegah adsorpsi
pada saat kesetimbangan tercapai, dan bahwa
hanya beberapa tapak aktif saja yang mampu
mengadsorpsi molekul zat terlarut (Jason
2004).
Isoterm Langmuir
Isoterm Langmuir diturunkan berdasarkan
teori dengan persamaan
Q=

k1k 2 C
1+ k 2 C

Persamaan Langmuir dapat diturunkan
dengan memperkirakan kesetimbangan antara
molekul yang diadsorpsi dan molekul yang
masih bebas. Persamaan Langmuir menjadi
C
1
1
=
+ C
Q k1k 2 k1

dengan
Q
=
C
k1, k2

jumlah adsorbat per satuan
adsorben (mg/g)
= konsentrasi adsorbat dalam larutan
(ppm)
= tetapan

air

minyak

“kepala” polar

“ekor”nonpolar

Gambar 3 Molekul surfaktan
(ARCRCP 2003).
Menurut Salager (1999), surfaktan dibagi
menjadi beberapa kelompok penting dan
digunakan secara meluas pada hampir semua
sektor industri modern. Berdasarkan sifat
gugus hidrofiliknya, surfaktan terbagi menjadi
surfaktan kationik, anionik, nonionik, dan
amfoterik (Rosen 2004).
Surfaktan kationik mempunyai ekor
hidrofobik melekat pada kepala hidrofilik
yang bermuatan positif. Surfaktan nonionik
dalam media berair tidak bermuatan.
Kehidrofilikannya disebabkan oleh ikatan
hidrogen antara molekul surfaktan dengan
molekul-molekul air. Surfaktan amfoterik
mempunyai rantai hidrofobik melekat pada
gugus hidrofilik yang mengadung muatan
positif dan negatif.
Surfaktan anionik mempunyai ekor
hidrofobik melekat pada kepala hidrofilik
yang bermuatan negatif. Gugus-gugus
bermuatan negatif pada surfaktan anionik
biasanya berupa karboksilat, sulfonat, sulfat,
atau fosfat, sedangkan gugus hidrofobiknya
berupa rantai hidrokarbon alifatik, aromatik,
atau gabungan keduanya. (Kosswig et al.
1994). Surfaktan anionik digunakan dalam
sabun, detergen, sampo, dan bubuk
pembersih.
Salah satu surfaktan anionik yang banyak
digunakan ialah linear alkilbenzena sulfonat
(LAS; Gambar 4) yang sifat fisik dan
kimianya ditunjukkan pada Tabel 1.

CH3(CH2)xCH(CH2) CH
y
3

x + y = n,
n = 7-11 unit karbon

SO3 Na
Gambar 4 Alkilbenzena sulfonat linear.
Tabel 1 Sifat fisik dan kimia LAS (HERA
2002)
Sifat LAS
Nilai
Satuan
Bobot molekul
Densitas
Kelarutan
Titik leleh
Titik didih
pH dalam
pelarut air
Tekanan uap
TetapanHenry

342.4
1.06
250
277
637
7–10

g/mol
kg/L
g/L
o
C
o
C

3–17×10-13
6.5×10-3

Pa
Pa m3/mol

Sifat-sifat
surfaktan
adalah
mampu
menurunkan
tegangan
permukaan,
meningkatkan kestabilan partikel yang
terdispersi, dan mengontrol sistem emulsi
misalnya o/w atau w/o.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain
larutan LAS 1000 ppm, ZnCl2 5%, HCl 0.1 N
dan 1 N, NaOH 0.1 N dan 1 N, akuades, serta
akuabides. Alat-alat yang digunakan antara
lain oven, pengaduk magnetik, pH meter,
spektrofotometer UV Genesys UV 10, dan
alat-alat kaca.
Metode
Pengujian Kualitas Arang Aktif
Penentuan Kadar Air (ASTM 1999b)
Contoh sebanyak 1 gram karbon aktif
(bobot kering udara) ditempatkan di dalam
cawan yang telah diketahui bobot keringnya.
Cawan yang telah berisi contoh tersebut
dipanaskan di dalam oven bersuhu 105 °C

selama 3 jam. Pemanasan dan penimbangan
selanjutnya dilakukan setiap 1 jam sampai
bobotnya konstan. Penentuan kadar air
menggunakan persaman berikut.
Kadar air (%) = a − b × 100%
a
a = bobot contoh sebelum pemanasan (g)
b = bobot contoh setelah pemanasan (g)
Penentuan Kadar Abu (ASTM 1999a)
Contoh kering sebanyak 1 gram karbon
aktif dimasukkan ke dalam cawan yang telah
ditentukan bobot keringnya. Selanjutnya
contoh dipanaskan di dalam tanur pada suhu
750 °C selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan
di dalam desikator selama 1 jam dan
ditimbangi. Pemanasan dan penimbangan
diulang hingga diperoleh bobot yang konstan.
Waktu pemanasan cukup 1 jam selama
pengulangan.
Penentuan
kadar
abu
menggunakan persamaan berikut.
Kadar abu (%) = b × 100%
a
a = bobot contoh sebelum pemanasan (g)
b = bobot contoh setelah pemanasan (g)
Penentuan Kadar Zat Mudah Menguap
(ASTM 1999d)
Contoh kering sebanyak 1 gram
dimasukkan ke dalam cawan yang telah
ditentukan bobot keringnya. Selanjutnya
contoh dipanaskan dalam tanur pada suhu 950
°C selama 10 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang.
Cawan ditutup serapat mungkin. Penentuan
kadar zat mudah menguap menggunakan
persamaan berikut.
Kadar zat mudah menguap (%)
a −b
=
×100%
a
a = bobot contoh sebelum pemanasan (g)
b = bobot contoh setelah pemanasan (g)
Penentuan Kadar Karbon Terikat (SNI
1995)
Karbon terikat diasumsikan sebagai
semua zat, selain abu (zat anorganik) dan
senyawa atsiri yang masih teradsorpsi dalam
pori-pori, yang terdapat dalam fraksi padat

hasil pirolisis. Penentuan kadar karbon terikat
menggunakan persamaan berikut.
Kadar karbon terikat (%)
= 100% − (b + c)
b = kadar zat mudah menguap (%)
c = kadar abu (%)
Pengaktifan Karbon Aktif
Karbon aktif yang digunakan diaktivasi
kembali dengan cara mengayak karbon aktif
tersebut dengan ayakan ukuran 100 mesh,
merendamnya dalam air deionisasi, menyaring
dan memanaskannya pada suhu 105 °C, lalu
merendamnya kembali dalam larutan ZnCl2
5% selama 2×24 jam. Setelah didekantasi,
karbon aktif dipanaskan pada suhu 700 °C
selama 1 jam, dicuci dengan HCl dan air
deionisasi, lalu dipanaskan kembali pada suhu
105 oC selama semalam.
Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum
Penentuan panjang gelombang dilakukan
terhadap konsentrasi larutan LAS 20 ppm,
pada panjang gelombang 200–240 nm. Data
yang diperoleh berupa kurva serapan yang
menghubungkan
konsentrasi
dengan
absorbans.

UV. Konsentrasi larutan LAS yang digunakan
adalah 40 ppm. Data yang diperoleh berupa
kurva hubungan waktu dan kapasitas adsorpsi.
Pengukuran efisiensi Adsorpsi dan Isoterm
Adsorpsi
Sebanyak 0.1 gram karbon aktif
ditambahkan pada setiap 25 mL larutan LAS
dengan konsetrasi 15, 30, 45, dan 60 ppm.
Larutan LAS tersebut diaduk dengan
kecepatan tetap. Adsorpsi LAS dilakukan
pada waktu yang didapat dari waktu adsorpsi
optimum. Absorbansi larutan LAS akhir
diukur dengan menggunakan spektrofotometer
UV. Data yang dihasilkan berupa kurva
hubungan konsentrasi (ppm) dan persen
efisiensi (%). Penentuan efisiensi adsorpsi
menggunakan persamaan berikut.
Efisiensi (%) = C o − C a × 100%
Co

Co = konsentrasi awal (ppm)
Ca = konsentrasi akhir (ppm)
Kapasitas adsorpsi (Q) dan tetapan
isoterm adsorpsi (k) dihitung dengan model
isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich.
Pengolahan data menggunakan Data Fit versi
8.1.69.
Penentuan
kapasitas
adsorpsi
menggunakan persamaan berikut.
Q = V (C o − C a )

Pembuatan Kurva Standar

m

Semua perlakuan dikondisikan pada pH
3, 6, 7, dan 12 dengan menambahkan larutan
HCl 0.1 N, 1 N dan NaOH 0.1 N, 1 N.
Larutan stok LAS 1000 ppm dipipet
sebanyak 0.25 mL dan diencerkan dengan
akuabides dalam labu takar 25 mL untuk
memperoleh konsentrasi 10 ppm. Kemudian
pengenceran
dilakukan
lagi
untuk
memperoleh konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60,
dan 70 ppm. Data yang diperoleh berupa
kurva hubungan antara konsentrasi dan
absorbans.

Q

= kapasitas adsorpsi per bobot adsorben
(mg/g)
V = volume larutan (L)
Co = konsentrasi awal (ppm)
Ca = konsentrasi akhir (ppm)
M = massa adsorben (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karbon Aktif

Penentuan Waktu Optimum
Sebanyak 0.1 gram karbon aktif
dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan larutan LAS sebanyak 25 mL,
digoyang dengan kecepatan tetap, dengan
selang waktu 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40,
45, 50 menit, 1, 1.5, 2, 2.5, 3, 4, 6 jam, saring
dan filtratnya diukur dengan spektrofotometer

Karbon
aktif
yang
digunakan
dimodifikasi dengan menggunakan ZnCl2
karena diduga akan menghasilkan kapasitas
adsorpsi yang tinggi (Rahman dan Saad
2003). Penggunaan ZnCl2 sebagai bahan
pengaktifan
karena
ZnCl2 merupakan
hydrating agent, yaitu bahan kimia yang dapat
menarik air, sehingga jika air yang terdapat
pada permukaan menutupi tapak-tapak maka

dapat tertarik oleh ZnCl2 dan membuka tapaktapak dari karbon aktif yang semula tertutup,
dengan demikian akan lebih banyak tapaktapak aktif yang terdapat pada karbon aktif.
Sebelum direndam dengan larutan ZnCl2,
arang tersebut direndam dengan menggunakan
air deionisasi dengan tujuan agar permukaan
karbon aktif bersih dari ion-ion pengganggu,
setelah itu dilakukan pemanasan dengan
tujuan mengaktifkan tapak-tapak aktif dari
karbon aktif sehingga dapat terbuka dan
menguapkan bahan yang bersifat volatil.
Kemudian dilakukan perendaman dengan
larutan ZnCl2 sehingga tapak-tapak karbon
aktif bersifat lebih mesoporous (Yang 2003)
dan membuka tapak-tapak karbon aktif yang
awalnya tertutup. Pencucian menggunakan
HCl merupakan tahap selanjutnya dalam
pengaktifan karbon aktif, hal ini bertujuan
untuk memperluas permukaan karbon aktif
sehingga dapat mengadsorpsi zat pencemar.
Pemanasan yang dilakukan pada suhu 700 oC
dilakukan agar menghilangkan pengotor yang
bersifat volatil yang ada pada karbon aktif
(Yang 2003). Setelah selesai aktivasi arang
aktif tersebut disimpan dalam tempat yang
kedap udara dan setiap akan digunakan
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 105 oC
selama 1 jam agar tapak dari karbon aktif
tersebut aktif.
Hasil analisis proksimat karbon aktif
diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis proksimat karbon aktif
Karbon
Parameter mutu Syarat mutu
aktif
(%)
karbon
teruji
aktif*
Kadar air
Kadar abu
Kadar zat
mudah
menguap
Kadar karbon
terikat

≥ 15

≥ 10
≥ 15

≤ 65

5.04
4.90
19.01

76.09

*

Berdasarkan SNI 06-3730-1995

Kadar Air
Perhitungan kadar air karbon aktif
didasarkan pada bobot kering ovennya. Kadar
air yang didapat sebesar 5.04% berdasarkan
rerata dari tiga kali ulangan (Lampiran 2). Hal
ini berarti karbon aktif yang digunakan
memenuhi syarat mutu karbon aktif, yaitu
kurang dari 15%. Nilai kadar air yang tinggi
lebih dari 15% akan menurunkan mutu karbon

aktif karena air atau senyawa-senyawa atsiri
yang teradsorpsi pada pori-pori arang aktif
akan menurunkan kapasitas dan daya
adsorpsinya terhadap gas maupun cairan.
Kadar Abu
Kadar abu yang dihasilkan sebesar 4.90%
berdasarkan rerata dari tiga kali ulangan
(Lampiran 3). Merujuk pada standar SNI 063730-1995, karbon aktif yang digunakan telah
memenuhi syarat untuk kadar abu karena
tidak melebihi 25%. Kadar abu yang tinggi
akan mengurangi daya adsorpsi karbon aktif
terhadap gas atau larutan karena oksida dari
mineral Na, K, Mg, dan Ca menyebar dan
menutupi pori-pori karbon aktif
Kadar Zat Mudah Menguap
Kadar zat mudah menguap yang
dihasilkan masih di bawah standar yaitu
sebesar 19.01% (Lampiran 4) dan telah
memenuhi syarat yang dikeluarkan oleh SNI
yaitu sebesar 25%. Kadar zat mudah terbang
yang tinggi dapat menurunkan mutu karbon
aktif karena adanya air atau senyawa-senyawa
atsiri yang teradsorpsi pada pori-pori karbon
aktif akan menurunkan kapasitas dan daya
adsorpsi terhadap gas maupun cairan.
Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon terikat yang didapat sebesar
76.09% (Lampiran 5) yang menunjukkan
bahwa karbon aktif telah memenuhi standar.
Kadar zat mudah menguap lebih besar
daripada nilai kadar abu, ini berarti bahwa
pengaruh kadar karbon mudah menguap lebih
dominan dibandingkan dengan kadar abu.
Panjang Gelombang dengan Serapan
Maksimum
Panjang gelombang dengan serapan
maksimum (λmaks) untuk pengukuran larutan
LAS dengan metode spektrofotometri
adsorpsi sinar UV diperoleh pada panjang
gelombang 222 nm (Lampiran 6 dan 7),
karena itu, pengukuran selanjutnya dilakukan
pada panjang gelombang ini. Pengukuran
serapan pada λmaks dapat mengurangi galat
dalam menentukan konsentrasi suatu senyawa
secara
spektrofotometri
karena
akan
meningkatkan kepekaan analisis. Penggunaan
panjang
gelombang
maksimum
akan
menghasilkan kecuraman paling besar. Hal ini
menyebabkan diperoleh perbedaan nilai

serapan yang cukup besar untuk perbedaan
konsentrasi yang kecil (Suradikusumah 2004).
Pembuatan Kurva Standar
Kurva standar larutan LAS yang diukur
pada panjang gelombang 222 nm (Lampiran 6
dan 7), memiliki linearitas yang tinggi. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai r2 yang mendekati satu
(Gambar 5).
Dari grafik pada pH 3, 6, 7, dan 12 secara
berurutan diperoleh persaman garis y =
0.0194x + 0.0065 dengan r2 = 98.33%,
y = 0.023x – 0.0819 dengan r2 = 98.47%,
y = 0.0184x – 0.0306 dengan r2 = 99.78%,
y = 0.0186x + 0.0394 dengan r2 = 99.63%.

waktu optimum pada pH tersebut hampir
sama, namun nilai Q yang didapat untuk
mencapai kejenuhan berbeda-beda. Nilai Q
pada pH 6 sebesar 3.0954 mg/g. pH 6
cenderung lebih cepat jenuh dan mencapai Q
maksimum dibandingkan pH 7 dan 12. Hal ini
dikarenakan permukaan karbon aktif yang
bermuatan positif pada pH 6, sedangkan pada
pH 12 permukaan karbon aktif bermuatan
negatif yang menyebabkan adsorbat lebih sulit
teradsorpsi dan mencapai kejenuhan pada
waktu dan kapasitas maksimum. Waktu
optimum yang digunakan untuk proses
adsorpsi digunakan waktu 35 menit, karena
waktu
tersebut
adsorpsi
berlangsung
maksimum walaupun pada pH yang lebih
tinggi mengalami sedikit kenaikan Q pada
waktu yang lebih lama.

2.0000

1.0000

Q (mg/g)

absorbans

1.5000

0.5000
0.0000
0

20

40

60

80

-0.5000

7.0000
6.0000
5.0000
4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
35

konsentrasi LAS (ppm)
pH 3

pH 6

pH 7

36

Penentuan Waktu Optimum
Pengaruh waktu adsorpsi dapat dilihat
dari nilai kapasitas adsorpsi (Q) (Lampiran 9).
Nilai Q akan naik hingga mencapai titik
optimum kemudian stabil atau sedikit
menurun
setelah
melewati
waktu
kesetimbangannya (Gambar 6). Turunnya
nilai Q dikarenakan karbon aktif telah
mencapai titik jenuhnya.
Waktu optimum pH 3 terjadi pada 35
menit dengan kapasitas sebesar 5.5457 mg/g.
Hal ini terlihat nilai Q yang meningkat pada
waktu tersebut dan mulai stabil sampai waktu
40 menit. Kejadian ini dikarenakan pada pH 3
permukaan karbon aktif bermuatan positif
sehingga jumlah adsorbat yang diadsorpsi
lebih banyak, dengan demikian pada pH
rendah akan lebih cepat mengalami
penjenuhan.
Lain halnya untuk pH yang lebih tinggi,
terlihat pada pH 6, 7, dan 12. Pada waktu 35
menit, Q mengalami kenaikan, namun pada
waktu 39–40 menit nilai Q naik kembali
sampai stabil pada waktu tersebut. Walaupun

38

39

40

waktu (menit)

pH 12

Gambar 5 Hubungan antara konsentrasi dan
absorbans.

37

pH 3

pH 6

pH 7

pH 12

Gambar 6 Hubungan antara waktu dan
kapasitas adsorpsi.
Efisiensi Karbon Aktif
Jumlah LAS yang dapat diadsorpsi oleh
karbon aktif pada pH dan konsentrasi LAS
berbeda dapat dilihat pada Gambar 7 dan
Lampiran 10. Pada gambar terlihat bahwa
jumlah LAS yang diadsorpsi semakin
meningkat dengan menurunnya pH (Sibelzor
2004). Pada pH rendah, permukaan karbon
aktif yang awalnya tidak bermuatan menjadi
lebih bermuatan positif oleh tambahan proton
dari kondisi asam tersebut (Yang 2003),
sehingga dapat mengadsorpsi LAS yang
bermuatan negatif. Muatan negatif berasal
dari gugus hidrofilik LAS, yaitu SO3-.
Sementara itu, pada pH 12 jumlah LAS yang
diadsorpsi tidak begitu banyak dibandingkan
dengan pH rendah, hal ini disebabkan karena
permukaan karbon aktif yang semula tidak
bermuatan diubah menjadi negatif. Muatan
negatif tersebut berasal dari kondisi basa
larutan, yaitu adanya gugus OH- sehingga
permukaan dari karbon aktif menjadi negatif.

LAS bersifat basa atau bermuatan negatif dan
mempunyai pH 7-10 (HERA, 2002) sehingga
akan sulit terjadi adsorpsi LAS karena
persamaan muatan tersebut.

efisiensi (% )

100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
0

15

30

45

60

(Gambar 8), 6 (Lampiran 13a), 7 (Lampiran
14a), dan 12 (Lampiran 15a). Sedangkan nilai
k1, k2 pada isoterm Langmuir terlihat pada
Lampiran 12 dan kurva isoterm Langmuir pH
6 (Lampiran 13 b), 7 (Lampiran 14 b), dan 12
(Lampiran 15 b). Tabel 3 menunjukkan nilai k
dan n yang didapat dengan menggunakan
persamaan isoterm Freundlich. Nilai n lebih
besar dari 1 dapat mengindikasikan bahwa
adsorpsi LAS oleh karbon aktif berlangsung
baik (Sibelzor 2004). Dapat dilihat bahwa
semakin besar pH, maka nilai k maupun n
akan semakin menurun.

konsentrasi LAS (ppm)
pH 3

PH 6

pH 7

pH 12

Tabel 3 Nilai konstanta k dan n menggunakan
persamaan isoterm Freundlich

Gambar 7 Hubungan antara konsentrasi dan
efisiensi.
Peningkatan konsentrasi pada semua pH
menyebabkan penurunan jumlah adsorbat
yang teradsorpsi hal ini di duga karena karbon
aktif mencapai kapasitas yang jenuh. Selain
itu, pada konsentrasi tinggi, molekul LAS
mempunyai kecenderungan untuk membentuk
dua lapisan (bilayer) karena terjadi reaksi
hidrofobik antara rantai hidrokarbon pada
lapisan tersebut dan LAS lain sehingga gugus
polar masuk ke fase cair akibat desorpsi.
Interaksi ini menunjukkan bahwa, pada
konsentrasi tinggi kekuatan tolakan antara
molekul LAS yang teradsorpsi pada
permukaan adsorben dengan larutan lebih
efektif, maksudnya gaya tarik terhadap
adsorbat oleh fluida lebih besar.

pH

k

n

3

2.6565

5.7398

6

1.6963

2.9488

7

0.6080

1.5540

12

0.4479

2.1567

Gambar 8 memperlihatkan kurva isoterm
Freundlich pada pH 3, terlihat bahwa semakin
besar konsentrasi LAS, maka kapasitas
adsorpsinya akan semakin meningkat juga.
Kapasitas adsorpsi LAS tertinggi terjadi pada
pH 3, yaitu sebesar 2.6565 mg/g.

Q
mg/g

Isoterm Adsorpsi
Linearitas isoterm Freundlich dan
Langmuir pada adsorpsi LAS menggunakan
karbon aktif menunjukkan nilai yang tinggi
(Lampiran 11). Isoterm yang lebih tepat dapat
dipilih dari yang lebih tinggi nilai
linearitasnya (Atkins 1994). Linearitas isoterm
Freundlich lebih tinggi pada proses adsorpsi
LAS ini. Isoterm Freundlich mengasumsikan
terjadinya fisisorpsi, yaitu ikatan lemah antara
adsorbat dengan adsorben yang hanya
melibatkan interaksi van der Waals.
Lemahnya ikatan karbon aktif dengan LAS ini
dapat disebabkan oleh adsorpsi yang bersifat
bilayer karena pada lapisan kedua mempunyai
energi lebih kecil daripada yang pertama,
sehingga mudah terlepas dari permukaan
adsorben.
Pembuatan isoterm adsorpsi Freundlich
dilakukan pada pH yang berbeda yaitu 3

Konsentrasi LAS (ppm)

Gambar 8 Hubungan antara konsentrasi LAS
dan kapasitas adsorpsi pada pH 3
dengan Isoterm Freundlich.
Tetapan k pada persamaan Freundlich
digunakan untuk menentukan kapasitas
adsoprsi sedangkan nilai n merupakan energi
yang dikeluarkan oleh permukaan karbon
aktif. Semakin banyak adsorbat yang
teradsorpsi dalam karbon aktif, energi yang
dikeluarkan karbon aktif untuk mengadsorpsi
juga semakin besar. Tetapan k pada pH 3
mempunyai nilai yang paling besar yaitu
2.6565 sedangkan pada pH basa sebesar

0.4479 berati karbon aktif pada pH asam
dapat mengadsorpsi adsorbat lebih banyak
dibandingkan dengan pH basa.

[ASTM]

American Society for Testing
Material. 1999b. ASTM D 2866-99:
Standard Test Methode for Moisture
of Activated Carbon. Philadelphia:
American Society for Testing and
Material.

[ASTM]

American Society for Testing
Material. 1999d. ASTM D 5832-98:
Standard Test Methode for Volatile
Matter Content of Activated Carbon.
Philadelphia: American Society for
Testing and Material.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Analisis
proksimat
karbon
aktif
mempunyai kadar air 5.04%, abu 4.90%, zat
mudah menguap 19.01%, dan karbon terikat
76.09%. Waktu optimum adsorpsi LAS
menggunakan karbon aktif adalah 35 menit.
Waktu optimum diarahkan untuk aplikasi
karbon aktif sebagai adsorpsi LAS. Nilai
efisiensi dan kapasitas dilakukan pada
konsentrasi LAS 15 ppm. Efisiensi tertinggi
pada pH 3 sebesar 87.15% dan terendah pada
pH 12 sebesar 33.84%. Kapasitas adsorpsi
tertinggi terjadi pada pH 3 sebesar 3.2761
mg/g dan terendah pada pH 12 sebesar 2.2588
mg/g.
Saran
Pembuatan karbon aktif dilakukan dari
awal, dimulai dengan proses pengarangan dan
aktivasi sehingga akan menghasilkan karbon
aktif yang sesuai. Pengaktifan karbon aktif
menggunakan konsentrasi ZnCl2 yang lebih
variatif, sehingga dapat diketahui konsentrasi
ZnCl2 yang dapat mengadsorpsi maksimum
LAS. Ukuran karbon aktif perlu dilakukan
pada ukuran kurang dari 100 mesh dan lebih
besar dari 100 mesh.

DAFTAR PUSTAKA
[ARCRCP] Australian Research Council’s
Research Centres Program. 2003.
Surfactant. www.kcpc.usyd.edu.html
[10 April 2006].
[ASTM]

American Society for Testing
Material. 1999a. ASTM D 2866-94:
Standard Test Methode for Total Ash
Content of Activated Carbon.
Philadelphia: American Society for
Testing and Material.

Atkins PW. 1994. Kimia Fisik Jilid 2. Ed ke4. Jakarta: Erlangga.
Baker FS, Miller CE, Repik AJ, Tollens ED.
1997. Activated Carbon. New York:
J Wiley.
Dickinson E, Mc Clements. 1996. Advance in
Food Colloids. New York: Chapman
and Hall.
Fernandes EC, Delgado TS. 1994. Chorcoal
and activated carbon from coconut
husk. J Philipp Tecnol 19:59–65.
Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari
serbuk gergajian kayu campuran
sebagai adsorben pada pemurnian
minyak goreng bekas [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Harfi R, Kusuma I. 1994. Peningkatan Mutu
Proses Arang Batok Kelapa Sebagai
Komoditi
Ekpor
dengan
Menggunakan Kiln Drum. Jakarta:
Jurusan Mesin Fakultas Teknologi
Industri, Institut Sains dan Teknologi
Nasional.
[HERA] Human and Environmental Risk
Assessment.
2002.
Linear
alkylbenzene sulfonate (LAS). J
Phys chem. www.heraproject.com.
[18 Feb 2006].
Holmberg K, Jonsson B, Kronberg B,
Lindman B. 2003. Surfactants and
Polymers in Aquenous Solution. Ed
ke-2. New York: J Wiley.

Jason PP. 2004. Activated carbon and some
application for the remediation of
soil and groundwater pollution.
http://www.cee.vt.edu/program_area.
[28 Jun 2005].

Setyaningsih H. 1995. Pengolahan limbah
batik dengan proses kimia dan
adsorpsi karbon aktif [tesis]. Jakarta:
Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia.

Kosswig

Sibelzor. 2004. Investigation of the adsorption
of anionic surfactants at different pH
values by means of active carbon and
the kinetics of adsorption. J Serb
Chem
Soc
69(1)
25–32.
merve@kou.edu.tr.
[28 Juni
2005].

K, Huls AG, Marl. 1994.
Surfactants.
Volume
ke-A25,
Ullmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry. New York: Federal
Republic of Germany.

Manes M. 1998. Activated Carbon Adsorption
Fundamental. Di dalam: R.A.
Meyers (Penyunting). Encyclopedia
of Environmental Analysis and
Remediation, Volume 1. New York:
J Wiley.

[SNI] Standar Nasional indonesia.1995. SNI
06-3730-1995: Arang Aktif Teknis.
Jakarta:
Dewan
Standardisasi
Nasional.

Rahman IA, Saad B. 2003. Utilization of
guana seeds as a source of activated
carbon for removal of methylene
blue from aqueous solution. J Malay
of Chem 5:008–014.

Suradikusumah E. 2004. Spektroskopi I.
Bogor: Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rosen MJ. 2004, Surfacts and Interfacial
Phenomena. Ed. Ke-3. New York: J
Wiley.

The LAB Sulfonic Acid Coalition. 2003.
Assessment plan for the linear
alkylbenzene (LAB) sulfonic acid
category.
Washington:
Science@weinberggroup.com.
[22 Feb 2006].

Roy GM. 1985. Activated Carbon Aplication
in tho Food and Pharmaceutucal
Industries. Lancaster: Tanchnomic.
Salager JL. 1999. Surfactants-Types and Uses.
Merida, Venezuela: Laboratario
FIRP Escuela de Ingeneira Quimica,
Universidad de Los Andes.

Yang RT. 2003, Adsorbents: Fundamentals
and Aplications. New York: J
Wiley.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Pengaktifan karbon aktif

Penentuan panjang gelombang maksimum

Pembuatan kurva standar standar

Penentuan waktu maksimum

j

Penentuan efisiensi dan isoterm adsorpsi

Kesimpulan

Lampiran 2 Nilai kadar air
Ulangan
Bobot awal (g)
1
1.0013
2
1.0027
3
1.0013
Rerata

Bobot akhir (g)
0.9504
0.9527
0.9509

Kadar air (%)
5.08
5.02
5.03
5.04

Lampiran 3 Nilai kadar abu
Ulangan
Bobot awal (g)
1
1.0001
2
1.0007
3
1.0008
Rerata

Bobot akhir (g)
0.9521
0.9507
1.0498

Kadar abu (%)
4.80
5.00
4.90
4.90

Lampiran 4 Nilai kadar zat mudah menguap
Ulangan
Bobot awal (g)
1
2
3
Rerata

1.0001
1.0007
1.0017

0.8155
0.8042
0.8122

Lampiran 5 Nilai kadar karbon terikat
Kadar zat mudah menguap
Kadar abu
(%)
(%)
19.01

Bobot akhir (g)

4.90

Kadar zat mudah
menguap (%)
18.46
19.64
18.92
19.01

Kadar karbon terikat
(%)
76.09

Lampiran 6 Penentuan panjang gelombang maksimum LAS pada konsentrasi 20 ppm
Panjang gelombang

Absorbans

(nm)
200

0.082

202

0.082

204

0.083

206

0.085

208

0.087

210

0.088

212

0.090

214

0.092

216

0.094

218

0.096

220

0.097

222

0.098

224

0.097

226

0.092

228

0.090

230

0.088

Lampiran 7 Kurva adsorpsi pada penentuan panjang gelombang maksimum LAS 20 ppm

0.1200
222, 0.0980

absorbans

0.1000
0.0800
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
190

200

210

220

230

240

250

panjang gelombang (nm)

Lampiran 8 Data absorbans pada konsentrasi dan pH berbeda untuk pembuatan kurva standar
pH

Konsentrasi
(ppm)

3

6

7

12

0

0.0000

0.0000

0.0000

0.0000

10

0.2470

0.1810

0.1390

0.2630

20

0.3570

0.3510

0.3390

0.4390

30

0.5420

0.5170

0.4800

0.5620

40

0.8050

0.7370

0.7120

0.7900

50

0.9420

1.0760

0.9010

0.9800

60

1.2880

1.3050

1.0780

1.1420

70

1.2910

1.6130

1.2670

1.3340

Persamaan garis

y = 0.0194x + 0.0065
dengan
r2 = 98.33%

y = 0.023x – 0.0819
dengan
r2 = 98.47%

y = 0.0184x – 0.0306
dengan
r2 = 99.78%

y = 0.0186x + 0.0394
dengan
r2 = 99.63%

Lampiran 9 Nilai kapasitas adsorpsi pada konsentrasi LAS 40 ppm dan pH yang berbeda untuk
penentuan waktu optimum
pH
Waktu
(menit)
0
35
36
37
38
39
40

Massa
adsorben
(g)
0.0000
0.1005
0.1008
0.1004
0.1006
0.1010
0.1009

3
Konsentrasi
(ppm)

Q
(mg/g)

0.0000
17.7062
17.6546
16.8299
15.4896
15.3351
15.2835

0.0000
5.5457
5.5420
5.7695
6.0911
6.1052
6.1240

Massa
adsorben
(g)
0.0000
0.1117
0.1011
0.1009
0.1012
0.1102
0.1008

6
Konsentrasi
(ppm)

Q
(mg/g)

0.0000
26.1696
25.9522
21.4304
19.6478
14.2565
14.1696

0.0000
3.0954
3.4737
4.6010
5.0277
5.8402
6.4064

Massa
adsorben
(g)
0.0000
0.1003
0.1006
0.1012
0.1112
0.1009
0.1010

7
Konsentrasi
(ppm)

Q
(mg/g)

0.0000
38.0761
38.0217
23.4022
21.7717
14.9239
14.7065

0.0000
0.4795
0.9163
4.1003
4.0981
6.2131
6.2608

Massa
adsorben
(g)
0.0000
0.1009
0.1012
0.1101
0.1007
0.1008
0.1016

12
Konsentrasi
(ppm)

Q
(mg/g)

0.0000
31.6989
31.4301
26.1075
24.1720
22.8817
22.7742

0.0000
2.0568
2.1171
3.1545
3.9295
4.2456
4.2386

Lampiran 10 Nilai efisiensi adsorpsi LAS pada konsentrasi dan pH berbeda

Konsentrasi
awal (ppm)
0
15
30
45
60

3
Konsentrasi Efisiensi
akhir (ppm)
(%)
0.0000
0.00
1.8299
87.80
16.9627
80.15
25.5928
43.13
38.0155
36.64

pH
6
7
Konsentrasi Efisiensi Konsentrasi Efisiensi
akhir (ppm)
(%)
akhir (ppm)
(%)
0.0000
0.00
0.0000
0.00
6.0826
59.45
6.3913
57.39
9.6913
67.69
19.2717
53.88
23.8217
47.06
24.7065
45.10
38.0826
36.53
39.3261
16.34

Lampiran 11 Nilai linearitas pada isoterm Freundlich dan Langmuir
Linearitas (r2) Isoterm Freundlich

Linearitas (r2) Isoterm Langmuir

(%)

(%)

3

93.40

89.40

6

94.26

91.37

7

82.73

82.14

12

99.61

99.39

pH

Lampiran 12 Nilai k1 dan k2 pada persamaan isotherm Langmuir
pH

k1

k2

3

4.8010

1.0350

6

6.9574

0.1220

7

0.0951

3.9876

12

0.0382

4.7365

Lampiran 13 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich(a) dan Langmuir (b) pada pH 6

Q
(mg/g)

Konsentrasi LAS (ppm)

(a)

12
Konsentrasi Efisiensi
awal (ppm)
(%)
0.0000
0.00
9.9247
33.84
22.4516
25.16
34.1720
24.06
49.3871
17.65

Lanjutan Lampiran 13

Q
(mg/g)

Konsentrasi LAS (ppm)

(b)
Lampiran 14 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich (a) dan Langmuir (b) pada pH 7

Q
(mg/g)

Konsentrasi LAS (ppm)

(a)

Q
(mg/g)

Konsentrasi LAS (ppm)

(b)

Lampiran 15 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich (a) dan Langmuir (b) pada pH 12

(a)

(a)

Q
(mg/g)

Konsentrasi LAS (ppm)

(b)