Adsorpsi senyawa residu klorin pada karbon aktif termodifikasi zink klorida

ADSORPSI SENYAWA RESIDU KLORIN PADA
KARBON AKTIF TERMODIFIKASI ZINK KLORIDA

EKA RAHMAWATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
EKA RAHMAWATI. Adsorpsi Senyawa Residu Klorin pada Karbon Aktif
Termodifikasi ZnCl2. Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Klorin merupakan zat kimia yang sering digunakan sebagai disinfektan air. Tingginya
kandungan klorin menimbulkan bau khas yang akan berpengaruh pada kesehatan
konsumen. Karbon aktif banyak digunakan pada sistem penjernihan air untuk mengurangi
kandungan residu klorin yang berlebihan dalam air. Karbon aktif yang digunakan adalah
yang dimodifikasi oleh ZnCl2 (ZCAC) dan hasil pencucian dengan air deionisasi
(DWAC), sementara sumber residu klorin yang digunakan adalah larutan kaporit. Studi
adsorpsi kedua jenis karbon aktif terhadap residu klorin dilakukan pada karbon aktif

berukuran 100 mesh dan konsentrasi larutan 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, dan 3.0 ppm, dengan
waktu pengamatan 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120, dan 150 menit. Pengukuran konsentrasi
residu klorin yang terjerap dilakukan dengan titrasi iodometri tak langsung. Penentuan
waktu optimum adsorpsi menunjukkan bahwa penjerapan residu klorin oleh karbon aktif
berlangsung cepat, hanya dalam waktu 15−60 menit. Efisiensi adsorpsinya pun tinggi.
Persentase residu klorin yang terjerap per gram adsorben meningkat pada karbon aktif
termodifikasi ZnCl2. Kapasitas adsorpsi residu klorin per gram adsorben pada larutan
kaporit 2.0 ppm sebesar 83.9566 μg/g untuk ZCAC dan 66.6683 μg/g untuk DWAC.
Mekanisme adsorpsi karbon aktif terhadap residu klorin berlangsung secara fisisorpsi,
dengan linearitas di atas 95% untuk isoterm Freundlich.

ABSTRACT
EKA RAHMAWATI. Residual Chlorine Adsorption in Zinc(II) Chloride-Modified
Active Carbon. Supervised by TETTY KEMALA and AHMAD SJAHRIZA.
Chlorine is a chemical substance often used as water disinfectant. High residual
chlorine content releases specific odor which will affect customer’s health. The activated
carbon is commonly used in water purification system to reduce high dosage of residual
chlorine in water. In this experiment, the activated carbon consisted of two types used,
one was modified by zinc(II) chloride (ZCAC) and the other was rinsed in deionized
water (DWAC). Both was types had a 100 mesh size, whereas the residual chlorine

source was calcium hypochlorite. Adsorption processes were then studied in the calcium
hypochlorite solution with concentration variations of 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, and 3.0 ppm,
for 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120, and 150 minutes. Afterward, the concentrations of
adsorbed residual chlorine were measured by an undirect iodometry titrimetric method.
The experiment showed a quick chlorine adsorption with the adsorption optimum time
ranging from 15 to 60 minutes. The percentage of residual chlorine adsorbed per gram of
adsorbent was higher with ZCAC than with DWAC. It was found that the amount of
residual chlorine adsorbed per gram of adsorbent at 2.0 ppm of calcium hypochlorite was
83.9566 μg/g for ZCAC, and about 66.6683 μg/g for DWAC. Hence, physisorption
mechanism was more dominant than chimisorption in residual chlorine adsorption by
activated carbon for isotherm used, Freundlich, with high linearity (>95%).

ADSORPSI SENYAWA RESIDU KLORIN PADA
KARBON AKTIF TERMODIFIKASI ZINK KLORIDA

EKA RAHMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul
Nama
NIM

: Adsorpsi Senyawa Residu Klorin pada Karbón Aktif Termodifikasi
Zink Klorida
: Eka Rahmawati
: G44201017

Disetujui

Pembimbing I


Pembimbing II

Tetty Kemala, S.Si, M.Si.
NIP 132232787

Drs. Ahmad Sjahriza
NIP 131842413

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih penulis
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2005 sampai April 2006 ini
ialah Adsorpsi Senyawa Residu Klorin pada Karbon Aktif Termodifikasi Zink Klorida.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Departemen
Kimia, FMIPA-IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tetty Kemala, S.Si, M.Si. dan Bapak Drs.
Ahmad Sjahriza, selaku pembimbing, Budi Arifin S.Si yang telah banyak memberi saran
dan arahan. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Mas Heri, Pak
Mail, Pak Nano, Bu Ai, Pak Sawal, Pak Mul, Pak Caca, Pak Sabur, Bu Yenni, Mbak Nur,
Bu Nena, dan Mas Toni. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada
keluarga tercinta, Alm. Bapak dan Almh. Ibu, Mama, Papi, dan adik-adik tercinta (Yuni,
Yosie, Rizal, Rosa) atas doa, cinta, dan kasih sayang yang senantiasa diberikan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan penelitian (Dyah dan Amir) atas
bantuan dan kerja sama, sahabat-sahabatku tercinta (Melinda, Mbak Ucrit, Mbak Nila,
Mbak Eli, Dian, Rahma, Wiji, Ira, Atik, Amel, Emil, Husnul, Woro, Riki, Mas Bayu, Gie,
Mas Duo, Yayan, Dwi, dan Nazer) atas semangat, bantuan, inspirasi, doa, dan
persahabatan yang indah, seluruh teman Kimia-38, warga kosan C-22 terima kasih untuk
kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2006

Eka Rahmawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Probolinggo, Jawa Timur pada tanggal 28 Februari 1983 sebagai
putri pertama dari dua bersaudara, dari ayah Alm T. Abidin dan ibu Almh Sukarmiani.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Probolinggo dan pada tahun yang sama
diterima di Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Tahun 2004, penulis melaksanakan praktik kerja lapangan di
Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan, LIPI-Juanda Bogor dan pada tahun 2005,
penulis melaksanakan penelitian tugas akhir di Laboratorium Kimia Fisik dan
Lingkungan, Kimia Anorganik, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah
Kimia Dasar I pada tahun ajaran 2004/2005, mata kuliah Kimia Anorganik II pada tahun
ajaran 2004/2005 dan 2005/2006, mata kuliah Kimia Fisik I pada tahun ajaran 2004/2005
dan 2005/2006, mata kuliah Kimia Fisik II pada tahun ajaran 2004/2005 dan 2005/2006,
mata kuliah Kimia Lingkungan (D3 Analisis Lingkungan) pada tahun ajaran 2005/2006,
mata kuliah Kimia Analitik (S1 Biokimia) pada tahun ajaran 2004/2005. Penulis juga

pernah mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Nurul Ilmi pada tahun 2004−2006.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Aktif..........................................................................................................
Pembuatan dan Penggunaan Karbon Aktif ............................................................
Adsorpsi .................................................................................................................
Isoterm Adsorpsi ....................................................................................................
Klorin .....................................................................................................................

1
2
3
3
4


BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat....................................................................................................... 4
Metode ................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Modifikasi Karbon Aktif........................................................................................
Analisis Proksimat .................................................................................................
Titrasi Residu Klorin oleh Na2S2O3 ......................................................................
Waktu Adsorpsi......................................................................................................
Adsorpsi Residu Klorin..........................................................................................
Isoterm Adsorpsi ....................................................................................................

6
6
7
7
7
8

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 10
LAMPIRAN..................................................................................................................... 12

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Standar kualitas karbon aktif menurut SNI.........................................................

2

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi ZCAC dan DWAC terhadap residu klorin

6

pada air minum ...................................................................................................

8

3


Nilai k1 dan k2 pada isoterm Langmuir ...............................................................

9

4

Nilai k dan n pada isoterm Freundlich ................................................................

10

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Struktur grafit dari karbon aktif ........................................................................

2

2


Karbon aktif berbentuk granul...........................................................................

2

3

Proses adsorpsi pada karbon aktif.....................................................................

3

4

Waktu adsorpsi residu klorin ............................................................................

7

5

Kapasitas adsorpsi ZCAC dan DWAC terhadap residu klorin .........................

8

6

Efisiensi adsorpsi ZCAC dan DWAC terhadap residu klorin...........................

8

7

Isoterm adsorpsi Langmuir residu klorin oleh ZCAC.......................................

9

8

Isoterm adsorpsi Freundlich residu klorin oleh ZCAC .....................................

9

9

Isoterm adsorpsi Langmuir residu klorin oleh DWAC ....................................

9

10

Isoterm adsorpsi Freundlich residu klorin oleh DWAC.. .................................

9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Bagan alir penelitian ...........................................................................................

13

2

Kadar air karbon aktif .........................................................................................

14

3

Kadar abu karbon aktif........................................................................................

14

4

Kadar zat mudah menguap karbon aktif. ............................................................

14

5

Kadar karbon terikat pada karbon aktif...............................................................

14

6

Standardisasi Na2S2O3 oleh KIO3 .......................................................................

14

7

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi ZCAC pada penentuan waktu optimum
adsorpsi.................................................................................................................

8

15

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi DWAC pada penentuan waktu optimum
adsorpsi................................................................................................................

15

9

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi ZCAC...............................................................

16

10

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi DWAC.............................................................

16

11

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi karbon aktif terhadap air PDAM Tirta
Pakuan.................................................................................................................

12

16

Kapasitas dan efisiensi adsorpsi karbon aktif terhadap air Kampus Darmaga
IPB.......................................................................................................................

16

PENDAHULUAN
Air merupakan sumber daya alam yang
diperlukan oleh semua makhluk hidup. Air
merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, terutama untuk air
minum. Salah satu cara memproduksi air
layak-minum adalah dengan mengolah air
tanah atau air permukaan menjadi air yang
memenuhi
syarat
kesehatan.
Sistem
pengolahan air bersih terdiri atas beberapa
tahapan proses, yaitu penyaringan awal,
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, aerasi,
filtrasi, dan disinfeksi.
Sistem disinfeksi yang sering digunakan
adalah cara klorinasi. Bahan yang umum
dipakai sebagai disinfektan adalah kaporit
karena harganya yang murah dan masih
mempunyai daya disinfeksi sampai beberapa
jam setelah pembubuhannya. Dalam instalasi
pengolahan air, air yang dihasilkan selalu
mengandung residu klorin. Kandungan klorin
di dalam air bersih yang disyaratkan oleh
Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990
adalah 0.1−1.2 ppm (Akademi Teknik Tirta
Wiyata 2003). Tingginya kandungan residu
klorin menimbulkan bau khas yang banyak
dikeluhkan pelanggan. Selain itu, klorin
cenderung berikatan dengan senyawa organik
untuk membentuk klorinamina dan hal ini
meningkatkan risiko kanker yang akan
merusak hati, paru-paru, dan ginjal serta
sistem saraf pusat (Jaguaribe 2005).
Sehubungan dengan hal tersebut, salah
satu cara untuk mengurangi tingginya
kandungan residu klorin adalah dengan
menggunakan bahan penjerap, misalnya
karbon aktif. Karbon aktif banyak digunakan
sebagai adsorben untuk pemurnian pulp,
pemurnian air, pemurnian minyak, pemurnian
gas, katalis dan sebagainya (Lynch 1990).
Salah satu bahan baku karbon aktif yang
potensial
adalah
tempurung
kelapa.
Pemanfaatannya sebagai bahan baku selain
karena harganya murah juga sekaligus dapat
mengurangi dampak buruk ke lingkungan
karena tempurung kelapa merupakan hasil
samping dalam pembuatan kopra.
Prinsip kerja karbon aktif adalah adsorpsi,
dengan karbon aktif sebagai adsorben.
Modifikasi dengan garam mineral seperti zink
klorida (ZnCl2) merupakan cara paling umum
yang digunakan untuk mengaktivasi karbon
aktif sehingga efisiensi penjerapannya lebih
besar
dibanding
tanpa
modifikasi
(Prawirakusuma & Utomo 1970). Modifikasi
ZnCl2 terhadap karbon tempurung kelapa

mengarah pada pembukaan pori-pori karbon
yang terikat secara kovalen dalam suatu pelat
heksagonal (Smith 1992). Pembukaan poripori karbon mampu meningkatkan jumlah
tapak aktif, sehingga dapat memperbesar
kemampuan menjerap adsorbat.
Penelitian yang telah banyak dilakukan
membuktikan bahwa karbon aktif merupakan
salah satu adsorben yang efektif pada
pengolahan air. Karbon aktif tempurung
kelapa tanpa modifikasi dapat digunakan
sebagai adsorben pada sistem penjernihan air
(Sriwahyuni 2002). Karbon aktif tempurung
kelapa termodifikasi gas CO2 diketahui dapat
menghilangkan sampai 70% residu klorin dari
air (Jaguaribe et al. 2005). Karbon aktif hasil
pengaktifan dengan ZnCl2 memiliki kapasitas
adsorpsi yang tinggi sehingga dapat
memurnikan air (Fernandez & Delgado 1994).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
diuji kapasitas karbon aktif tempurung kelapa
termodifikasi ZnCl2 dalam mengadsorpsi
residu klorin pada air.
Penelitian ini bertujuan menentukan
kapasitas karbon aktif termodifikasi ZnCl2
terhadap residu klorin dalam air, kemudian
menentukan isoterm adsorpsi yang sesuai.
Karbon aktif termodifikasi ZnCl2 diperkirakan
mempunyai kapasitas adsorpsi yang lebih
besar dibandingkan dengan karbon aktif hasil
pencucian dengan air deionisasi (tanpa
modifikasi ZnCl2). Kapasitas adsorpsi karbon
aktif dipengaruhi oleh proses aktivasi dan
waktu adsorpsi. Hasil penelitian ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
pengembangan industri karbon aktif dan bagi
instansi pengolahan air bersih yang
menggunakan
klorin
dalam
proses
produksinya.

TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Aktif
Karbon aktif adalah karbon amorf yang
memiliki porositas internal tinggi, sehingga
merupakan adsorben yang baik untuk adsorpsi
gas, cairan, maupun larutan. Adsorpsi oleh
karbon aktif bersifat fisik, artinya adsorpsi
terjadi jika gaya tarik van der Waals oleh
molekul-molekul di permukaan lebih kuat
daripada gaya tarik yang menjaga adsorbat
tetap berada dalam fluida. Adsorpsi fisik
bersifat dapat balik sehingga adsorbat yang
diadsorpsi
karbon
aktif
dapat

mengalami desorpsi (Roy 1995). Sifat ini
menguntungkan untuk aplikasi industri karena
karbon aktif dapat dipakai ulang melalui
proses regenerasi.
Karbon aktif berbentuk kristal mikro
karbon grafit yang pori-porinya telah
mengalami proses pengembangan kemampuan
untuk menjerap gas dan uap dari campuran
gas dan zat-zat yang tidak larut atau
terdispersi dalam cairan (Roy 1995). Karbon
aktif adalah arang yang telah mengalami
proses aktivasi untuk meningkatkan luas
permukaannya dengan jalan membuka poriporinya
sehingga
daya
adsorpsinya
meningkat.
Pola difraksi sinar-X menunjukkan bahwa
karbon aktif berbentuk grafit, amorf. Karbon
aktif tersusun dari atom-atom karbon
berikatan secara kovalen membentuk struktur
heksagonal
datar.
Susunan
kisi-kisi
heksagonal datar ini tampak seperti pelat-pelat
datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela
diantaranya. Setiap kristal karbon aktif
biasanya tersusun dari 3 atau 4 lapisan atom
karbon dengan sekitar 20−30 atom karbon
heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska
1991) (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur grafit dari karbon aktif.
Pembuatan dan Penggunaan Karbon Aktif
Karbon aktif pada dasarnya dapat dibuat
dari berbagai bahan yang mengandung
karbon. Tulang, kulit biji, kayu keras dan
lunak, kulit kayu, tongkol jagung, serbuk
gergaji, sekam padi, dan tempurung kelapa
ialah beberapa contoh yang umum digunakan.
Bahan-bahan lain yang juga dapat digunakan
ialah limbah kilang minyak, tanah gambut,
batu bara, limbah ubi kayu, dan serat sayuran
(Roy 1995). Pembuatan karbon aktif
mencakup dua tahapan utama, yaitu proses
karbonisasi bahan baku pada suhu 600−700
°C, dan proses aktivasi bahan terkarbonisasi
tersebut pada suhu lebih tinggi. Karbonisasi
merupakan proses penguraian selulosa
organik menjadi unsur karbon dengan disertai
pengeluaran unsur-unsur non-karbon, yang
berlangsung pada suhu sekitar 600−700 °C.

Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu proses aktivasi gas dan
proses aktivasi kimia. Prinsip aktivasi gas
adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada
arang yang telah dipanaskan. Arang yang
telah halus dimasukkan ke dalam tungku
aktivasi lalu dipanaskan pada suhu 800−1000
°C. Selama pemanasan, dialirkan uap air atau
gas CO2. Pada suhu di bawah 800 °C, aktivasi
dengan uap air ataupun gas CO2 berlangsung
sangat lambat sedangkan pada suhu di atas
1000 °C dapat terjadi kerusakan susunan kisi
heksagonal karbon aktif.
Sementara itu, prinsip aktivasi kimia ialah
perendaman arang dalam senyawa kimia
sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam
larutan pengaktif selama 24 jam lalu ditiriskan
dan dipanaskan pada suhu 600−900 °C selama
1−2 jam. Pada suhu ini bahan pengaktif
masuk di antara sela-sela lapisan heksagonal
karbon aktif dan selanjutnya membuka
permukaan yang tertutup. Bahan-bahan kimia
yang dapat digunakan antara lain H3PO4,
ZnCl2, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH,
H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4, dan K2S.
Penggunaan karbon aktif sebagai
adsorben ditentukan oleh luas permukaan,
dimensi, dan distribusinya, yang bergantung
pada bahan baku, kondisi pengarangan, dan
proses pengaktifan yang digunakan. Menurut
IUPAC, karbon aktif
diklasifikasikan
berdasarkan
ukuran
porinya
menjadi
mikropori (diameter 50 nm) (Baker
1997). Karbon aktif
pengadsorpsi gas berbentuk granul, keras, dan
rapatannya tinggi (Gambar 2), sedangkan
pengadsorpsi cairan berbentuk serbuk, lunak,
dan rapatannya rendah (Fernandez & Delgado
1994).

Gambar 2 Karbon aktif berbentuk granul.
Sekarang ini, karbon aktif telah
digunakan secara luas dalam industri pangan,
misalnya untuk pemurnian gula dan minyak,
maupun non-pangan seperti kimia dan
farmasi,
umumnya
sebagai
bahan
pengadsorpsi dan pemurni yang digunakan
dalam jumlah sedikit sebagai katalis. Karbon
aktif juga telah banyak digunakan pada sistem
penjernihan air (Sriwahyuni 2002).

Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses terjadinya
perpindahan massa adsorbat dari fase gerak
(fluida pembawa adsorbat) ke permukaan
adsorben. Dalam proses adsorpsi, terjadi tarikmenarik
antarmolekul
adsorbat
(zat
teradsorpsi) serta antara molekul-molekul
adsorbat dan tapak-tapak aktif pada
permukaan
adsorben
(pengadsorpsi).
Perpindahan massa terjadi jika gaya tarik
adsorben lebih kuat (Setyaningsih 1995).
Berdasarkan jenis gaya tarik ini, dikenal
adsorpsi fisik (fisisorpsi) yang melibatkan
gaya van der Waals, dan adsorpsi kimia
(kimisorpsi) yang melibatkan reaksi kimia.
Adsorpsi fisik memiliki ΔH adsorpsi jauh
lebih kecil daripada adsorpsi kimia (Bird
1985).
Adsorpsi fisik akan terus berlangsung
sampai terbentuk multilapisan pada tekanan
tinggi, tetapi pada tekanan rendah dan suhu
tinggi dapat berbalik menjadi desorpsi
(Alberty & Silbey 1992). Sebaliknya, adsorpsi
kimia hanya membentuk lapisan tunggal, dan
prosesnya semakin cepat pada suhu tinggi
(Bird 1995).
Mekanisme peristiwa adsorpsi dapat
diterangkan sebagai berikut. Molekul adsorbat
berdifusi melalui suatu lapisan batas ke
permukaan luar adsorben, disebut difusi
eksternal. Sebagian ada yang teradsorpsi di
permukaan luar, tetapi sebagian besar
berdifusi lebih lanjut ke dalam pori-pori
adsorben (difusi internal). Bila kapasitas
adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar
adsorbat akan teradsorpsi dan terikat di
permukaan. Namun, bila permukaan sudah
jenuh atau mendekati jenuh oleh adsorbat,
dapat terjadi dua hal: (1) terbentuk lapisan
adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat
yang telah terikat di permukaan; gejala ini
disebut adsorpsi multilapisan, atau sebaliknya
(2) tidak terbentuk lapisan kedua sehingga
adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi
keluar pori dan kembali ke arus fluida.
Proses adsorpsi pada karbon aktif terjadi
melalui tiga tahap dasar. Pertama-tama, zat
terjerap pada karbon aktif bagian luar, lalu
bergerak menuju pori-pori karbon aktif,
selanjutnya terjerap ke dinding bagian dalam
dari karbon aktif (Gambar 3).

Gambar 3 Proses adsorpsi pada karbon aktif.
Faktor-faktor yang memengaruhi adsorpsi
antara lain sifat fisik dan kimia adsorben (luas
permukaan, ukuran pori, dan komposisi
kimia), sifat fisik dan kimia adsorbat (ukuran,
kepolaran, dan komposisi kimia molekul),
konsentrasi adsorbat dalam fasa cair,
karakteristik fase cair (pH dan suhu), dan
kondisi operasional adsorpsi. Suatu zat dapat
digunakan sebagai adsorben untuk tujuan
pemisahan bila mempunyai daya adsorpsi
selektif, berpori (mempunyai luas permukaan
per satuan massa yang besar), dan mempunyai
daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak
dipisahkan secara fisik ataupun kimia.
Pembesaran luas permukaan dapat dilakukan
dengan pengecilan partikel adsorben (Ferry
2002). Akan tetapi, dalam berbagai
pemakaian, ukuran partikel harus memenuhi
syarat lainnya, seperti tidak boleh terbawa
serta dalam aliran fluida, sehingga terdapat
aturan pada ukuran partikel.
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan
kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat
dalam fluida dan dalam permukaan adsorben,
pada suhu tetap. Kesetimbangan terjadi saat
laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat
sama dengan laju pelepasannya.
Ada dua jenis isoterm adsorpsi yang
umum digunakan untuk menjelaskan adsorpsi
cairan pada permukaan padatan, yaitu isoterm
Freundlich dan Langmuir (Bird 1995).
Isoterm Freundlich
Isoterm Freundlich merupakan persamaan
yang biasa digunakan untuk menjelaskan
proses adsorpsi cairan pada permukaan zat
padat. Isoterm ini merupakan persamaan
empiris dengan bentuk sebagai berikut:
1

Q = k Cn

.......(1)

Apabila kedua ruas pada persamaan (1)
dilogaritmakan akan diperoleh

log Q = log k +

1
log C
n

........(2)

Q adalah jumlah adsorbat teradsorpsi per
satuan bobot adsorben, C adalah konsentrasi
kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah
adsorpsi, sementara k dan n adalah tetapan
empiris (Bird 1985).
Isoterm Langmuir
Isoterm ini sering digunakan untuk
menjelaskan adsorpsi zat terlarut dalam suatu
larutan. Isoterm Langmuir biasanya digunakan
untuk menggambarkan proses kimisorpsi satulapisan sehingga sistem yang menjalani tipe
isoterm ini akan terus melakukan adsorpsi
sampai terbentuk lapisan tunggal. Persamaan
untuk isoterm Langmuir ialah
k k C
........ (3)
Q= 1 2
1 + k2 C
Persamaan Langmuir dapat diturunkan dengan
memperkirakan
kesetimbangan
antara
molekul yang diadsorpsi dan molekul yang
masih bebas. Bentuk linear persamaan
Langmuir adalah
C
1
1
........ (4)
=
+ C
Q k1k 2 k1
Klorin
Klorin merupakan unsur halogen pertama
yang berhasil diisolasi. Gas klorin pertama
kali dibuat di laboratorium pada tahun 1774
oleh C. W. Scheele berdasarkan reaksi
4NaCl(aq) + 2H2SO4(aq) + MnSO2(s)
2Na2SO4(aq) + MnCl2(aq) + 2H2O(l) + Cl2 (g)
Gas klorin memiliki kereaktifan yang tinggi
sehingga gas ini tidak pernah ditemukan
dalam bentuk bebas di alam. Senyawa klorin
yang banyak dijumpai ialah natrium klorida,
yang lazim digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Klorin merupakan gas yang korosif dan
beracun, berwarna kuning kehijauan dengan
bau yang khas. Klorin merupakan salah satu
bahan
pengoksidasi
dan
membentuk
senyawaan dengan logam dan nonlogam yang
bervalensi −1 dan +7 (Chang 1988).
Sumber klorin dapat berasal dari kaporit
(Ca(OCl)2), gas klorin (Cl2), klorin dioksida
(ClO2) dan natrium hipoklorit (NaOCl).
Klorinasi merupakan cara yang memuaskan
untuk disinfeksi air dengan kontaminasi yang
tidak terlalu berat (Tchobanoglous & Burton

1991). Penggunaan klorin untuk mematikan
bakteri yang terdapat di dalam air dirintis oleh
John L. Leal dengan menggunakan kaporit
untuk mendisinfeksi air ledeng.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain
adalah karbon aktif, kaporit (Ca(OCl)2),
Na2S2O3, HCl, KI, KIO3, ZnCl2, larutan
amilum 1%, air deionisasi, dan akuades. Alatalat yang digunakan antara lain adalah tanur
listrik, oven, eksikator, homogenizer, shaker,
neraca analitik, cawan porselen, perangkat
titrasi, dan alat-alat kaca.
Metode Penelitian
Pengaktifan kembali karbon aktif
dilakukan dengan menggunakan ZnCl2 5%
(b/v). Selanjutnya dilakukan analisis karbon
aktif yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar
zat mudah menguap, dan kadar karbon terikat.
Setelah dianalisis, kemampuan karbon
aktif dikaji dengan menentukan kapasitas dan
efisiensi adsorpsinya terhadap residu klorin.
Mekanisme penjerapannya juga dikaji dengan
menggunakan isoterm adsorpsi Freundlich
dan Langmuir (Lampiran 1). Pengolahan data
isoterm dilakukan dengan menggunakan Data
Fit versi 8.1.69.
Pencucian Karbon dengan Air Deionisasi
Sebanyak 100 g karbon aktif berukuran
100 mesh dimasukkan ke dalam gelas piala 1
L, dan ditambah air deionisasi sebanyak 660
mL. Campuran dikocok selama 20 menit
kemudian didekantasi. Pencucian diulangi
sebanyak dua kali, selanjutnya dikeringkan
dalam oven pada suhu 50 °C selama 24 jam
(Marshall 1999). Karbon aktif yang dihasilkan
selanjutnya disebut karbon aktif dengan
pencucian menggunakan air deionisasi
(DWAC).
Pengaktifan Karbon dengan ZnCl2
Sebanyak 10 g karbon aktif berukuran
100 mesh direndam di dalam larutan ZnCl2
5% (b/v) selama 48 jam. Setelah didekantasi,
karbon aktif dipanaskan pada suhu 700 oC
selama 1 jam, kemudian dicuci dengan HCl
dan air deionisasi. Selanjutnya karbon aktif

dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC
selama 24 jam (Rahman 2003). Sampel yang
dihasilkan selanjutnya disebut karbon aktif
dengan modifikasi ZnCl2 (ZCAC).
Analisis Kadar Air
Sebanyak 1 g karbon aktif ditempatkan
dalam cawan petri yang telah diketahui bobot
keringnya. Cawan yang berisi sampel
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C
selama beberapa jam sampai bobotnya
konstan dan didinginkan di dalam eksikator
lalu ditimbang. Pengeringan dan penimbangan
diulangi setiap 1 jam sampai diperoleh bobot
konstan (ASTM 1999b). Analisis dilakukan
triplo. Perhitungan kadar air menggunakan
persamaan:
Kadar air (%) = a − b x 100 0 0
a
dengan
a = bobot sampel sebelum pemanasan (g)
b = bobot sampel sesudah pemanasan (g)
Analisis Kadar Abu

Kadar zat mudah menguap (%)
= a − b x 100 0 0
a
dengan
a = bobot sampel sebelum pemanasan (g)
b = bobot sampel sesudah pemanasan (g)
Analisis Kadar Karbon Terikat
Karbon dalam arang adalah zat yang
terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis,
selain abu (zat anorganik) dan zat-zat atsiri
yang masih terdapat pada pori-pori arang.
Definisi ini hanya berupa pendekatan (SNI
1995). Perhitungan kadar karbon terikat
menggunakan persamaan:
Kadar karbon terikat (%) = 100% - (b + c)
dengan
b = kadar zat mudah menguap (%)
c = kadar abu (%)
Standardisasi Na2S2O3 oleh KIO3
Sebanyak 10 mL larutan KIO3 0.2015.10N, ditambah 10 mL KI 0.2015.10-4 N dan 2.5
mL HCl 0.0001 N lalu segera dititrasi dengan
Na2S2O3 0.2015.10-4 N sampai warnanya
menjadi kuning muda sekali. Setelah itu,
diberi 1 mL larutan amilum 1% dan titrasi
dilanjutkan sampai warna biru tua mendadak
lenyap. Standardisasi dilakukan triplo (Harjadi
1986).
4

Sebanyak 1 g karbon aktif ditempatkan
dalam cawan porselen yang telah dikeringkan
dalam oven dan diketahui bobot keringnya.
Cawan yang berisi sampel dipanaskan dahulu
di atas bunsen sampai tak berasap kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 750 °C
selama beberapa jam. Setelah itu, didinginkan
di
dalam
eksikator
dan
ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan diulangi setiap
1 jam sampai diperoleh bobot konstan (ASTM
1999a). Analisis dilakukan triplo. Perhitungan
kadar abu menggunakan persamaan:
Kadar abu (%) = b x 100 0 0
a
dengan
a = bobot awal sampel (g)
b = bobot sisa sampel (g)
Analisis Kadar Zat Mudah Menguap
Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke
dalam cawan porselen yang telah diketahui
bobot
keringnya.
Selanjutnya
sampel
dipanaskan dalam tanur 950 °C selama 10
menit, kemudian didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang. Cawan ditutup serapat
mungkin (ASTM 1999d). Analisis dilakukan
triplo. Perhitungan kadar zat mudah menguap
menggunakan persamaan:

Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi
Karbon aktif hasil pencucian dengan air
deionisasi (DWAC) dan hasil modifikasi
dengan ZnCl2 (ZCAC) masing-masing
sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam 50 mL
larutan kaporit dengan konsentrasi 2.0 ppm.
Adsorpsi dilakukan dengan variasi waktu 15,
30, 45, 60, 75, 90, 120, dan 150 menit.
Selanjutnya campuran disaring dan diambil 10
ml filtrat. Kedalamnya ditambahkan 10 mL KI
0.2015.10-4 N, dan 2.5 mL HCl 0.0001 N, lalu
segera dititrasi dengan Na2S2O3 0.2015.10-4 N
sampai warnanya menjadi kuning muda
sekali. Setelah itu, diberi 1 mL larutan amilum
dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tua
mendadak lenyap. Waktu optimum adsorpsi
ditentukan dari kapasitas adsorpsi maksimum
setiap karbon aktif (Jaguaribe 2005).

Adsorpsi Residu Klorin oleh Karbon Aktif
Masing-masing sebanyak 1 g ZCAC dan
DWAC dimasukkan ke dalam 50 mL larutan
kaporit pada beberapa konsentrasi: 0.5, 1.0,
1.5, 2.0, 2.5, dan 3.0 ppm. Campuran dikocok
dengan pengaduk magnet pada suhu kamar
selama 30 menit untuk ZCAC dan 60 menit
untuk DWAC, kemudian disaring. Diambil 10
ml filtrat lalu ditambahkan 10 mL KI
0.2015.10-4 N, 2.5 mL HCl 0.0001 N, dan
segera dititrasi dengan Na2S2O3 0.2015.10-4 N
sampai warnanya menjadi kuning muda
sekali. Setelah itu, diberi 1 mL larutan amilum
dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tua
mendadak lenyap. Adsorpsi juga dilakukan
pada sampel air minum PDAM Tirta Pakuan
dan air minum Kampus IPB Darmaga.
Tetapan adsorpsi dihitung dengan model
isoterm
Freundlich
dan
Langmuir
menggunakan Data Fit versi 8.1.69. Kapasitas
adsorpsi dihitung dengan rumus:

V (Co − Ca )
m
sedangkan efisiensi adsorpsi dihitung dengan
rumus:
Q=

Efisiensi =

Co − C a
x 100%
Co

Q = kapasitas adsorpsi per bobot karbon aktif
(μg/g karbon aktif)
V
= volume larutan (mL)
Co = konsentrasi awal larutan (ppm)
Ca = konsentrasi akhir larutan (ppm)
m = massa karbon aktif (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Modifikasi Karbon Aktif
Karbon aktif yang dipakai dalam
penelitian ini ada dua jenis, yaitu karbon aktif
termodifikasi ZnCl2 (ZCAC) dan karbon aktif
hasil pencucian dengan air deionisasi tanpa
modifikasi dengan ZnCl2 (DWAC). Karbon
aktif berasal dari tempurung kelapa yang telah
diarangkan. Sebelumnya, karbon aktif dicuci
terlebih dahulu dengan menggunakan air
deionisasi agar pengotor-pengotor yang ada
pada permukaan karbon aktif hilang. Setelah
itu, dilakukan pemanasan pada suhu 105 °C
untuk menguapkan bahan-bahan yang bersifat
atsiri sehingga membuka pori-pori karbon
aktif. Selanjutnya dilakukan modifikasi

karbon aktif dengan ZnCl2. Modifikasi ini
bertujuan meningkatkan kapasitas dan
efisiensi adsorpsi dari karbon aktif dengan
membuka pori-pori karbon yang masih
tertutup dan menambah jumlah tapak aktif
pada permukaan karbon aktif. Unsur-unsur
mineral ZnCl2 masuk di antara pelat-pelat
heksagonal dari karbon dan memisahkan
permukaan yang mula-mula tertutup sehingga
jumlah luas permukaan yang aktif bertambah.
Setelah itu, karbon aktif dicuci dengan HCl
yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa
ZnCl2 yang dapat menutupi pori-pori karbon
aktif dan juga mengubah karakter muatan dari
permukaan
karbon
aktif.
Selanjutnya
dilakukan pencucian dengan menggunakan air
deionisasi kembali untuk menghilangkan sisa
kelebihan asam.
Analisis Proksimat (Kadar Air, Kadar
Abu, Kadar Zat Mudah Menguap, Kadar
Karbon Terikat)
Rerata kadar air yang diperoleh dengan
metode gravimetri sebesar 4.99% (Lampiran
2). Nilai yang diperoleh ini memenuhi standar
SNI (1995) (Tabel 1).
Tabel 1 Standar mutu karbon aktif menurut
SNI 06-3730-1995
Parameter mutu
Standar mutu
(%)
serbuk
Kadar air
≤ 15
Kadar zat mudah menguap
≤ 25
Kadar abu
≤ 10
Kadar karbon terikat
≥ 65
Kadar air yang tinggi akan menurunkan
mutu karbon aktif karena air yang teradsorpsi
pada pori-pori karbon aktif akan menurunkan
kapasitas dan daya adsorpsi terhadap cairan
maupun gas.
Nilai kadar abu karbon aktif, yaitu 4.90%
(Lampiran 3), memenuhi standar SNI (1995).
Kadar abu yang tinggi akan mengurangi daya
adsorpsi karbon aktif terhadap cairan atau gas
karena oksida dari mineral yang terkandung di
dalam karbon aktif seperti Na, K, Mg, dan Ca
akan menutupi pori-pori arang.
Kadar zat mudah menguap atau kadar zat
terbang yang dihasilkan juga memenuhi
standar SNI (1995) karena memiliki nilai di
bawah 25%, yaitu 19.39% (Lampiran 4).
Semakin rendah kadar zat mudah menguap
dari karbon aktif, semakin bagus mutu arang
aktif tersebut. Kadar zat mudah menguap
yang tinggi akan mengurangi kemampuan

dengan DWAC optimum pada menit ke-60
dengan kapasitas adsorpsi maksimumnya
sebesar 66.6683 μg/g (Gambar 4).
Setelah waktu optimum adsorpsi,
kapasitas adsorpsi (Q) cenderung tetap dan
bahkan sedikit menurun. Hal ini disebabkan
oleh menjadi jenuhnya tapak aktif adsorben.
Pori-pori telah terisi penuh oleh adsorbat
sehingga dapat terjadi desorpsi.
90
80
70
60
Q (u g /g )

daya jerap karbon aktif tersebut karena
senyawa-senyawa atsiri akan teradsorpsi pada
pori-pori karbon.
Karbon terikat diasumsikan sebagai
semua zat, selain abu (zat anorganik) dan
senyawa atsiri yang masih teradsorpsi dalam
pori-pori, yang terdapat dalam fraksi padat
hasil aktivasi karbon aktif. Jadi, kadar karbon
terikat ialah [100% − (kadar zat mudah
menguap + kadar abu)], dan nilai standarnya
ialah minimal 65% (SNI 1995) untuk karbon
aktif berupa serbuk. Nilai karbon terikat yang
dihasilkan sebesar 75.71% (Lampiran 5). Nilai
tersebut memenuhi standar SNI. Jadi,
berdasarkan parameter mutu, karbon aktif
yang dipakai memenuhi standar SNI (1995).

50
40
30
20

Titrasi Residu Klorin oleh Na2S2O3

10
0

Konsentrasi larutan Na2S2O3 dibuat
0.2015.10-4 N atau setara 5.0 ppm, tetapi
konsentrasi yang terukur berdasarkan
standardisasi sebesar 0.1988.10-4 N atau setara
dengan 4.9340 ppm (Lampiran 6). Reaksi
yang terjadi pada titrasi larutan kaporit oleh
Na2S2O3 yaitu,
Cl- + I2 + H2O
OCl- + 2I- + 2H+

2S2O32- + I2

S4O62- + 2I-

Waktu Adsorpsi
Karbon aktif dari tempurung kelapa hasil
pencucian dengan air deionisasi (DWAC) dan
hasil modifikasi dengan ZnCl2 (ZCAC)
digunakan untuk menjerap senyawa residu
klorin dari air. Konsentrasi larutan kaporit
yang dipakai sebesar 2.0 ppm karena kaporit
dengan dosis ini berpotensi sebagai
disinfektan dan dianggap menghasilkan residu
klorin melebihi kisaran syarat mutu air bersih
dari Permenkes (0.1–1.2 ppm). Lamanya
proses adsorpsi ditentukan berdasarkan
kapasitas adsorpsinya selama rentang waktu
15−150 menit. Lamanya proses adsorpsi
untuk mencapai kapasitas adsorpsi maksimum
ditetapkan sebagai waktu optimum adsorpsi
(Gambar 4). Data selengkapnya diberikan
pada Lampiran 7 dan 8.
Adsorpsi maksimum residu klorin terjadi
pada rentang waktu 15–60 menit, selanjutnya
stabil pada nilai maksimum atau cenderung
menurun sampai menit ke-150. Waktu
adsorpsi residu klorin dengan karbon aktif
ZCAC relatif lebih cepat dibanding dengan
karbon aktif DWAC. Adsorpsi dengan ZCAC
hanya memerlukan waktu 30 menit untuk
mencapai kapasitas maksimumnya yaitu
sebesar 83.9566 μg/g sedangkan adsorpsi

0

15

30

45

60

75

90

105 120 135 150

Waktu adsorpsi (menit)

ZCAC

DWAC

Gambar 4 Waktu adsorpsi residu klorin.
Penjerapan yang lebih cepat pada ZCAC
berkaitan dengan konsep pembukaan pori-pori
dan pertambahan tapak aktif permukaan
karbon aktif dan juga adanya perubahan
karakter muatan permukaan karbon aktif
akibat modifikasi oleh ZnCl2 dan pencucian
dengan HCl. Makin terbukanya pori-pori dan
bertambahnya jumlah tapak aktif yang dimiliki
suatu adsorben sudah tentu akan meningkatkan
kecepatan adsorpsi.
Adsorpsi Residu Klorin
Kapasitas adsorpsi terhadap residu klorin
dilakukan berdasarkan waktu optimum yang
telah diperoleh. Residu klorin dalam larutan
kaporit dijerap dengan adsorben karbon aktif
ZCAC selama 30 menit, sedangkan adsorpsi
dengan karbon aktif DWAC berlangsung
selama 60 menit. Setelah diperoleh waktu
optimum, konsentrasi residu klorin sebelum
dan setelah adsorpsi diukur untuk menentukan
kapasitas dan efisiensi adsorpsinya (Lampiran
9 dan 10).
Karbon aktif ZCAC memiliki kapasitas
dan efisiensi adsorpsi yang lebih tinggi
daripada karbon aktif DWAC. Modifikasi
dengan ZnCl2 (ZCAC) terbukti mampu
meningkatkan kapasitas dan efisiensi adsorpsi
karbon aktif terhadap residu klorin hampir dua
kali lipat dibandingkan dengan jika hanya
dicuci dengan air deionisasi (DWAC)
(Gambar 5 dan 6). Pembukaan tapak aktif

oleh ZnCl2 akan meningkatkan penjerapan
adsorbat sehingga kapasitas adsorpsinya
menjadi lebih tinggi.
140.0000
120.0000

Q ( u g /g )

100.0000
80.0000
60.0000
40.0000
20.0000
0.0000
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Konsentrasi awal (ppm)

ZCAC

DWAC

Gambar 5 Kapasitas adsorpsi ZCAC dan
DWAC terhadap residu klorin yang
ditetapkan pada waktu optimum.
90
Efisiensi adsorpsi (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Konsentrasi aw al (ppm )

ZCAC

DWAC

Gambar 6 Efisiensi adsorpsi ZCAC dan
DWAC terhadap residu klorin yang
ditetapkan pada waktu optimum.
Dari Gambar 5 dan 6, dapat dilihat pula
pengaruh konsentrasi awal residu klorin
terhadap kapasitas dan efisiensi adsorpsi
karbon aktif. Kapasitas adsorpsi residu klorin
oleh ZCAC meningkat dari 20.0450 hingga
126.4512 μg/g sementara efisiensinya
meningkat dari 80.22% ke 84.38%. Demikian
pula kapasitas adsorpsi residu klorin oleh
DWAC meningkat juga, yaitu dari 13.6459
hingga 109.2185 μg/g sejalan dengan
meningkatnya efisiensi dari 54.60% sampai
72.86%, dengan variasi konsentrasi awal 0.5
hingga 3.0 ppm.
Kapasitas
dan
efisiensi
adsorpsi
meningkat
seiring
dengan
kenaikan
konsentrasi awal residu klorin. Semakin besar
konsentrasi, semakin banyak jumlah molekul
dalam larutan, sehingga interaksi antara
molekul adsorbat dan adsorben akan
meningkat. Interaksi yang semakin besar ini

akan meningkatkan adsorpsi di antara mereka.
Jadi,
peningkatan
kapasitas
adsorpsi
disebabkan adanya penambahan ion residu
klorin yang terikat pada tapak aktif permukaan
karbon aktif.
Setelah diujikan pada kaporit, kemampuan
adsorpsi ZCAC dan DWAC diujikan pada air
minum PDAM Tirta Pakuan dan air minum di
Kampus IPB Darmaga. Konsentrasi awal
residu klorin di dalam air minum PDAM Tirta
Pakuan sebesar 0.5427 ppm sedangkan untuk
air minum di Kampus IPB Darmaga mencapai
1.0559 ppm (Lampiran 11 dan 12).
Konsentrasi awal residu klorin pada kedua
jenis air minum tersebut memenuhi syarat
standar mutu air bersih Permenkes, yaitu
sebesar 0.1−1.2 ppm. Kapasitas dan efisiensi
adsorpsi kedua karbon aktif terhadap residu
klorin dalam kedua sampel air minum
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi
karbon aktif (ZCAC dan DWAC)
terhadap residu klorin pada air
minum
Sampel
Adsorben
Q
Efisiensi
(%)
Air
(μg/g)
PDAM
ZCAC
22.1833
81.78
Tirta
DWAC
14.7956
54.54
Pakuan
Kampus
ZCAC
45.3859
85.98
IPB
DWAC
29.3541
55.61
Darmaga
Dari Tabel 2, terlihat bahwa ZCAC
memiliki kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang
lebih tinggi pada kedua sampel air.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, hal ini
terjadi karena ZCAC memiliki tapak aktif
lebih banyak dibandingkan dengan DWAC.
Nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi karbon
aktif terhadap residu klorin dalam sampel air
minum tidak jauh berbeda dengan kapasitas
dan efisiensi adsorpsinya terhadap residu
klorin dalam larutan kaporit. Hal ini
membuktikan bahwa ZCAC dan DWAC
selektif untuk menjerap ion residu klorin.
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk
mempelajari mekanisme penjerapan. Adsorpsi
fase padat-cair pada umumnya menganut tipe
isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins
1999). Data konsentrasi pada kesetimbangan
dan kapasitas adsorpsi digunakan dalam
pembuatan kurva regresi linear untuk kedua
tipe isoterm tersebut (Lampiran 9 dan 10).

Adsorpsi residu klorin oleh ZCAC
memberikan linearitas yang tinggi untuk kedua
tipe isoterm: 98.79% untuk isoterm Langmuir
(Gambar 7) dan 98.94% untuk isoterm
Freundlich (Gambar 8). Adsorpsi residu klorin
oleh ZCAC dianggap mengikuti tipe isoterm
Freundlich, karena linearitas untuk tipe
isoterm ini sedikit lebih besar (Atkins 1999).

merupakan gaya yang dikeluarkan oleh
permukaan karbon aktif saat menjerap residu
klorin.
Gambar 9 dan 10 berturut-turut
merupakan model isoterm adsorpsi Langmuir
dan Freundlich residu klorin dalam larutan
kaporit yang terjerap pada DWAC. Linearitas
kedua isoterm juga tinggi, yaitu 98.44% untuk
isoterm Langmuir (Gambar 9), dan 98.93%
untuk isoterm Freundlich (Gambar 10). Dari
linearitas yang sedikit lebih tinggi, adsorpsi
residu klorin oleh DWAC juga dianggap
mengikuti tipe isoterm Freundlich.

Gambar 7 Isoterm adsorpsi Langmuir residu
klorin oleh ZCAC.

Gambar 9 Isoterm adsorpsi Langmuir residu
klorin oleh DWAC.

Gambar 8 Isoterm adsorpsi Freundlich residu
klorin oleh ZCAC.
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa
dengan bertambahnya konsentrasi residu
klorin, nilai kapasitas adsorpsi semakin
meningkat.
Konsentrasi
yang
tinggi
tampaknya meningkatkan jumlah klorin dalam
larutan sehingga klorin yang teradsorpsi juga
semakin besar. Dari persamaan (3) dihasilkan
nilai k1 dan k2 berturut-turut sebesar 723.1789
dan 0.3683. Tetapan k1 dapat digunakan untuk
menentukan entalpi adsorpsi sedangkan k2
menggambarkan
mutu
adsorpsi
yang
berhubungan dengan kekuatan adsorben dalam
mengikat adsorbat.
Dengan menggunakan isoterm Freundlich
(Gambar 8), juga dapat dilihat bahwa semakin
besar konsentrasi klorin, jumlah yang
diadsorpsi akan semakin banyak. Tetapan k
dan n yang diperoleh dari persamaan (1)
berturut-turut adalah 211.2816 dan 1.1036.
Tetapan k digunakan untuk menentukan
nilai kapasitas adsorpsi sedangkan n

Gambar 10 Isoterm adsorpsi Freundlich residu
klorin oleh DWAC.
Tetapan yang diperoleh pada persamaan
isoterm Langmuir adalah k1 = 63.4891 dan k2
= − 0.7700. Sementara tetapan yang diperoleh
pada persamaan isoterm Freundlich adalah k =
154.0941 dan n = 0.5183. Perbandingan nilai
k1 dan k2 isoterm Langmuir pada kedua karbon
aktif dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai k1 dan k2 pada isoterm Langmuir
Karbon Aktif
k1
k2
ZCAC
723.1789
0.3683
DWAC
63.4891
−0.7700
Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai k1
dan k2 pada isoterm Langmuir yang dihasilkan
ZCAC jauh lebih besar daripada DWAC. Hal

ini menunjukkan bahwa entalpi adsorpsi (k1)
yang digunakan oleh permukaan karbon aktif
ZCAC untuk mengikat residu klorin lebih
besar. Hal ini sejalan dengan pembahasan
terdahulu bahwa jumlah tapak aktif ZCAC
lebih banyak daripada DWAC sehingga
interaksi adsorbat dengan permukaan adsorben
lebih banyak. Semakin meningkat interaksi
antara adsorbat dengan adsorben, semakin
besar pula entalpi adsorpsi pada permukaan
adsorben.
Nilai k2 yang besar pada ZCAC
menunjukkan bahwa mutu adsorpsinya juga
jauh lebih baik daripada DWAC. Mutu
adsorpsi yang semakin baik berarti semakin
meningkat pula kekuatan adsorben dalam
mengikat adsorbat. Hal ini juga disebabkan
oleh bertambahnya jumlah tapak aktif akibat
modifikasi ZnCl2. Tetapan k2 pada karbon
aktif DWAC bernilai negatif. Hal ini
menggambarkan terjadinya desorpsi oleh
permukaan
DWAC
akibat
pori-pori
permukaan karbon yang terisi penuh oleh
adsorbat.
Akhirnya, perbandingan nilai k dan n
isoterm Freundlich pada kedua karbon aktif
diberikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai k dan n pada isoterm Freundlich
Karbon Aktif
k
n
ZCAC
211.2816
1.1036
DWAC
154.0941
0.5183
Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa kapasitas
adsorpsi (k) dan gaya tarik adsorben dalam
menjerap residu klorin (n) pada ZCAC lebih
besar daripada DWAC. Hal ini terjadi karena
pengaruh modifikasi ZnCl2 yang dapat
meningkatkan jumlah tapak aktif pada
permukaan karbon.
Adsorpsi berlangsung secara kimisorpsi
monolayer jika tipe isoterm yang dianut adalah
isoterm Langmuir. Jika isoterm yang dianut
adalah isoterm Freundlich maka adsorpsi
terjadi
secara
fisisorpsi
multilayer.
Berdasarkan tingginya nilai linearitas yang
diperoleh, pola isoterm pada kedua bentuk
karbon aktif dalam menjerap residu klorin
dapat dikatakan mengikuti pola isoterm
Freundlich. Hal ini berarti mekanisme
fisisorpsi lebih dominan dibandingkan dengan
kimisorpsi dan tapak aktif pada permukaan
karbon aktif adalah heterogen, adsorpsi dapat
terjadi secara multilayer. Mekanisme fisisorpsi
memungkinkan terjadinya interaksi tarikmenarik antar residu klorin yang terdapat
dalam larutan kaporit, selain ikatannya dengan

karbon aktif. Kedua ikatan tersebut lemah
karena hanya terikat oleh gaya van der Waals.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karbon aktif termodifikasi ZnCl2
dapat digunakan untuk menjerap residu klorin
dalam air. Parameter yang mempengaruhi
adsorpsi adalah jenis pengaktifan karbon aktif,
konsentrasi larutan, dan waktu adsorpsi.
Waktu optimum adsorpsi untuk karbon aktif
ZCAC selama 30 menit dengan kapasitas
adsorpsi 83.9566 μg/g dan efisiensi 83.97%
pada larutan kaporit 2.0 ppm. Sedangkan
waktu optimum adsorpsi untuk karbon aktif
DWAC selama 60 menit dengan kapasitas
adsorpsi 66.6683 μg/g dan efisiensi 66.70%
pada larutan kaporit 2.0 ppm. Adsorpsi
terhadap residu klorin oleh karbon aktif ZCAC
dan DWAC berlangsung secara fisisorpsi,
dengan linearitas di atas 95% untuk isoterm
Freundlich.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah mengkarakterisasi lebih lanjut karbon
aktif, seperti menentukan jumlah dan ukuran
pori, kapasitas desorpsi setiap karbon aktif.
Modifikasi konsentrasi larutan ZnCl2 dan
pengukuran pH larutan kaporit juga perlu
dilakukan untuk meningkatkan kapasitas
adsorpsi karbon aktif.

DAFTAR PUSTAKA
Alberty RA, Silbey RJ. 1992. Physical
Chemistry. Ed ke-1. New York: J Wiley.
Akademi Teknik Tirta Wiyata. 2003. Materi
Training: Kualitas Air. Magelang:
Akademi Teknik Tirta Wiyata.
[ASTM] American Society for Testing and
Material. 1999a. ASTM D 2866-94:
Standard Test Method for Total Ash
Content
of
Activated
Carbon.
Philadelphia: American Society for
Testing and Material
[ASTM] American Society for Testing and
Material. 1999b. ASTM D 2866-99:

Standard Test Method for Moisture of
Activated
Carbon.
Philadelphia:
American Society for Testing and
Material.
[ASTM] American Society for Testing and
Material. 1999d. ASTM D 5832-98:
Standard Test Method for Volatile Matter
Content
of
Activated
Carbon.
Philadelphia: American Society for
Testing and Material
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 2. Ed ke4. Jakarta: Erlangga.

hulls modified with citric acid. J Biores
Technol 69:263-268.
Prawirakusuma S, Utomo C. 1970.
Pembuatan Karbon Aktif. Bandung:
Lembaga Kimia Nasional, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Rahman IA, Saad B. 2003. Utilization of
guava seeds as a source of activated
carbon for removal of methylene Blue
from aqueous solution. Malay J Chem
5:008-114.
Roy

Baker FS, Miller CE, Repik AJ, Tollens ED.
1997. Activated Carbon. New York: J
Wiley.
Bird T. 1985. Kimia Fisik untuk Universitas.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chang R, Wayne T. 1988. The Top Industrial
Chemicals. New York: Random House.
Fernandes EC, Delgado TS. 1994. Charcoal
and activated carbon from coconut husks.
J Philipp Technol 19:59-65.
Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari
serbuk gergajian kayu campuran sebagai
adsorben pada pemurnian minyak goreng
bekas
[skripsi].
Bogor:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gramedia.
Jaguaribe EF, Medeiros LL, Barreto MCS,
Araujo LP. 2005. The Performance of
activated carbons from sugarcane
bagasse, babassu, and coconut shells in
removing residual chlorine. Brazillian J
of
Chem
Eng
22:41-47.
http://www.abeq.org.br/bjche/vol22.html
[28 November 2005].
Jankowska H, Andrzes S, Jerzy C. 1991.
Active Carbon. Ed ke-1. New York