Pencirian surfaktan nonionik ester glukosa laurat, ester glukosa miristat, dan ester glukosa stearat sebagai pengemulsi, detergen dan pembusa

PENCIRIAN SURFAKTAN NONIONIK ESTER GLUKOSA
LAURAT, ESTER GLUKOSA MIRISTAT, DAN ESTER
GLUKOSA STEARAT SEBAGAI PENGEMULSI, DETERGEN,
DAN PEMBUSA

SEKAR INDRASWARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
SEKAR INDRASWARI. Pencirian Surfaktan Nonionik Ester Glukosa Laurat, Ester
Glukosa Miristat, dan Ester Glukosa Stearat sebagai Pengemulsi, Detergen, dan Pembusa.
Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH dan HENNY PURWANINGSIH.
Surfaktan nonionik mempunyai fungsi dan aplikasi yang sangat luas terutama
untuk industri perawatan diri seperti sabun dan sampo serta industri detergen. Pencirian
surfaktan nonionik perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuannya yang utama.
Pencirian yang dilakukan yaitu penentuan tegangan permukaan dan antarmuka, nilai HLB

(hydrophile lypophile balance), stabilitas emulsi, daya detergensi, stabilitas busa, dan
nilai pH. Surfaktan nonionik yang digunakan adalah ester glukosa laurat, ester glukosa
miristat, dan ester glukosa stearat. Hasil pencirian menunjukkan nilai KMK (konsentrasi
misel kritis) ester glukosa laurat, ester glukosa miristat, dan ester glukosa stearat berturutturut adalah 0.0027, 0.0026, dan 0.0024% (b/v). Tegangan antarmuka pada KMK yang
terbaik dicapai oleh ester glukosa miristat sebesar 15.33 dyne/cm. Nilai HLB ester
glukosa laurat, ester glukosa miristat, dan ester glukosa stearat berturut-turut adalah 8.75,
8.30, dan 7.25. Berdasarkan nilai HLB dan pengujian yang telah dilakukan terbukti
bahwa ketiga ester glukosa lebih cenderung kepada emulsi oil in water (o/w). Stabilitas
emulsi o/w terbaik diperlihatkan oleh ester glukosa stearat. Daya detergensi terbaik
diperlihatkan oleh ester glukosa miristat. Stabilitas busa terbaik diperlihatkan oleh ester
glukosa laurat. Nilai pH tertinggi dicapai oleh ester glukosa miristat sebesar 6.82. Nilai
pH terendah dicapai oleh ester glukosa stearat sebesar 6.40.

ABSTRACT
SEKAR INDRASWARI. Characterization of Glucose Laurate Ester, Glucose Myristate
Ester, and Glucose Stearate Ester Nonionic Surfactant as Emulsifier, Detergent, and
Foaming Agent. Supervised by KOMAR SUTRIAH and HENNY PURWANINGSIH.
Nonionic surfactants have very wide function and application, especially in body
care industry such as soap and shampoo, and also the detergent industries. It is necessary
to characterize the nonionic surfactant, such as surface and interface tension, HLB

(hydrophile lypophile balance) value, detergent power, foam stability, and pH value, to
investigate its prime function. The nonionic surfactants used in this study were glucose
laurate ester, glucose myristate ester, and glucose stearate ester. The results showed that
CMC (critical micelle concentration) value were 0.0027, 0.0026, and 0.0024% (w/v) for
glucose laurate ester, glucose myristate ester, and glucose stearate ester, respectively. The
interface tension in the best CMC was achieved by glucose myristate ester (15.33
dyne/cm). The HLB value were 8.75, 8.30, and 7.25 for glucose laurate ester, glucose
myristate ester, and glucose stearate ester, respectively. This results proved that the three
glucose esters had the inclination as oil in water (o/w) emulsion. The best stabilization of
o/w emulsion was showed by glucose stearate ester. The best detergency showed by
glucose myristate ester. The best foam stability showed by glucose laurate ester. The
highest pH value achieved by glucose myristate ester (6.82). The lowest pH value was
achieved by glucose stearate ester (6.40).

PENCIRIAN SURFAKTAN NONIONIK ESTER GLUKOSA
LAURAT, ESTER GLUKOSA MIRISTAT, DAN ESTER
GLUKOSA STEARAT SEBAGAI PENGEMULSI, DETERGEN,
DAN PEMBUSA

SEKAR INDRASWARI


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul
Nama
NIM

: Pencirian Surfaktan Nonionik Ester Glukosa Laurat, Ester Glukosa Miristat,
dan Ester Glukosa Stearat sebagai Pengemulsi, Detergen, dan Pembusa
: Sekar Indraswari
: G44201050


Menyetujui:
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Komar Sutriah, M.S.

Henny Purwaningsih, S.Si., M.Si.

NIP 131950979

NIP 132311914

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuann Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999


Tanggal lulus :

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’aalamiin, penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesabaran dan kekuatan, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai
Desember 2005 hingga Maret 2006 di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan dan
Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan
untuk mencirikan produk-produk ester glukosa yang telah disintesis lebih dulu oleh
peneliti yang berbeda-beda. Adapun judul skripsi ini adalah Pencirian Surfaktan
Nonionik Ester Glukosa Laurat, Ester Glukosa Miristat, dan Ester Glukosa Stearat
sebagai Pengemulsi, Detergen, dan Pembusa.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Komar Sutriah, M.S. dan
Henny Purwaningsih, S.Si., M.Si atas segala bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu
yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Prof. Dr. Ir.
Tun Tedja Irawadi, M.S. dan Proyek Hibah A2 yang telah mendanai penelitian ini.
Terima kasih tak terhingga kepada keluarga besar Rahmat Sutomo dan Suradji, bapak,
ibu, Mas Andis, adik-adik tersayang (Gandes, Gomo, dan Abadi) atas do’a serta kasih
sayangnya yang tulus ikhlas dan tiada henti kepada penulis. Terima kasih juga tak lupa

penulis ucapkan kepada Pak Sabur, Ibu Yenni, Pak Mail, Pak Nano, Om Eman, dan Ibu
Enung atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Penghargaan yang tak
terhingga tak lupa penulis sampaikan kepada Drs. M. Farid, Kak Khotib, Mbak Helva,
Kak Budi, tim surfaktan (Ega, Ika, Agung, Kak Ibe, dan terutama Rini) atas kerjasama
dan persahabatan yang indah selama penelitian, warga Cidangiang 49 (Ani, Maya, dan
terutama Woro), warga Green House (Aning, Lia, dan Nita) serta kepada teman-teman
Kimia 38 atas persahabatan selama ini. Woro Januarti atas persahabatan yang telah
terjalin selama 8 tahun, do’a, dorongan semangat serta kerelaannya mendengarkan
keluhan dan tangisan penulis selama satu tahun terakhir. Sri, Dila, Anis, Tina, Santi, Epi,
Aci, Nersy, Dina, Rian, dan Tati atas do’a dan ukhuwah yang teramat indah. Serta kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis
menyelesaikan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2006

Sekar Indraswari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 10 Juli 1984 dari ayah Ismail

Bambang Suharto dan ibu Werdi Yudiningsri. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 4 Semarang dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Kimia Bahan Alam untuk Program Studi D3 Analisis Kimia pada tahun ajaran
2005/2006, Kimia Fisik untuk Program Studi D3 Analisis Kimia pada tahun ajaran
2005/2006, Kimia Fisik 2 untuk Program Studi Kimia pada tahun ajaran 2005/2006, serta
Kimia Lingkungan untuk Program Studi Kimia pada tahun ajaran 2005/2006. Penulis
juga aktif dalam kepengurusan DKM Al-Ghifari periode 2002-2003 dan 2003-2004. Pada
bulan Juli hingga Agustus 2004 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di LIPI Biologi
Bogor dan menulis Laporan Ilmiah dengan judul Degradasi Senyawa Nitril Alifatik oleh
Corynebacterium sp. D4 dan Flavobacterium sp. NUB1.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................... viii
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Surfaktan ...............................................................................................................
Ester Asam Lemak-Karbohidrat ...........................................................................
Tegangan Permukaan ............................................................................................
Tegangan Antarmuka ............................................................................................
HLB .......................................................................................................................
Emulsi ...................................................................................................................
Detergen ................................................................................................................
Busa .......................................................................................................................
pH ..........................................................................................................................

1
2
2
2
3
3
4

4
4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ..................................................................................................... 4
Metode................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tegangan Permukaan dan Nilai KMK ..................................................................
Tegangan Antarmuka ............................................................................................
Nilai HLB ..............................................................................................................
Stabilitas Emulsi ...................................................................................................
Daya Detergensi ...................................................................................................
Stabilitas Busa ......................................................................................................
Nilai pH ................................................................................................................

6
6
7
7
8

9
9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan................................................................................................................ 9
Saran ...................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 10
LAMPIRAN ................................................................................................................... 12

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Nilai HLB dan aplikasinya berdasarkan konsep Griffin.............................................. 3
2 pH ester glukosa........................................................................................................... 9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tegangan permukaan ester glukosa ............................................................................. 6
2 Tegangan antarmuka ester glukosa.............................................................................. 7
3 Stabilitas emulsi w/o ester glukosa .............................................................................. 7
4 Stabilitas emulsi o/w ester glukosa ............................................................................. 8

5 Daya detergensi ester glukosa laurat ........................................................................... 8
6 Daya detergensi ester glukosa miristat ....................................................................... 8
7 Daya detergensi ester glukosa stearat ......................................................................... 9
8 Stabilitas busa ester glukosa ....................................................................................... 9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pengukuran tegangan permukaan ester glukosa .......................................................... 13
2 Pengukuran tegangan antarmuka ester glukosa .......................................................... 15
3 Penentuan nilai HLB ester glukosa ............................................................................. 16
4 Pengukuran stabilitas emulsi ester glukosa ................................................................. 17
5 Pengukuran daya detergensi ester glukosa ................................................................. 19
6 Pengukuran stabilitas busa ester glukosa .................................................................... 21

1

PENDAHULUAN
Surfaktan (surface active agent) adalah
senyawa kimia yang jika terdapat pada
konsentrasi rendah dalam suatu sistem maka
akan mempunyai sifat teradsorpsi pada
permukaan dan antarmuka pada sistem
tersebut. Salah satu fungsi surfaktan di
antaranya menurunkan tegangan permukaan.
Aplikasi surfaktan sangat luas terutama untuk
industri produk-produk perawatan diri seperti
sabun dan sampo serta industri detergen.
Surfaktan dapat dihasilkan dari minyak bumi
(petrokimia) dan minyak-lemak (oleokimia).
Penggunaan oleokimia sebagai bahan baku
surfaktan belum seumum petrokimia,
sehingga perlu pengembangan lebih lanjut,
mengingat beberapa kelebihan oleokimia
dibandingkan petrokimia, diantaranya mudah
terurai secara biologis dan dapat diperbaharui.
Salah satu oleokimia yang berpotensi
sebagai bahan baku surfaktan adalah minyak
sawit. Terlebih lagi Indonesia dikenal sebagai
negara produsen minyak sawit terbesar kedua
di dunia setelah Malaysia. Pemanfaatan
minyak sawit sebagai bahan baku surfaktan
juga dapat memberikan nilai tambah terhadap
minyak sawit tersebut. Minyak sawit dipilih
sebagai bahan baku surfaktan karena
komponen
asam
lemak
penyusun
trigliseridanya, yaitu asam lemak C16-C18
mampu berperan terhadap sifat detergensinya,
sedangkan asam lemak C12-C14 berperan
terhadap efek pembusaan.
Ester asam lemak-karbohidrat merupakan
suatu surfaktan nonionik berbasis minyak
nabati dan karbohidrat yang memperlihatkan
ciri-ciri yang baik diantaranya mudah
terdegradasi, tidak menimbulkan iritasi, dan
digunakan sebagai formula dalam industri
detergen, farmasi, makanan, dan kosmetik
(Obaje 2005). Pemanfaatan surfaktan jenis ini
memiliki keunggulan yang mampu bersaing
dengan surfaktan jenis lain seperti LAS
(Linear Alkil Sulfonat) dan ABS (Alkil
Benzena Sulfonat) yang lebih umum
digunakan saat ini.
Pencirian ester asam lemak-karbohidrat
perlu dilakukan sebelum diaplikasikan lebih
lanjut, untuk mengetahui kemampuannya
yang utama sebagai surfaktan nonionik.
Pencirian itu antara lain, penentuan tegangan
permukaan dan antarmuka, nilai HLB,
stabilitas emulsi, daya detergensi, daya busa,
dan nilai pH. Penelitian ini bertujuan
mencirikan ester glukosa laurat, ester glukosa
miristat, dan ester glukosa stearat serta
mengetahui pengaruh panjang rantai karbon

asam lemak terhadap sifat-sifatnya sebagai
surfaktan nonionik.

TINJAUAN PUSTAKA
Surfaktan
Surfaktan merupakan molekul amfifilik
yang terdiri atas gugus hidrofilik yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap air dan
gugus lipofilik yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap minyak (Dickinson & Mc
Clements 1996). Kehadiran kedua gugus yang
berbeda ini menyebabkan surfaktan cenderung
berada pada antarmuka antara fasa yang
berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen
seperti minyak dan air. Pembentukan lapisan
tipis pada antarmuka ini akan menurunkan
energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat
khas molekul surfaktan (Georgiou et al. 1992).
Surfaktan dapat berfungsi sebagai
detergen, wetting agent (zat pembasah),
pengemulsi, bahan pendispersi, foaming agent
(zat pembusa), dan sebagainya (Swern 1997).
Sifat-sifat surfaktan adalah dapat menurunkan
tegangan permukaan dan tegangan antarmuka,
meningkatkan kestabilan partikel terdispersi,
dan mengontrol formulasi emulsi, misalnya
oil in water (o/w) atau water in oil (w/o). Di
samping itu, surfaktan akan terserap ke dalam
permukaan partikel minyak atau air sebagai
penghalang yang akan mengurangi atau
menghambat penggabungan (koalesensi) dari
partikel yang terdispersi (Rieger 1985).
Surfaktan dapat dikelompokkan berdasarkan
sumber bahan baku pembuatnya, struktur ion,
nilai HLB, serta unsur dan gugus fungsi.
Swern (1997) membagi surfaktan menjadi
empat kelompok:
1. Surfaktan
kationik,
merupakan
surfaktan yang bagian pangkalnya
berupa gugus hidrofilik dengan ion
bermuatan
positif
(kation).
Umumnya merupakan garam-garam
amonium kuaterner atau amina.
2. Surfaktan
anionik,
merupakan
surfaktan yang gugus hidrofobiknya
dihubungkan dengan ion bermuatan
negatif (anion). Umumnya berupa
garam natrium, akan terionisasi
menghasilkan Na+ dan ion surfaktan
yang bermuatan negatif.
3. Surfaktan nonionik, merupakan
surfaktan yang tidak berdisosiasi
dalam air, kelarutannya diperoleh
dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini

2

tidak membawa muatan elektron,
tetapi mengandung heteroatom yang
menyebabkan terjadinya momen
dipol.
4. Surfaktan amfoterik, mengandung
gugus yang bersifat anionik dan
kationik seperti pada asam amino.
Sifat surfaktan ini tergantung pada
kondisi media dan nilai pH.
Surfaktan berbasis bahan alami dapat
dibagi menjadi empat kelompok: (1) berbasis
minyak-lemak
seperti
monogliserida,
digliserida, dan poligliserol ester, (2) berbasis
karbohidrat seperti alkil poliglukosida, dan nmetil glukamida, (3) ekstrak bahan alami
seperti lesitin dan saponin, (4) biosurfaktan
yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti
ramnolipid dan soforolipid.
Ester Asam Lemak-Karbohidrat
Ester asam lemak-karbohidrat merupakan
surfaktan
nonionik
yang
memiliki
kemampuan yang baik dalam mengaktifkan
permukaan dan mudah didegradasi. Jenis
surfaktan ini dapat digunakan sebagai zat
tambahan untuk produk makanan, kosmetik,
farmasi, dan bahan pembersih. Sintesis
konvensional senyawa ini telah dilaporkan
oleh beberapa peneliti dengan metode yang
berbeda-beda terutama pada beberapa dekade
belakangan ini sejak ester tersebut dapat
dipreparasi dari senyawa alami yang dapat
diperbaharui dan tidak habis terpakai seperti
karbohidrat dan asam lemak (Kasori et al.
1999).
Ester asam lemak-karbohidrat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ester
glukosa laurat yang disintesis dari GPA
(glukosa pentaasetat) dan metil laurat (C12),
ester glukosa miristat dari metil miristat (C14),
dan ester glukosa stearat dari metil stearat
(C18). Ketiga ester asam lemak-karbohidrat ini
disintesis dengan metode bebas pelarut.
Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan merupakan sifat
cairan yang membuatnya berperilaku seolaholah permukaannya terkurung dalam lapisan
yang elastis. Sifat ini timbul karena adanya
ketidakseimbangan gaya antara molekul di
permukaan cairan dan molekul di badan
cairan. Molekul di badan cairan mengalami
interaksi yang sama dari molekul-molekul lain
di semua sisi, sedangkan molekul di
permukaan hanya dipengaruhi oleh molekulmolekul di bawahnya dan di sampingnya.

Sifat tegangan permukaan berpengaruh
terhadap pembentukan tetesan cairan, busa
sabun, dan meniskus, begitu juga dengan
kenaikan cairan dalam pipa kapiler, dan
kemampuan
cairan
untuk
membasahi
permukaan (Butt et al. 2003 diacu dalam Jaya
2005).
Terdapat beberapa metode pengukuran
tegangan permukaan di antaranya dengan
metode kenaikan kapiler, metode sudut kontak,
metode tekanan gelembung, metode berat
tetes, dan metode tensiometer du Noüy.
Metode cincin du Noüy berdasarkan pada
penentuan gaya yang diperlukan untuk
menarik cincin Pt-Ir dari permukaan cairan
(Holmberg et al. 2003). Cincin yang
tergantung pada neraca torsi ditarik dari cairan
dengan memutar kawat torsi. Gaya yang
diperlukan untuk memutuskan lapisan tipis
cairan didefinisikan sebagai
F = 4πRγ
dengan R adalah jari-jari cincin dan γ adalah
tegangan permukaan. Alat tensiometer du
Noüy mempunyai faktor koreksi sebesar

Fr = 0.7250 +

0.01452 P
1.679 r
+ 0.04534 −
2
R
C (D − d )

dengan r adalah jari-jari kawat, R jari-jari
cincin, P nilai tegangan permukaan terukur, C
keliling cincin, d rapat massa untuk fluida di
atas, dan D adalah rapat massa untuk fluida di
bawah. Untuk mendapatkan nilai tegangan
permukaan yang sebenarnya, maka tegangan
permukaan yang terukur harus dikalikan
dengan faktor koreksi di atas.
Tegangan Antarmuka
Tegangan antarmuka didefinisikan sebagai
energi yang diperlukan untuk memperluas
permukaan 1 cm2 (Adamson 1982). Tegangan
antarmuka yang diamati adalah tegangan
antarmuka air dan xilena. Molekul surfaktan
yang bersifat amfifilik, yaitu gugus polar yang
akan mengarah ke molekul-molekul air,
sedangkan gugus nonpolar akan mengarah ke
molekul-molekul xilena. Sehingga molekulmolekul surfaktan akan berada di daerah
antarmuka air dan xilena. Faktor-faktor yang
memengaruhi tegangan antarmuka adalah
perbedaan gaya kohesi dan interaksi molekul
surfaktan dengan molekul-molekul pada
daerah antarmuka (Holmberg et al. 2003).
Seperti
halnya
tegangan
permukaan,

3

pengukuran tegangan antarmuka dapat
dilakukan menggunakan metode cincin du
Noüy.

⎛ S⎞
HLB = 20 ⎜ 1 - ⎟
⎝ A⎠

HLB (Hydrophile Lypophile Balance)
Nilai HLB merupakan sejumlah urutan
angka
yang
mewakili
kecenderungan
hidrofilik dan lipofilik dari suatu surfaktan.
Nilai ini bergantung pada perbandingan
bagian hidrofilik dan lipofilik. HLB adalah
konsep untuk memilih pengemulsi. Sistem
HLB pertama kali diperkenalkan oleh William
C. Griffin (Holmberg et al. 2003).
Umumnya HLB digunakan hanya untuk
surfaktan nonionik. Nilai HLB berkisar antara
1 dan 20. Pengemulsi dengan HLB rendah
larut dalam minyak dan meningkatkan emulsi
air dalam minyak (w/o). Pengemulsi dengan
HLB tinggi larut dalam air dan akan
meningkatkan emusi minyak dalam air (o/w).
Nilai HLB berdasarkan konsep Griffin dan
aplikasinya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Nilai HLB dan aplikasinya
berdasarkan konsep Griffin
Nilai HLB
Aplikasi
3–6
Pengemulsi w/o
7–9
Wetting agent
8 – 14
Pengemulsi o/w
9 – 13
Detergen
10 – 13
Solubilizer
12 – 17
Dispersant
Sumber: Holmberg et al. (2003)
Penentuan nilai HLB sebagai berikut:
a. Pengemulsi
yang
bagian
hidrofiliknya hanya mengandung
gugus polioksietilena

HLB =

E
5

dengan E adalah kadar gugus
polioksietilena (%).
b. Pengemulsi senyawa turunan tall oil,
rosin, beeswax, dan lain-lain

HLB =

c.

E+P
5

dengan E adalah kadar gugus
polioksietilena (%) dan P adalah
kadar alkohol polihidroksi (%).
Pengemulsi ester asam lemak dari
alkohol polihidroksi

d.

dengan
S
adalah
bilangan
penyabunan ester dan A adalah
bilangan netralisasi asam lemak.
Campuran pengemulsi A dan B
HLB =

(w A × HLB A ) + (w B × HLB B )
wA + wB

dengan wA dan wB adalah nisbah
bobot pengemulsi A dan B.
B

Emulsi
Emulsi adalah dispersi dari satu cairan
dalam cairan lain yang tidak saling bercampur.
Dua jenis emulsi yang paling umum adalah
emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air
dalam minyak (w/o). Faktor-faktor yang
memengaruhi emulsifikasi di antaranya adalah
jenis pengemulsi, suhu, perbandingan volume
dari kedua fase cairan, dan sifat-sifat dinding
wadah.
Stabilitas emulsi merupakan suatu sistem
ketika tetesan mempertahankan sifat awalnya
karena penggabungan tetesan-tetesan dicegah
oleh energi penghalang yang cukup besar.
Pada umumnya energi penghalang dibangun
oleh lapisan pengemulsi yang terbentuk pada
permukaan tetesan-tetesan (Heusch et al.
1987). Faktor yang dapat memengaruhi
stabilitas emulsi antara lain tolakan elektrik
dan rintangan sterik, sedangkan faktor yang
dapat memengaruhi destabilisas emulsi
diantaranya pembentukan krim, flokulasi,
sedimentasi, dan koalesensi (Holmberg et al.
2003).
Bahan yang umum digunakan sebagai
penstabil emulsi adalah surfaktan karena
surfaktan hampir terserap irreversibel pada
antarmuka. Tolakan sterik di antara bagianbagian surfaktan dalam medium pendispersi
berpengaruh penting dalam stabilisasi ini.
Rantai
hidrokarbon
dihalangi
dalam
pergerakan termalnya jika dua tetesan air
saling mendekati terlalu rapat dan gugus
kepala hidrofiliknya didehidrasi sehingga
terjadi kontak yang rapat. Akibatnya tolakan
hidrasi menstabilkan emulsi (Holmberg et al.
2003).
Stabilitas emulsi dapat diukur dengan
metode ultrasentrifugal, metode elektrik,
dengan mengukur pemisahan emulsi setelah
dibiarkan selama waktu tertentu atau dengan

4

mengukur ukuran partikel. Derajat stabilitas
emulsi biasanya ditunjukkan oleh perubahan
nilai yang diukur dengan metode ini pada
beberapa interval waktu (Holmberg et al.
2003).
Detergen
Detergen merupakan zat yang ditambahkan ke dalam air untuk meningkatkan daya
pembersihnya. Detergen juga dapat diartikan
sebagai senyawa yang menyebabkan zat
nonpolar dapat larut dalam air (Daintith 1994).
Daya detergensi adalah kemampuan surfaktan
untuk mengikat minyak dan mengangkat
kotoran pada permukaan kain (Holmberg et al.
2003).
Faktor-faktor yang memengaruhi daya
detergensi adalah komposisi pengotor secara
kimia dan fisik, temperatur pada saat proses
pencucian, durasi setiap tahap pencucian, jenis
dan proses mekanisasi yang digunakan,
jumlah pengotor yang terdapat dalam sistem,
serta jenis dan jumlah detergen yang
digunakan. Daya detergensi juga dipengaruhi
oleh tingkat kesadahan air. Semakin tinggi
kesadahan air, maka daya detergensi akan
semakin menurun (Lynn 1993).
Busa
Busa merupakan dispersi gelembung
dalam cairan (Daintith 1994). Salah satu
fenomena khas dari larutan surfaktan adalah
kemampuannya dalam membentuk busa. Busa
akan terbentuk jika larutan surfaktan diaduk
atau dialiri udara. Busa adalah gas yang
terjebak oleh lapisan tipis cairan yang
mengandung sejumlah molekul surfaktan
yang teradsorpsi pada lapisan tipis tersebut.
Dalam
gelembung,
gugus
hidrofobik
surfaktan akan mengarah ke gas, sedangkan
bagian hidrofiliknya akan mengarah ke larutan
(Holmberg et al. 2003).
Kemampuan pembentukan busa dari
surfaktan akan berubah dengan bertambahnya
jumlah air dan perubahan suhu. Stabilitas
suatu busa ditentukan oleh tingkat elastisitas
lapisan tipisnya. Pada umumnya surfaktan
yang memiliki daya busa yang tinggi akan
memiliki daya bersih yang juga tinggi. Akan
tetapi surfaktan nonionik walaupun daya
busanya relatif rendah, ternyata mempunyai
daya bersih yang tinggi dibandingkan dengan
surfaktan anionik yang berdaya busa tinggi
(Holmberg et al. 2003).

pH
pH berarti ’potensial hidrogen’. Skala ini
diperkenalkan oleh S.P. Sorensen pada tahun
1909. pH merupakan skala logaritmik untuk
menyatakan keasaman atau kebasaan suatu
larutan. pH larutan dapat didefinisikan
sebagai –log10C, dengan C adalah konsentrasi
ion hidrogen dalam mol dm-3. Larutan netral
pada suhu 25 °C mempunyai konsentrasi ion
hidrogen 10-7 mol dm-3, sehingga pH-nya
adalah 7. pH di bawah 7 menyatakan larutan
asam, sedangkan pH di atas 7 menyatakan
larutan basa (Daintith 1994).
Nilai pH suatu surfaktan perlu diketahui
untuk aplikasi lebih lanjut. Umumnya
surfaktan yang bersifat netral lebih disukai
daripada surfaktan yang bersifat asam atau
basa.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah ester
glukosa laurat, ester glukosa miristat, ester
glukosa stearat yang diperoleh dari hasil
sintesis Russiana, Prihanjani, dan Sari 2006,
xilena, piridina, benzena, iod, KI, dan akuades.
Alat-alat yang digunakan adalah aerator,
Cole-Parmer surface tensiometer 20, pH meter
HM-20J DKK-TOA Corporation, turbidimeter
produksi Hach Company 2100P, ultrasonic
homogenizer T8. 10 IKA®-WERRE, dan
peralatan gelas.
Metode
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Kimia
Fisik
dan
Lingkungan
dan
Laboratorium Kimia Organik, Departemen
Kimia FMIPA IPB.
Pengukuran Tegangan Permukaan Metode
du Noüy (ASTM D_1331 2000). Peralatan
dan wadah sampel yang digunakan harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan
asam sulfat-kromat dan dibilas dengan
akuades, lalu dikeringkan. Wadah yang
digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas
dengan diameter lebih dari 6 cm. Cincin
platinum yang digunakan pada alat
Tensiometer du Noüy mempunyai keliling
5.9450 cm.
Posisi alat diatur agar horizontal dengan
water pass dan diletakkan pada tempat yang
bebas dari gangguan, seperti getaran, angin,

5

sinar matahari, dan panas. Larutan surfaktan
dengan variasi konsentrasi yaitu 0.0010,
0.0020, 0.0030, 0.0040, 0.0050, 0.0060,
0.0070, 0.0080, 0.0090, 0.0100% (b/v),
dimasukkan ke dalam gelas piala dan
diletakkan di atas dudukan pada tensiometer.
Suhu cairan diukur dan dicatat. Selanjutnya
cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel
(lingkaran logam tercelup kurang lebih 3 mm),
dengan cara memutar kawat torsi. Skala
Vernier Tensiometer diatur pada posisi nol
dan jarum penunjuk harus berada pada posisi
berhimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya
kawat torsi diputar perlahan-lahan. Proses ini
diteruskan sampai lapisan tipis cairan tepat
putus. Saat cairan tepat putus, skala dibaca
dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan.
Pengukuran dilakukan hingga diperoleh
paling sedikit lima kali pembacaan tidak jauh
berbeda.
Pengukuran
Tegangan
Antarmuka
(ASTM_D, 1331 2000)]. Metode penentuan
tegangan antarmuka hampir mirip dengan
pengukuran tegangan permukaaan. Untuk
pengukuran cairan yang mengandung dua fasa
yang berbeda, yaitu fasa polar berisi surfaktan
dengan variasi konsentrasi antara 0.0010%
(b/v) dan 0.0040% (b/v), dan fasa nonpolar
berupa xilena dengan perbandingan volume
1:1. Larutan surfaktan terlebih dahulu
dimasukkan ke dalam wadah sampel,
kemudian cincin platinum dicelupkan ke
dalamnya (lingkaran logam tercelup kurang
lebih 3 mm), setelah itu secara hati-hati xilena
ditambahkan ke dalam larutan surfaktan
sehingga sistem terdiri atas dua lapisan.
Kontak antara cincin dan xilena sebelum
pengukuran harus dihindari. Setelah tegangan
antarmuka mencapai ekuilibrium, yaitu benarbenar terbentuk dua lapisan terpisah yang
sangat jelas, pengukuran dapat dilakukan
dengan cara yang sama dengan pengukuran
tegangan permukaan.
.
Penentuan Nilai HLB (Hidrophile-Lipophile
Balance) (Gupta et al. 1983 di dalam
Kuang et al. 2000). HLB ditentukan dengan
metode water number method. Larutan
surfaktan yang mengandung 1 g surfaktan
dalam 25 mL campuran piridina dan benzena
(95:5 (v/v)), dititrasi dengan akuades sampai
kekeruhan permanen. Nilai HLB dari sampel
surfaktan diperoleh dengan interpolasi pada
kurva kalibrasi.
Pengukuran Kestabilan Emulsi (Modifikasi
ASTM 2000). Kestabilan emulsi diukur untuk

emulsi o/w (minyak dalam air) dan w/o (air
dalam minyak) antara air dan xilena. Larutan
surfaktan yang akan diukur mempunyai
konsentrasi 0.0010−0.0040% (b/v). Kestabilan
emulsi o/w diukur dengan cara sebanyak 9.5
mL larutan surfaktan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi khusus, kemudian dicampur
dengan 0.5 mL xilena. Campuran dikocok
selama 5 menit menggunakan ultrasonic
homogenizer. Pengukuran kestabilan emulsi
dilakukan setelah 24 jam. Tinggi emulsi yang
tersisa dan tinggi emulsi total larutan diukur.
Kestabilan emulsi w/o diukur dengan cara
sebanyak 9.5 mL xilena dimasukkan ke dalam
tabung reaksi khusus, kemudian ditambah
dengan 0.5 mL larutan surfaktan. Campuran
dikocok selama 5 menit menggunakan
ultrasonic homogenizer. Lamanya pemisahan
fase antara xilena dan larutan surfaktan diukur.
Daya Detergensi (Lynn 1996 di dalam
Martini 2003). Larutan surfaktan dengan
variasi konsentrasi antara 0.0010% (b/v) dan
0.0040% (b/v) diukur kekeruhannya dan
dicatat sebagai nilai T1. Kain putih dengan
jenis dan ukuran berbentuk bujur sangkar
dengan luas 25 cm2 direndam dalam 100 mL
akuades selama 30 menit. Setelah itu, kain
diangkat dan ditiriskan selama 30 menit,
kemudian akuades hasil rendaman diukur
kekeruhannya dan dicatat sebagai nilai T2.
Kain putih dengan jenis dan ukuran yang
sama direndam dalam larutan pengotor bumbu
rendang dengan konsetrasi 5% (b/v) selama
30 menit. Setelah itu, kain ditiriskan selama
30 menit, kemudian kain direndam dalam
larutan surfaktan sebanyak 100 mL selama 30
menit. Kekeruhan larutan surfaktan diukur
setelah perendaman dan dicatat sebagai nilai
T3.
Pembusaan (Modifikasi Hui 1996 di dalam
Martini 2003). Larutan surfaktan dengan
variasi konsentrasi antara 0.0010% (b/v) dan
0.0040% (b/v) dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian dialiri udara selama 1 menit
dengan
aerator.
Selanjutnya
diamati
pembentukan busa yang terjadi. Waktu
terbentuknya busa dicatat sebagai lama
pembusaan.
Pengukuran pH. Pengukuran pH dilakukan
dengan menggunakan pH-meter yang telah
dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan 7.
Elektroda dibilas dengan akuades. Larutan
surfaktan diukur pH-nya hingga diperoleh
pembacaan yang stabil.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

80

Tegangan Permukaan dan Nilai KMK

60

Tegangan
Permukaan
70 (dyne/cm)

Ester Glukosa Laurat

50

Pengukuran tegangan permukaan larutan
ester glukosa laurat, ester glukosa miristat,
dan ester glukosa stearat pada berbagai
konsentrasi dilakukan menggunakan metode
du Noüy. Pada metode ini tegangan
permukaan sebanding dengan gaya yang
diperlukan untuk menarik cincin hingga
lapisan tipis pada cincin tepat putus.
Pengukuran tegangan permukaan sangat
penting dilakukan untuk menentukan besarnya
nilai KMK (Konsentrasi Misel Kritis) dari
masing-masing larutan. Nilai KMK inilah
nantinya yang akan digunakan untuk pencirian
sifat-sifat fisik lebih lanjut karena pada saat
KMK tercapai banyak terjadi perubahan sifatsifat fisik dari suatu larutan (Holmberg et al.
2003).
Misel adalah gerombol kecil molekul yang
gugus nonpolarnya (hidrokarbon) berada di
bagian tengah dan gugus hidrofiliknya berada
di bagian luar tersolvasi oleh molekul air
(Daintith 1994). KMK adalah konsentrasi
pada saat misel mulai terbentuk (Holmberg et
al. 2003). Nilai KMK yang diperoleh untuk
ester glukosa laurat, ester glukosa miristat,
dan ester glukosa stearat berturut-turut adalah
0.0027% (b/v), 0.0026% (b/v), dan 0.0024%
(b/v). Perbedaan ini dapat terjadi karena
panjang rantai hidrokarbon pada setiap jenis
ester berbeda-beda. Semakin panjang rantai
hidrokarbon maka semakin kecil nilai KMK
karena jumlah molekul yang diperlukan untuk
mencapai kejenuhan pada permukaan dengan
luas permukaan yang sama semakin sedikit
(Ferrer et al. 2002). Nilai KMK diperolah dari
perpotongan dua garis pada kurva hubungan
antara konsentrasi dan tegangan permukaan
masing-masing ester glukosa (Lampiran 1).
Gambar 1 menunjukkan bahwa dengan
semakin tinggi konsentrasi maka tegangan
permukaan akan semakin rendah. Pada tiga
konsentrasi pertama (0.0010, 0.0020, dan
0.0030% b/v) setiap jenis ester, tegangan
permukaan turun cukup drastis. Namun
setelah KMK tercapai, penurunan tegangan
permukaan hanya sedikit. Hal ini dikarenakan
pada konsentrasi di atas KMK, hampir seluruh
molekul telah membentuk misel dan hanya
sedikit yang dapat teradsorpsi di permukaan.
Akibatnya, surfaktan tidak lagi efektif dalam
menurunkan tegangan permukaan (Holmberg
et al. 2003). Nilai tegangan permukaan
masing-masing larutan dapat dilihat dalam
Lampiran 1 .

Ester Glukosa Miristat
40

Ester Glukosa Stearat

30
20
10
0
0

0.002

0.004

0.006

0.008

0.01

Konsentrasi (% b/v)
0.012

Gambar 1 Tegangan permukaan ester
glukosa.

Tegangan Antarmuka
Pengukuran
tegangan
antarmuka
dilakukan pada lima konsentrasi, yaitu dua
konsentrasi di bawah KMK, konsentrasi pada
saat KMK, dan dua konsentrasi di atas KMK.
Pengukuran ini menggunakan dua larutan
yang tidak saling bercampur satu sama lain.
Larutan ester glukosa sebagai fase polar,
sedangkan
sebagai
fase
nonpolarnya
digunakan xilena. Pengukuran ini masih
menggunakan metode du Noüy. Cincin du
Noüy diatur sehingga berada pada batas kedua
larutan yang tidak saling bercampur tersebut.
Besarnya tegangan antarmuka sebanding
dengan gaya yang diperlukan untuk menarik
cincin hingga lapisan tipis pada cincin yang
terbentuk pada batas dua larutan tepat putus.
Seperti halnya tegangan permukaan,
tegangan antar muka larutan ester glukosa
juga bergantung kepada besarnya konsentrasi
dan panjang rantai hidrokarbon. Berdasarkan
Ferrer et al. (2002) seharusnya dengan
semakin bertambahnya panjang rantai
hidrokarbon maka semakin kecil tegangan
antarmuka ester glukosa pada KMK. Namun
dari hasil penelitian ini terjadi penyimpangan
pada ester glukosa stearat yang justru
memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan
kedua jenis ester glukosa lainnya (Lampiran
2).
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada
konsentrasi KMK penurunan tegangan
antarmuka adalah yang terbesar untuk ester
glukosa miristat dan ester glukosa stearat.
Sedangkan pada ester glukosa laurat
penurunan terbesar justru terjadi pada
konsentrasi di bawah KMK. Ketidaksesuaian
hasil dengan teori yang ada dapat terjadi
karena pengaruh kemurnian dari produk yang
digunakan, mengingat ketiga produk ester
glukosa yang digunakan tidak melalui proses
pemurnian lebih lanjut.

7

60

Tegangan
Antarmuka
(dyne/cm)

50
40

Ester Glukosa Laurat
Ester Glukosa Miristat

30

Ester Glukosa Stearat

20
10
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 2 Tegangan antarmuka ester
glukosa.

panjang rantai hidrofilik maka semakin tinggi
nilai HLB. Sebaliknya semakin panjang rantai
lipofilik (hidrokarbon) maka semakin rendah
nilai HLB.
Berdasarkan konsep Griffin maka ester
glukosa laurat dan ester glukosa miristat dapat
diaplikasikan sebagai pengemulsi o/w,
sedangkan ester glukosa stearat sebagai
wetting agent. Oleh karena itu, diperlukan
pencirian lebih lanjut untuk mengetahui
aplikasi yang lebih tepat dari ketiga ester
glukosa.
Stabilitas Emulsi

Nilai HLB
Penentuan nilai HLB dari ketiga ester
glukosa diperlukan untuk mengetahui
kesesuaiannya sebagai pengemulsi. Metode
yang digunakan adalah titrimetri, dengan
akuades sebagai titran dan larutan surfaktan
yang mengandung 1 g surfaktan dalam 25 ml
campuran piridina dan benzena (95:5 v/v)
sebagai titrat. Kepala polar dari ester glukosa
yang bersifat hidrofilik akan tarik menarik
dengan molekul air yang juga bersifat polar
dan ion nitrogen dari molekul piridina yang
bersifat semi polar. Ekor hidrokarbon ester
glukosa yang bersifat hidrofobik akan tarik
menarik dengan molekul benzena yang
nonpolar dan cincin heterosiklik aromatik
molekul piridina. Titik akhir titrasi dicapai
pada saat kekeruhan permanen, karena pada
saat kekeruhan permanen larutan telah jenuh
dan molekul ester glukosa sudah tidak dapat
berikatan dengan molekul air maupun piridina
dan benzena.
Nilai HLB dari ketiga ester glukosa
diperoleh
melalui
perhitungan
pada
persamaan linear y = 0.2551x – 3.5487.
Persamaan linear tersebut diperoleh dari kurva
standar yang didapat dari pengukuran Tween20 (polioksietilena sorbitan monolaurat),
Tween-80 (polioksietilena sorbitan monooleat), dan GMS (gliserol monostearat) murni
dengan menganggap nilai HLBnya sesuai
dengan literatur (Jaya 2005).
Hasil pengukuran nilai HLB ester glukosa
laurat, ester glukosa miristat, dan ester
glukosa stearat berturut-turut adalah 8.75,
8.30, dan 7.25 (Lampiran 3). Panjang rantai
hidrokarbon memengaruhi nilai HLB ester
glukosa, semakin panjang rantai hidrokarbon
suatu ester glukosa maka semakin rendah nilai
HLBnya. Hal ini disebabkan karena HLB
merupakan nilai yang bergantung pada
perbandingan antara rantai hidrofilik dan
lipofilik suatu molekul surfaktan. Semakin

Pengukuran stabilitas emulsi dilakukan
dengan mencampurkan dua zat yang berbeda
polaritasnya. Pada penelitian ini digunakan
xilena sebagai fase nonpolar, sedangkan
larutan ester glukosa sebagai fase polar.
Dilakukan dua perbandingan volume antara
larutan ester glukosa dengan xilena, yaitu
0.5:9.5 (mL) dan 9.5:0.5 (mL), untuk melihat
dan membuktikan jenis emulsi yang telah
diramalkan sebelumnya melalui nilai HLB.
Perbandingan 0.5:9.5 adalah pengemulsi w/o,
sedangkan 9.5:0.5 adalah pengemulsi o/w.
Kedua larutan yang tidak saling bercampur ini
dihomogenkan dengan ultrasonic homogenizer pada kecepatan sedang selama 5 menit.
Berdasarkan Gambar 3 dan 4 dapat dilihat
bahwa emulsi o/w lebih stabil dibandingkan
emulsi w/o. Emulsi o/w dapat bertahan selama
lebih dari 24 jam, sedangkan emulsi w/o
hanya dapat bertahan selama beberapa menit
saja. Hal ini membuktikan bahwa ester
glukosa laurat dan ester glukosa miristat
merupakan pengemulsi o/w dan sejalan
dengan nilai HLB kedua ester glukosa
tersebut.
70

Stabilitas
Emulsi (menit)

60
50

Ester Glukosa Laurat
Ester Glukosa Miristat

40

Ester Glukosa Stearat

30
20
10
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 3 Stabilitas emulsi w/o ester
glukosa.

8

16

Stabilitas
Emulsi (% )

14
12
Ester Glukosa Laurat

10

Ester Glukosa Miristat

8

Ester Glukosa Stearat

6
4
2
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 4 Stabilitas emulsi o/w ester
glukosa.
Stabilitas emulsi sebanding dengan
konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi, maka
stabilitas emulsi juga akan semakin tinggi
(Friberg 1993). Akan tetapi stabilitas emulsi
w/o ester glukosa laurat dan stabilitas emulsi
o/w ketiga ester glukosa memperlihatkan
ketidaksesuaian dengan teori di atas. Hal ini
dapat disebabkan pengaruh kemurnian yang
rendah. Mengingat kisaran titik leleh yang
cukup besar yaitu 100 °C-110 °C, 115 °C-122
°C, dan 96 °C-112 °C berturut-turut untuk
ester glukosa laurat, ester glukosa miristat,
dan ester glukosa stearat (Russiana 2006;
Prihanjani 2006; Sari 2006).
Stabilitas emulsi juga bergantung pada
panjang rantai hidrokarbon dari asam lemak
yang digunakan. Pada umumnya stabilitas
emulsi meningkat dengan bertambahnya
panjang rantai hidrokarbon. Hal ini berkaitan
dengan halangan sterik yang timbul akibat
panjangnya rantai hidrokarbon (Holmberg et
al. 2003). Namun hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan teori di atas. Hal ini dapat
terjadi karena pengaruh ketidakmurnian
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Stabilitas emulsi tertinggi sebesar 13.64%
dicapai oleh ester glukosa stearat pada
konsentrasi 0.0040% (b/v) (Lampiran 4). Nilai
ini menunjukkan bahwa ester glukosa stearat
cukup baik apabila akan diaplikasikan sebagai
pengemulsi o/w. Pengukuran stabilitas emulsi
perlu dilakukan untuk aplikasi lebih lanjut.
Surfaktan yang sesuai sebagai pengemulsi o/w
banyak digunakan pada industri produkproduk perawatan diri, sedangkan surfaktan
yang sesuai sebagai pengemulsi w/o banyak
digunakan pada industri makanan.
Daya Detergensi

glukosa, juga digunakan detergen komersial
sebagai pembanding.
Gambar 5, 6, dan 7 memperlihatkan daya
detergensi ester glukosa miristat adalah yang
tertinggi dibandingkan dua jenis ester glukosa
lainnya. Bahkan pada KMK daya detergensi
ester glukosa miristat lebih tinggi dari
detergen komersial. Daya detergensi terendah
diperlihatkan oleh ester glukosa laurat
(Lampiran 5). Hal ini disebabkan karena
panjang rantai hidrokarbon memengaruhi
daya detergensi. Lynn (1993) melaporkan
bahwa surfaktan dengan rantai hidrofobik
antara 12 dan 16 atom karbon memperlihatkan
daya
detergensi
optimum,
sedangkan
surfaktan dengan rantai karbon lebih dari 16
daya detergensinya akan menurun. Hal ini
juga sejalan dengan nilai HLB yang telah
ditentukan sebelumnya. Berdasarkan konsep
Griffin daya detergensi optimal dicapai pada
nilai HLB 12 (Lynn 1993).
Daya detergensi sebanding dengan
konsentrasi surfaktan, semakin tinggi
konsentrasi maka semakin tinggi pula daya
detergensinya, terlebih lagi jika KMK telah
dicapai. Semakin tinggi konsentrasi di atas
KMK maka misel yang terbentuk semakin
banyak sehingga kotoran yang dapat terikat
oleh misel juga akan semakin banyak (Lynn
1993). Gambar 5, 6, dan 7 memperlihatkan
perilaku yang menyimpang dari teori di atas
karena pengaruh ketidakmurnian.
8

Daya Detergensi
(NTU)

7
6
5

Deterjen Komersial

4

Ester Glukosa Laurat

3
2
1
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 5 Daya detergensi ester glukosa
laurat.
8

Daya Detergensi
(NTU)

7
6
5

Deterjen Komersial

4

Ester Glukosa Miristat

3

Uji
detergensi
dilakukan
untuk
mengetahui kemampuan ester asam lemakkarbohidrat untuk membersihkan kotoran
berlemak pada suatu kain. Pada pengukuran
daya detergensi ini selain ketiga jenis ester

2
1
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 6 Daya detergensi ester glukosa
miristat.

9

8

Daya Detergensi
(NTU)

7
6
5

Deterjen Komersial

4

Ester Glukosa Stearat

3

Surfaktan nonionik lebih tepat jika
diaplikasikan sebagai anti busa, terlebih lagi
jika merupakan pengemulsi o/w. Karena
bahan yang mudah terdispersikan dalam air
akan menurunkan elastisitas lamela, sehingga
busa akan semakin cepat pecah.

2
1

Nilai pH

0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 7 Daya detergensi ester glukosa
stearat.

Stabilitas Busa
Uji pembusaan dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan surfaktan dalam
menghasilkan busa. Surfaktan dengan
stabilitas busa yang baik diperlukan dalam
industri produk-produk perawatan diri seperti
sabun dan sampo. Stabilitas busa sangat
bergantung kepada elastisitas lapisan tipis
cairan antar busa (lamela) yang diantaranya
dapat dihasilkan dengan cara teradsorpsinya
surfaktan pada lapisan cairan (Holmberg et al.
2003).
Gambar 8 memperlihatkan bahwa ketiga
jenis
ester
glukosa
hanya
dapat
mempertahankan busa selama beberapa jam
saja, bahkan untuk ester glukosa stearat hanya
beberapa menit (Lampiran 6). Rendahnya
daya busa disebabkan karena gugus
hidrofobik dari ketiga ester glukosa
mempunyai struktur meruah sehingga
adsorbsinya di permukaan tidak tersusun
dengan baik.
12

Stabilitas Busa
(jam)

10
Ester Glukosa Laurat

8

Ester Glukosa Miristat
6

Ester Glukosa Stearat

4
2
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

Konsentrasi (% b/v)
0.005

Gambar 8 Stabilitas busa ester glukosa.
Ester glukosa laurat memiliki stabilitas
busa terbaik dibandingkan dua jenis ester
glukosa lainnya karena ester glukosa laurat
memiliki gugus hidrofobik yang terpendek.
Semakin panjang gugus hidrofobik (rantai
hidrokarbon) suatu ester asam lemak, maka
stabilitas busanya akan semakin rendah karena
strukturnya akan semakin meruah (Durian &
Weitz 1993).

Nilai pH tertinggi dicapai oleh ester
glukosa miristat, sedangkan nilai pH terendah
dicapai oleh ester glukosa stearat (Tabel 2).
Pengukuran pH penting dilakukan untuk
mengetahui keasaman suatu surfaktan. Pada
umumnya surfaktan yang digunakan dalam
industri produk-produk perawatan diri bersifat
netral. Ester glukosa miristat cukup baik jika
akan diaplikasikan dalam industri produkproduk perawatan diri, karena nilai pH-nya
mendekati netral.
Tabel 2 pH ester glukosa
Jenis
Ester Glukosa Laurat
Ester Glukosa Miristat
Ester Glukosa Stearat

pH
6.62
6.82
6.40

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pencirian menunjukkan bahwa
semakin panjang rantai karbon suatu ester
asam lemak-karbohidrat maka semakin rendah
nilai KMK dan HLB. KMK ester glukosa
laurat, ester glukosa miristat, dan ester
glukosa stearat berturut-turut adalah 0.0027,
0.0026, dan 0.0024% (b/v). Nilai HLB ester
glukosa laurat, ester glukosa miristat, dan
ester glukosa stearat berturut-turut adalah 8.75,
8.30, dan 7.25. Berdasarkan nilai HLB dan
pengujian yang telah dilakukan terbukti
bahwa ketiga ester glukosa lebih cenderung
kepada emulsi oil in water (o/w). Tegangan
antarmuka pada KMK yang terbaik dicapai
oleh ester glukosa miristat sebesar 15.33
dyne/cm.
Daya
detergensi
terbaik
diperlihatkan oleh ester glukosa miristat.
Stabilitas busa menurun dengan bertambah
panjang rantai karbon ester asam lemakkarbohidrat.
Stabilitas
busa
terbaik
diperlihatkan oleh ester glukosa laurat. Nilai
pH tertinggi dicapai oleh ester glukosa
miristat sebesar 6.82. Nilai pH terendah
dicapai oleh ester glukosa stearat sebesar 6.40.

10

Berdasarkan pencirian yang telah dilakukan
ester glukosa stearat cukup baik apabila akan
diaplikasikan sebagai pengemulsi o/w,
sedangkan ester glukosa miristat dapat
diaplikasikan sebagai detergen.
Saran
Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut
terhadap ketiga ester glukosa agar diperoleh
hasil yang lebih baik dalam pencirian. Perlu
dilakukan uji wetting agent untuk ketiga ester
glukosa. Uji toksisitas perlu dilakukan untuk
mengetahui keamanan ketiga ester glukosa
apabila akan diaplikasikan dalam industri
makanan.

DAFTAR PUSTAKA
Adamson WA. 1982. Physical Chemistry of
Surfaces. Canada: J Willey.
ASTM D_1331. 2000. Standard Test Methods
Surface and Interfacial Tension of Surface
Active Agents and Emulsions. Annual
Book of ASTM Standards, Vol. 15. USA:
Easton, MD.
Daintith J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. SS
Achmadi, penerjemah; Marias, Sitohang
DP, editor, Jakarta: Erlangga. Terjemahan
dari: A Concise Dictionary of Chemistry.
Dickinson E, Mc Clements. 1996. Advance in
Food Colloids. New York: Chapman and
Hall.
Durian DJ, Weitz DA. 1993. Foams. Di dalam:
Kroschwitz JI, editor. Encyclopedia of
Chemical Technology. Ed ke-4. Volume
ke-11. New York: Wiley Interscience. hlm.
783-802.
Ferrer M et al. Comparative surface avtivities
of di- and trisaccharide fatty acid esters. J
Langmuir 18:667-673.

Heusch R, Bayer AG, Leverkusen. 1987.
Emulsions. Volume ke-A9. Ullmann’s
Encyclopedia of Industrial Chemistry.
New York: Federal Republic of Germany.
Holmberg K, Jönsson B, Kronberg B,
Lindman B. 2003. Surfactants and
Polymers in Aqueous Solution. Ed ke-2.
Chichester: J Wiley.
Jaya HS. 2005. Profil stabilitas emulsi fraksi
ringan minyak bumi dalam air dengan
penambahan surfaktan nonionik. [Skripsi].
Bogor: Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Kasori Y, Kashiwa K, penemu; Mitsubishi
Chemical Corporation. 1999. Method for
producing a sucrose fatty acid ester. US
Patent 5,908,922.
Kuang D, Obaje OJ, Ali AM. 2000. Synthesis
and characterization of acetylated glucose
fatty esters from palm and palm kernel oil
fatty methyl esters. J Oil Palm Res.
12(2):14-19.
Lynn J. 1993. Detergency. Di dalam:
Kroschwitz JI, editor. Encyclopedia of
Chemical Technology. Ed ke-4. Volume
ke-7. New York: Wiley Interscience. hlm.
1072-1099.
Martini Y. 2003. Kajian pengaruh jenis dan
konsentrasi katalis pada