Sintesis ester glukosa miristat melalui interesterifikasi antara metil miristat dan glukosa pentaasetat

SINTESIS ESTER GLUKOSA MIRISTAT MELALUI
INTERESTERIFIKASI ANTARA METIL MIRISTAT
DAN GLUKOSA PENTAASETAT

MEGASARI PRIHANJANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
MEGASARI PRIHANJANI. Sintesis Ester Glukosa Miristat Melalui
Interesterifikasi Antara Metil Miristat dan Glukosa Pentaasetat. Dibimbing oleh TUN
TEDJA IRAWADI dan HENNY PURWANINGSIH.
Ester karbohidrat asam lemak merupakan surfaktan nonionik yang bersifat ramah
lingkungan dan tidak beracun. Umumnya sintesis senyawa ini berlangsung pada suhu
tinggi, menggunakan katalis dan pelarut toksik sehingga produk yang dihasilkan memiliki
keterbatasan dalam aplikasi industri. Senyawa ester glukosa miristat adalah ester
karbohidrat asam lemak yang dapat disintesis melalui reaksi interesterifikasi bebas

pelarut. Sintesis ini berlangsung dalam 4 tahapan: (1) sintesis metil miristat, (2) sintesis
glukosa pentaasetat (GPA), (3) sintesis ester glukosa miristat antara metil miristat dan
GPA dengan katalis zeolit, dan (4) pemisahan ester glukosa miristat dari metil miristat
dan GPA yang tidak bereaksi. Persentase hasil metil miristat adalah 86.62%. GPA hasil
sintesis memiliki kisaran titik leleh dan persentase hasil masing-masing sebesar
109−112°C dan 46.00%. Ester glukosa miristat hasil sintesis memiliki kisaran titik leleh
115−122 °C dan persentase hasil yang diperoleh dari nisbah 1:1; 2:1; dan 3:1 secara
berturut-turut 87.27, 41.67, dan 30.26%. Berdasarkan spektrum fourier transform
infrared, dapat diduga bahwa produk adalah ester glukosa miristat dari pita serapan pada
bilangan gelombang 2800–3000 cm-1 untuk vibrasi ulur C-H dari unit -CH3-CH2- rantai
alifatik.

ABSTRACT
MEGASARI PRIHANJANI. Synthesis of Glucose Myristate Ester Through
Interesterification between Methyl Myristate and Glucose Pentaacetate. Under the
direction of TUN TEDJA IRAWADI and HENNY PURWANINGSIH.
Carbohydrate fatty acid esters are nonionic surfactants which is environmentally
friendly and non-toxic. Commonly, synthesis of carbohydrate fatty acid esters is done
using a toxic solvent at high temperature in the presence of a catalyst, thus the products
have limitedness in industrial application. Glucose myristate ester is a carbohydrate fatty

acid ester which can be prepared through free solvent interesterification reaction. This
synthesis had been done in 4 steps: (1) synthesis of methyl myristate, (2) synthesis of
glucose pentaacetate (GPA), (3) synthesis of glucose myristate ester through
interesterification between methyl myristate and GPA with zeolite as a catalyst, and (4)
separation of glucose myristate ester from methyl myristate and GPA unreacted. The
yield of methyl myristate was 86.62%. The produced GPA had range of melting point and
yield were 109−112 °C and 46.00%, respectively. The produced glucose myristate ester
had range of melting point 115−122 °C and yield from ratio 1:1; 2:1; and 3:1 were 87.27,
41.67, and 30.26%, respectively. Fourier transform infrared spectra predicted that
products were glucose myristate ester from a peak at 2800-3000 cm-1 wave number for CH strecthing of –CH3-CH2- aliphatic chain.

SINTESIS ESTER GLUKOSA MIRISTAT MELALUI
INTERESTERIFIKASI ANTARA METIL MIRISTAT
DAN GLUKOSA PENTAASETAT

MEGASARI PRIHANJANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul

: Sintesis Ester Glukosa Miristat Melalui Interesterifikasi antara Metil Miristat
dan Glukosa Pentaasetat

Nama : Megasari Prihanjani
NIM

: G44201066

Menyetujui:
Pembimbing I,


Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 130 536 664

Henny Purwaningsih, M.Si.
NIP 132311914

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131 473 999

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim…

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia–Nya penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul Sintesis Ester Glukosa
Miristat Melalui Interesterifikasi Antara Metil Miristat dan Glukosa Pentaasetat, yang
merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 sampai Januari 2006
di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia IPB, serta Laboratorium Terpadu
IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Hibah Kompetisi A2 tahun
2005, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor yang telah mendanai penelitian ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
dan Ibu Henny Purwaningsih, M.Si. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
masukan dan pengarahan kepada penulis. Ungkapan terima kasih kepada Muhammad
Khotib, S.Si., Drs. Komar Sutriah, MS, Drs. Muhamad Farid, Budi Arifin S.Si. atas
diskusi yang berkaitan dengan penelitian ini, serta seluruh dosen dan staf di lingkungan
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Ungkapan terima kasih yang terdalam dihaturkan kepada Ayah, Ibu, Adikku
Hibatur, serta Angger dan Oni sekeluarga, atas segala doa, nasihat, dorongan, semangat,
perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Keluarga Cinta (Etta, Ika, Tyas, Ayu, Trie, Anti, Santi, dan Atiek) yang telah
menjadi sahabat terbaik di saat suka maupun duka. Terima kasih kepada rekan-rekan
Kimia 38 dan Tim Surfaktan (Ika, Rini, Sekar, Agung, dan Kak Ibe), untuk semua

bantuan, pengertian dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada Mas Anshori, Mas Doni, dan Mas Manggie atas segala
bantuannya, dan kepada teman-temanku (Rizky, Nia, Liza, Yunita, Reza, Trisna, Sisrie,
Rapuh, Ari, Sapi, dan Keluarga Besar Cirahayu 6) atas canda tawa dan semangat yang
diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Mei 2005

Megasari Prihanjani

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 1983 sebagai putri pertama
dari dua bersaudara dari pasangan Tarmudzi Tabroni dan Suyatinah.
Tahun 2001, penulis lulus dari SMU Negeri 86 Jakarta dan pada tahun yang sama
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (UMPTN) sebagai mahasiswi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2004, penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di
Balai Pengawas Obat dan Makanan Pusat Penelitian (BPOM), Tanah Abang, dengan
judul Penentuan Kadar Fe dalam Tepung Terigu dengan Metode Spektroskopi Serapan

Atom dan Kadar Asam Lemak Bebas dalam Minyak Secara Alkalimetri.
Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah berpartisipasi pada Masa Perkenalan
Jurusan tahun 2002-2004. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Kimia Anorganik pada tahun ajaran 2003/2004 dan Kimia Bahan Alam D3 pada
tahun ajaran 2005/2006.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..............................................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................

x


PENDAHULUAN .....................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa ................................................................................................................
Asam Miristat ......................................................................................................
Zeolit ...................................................................................................................
Ester Karbohidrat Asam Lemak ..........................................................................

1
2
2
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .....................................................................................................
Metode..................................................................................................................

4

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Metil Miristat........................................................................................................
Glukosa Pentaasetat (GPA) .................................................................................
Ester Glukosa Miristat .........................................................................................

5
7
9

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

12

LAMPIRAN................................................................................................................


14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Konformasi α-D-glukosa ......................................................................................

1

2

Reaksi esterifikasi dalam sintesis GPA ................................................................

2

3

Struktur asam miristat ..........................................................................................


2

4

Reaksi esterifikasi sintesis metil miristat .............................................................

2

5

Sisi aktif dari zeolit ..............................................................................................

3

6

Reaksi interesterifikasi dalam sintesis ester glukosa asam lemak .......................

3

7

Mekanisme reaksi sintesis metil miristat dengan katalis BF3 ..............................

5

8

Metil miristat hasil sintesis. ..................................................................................

6

9

Spektrum FTIR asam miristat murni dan metil miristat hasil sintesis .................

6

10 Serbuk GPA hasil sintesis ....................................................................................

7

11 Spektrum FTIR glukosa murni dan GPA hasil sintesis .....................................

8

12 Ester glukosa miristat hasil sintesis ......................................................................

9

13 Reaksi interesterifikasi dalam sintesis ester glukosa miristat ...............................

9

14 Spektrum FTIR GPA dan ester glukosa miristat nisbah 1:1................................

11

15 Spektrum FTIR GPA dan ester glukosa miristat nisbah 2:1................................

11

16 Spektrum FTIR GPA dan ester glukosa miristat nisbah 3:1.................................

12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Bagan alir penelitian ............................................................................................

15

2

Diagram alir pembuatan metil miristat ................................................................

16

3

Penentuan bilangan asam lemak bebas (FFA) .....................................................

17

4

Diagram alir pembuatan GPA .............................................................................

18

5

(a) Penentuan kadar air GPA; (b) Penentuan kadar asetil GPA; (c) Perhitungan
kadar asetil GPA maksimal teoritis .....................................................................

19

6

Diagram alir pembuatan ester glukosa miristat ...................................................

21

7

Perhitungan persentase hasil metil miristat ........................................................

23

8

Perhitungan persentase asam lemak bebas metil miristat ...................................

24

9

Perhitungan persentase hasil GPA ......................................................................

25

10 Perhitungan kadar air dan asetil GPA .................................................................

26

11 (a) Perhitungan bobot teoritis ester glukosa miristat; (b) Data persen hasil dan
titik leleh ester glukosa miristat .........................................................................

27

PENDAHULUAN
Surfaktan merupakan suatu senyawa kimia
yang bersifat dapat teradsorpsi pada
permukaan dan antarmuka suatu cairan
(Hadyana dan Taqdir 1999). Umumnya
surfaktan disintesis dari bahan baku turunan
minyak bumi dan gas alam. Produksi minyak
bumi saat ini semakin menurun dan sifat
surfaktan yang dihasilkan sulit didegradasi,
maka diperlukan upaya untuk mengganti
bahan baku pembuatan surfaktan dari bahanbahan mentah yang dapat dibiodegradasi.
Salah satu alternatif ialah dengan
memanfaatkan minyak nabati, yaitu minyak
sawit. Tahun 2005 produksi minyak sawit
Indonesia yang terdiri atas crude palm oil
(CPO) mencapai 13.3 juta ton (Suharto 2006)
dan pada tahun 2006 ditargetkan mencapai 14
juta ton, sedangkan palm kernel oil (PKO)
mencapai 2 juta ton pada tahun 2002 (Lubis
1993) dan ditargetkan mencapai 6 juta ton
pada tahun 2006. Hal ini memungkinkan
Indonesia berpotensi menjadi produsen
surfaktan terbesar yang ramah lingkungan.
Salah satu turunan minyak sawit yang paling
banyak dimanfaatkan adalah asam lemak.
Karbohidrat telah banyak digunakan sebagai
komponen hidrofilik dari surfaktan nonionik,
disebabkan oleh sumbernya yang melimpah di
alam.
Bahan baku pembuatan surfaktan dari
karbohidrat dan asam lemak dapat
menghasilkan surfaktan nonionik yang tidak
lain adalah suatu ester karbohidrat asam
lemak. Keunggulan ester karbohidrat asam
lemak adalah tidak menimbulkan iritasi, tidak
beracun, dapat dibiodegradasi secara alami,
tidak berasa, dan tidak berbau (Obaje 2005).
Oleh karena sifatnya yang ramah lingkungan,
surfaktan jenis ini dapat digunakan sebagai
bahan tambahan dalam produk makanan,
kosmetik, dan obat-obatan.
Sintesis senyawa ester karbohidrat asam
lemak biasanya berlangsung pada suhu tinggi
dengan kehadiran katalis dan menggunakan
pelarut toksik. Sebelumnya pernah dilakukan
sintesis ester karbohidrat asam lemak dengan
metode bebas pelarut oleh Feuge et al. (1970),
Akoh dan Swanson (1990), serta Kuang et al.
(2000).
Produk-produk
sintesis
yang
dihasilkan memiliki sifat sebagai surfaktan.
Asam lemak yang digunakan pada
penelitian ini adalah asam miristat (C14).
Menurut Gunstone et al. (1997), rantai C14
mempunyai daya pembusaan yang baik.
Selain itu, asam miristat cukup banyak
terkandung dalam PKO (12–17%) setelah

asam laurat (Bernardini 1983 yang diacu
dalam Martini 2003). Karbohidrat yang
digunakan adalah glukosa disebabkan glukosa
sudah umum digunakan pada sintesis ester
karbohidrat asam lemak, selain sukrosa dan
sorbitol.
Penelitian ini membuat salah satu senyawa
ester karbohidrat asam lemak, yaitu ester
glukosa miristat dari metil miristat dan
glukosa pentaasetat (GPA). Metode yang
dipilih adalah metode interesterifikasi bebas
pelarut dengan katalis zeolit. Penelitian ini
bertujuan mensintesis ester glukosa miristat
dari metil miristat dan glukosa pentaasetat.

TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa
Glukosa adalah karbohidrat yang paling
umum dan sederhana yaitu monosakarida.
Glukosa diklasifikasikan sebagai aldoheksosa
karena merupakan gula pereduksi yang
mengandung gugus alkohol dan aldehid serta
memiliki enam rantai karbon. Berdasarkan
sifat fisiknya, glukosa murni
(C6H12O6)
berwujud kristal putih: glukosa–α (meleleh
pada suhu 146 °C) dan glukosa–β (meleleh
pada 150 °C), serta memiliki berat molekul
180.1548 g/mol.
Posisi gugus hidroksil (-OH) pada atom C1
dibagi menjadi dua, yaitu posisi alfa dan
posisi beta. Posisi alfa artinya gugus hidroksil
berlawanan sisi terhadap atom C6 pada
struktur cincin (Gambar 1), sedangkan pada
struktur kursi siklik digambarkan sebagai
proyeksi vertikal. Posisi beta artinya gugus
hidroksil satu sisi terhadap atom C6 pada
struktur cincin, dan pada struktur kursi siklik
digambarkan sebagai proyeksi horizontal.
HO
6
5

4

OH

O
1

OH
2

OH

3

OH

Gambar 1 Konformasi α-D-glukosa.
Glukosa mengandung 0.02% bentuk rantai
lurus dan lebih banyak strukturnya berbentuk
kursi siklik. Hal ini disebabkan karena
karbohidrat memiliki gugus fungsi alkohol
dan aldehid atau keton. Struktur rantai lurus
mudah berkonversi menjadi bentuk struktur
kursi siklik atau struktur cincin hemiasetal
(Ophardt 2003).

2

H2COAc

H2COH
O

O

+
OH

5
H3C

O

CH3

pemanasan

+

OAc
OAc

OAc

5
H3C

OH

OAc

OH
glukosa

O

O
katalis

OH
OH

O

anhidrida asetat

glukosa pentaasetat (GPA)

asam asetat

Gambar 2 Reaksi esterifikasi dalam sintesis GPA.

Gugus-gugus hidroksil dalam glukosa
bersifat serupa dengan gugus alkohol lain.
Gugus ini dapat diesterifikasi oleh asam
karboksilat atau oleh asam anorganik. Salah
satu bentuknya adalah asetilasi dengan
menggunakan anhidrida karboksilat. Reaksi
ini dipercepat dengan adanya katalis asam
(seperti ZnCl2). Produk yang dihasilkan
adalah GPA, yang berupa padatan berwarna
putih, kisaran titik leleh 112–113 °C, tidak
larut dalam air, dan mudah larut dalam
alkohol, seperti etanol (Vogel 1959). Reaksi
esterifikasi sintesis GPA antara glukosa dan
asetat anhidrida ditunjukkan pada Gambar 2.

dapat dipercepat dengan adanya penambahan
katalis asam atau basa. Produk yang
dihasilkan adalah metil miristat yang memiliki
kisaran titik leleh 18–19 °C, densitas 0.8555
g/ml dan tidak larut dalam air tetapi larut
dalam eter.

Asam Miristat

Zeolit

Asam miristat (C14H28O2) adalah salah
satu jenis asam lemak dengan nama lain asam
tetradekanoat. Menurut Thieme (1968) yang
diacu dalam Ketaren (1986), asam miristat
merupakan satu dari tiga asam lemak jenuh
yang paling banyak terdapat dalam minyak
kelapa, selain asam laurat sekitar 44–52% dan
asam palmitat sekitar 7.5–10.5%. Asam
miristat
mempunyai sifat sedikit berbau
lemak, kristal padat putih, berat molekul
228.38 g/mol, densitas 0.8439 g/ml dan larut
dalam alkohol, aseton, benzena, serta
kloroform (Vogel 1959).

Zeolit (M2/nO. Al2O3. ySiO2. wH2O)
merupakan rongga-rongga intrakristalin yang
teratur, dibentuk oleh aluminosilikat alkali
dan atau alkali tanah terhidrasi yang
mempunyai struktur kerangka tiga dimensi
terbuka, dikarenakan adanya tetrahedral–
tetrahedral SiO4 dan AlO4- dengan atom O
sebagai penghubung antara atom Si dan atom
Al (Ming dan Mumpton 1989).
Berdasarkan sumbernya, zeolit dibedakan
atas dua macam, yaitu zeolit alam dan zeolit
sintetik. Zeolit alam berasal dari pelapukan
alami dari abu vulkanik, proses perkolasi air
permukaan melalui sedimentasi yang tepat,
dan perkolasi air hujan melalui batuan basal
(Othmer 1995).
Zeolit pada keadaan murni berwarna putih,
akan tetapi keberadaan senyawa pengotor
menyebabkan zeolit berwarna merah muda
sampai coklat kemerahan, kekuningan, atau
kehijauan (Tsitsishvili et al. 1992). Zeolit
dapat digunakan dalam berbagai reaksi
organik, seperti reaksi konversi hidrokarbon,
pemurnian minyak, oksidasi, penanganan
limbah, pemurnian air minum, dan lain-lain.
Kerangka struktur zeolit (Gambar 5)
memperlihatkan adanya jembatan gugus OH
yang menghubungkan atom Si dan Al yang
bertanggung jawab untuk keasaman Bronsted,

O

OH

Gambar 3 Struktur asam miristat.

Gugus-gugus hidroksil pada struktur asam
miristat (Gambar 3) dapat diesterifikasi
menjadi ester asam karboksilat oleh reaksi
langsung antara asam karboksilat dan alkohol
seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Reaksi ini

O

O
CH3-(CH2)12-C-OH

R'OH

CH3-(CH2)12-C-O-CH3 + H2O

katalis

asam miristat

metil miristat

Gambar 4 Reaksi esterifikasi sintesis metil
miristat.

3

sedangkan ligan okso dari aluminium sebagai
basa Lewis. Interaksi antara atom oksigen dari
gugus hidroksi dan atom aluminium dapat
memperlemah orde ikatan hidrogen-oksigen,
tapi meningkatkan keasaman dan kebasaan
dari ligan okso dan alumunium.

dan kalium pada suhu 170–187 °C. Reaksi ini
terbatas dengan adanya kecenderungan
pembentukan karamelisasi sukrosa pada suhu
tinggi.
Akoh dan Swanson (1990) telah
melakukan optimalisasi sintesis gula ester
asam lemak melalui sistem bebas pelarut
dengan mereaksikan sukrosa terasetilasi
(sukrosa oktaasetat), 1–2% katalis logam Na,
asam lemak metil ester (FAME) pada suhu
105 ºC selama 2 jam dalam kondisi vakum
dengan tekanan 0.5 mmHg. Rendemen produk
yang dihasilkan dari metode tersebut adalah
99.6–99.8%.
Kuang et al. (2000) memodifikasi metode
sintesis dari Akoh dan Swanson (1987)
melalui reaksi interesterifikasi antara GPA
dan FAME dari PKO menggunakan katalis
logam Na pada suhu 80–100 ºC selama 4–6
jam seperti yang terlihat pada Gambar 6.
Produk utama yang dihasilkan adalah ester
mono- dan di-glukosa asam lemak masingmasing sebesar 60.5% dan 20.2%.
Obaje (2005) memodifikasi metode
sintesis ester gula asam lemak dari PKO
melalui reaksi transesterifikasi (asidolisis)
bebas pelarut pada suhu rendah (60–95 ºC)
dan dengan katalis asam. Katalis yang
digunakan berupa asam sulfat dan asam alkil
sulfonat, serta logam berat, seperti Zn, dan
Cu. Reaksi tersebut berlangsung antara asam
lemak dan glukosa pentaasetat (nisbah 3:1)
yang dipanaskan pada suhu 80–100 ºC sampai
larutan menjadi homogen. Setelah itu
ditambahkan 0.1 % (b/b) asam sulfat
kemudian divakum dengan tekanan 5–10 torr
selama 3–6 jam.

H
O

O

O
Si
O

O
Si

Al
O

O

O

O

O

Gambar 5 Sisi aktif dari zeolit.

Ester Karbohidrat Asam Lemak
Sintesis gula ester asam lemak dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur
sintesis kimia dan enzimatik. Mekanisme
reaksinya
berlangsung
dengan
reaksi
transesterifikasi atau intereterifikasi antara
gula dan satu atau lebih trigliserida. Kerugian
yang ditimbulkan dari jalur sintesis kimia
adalah konsumsi energi yang tinggi dan
toksik. Sementara itu jalur enzimatik biasanya
menggunakan katalis enzim dari golongan
lipase. Jalur enzimatik lebih disukai dalam
industri pangan dan kosmetik dikarenakan
kondisi reaksi sintesisnya alami dan produk
yang dihasilkan memiliki regioselektivitas
yang tinggi (Akoh dan Swanson 1987).
Feuge et al. (1970) melakukan reaksi
esterifikasi langsung antara sukrosa dan asam
lemak dengan metode bebas pelarut
menggunakan katalis sabun litium, natrium,

H

H3C-O-CO-R

CH2OAc
O

OAc

OAc
OAc
H

nCH3-CO-O-CH3

katalis
kondisi reaksi

OAc

Glukosa pentaasetat

H

CH2OAc
O
OAc

OAc

H

H
O-CO-R +

CH2-O-CO-R
O
OAc

H

H

OAc

O-CO-R

OAc
OAc
H
60.5%

mono-ester asam lemak glukosa

20.2%
di-ester asam lemak glukosa

Gambar 6 Reaksi interesterifikasi dalam sintesis ester glukosa asam lemak (Kuang et.al 2000)

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah asam
miristat teknis, glukosa p.a, heksana teknis,
etanol p.a, metanol, anhidrida asetat, BF3 16%
dalam metanol p.a, NaOH 1 N dalam metanol,
HCl, NaCl jenuh, ZnCl2 anhidrat p.a,
NaHCO3, Na2SO4 anhidrat, zeolit sintetik,
Na2CO3, asam oksalat, kertas saring, pH
universal, dan akuades.
Alat-alat yang digunakan adalah labu
bulat, kondensor, penangas, termometer, oven,
hot plate, pengaduk magnetik, batu didih,
pompa vakum, neraca analitik, buret,
piknometer, alat-alat kaca lainnya, dan
spektrofotometer fourier transform infrared
(FTIR) merk Bruker jenis Tentor 37.
Metode
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahapan, seperti yang tercantum pada
Lampiran 1:
1) Sintesis metil miristat melalui reaksi
antara asam miristat dan metanol.
2) Sintesis GPA melalui reaksi antara
glukosa dan anhidrida asetat.
3) Sintesis ester glukosa miristat melalui
reaksi antara metil miristat dan GPA
(nisbah 1:1; 2:1; dan 3:1), serta zeolit.
4) Pemisahan ester glukosa miristat yang
meliputi pemisahan metil miristat dan
GPA tidak bereaksi.
Sintesis Metil Miristat (AOAC 1999)
Metil miristat disintesis melalui reaksi
esterifikasi antara 15 g asam miristat dan 66
mL larutan NaOH dalam metanol 1 N yang
direfluks selama 20 menit dalam penangas air.
Selanjutnya ditambahkan larutan BF3 16%
sebanyak 2 kali volume NaOH dalam metanol
1 N dan dipanaskan kembali selama 20 menit.
Pemisahan campuran reaksi dilakukan dengan
penambahan larutan NaCl jenuh dan heksana.
Lapisan heksana dipisahkan dari campuran
dan dihilangkan kandungan airnya dengan
penambahan Na2SO4 anhidrat, lalu diuapkan
sampai terbentuk cairan metil miristat yang
pekat (Lampiran 2). Dari hasil sintesis
ditentukan persentase hasil, densitas, asam
lemak bebas (FFA) (Lampiran 3), dan ciri
spektrum FTIR.
Sintesis GPA (Furniss et al. 1978)
Sebanyak 8 g ZnCl2 anhidrat dan 200 mL
anhidrida asetat dimasukkan ke dalam labu

bulat, kemudian direfluks dalam penangas air
(60–70 °C) selama 10 menit sambil diaduk
dengan pengaduk magnetik. Larutan tersebut
ditambah dengan 40 g glukosa secara
perlahan-lahan, diaduk secara kuat selama
penambahan glukosa, kemudian dipanaskan
kembali selama 1 jam pada penangas air.
Setelah 1 jam, campuran tersebut dipindahkan
ke dalam air es sambil diaduk, lalu didiamkan
sampai terbentuk endapan putih. Campuran
disaring dan dicuci dengan air es sampai bau
asam menghilang lalu dikristalisasi dengan
metanol (Lampiran 4). Hasil sintesis
ditentukan persentase hasil, titik leleh, kadar
air, kadar asetil (Lampiran 5), dan ciri
spektrum FTIR.
Sintesis Ester Glukosa Miristat
(Kuang et al. 2000)
Sintesis ester glukosa miristat dilakukan
dengan variasi pebandingan metil miristat dan
GPA (1:1; 2:1; dan 3:1), serta zeolit sebesar
10% dari total reaktan. Sintesis ini dimulai
dari metil miristat, GPA, dan zeolit
dimasukkan ke dalam labu bulat berleher dua
yang
dilengkapi
dengan
termometer,
pendingin, dan pengaduk magnetik, kemudian
dipanaskan pada suhu 80–100 °C dalam
penangas air mendidih selama 6 jam
(Lampiran 6).
Pemisahan Ester Glukosa Miristat
(Modifikasi Obaje 2005)
Campuran homogen yang terbentuk dari
hasil sintesis ditambahkan dengan larutan
etanol hangat dan dinetralkan dengan
beberapa tetes larutan NaHCO3 1 M
kemudian disaring dalam kondisi hangat
sampai dihasilkan endapan A dan filtrat.
Filtrat yang berisi pelarut etanol diuapkan
sehingga dihasilkan endapan B. Masingmasing endapan A dan B ditambahkan
heksana lalu diuapkan sampai didapatkan
metil miristat yang tidak bereaksi. Kemudian
masing-masing endapan A dan B ditambahkan
etanol hangat dan didinginkan pada suhu -4–0
°C hingga terdapat endapan putih. Campuran
tersebut disaring, endapan yang diperoleh
adalah GPA yang tidak bereaksi dan katalis
zeolit sedangkan filtratnya berisi ester glukosa
asam lemak. Pelarut etanol pada filtrat dapat
dihilangkan dengan cara diuapkan sampai
terbentuk padatan ester glukosa miristat
(Lampiran 6). Selanjutnya produk ditentukan
persentase hasil, titik leleh, dan ciri spektrum
FTIR.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Metil Miristat
Metil miristat disintesis melalui reaksi
esterifikasi, yaitu metanolisis pada suhu 60–
70 °C antara asam miristat dan metanol. Oleh
karena reaksi ini bersifat dapat balik, maka
digunakan pereaksi (metanol) berlebih dengan
tujuan agar pereaksi tersisa dan asam miristat
habis bereaksi. Hal ini akan mendorong
kesetimbangan reaksi bergeser ke arah
pembentukan produk ester sehingga diperoleh
konversi yang baik dan rendemen hasil akan
tinggi.
Metanolisis
pertama
sintesis
ini
berlangsung pada suasana basa karena reaksi
asam miristat dengan NaOH dalam metanol.
Reaksi ini merupakan substitusi asil
nukleofilik
melalui
mekanisme
adisieliminasi. Ion metoksida yang terbentuk
cukup bersifat nukleofilik untuk menyerang
gugus karbonil dari asam miristat sedangkan
ion hidroksida yang tersisa merupakan gugus
pergi pada sistem eksotermik yang kuat. Hal
ini akan mengakibatkan gugus metil dapat
tersubstitusi ke dalam molekul asam miristat
menghasilkan metil miristat.
Metanolisis kedua berlangsung pada
suasana asam oleh penambahan BF3 dalam
metanol. Hal ini bertujuan merubah asam
miristat (yang belum bereaksi pada
metanolisis pertama) menjadi metil miristat.
Pada langkah pertama, BF3 yang merupakan
asam Lewis menerima sepasang elektron
bebas dari oksigen pada asam miristat,
sehingga atom oksigen terprotonasi. Pada
langkah kedua, elektron-elektron pada ikatan

ganda gugus karbonil terdelokalisasi. Hal ini
mengakibatkan sifat positif atom karbon
meningkat. Struktur dengan atom karbon yang
mengemban muatan positif lebih stabil dan
elektrofil untuk dapat diserang oleh nukleofil.
Pada langkah ketiga, elektron bebas oksigen
pada metanol akan menyerang atom karbon
bermuatan positif dan eliminasi atom hidrogen
pada senyawa antara akan menghasilkan metil
miristat sebagai produk utama (Gambar 7).
Atom hidrogen yang telah tereliminasi
selanjutnya akan bergabung dengan ion OH(salah satu hasil reaksi langkah 2) menjadi
molekul H2O yang netral.
Mekanisme reaksi sintesis metil miristat
terkatalis asam berbeda dengan terkatalis
basa. Perbedaannya adalah gugus karbonil
harus teraktivasi terlebih dahulu oleh
protonasi (transfer elektron) untuk dapat
diserang oleh nukleofil lemah dan apabila
gugus pergi telah terprotonasi, lalu hilang
sebagai molekul netral.
Ekstraksi metil miristat dari campuran
reaksi dilakukan dengan menambahkan
larutan NaCl jenuh dan pelarut heksana.
Larutan NaCl jenuh dapat berfungsi sebagai
elektrolit yang dapat memberikan efek garam.
Ion elektrolit akan berikatan dengan molekul
air
sehingga
dapat
meningkatkan
pembentukan kompleks tidak bermuatan dan
menyebabkan
pelarut
heksana
bebas
mensolvasi metil miristat. Reaksi esterifikasi
pada sintesis metil miristat tidak dapat
berjalan sempurna apabila terdapat air.
Kehadiran air ini dapat dihilangkan dengan
penambahan Na2SO4 anhidrat pada lapisan
heksana.

O
langkah 1

CH3-(CH2)12-CO 2-O-H + BF3

CH3-(CH2)12-C-O-CH 3
BF3

langkah 2

-

OH + BF3 +

O
langkah 3

CH3-(CH 2)12-C
CH3-O-H

O

O

CH 3-(CH2)12-C

CH3-(CH 2)12-C

O

O
CH3-(CH2)12-C-O-H

-H

+

CH3-(CH 2)12-C-O-CH3

CH3

Gambar 7 Mekanisme reaksi sintesis metil miristat dengan katalis BF3.

Metil miristat hasil sintesis berupa cairan
tidak berwarna dan berbau menyengat seperti
asam miristat. Gambar 8 berikut ini adalah
gambar metil miristat hasil sintesis.

Gambar 8 Metil miristat hasil sintesis.
Rerata persentase hasil metil miristat yang
diperoleh
sebesar
86.62%
yang
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran
7. Persentase hasil yang cukup tinggi
menunjukkan bahwa penggunaan dua katalis
pada sintesis metil miristat (yaitu BF3 dan
NaOH) dapat meningkatkan jumlah asam
miristat yang terkonversi menjadi metil
miristat sehingga persentase hasil semakin
tinggi.
Pengukuran densitas metil miristat
dilakukan dengan menggunakan piknometer,
diperoleh densitas metil miristat sebesar
0.8652 g/ml sedangkan menurut pustaka
adalah 0.8555 g/ml (Vogel 1959). Kedua nilai
tersebut tidak berbeda jauh jika dilihat dari
nilai ketepatannya sebesar 98.87%. Hal ini

menunjukkan bahwa metil miristat hasil
sintesis cukup murni.
Nilai FFA metil miristat sebesar 2.02%
yang perhitungannya dapat dilihat pada
Lampiran 8. Nilai FFA dinyatakan sebagai
banyaknya asam lemak yang tidak bereaksi.
Nilai FFA metil miristat sebesar 2.02%
artinya sebanyak 2.02% dari asam miristat
yaitu sekitar 0.0505 g yang tidak terkonversi
membentuk metil miristat.
Spektrum FTIR
metil miristat hasil
sintesis ditunjukkan pada Gambar 9. Apabila
dibandingkan dengan FTIR dari asam miristat,
spektrum metil miristat tidak menunjukkan
adanya serapan pita yang lebar (2500–3400
cm-1) yang disebabkan oleh vibrasi ulur O-H
yang artinya gugus O-H dari asam miristat
telah teresterifikasi. Hal ini turut didukung
oleh pita serapan yang kecil yang timbul pada
bilangan gelombang sekitar 1400 cm-1, pita
tersebut diakibatkan oleh vibrasi ulur C-H dari
CH3 akibat substitusi gugus metil dari
metanol. Pada bilangan gelombang 1172 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur C-O ester dari metil
miristat, yang mana pada bilangan gelombang
1210–1320 cm-1 merupakan vibrasi serapan
C-O pada asam karboksilat (Sudjadi 1985).
Hal ini sesuai dengan Silverstein et al. (1981),
bahwa terdapat tiga pita serapan pada
spektrum ester metil asam lemak berantai
panjang dan pita terkuat ditunjukkan oleh
adanya
serapan
pada
1172
cm-1.

tekuk
O-H
a

Transmitans (%)

b

ulur
O-H

ulur
C=O

ulur
C-H

ulur
C-O

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 9 Spektrum FTIR asam miristat murni (a) dan metil miristat hasil sintesis (b).

9

Bukti lain yang menunjukkan bahwa asam
miristat telah teresterifikasi ialah hilangnya
pita yang agak lebar akibat serapan O-H di
daerah sidik jari pada 943 cm-1. Serapan C=O
ditunjukkan pada 1700-1800 cm-1. Serapan
C=O metil miristat (1745 cm-1) lebih besar
dibandingkan serapan C=O asam miristat
(1698 cm-1). Hal ini disebabkan substitusi
gugus metoksi menurunkan pergeseran
mesomeri, sehingga akan meningkatkan orde
ikatan C=O dan menghasilkan bilangan
gelombang vibrasi ulur yang lebih besar.
Akan tetapi pada bilangan gelombang sekitar
3400 cm-1 terdapat pita lebar dengan intensitas
kecil. Diduga ini adalah serapan dari vibrasi
ulur O-H bebas. Menurut Sudjadi (1985), ada
kemungkinan terdapat vibrasi ulur O-H bebas,
tetapi harus dalam larutan yang sangat encer.
Mungkin serapan tersebut diakibatkan oleh
cairan metil miristat yang sangat encer dalam
heksana dan mungkin saja masih terdapat H2O
(reaksi samping dari sintesis metil miristat)
yang belum tertarik sempurna oleh Na2SO4
anhidrat. Tidak tertariknya molekul air dengan
sempurna diakibatkan oleh singkatnya waktu
yang digunakan untuk merendam fase heksana
dalam Na2SO4 anhidrat.
Berdasarkan analisis struktur FTIR
tersebut, dapat disimpulkan bahwa metil
miristat hasil sintesis dapat digunakan dalam
sintesis ester glukosa miristat. Adanya serapan
O-H bebas metil miristat diduga tidak
berpengaruh terhadap reaksi sintesis ester
glukosa miristat.
GPA

Sebelum digunakan sebagai reaktan dalam
sintesis ester glukosa miristat, glukosa terlebih
dahulu diesterifikasi menjadi GPA melalui
reaksi asetilasi menggunakan katalis ZnCl2.
Sintesis GPA dilakukan dengan cara
mereaksikan anhidrida asetat dan glukosa
pada suhu 60–70 °C selama 1 jam. Selama
reaksi esterifikasi, terjadi pergantian lima
gugus hidroksil dari unit glukosa oleh gugus
asetil dari anhidrida asetat. Gugus asetat pada
GPA adalah gugus pergi yang baik dan
sekaligus gugus proteksi untuk menghindari
proses degradasi dan karamelisasi selama
sintesis ester glukosa miristat.
Anhidrida asetat memang tidak sereaktif
asam halida sebagai pendonor gugus asil,
tetapi anhidrida asetat cocok untuk dapat
diaktivasi selama substitusi asil nukleofilik.
Kelebihan menggunakan pereaksi anhidrida
asetat adalah tidak adanya air yang terbentuk
sebagai reaksi samping dan hanya satu

ekivalen asil per molekul anhidrida yang
dapat berperan sebagai donor asil.
Penggunaan ZnCl2 pada sintesis ini adalah
sebagai katalis yang dapat mempercepat
reaksi. ZnCl2 dapat mengaktifkan gugus asetil
dari anhidrida asetat untuk dapat diserang
oleh nukleofilik, yaitu gugus -OH dari
glukosa.
Selama pemanasan pada suhu 80–100 °C
dihasilkan larutan campuran yang berwarna
coklat pekat. Hal ini disebabkan glukosa telah
terkaramelisasi
pada suhu tinggi akibat
degradasi glukosa dan ada kemungkinan
anhidrida asetat telah terkontaminasi oleh uap
air. Anhidrida asetat bereaksi sangat cepat
dengan glukosa pada reaksi eksotermik kuat.
Oleh karena itu, suhu reaksi harus dijaga
rendah untuk mencegah degradasi glukosa.
Percobaan selanjutnya dilakukan pada suhu
60–70 °C dan serbuk yang dihasilkan
berwarna putih seperti terlihat pada Gambar
10.

Gambar 10 Serbuk GPA hasil sintesis.
Rerata persen hasil sintesis GPA sebesar
46.00% (Lampiran 9). Persen hasil yang kecil
disebabkan oleh akuades yang digunakan
untuk pencucian kurang banyak dan kurang
dingin. Hal ini menyebabkan pengendapan
GPA tidak berjalan sempurna sehingga serbuk
GPA yang akan terbentuk menjadi sedikit.
Suhu pengeringan dalam pengukuran
kadar air GPA dilakukan pada suhu 60 °C. Ini
dimaksudkan agar serbuk GPA tidak meleleh.
Kadar air GPA hasil sintesis adalah sebesar
0.22% (Lampiran 10) yang artinya GPA yang
dihasilkan mengandung sedikit uap air
sehingga
tidak
bersifat
higroskopis.
Sedikitnya nilai kadar air GPA ini
dipengaruhi oleh penyaringan dengan vakum
yang agak lama dan penghilangan uap air oleh
metanol.
Kisaran titik leleh GPA hasil sintesis
adalah 109–112 °C. Jika dibandingkan dengan
titik leleh glukosa (146 °C), kisaran titik leleh
GPA hasil sintesis jauh berbeda. Hal ini
membuktikan bahwa sudah tidak terdapat
glukosa pada produk. Titik leleh GPA hasil
sintesis memiliki kisaran yang agak jauh dari
rentang titik leleh GPA sekitar 112–113 °C

9

(Vogel 1959). Rentang yang cukup jauh ini
diduga dikarenakan GPA hasil sintesis kurang
murni dengan adanya senyawa lain atau
pengotor dalam serbuk GPA.
Serbuk GPA yang kurang murni turut
dibuktikan oleh kadar asetil GPA yang
terukur. Kadar asetil yang diperoleh sebesar
85.19% (Lampiran 10). Nilai tersebut jauh
melebihi kadar asetil maksimal GPA secara
teoritis, yaitu 55.14%. Hal ini disebabkan
masih terdapat asam asetat bebas dalam GPA
yang terperangkap dan belum ternetralisir oleh
akuades dingin. Asam asetat tersebut adalah
reaksi samping dari sintesis GPA sehingga
kadar asetil yang berlebih merupakan
tambahan dari asam asetat tersebut. Kadar
asetil GPA maksimum menggambarkan
jumlah atau persen gugus asetil maksimal
yang dapat tersubstitusi ke dalam molekul
glukosa.
Spektrum FTIR glukosa dan GPA
ditunjukkan pada Gambar 11. Berdasarkan
gambar tersebut, produk sintesis adalah GPA.
Ini didasarkan pada hilangnya pita spektrum
sangat lebar yang puncaknya berada pada
3000–3400 cm-1 akibat vibrasi ulur gugus O-H
glukosa. Hal ini membuktikan bahwa gugusgugus OH glukosa telah teresterifikasi. Pita
serapan dengan intensitas kuat pada 1700 cm-1
menunjukkan adanya serapan akibat vibrasi
ulur C=O akibat banyaknya substitusi O-H

glukosa oleh asetil dari anhidrida asetat.
Intensitas dan bilangan gelombang dari
serapan C=O GPA berbeda dengan serapan
C=O glukosa. Bergesernya serapan C=O ini
dikarenakan adanya substitusi gugus asetil
dapat menurunkan pergeseran mesomeri,
sehingga akan meningkatkan orde ikatan C=O
dan meningkatkan bilangan gelombangnya.
Pita tajam daerah 1200 cm-1 menunjukkan
serapan ulur C-O dari ester yang terbentuk.
Serapan ini berbeda dengan serapan C-O
karbohidrat (Sudjadi 1985). Tetapi pada
bilangan gelombang 3659 cm-1 terdapat
serapan dengan intensitas pita sangat lemah.
Pita ini merupakan vibrasi ulur O-H bebas.
Adanya vibrasi ini mungkin disebabkan oleh
2 hal, yaitu GPA yang dicuci dalam larutan
encer atau adanya senyawa (dengan gugus OH) yang masih terperangkap dalam serbuk
GPA. Alasan terakhir ini mendukung
anggapan bahwa dalam serbuk GPA masih
terdapat asam asetat yang belum terbawa oleh
pencucian.
Berdasarkan analisis struktur FTIR
tersebut, dapat disimpulkan bahwa GPA hasil
sintesis dapat digunakan dalam sintesis ester
glukosa miristat. Asam asetat yang diduga
masih terperangkap dalam serbuk GPA tidak
mengganggu reaksi sintesis ester glukosa
miristat.

Transmitans (%)

b

a
ulur O-H
ulur
C=O

ulur
C-O
ulur C=O
ester

ulur C-O
ester

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 11 Spektrum FTIR glukosa murni (a) dan GPA hasil sintesis (b).
.

9

Ester Glukosa Miristat

Ester glukosa miristat disintesis melalui
reaksi interesterifikasi bebas pelarut. Reaksi
ini berlangsung antara GPA dan metil
miristat serta zeolit pada suhu 80–100 ºC.
Tidak digunakannya pelarut pada sintesis
ini berdasarkan pada banyaknya kerugian
yang ditimbulkan akibat pelarut yang
digunakan. Menurut Rizzi dan Taylor (1987),
ester gula asam lemak dapat disintesis dengan
bantuan pelarut seperti dimetilformamida
(DMF) atau dimetilsulfoksida (DMSO).
Pelarut yang dipilih adalah pelarut polar
aprotik, karena pelarut ini dapat melarutkan
glukosa dan asam lemak (yang sebenarnya
tidak dapat bercampur dikarenakan oleh
kepolaran yang berbeda) menjadi suatu
larutan homogen.
Katalis yang digunakan adalah zeolit
dengan bobot 10% dari total reaktan. Hal ini
berdasarkan pada hasil penelitian Martini
(2003), bahwa katalis dengan bobot 10% total
reaktan akan memberikan persen hasil produk
yang optimum, walaupun bukan zeolit yang
digunakan sebagai katalis melainkan sodium
karbonat dan sodium metilat. Selain itu,
Parker et al. (1976) menyatakan bahwa
penambahan
konsentrasi
katalis
yang
berlebihan tidak akan menguntungkan dan
konsentrasi katalis lebih dari 20% tidak
diperkenankan digunakan. Zeolit berperan
tidak hanya sebagai katalis heterogen yang
dapat mempercepat reaksi, tetapi juga dapat
menghomogenkan reaktan dengan cara
meratakan panas . Mekanismenya berlangsung
karena katalis dapat menurunkan energi
aktivasi. Semakin menurun energi aktivasi,
semakin meningkat tumbukan-tumbukan
reaktan sehingga dapat mempercepat reaksi.

+

O
5 CH 3 -(CH 2 ) 12 -C-O -C H 3 +

metil miristat

2:1

R3-C-OR4

O

1

4

+

R -C-OR

R3-C-OR2

CH 2 O -R
O

CH 2 OA c
O
OA c

OA c
OAc

3:1

Gambar 12 Ester glukosa miristat hasil
sintesis.

O

O
O-R + 5 CH 3 C -O -CH 3

O-R
O -R

O Ac

R

1:1

O

O
R1-C-OR2

Selain itu, zeolit dapat sebagai mediator
tempat bertemunya metil miristat dan GPA
melalui
mekanisme
adsorpsi.
Proses
pertemuan reaktan dan katalitik terjadi di
ruang kosong dalam kristal zeolit sehingga
molekul-molekul reaktan dapat teradsorpsi
dan berdifusi secara intrakristalin di antara
celah dari sistem saluran dalam zeolit. Setelah
terjadi reaksi dari zat teradsorpsi dalam
rongga zeolit, maka produk yang dihasilkan
akan terdesorpsi dan berdifusi menjauhi
permukaan zeolit.
Selama reaksi interesterifikasi, terjadi
pertukaran gugus asil dari metil miristat
dengan gugus asetil pada molekul GPA.
Reaksi ini melibatkan langkah adisi eliminasi
dalam substitusi asil nukleofilik. Dalam
sintesis ini senyawa nukleofilik (gugus
karbonil dari unit metil miristat) menyerang
gugus karbonil GPA lalu melepas gugus pergi
untuk membentuk gugus karbonil dari ester
baru. Ester glukosa miristat hasil sintesis
merupakan padatan putih yang menyerupai
gabus, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
12. Rerata persentase hasil dan titik leleh ester
glukosa miristat ditunjukkan oleh Tabel 1.

glukosa pentaasetat

O-R
ester glukosa miristat

metil asetat

Gambar 13 Reaksi interesterifikasi dalam sintesis ester glukosa miristat.

11

Tabel 1 Rerata persentase hasil dan kisaran
titik leleh ester glukosa miristat
Rasio mol
Metil
GPA
miristat
1
1
2
1
3
1

Rerata
persentase
hasil (%)
87.27
41.67
30.26

Kisaran
titik leleh
(°C)

115–122
117–120
117–122

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa
persentase hasil terbesar ester glukosa miristat
diperoleh dari nisbah metil miristat dan GPA
1:1, yaitu 87.27% (Lampiran 11b). Semakin
besar mol metil miristat maka semakin kecil
persentase hasil ester glukosa miristat dan
semakin banyak metil miristat yang tidak
bereaksi. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian sebelumnya, yang mana reaksi
transesterifikasi antara asam lemak:GPA (3:1)
menghasilkan hasil persen terbaik (Obaje
2005). Ini disebabkan reaktan yang digunakan
pada penelitian ini adalah turunan asam
lemak, yaitu dalam bentuk metil ester.
Senyawa metil ester asam lemak lebih reaktif
untuk bereaksi dengan GPA dibandingkan
dengan asam lemak. Ini memungkinkan
jumlah metil ester yang dibutuhkan untuk
bereaksi akan menjadi lebih sedikit
dibandingkan dengan asam lemak. Selain itu,
rantai metil miristat memiliki rantai karbon
jenuh yang panjang dan kaku. Hal ini
menyebabkan gugus asil dari metil miristat
kurang reaktif dan terjadi kompetisi untuk
mengalami pertukaran dengan gugus asetil.
Persentase hasil terbesar dari nisbah 1:1
yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai
dengan penelitian Sari (2006) yang
menggunakan asam stearat sebagai asam
lemak. Tetapi persentase hasil dari ester
glukosa miristat lebih besar dari ester glukosa
stearat (76.24%). Hal ini dipengaruhi oleh
rantai metil miristat yang lebih pendek dari
metil stearat sehingga rantai metil miristat
lebih reaktif untuk menggantikan gugus asetil
pada molekul GPA.
Nugraha (2006) juga telah melakukan
sintesis surfaktan ester glukosa asam lemak
dengan bahan baku, metode, dan kondisi
reaksi yang sama. Nugraha menggunakan
asam oleat sebagai asam lemak. Persentase
hasil yang terbesar dihasilkan dari nisbah
metil oleat:GPA 3:1 (70.64%). Hal ini diduga
karena tidak ada kompetisi dari metil oleat
untuk menggantikan gugus asetil yang
disebabkan adanya ikatan ganda dari metil
oleat. Ikatan ganda (C9) menyebabkan rantai
metil oleat lebih renggang sehingga

memudahkan gugus asil dari metil oleat untuk
menggantikan gugus asetil.
Ulangan persen hasil ester glukosa miristat
(Lampiran 11b) yang agak jauh mungkin
dipengaruhi oleh baik atau tidaknya reaktan
larut membentuk larutan homogen, pemisahan
reaktan yang tidak bereaksi, dan jumlah
pengekstrak. Jika selama sintesis ester
glukosa miristat temperatur reaksi di bawah
80–100 ºC, maka reaktan tidak akan
bercampur menjadi larutan yang homogen.
Ini mengakibatkan reaktan sedikit bereaksi
sehingga persentase hasil berkurang.
Pemisahan
ester
glukosa
miristat
dilakukan
melalui
ekstraksi
pelarut.
Pengekstrak yang digunakan adalah etanol
yang akan melarutkan GPA dan produk, serta
endapan yang ada adalah zeolit. Ester glukosa
miristat A adalah produk yang tidak terekstrak
oleh etanol sehingga terbawa oleh endapan
bersama zeolit. Produk yang tidak terlarut
oleh etanol diduga disebabkan adanya
sebagian kecil produk yang telah mengendap
dan tertinggal di kertas saring bersama zeolit.
Reaksi yang diperkirakan terjadi pada
sintesis ester glukosa miristat ini adalah
substitusi lima gugus asetil dari GPA dengan
gugus asil dari metil miristat. Namun, yang
terjadi sewaktu sintesis mungkin saja tidak
semua gugus asetil tergantikan oleh gugus asil
sehingga dihasilkan suatu produk mono-, diataupun tri-ester glukosa miristat. Hal ini
mendukung nilai kisaran titik leleh ester
glukosa miristat yang sangat lebar yang
diduga ester glukosa miristat terdapat dalam
bentuk campuran isomernya. Semakin jauh
kisaran titik leleh ester glukosa miristat,
diduga produk mengandung campuran isomer
yang lebih banyak. Ester glukosa miristat A
dan B (Lampiran 11b) memiliki kisaran titik
leleh yang tidak berbeda. Berdasarkan data
kisaran titik leleh tersebut, diduga produk
yang dihasilkan dari filtrat dan endapan hasil
ekstraksi etanol adalah tidak berbeda. Bila
dibandingkan dengan GPA, ester glukosa
miristat memiliki kisaran titik leleh yang jauh
lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh kenaikan
bobot molekul akan meningkatkan titik leleh.
Spektrum FTIR pada Gambar 14, 15, dan
16 diduga adalah ciri spektrum FTIR ester
glukosa miristat. Senyawa ester glukosa
miristat dihasilkan dengan tergantinya gugus
asetil (dari unit GPA) dengan gugus CH3(CH2)12C- (dari unit metil miristat). Hal ini
mengakibatkan spektrum FTIR ester glukosa
miristat berbeda hanya pada pita pada
bilangan gelombang 2800–3000 cm-1 akibat
serapan vibrasi ulur C-H pada CH3-CH2- dari

11

penelitian ini tidak dilakukan penentuan
derajat substitusi.
Sintesis ester glukosa miristat yang
dilakukan pada penelitian ini memiliki
kekurangan, yaitu reaksi sintesis ester glukosa
miristat merupakan reaksi interesterifikasi
yang dapat balik dengan kesetimbangan
konversi yang buruk. Hal ini mengakibatkan
produk yang diperoleh memiliki persentase
hasil dan sifat regioselektif yang rendah.
Selain itu, sintesis ester glukosa miristat pada
penelitian ini tidak menggunakan tekanan
rendah. Penggunaan tekanan yang rendah
dapat mendorong kesetimbangan reaksi
berjalan pada cakupan energi yang rendah,
rendah isomerisasi dan mencegah degradasi
produk.

rantai alifatik jenuh. Intensitas yang tinggi
memperlihatkan panjang rantai alkil. Apabila
dibandingkan dengan pita spektrum metil
miristat, maka intensitas pita absorbsi gugus
ini lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh
sedikitnya pertukaran gugus asetil oleh gugus
asil. Adanya pita serapan yang lebar pada
3200–3600 cm-1 menunjukkan serapan akibat
vibrasi ulur O-H. Ini disebabkan oleh
terhidrolisisnya ester glukosa miristat
sehingga gugus asil yang telah tersubstitusi
atau gugus asetil yang belum tergantikan
dapat lepas.
Berdasarkan analisis struktur FTIR pada
Gambar 14, 15, dan 16 dapat diduga bahwa
hasil sintesis adalah ester glukosa miristat
dengan derajat asilasi rendah, walaupun pada

Transmitans (%)

a

b

ulur C-H
alifatik jenuh

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 14 Spektrum FTIR GPA (a) dan ester glukosa miristat nisbah 1:1 (b).
a

Transmitans (%)

b
ulur C-H
alifatik jenuh

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 15 Spektrum FTIR GPA (a) dan ester glukosa miristat nisbah 2:1 (b).

12

a

Transmitans (%)

b

ulur C-H
alifatik jenuh

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 16 Spektrum FTIR GPA (a) dan ester glukosa miristat nisbah 3:1 (b).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Ester glukosa miristat dapat disintesis
melalui reaksi interesterifikasi antara metil
miristat dan GPA dengan katalis zeolit.
Metode
yang
digunakan
adalah
interesterifikasi bebas pelarut pada suhu 80–
100 ºC selama 6 jam.
Metil miristat dan GPA hasil sintesis
memiliki persentase hasil masing-masing
sebesar 86.62 dan 46.00%, serta kisaran titik
leleh GPA sebesar 109–112 ºC. Ester glukosa
miristat yang dihasilkan berupa padatan
menyerupai gabus, berwarna putih, serta
memiliki kisaran titik leleh 115–122 ºC.
Persentase hasil yang diperoleh dari nisbah
metil miristat dan GPA 1:1; 2:1; dan 3:1
secara berturut-turut adalah 87.27, 41.67, dan
30.26%. Dari spektrum FTIR dapat diduga
bahwa senyawa hasil sintesis adalah ester
glukosa miristat dari ciri pita serapan pada
bilangan gelombang 2800–3000 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur C-H dari unit –CH3CH2- rantai alifatik.
Saran

Untuk memperoleh produk ester glukosa
miristat dengan kemurnian tinggi dan
memiliki sifat regioselektif, perlu dicari
metode pemurnian ester glukosa miristat lebih
lanjut dan penggunaan tekanan pada saat
sintesis. Selain itu, perlu dicari metode baru
penentuan derajat substitusi ester glukosa

miristat yang sesuai dengan metode sintesis
ester glukosa miristat. Untuk mengetahui
senyawa ester glukosa miristat dapat bersifat
sebagai
surfaktan,
perlu
dilakukan
karakterisasi sifat surfaktan sebagai landasan
dalam penentuan aplikasi industri pangan dan
kosmetik.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC]. Cunnif P, editor. 1999. Official
Methods
of
Analysis
of
AOAC
International. Ed ke-5. Volume ke-2.
Maryland: AOAC International.
[ASTM]. 1991. ASTM D871: Standard Test
Methods of Testing Cellulose Acetate.
Philadelphia: