Land Optimization of Cocoa Based Farming for Agricultural Sustainable Development in Krueng Seulimum Watershed Aceh Province
OPTIMALISASI LAHAN USAHATANI BERBASIS KAKAO
UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH
HALIM AKBAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Optimalisasi Lahan Usahatani
Berbasis Kakao Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di DAS Krueng
Seulimum Propinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Bogor, Agustus 2013
Halim Akbar
A165080011
RINGKASAN
HALIM AKBAR. Optimalisasi Lahan Usahatani Berbasis Kakao Untuk
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di DAS Krueng Seulimum Propinsi Aceh.
Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO sebagai ketua, NAIK
SINUKABAN, dan SITANALA ARSYAD sebagai anggota.
Perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini
cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi dan ini berdampak negatif terhadap kondisi
hidrologis DAS. Perubahan penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum menjadi
lahan pertanian dan usahatani tanpa penerapan agroteknologi telah menyebabkan
erosi yang tinggi dan produktivitas lahan yang rendah, ini ditunjukkan dengan
rendahnya produksi kakao di bagian hulu, terjadinya sedimentasi dan fluktuasi
debit yang tinggi di bagian hilir. Penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji
karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk tanaman kakao di
DAS Krueng Seulimum, (2) menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada
lahan usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum, (3) menganalisis
alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan agroteknologi sehingga
dapat menurunkan erosi dan meningkatkan pendapatan petani di DAS Krueng
Seulimum, (4) merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan
di DAS Krueng Seulimum.
Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengukuran lapangan yang
diawali dengan pembuatan peta satuan lahan (land unit). Peta satuan lahan
digunakan sebagai unit dasar dalam analisis kelas kemampuan lahan, kesesuaian
lahan, prediksi erosi dan Etol serta penentuan sampel petani responden untuk
analisis usahatani. Pengumpulan data biofisik lahan (sifat-sifat tanah, karakteristik
lahan, dan iklim) untuk analisis kelas kemampuan lahan, evaluasi kesesuaian
lahan, prediksi erosi dan Etol. Pengumpulan data sosial ekonomi (karakteristik
petani, luas lahan usahatani, sarana produksi, produksi tanaman, teknik budidaya,
dan lainnya) dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara dengan petani
responden untuk analisis usahatani. Untuk mengetahui pengaruh teknologi
konservasi tanah dan air terhadap aliran permukaan dan erosi, dilakukan
percobaan petak erosi (plot erosi) di lapang. Analisis kriteria erosi dan pendapatan
usahatani menggunakan optimalisasi usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan
dengan program tujuan ganda (multiple goal programming). Analisis penentuan
usaha tani berbasis kakao yang berkelanjutan dengan perangkat pengambilan
keputusan (decision tool) menggunakan kriteria kesesuaian lahan, laju erosi
dibawah erosi yang masih dapat ditoleransi, pendapatan harus di atas kebutuhan
hidup layak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Krueng Seulimum terdiri atas 24
satuan lahan (SL). Lahan tergolong kelas III, IV dan VI dengan faktor
penghambat utama adalah faktor lereng (l), erosi (e), erodibilitas tanah (KE) dan
batuan dipermukaan tanah (b). Sebagian besar lahan usahatani kakao tergolong
kedalam kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Secara umum
penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum sesuai dengan kemampuan lahan
dan kesesuaian lahan.
Hasil pengukuran aliran permukaan dan erosi pada petak percobaan
menunjukkan bahwa tipe usahatani kakao+pinang mendapatkan aliran permukaan
dan erosi terendah (AP = 16.00 mm dan erosi = 400.7 kg ha-1) dan dengan
perlakuan pemberian mulsa jerami 18 kg petak-1 (5 ton ha-1) pada setiap perlakuan
juga nyata memberikan pengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi pada tipe
usahatani kakao+pinang+mulsa (AP = 7.29 mm dan erosi = 141.8 kg ha-1).
Perhitungan prediksi erosi pada beberapa penggunaan lahan di DAS Krueng
Seulimum menunjukkan bahwa prediksi erosi terbesar terjadi pada penggunaan
lahan semak belukar dan pertanian lahan kering. Nilai prediksi erosi pada
penggunaan lahan semak belukar berkisar antara 30.71 - 292.98 ton ha-1 thn-1,
prediksi erosi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering berkisar antara
27.60 - 118.19 ton ha-1thn-1, prediksi erosi pada penggunaan lahan padang
penggembalaan berkisar antara 9.92 ton ha-1thn-1- 62.98 ton ha-1thn-1 prediksi
erosi pada penggunaan lahan hutan sekunder berkisar antara 1.26-6.94 ton ha-1
thn-1 .
Luas lahan garapan petani pada usahatani berbasis kakao di DAS Krueng
Seulimum berkisar 1.0 -1,50 ha (45.45%), jumlah anggota keluarga rata-rata
5 orang, dan nilai KHL sebesar Rp. 28 000 000 ha-1 kk-1 thn-1. Usahatani berbasis
kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum pada luasan 1,0
hektar menunjukkan bahwa semua tipe usahatani (K, KP dan KPs) tidak
berkelanjutan (sustainable) karena pendapatan < KHL, dilihat dari indikator
erosi terlihat bahwa nilai erosi yang didapat masih diatas nilai ETol, yaitu 54.38
ton ha-1thn-1 - 135.89 ton ha-1thn-1. Usahatani berbasis kakao berkelanjutan di
DAS Krueng Seulimum dapat dicapai dengan penerapan agroteknologi
pemupukan yaitu dengan pemberian pupuk lengkap pada lereng 7%, pembuatan
teras gulud dengan tanaman penguat teras pada lereng 14% dan pembuatan teras
gulud dengan tanaman penguat teras + pemberian mulsa 6 ton ha-1 thn-1 pada
lereng 21% dapat menurunkan erosi menjadi lebih kecil dari erosi yang masih
dapat ditoleransi dan memberikan pendapatan usahatani lebih besar dari
kebutuhan hidup layak (KHL).
Hasil analisis program tujuan ganda menunjukkan bahwa tipe usahatani
berbasis kakao yang paling optimal diterapkan di DAS Krueng Seulimum adalah
tipe usahatani Kakao + Pisang (KPs) pada lahan seluas 1.5 ha dengan menerapkan
agroteknologi pemupukan, teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah
dengan pemberian mulsa 6 ton ha-1thn-1 dapat menekan erosi di bawah Etol yaitu
16.03 - 38.64 ton ha-1thn-1 dengan pendapatan optimum sebesar Rp 42 954 150
kk ha-1 thn-1 jauh lebih besar dari KHL.
Rencana pengembangan lahan pertanian berbasis kakao pada setiap satuan
lahan dengan menggunakan decision tool didapat SL 5 dan 9 sesuai untuk
dikembangkan tanaman kakao+pinang dengan penerapan agroteknologi
pemupukan, SL 1, 3, 6, 7, 10 dan 11 sesuai untuk dikembangkan tanaman
kakao+pinang dengan penerapan agroteknologi pemupukan ditambah dengan
pembuatan teras gulud + tanaman penguat teras, SL 2, 12, 14, 15 dan 16 sesuai
dikembangkan tanaman kakao+pisang dengan penerapan agroteknologi
pemupukan ditambah dengan pembuatan teras gulud +tanaman penguat teras +
dengan pemberian mulsa 6 ton ha-1 thn-1 .
Kata kunci : penggunaan lahan, kakao, erosi, pendapatan, agroteknologi
SUMMARY
HALIM AKBAR. Land Optimization of Cocoa Based Farming for Agricultural
Sustainable Development in Krueng Seulimum Watershed Aceh Province. Under
direction of KUKUH MURTILAKSONO, NAIK SINUKABAN, and
SITANALA ARSYAD
Changes in land use in the watershed at present tend to increase due to the
construction activity and population growth rate which have the quite high and
those cause negative impacts on hydrological wathershed condition. Changes in
land use in the Krueng Seulimum watershed to agriculture and farming without
application of agro technology have led to high attrition and low land
productivity, and those are shown by the low production of cocoa in the upstream, sedimentation and high fluctuation in the down-stream. This study aims
firstly, to assess the characteristics of the land and agro-technology applied to the
cocoa crop in the Krueng Seulimum watershed, secondly, to analyze the rate of
erosion and surface run off on cocoa based farming land in the Krueng Seulimum
watershed, thirdly, to analyze the optimal land allocation for cocoa and agrotechnology based farming to reduce erosion and increase the income of farmers in
the Krueng Seulimum watershed, and finally, to formulate sustainable cocoa
based farming in the Krueng Seulimum watershed.
This study used the survey and field measurement methods that were started
with mapping land units. Map of land units was used as the basic unit in analysis
of land capability class, soil suitability, erosion prediction, Etol and determination
of respondent farmer sample for farming analysis. Bio-physical land data
collection such as soil properties, soil characteristics , and climate were used for
analysing of land capability class, land suitability evaluation, prediction of erosion
and Etol. Socio-economic data collection likes characteristics of farmers, farm
land, means of production, crop production, cultivation techniques, and others,
were conducted through field surveys and interviews with respondent farmers for
farming analysis. To determine the effect of soil and water conservation
technologies for runoff and erosion, it was conducted the erosion plot experiments
in the field. Analysis of erosion criteria and farming income used the optimization
of sustainable cocoa-based farming with a dual purpose program. Determination
analysis of sustainable cocoa-based farm with making decision tools used the
criteria of land suitability, erosion rates under tolerable erosion conditions, the
income should be above the needs of decent living.
The results showed that the Krueng Seulimum watershed consists of 24
units of land (SL). The land is classified as class III , IV and VI with the main
limiting factors as follow: the slope factor (l), erosion (e) , soil erodiblity (KE) and
the rocks on the surface soil (b). Most of the cocoa farming lands belong to the
quite suitable class (S2) and marginally suitable class (S3). In general, the use of
land in Seulimum Krueng watershed is in accordance with the land capability and
land suitability.
Result of run off and erosion measurements on experimental plots showed
that the type of cocoa + areca farming got the lowest runoff and erosion (AP =
16.00 mm and erosion = 400.7 kg ha-1) and straw mulching treatment 18 kg plot-1
(5 tons ha-1) in each treatment also had apparent influence to run off and erosion
on the type of cocoa + areca + mulch farming (AP = 7.29 mm and erosion = 141.8
kg ha-1).
Erosion prediction calculations on some land uses in the Krueng Seulimum
watershed showed that the greatest prediction erosion occurred in the shrub land
use and dry land farming. Erosion prediction value on shrub land use ranged from
30.71 - 292.98 tons ha-1 year-1, erosion prediction on dry land use ranged from
27.60 - 118.19 tons ha-1 year-1, erosion prediction on pasture land use ranged from
9.92 ton ha-1 year-1 - 62.98 tons ha-1 year-1, prediction of erosion on secondary
forest land use ranged between 1.26 - 6.94 tons ha-1 year-1.
Cocoa based farming conducted farmers in the Krueng Seulimum watershed
ranges from 1.0 -1.50 ha (45.45 %), the average number of family member is 5
people , and the KHL value is Rp 28 million ha-1 kk-1 year-1. Cocoa-based farming
conducted by farmers in the Krueng Seulimum watershed on area of 1.0 acres
shows that all types of farming such as K, KP and KPS, are not sustainable
because the income is less than KHL, and from erosion indicator, it shows that the
erosion value obtained is still above Etol value, namely 54.38 tons ha-1 year-1 135.89 tons ha-1 year-1. Sustainable cocoa based farming in the Krueng Seulimum
watershed can be achieved with the implementation of agro-fertilizing by giving
complete fertilizer at 7 % slopes, gulud terracing with terrace booster crops on
slope of 14 % and gulud terracing, terrace amplifier crops + mulching 6 tons ha-1
year-1 on slope of 21% can reduce erosion to become smaller than the tolerable
erosion and provide income farming greater than the need for decent living
(KHL).
Dual purpose program analysis results indicated that the most optimal type
of cocoa-based farming applied in the Krueng Seulimum watershed is the type of
cocoa farming + banana (KPs) in an area of 1.5 ha by implementing agrofertilization, gulud terracing with amplifier plants plus mulching 6 tons ha-1 year-1.
this type can suppress the erosion under Etol 16.03 - 38.64 tons ha-1 year-1 dan
increase optimum revenue of Rp 42.954.150 kk ha-1 year-1, much larger than the
KHL.
Development plan of cocoa-based farming in each land unit by using a
decision tool, it was obtainaed SL 5 and SL 9 which were suitable to develop
cocoa + areca crops with the application of agro-fertilizing. SL 1, 3, 6, 7, 10 and
11 were suitable for developing cocoa + areca crops with the application of agrofertilizing with gulud terracing plus amplifier crops. SL 2, 12, 14, 15 and 16 are
developed for cocoa +banana crops by applicating agro-fertilization with gulud
terracing plus terrace amplifier crops + mulching 6 tons ha-1 year-1.
Keywords: land use, cocoa, erosion, income, agro-technology
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
OPTIMALISASI LAHAN USAHATANI BERBASIS KAKAO
UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH
HALIM AKBAR
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Widiatmaka, DEA
Dr. Ir. Latief M Rachman, M.Sc, MBA
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng
Dr. Ir. Latief M Rachman, M.Sc, MBA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Optimalisasi Lahan Usahatani Berbasis Kakao
untuk Pembagunan Pertanian Berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum Propinsi
Aceh.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terlaksana karena bantuan dari
berbagai pihak baik secara moral maupun materi yang semuanya itu tidak mampu
penulis balas. .
Penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku ketua komisi pembimbing ;
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing dan
Prof (Em) Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing
yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis sejak persiapan
penelitian sampai pada penyelesaian disertasi.
2. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh program
doktor di Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana IPB atas
pelayanan serta fasilitas hingga penyelesaian studi.
3. Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Malikussaleh yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti
program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis untuk mengikuti
program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
5. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA dan Dr. Ir. Latief M Rachman, MSc MBA selaku
penguji luar komisi pada ujian tertutup atas masukan dalam penyempurnaan
disertasi ini.
6. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng dan Dr. Ir. Latief M Rachman, MSc MBA
selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan saran dalam
penyempurnaan disertasi ini.
7. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono MS, Prof. Dr. Ir. Abubakar A Karim, MS
dan Prof. A. Hadi Arifin, MSi atas pemberian rekomendasi sehingga penulis
dapat diterima sebagai mahasiswa program Doktor pada Program Studi
Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8. Bupati Aceh Besar beserta staff atas bantuannya selama penulis melaksanakan
penelitian di lapangan.
9. Staf laboratorium Ilmu Tanah pada Institut Pertanian Bogor dan staf
laboratorium jurusan ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
10. Bapak kepala Desa Panca, Alue Rindang, Teladan dan Jawi beserta warganya
atas segala bantuan, pelayanan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
11. Kedua orang tua saya H. Abubakar Siddik (Alm) dan Hj. Halimah yang sangat
penulis hormati dan yang telah memberikan do’a, panutan dan segala fasilitas
kepada penulis dan kedua mertua H. Machmud ZA (Alm) dan Hj. Henny
Djuned atas pengertian dan juga atas dukungan moral serta materi kepada
penulis.
12. Istri tercinta Isra Maisarra A.Md atas izin, motivasi dan pengertian yang
diberikan kepada penulis dan anak-anak tersayang Muhammad Alif Rachman
dan Muhammad Fabyan Akbar atas pengertian, pengorbanan dan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
13. Teman-teman di Program Studi Pengelolaan DAS dan Program Studi lainnya
atas apresiasi, do’a dan motivasi kepada penulis selama mengikuti kuliah
hingga menyelesaikan disertasi ini.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya penulis berharap semoga
disertasi ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2013
Halim Akbar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaharuan (Novelty)
xv
xvii
xviii
1
4
4
6
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani Kakao
Evaluasi Lahan
Erosi dan Faktor yang Mempengaruhinya
Dampak Usahatani Kakao Terhadap Erosi dan Aliran Permukaan
Konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Pengelolaan DAS
Program Tujuan Ganda
8
11
16
22
23
25
26
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data
Analisis Data
29
30
30
36
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis
Penggunaan Lahan
Iklim
Hidrologi
Tanah
Topografi
Penduduk
44
44
44
45
46
46
47
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lahan Di DAS Kr. Seulimum
Evaluasi Erosi, ETol dan Prediksi Erosi
Karakteristik Tipe Usahatani Berbasis Kakao Di DAS Kr Seulimum
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Di DAS Kr Seulimum
Alternatif Pengembangan Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan
Optimalisasi Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan
Arahan dan Penerapan Usahatani Kakao Berkelanjutan
48
54
59
63
66
71
72
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
77
77
79
85
DAFTAR TABEL
1
Luas areal tanaman kakao di propinsi Aceh
2
Kriteria kasifikasi kemampuan lahan
14
3
Jumlah erosi, C-organik dan hara terangkut aliran permukaan pada
lahan pertanian tanaman pangan di beberapa lokasi di Jawa Barat
17
4
Jenis, sumber dan keguanaan data yang diperlukan untuk penelitian
33
5
Perlakuan tipe usahatani dan kelas lereng pada tiap petak erosi yang
digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi di lapangan
35
6
Penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum
44
7
Sebaran dan luasan setiap jenis tanah di DAS Kr. Seulimum
46
8
Keadaan topografi dan luas penyebarannya di DAS Kr. Seulimum
47
9
Sebaran jumlah penduduk dan jumlah KK di DAS Kr. Seulimum
berdasarkan jenis kelamin Tahun 2010
47
10
Satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
48
11
Kelas kemampuan lahan (KKL) di DAS Kr. Seulimum
50
12
Lokasi tanaman kakao pada berbagai kelas kesesuaian lahan di DAS
Kr. Seulimum
52
Lokasi tanaman pisang pada berbagai kelas kesesuaian lahan di DAS
Kr. Seulimum
53
Pengaruh tipe usahatani berbasis kakao terhadap aliran permukaan
dan erosi
54
Rekapitulasi prediksi erosi pada setiap satuan di DAS Krueng
Seulimum
57
PrediksiErosi pada setiap tipe usahatani campuran berbasis kakao
di DAS Kr. Seulimum
58
17
Luas tanaman kakao di DAS Kr. Seulimum
59
18
Luasan beberapa tipe usahatani berbasis kakao di DAS Kr.Seulimum
59
19
Deskripsi karakteristik setiap tipe usahatani berbasis kakao di DAS
Kr. Seulimum
61
20
Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan
63
21
Besaran tenaga yang dibutuhkan berdasarkan tipe usahatani berbasis kakao
64
22
Biaya usahatani tiap tipe usahatani di DAS Kr. Seulimum
64
23
Produksi usahatani di DAS Kr. Seulimum
65
24
Penerimaan usahatani luasan 1.0 hektar di DAS Kr. Seulimum
65
13
14
15
16
9
25
Pendapatan usahatani luasan 1.0 hektar di DAS kr. Seulimum
65
26
Pendapatan usahatani luasan 1.5 hektar di DAS Kr. Seulimum
66
27
Pendapatan usahatani luasan 1.5 hektar setelah penerapan agrotek
pemupukan di DAS Kr. Seulimum
68
28
Pendapatan usahatani berbasis kakao di DAS Kr. Seulimum
69
29
Erosi pada tipe usahatani berbasis kakao setelah penerapan agrotek
di DAS Kr. Seulimum
69
30
Perangkat pengambil keputusan (decision tool) di DAS Kr Seulimum
73
31
Penggunaan lahan optimal berbasis kakao di DAS Kr Seulimum
76
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan
di DAS Kr. Seulimum
6
Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas
dan macam penggunaan lahan
13
3
Skematis klasifikasi kemampuan lahan
14
4
Lokasi penelitian DAS Kr. Seulimum, kabupaten Aceh Besar
29
5
Diagram alir tahapan penelitian
31
6
Plot pengamatan erosi dan aliran permukaan
34
7
Batasan nilai D, De dan Dmin
38
8
Sebaran curah hujan dan hari hujan setiap bulan di DAS Kr.Selimum
berdasarkan data curah hujan Tahun 2001 - 2010
45
9
Peta satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
49
10
Prediksi erosi pada berbagai tipe usahatani berbasis kakao dan
kemiringan lereng di DAS Kr. Seulimum
58
11
Sistem pertanian di DAS Kr. Seulimum
60
12
Pembersihan areal tanaman kakao yang dilakukan petani di DAS
Kr. Seulimum
62
Prediksi Erosi dan pendapatan usahatani kondisi saat ini (sebelum
penerapan agroteknologi)
67
Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi
pemupukan pada lereng 7% di DAS Krueng Seulimum
68
Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi
pemupukan, teras gulud+tanaman penguat teras pada lereng 14%
di DAS Krueng Seulimum
70
Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi
pemupukan, teras gulud+tanaman penguat teras+mulsa 6 ton/ha
pada lereng 21% di DAS Krueng Seulimum
70
Peta arahan sebaran tipe usahatani berbasis kakao di DAS Krueng
Seulimum
75
2
13
14
15
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
Faktor-faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan
85
2
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao
88
3
Kriteria kesesuaian lahan tanaman pisang
89
4
Nilai faktor C dengan pertanaman tunggal
90
5
Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) dan pengelolaan
tanaman (C)
91
6
Faktor kedalaman beberapa sub order tanah
92
7
Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman
93
8
Data curah hujan selama 10 Tahun terakhir (2001 - 2010) di
kabupaten Aceh Besar
94
Data kelembaban udara selama 10 Tahun terakhir (2000-2009)
di kabupaten Aceh Besar
95
9
10
Data temperatur udara rata-rata 10 Tahun terakhir (2000 - 2009)
di kabupaten Aceh Besar
11
96
Data penyinaran matahari 10 Tahun terakhir (2000 - 2009) di
kabupaten Aceh Besar
97
12
Peta penggunaan lahan di DAS Kr. Seulimum
98
13
Peta jenis tanah di DAS Kr. Seulimum
99
14
Peta lereng di DAS Kr. Seulimum
100
15
Hasil Analisis Kimia Tanah
101
16
Hasil Analisis Fisika Tanah
102
17
Peta Kelas Kemampuan Lahan di DAS Kr. Seulimum
103
18
Penilaian Kemampuan Lahan Di DAS Kr. Seulimum
104
19
Peta kelas kesesuaian lahan tanaman kakao di DAS Kr. Seulimum
108
20
Penilaian kesesuaian lahan tanaman kakao pada masing - masing
satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
109
21
Peta kelas kesesuaian lahan tanaman pisang di DAS Kr. Seulimum
112
22
Penilaian kesesuaian lahan tanaman Pisang pada masing - masing
satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
113
23
Nilai ETol pada beberapa penggunaan lahan di DAS Kr.Selimum
116
24
Biaya usahatani aktual pada masing-masing type usahatani di DAS
Kr. Seulimum
117
Kriteria penilaian sifat kimia tanah
118
25
26
27
28
Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada
lereng 7% dengan agroteknologi pemupukan
119
Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada
lereng 14% dengan agroteknologi pemupukan dan teras gulud
dengan tanaman penguat teras
120
Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada
lereng 21% dengan agroteknologi pemupukan , teras gulud
dengan tanaman penguat teras ditambah mulsa 6 ton/ha/thn
121
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Intensitas perubahan penggunaan lahan di suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS) saat ini cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi
lahan membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS, diantaranya
meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran
permukaan, serta banjir dan kekeringan. Masalah ini semakin bertambah berat
dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih
fungsikan menjadi lahan usaha lain.
Persepsi publik dan kebijakan umum tentang perlindungan DAS
menginginkan adanya suatu kondisi (hutan) di daerah hulu dan mengasosiasikan
setiap kejadian banjir dengan hilangnya tutupan hutan di bagian hulu. Selain itu,
merubah kawasan hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya
dianggap akan mengurangi kemampuan DAS dalam mempertahankan fungsi
tersebut.
Dampak lain terjadinya kehilangan hutan adalah dengan diberlakukannya
rencana tata ruang yang diajukan oleh Kementerian, lembaga, gubernur dan
bupati/walikota yang sarat usulan pelepasan kawasan hutan. Sementara itu
kawasan berstatus hutan tetapi tidak lagi memiliki tegakan pohon juga cukup
banyak, sehingga nantinya moratorium izin pembukaan kawasan gambut dan
hutan primer tidak berguna.
Hutan merupakan bentuk penggunaan lahan dengan berbagai pepohonan
dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Fungsi ekologis hutan sangat
penting terutama untuk menjaga erosi serta mengatur tata air di daerah aliran
sungai. Luas lahan hutan yang harus dipertahankan dalam suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS) agar dapat menjamin kelestarian sumber air menjadi permasalahan
yang cukup kompleks saat ini, mengingat berbagai kepentingan atas penggunaan
lahan di DAS antar berbagai sektor serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dampak negatif alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lain telah
banyak dibuktikan dan apabila kebutuhan lahan mendesak, maka konversi lahan
hutan akan sangat sulit untuk dihindari. Menurut FWI/GFW (2001) laju
kerusakan hutan dari tahun ketahun terus meningkat. Periode tahun 1985-1997,
kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.7 juta hektar tahun-1 dan dalam periode
tahun 1997-2000 meningkat menjadi 3.8 juta hektar tahun-1 (Baplan Dephut
2003). Di Provinsi Aceh, kehilangan hutan yang terjadi sekarang ini sekitar 23
124.41 hektar tahun-1 dari total kawasan hutan seluas 3.3 juta hektar akibat
penebangan liar dan alih fungsi hutan (Walhi Aceh 2012).
Kerusakan lingkungan di Indonesia juga telah menjadi keprihatinan banyak
pihak, ini disebabkan oleh timbulnya bencana alam yang dirasakan saat ini seperti
banjir, tanah longsor dan kekeringan yang semakin meningkat. Rusaknya wilayah
hulu DAS sebagai daerah tangkapan air diduga merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya bencana alam tersebut. Kerusakan DAS dipercepat oleh
peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai akibat dari pertambahan
penduduk dan perkembangan ekonomi, konflik kepentingan dan kurangnya
2
keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era
otonomi daerah, dimana
sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber
pendapatan asli daerah (PAD).
Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menjelaskan
pengrusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya. Saat ini
terdapat 60 DAS di seluruh Indonesia masuk kategori super prioritas (BPDAS
Aceh 2009).
Gambaran kerusakan DAS di Indonesia juga tercermin dari banyaknya
jumlah DAS yang masuk dalam skala prioritas. Tahun 1984 terdapat 22 DAS
super prioritas (surat keputusan bersama tiga menteri, Menteri Dalam Negeri,
Menteri Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No: 19 Tahun 1984 - No:
059/Kpts-II/1984 - No: 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, diacu dalam Arsyad
2006). Tahun 1999 terdapat 62 DAS Prioritas I, 232 DAS Prioritas II dan 178
DAS Prioritas III (Ditjen RRL 1999). Tahun 2004 jumlah DAS prioritas I
meningkat menjadi 65 DAS (Ditjen SDA 2004).
Dalam upaya untuk menyelamatkan DAS di Indonesia, Departemen
Kehutanan telah menetapkan 108 DAS sebagai prioritas utama untuk ditangani
dalam kurun waktu 5 tahun mendatang (2010-2014), DAS Krueng Aceh
merupakan satu dari 16 DAS yang berada di Sumatera yang masuk ke dalam
kelompok DAS kritis di Indonesia dan
menjadi prioritas utama dalam
penanganannya (BPDAS Aceh 2009).
Balai Pengelolaan DAS Aceh mengemukakan bahwa antara tahun 19992008 banyak terjadi pengurangan luasan hutan di Aceh. Kerusakan terparah
terjadi di DAS Krueng Aceh, pada tahun 1999 luas tutupan hutan DAS tersebut
masih sekitar 207 740 hektar sedangkan pada tahun 2008 luas tutupan lahan DAS
tersebut hanya mencapai 172 370 hektar, padahal fungsi ekologis kawasan itu
sangat mendesak dan strategis (Walhi Aceh 2009).
Aksi pengrusakan hutan yang terjadi juga telah mengancam
keberlangsungan 47 DAS dan sub-DAS yang ada di Aceh. Salah satu contoh
adalah kawasan Seulawah (daerah hulu DAS Krueng Aceh) dimana 40 persen
kawasan hutan Seulawah yang letaknya sangat dekat dengan ibu kota provinsi
Aceh juga telah dirambah, terlebih di kawasan hutan yang terpaut jauh di
pedalaman dan agak sukar dipantau oleh petugas.
FFI (2009) juga mengemukakan bahwa sekitar 266 000 hektar hutan di
Provinsi Aceh hingga tahun 2009 mengalami kerusakan yang cukup berat akibat
pembalakan liar, sehingga propinsi Aceh disebut telah memecahkan rekor baru
dalam hal pengrusakan hutan tercepat di dunia. Hingga kini pembalakan hutan
masih terus berlangsung (termasuk di DAS Krueng Seulimum).
Kondisi lingkungan hutan di Aceh juga diperparah dengan meningkatnya
hot spot (titik api) dari 518 titik api menjadi 1 163 titik api pada tahun 2006.
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2001 sampai dengan 2006 telah
menghanguskan areal seluas 403 524 ha dari 3 057 titik api (Walhi Aceh 2006).
DAS Krueng Aceh mempunyai lima Sub DAS yaitu DAS Krueng Aceh
Hilir, DAS Krueng Jreu, DAS Keumireu, DAS Krueng Inong dan DAS Krueng
Seulimum. Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh yang berada pada tiga
wilayah administrasi (Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten
Pidie) merupakan sumber pemasok utama kebutuhan air bersih baik untuk sumber
air minum, irigasi pertanian dan keperluan lain.
3
DAS Krueng Seulimum dengan luasan 25 444.35 hektar telah mengalami
alih fungsi hutan yang sangat luas. Tahun 1977 luas hutan di DAS Krueng
Seulimum masih sekitar 16 179.00 ha (70.86%), tahun 1987 menurun menjadi
11 129.10 ha (48.75%) dan tahun 2002 luas hutan tinggal 9 032.40 ha (39.56%)
(Wahyuzar 2005). Sedangkan tahun 2011 luasan hutan di DAS Krueng Seulimum
tinggal 7 000.01 Ha (27.51%) (Baplan Dephut 2011).
Perubahan hutan yang terjadi di DAS Krueng Seulimum berdampak pada
kontribusi air yang akan disumbangkan pada DAS Krueng Aceh. Debit air pada
DAS Krueng Aceh dalam dua tahun terakhir ini juga semakin berkurang
disamping itu airnya juga kurang jernih (BPDAS Aceh 2009). Walhi Aceh (2009)
menambahkan bahwa debit air DAS Krueng Aceh menyusut lebih dari 40 persen
dibandingkan pada tahun 2000, sehingga beberapa desa di kawasan hilir Banda
Aceh sudah mulai kesulitan untuk mendapatkan air selama setahun terakhir.
Dampak langsung yang dapat dilihat adalah pada musim kemarau masyarakat
yang tinggal di sekitar sungai ini tidak bisa lagi menggunakan air sungai untuk
keperluan mandi, karena debit airnya yang sudah sangat sedikit, berlumut dan
dapat menimbulkan iritasi serta gatal-gatal pada kulit. Masalah ketersediaan air
bagi penduduk setempat menjadi persoalan yang serius setiap tahun (BPDAS
Aceh 2009).
Kerusakan lain di DAS Krueng Seulimum juga dipicu oleh maraknya
aktivitas penambangan galian C (pasir, batu dan kerikil). Kegiatan tersebut
sampai saat ini masih terus berlangsung
yang mengakibatkan tingginya
kecepatan arus sungai dan tingkat erosi pada tebing sungai.
Akibat pembalakan liar, konversi hutan menjadi lahan pertanian, dan
usahatani yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kemampuan lahan dan
kesesuaian lahan serta penerapan agroteknologi telah menyebabkan kerusakan di
DAS Krueng Seulimum. Hal ini terlihat dengan tingginya erosi\ dan rendahnya
produktivitas lahan di bagian hulu yang ditunjukkan dengan rendahnya produksi
kakao yaitu 271 - 450 kg ha-1 (Disbunhut Aceh 2008).
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,
sumber pendapatan dan penghasilan devisa. Saat ini komoditi kakao di Propinsi
Aceh tersebar hampir di seluruh Provinsi (APED 2007). Secara keseluruhan luas
areal tanaman kakao di Propinsi Aceh adalah 70 873.00 ha, dimana 78%
merupakan areal perkebunan rakyat (Disbunhut Aceh 2008).
Dinas perkebunan dan kehutanan propinsi Aceh yang di dukung oleh dana
dari ADB pada tahun 2007 telah mengembangkan lahan baru kakao di Aceh Besar
seluas 500 ha (Program pembangunan perkebunan Aceh Besar), dan BRR melalui
dinas terkait melakukan pengembangan lahan kakao seluas 100 ha. Ini semua
sangat dibutuhkan upaya pengelolaan kakao yang berkelanjutan, mengingat
produksi yang dihasilkan saat ini masih sangat rendah.
Rendahnya produktivitas lahan di DAS Krueng Seulimum menyebabkan
pendapatan petani di wilayah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
layak (KHL). Menurut BPS Aceh (2009), tingkat kemiskinan di propinsi Aceh
menduduki peringkat ke lima dari 33 provinsi di Indonesia yaitu sebesar 19.48%,
hasil sensus BPS 2007 juga menunjukkan bahwa penduduk miskin di DAS
Krueng Seulimum sebesar 26.3% keluarga petani. Kondisi ini menunjukkan
bahwa di DAS Krueng Seulimum telah berlangsung proses saling memiskinkan
4
antara lahan dan petani. Menurut Sinukaban (2001) proses saling memiskinkan
harus diputuskan dengan penerapan sistem pertanian konservasi (SPK) yang
bertujuan memperkecil erosi dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga
nantinya akan meningkatkan pendapatan petani.
Uraian di atas menunjukkan masih rendahnya pengetahuan petani, sehingga
usahatani kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum tidak
berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya yaitu dengan
memadukan teknik konservasi tanah dan air pada lahan pertanian berbasis kakao,
sehingga petani di DAS Krueng Seulimum memiliki pengetahuan tentang
usahatani pertanian yang berkelanjutan yaitu pendapatan yang layak bagi setiap
petani, agroteknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan sumberdaya
lahan (erosi), dan dapat diterima (acceptable) serta dikembangkan (replicable)
oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimiliki petani
(Sinukaban 2005).
Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa
masalah pokok yang harus diatasi di DAS Krueng Seulimum yaitu :
1. Telah terjadi kerusakan hutan akibat pembalakan liar (illegal logging) dan
alih guna lahan sehingga terjadi aliran permukaan dan erosi yang tinggi dan
mengakibatkan sedimentasi yang pada saat musim hujan mengakibatkan
terjadinya banjir.
2. Usahatani kakao yang dilakukan saat ini kurang mempertimbangkan klas
kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi yang tepat sehingga
memungkinkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang tinggi.
3. Pendapatan petani terutama yang berasal dari usahatani kakao masih rendah,
karena produksi yang dihasilkan tanaman kakao yang belum dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).
4. Belum dilakukan penataan (alokasi) penggunaan lahan yang optimal untuk
usahatani kakao.
Kerangka Pemikiran
Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur - unsur yang saling
berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi dan sangat
peka terhadap input-input yang terjadi didalamnya. Salah satu input yang
mempengaruhi kondisi DAS adalah perubahan penggunaan lahan. Pasca
terjadinya tsunami, penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum mengalami
perubahan yang cukup pesat disamping perubahan lainnnya yaitu konversi hutan
menjadi lahan usahatani kakao yang pengelolaannya masih secara konvensional
sehingga menimbulkan erosi yang tinggi dan produksi yang diinginkan belum
dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi petani.
Pengelolaan DAS yang baik dan lestari adalah penggunaan sumberdaya alam
secara rasional agar mendapatkan produksi yang maksimum dalam waktu yang tidak
terbatas dan mencegah terjadinya kerusakan lahan seminimal mungkin. Tujuan utama
pengelolaan DAS adalah keberlanjutan (sustainable) dengan parameter yang dapat
5
diukur yaitu erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi (ETol),
agroteknologi yang diterapkan harus dapat diterima (acceptable) dan dapat
dikembangkan (replicable) serta pendapatan yang didapat harus di atas standar hidup
layak. Untuk itu diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS
secara cermat dan seksama dengan penerapan sistem pertanian konservasi.
Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang dapat
mengendalikan degradasi lahan (erosi ≤ ETol) dan meningkatkan pendapatan
petani hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak (KHL)
dengan menggunakan agroteknologi yang memadai serta bersifat khas lokasi (site
specific). Penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk
menjamin kelestarian usahatani lahan kering dalam suatu DAS. Untuk itu agar
sumberdaya lahan dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan maka
optimalisasi pola usahatani perlu didesain dan dirancang dengan tepat agar
usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum dapat berkelanjutan.
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penilaian
kemampuan dan kesesuaian lahan pada tiap satuan lahan (SL) yang bertujuan
untuk mengetahui produktivitas dari masing-masing satuan lahan bagi usahatani.
Penggunaan lahan yang sesuai dan cocok dengan kemampuan lahan merupakan
langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik. Bila kondisi tanahnya
tidak sesuai untuk pertanian maka agroteknologi apapun yang digunakan tidak
akan dapat mencegah erosi.
Tingkat keberhasilan usahatani pada satu bidang lahan dengan penerapan
agroteknologi dapat dilihat dari besarnya erosi yang terjadi, dimana erosi aktual
yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi
(E < ETol), untuk itu agar agroteknologi yang diterapkan dapat diterima dan
dikembangkan oleh petani maka agroteknologi tersebut harus disesuaikan dengan
karakteristik biofisik (site specific), sehingga nantinya dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Sinukaban 2004). Selanjutnya upaya
untuk memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan
pendapatan petani dari usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum maka
perlu dilakukan optimalisasi pola usahatani yang dapat mengkompromikan
berbagai aspek kepentingan (beberapa tujuan) tersebut.
Metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai
tujuan (kepentingan konservasi tanah dan air, dan kepentingan pendapatan petani)
adalah dengan menggunakan model multiple goal programming (MGP) atau
program tujuan ganda yang digunakan berdasarkan typical farm size. Metode ini
dapat mengakomodasi berbagai tujuan atau kepentingan secara simultan (Nasendi
dan Anwar 1985; Mulyono 1991). Fungsi tujuan dalam analisis optimalisasi
dengan multiple goal programming adalah meminimumkan simpangan dari
kendala tujuan yang ada (erosi dan pendapatan usahatani). Penentuan usahatani
berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum dilakukan dengan
perangkat pengambilan keputusan (decision tool) (kesesuaian lahan,
agroteknologi, erosi < ETol dan pendapatan > KHL) pada skala DAS. Secara
ringkas kerangka pemikiran penelitian telah diuraikan disajikan pada Gambar 1.
6
DAS Krueng Seulimum
(25 444.35Ha)
- Kerusakan lahan akibat alih guna lahan dan
illegal logging
- Belum dilakukan penilaian terhadap
kemampuan dan kesesuaian lahan serta
agroteknologi pada usahatani berbasis kakao
- Belum dilakukan penataan (alokasi)
penggunaan lahan yang optimal untuk
usahatani kakao
- Produksi kakao rendah
Pendapatan Rendah
Erosi dan AP Tinggi
Usahatani Kakao tidak Berkelanjutan
Pengukuran dan
pendugaan Erosi
Analisis Usahatani
Tipe dan Alternatif Agroteknologi
Usaha tani Kakao
Analisis Pengambilan Keputusan
(LINDO dan Decision Tool)
Arahan Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan
di DAS Krueng Seulimum
Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan
di DAS Krueng Seulimum.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Mengkaji karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk
tanaman kakao di DAS Krueng Seulimum
Menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada lahan usaha tani berbasis
kakao di DAS Krueng Seulimum.
Menganalisis alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan
agroteknologi sehingga dapat menurunkan erosi dan meningkatkan
pendapatan petani di DAS Krueng Seulimum.
Merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan di DAS
Krueng Seulimum.
7
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Aceh Besar dan Propinsi Aceh dalam mengambil kebijakan untuk
pengembangan usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng
Seulimum.
Bagi petani di DAS Kreung Seulimum sebagai sumber informasi dalam
usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan.
Pengembangan ilmu pengetahuan dalam mendesain usahatani berbasis kakao
yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis program tujuan ganda.
Kebaruan Penelitian (Novelty)
1.
2.
3.
Kebaruan dari penelitian ini adalah memberikan informasi:
Besarnya aliran permukaan dan erosi pada usahatani berbasis kakao di DAS
Krueng Seulimum.
Tipe usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.
Besarnya standar hidup layak keluarga petani berbasis kakao di DAS Krueng
Seulimum
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani Kakao
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi petani.
Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di
daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan
tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam
budidayanya tanaman kakao memerlukan naungan.
Di Indonesia tanaman kakao mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Tahun 1969-1970 produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1.0 Ton (peringkat ke
29 dunia), kemudian Tahun 1980-1981 meningkat menjadi sekitar 16 Ton
(peringkat 16 dunia) (AAK 2004).
Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao
jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao
mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada
perkebunan - perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis
mulia (Siregar et al. 2007).
Tahun 2000 luas kepemilikan perkebunan kakao lebih didominasi oleh
perkebunan rakyat yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia,
kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara 7% dan perkebunan besar swasta
7% (AAK 2004).
Perkembangan kakao di propinsi Aceh tidak terlepas dari berbagai masalah
yang dijumpai dari sektor hulu hingga sektor hilir. Beberapa masalah di sektor
hulu antara lain produktivitas tanaman yang masih rendah. Permasalahan di sektor
hilir mengenai rendahnya kualitas mutu biji terutama biji yang tidak difermentasi.
Meskipun areal dan produksi kakao di NAD selama lima tahun terakhir
mengalami peningkatan, namun dari segi aspek produktivitas menurun 4,25 % per
tahun (Disbunhut Aceh 2008).
Di propinsi Aceh luas areal tanaman kakao dari tahun ke tahun terus
meningkat, tahun 2004 jumlah areal tanam seluas 24 491.00 ha sedangkan tahun
2008 luas areal tanaman kakao meningkat menjadi 70 873.00 ha dan ini umumnya
dilakukan oleh petani sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan
kakao di propinsi Aceh (Disbunhut 2008). Luas areal tanaman kakao di propinsi
Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel di atas terlihat bahwa perkembangan luas areal TBM terus mengalami
peningkatan, ini menunjukkan bahwa minat petani terhadap pengembangan kakao
di propinsi Aceh cukup besar yang juga didukung oleh kondisi dan prospek harga
kakao di pasaran internasional yang cukup bagus.
Saat ini di propinsi Aceh juga telah terbentuk Forum Pengembangan Kakao
Aceh (FKA) yang berkelanjutan yang disepakati oleh Pemda Aceh dan beberapa
NGO (APED, UNDP, GTZ) dengan upaya untuk promosi dan implementasi
pengembangan kluster di Propinsi Aceh yang terfokus dan terarah (APED 2007)
9
Tabel 1 Luas tanaman kakao di propinsi Aceh
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Luas Areal (Ha)
TBM
9 309
12 213
15 836
19 639
32 283
TM
13 689
17 216
17 677
21 533
32 612
TR
1 493
2 866
4 921
5 256
5 978
Jumlah
(Ha)
24 491
32 295
38 434
46 427
70 873
Keterangan :
TBM = Tanaman belum menghasil
TM
= Tanaman menghasilkan,
TR
= Tanaman rusak
Sumber :
Disbunhut Aceh (2008)
Dilihat dari luas areal tanam yang terus meningkat, namun dari segi
produktivitas masih sangat rendah yaitu 300 - 450 kg ha-1 dan ini merupakan
hasil panen terendah di pulau sumatera (500 - 700 kg ha-1) (FKA 2010).
Rendahnya produktivitas kakao di propinsi Aceh diakibatkan karena minimnya
pengetahuan petani setempat akan budidaya tanaman kakao disamping akibat
konflik yang berkepanjangan (lahan kakao yang diterlantarkan).
Menurut FKA (2010), produksi kakao yang dicapai menunjukkan bahwa
petani kakao di Aceh masih miskin, ini disebabkan karena produktivitas lahan
yang rendah. Penyebabnya adalah rusaknya kebun, tidak terawat, hama penyakit
lokal seperti monyet dan tupai serta hama penggerek buah kakao (PBK). Faktor
lain yang mengakibatkan rendahnya produksi kakao di Aceh adalah bibit kakao
yang digunakan tidak semuanya menggunakan bibit unggul. Akibatnya adalah
harga jual yang rendah, karena kualitas yang kurang baik. Umumnya tanaman
kakao di Aceh memiliki buah dan biji yang kecil, bahkan ada juga sebagian petani
yang memanen muda buah kakao, karena kuatir dengan serangan hama. Secara
umum petani kakao di Aceh hanya mampu menghasilkan biji kakao sebanyak 50400 kg ha-1 tahun-1 bila dibandingkan dengan sebuah kebun kakao yang baik
dapat menghasilkan panen minimal 1.00 ton hektar-1 tahun-1 nya (FKA 2010),
sedangkan produksi optimum adalah 1.00 -1.2 ton hektar-1 tahun-1 (AAK 2004)
Untuk itu FKA mengemukakan, strategi yang akan didorong oleh pihaknya
adalah mengefektifkan penggunaan bibit kakao bersertifikasi internasional, dan
selain itu juga melakukan sertifikasi terhadap produksi kakao Aceh, hal ini sangat
penting sehingga nantinya akan semakin meningkatkan kepercayaan internasional
terhadap produksi kakao Aceh.
Faktor lain yang harus di perhatikan dalam budidaya kakao adalah teknik
pemangkasan, perlakuan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
dan produksi kakao. Teknik pemangkasan terdiri atas :
- Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman yang belum menghasilkan.
- Pemangkasan pemeliharaan dan produksi, cabang yang dipangkas adalah
cabang sakit, cabang balik, cabang terlindung atau cabang yang melindungi,
frekuensi 6-8 kali pertahun, tunas air dibuang 2-4 minggu sekali.
- Pemangkasan pemendek tajuk, tujuannya membatasi tinggi tajuk tanaman
maksimum 3.5 - 4.0 m. dilakukan setahun sekali pada awal musim hujan.
10
- Pemangkasan tidak dibenarkan pada saat tanaman berbunga lebat atau ketika
sebagian besar buah masih penti (Prawoto 1996).
Kendala lain yang dihadapi oleh petani kakao di propinsi Aceh selama ini
adalah : 1) penerapan teknologi budidaya secara benar masih sangat kurang. 2)
produktivitas kakao di propinsi Aceh masih rendah, 3) kualitas kakao yang
dihasilkan petani masih di bawah standar ekspor, 4) penanganan pascapanen
kakao masih minim dan 5) pemasaran hasil kakao hanya di pasarkan keluar
provinsi (propinsi Sumatera Utara) sehingga terjadi fluktuasi harga.
Sebagai daerah tropis, Indonesia yang terletak antara 6o LU – 11o LS
merupakan daerah yang sesuai untuk tanaman kakao. Tanaman Kakao merupakan
tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang
semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon
alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor
pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitasnya
akan rendah.
Tanaman kakao akan tumbuh lebih baik bila mengikuti acuan kriteria
kesesuaian lahannya (Djaenudin et al. 2003). Kakao dalam pertumbuhannya
memerlukan curah hujan yang cukup dan terdistribusi merata, dengan jumah
curah hujan 1500 - 2500 mm tahun-1, bulan kering tidak lebih dari 3 bulan dan
memerlukan suhu rata-rata antara 15 - 30oC dengan suhu optimum 25.5oC.
Keadaan tanah yang diinginkan oleh tanaman kakao adalah tanah yang
bersol
UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH
HALIM AKBAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Optimalisasi Lahan Usahatani
Berbasis Kakao Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di DAS Krueng
Seulimum Propinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Bogor, Agustus 2013
Halim Akbar
A165080011
RINGKASAN
HALIM AKBAR. Optimalisasi Lahan Usahatani Berbasis Kakao Untuk
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di DAS Krueng Seulimum Propinsi Aceh.
Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO sebagai ketua, NAIK
SINUKABAN, dan SITANALA ARSYAD sebagai anggota.
Perubahan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini
cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi dan ini berdampak negatif terhadap kondisi
hidrologis DAS. Perubahan penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum menjadi
lahan pertanian dan usahatani tanpa penerapan agroteknologi telah menyebabkan
erosi yang tinggi dan produktivitas lahan yang rendah, ini ditunjukkan dengan
rendahnya produksi kakao di bagian hulu, terjadinya sedimentasi dan fluktuasi
debit yang tinggi di bagian hilir. Penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji
karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk tanaman kakao di
DAS Krueng Seulimum, (2) menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada
lahan usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum, (3) menganalisis
alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan agroteknologi sehingga
dapat menurunkan erosi dan meningkatkan pendapatan petani di DAS Krueng
Seulimum, (4) merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan
di DAS Krueng Seulimum.
Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengukuran lapangan yang
diawali dengan pembuatan peta satuan lahan (land unit). Peta satuan lahan
digunakan sebagai unit dasar dalam analisis kelas kemampuan lahan, kesesuaian
lahan, prediksi erosi dan Etol serta penentuan sampel petani responden untuk
analisis usahatani. Pengumpulan data biofisik lahan (sifat-sifat tanah, karakteristik
lahan, dan iklim) untuk analisis kelas kemampuan lahan, evaluasi kesesuaian
lahan, prediksi erosi dan Etol. Pengumpulan data sosial ekonomi (karakteristik
petani, luas lahan usahatani, sarana produksi, produksi tanaman, teknik budidaya,
dan lainnya) dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara dengan petani
responden untuk analisis usahatani. Untuk mengetahui pengaruh teknologi
konservasi tanah dan air terhadap aliran permukaan dan erosi, dilakukan
percobaan petak erosi (plot erosi) di lapang. Analisis kriteria erosi dan pendapatan
usahatani menggunakan optimalisasi usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan
dengan program tujuan ganda (multiple goal programming). Analisis penentuan
usaha tani berbasis kakao yang berkelanjutan dengan perangkat pengambilan
keputusan (decision tool) menggunakan kriteria kesesuaian lahan, laju erosi
dibawah erosi yang masih dapat ditoleransi, pendapatan harus di atas kebutuhan
hidup layak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Krueng Seulimum terdiri atas 24
satuan lahan (SL). Lahan tergolong kelas III, IV dan VI dengan faktor
penghambat utama adalah faktor lereng (l), erosi (e), erodibilitas tanah (KE) dan
batuan dipermukaan tanah (b). Sebagian besar lahan usahatani kakao tergolong
kedalam kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Secara umum
penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum sesuai dengan kemampuan lahan
dan kesesuaian lahan.
Hasil pengukuran aliran permukaan dan erosi pada petak percobaan
menunjukkan bahwa tipe usahatani kakao+pinang mendapatkan aliran permukaan
dan erosi terendah (AP = 16.00 mm dan erosi = 400.7 kg ha-1) dan dengan
perlakuan pemberian mulsa jerami 18 kg petak-1 (5 ton ha-1) pada setiap perlakuan
juga nyata memberikan pengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi pada tipe
usahatani kakao+pinang+mulsa (AP = 7.29 mm dan erosi = 141.8 kg ha-1).
Perhitungan prediksi erosi pada beberapa penggunaan lahan di DAS Krueng
Seulimum menunjukkan bahwa prediksi erosi terbesar terjadi pada penggunaan
lahan semak belukar dan pertanian lahan kering. Nilai prediksi erosi pada
penggunaan lahan semak belukar berkisar antara 30.71 - 292.98 ton ha-1 thn-1,
prediksi erosi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering berkisar antara
27.60 - 118.19 ton ha-1thn-1, prediksi erosi pada penggunaan lahan padang
penggembalaan berkisar antara 9.92 ton ha-1thn-1- 62.98 ton ha-1thn-1 prediksi
erosi pada penggunaan lahan hutan sekunder berkisar antara 1.26-6.94 ton ha-1
thn-1 .
Luas lahan garapan petani pada usahatani berbasis kakao di DAS Krueng
Seulimum berkisar 1.0 -1,50 ha (45.45%), jumlah anggota keluarga rata-rata
5 orang, dan nilai KHL sebesar Rp. 28 000 000 ha-1 kk-1 thn-1. Usahatani berbasis
kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum pada luasan 1,0
hektar menunjukkan bahwa semua tipe usahatani (K, KP dan KPs) tidak
berkelanjutan (sustainable) karena pendapatan < KHL, dilihat dari indikator
erosi terlihat bahwa nilai erosi yang didapat masih diatas nilai ETol, yaitu 54.38
ton ha-1thn-1 - 135.89 ton ha-1thn-1. Usahatani berbasis kakao berkelanjutan di
DAS Krueng Seulimum dapat dicapai dengan penerapan agroteknologi
pemupukan yaitu dengan pemberian pupuk lengkap pada lereng 7%, pembuatan
teras gulud dengan tanaman penguat teras pada lereng 14% dan pembuatan teras
gulud dengan tanaman penguat teras + pemberian mulsa 6 ton ha-1 thn-1 pada
lereng 21% dapat menurunkan erosi menjadi lebih kecil dari erosi yang masih
dapat ditoleransi dan memberikan pendapatan usahatani lebih besar dari
kebutuhan hidup layak (KHL).
Hasil analisis program tujuan ganda menunjukkan bahwa tipe usahatani
berbasis kakao yang paling optimal diterapkan di DAS Krueng Seulimum adalah
tipe usahatani Kakao + Pisang (KPs) pada lahan seluas 1.5 ha dengan menerapkan
agroteknologi pemupukan, teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah
dengan pemberian mulsa 6 ton ha-1thn-1 dapat menekan erosi di bawah Etol yaitu
16.03 - 38.64 ton ha-1thn-1 dengan pendapatan optimum sebesar Rp 42 954 150
kk ha-1 thn-1 jauh lebih besar dari KHL.
Rencana pengembangan lahan pertanian berbasis kakao pada setiap satuan
lahan dengan menggunakan decision tool didapat SL 5 dan 9 sesuai untuk
dikembangkan tanaman kakao+pinang dengan penerapan agroteknologi
pemupukan, SL 1, 3, 6, 7, 10 dan 11 sesuai untuk dikembangkan tanaman
kakao+pinang dengan penerapan agroteknologi pemupukan ditambah dengan
pembuatan teras gulud + tanaman penguat teras, SL 2, 12, 14, 15 dan 16 sesuai
dikembangkan tanaman kakao+pisang dengan penerapan agroteknologi
pemupukan ditambah dengan pembuatan teras gulud +tanaman penguat teras +
dengan pemberian mulsa 6 ton ha-1 thn-1 .
Kata kunci : penggunaan lahan, kakao, erosi, pendapatan, agroteknologi
SUMMARY
HALIM AKBAR. Land Optimization of Cocoa Based Farming for Agricultural
Sustainable Development in Krueng Seulimum Watershed Aceh Province. Under
direction of KUKUH MURTILAKSONO, NAIK SINUKABAN, and
SITANALA ARSYAD
Changes in land use in the watershed at present tend to increase due to the
construction activity and population growth rate which have the quite high and
those cause negative impacts on hydrological wathershed condition. Changes in
land use in the Krueng Seulimum watershed to agriculture and farming without
application of agro technology have led to high attrition and low land
productivity, and those are shown by the low production of cocoa in the upstream, sedimentation and high fluctuation in the down-stream. This study aims
firstly, to assess the characteristics of the land and agro-technology applied to the
cocoa crop in the Krueng Seulimum watershed, secondly, to analyze the rate of
erosion and surface run off on cocoa based farming land in the Krueng Seulimum
watershed, thirdly, to analyze the optimal land allocation for cocoa and agrotechnology based farming to reduce erosion and increase the income of farmers in
the Krueng Seulimum watershed, and finally, to formulate sustainable cocoa
based farming in the Krueng Seulimum watershed.
This study used the survey and field measurement methods that were started
with mapping land units. Map of land units was used as the basic unit in analysis
of land capability class, soil suitability, erosion prediction, Etol and determination
of respondent farmer sample for farming analysis. Bio-physical land data
collection such as soil properties, soil characteristics , and climate were used for
analysing of land capability class, land suitability evaluation, prediction of erosion
and Etol. Socio-economic data collection likes characteristics of farmers, farm
land, means of production, crop production, cultivation techniques, and others,
were conducted through field surveys and interviews with respondent farmers for
farming analysis. To determine the effect of soil and water conservation
technologies for runoff and erosion, it was conducted the erosion plot experiments
in the field. Analysis of erosion criteria and farming income used the optimization
of sustainable cocoa-based farming with a dual purpose program. Determination
analysis of sustainable cocoa-based farm with making decision tools used the
criteria of land suitability, erosion rates under tolerable erosion conditions, the
income should be above the needs of decent living.
The results showed that the Krueng Seulimum watershed consists of 24
units of land (SL). The land is classified as class III , IV and VI with the main
limiting factors as follow: the slope factor (l), erosion (e) , soil erodiblity (KE) and
the rocks on the surface soil (b). Most of the cocoa farming lands belong to the
quite suitable class (S2) and marginally suitable class (S3). In general, the use of
land in Seulimum Krueng watershed is in accordance with the land capability and
land suitability.
Result of run off and erosion measurements on experimental plots showed
that the type of cocoa + areca farming got the lowest runoff and erosion (AP =
16.00 mm and erosion = 400.7 kg ha-1) and straw mulching treatment 18 kg plot-1
(5 tons ha-1) in each treatment also had apparent influence to run off and erosion
on the type of cocoa + areca + mulch farming (AP = 7.29 mm and erosion = 141.8
kg ha-1).
Erosion prediction calculations on some land uses in the Krueng Seulimum
watershed showed that the greatest prediction erosion occurred in the shrub land
use and dry land farming. Erosion prediction value on shrub land use ranged from
30.71 - 292.98 tons ha-1 year-1, erosion prediction on dry land use ranged from
27.60 - 118.19 tons ha-1 year-1, erosion prediction on pasture land use ranged from
9.92 ton ha-1 year-1 - 62.98 tons ha-1 year-1, prediction of erosion on secondary
forest land use ranged between 1.26 - 6.94 tons ha-1 year-1.
Cocoa based farming conducted farmers in the Krueng Seulimum watershed
ranges from 1.0 -1.50 ha (45.45 %), the average number of family member is 5
people , and the KHL value is Rp 28 million ha-1 kk-1 year-1. Cocoa-based farming
conducted by farmers in the Krueng Seulimum watershed on area of 1.0 acres
shows that all types of farming such as K, KP and KPS, are not sustainable
because the income is less than KHL, and from erosion indicator, it shows that the
erosion value obtained is still above Etol value, namely 54.38 tons ha-1 year-1 135.89 tons ha-1 year-1. Sustainable cocoa based farming in the Krueng Seulimum
watershed can be achieved with the implementation of agro-fertilizing by giving
complete fertilizer at 7 % slopes, gulud terracing with terrace booster crops on
slope of 14 % and gulud terracing, terrace amplifier crops + mulching 6 tons ha-1
year-1 on slope of 21% can reduce erosion to become smaller than the tolerable
erosion and provide income farming greater than the need for decent living
(KHL).
Dual purpose program analysis results indicated that the most optimal type
of cocoa-based farming applied in the Krueng Seulimum watershed is the type of
cocoa farming + banana (KPs) in an area of 1.5 ha by implementing agrofertilization, gulud terracing with amplifier plants plus mulching 6 tons ha-1 year-1.
this type can suppress the erosion under Etol 16.03 - 38.64 tons ha-1 year-1 dan
increase optimum revenue of Rp 42.954.150 kk ha-1 year-1, much larger than the
KHL.
Development plan of cocoa-based farming in each land unit by using a
decision tool, it was obtainaed SL 5 and SL 9 which were suitable to develop
cocoa + areca crops with the application of agro-fertilizing. SL 1, 3, 6, 7, 10 and
11 were suitable for developing cocoa + areca crops with the application of agrofertilizing with gulud terracing plus amplifier crops. SL 2, 12, 14, 15 and 16 are
developed for cocoa +banana crops by applicating agro-fertilization with gulud
terracing plus terrace amplifier crops + mulching 6 tons ha-1 year-1.
Keywords: land use, cocoa, erosion, income, agro-technology
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
OPTIMALISASI LAHAN USAHATANI BERBASIS KAKAO
UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH
HALIM AKBAR
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Widiatmaka, DEA
Dr. Ir. Latief M Rachman, M.Sc, MBA
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng
Dr. Ir. Latief M Rachman, M.Sc, MBA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Optimalisasi Lahan Usahatani Berbasis Kakao
untuk Pembagunan Pertanian Berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum Propinsi
Aceh.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terlaksana karena bantuan dari
berbagai pihak baik secara moral maupun materi yang semuanya itu tidak mampu
penulis balas. .
Penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku ketua komisi pembimbing ;
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing dan
Prof (Em) Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing
yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis sejak persiapan
penelitian sampai pada penyelesaian disertasi.
2. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh program
doktor di Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana IPB atas
pelayanan serta fasilitas hingga penyelesaian studi.
3. Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Malikussaleh yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti
program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis untuk mengikuti
program doktor pada Program Studi Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
5. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA dan Dr. Ir. Latief M Rachman, MSc MBA selaku
penguji luar komisi pada ujian tertutup atas masukan dalam penyempurnaan
disertasi ini.
6. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng dan Dr. Ir. Latief M Rachman, MSc MBA
selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan saran dalam
penyempurnaan disertasi ini.
7. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono MS, Prof. Dr. Ir. Abubakar A Karim, MS
dan Prof. A. Hadi Arifin, MSi atas pemberian rekomendasi sehingga penulis
dapat diterima sebagai mahasiswa program Doktor pada Program Studi
Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8. Bupati Aceh Besar beserta staff atas bantuannya selama penulis melaksanakan
penelitian di lapangan.
9. Staf laboratorium Ilmu Tanah pada Institut Pertanian Bogor dan staf
laboratorium jurusan ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
10. Bapak kepala Desa Panca, Alue Rindang, Teladan dan Jawi beserta warganya
atas segala bantuan, pelayanan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
11. Kedua orang tua saya H. Abubakar Siddik (Alm) dan Hj. Halimah yang sangat
penulis hormati dan yang telah memberikan do’a, panutan dan segala fasilitas
kepada penulis dan kedua mertua H. Machmud ZA (Alm) dan Hj. Henny
Djuned atas pengertian dan juga atas dukungan moral serta materi kepada
penulis.
12. Istri tercinta Isra Maisarra A.Md atas izin, motivasi dan pengertian yang
diberikan kepada penulis dan anak-anak tersayang Muhammad Alif Rachman
dan Muhammad Fabyan Akbar atas pengertian, pengorbanan dan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
13. Teman-teman di Program Studi Pengelolaan DAS dan Program Studi lainnya
atas apresiasi, do’a dan motivasi kepada penulis selama mengikuti kuliah
hingga menyelesaikan disertasi ini.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya penulis berharap semoga
disertasi ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2013
Halim Akbar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaharuan (Novelty)
xv
xvii
xviii
1
4
4
6
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani Kakao
Evaluasi Lahan
Erosi dan Faktor yang Mempengaruhinya
Dampak Usahatani Kakao Terhadap Erosi dan Aliran Permukaan
Konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Pengelolaan DAS
Program Tujuan Ganda
8
11
16
22
23
25
26
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data
Analisis Data
29
30
30
36
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis
Penggunaan Lahan
Iklim
Hidrologi
Tanah
Topografi
Penduduk
44
44
44
45
46
46
47
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lahan Di DAS Kr. Seulimum
Evaluasi Erosi, ETol dan Prediksi Erosi
Karakteristik Tipe Usahatani Berbasis Kakao Di DAS Kr Seulimum
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Di DAS Kr Seulimum
Alternatif Pengembangan Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan
Optimalisasi Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan
Arahan dan Penerapan Usahatani Kakao Berkelanjutan
48
54
59
63
66
71
72
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
77
77
79
85
DAFTAR TABEL
1
Luas areal tanaman kakao di propinsi Aceh
2
Kriteria kasifikasi kemampuan lahan
14
3
Jumlah erosi, C-organik dan hara terangkut aliran permukaan pada
lahan pertanian tanaman pangan di beberapa lokasi di Jawa Barat
17
4
Jenis, sumber dan keguanaan data yang diperlukan untuk penelitian
33
5
Perlakuan tipe usahatani dan kelas lereng pada tiap petak erosi yang
digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi di lapangan
35
6
Penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum
44
7
Sebaran dan luasan setiap jenis tanah di DAS Kr. Seulimum
46
8
Keadaan topografi dan luas penyebarannya di DAS Kr. Seulimum
47
9
Sebaran jumlah penduduk dan jumlah KK di DAS Kr. Seulimum
berdasarkan jenis kelamin Tahun 2010
47
10
Satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
48
11
Kelas kemampuan lahan (KKL) di DAS Kr. Seulimum
50
12
Lokasi tanaman kakao pada berbagai kelas kesesuaian lahan di DAS
Kr. Seulimum
52
Lokasi tanaman pisang pada berbagai kelas kesesuaian lahan di DAS
Kr. Seulimum
53
Pengaruh tipe usahatani berbasis kakao terhadap aliran permukaan
dan erosi
54
Rekapitulasi prediksi erosi pada setiap satuan di DAS Krueng
Seulimum
57
PrediksiErosi pada setiap tipe usahatani campuran berbasis kakao
di DAS Kr. Seulimum
58
17
Luas tanaman kakao di DAS Kr. Seulimum
59
18
Luasan beberapa tipe usahatani berbasis kakao di DAS Kr.Seulimum
59
19
Deskripsi karakteristik setiap tipe usahatani berbasis kakao di DAS
Kr. Seulimum
61
20
Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan
63
21
Besaran tenaga yang dibutuhkan berdasarkan tipe usahatani berbasis kakao
64
22
Biaya usahatani tiap tipe usahatani di DAS Kr. Seulimum
64
23
Produksi usahatani di DAS Kr. Seulimum
65
24
Penerimaan usahatani luasan 1.0 hektar di DAS Kr. Seulimum
65
13
14
15
16
9
25
Pendapatan usahatani luasan 1.0 hektar di DAS kr. Seulimum
65
26
Pendapatan usahatani luasan 1.5 hektar di DAS Kr. Seulimum
66
27
Pendapatan usahatani luasan 1.5 hektar setelah penerapan agrotek
pemupukan di DAS Kr. Seulimum
68
28
Pendapatan usahatani berbasis kakao di DAS Kr. Seulimum
69
29
Erosi pada tipe usahatani berbasis kakao setelah penerapan agrotek
di DAS Kr. Seulimum
69
30
Perangkat pengambil keputusan (decision tool) di DAS Kr Seulimum
73
31
Penggunaan lahan optimal berbasis kakao di DAS Kr Seulimum
76
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan
di DAS Kr. Seulimum
6
Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas
dan macam penggunaan lahan
13
3
Skematis klasifikasi kemampuan lahan
14
4
Lokasi penelitian DAS Kr. Seulimum, kabupaten Aceh Besar
29
5
Diagram alir tahapan penelitian
31
6
Plot pengamatan erosi dan aliran permukaan
34
7
Batasan nilai D, De dan Dmin
38
8
Sebaran curah hujan dan hari hujan setiap bulan di DAS Kr.Selimum
berdasarkan data curah hujan Tahun 2001 - 2010
45
9
Peta satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
49
10
Prediksi erosi pada berbagai tipe usahatani berbasis kakao dan
kemiringan lereng di DAS Kr. Seulimum
58
11
Sistem pertanian di DAS Kr. Seulimum
60
12
Pembersihan areal tanaman kakao yang dilakukan petani di DAS
Kr. Seulimum
62
Prediksi Erosi dan pendapatan usahatani kondisi saat ini (sebelum
penerapan agroteknologi)
67
Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi
pemupukan pada lereng 7% di DAS Krueng Seulimum
68
Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi
pemupukan, teras gulud+tanaman penguat teras pada lereng 14%
di DAS Krueng Seulimum
70
Erosi dan pendapatan usahatani dengan penerapan agroteknologi
pemupukan, teras gulud+tanaman penguat teras+mulsa 6 ton/ha
pada lereng 21% di DAS Krueng Seulimum
70
Peta arahan sebaran tipe usahatani berbasis kakao di DAS Krueng
Seulimum
75
2
13
14
15
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
Faktor-faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan
85
2
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao
88
3
Kriteria kesesuaian lahan tanaman pisang
89
4
Nilai faktor C dengan pertanaman tunggal
90
5
Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) dan pengelolaan
tanaman (C)
91
6
Faktor kedalaman beberapa sub order tanah
92
7
Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman
93
8
Data curah hujan selama 10 Tahun terakhir (2001 - 2010) di
kabupaten Aceh Besar
94
Data kelembaban udara selama 10 Tahun terakhir (2000-2009)
di kabupaten Aceh Besar
95
9
10
Data temperatur udara rata-rata 10 Tahun terakhir (2000 - 2009)
di kabupaten Aceh Besar
11
96
Data penyinaran matahari 10 Tahun terakhir (2000 - 2009) di
kabupaten Aceh Besar
97
12
Peta penggunaan lahan di DAS Kr. Seulimum
98
13
Peta jenis tanah di DAS Kr. Seulimum
99
14
Peta lereng di DAS Kr. Seulimum
100
15
Hasil Analisis Kimia Tanah
101
16
Hasil Analisis Fisika Tanah
102
17
Peta Kelas Kemampuan Lahan di DAS Kr. Seulimum
103
18
Penilaian Kemampuan Lahan Di DAS Kr. Seulimum
104
19
Peta kelas kesesuaian lahan tanaman kakao di DAS Kr. Seulimum
108
20
Penilaian kesesuaian lahan tanaman kakao pada masing - masing
satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
109
21
Peta kelas kesesuaian lahan tanaman pisang di DAS Kr. Seulimum
112
22
Penilaian kesesuaian lahan tanaman Pisang pada masing - masing
satuan lahan di DAS Kr. Seulimum
113
23
Nilai ETol pada beberapa penggunaan lahan di DAS Kr.Selimum
116
24
Biaya usahatani aktual pada masing-masing type usahatani di DAS
Kr. Seulimum
117
Kriteria penilaian sifat kimia tanah
118
25
26
27
28
Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada
lereng 7% dengan agroteknologi pemupukan
119
Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada
lereng 14% dengan agroteknologi pemupukan dan teras gulud
dengan tanaman penguat teras
120
Optimalisasi lahan usahatani berbasis kakao luasan 1.5 ha pada
lereng 21% dengan agroteknologi pemupukan , teras gulud
dengan tanaman penguat teras ditambah mulsa 6 ton/ha/thn
121
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Intensitas perubahan penggunaan lahan di suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS) saat ini cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi
lahan membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS, diantaranya
meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran
permukaan, serta banjir dan kekeringan. Masalah ini semakin bertambah berat
dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih
fungsikan menjadi lahan usaha lain.
Persepsi publik dan kebijakan umum tentang perlindungan DAS
menginginkan adanya suatu kondisi (hutan) di daerah hulu dan mengasosiasikan
setiap kejadian banjir dengan hilangnya tutupan hutan di bagian hulu. Selain itu,
merubah kawasan hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya
dianggap akan mengurangi kemampuan DAS dalam mempertahankan fungsi
tersebut.
Dampak lain terjadinya kehilangan hutan adalah dengan diberlakukannya
rencana tata ruang yang diajukan oleh Kementerian, lembaga, gubernur dan
bupati/walikota yang sarat usulan pelepasan kawasan hutan. Sementara itu
kawasan berstatus hutan tetapi tidak lagi memiliki tegakan pohon juga cukup
banyak, sehingga nantinya moratorium izin pembukaan kawasan gambut dan
hutan primer tidak berguna.
Hutan merupakan bentuk penggunaan lahan dengan berbagai pepohonan
dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Fungsi ekologis hutan sangat
penting terutama untuk menjaga erosi serta mengatur tata air di daerah aliran
sungai. Luas lahan hutan yang harus dipertahankan dalam suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS) agar dapat menjamin kelestarian sumber air menjadi permasalahan
yang cukup kompleks saat ini, mengingat berbagai kepentingan atas penggunaan
lahan di DAS antar berbagai sektor serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dampak negatif alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lain telah
banyak dibuktikan dan apabila kebutuhan lahan mendesak, maka konversi lahan
hutan akan sangat sulit untuk dihindari. Menurut FWI/GFW (2001) laju
kerusakan hutan dari tahun ketahun terus meningkat. Periode tahun 1985-1997,
kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.7 juta hektar tahun-1 dan dalam periode
tahun 1997-2000 meningkat menjadi 3.8 juta hektar tahun-1 (Baplan Dephut
2003). Di Provinsi Aceh, kehilangan hutan yang terjadi sekarang ini sekitar 23
124.41 hektar tahun-1 dari total kawasan hutan seluas 3.3 juta hektar akibat
penebangan liar dan alih fungsi hutan (Walhi Aceh 2012).
Kerusakan lingkungan di Indonesia juga telah menjadi keprihatinan banyak
pihak, ini disebabkan oleh timbulnya bencana alam yang dirasakan saat ini seperti
banjir, tanah longsor dan kekeringan yang semakin meningkat. Rusaknya wilayah
hulu DAS sebagai daerah tangkapan air diduga merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya bencana alam tersebut. Kerusakan DAS dipercepat oleh
peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai akibat dari pertambahan
penduduk dan perkembangan ekonomi, konflik kepentingan dan kurangnya
2
keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era
otonomi daerah, dimana
sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber
pendapatan asli daerah (PAD).
Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menjelaskan
pengrusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya. Saat ini
terdapat 60 DAS di seluruh Indonesia masuk kategori super prioritas (BPDAS
Aceh 2009).
Gambaran kerusakan DAS di Indonesia juga tercermin dari banyaknya
jumlah DAS yang masuk dalam skala prioritas. Tahun 1984 terdapat 22 DAS
super prioritas (surat keputusan bersama tiga menteri, Menteri Dalam Negeri,
Menteri Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No: 19 Tahun 1984 - No:
059/Kpts-II/1984 - No: 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, diacu dalam Arsyad
2006). Tahun 1999 terdapat 62 DAS Prioritas I, 232 DAS Prioritas II dan 178
DAS Prioritas III (Ditjen RRL 1999). Tahun 2004 jumlah DAS prioritas I
meningkat menjadi 65 DAS (Ditjen SDA 2004).
Dalam upaya untuk menyelamatkan DAS di Indonesia, Departemen
Kehutanan telah menetapkan 108 DAS sebagai prioritas utama untuk ditangani
dalam kurun waktu 5 tahun mendatang (2010-2014), DAS Krueng Aceh
merupakan satu dari 16 DAS yang berada di Sumatera yang masuk ke dalam
kelompok DAS kritis di Indonesia dan
menjadi prioritas utama dalam
penanganannya (BPDAS Aceh 2009).
Balai Pengelolaan DAS Aceh mengemukakan bahwa antara tahun 19992008 banyak terjadi pengurangan luasan hutan di Aceh. Kerusakan terparah
terjadi di DAS Krueng Aceh, pada tahun 1999 luas tutupan hutan DAS tersebut
masih sekitar 207 740 hektar sedangkan pada tahun 2008 luas tutupan lahan DAS
tersebut hanya mencapai 172 370 hektar, padahal fungsi ekologis kawasan itu
sangat mendesak dan strategis (Walhi Aceh 2009).
Aksi pengrusakan hutan yang terjadi juga telah mengancam
keberlangsungan 47 DAS dan sub-DAS yang ada di Aceh. Salah satu contoh
adalah kawasan Seulawah (daerah hulu DAS Krueng Aceh) dimana 40 persen
kawasan hutan Seulawah yang letaknya sangat dekat dengan ibu kota provinsi
Aceh juga telah dirambah, terlebih di kawasan hutan yang terpaut jauh di
pedalaman dan agak sukar dipantau oleh petugas.
FFI (2009) juga mengemukakan bahwa sekitar 266 000 hektar hutan di
Provinsi Aceh hingga tahun 2009 mengalami kerusakan yang cukup berat akibat
pembalakan liar, sehingga propinsi Aceh disebut telah memecahkan rekor baru
dalam hal pengrusakan hutan tercepat di dunia. Hingga kini pembalakan hutan
masih terus berlangsung (termasuk di DAS Krueng Seulimum).
Kondisi lingkungan hutan di Aceh juga diperparah dengan meningkatnya
hot spot (titik api) dari 518 titik api menjadi 1 163 titik api pada tahun 2006.
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2001 sampai dengan 2006 telah
menghanguskan areal seluas 403 524 ha dari 3 057 titik api (Walhi Aceh 2006).
DAS Krueng Aceh mempunyai lima Sub DAS yaitu DAS Krueng Aceh
Hilir, DAS Krueng Jreu, DAS Keumireu, DAS Krueng Inong dan DAS Krueng
Seulimum. Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh yang berada pada tiga
wilayah administrasi (Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten
Pidie) merupakan sumber pemasok utama kebutuhan air bersih baik untuk sumber
air minum, irigasi pertanian dan keperluan lain.
3
DAS Krueng Seulimum dengan luasan 25 444.35 hektar telah mengalami
alih fungsi hutan yang sangat luas. Tahun 1977 luas hutan di DAS Krueng
Seulimum masih sekitar 16 179.00 ha (70.86%), tahun 1987 menurun menjadi
11 129.10 ha (48.75%) dan tahun 2002 luas hutan tinggal 9 032.40 ha (39.56%)
(Wahyuzar 2005). Sedangkan tahun 2011 luasan hutan di DAS Krueng Seulimum
tinggal 7 000.01 Ha (27.51%) (Baplan Dephut 2011).
Perubahan hutan yang terjadi di DAS Krueng Seulimum berdampak pada
kontribusi air yang akan disumbangkan pada DAS Krueng Aceh. Debit air pada
DAS Krueng Aceh dalam dua tahun terakhir ini juga semakin berkurang
disamping itu airnya juga kurang jernih (BPDAS Aceh 2009). Walhi Aceh (2009)
menambahkan bahwa debit air DAS Krueng Aceh menyusut lebih dari 40 persen
dibandingkan pada tahun 2000, sehingga beberapa desa di kawasan hilir Banda
Aceh sudah mulai kesulitan untuk mendapatkan air selama setahun terakhir.
Dampak langsung yang dapat dilihat adalah pada musim kemarau masyarakat
yang tinggal di sekitar sungai ini tidak bisa lagi menggunakan air sungai untuk
keperluan mandi, karena debit airnya yang sudah sangat sedikit, berlumut dan
dapat menimbulkan iritasi serta gatal-gatal pada kulit. Masalah ketersediaan air
bagi penduduk setempat menjadi persoalan yang serius setiap tahun (BPDAS
Aceh 2009).
Kerusakan lain di DAS Krueng Seulimum juga dipicu oleh maraknya
aktivitas penambangan galian C (pasir, batu dan kerikil). Kegiatan tersebut
sampai saat ini masih terus berlangsung
yang mengakibatkan tingginya
kecepatan arus sungai dan tingkat erosi pada tebing sungai.
Akibat pembalakan liar, konversi hutan menjadi lahan pertanian, dan
usahatani yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kemampuan lahan dan
kesesuaian lahan serta penerapan agroteknologi telah menyebabkan kerusakan di
DAS Krueng Seulimum. Hal ini terlihat dengan tingginya erosi\ dan rendahnya
produktivitas lahan di bagian hulu yang ditunjukkan dengan rendahnya produksi
kakao yaitu 271 - 450 kg ha-1 (Disbunhut Aceh 2008).
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,
sumber pendapatan dan penghasilan devisa. Saat ini komoditi kakao di Propinsi
Aceh tersebar hampir di seluruh Provinsi (APED 2007). Secara keseluruhan luas
areal tanaman kakao di Propinsi Aceh adalah 70 873.00 ha, dimana 78%
merupakan areal perkebunan rakyat (Disbunhut Aceh 2008).
Dinas perkebunan dan kehutanan propinsi Aceh yang di dukung oleh dana
dari ADB pada tahun 2007 telah mengembangkan lahan baru kakao di Aceh Besar
seluas 500 ha (Program pembangunan perkebunan Aceh Besar), dan BRR melalui
dinas terkait melakukan pengembangan lahan kakao seluas 100 ha. Ini semua
sangat dibutuhkan upaya pengelolaan kakao yang berkelanjutan, mengingat
produksi yang dihasilkan saat ini masih sangat rendah.
Rendahnya produktivitas lahan di DAS Krueng Seulimum menyebabkan
pendapatan petani di wilayah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
layak (KHL). Menurut BPS Aceh (2009), tingkat kemiskinan di propinsi Aceh
menduduki peringkat ke lima dari 33 provinsi di Indonesia yaitu sebesar 19.48%,
hasil sensus BPS 2007 juga menunjukkan bahwa penduduk miskin di DAS
Krueng Seulimum sebesar 26.3% keluarga petani. Kondisi ini menunjukkan
bahwa di DAS Krueng Seulimum telah berlangsung proses saling memiskinkan
4
antara lahan dan petani. Menurut Sinukaban (2001) proses saling memiskinkan
harus diputuskan dengan penerapan sistem pertanian konservasi (SPK) yang
bertujuan memperkecil erosi dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga
nantinya akan meningkatkan pendapatan petani.
Uraian di atas menunjukkan masih rendahnya pengetahuan petani, sehingga
usahatani kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum tidak
berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya yaitu dengan
memadukan teknik konservasi tanah dan air pada lahan pertanian berbasis kakao,
sehingga petani di DAS Krueng Seulimum memiliki pengetahuan tentang
usahatani pertanian yang berkelanjutan yaitu pendapatan yang layak bagi setiap
petani, agroteknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan sumberdaya
lahan (erosi), dan dapat diterima (acceptable) serta dikembangkan (replicable)
oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimiliki petani
(Sinukaban 2005).
Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa
masalah pokok yang harus diatasi di DAS Krueng Seulimum yaitu :
1. Telah terjadi kerusakan hutan akibat pembalakan liar (illegal logging) dan
alih guna lahan sehingga terjadi aliran permukaan dan erosi yang tinggi dan
mengakibatkan sedimentasi yang pada saat musim hujan mengakibatkan
terjadinya banjir.
2. Usahatani kakao yang dilakukan saat ini kurang mempertimbangkan klas
kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi yang tepat sehingga
memungkinkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang tinggi.
3. Pendapatan petani terutama yang berasal dari usahatani kakao masih rendah,
karena produksi yang dihasilkan tanaman kakao yang belum dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).
4. Belum dilakukan penataan (alokasi) penggunaan lahan yang optimal untuk
usahatani kakao.
Kerangka Pemikiran
Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur - unsur yang saling
berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi dan sangat
peka terhadap input-input yang terjadi didalamnya. Salah satu input yang
mempengaruhi kondisi DAS adalah perubahan penggunaan lahan. Pasca
terjadinya tsunami, penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum mengalami
perubahan yang cukup pesat disamping perubahan lainnnya yaitu konversi hutan
menjadi lahan usahatani kakao yang pengelolaannya masih secara konvensional
sehingga menimbulkan erosi yang tinggi dan produksi yang diinginkan belum
dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi petani.
Pengelolaan DAS yang baik dan lestari adalah penggunaan sumberdaya alam
secara rasional agar mendapatkan produksi yang maksimum dalam waktu yang tidak
terbatas dan mencegah terjadinya kerusakan lahan seminimal mungkin. Tujuan utama
pengelolaan DAS adalah keberlanjutan (sustainable) dengan parameter yang dapat
5
diukur yaitu erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi (ETol),
agroteknologi yang diterapkan harus dapat diterima (acceptable) dan dapat
dikembangkan (replicable) serta pendapatan yang didapat harus di atas standar hidup
layak. Untuk itu diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS
secara cermat dan seksama dengan penerapan sistem pertanian konservasi.
Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang dapat
mengendalikan degradasi lahan (erosi ≤ ETol) dan meningkatkan pendapatan
petani hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak (KHL)
dengan menggunakan agroteknologi yang memadai serta bersifat khas lokasi (site
specific). Penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk
menjamin kelestarian usahatani lahan kering dalam suatu DAS. Untuk itu agar
sumberdaya lahan dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan maka
optimalisasi pola usahatani perlu didesain dan dirancang dengan tepat agar
usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum dapat berkelanjutan.
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penilaian
kemampuan dan kesesuaian lahan pada tiap satuan lahan (SL) yang bertujuan
untuk mengetahui produktivitas dari masing-masing satuan lahan bagi usahatani.
Penggunaan lahan yang sesuai dan cocok dengan kemampuan lahan merupakan
langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik. Bila kondisi tanahnya
tidak sesuai untuk pertanian maka agroteknologi apapun yang digunakan tidak
akan dapat mencegah erosi.
Tingkat keberhasilan usahatani pada satu bidang lahan dengan penerapan
agroteknologi dapat dilihat dari besarnya erosi yang terjadi, dimana erosi aktual
yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi
(E < ETol), untuk itu agar agroteknologi yang diterapkan dapat diterima dan
dikembangkan oleh petani maka agroteknologi tersebut harus disesuaikan dengan
karakteristik biofisik (site specific), sehingga nantinya dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Sinukaban 2004). Selanjutnya upaya
untuk memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan
pendapatan petani dari usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum maka
perlu dilakukan optimalisasi pola usahatani yang dapat mengkompromikan
berbagai aspek kepentingan (beberapa tujuan) tersebut.
Metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai
tujuan (kepentingan konservasi tanah dan air, dan kepentingan pendapatan petani)
adalah dengan menggunakan model multiple goal programming (MGP) atau
program tujuan ganda yang digunakan berdasarkan typical farm size. Metode ini
dapat mengakomodasi berbagai tujuan atau kepentingan secara simultan (Nasendi
dan Anwar 1985; Mulyono 1991). Fungsi tujuan dalam analisis optimalisasi
dengan multiple goal programming adalah meminimumkan simpangan dari
kendala tujuan yang ada (erosi dan pendapatan usahatani). Penentuan usahatani
berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum dilakukan dengan
perangkat pengambilan keputusan (decision tool) (kesesuaian lahan,
agroteknologi, erosi < ETol dan pendapatan > KHL) pada skala DAS. Secara
ringkas kerangka pemikiran penelitian telah diuraikan disajikan pada Gambar 1.
6
DAS Krueng Seulimum
(25 444.35Ha)
- Kerusakan lahan akibat alih guna lahan dan
illegal logging
- Belum dilakukan penilaian terhadap
kemampuan dan kesesuaian lahan serta
agroteknologi pada usahatani berbasis kakao
- Belum dilakukan penataan (alokasi)
penggunaan lahan yang optimal untuk
usahatani kakao
- Produksi kakao rendah
Pendapatan Rendah
Erosi dan AP Tinggi
Usahatani Kakao tidak Berkelanjutan
Pengukuran dan
pendugaan Erosi
Analisis Usahatani
Tipe dan Alternatif Agroteknologi
Usaha tani Kakao
Analisis Pengambilan Keputusan
(LINDO dan Decision Tool)
Arahan Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan
di DAS Krueng Seulimum
Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan
di DAS Krueng Seulimum.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Mengkaji karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk
tanaman kakao di DAS Krueng Seulimum
Menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada lahan usaha tani berbasis
kakao di DAS Krueng Seulimum.
Menganalisis alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan
agroteknologi sehingga dapat menurunkan erosi dan meningkatkan
pendapatan petani di DAS Krueng Seulimum.
Merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan di DAS
Krueng Seulimum.
7
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Aceh Besar dan Propinsi Aceh dalam mengambil kebijakan untuk
pengembangan usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng
Seulimum.
Bagi petani di DAS Kreung Seulimum sebagai sumber informasi dalam
usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan.
Pengembangan ilmu pengetahuan dalam mendesain usahatani berbasis kakao
yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis program tujuan ganda.
Kebaruan Penelitian (Novelty)
1.
2.
3.
Kebaruan dari penelitian ini adalah memberikan informasi:
Besarnya aliran permukaan dan erosi pada usahatani berbasis kakao di DAS
Krueng Seulimum.
Tipe usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.
Besarnya standar hidup layak keluarga petani berbasis kakao di DAS Krueng
Seulimum
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani Kakao
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi petani.
Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di
daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan
tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam
budidayanya tanaman kakao memerlukan naungan.
Di Indonesia tanaman kakao mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Tahun 1969-1970 produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1.0 Ton (peringkat ke
29 dunia), kemudian Tahun 1980-1981 meningkat menjadi sekitar 16 Ton
(peringkat 16 dunia) (AAK 2004).
Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao
jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao
mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada
perkebunan - perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis
mulia (Siregar et al. 2007).
Tahun 2000 luas kepemilikan perkebunan kakao lebih didominasi oleh
perkebunan rakyat yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia,
kemudian diikuti oleh perkebunan besar negara 7% dan perkebunan besar swasta
7% (AAK 2004).
Perkembangan kakao di propinsi Aceh tidak terlepas dari berbagai masalah
yang dijumpai dari sektor hulu hingga sektor hilir. Beberapa masalah di sektor
hulu antara lain produktivitas tanaman yang masih rendah. Permasalahan di sektor
hilir mengenai rendahnya kualitas mutu biji terutama biji yang tidak difermentasi.
Meskipun areal dan produksi kakao di NAD selama lima tahun terakhir
mengalami peningkatan, namun dari segi aspek produktivitas menurun 4,25 % per
tahun (Disbunhut Aceh 2008).
Di propinsi Aceh luas areal tanaman kakao dari tahun ke tahun terus
meningkat, tahun 2004 jumlah areal tanam seluas 24 491.00 ha sedangkan tahun
2008 luas areal tanaman kakao meningkat menjadi 70 873.00 ha dan ini umumnya
dilakukan oleh petani sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan
kakao di propinsi Aceh (Disbunhut 2008). Luas areal tanaman kakao di propinsi
Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel di atas terlihat bahwa perkembangan luas areal TBM terus mengalami
peningkatan, ini menunjukkan bahwa minat petani terhadap pengembangan kakao
di propinsi Aceh cukup besar yang juga didukung oleh kondisi dan prospek harga
kakao di pasaran internasional yang cukup bagus.
Saat ini di propinsi Aceh juga telah terbentuk Forum Pengembangan Kakao
Aceh (FKA) yang berkelanjutan yang disepakati oleh Pemda Aceh dan beberapa
NGO (APED, UNDP, GTZ) dengan upaya untuk promosi dan implementasi
pengembangan kluster di Propinsi Aceh yang terfokus dan terarah (APED 2007)
9
Tabel 1 Luas tanaman kakao di propinsi Aceh
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Luas Areal (Ha)
TBM
9 309
12 213
15 836
19 639
32 283
TM
13 689
17 216
17 677
21 533
32 612
TR
1 493
2 866
4 921
5 256
5 978
Jumlah
(Ha)
24 491
32 295
38 434
46 427
70 873
Keterangan :
TBM = Tanaman belum menghasil
TM
= Tanaman menghasilkan,
TR
= Tanaman rusak
Sumber :
Disbunhut Aceh (2008)
Dilihat dari luas areal tanam yang terus meningkat, namun dari segi
produktivitas masih sangat rendah yaitu 300 - 450 kg ha-1 dan ini merupakan
hasil panen terendah di pulau sumatera (500 - 700 kg ha-1) (FKA 2010).
Rendahnya produktivitas kakao di propinsi Aceh diakibatkan karena minimnya
pengetahuan petani setempat akan budidaya tanaman kakao disamping akibat
konflik yang berkepanjangan (lahan kakao yang diterlantarkan).
Menurut FKA (2010), produksi kakao yang dicapai menunjukkan bahwa
petani kakao di Aceh masih miskin, ini disebabkan karena produktivitas lahan
yang rendah. Penyebabnya adalah rusaknya kebun, tidak terawat, hama penyakit
lokal seperti monyet dan tupai serta hama penggerek buah kakao (PBK). Faktor
lain yang mengakibatkan rendahnya produksi kakao di Aceh adalah bibit kakao
yang digunakan tidak semuanya menggunakan bibit unggul. Akibatnya adalah
harga jual yang rendah, karena kualitas yang kurang baik. Umumnya tanaman
kakao di Aceh memiliki buah dan biji yang kecil, bahkan ada juga sebagian petani
yang memanen muda buah kakao, karena kuatir dengan serangan hama. Secara
umum petani kakao di Aceh hanya mampu menghasilkan biji kakao sebanyak 50400 kg ha-1 tahun-1 bila dibandingkan dengan sebuah kebun kakao yang baik
dapat menghasilkan panen minimal 1.00 ton hektar-1 tahun-1 nya (FKA 2010),
sedangkan produksi optimum adalah 1.00 -1.2 ton hektar-1 tahun-1 (AAK 2004)
Untuk itu FKA mengemukakan, strategi yang akan didorong oleh pihaknya
adalah mengefektifkan penggunaan bibit kakao bersertifikasi internasional, dan
selain itu juga melakukan sertifikasi terhadap produksi kakao Aceh, hal ini sangat
penting sehingga nantinya akan semakin meningkatkan kepercayaan internasional
terhadap produksi kakao Aceh.
Faktor lain yang harus di perhatikan dalam budidaya kakao adalah teknik
pemangkasan, perlakuan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
dan produksi kakao. Teknik pemangkasan terdiri atas :
- Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman yang belum menghasilkan.
- Pemangkasan pemeliharaan dan produksi, cabang yang dipangkas adalah
cabang sakit, cabang balik, cabang terlindung atau cabang yang melindungi,
frekuensi 6-8 kali pertahun, tunas air dibuang 2-4 minggu sekali.
- Pemangkasan pemendek tajuk, tujuannya membatasi tinggi tajuk tanaman
maksimum 3.5 - 4.0 m. dilakukan setahun sekali pada awal musim hujan.
10
- Pemangkasan tidak dibenarkan pada saat tanaman berbunga lebat atau ketika
sebagian besar buah masih penti (Prawoto 1996).
Kendala lain yang dihadapi oleh petani kakao di propinsi Aceh selama ini
adalah : 1) penerapan teknologi budidaya secara benar masih sangat kurang. 2)
produktivitas kakao di propinsi Aceh masih rendah, 3) kualitas kakao yang
dihasilkan petani masih di bawah standar ekspor, 4) penanganan pascapanen
kakao masih minim dan 5) pemasaran hasil kakao hanya di pasarkan keluar
provinsi (propinsi Sumatera Utara) sehingga terjadi fluktuasi harga.
Sebagai daerah tropis, Indonesia yang terletak antara 6o LU – 11o LS
merupakan daerah yang sesuai untuk tanaman kakao. Tanaman Kakao merupakan
tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang
semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon
alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor
pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitasnya
akan rendah.
Tanaman kakao akan tumbuh lebih baik bila mengikuti acuan kriteria
kesesuaian lahannya (Djaenudin et al. 2003). Kakao dalam pertumbuhannya
memerlukan curah hujan yang cukup dan terdistribusi merata, dengan jumah
curah hujan 1500 - 2500 mm tahun-1, bulan kering tidak lebih dari 3 bulan dan
memerlukan suhu rata-rata antara 15 - 30oC dengan suhu optimum 25.5oC.
Keadaan tanah yang diinginkan oleh tanaman kakao adalah tanah yang
bersol