Biologi Dan Statistik Demografi Thrips Parvispinus Karny (Thysanoptera Thripidae) Pada Tanaman Cabai

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Thrips parvispinus
KARNY (THYSANOPTERA: THRIPIDAE) PADA
TANAMAN CABAI

RUDI TOMSON HUTASOIT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
i

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biologi dan Statistik
Demografi Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae) pada Tanaman
Cabai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Rudi Tomson Hutasoit
NIM A351130011

iii

RINGKASAN
RUDI TOMSON HUTASOIT. Biologi dan Statistik Demografi Thrips parvispinus
Karny (Thysanoptera: Thripidae) pada Tanaman Cabai. Dibimbing oleh
HERMANU TRIWIDODO dan RULY ANWAR.
Trips merupakan hama utama pada pertanaman cabai. Informasi mengenai
luas serangan, kelimpahan, spesies, serta biologi dan statistik demografi trips pada
pertanaman cabai masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan
mendapatkan informasi mengenai luas serangan, kelimpahan, spesies trips yang
menyerang pertanaman cabai, dan biologi serta statistik demografi Thrips

parvispinus Karny sebagai spesies yang ditemukan dominan menyerang pertanaman cabai di lapangan. Penelitian ini berlangsung dari bulan juni 2015 sampai
Maret 2016.
Pengamatan trips dilakukan pada tanaman cabai besar dan rawit. Pengamatan
dilakukan pada 14 petakan yang tersebar di empat kecamatan di Kabupaten Bogor
yaitu, Dramaga, Cibungbulang, Tenjolaya, dan Cisarua. Trips dikumpulkan dari
bagian bunga dan daun pada 10 tanaman sampel yang ditentukan secara acak pada
setiap petakan pengamatan. Trips yang telah terkumpul diidentifikasi dan dihitung
kelimpahannya.
Pengamatan biologi dan statistik demografi T. parvispinus dilakukan dengan
memelihara 50 individu nimfa instar-1 dengan umur kohort pada helaian daun cabai
dan diamati setiap hari untuk dicatat perkembangan dan keturunan yang diletakkan.
Data yang didapat digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia
setiap instar, periode praoviposisi, periode oviposisi, siklus hidup, lama hidup
imago, dan keperidian. Data tersebut kemudian digunakan untuk menyusun tabel
neraca hayati untuk menghitung statistik demografi dengan menggunakan metode
jackknife.
Luas serangan dan kelimpahan imago, nimfa dan total trips pada bagian
bunga dan daun tidak berbeda nyata antara masing-masing jenis cabai (p ˃ 0.05).
Luas serangan imago, nimfa dan total trips pada bagian bunga cabai besar berturutturut sebesar 68.57 %, 12.87 %, dan 68.57 %, sedangkan pada cabai rawit berturutturut sebesar 78.57 %, 20.00 %, dan 80.00 %. Luas serangan imago, nimfa dan total
trips pada bagian daun cabai besar berturut-turut sebesar 41.42 %, 11.42 %, dan

48.57 %, sedangkan pada cabai rawit berturut-turut sebesar 37.14 %, 14.28 %, dan
47.14 %. Kelimpahan imago, nimfa dan total trips pada bagian bunga cabai besar
berturut-turut 0.39, 0.01, dan 0.40 individu/bunga, sedangkan pada cabai rawit
berturut-turut 0.36, 0.02, dan 0.38 individu/bunga. Kelimpahan imago, nimfa dan
total trips pada bagian daun cabai besar beruturut-turut 0.68, 0.12, dan 0.81
individu/ranting daun, sedangkan pada cabai rawit berturut-turut 0.47, 0.14, dan
0.61 individu/ranting daun. Empat spesies trips ditemukan menyerang bagian bunga
maupun daun pada pertanaman cabai besar dan cabai rawit, keempat spesies
tersebut adalah, T. parvispinus, Thrips hawaiiensis, Scirtothrips dorsalis, dan
Haplothrips gowdeyi Franklin. Spesies T. parvispinus, T. hawaiiensis, S. dorsalis
merupakan Subordo Terebrantia Famili Thripidae, sedangkan H. gowdeyi termasuk
dalam Subordo Tubulifera, Familli Phlaeothripidae. T. parvispinus merupakan
iv

spesies yang paling dominan ditemukan menyerang bunga dan daun pada kedua
jenis cabai sebesar 71 % dan 56 %.
Serangga pradewasa T. parvispinus terdiri atas lima fase, yaitu telur, nimfa
instar-1, nimfa instar-2, prapupa dan pupa. Stadium telur berlangsung selama 4.79
hari, nimfa instar-1 selama 1.36 hari, nimfa instar-2 selama 3.54 hari, prapupa selama 1.08 hari, dan pupa selama 1.96 hari. Siklus hidup berlangsung selama 13.68
hari dengan stadium praoviposisi selama 1.11 hari. Lama hidup imago betina berlangsung selama 8.55 hari, sedangkan jantan berlangsung selama 6.00 hari. Rataan

keperidian sebanyak 15.33 telur per imago betina sepanjang generasi. Tipe
perkembangan populasi T. parvispinus termasuk dalam kurva sintasan tipe III. Laju reproduksi kotor (GRR) T. parvispinus sebanyak 25.60 individu per generasi,
laju reproduksi bersih (Ro) sebanyak 5.71 individu per induk per generasi, laju
pertambahan intrinstik (r) sebesar 0.15 individu per induk per hari, rata-rata masa
generasi (T) selama 11.49 hari dan waktu berlipat ganda selama 4.57 hari.
Kata kunci: cabai besar, cabai rawit, H. gowdeyi, neraca kehidupan, S. dorsalis, T.
hawaiiensis

v

SUMMARY
RUDI TOMSON HUTASOIT. Biology and Demographic Statistic of Thrips
parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae) on chili peppers. Supervised by
HERMANU TRIWIDODO and RULY ANWAR.
Thrips is one of the major pests on chili. Information of the percentage of
infested plants, abundance, species, and also the biology and demographic statistic
has been still limited especially on chili peppers. This research was aimed to study
about percentage of plants infested, abundance, species, biology and demographic
statistic of Thrips parvispinus Karny was found as the dominant species attack on
chili in the field. This research was conducted in June 2015-March 2016.

Observation of thrips was conducted on chili and cayenne in fourteen sites
in four different locations in Bogor that is Dramaga, Cibungbulang, Tenjolaya, and
Cisarua. Thrips were collected from leaves and flowers from 10 plant samples
selected randomly. The thrips were identified and the number of thrips were calculated.
Studies of biology and demoghrapic statistic of T. parvispinus were
conducted by rearing fifty first instar with the kohort on leaf of chili peppers individually and observed daily to note the development and number of offsprings
laid. The collected data were used to obtain information about the biology such as
stadia of each instar, pre-oviposition period, oviposition period, life cycle, adult
longevity, and fecundity. The data were also used to construct the life table for
demoghrapic statistic calculation using jackknife method.
The percentage of infested plants and the abundance of adults, nymphs, and
total of thrips on the leaves and flowers were not significantly different both on chili
and cayenne (p > 0.05). Percentage of plants infested by adults, nymphs, and total
of thrips on the flowers of chili was 68.57%, 12.87%, and 68.57%, respectively.
Meanwhile, the percentage of infested plants by adults, nymphs, and total of thrips
on the flowers of cayenne was 78.57 %, 20.00 %, and 80.00 %, respectively.
Percentage of plants infested by adults, nymphs, and total of thrips on the leaves of
chili was 41.42%, 11.42%, and 48.57%, respectively. Meanwhile, the percentage
of plants infested by adults, nymphs, and total of thrips on the leaves of cayenne
was 37.14%, 14.28%, and 47.14%, respectively. The abundance of adults, nymphs,

and total of thrips on the flowers of chili was 0.39, 0.01, and 0.40 thrips/flower
respectively. Meanwhile, the abundance of adults, nymphs, and total of thrips on
the flowers of cayenne was 0.36, 0.02, and 0.38 thrips/flower respectively. The
abundance of adults, nymphs, and total of thrips on the leaves of chili was 0.68,
0.12, and 0.81 thrips/twiq respectively. Meanwhile, the abundance of adults,
nymphs, and total of thrips on the leaves of cayenne was 0.47, 0.14, and 0.61
thrips/twiq respectively. Four species of thrips were found infesting flowers of chili
and cayenne i. e. T. parvispinus, Thrips hawaiiensis, Scirtothrips dorsalis, and
Haplothrips gowdeyi. T. parvispinus, T. hawaiiensis, S. dorsalis is belong to
suborder of Terebrantia family Thripidae. H. gowdeyi belongs to suborder
Tubulifera familly Phlaeothripidae. T. parvispinus is the most dominant species
found infesting flowers and leaves of the chilli and cayenne were 71% and 56 %.
vi

The pre-adult phase of T. parvispinus consisted of egg, 1st instar nymph, 2nd
instar nymph, pre-pupa, and pupa. The stadia of egg, 1st instar nymph, 2nd instar
nymph, pre-pupa, and pupa was 4.79, 1.36, 3.54, 1.08, and 1.96 days respectively.
The life cycle lasted for 13.68 days with the pre-oviposition periods for 1.11 days.
Female longevity was 8.85 days, and male was 6.00 days. The mean of fecundity
was 15.33 eggs/female. The population development type of T. parvispinus was

type III. The gross reproductive rate (GRR) as much as 25.60 thrips per generation,
net reproductive rate (Ro) was 5.71 offsprings per parent per generation, the
intrinsic rate of increase (r) was 0.15 thrips per parents per day, the average period
of generation (T) was 11.49 day and the doubling time was 4.57 days.
Keywords: chili, cayenne, life table, H. gowdeyi, S. dorsalis, T. hawaiiensis

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

viii

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Thrips parvispinus

KARNY (THYSANOPTERA: THRIPIDAE) PADA
TANAMAN CABAI

RUDI TOMSON HUTASOIT

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ix

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Nina Maryana, MSi

x


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
dengan judul “Biologi dan Statistik Demografi Thrips parvispinus Karny
(Thysanoptera: Thripidae) Pada Tanaman Cabai”. Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan Juni 2015 sampai Maret 2016 di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor,
Laboratorium WiSH Batuhulung Bogor, dan Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr
Ir Hermanu Triwidodo, MSc dan Dr Ir Ruly Anwar, MSi selaku komisi pembimbing. Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan serta perbaikan pada penelitian dan naskah tesis saya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk menyelesaikan studi melalui
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Mangasa Hutasoit,
Ibu Marintan Siburian, Purnama Pasaribu, dan seluruh keluarga atas doa, motivasi,
dan dukungan yang selalu diberikan. Di samping itu, Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada keluarga Entomologi-Fitopatologi 2013, Laboratorium WiSH,
dan seluruh civitas akademika Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2016

Rudi Tomson Hutasoit

xii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

xv
xv
xv
1

1
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Cabai (Capsicum spp.)
Hama Penting Tanaman Cabai
Trips (Thysanoptera: Thripidae)
Morfologi Trips
Biologi Trips
Tanaman Inang dan Gejala Serangan
Trips pada Tanaman Cabai
Statistik Demografi

4
4
5
5
5
6
7
7
8

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
Pengamatan Trips pada Tanaman Cabai Besar dan Cabai Rawit
Pengamatan Biologi T. parvispinus
Analisis Data

9
9
9
9
11
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Petakan Penelitian
Luas Serangan dan Kelimpahan Trips
Spesies Trips pada Tanaman Cabai Besar dan Rawit
Nisbah Kelamin
Karakter Morfologi
Biologi T. parvispinus
Sintasan dan Keperidian T. parvispinus
Statistik Demografi T. parvispinus

13
13
13
15
17
17
19
22
23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

26
30
37

xiii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hama-hama penting tanaman cabai
5
Distribusi geografi spesies trips yang berasosiasi dengan tanaman cabai
8
Tanaman sekitar petakan pengamatan cabai besar
13
Tanaman sekitar petakan pengamatan cabai rawit
13
Luas serangan dan kelimpahan trips pada bagian bunga cabai besar dan
rawit
14
Luas serangan dan kelimpahan trips pada bagian daun cabai besar dan
rawit
14
Spesies dan jenis kelamin trips pada tanaman cabai besar dan rawit
15
Karakter biologi T. parvispinus pada tanaman cabai
21
Karakteristik demografi T. parvispinus
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Wadah koleksi trips
9
Kurungan pemeliharaan trips
11
Persentase jumlah individu per spesies dari total sampel pada bagian bunga 16
Persentase jumlah individu per spesies dari total sampel pada bagian daun 16
Karakter morfologi T. parvispinus
17
Karakter morfologi T. hawaiiensis
18
Karakter morfologi S. dorsalis
18
Karakter morfologi H. gowdeyi
19
Fase pradewasa T. parvispinus
20
Fase prapupa dan pupa T. parvispinus
20
Fase dewasa T. parvispinus
20
12 Kurva sintasan (lx) dan keperidian (mx) T. parvispinus
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Petakan pengamatan trips pada pertanaman cabai besar
Petakan pengamatan trips pada pertanaman cabai rawit
Data iklim (CH, HH, Suhu udara dan RH) Kabupaten Bogor
November 2015
Biologi T. parvispinus pada tanaman cabai
Neraca kehidupan T. parvispinus pada tanaman cabai

xvi

31
32
33
34
36

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
banyak dibudidayakan oleh petani di dataran rendah sampai dataran tinggi
(Moekasan et al. 2014). Jenis cabai yang umum dibudidayakan di Indonesia, yaitu
cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Buah
cabai yang pedas, sangat populer di masyarakat sebagai penguat rasa makanan.
Ekstrak bubuk cabai digunakan sebagai pengganti lada untuk membangkitkan
selera makan dan penyedap masakan. Selain itu, cabai juga digunakan sebagai
ramuan obat-obatan dalam industri farmasi, industri pewarna makanan, dan
penghasil minyak atsiri (Cahyono 2003).
Luas panen produksi cabai besar di Indonesia mencapai 128.734 ha, dengan
tingkat produksi sebesar 1.074.611 ton, dan produktivitas sebesar 8.35 ton/ha cabai
basah pada tahun 2014 (BPS 2014). Cabai rawit memiliki luas panen produksi
mencapai 134.882 ha, dengan tingkat produksi sebesar 800.484 ton, dan
produktivitas sebesar 5.93 ton/ha (BPS 2014). Data tersebut menunjukkan masih
terdapat kesenjangan antara produktivitas riil ditingkat usahatani dan produktivitas
potensial cabai besar yang dapat mencapai 12-15 ton/ha (Duriat dan Sastrosiswojo
1994) dan cabai rawit dapat mencapai 12-20 ton/ha (Sujitno dan Dianawati 2015).
Produktivitas produksi cabai yang rendah salah satunya disebabkan oleh
adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Saat ini ada 14 jenis hama
penting yang dilaporkan menyerang tanaman cabai di lapangan, salah satunya
adalah trips (Sumarni dan Muharam 2005). Kehilangan hasil akibat serangan trips
pada pertanaman cabai besar dilaporkan mencapai 23% (Vos et al. 1991).
Trips merupakan serangga berukuran kecil dengan panjang tubuh 0.5-5 mm.
Panjang tubuh beberapa spesies di daerah tropika dapat mencapai 14 mm (Borror
et al. 1996; Antonelli 2003). Trips umumnya ditemukan pada bagian bunga dan
daun tanaman (Mound dan Collins 2000). Peranan trips sebagai hama pada tanaman
disebabkan oleh aktivitas makannya (meraut-menghisap). Gejala kerusakan yang
ditimbulkan berupa bercak keperakan yang menjadi kecoklatan pada daun yang
dapat mengganggu proses fotosintesis, sehingga daun mengeriting dan tunas
terminal yang terserang menjadi kerdil (Kirk 2001).
Trips pada tanaman juga dapat berperan sebagai vektor virus (Rezende et al.
1997; Riley et al. 2011). Beberapa jenis virus yang ditularkan oleh serangga ini
diantaranya Tomatto spotted wilt virus (TSWV), Lettuce spotted wilt virus (LSWF),
Pineapple yellolv spotted virus (PYSV), Tip chlorosis, Kromneck diseases, dan
Tobacco mosaic virus (TMV) (Klose et al. 1996; Sartiami 2008).
Vos et al. (1991) menyatakan bahwa, dari hasil survei Vierbergen tentang
hama-hama tanaman cabai di Jawa pada tahun 1988, spesies Thrips parvispinus
Karny ditemukan paling dominan pada pertanaman cabai. Spesies lain yang
ditemukan menyerang pertanaman cabai adalah Thrips hawaiiensis, Thrips florum,
dan Thrips orientalis. Hasil penelitian Subagyo (2014) tentang trips yang
menyerang tanaman hortikultura di wilayah Bogor, Kabupaten Cianjur, dan
Kabupaten Bandung Barat (Lembang) melaporkan bahwa, spesies 1 (Tubulifera:

2
Phlaeothripidae), T. parvispinus, dan T. hawaiiensis (Terebrantia: Thripidae)
ditemukan berasosiasi dengan tanaman cabai.
Keperidian yang tinggi dan siklus hidup yang singkat merupakan faktor
penting yang menyebabkan terjadinya kolonisasi dan perkembangan populasi trips
yang besar di lapangan. Imago betina mampu menghasilkan 30-300 telur tergantung spesies dan kualitas nutrisinya (Lewis 1973; Lewis 1997). Perkembangbiakan
trips dapat mencapai 12-15 generasi setiap tahunnya pada daerah tropis atau di
rumah kaca (Lewis 1973; Mound 2006).
Trips mampu menguasai suatu habitat dalam rentang waktu yang singkat
secara optimal. Trips merupakan serangga oportunis dengan tipe seleksi r, waktu
generasi pendek, toleransi terhadap kisaran inang yang luas, cenderung parthenogenesis, dan struktur perkembangbiakan yang kompetitif, sehingga menyebabkan terjadinya agregasi (Funderburk 2001). Menurut Sastrosiswojo (1991),
meskipun permasalahan trips di Indonesia dinilai cukup penting, namun tidak banyak penelitian yang telah dilakukan, sehingga informasi mengenai serangga ini
masih sangat terbatas.
Mengingat pentingnya peran serangga ini sebagai hama utama dan vektor
penyebaran penyakit pada pertanaman cabai. Penelitian mengenai luas serangan,
kelimpahan, inventarisasi spesies, serta biologi dan statistik demografi serangga
hama ini pada pertanaman cabai perlu dilakukan. Statistik demografi merupakan
salah satu langkah awal dalam mempelajari pertumbuhan populasi serangga.
Informasi biologi dan demografi didapatkan dengan merancang neraca kehidupan
(life table). Neraca kehidupan merupakan tabel data kesintasan dan fekunditas
setiap individu dalam suatu populasi (Rockwood 2006). Neraca kehidupan dapat
memberikan informasi secara terperinci mengenai kelahiran, perkembangan, reproduksi, dan kematian setiap individu dalam suatu populasi atau dengan kata lain
memberi gambaran mengenai laju pertumbuhan suatu populasi.
Neraca kehidupan dapat menghasilkan ringkasan statistik sederhana termasuk
harapan hidup individu. Selain itu, neraca kehidupan memiliki bentuk dasar yang
dapat dimodifikasi untuk berbagai macam analisis data seperti mortalitas yang
disebabkan oleh beragam faktor (Carey 2001). Informasi mengenai luas serangan,
kelimpahan, spesies, dan biologi serta statistik demografi trips yang diperoleh,
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta tindakan
dalam upaya pengendalian serangga hama ini.

Perumusan Masalah
Kesenjangan potensi produktivitas produksi dengan produksi riil tanaman
cabai besar dan rawit di lapangan salah satunya disebabkan serangan hama trips.
Serangga hama ini juga berperan sebagai vektor penyebaran penyakit pada
pertanaman cabai, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Penelitian mengenai luas serangan, kelimpahan, inventarisasi spesies, serta biologi
dan statistik demografi serangga hama ini pada pertanaman cabai masih sangat
terbatas dan perlu dilakukan.

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan informasi mengenai luas serangan, kelimpahan, dan spesies trips
yang menyerang pertanaman cabai besar dan cabai rawit di lapangan.
2. Mempelajari dan mendapatkan informasi mengenai biologi dan statistik
demografi T. parvispinus sebagai spesies yang ditemukan paling dominan menyerang pertanaman cabai besar dan cabai rawit.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kepadatan populasi, luas serangan, spesies trips yang menyerang pertanaman cabai besar dan cabai rawit di lapangan, serta biologi dan statistik demografi T. parvispinus
sebagai spesies yang ditemukan paling dominan menyerang perta-naman cabai
besar dan rawit di lapangan. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan
untuk menentukan strategi dan waktu pengendalian yang tepat agar efektif dan
efisien.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cabai (Capsicum spp.)
Cabai (Capsicum spp.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20 spesies yang termasuk dalam genus Capsicum. Secara umum cabai dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu cabai besar atau cabai merah (C. annuum) dan
cabai kecil atau cabai rawit (C. frutescens). Cabai rawit berukuran lebih kecil
dibanding cabai besar dan memiliki rasa yang lebih pedas (Setiadi 1996).
Tanaman cabai berasal dari Amerika Tropik, ditemukan oleh Columbus dan
disebarkan ke Amerika Tengah menuju Amerika Serikat Bagian Selatan. Penyebaran terus meluas hingga ke daerah tropis dan subtropis. C. annuum, C. frutescens,
Capsicum baccatum, Capsicum pubescens, dan Capsicum chinense merupakan
spesies yang sudah dikenal oleh masyarakat secara umum, namun informasi ketiga
spesies terakhir masih kurang (Setiadi 1996).
Cabai besar merupakan tanaman perdu, berdiri tegak, bertajuk lebar, dan bercabang banyak. Tinggi tanaman mencapai 30 cm-2.5 m. Cabai besar memiliki daun
berbentuk lonjong dengan panjang mencapai 8-12 cm dan lebar 3-5 cm. Bunga
cabai berbentuk terompet kecil, umumnya berwarna putih, tetapi ada juga yang
berwarna ungu (Setiadi 1996). Bunga cabai termasuk berkelamin dua, karena pada
satu bunga terdapat kepala sari dan kepala putik. Tangkai putik dan mahkota berwarna putih dengan 5-6 helai cuping. Kepala putik berwarna kuning kehijauan,
sedangkan kepala sari berwarna ungu (Samadi 1997).
Cabai rawit memiliki ukuran buah yang kecil dan pendek serta memiliki rasa
yang lebih pedas di antara cabai lainnya, sehingga sering disebut cabai kecil. Tinggi
tanaman cabai rawit dapat mencapai 1.5 m. Batangnya berbuku-buku dan bersudut.
Daun berbentuk bulat telur, bagian ujung meruncing, pangkal menyempit, dan
berwarna hijau. Panjang daun mencapai 1.5-10 cm dan lebar 0.5-5 cm. Bunga berukuran kecil dengan mahkota berbentuk bintang, berwarna putih kekuningan,
kadang berwarna kehijauan atau ungu. Bunga keluar dari ketiak daun dalam jumlah
tunggal atau berkelompok sebanyak 2-3 bunga. Bunga terdiri atas 5 sampai 6 helai
cuping. Putik berwarna kuning kehijauan dan kadang berwarna ungu. Kepala putik
berwarna kehijauan dan kepala sari berwarna hijau kebiruan. Buah berbentuk bulat
telur atau jorong dengan bagian ujung menyempit. Buah memiliki ukuran yang beragam, dengan panjang dapat mencapai 7.5 cm dan diameter 1-3 cm. Buah muda
berwarna hijau tua, putih kehijauan atau putih, dan buah yang masak berwarna
merah terang (Setiadi 1994; Tindall 1983).
Secara umum berbagai jenis cabai dapat ditanam di berbagai daerah, mulai
dari dataran rendah, sedang, pegunungan, bahkan dataran tinggi. Cabai besar dan
cabai rawit dapat tumbuh baik hingga ketinggian mencapai 900 m di atas permukaan laut (dpl) (Setiadi 1996; Tindall 1983). Tanaman cabai dapat tumbuh baik
pada tanah yang gembur, kaya akan bahan organik, dan mengandung derajat
keasaman antara 5.5-5.6. Cahaya matahari yang optimal sangat diperlukan sejak
pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada intensitas cahaya yang tinggi
dalam waktu yang cukup lama, masa pembungaan cabai merah terjadi lebih cepat
dan proses pematangan buah juga berlangsung lebih singkat (Sumarni dan
Muharam 2005).

5
Hama Penting Tanaman Cabai
Sampai saat ini ada 14 jenis hama penting yang dilaporkan menyerang
tanaman cabai di lapangan. Kehilangan hasil karena serangan OPT tersebut dapat
mencapai 20-100%. Jenis hama penting pada setiap fase pertumbuhan tanaman
cabai disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hama-hama penting tanaman cabai
Fase pertumbuhan
Hama
Vegetatif
Trips (T. parvispinus)
Kutu daun persik (Myzus persicae)
Tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus)
Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
Gangsir (Brachytrypes portentus)
Uret (Phyllophaga spp.)
Ulat bawang (Spodoptera exigua)
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Kutu kebul (Bemisia tabaci)
Wereng kapas (Empoasca lybica)
Lalat pengorok daun (Lyriomiza huidobrensis)
Anjing tanah (Gryllotalpa africanal)
Generatif
Trips (T. parvispinus)
Ulat bawang (S. exigua)
Ulat grayak (S. litura)
Kutu daun persik(M. persicae)
Tungau teh kuning (P. latus)
Kutu kebul (B. tabaci)
Wereng kapas (E. lybica)
Lalat pengorok daun (L. huidobrensis)
Ulat buah tomat (Helicoverpa armigera)
Lalat buah (Bactrocera dorsalis)
Sumber: Setiawati et al. (2005)

Trips (Thysanoptera: Thripidae)
Morfologi Trips
Trips merupakan serangga kecil bertubuh ramping, panjang tubuh mencapai
0.5-14 mm (Lewis 1973; Borror et al. 1996; Antonelli 2003). Spesies trips yang
telah teridentifikasi sekitar 6000 spesies yang terbagi ke dalam Subordo Terebrantia dan Tubulifera (Lewis 1973; Mound 2008). Tubuh trips terdiri atas tiga
bagian utama, yaitu: kepala, toraks, dan abdomen (Lewis 1973). Struktur yang khas
pada bagian kepala adalah antena, oseli, dan alat mulut. Antena terdiri atas IV-IX
ruas. Pada sebagian kecil spesies, terdapat perbedaan bentuk dan struktur antena
antara jantan dan betina. Oseli atau mata tunggal umumnya berjumlah tiga dan

6
membentuk pola segitiga (triangle) (Lewis 1973; Borror et al. 1996). Struktur
mulut trips disebut probosis yang berbentuk seperti sebuah kerucut dan terletak di
bagian belakang permukaan bawah kepala (Antonelli 2003). Trips memiliki alat
mulut yang asimetris (mandibel kanan tereduksi) dengan tipe meraut-menghisap.
Stilet pada alat mulut berfungsi untuk meraut jaringan tanaman dan untuk menusuk serta menghisap cairan pada sel tanaman (Borror et al. 1996; Antonelli 2003).
Menurut Lewis (1973), struktur yang khas pada bagian toraks adalah sayap.
Jumlah sayap dua pasang dengan bentuk memanjang, berukuran sempit, dan
mempunyai beberapa rangka sayap serta rambut-rambut yang berumbai. Subordo
Terebrantia memiliki struktur sayap yang sejajar satu sama lain, sedangkan pada
Subordo Tubulifera posisi sayap tumpang tindih, sehingga hanya satu pasang saja
yang terlihat. Imago jantan maupun betina bersayap atau tidak bersayap. Beberapa
spesies hanya imago betina saja yang memiliki sayap (Mound 2006).
Subordo Terebrantia memiliki abdomen dengan bagian ujung yang mengerucut dan memiliki ovipositor pada ruas VIII dan IX, sedangkan pada Subordo
Tubulifera, ujung abdomen berbentuk seperti tabung tanpa ovipositor. Organ yang
berbentuk seperti tabung ini disebut genital opening organ, yang terletak antara
ruas IX dan X abdomen (Lewis 1973; Borror et al. 1996). Imago jantan biasanya
memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dan warna yang lebih pucat dibanding
imago betina. Abdominal sternit jantan mempunyai satu atau lebih area glandular
di daerah tengah pada beberapa spesies. Terdapat perbedaan terminal abdomen
antara imago jantan dan betina. Betina mempunyai sebuah ovipositor yang terdiri
atas dua pasang katup seperti gergaji, sedangkan pada imago jantan terlihat seperti
aedeagus (Mound 2006).
Biologi Trips
Siklus hidup trips terdiri atas telur, dua instar nimfa yang aktif, prapupa, dan
pupa (Mound dan Kibby 1998; Pourian et al. 2009). Trips dapat menghasilkan
beberapa generasi pertahun dengan tipe perkembangan peralihan antara metamorfosis bertahap (paurometabola) dan metamorfosis sempurna (holometabola)
(Borror et al. 2005). Trips menyelesaikan siklus hidupnya sekitar 2-3 minggu
(Ananthakrishnan 1993). Imago betina Subordo Terebrantia meletakkan telur secara tunggal di dalam jaringan tanaman dengan bantuan ovipositor, sedangkan
imago betina Subordo Tubulifera meletakkan telur pada permukaan substrat dengan genital opening organ (Mound 2006). Telur berbentuk seperti ginjal berwarna putih pucat. Jumlah telur yang dihasilkan 30-60 telur tergantung pada nutrisi,
suhu, dan kelembaban (Ananthakrishnan 1993).
Nimfa instar-1 berwarna putih pucat atau transparan dengan mata berwarna
merah, berukuran sekitar 0.5 mm. Nimfa instar-1 aktif bergerak dan memakan jaringan tanaman. Fase nimfa instar-1 berlangsung selama 2-3 hari. Nimfa instar-2
berwarna kuning tua keruh, berukuran sekitar 0.8 mm. Fase nimfa instar-2 berlangsung selama 3-4 hari (Lewis 1973; Pourian et al. 2009).
Prapupa memiliki kerangka sayap yang pendek sebatas toraks dan antena tegak ke atas. Fase prapupa berlangsung selama 1.5-2.5 hari. Pupa memiliki kerangka sayap yang panjang mencapai ujung abdomen, antena tertekuk ke belakang
sepanjang kepala. Fase pupa berlangsung selama 2.0-3.5 hari (Fekrat et al. 2009).
Fase pupa berlangsung pada permukaan bagian tanaman atau jatuh ke tanah
(Ananthakrishnan 1993). Imago jantan biasanya berbentuk lebih tumpul pada ba-

7
gian posterior dengan ukuran tubuh lebih kecil serta warna lebih pucat dibanding
imago betina (Dibiyantoro 1998). Imago paling banyak ditemukan pada bagian
dalam bunga dan daun. Lama hidup imago dapat mencapai 30 hari (Fekrat et al.
2009).
Trips berkembang biak secara seksual dan aseksual (parthenogenesis). Reproduksi secara partenogenesis terbagi menjadi tiga tipe yang berbeda, yaitu:
arrhenotoky, thelytoky, dan deutherotoky. Arrhenotoky terjadi apabila telur imago
betina yang tidak dibuahi menghasilkan keturunan yang semuanya jantan haploid.
Thelytoky terjadi apabila telur imago betina yang tidak dibuahi menghasilkan
keturunan yang semuanya betina diploid, sedangkan deutherotoky terjadi apabila
telur imago betina yang tidak dibuahi menghasilkan keturunan jantan dan betina
(Lewis 1973; Nault et al. 2006).
Tanaman Inang dan Gejala Serangan
Trips merupakan serangga hama yang bersifat polifag dengan kisaran inang
yang luas. Trips merupakan hama penting pada tanaman sayuran dan hortikultura
(Dibiyantoro 1998). Inang utama trips selain cabai adalah tembakau, kopi, ubi jalar,
Vigna, Crotalaria, dan kacang-kacangan. Trips menyerang tanaman cabai
sepanjang tahun. Trips menyerang tanaman sejak tanaman ada di persemaian. Hama ini meraut daun, tunas dan buah serta mengisap cairan tanaman dengan menggunakan alat mulutnya. Serangan hebat umumnya terjadi pada musim kemarau
(Vos et al. 1991). Tanaman yang terserang menjadi kering dan menimbulkan warna
keperakan, daun mengeriting, dan tunas terminal yang terserang menjadi kerdil
(Kiers et al. 2000). Bunga dan daun yang terserang menimbulkan gejala berupa
bintik-bintik putih atau bercak berwarna merah keperak-perakan dan daun
mengeriting atau berkerut (Mound dan Kibby 1998).
Trips pada Tanaman Cabai
Beberapa spesies trips telah dilaporkan menyerang pertanaman cabai di berbagai negara (Tabel 2). Scirtothrips dorsalis, Thrips palmi, dan Thrips tabaci merupakan spesies yang sebagian besar ditemukan di Asia (Talekar 1991). Spesies
yang pertama kali dilaporkan menyerang pertanaman cabai di Pulau Jawa adalah T.
tabaci, namun berdasarkan hasil identifikasi dari survei Vierbergen ditemukan beberapa spesies yang menyerang pertanaman cabai di Pulau Jawa, yaitu: T.
parvispinus. T. hawaiiensis, T. florum, dan T. orientalis (Vos et al. 1991).
Pada periode 1992/1993, Thrips taiwanus dan Thrips pallidus dilaporkan
menyerang pertanaman cabai di Yogya Selatan dan Bantul serta Brebes dan Karawang (Dibiyantoro 1994). Yulianti (2008) melaporkan sembilan spesies ditemukan menyerang pertanaman cabai di Kabupaten Cianjur, Bandung, dan Bogor,
yaitu: Megalurothrips usitatus, Microchepalothrips abdominalis, T. hawaiiensis, T.
palmi dan T. parvispinus (Subordo Terebrantia) dan Haplothrips froggatti,
Haplothrips ganglebaueri, H. gowdeyi, dan Nesothrips lativentris (Subordo Tubulifera). Hasil penelitian Subagyo (2014) melaporkan bahwa, spesies 1 (Tubulifera: Phlaeothripidae), T. parvispinus, dan T. hawaiiensis (Terebrantia: Thripidae) juga ditemukan berasosiasi dengan tanaman cabai di wilayah Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Bandung Barat (Lembang).

8
Tabel 2
No
1
2
3
4
5
6
7

Distribusi geografi spesies trips yang berasosiasi dengan tanaman cabai
Spesies
Lokasi
Amerika Serikat
Frankliniella cephalica
Taiwan
Frankliniella intosa
Nederland
Frankliniella occidentalis
India
Gynaikothrips Karny
Taiwan
Haplothrips chinensis
Amerika Serikat
Hercinothrips femoralis
Burma, India, Sri Lanka, Taiwan,
S. dorsalis
Thailand
8
Amerika Serikat
Taeniothrips simplex
9
Taiwan
T. hawaiiensis
10
Filipina, Jepang, Taiwan
T. palmi
11
Denmark, Libanon, Nederland
T. tabaci
India, Indonesia, Jepang, Amerika
Serikat
Sumber: Talekar (1991)

Statistik Demografi
Langkah awal dalam mempelajari perkembangan suatu populasi serangga
adalah dengan mengetahui aspek-aspek demografinya. Demografi adalah analisis
kuantitatif karakteristik suatu populasi, terutama hubungannya dengan pola pertumbuhan populasi, hubungan ketahanan, dan pergerakan populasi. Aspek demografi suatu populasi terdapat dalam neraca kehidupan (life table). Menurut Price
(1997), neraca kehidupan adalah ringkasan pernyataan tentang kehidupan individuindividu dalam populasi/kelompok. Tarumingkeng (1992) menambahkan bahwa
neraca kehidupan dapat digunakan untuk mengkalkulasikan berbagai statistik populasi yang dapat memberikan informasi mengenai kelahiran (natalitas), kematian
(mortalitas), dan peluang untuk berkembang biak, sehingga dapat digunakan sebagai parameter perilaku perkembangan populasi.
Pertumbuhan populasi tergantung dari jumlah induk betina yang masih bertahan hidup (lx) dan kemampuan individu dalam menghasilkan keturunan (mx).
Suatu populasi dikatakan stabil bila Ro = 0, bila Ro > 1 populasi akan bertambah
dan bila Ro < 1 populasi akan berkurang. Bila Ro suatu spesies diketahui maka lamanya suatu generasi (T) dapat diketahui dan juga pertambahan intrinstik (r) (Carey
1993).

9

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015-Maret 2016. Penelitian meliputi pengamatan di lapangan yang dilakukan di empat kecamatan di Kabupaten
Bogor dan pengamatan biologi serta statistik demografi T. parvispinus yang dilakukan di Laboratorium WisH Batuhulung Bogor. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.

Metode Penelitian
Pengamatan Trips pada Tanaman Cabai Besar dan Cabai Rawit
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan November 2015-Maret 2016. Pengamatan trips pada cabai besar dan cabai rawit dilakukan di 14 petakan yang tersebar di empat kecamatan di Kabupaten Bogor. Setiap jenis cabai masing-masing
terdiri atas tujuh petakan pengamatan (Lampiran 1 & Lampiran 2). Sebaran petakan
pengamatan cabai besar yaitu: dua petakan di Kecamatan Cibungbulang, dua
petakan di Kecamatan Tenjolaya, dan tiga petakan di Kecamatan Cisarua. Sebaran
petakan pengamatan cabai rawit yaitu: dua petakan di Kecamatan Dramaga, tiga
petakan di Kecamatan Tenjolaya, dan satu petakan di Kecamatan Cibungbulang.
Pada setiap petakan, dipilih 10 tanaman sampel yang ditentukan secara acak.
Pengambilan sampel. Trips diamati pada bagian bunga dan daun untuk
kedua jenis cabai. Pengamatan pada bunga dilakukan dengan cara menepuk-nepuk
bunga diatas wadah plastik (diameter = 2.5 cm dan tinggi = 4.5 cm) yang telah diisi
air (Gambar 1a). Setiap tanaman sampel diamati sebanyak 10 bunga. Pengamatan
pada daun dilakukan dengan cara menepuk-nepuk ranting daun (10-15 helai daun)
di atas nampan plastik (32 cm x 25 cm) yang diisi air (Gambar 1b). Setiap tanaman
sampel diamati satu ranting daun. Trips kemudian dikumpulkan ke dalam wadah
koleksi. Setiap wadah koleksi diberi label yang berisi informasi tanggal, lokasi, dan
bagian tanaman inang yang diamati. Pengambilan sampel dilakukan hanya satu kali
dari pukul 10.00 sampai 15.00 WIB. Trips yang telah dikumpulkan ke dalam wadah
koleksi kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya.

Gambar 1 Wadah koleksi trips; (a) gelas plastik dan (b) nampan plastik

10
Luas serangan. Luas serangan trips diamati pada tanaman yang sama dengan pengamatan kelimpahan trips. Besaran luas serangan dihitung dengan rumus:
L = x 100 %
N
L = luas serangan trips
N = jumlah tanaman yang terserang
N = jumlah tanaman contoh yang diamati
Kelimpahan trips. Sampel yang dikoleksi dari lapangan kemudian dihitung
kelimpahannya berdasarkan jenis dan bagian tanaman cabai yang diamati. Imago
dan nimfa trips yang terkumpul dipisahkan dalam penghitungan populasi. Proses
penghitungan populasi dilakukan di bawah mikroskop stereo.
Identifikasi. Trips yang telah dikoleksi dari lapangan, kemudian diidentifikasi sampai tahap spesies. Sebanyak 31 dan 28 individu imago yang dikoleksi dari bagian bunga dan daun pada cabai besar serta 32 dan 33 individu imago
yang dikoleksi dari bagian bunga dan daun pada cabai rawit diambil secara acak
untuk diidentifikasi. Identifikasi trips dilakukan dengan cara membuat preparat
mikroskop sementara.
Pembuatan preparat slide mengacu pada metode Mound dan Kibby (1998)
dengan langkah kerja sebagai berikut: imago trips yang dikoleksi dimasukkan ke
dalam cawan kaca berisi alkohol 70% untuk dipisahkan dari kotoran yang terbawa.
Spesimen ditempatkan pada kaca penutup yang berdiameter 13 mm, dengan bagian
ventral tubuh berada di atas, kemudian kedua sayap direntangkan serta posisi antena
diluruskan dengan menggunakan jarum halus hingga posisinya tidak bertumpuk
dan terlihat jelas. Setelah posisi spesimen tertata dengan baik, larutan Hoyer
diteteskan pada kaca penutup, lalu segera ditutup dengan kaca obyek. Setelah kaca
obyek diletakkan, posisi preparat slide segera dibalik, sehingga kaca penutup
berada di atas kaca obyek. Preparat slide kemudian dikeringkan selama satu minggu
pada suhu 35-45 ºC di kotak pengering, kemudian diberi cat kuku berwarna bening
pada setiap pinggiran kaca penutup dan dikeringkan kembali selama satu hari.
Identifikasi trips dilakukan berdasarkan kunci identifikasi dari Mound dan Kibby
(1998), Sartiami dan Mound (2013), dan Subagyo (2014). Jumlah individu per
spesies dari keseluruhan sampel yang diidentifikasi disajikan dalam bentuk tabel
dan diagram lingkaran, dengan rumus:
Jumlah individu per spesies (%) = ∑



s

sp s s x

sp s s

x 100

Nisbah kelamin. Trips yang telah diidentifikasi sampai tingkat spesies,
diamati jenis kelaminnya untuk melihat perbandingan banyaknya jumlah jantan dan
betina. Penghitungan perbandingan jenis kelamin menggunakan rumus sebagai
berikut:


NK = ∑

Keterangan :
NK = Nisbah kelamin
Σib = Jumlah imago betina pada spesies x
Σij = Jumlah imago jantan pada spesies x

11
Pengamatan Biologi T. parvispinus
Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari-Maret 2016. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium WiSH Batuhulung Bogor. Kegiatan ini meliputi pengamatan 50 individu nimfa instar-1 dengan umur kohort hingga individu terakhir
mati dan identifikasi spesies yang diamati.
Persiapan tanaman inang. Tanaman cabai besar yang digunakan untuk
perbanyakan dan pemeliharaan trips berumur 30-60 HST (hari setelah tanam). Tanaman dipelihara dalam kurungan yang terbuat dari kain kassa organdi. Pemeliharaan tanaman cabai pada kurungan bertujuan untuk menghindari serangan dan
infestasi telur dari serangga lain.
Pembuatan kurungan serangga. Kurungan serangga terbuat dari gelas
plastik (diameter = 6 cm dan tinggi = 8 cm) (Gambar 2). Permukaan bagian atas dibuat lubang ventilasi dilapisi kain kassa organdi. Bagian bawah kurungan dilapisi
tisu yang telah dibasahi.

Gambar 2 Kurungan pemeliharaan trips
Perbanyakan serangga uji. T. parvispinus yang digunakan sebagai populasi awal dikumpulkan dari pertanaman cabai di Desa Cibatok II Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sebanyak 30 individu imago betina dan jantan hasil
koleksi dari lapangan dipelihara pada daun cabai umur 30 HST dalam kurungan
gelas plastik. Setiap kurungan diinfestasikan satu individu imago betina dan jantan.
Imago dikeluarkan dan dipindahkan pada daun dan kurungan baru setelah 24 jam.
Daun yang telah terinfestasi telur, diamati hingga muncul nimfa instar-1.
Perbanyakan terus dilakukan hingga jumlah serangga yang dibutuhkan cukup untuk
pengujian.
Identifikasi serangga uji. Beberapa individu serangga uji yang digunakan
sebagai populasi awal diidentifikasi untuk memastikan spesies. Proses identifikasi
diawali dengan membuat preparat sementara. Pembuatan preparat slide mengacu
pada Mound dan Kibby (1998).
Pengamatan biologi dan statistik demografi T. parvispinus. Sebanyak
50 individu nimfa instar-1 dengan umur kohort hasil dari perbanyakan sebelumnya,
dipelihara secara terpisah pada daun cabai dalam kurungan gelas plastik. Kohort
merupakan kelompok individu yang lahir dalam interval waktu yang hampir sama
(Begon et al. 2006). Setiap satu helai daun dalam kurungan diinfestasikan satu
individu nimfa instar-1. Daun cabai sebagai inang diganti setiap harinya. Jumlah
nimfa yang hidup, mati, dan ganti kulit diamati dan dicatat perkembangannya setiap
hari hingga imago. Pergantian instar ditandai dengan adanya eksuvia. Jenis kelamin
imago yang muncul dicatat.

12
Pengamatan lama hidup imago jantan dan betina dilakukan secara terpisah.
Lama hidup imago jantan diamati dengan menginfestasikan imago pada daun cabai
dalam kurungan serangga. Setiap satu helai daun dalam kurungan diinfestasikan
satu individu imago jantan. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga imago jantan
terakhir mati. Pengamatan stadium praoviposisi, stadium oviposisi, siklus hidup,
fekunditas, dan lama hidup imago betina dilakukan dengan menginfestasikan imago
betina pada daun cabai dalam kurungan serangga. Setiap satu helai daun dalam
kurungan diinfestasikan satu individu imago betina. Setiap hari, imago betina dipindahkan pada daun cabai yang baru di dalam kurungan baru hingga imago betina
terakhir mati. Daun cabai yang telah diinfestasikan imago betina pada hari sebelumnya, kemudian diamati setiap hari hingga muncul nimfa instar-1. Mound dan
Masumoto (2005) melaporkan inkubasi telur dapat berlangsung selama 3-7 hari.
Berdasarkan hal tersebut pengamatan dilakukan setiap hari selama tujuh hari.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop portable dinolite AM 2111
Basic dan mikroskop stereo.

Analisis Data
Data pengamatan luas serangan dan kelimpahan trips diperiksa melalui uji-t
dengan bantuan program SPSS 16. Data hasil pengamatan trips dengan umur kohort
selama satu generasi disusun dalam bentuk neraca kehidupan. Neraca kehidupan
dengan umur kohort merupakan neraca kehidupan yang mengikuti perkembangan
serangga dengan umur kohort dimulai dari kemunculan individu pertama sampai
kematian individu terakhir yang bertahan hidup (Begon et al. 2006). Data-data yang
dibutuhkan yaitu: x adalah kelas umur (hari), lx adalah peluang hidup setiap
individu pada umur x, mx adalah fekunditas per individu pada umur x, dan lxmx
adalah banyaknya keturunan yang dilahirkan pada kelas umur x. Penghitungan dilanjutkan dengan menggunakan metode Jackknife. Metode Jackknife digunakan
sebagai pendekatan umum untuk melakukan uji hipotesis dan menghitung selang
kepercayaan. Adapun parameter yang diamati yaitu:
1. Laju reproduksi kotor (GRR) = Σ mx
2. Laju reproduksi bersih (Ro) = Σ lxmx
3. Laju pertambahan intrinsik (r) = ln (Ro) / T
4. Rataan masa generasi (T) = Σ xlxmx / Σ lxmx
5. Populasi berlipat ganda (DT) = ln (2) / r

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Petakan Penelitian
Petakan pengamatan yang diamati merupakan pertanaman cabai dengan sistem budi daya konvensional. Petakan pertanaman pada kedua jenis cabai terdiri atas
pola tanam monokultur dan polikultur. Luas masing-masing petakan pengamatan
sekitar 250-1000 m2 (Lampiran 1 & Lampiran 2). Tanaman cabai yang diamati
merupakan tanaman cabai pada fase generatif. Tanaman di sekitar pertanaman cabai
dicatat pada setiap petakan pengamatan (Tabel 3 & Tabel 4).
Tabel 3 Tanaman sekitar petakan pengamatan cabai besar
Petakan pengamatan
1 Desa Cibatok I, Cibungbulang
2 Desa Cibatok II, Cibungbulang
3 Desa Cibitung Tengah, Tenjolaya
4 Desa Cibitung Tengah, Tenjolaya
5 Desa Cibereum, Cisarua
6 Desa Cibereum, Cisarua
7 Desa Cibereum, Cisarua

Tanaman sekitar
Jagung, pisang
Kacang panjang, terung, singkong
Singkong, paria, ubi jalar
Terung, pisang, sawi
Pisang, bayam, singkong
Pisang, padi, kelapa, tomat
Mangga, kacang panjang, pisang

Tabel 4 Tanaman sekitar petakan pengamatan cabai rawit
Petakan Pengamatan
1 Desa Dramaga, Dramaga
2 Desa Dramaga, Dramaga
3 Desa Ciherang, Dramaga
4 Desa Cibitung Tengah, Tenjolaya
5 Desa Cibitung Tengah, Tenjolaya
6 Desa Cibitung Tengah, Tenjolaya
7 Desa Cibatok II, Cibungbulang

Tanaman sekitar
Pepaya, sawi, bayam, pisang
Jambu biji, pisang
Pepaya, pisang, petai
Terung, pisang, sawi
Singkong, kelapa, pisang
Pepaya, singkong
Belimbing, jati

Luas Serangan dan Kelimpahan Trips
Luas serangan imago, nimfa, dan total trips tidak berbeda nyata antar kedua
jenis tanaman cabai (p˃0.05) (Tabel 5 & Tabel 6). Secara umum kelimpahan imago,
nimfa, dan total trips pada bagian bunga dan daun antara kedua jenis cabai berkorelasi positif dengan besarnya luas serangan yang terjadi, kecuali luas serangan
imago dan total trips pada bagian bunga. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan
mobilitas imago dan warna bunga. Prabaningrum dan Moekasan (2007) melaporkan bahwa, warna dapat menjadi daya tarik bagi trips untuk hinggap, berpindah, dan hidup pada bunga.
Hasil pengamatan kelimpahan trips pada bagian bunga dan daun menunjukkan bahwa kelimpahan imago, nimfa, dan total trips tidak berbeda nyata
antar masing-masing jenis cabai (p˃0.05) (Tabel 5 & Tabel 6). Tabel 5 dan Tabel 6
menunjukkan bahwa trips mempunyai preferensi yang tidak berbeda pada kedua je-

14
nis cabai yang diuji. Hal ini sesuai dengan laporan Vos et al. (1991) yang menyatakan bahwa trips merupakan hama utama pada pertanaman cabai (C. annuum
L. dan C. frutescens L.) di Indonesia.
Populasi imago lebih tinggi dibandingkan nimfa pada bagian bunga dan daun
untuk kedua jenis cabai (Tabel 5 & Tabel 6). Hal ini dipengaruhi lama fase nimfa
yang lebih singkat daripada lama hidup imago (Table 8), sehingga menyebabkan
populasi imago tumpang tindih. Faktor abiotik seperti suhu dan kelembaban pada
saat pengamatan juga memberikan pengaruh. Berger et al. (2008) menyatakan
bahwa, pada suhu yang tinggi imago akan mengalihkan energi yang dimilikinya
untuk memproduksi telur yang lebih banyak, sementara pada suhu rendah imago
akan menimbun energi yang dimilikinya untuk membentuk struktur tubuh.
Kelimpahan imago, nimfa dan total trips yang ditemukan pada bagian bunga
dan daun untuk kedua jenis cabai relatif rendah (Tabel 5 & Tabel 6). Yulianti (2008)
melaporkan bahwa populasi trips dapat mencapai 19.22 individu/tanaman dengan
pengamatan yang dilakukan pada bagian daun muda, daun tua, dan bunga. Selain
faktor biotik, populasi trips di pertanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi abiotik
terutama curah hujan, suhu, dan kelembaban. Pengambilan sampel pada penelitian
ini dilakukan pada bulan November dengan kondisi curah hujan dan kelembaban
yang tinggi (Lampiran 3). Lewis (1973) melaporkan bahwa, curah hujan dapat memengaruhi populasi trips, karena dapat membunuh nimfa dan menekan penyebaran
trips. Hujan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh langsung dan
tidak langsung pada trips. Hujan yang lebat dapat menyebabkan trips jatuh dari
tanaman. Selain itu, hujan dapat merangsang laju pertumbuhan daun baru yang
mengurangi kepadatan trips per daun dan meningkatkan proporsi daun sehat (Kirk
1997).
Tabel 5 Luas serangan dan kelimpahan trips pada bagian bunga cabai besar dan
rawit
Fase

Imago
Nimfa
Total
a

Kelimpahan trips
(individu/ranting daun)a
(Rataan ± SE) b
BB
BR
3.92 ± 1.44 3.60 ± 1.21
0.15 ± 0.07 0.20 ± 0.04
4.08 ± 1.51 3.80 ± 1.24

Luas serangan (%)
Nilai p
0.865
0.631
0.886

(Rataan ± SE)
DB
DR
68.57 ± 13.87
78.57 ± 12.61
12.87 ± 06.06
20.00 ± 04.87
68.57 ± 13.87
80.00 ± 11.75

Nilai p
0.604
0.377
0.541

BB: Bunga cabai besar, BR: bunga cabai rawit. b SE: standar error

Tabel 6 Luas serangan dan kelimpahan trips pada bagian daun cabai besar dan
rawit
Fase

Imago
Nimfa
Total
a

Kelimpahan trips
(individu/ranting daun)a
(Rataan ± SE) b
DB
DR
0.68 ± 0.22 0.47 ± 0.08
0.12 ± 0.06 0.14 ± 0.02
0.81 ± 0.24 0.61 ± 0.08

Luas serangan (%)
Nilai p
0.404
0.844
0.461

(Rataan ± SE)
DB
DR
41.42 ± 11.21
37.14 ± 5.65
11.42 ± 05.08
14.28 ± 2.97
48.57 ± 11.21
47.14 ± 3.59

DB: Daun cabai besar, DR: daun cabai rawit. b SE: standar error

Nilai p
0.739
0.636
0.907

15
Vos et al. (1991) menyatakan bahwa, trips menjadi hama utama pada pertanaman cabai terutama pada musim kemarau. Menurut Kakkar et al. (2010), suhu
yang panas serta kelembaban yang tinggi menjadi faktor pendukung utama
meledaknya populasi trips di suatu wilayah, sehingga pada musim hujan jumlah
populasi trips sering menurun meskipun kelembaban cukup tinggi dibutuhkan
untuk perkembangan trips secara sempurna. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, pada
suhu yang tinggi imago akan mengalihkan energi yang dimilikinya untuk
memproduksi telur yang lebih banyak, sementara pada suhu rendah imago akan
menimbun energi yang dimilikinya untuk membentuk struktur tubuh (Berger et al.
2008).

Spesies Trips pada Tanaman Cabai Besar dan Rawit
Berdasarkan hasil identifikasi, em