Chemical Composition, Protein and Mineral Digestibility Extrusion Snack with Additional Broiler’s Neck Bone-Meat Meal.

KOMPOSISI KIMIA, DAYA CERNA PROTEIN DAN MINERAL
SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG
DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING

SKRIPSI
AMALIA FATHIRUNNISA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
AMALIA FATHIRUNNISA. D14052815. 2009. Komposisi Kimia, Daya Cerna
Protein dan Mineral Snack Ekstrusi dengan Penambahan Tepung DagingTulang Leher Ayam Pedaging. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. B.N. Polii, SU.
Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si.
Daging-tulang leher ayam pedaging memiliki peluang besar untuk diolah
kembali menjadi produk pangan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.
Kandungan protein yang terdapat dalam daging-tulang leher ayam pedaging dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia. Kandungan protein yang
dimiliki daging-tulang leher ayam pedaging berkisar 55-57%. Tepung daging-tulang
leher ayam (TDTLA) Pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan
yang dapat ditambahkan ke dalam pengolahan pangan. Snack ekstrusi dengan bahan
dasar pati jagung memiliki kandungan nilai protein yang rendah. Tujuan penelitian
ini adalah mempelajari komposisi kimia, daya cerna protein serta mineral snack
ekstrusi yang telah diberi perlakuan penambahan TDTLA Pedaging. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan dan melengkapi gizi dari snack ekstrusi.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakan, SEAFAST Center, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang
digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbedaan taraf
penambahan TDTLA Pedaging yaitu 0, 10, 20, dan 30%. Peubah yang diamati
meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kandungan kalsium (Ca),
kandungan fosfor (P), daya cerna protein secara in vitro serta daya cerna mineral
kalsium dan fosfor. Analisis ragam (Analysis of Variance = ANOVA) digunakan
untuk menganalisis data kimia yang memenuhi asumsi pengujian ragam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan TDTLA Pedaging tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air. Kadar lemak, protein, kalsium,
fosfor, abu dan serat kasar meningkat seiring dengan meningkatnya taraf

penambahan TDTLA Pedaging. Penambahan TDTLA Pedaging mampu melengkapi
dan meningkatkan kandungan gizi snack ekstrusi. Daya cerna protein pada taraf
penambahan 10% berbeda dengan taraf penambahan 0% TDTLA Pedaging. Taraf
penambahan TDTLA Pedaging taraf 30% memiliki daya cerna protein snack ekstrusi
yang paling rendah yaitu 62,56%.
Kata-kata kunci : tepung daging-tulang leher ayam pedaging, snack ekstrusi, daya
cerna protein.

ABSTRACT
Chemical Composition, Protein and Mineral Digestibility Extrusion Snack with
Additional Broiler’s Neck Bone-Meat Meal.
A. Fathirunnisa, B.N. Polii, Z. Wulandari
Snack is one kind of food that can be eaten in spare time. It’s very popular among the
children and adults. One kind of snack that has been very popular is extrusion snack.
The main problem that can be found in snack is lack of nutrition content, especially
protein. Broiler’s neck bone-meat meal is one of animal by-product that has not been
optimalized yet. It has high protein and mineral content. The aim of this research was
to analyze the chemical composition and protein digestibility of extrusion snack that
had added by Broiler’s neck bone-meat meal. The experiment was conducted in the
Department Laboratory of Animal Product and Processing Technology FAPET IPB,

SEAFAST Center, and Laboratory of Chemical and Food Analysis, FEMA IPB.
Experimental design used in this research was completely randomized design with
broiler’s neck bone-meat meal concentration as the response with four concentration
stages 0%, 10%, 20%, and 30%. Data were analyzed with Analysis of Variance
(ANOVA) if it fulfilled the assumption. If it did not, data were analyzed with
Kruskal-Wallis method as non parametric test. The addition of Broiler’s neck bonemeat meal didn’t give any significant influence to water content and crude fiber
content. Fat, protein, calcium, phosphorus and ash content were raised by increasing
the addition of Broiler’s neck bone-meat meal. The addition of Broiler’s neck bonemeat meal can complete and increase nutrition content of extrusion snack. Protein
digestibility in 30% was the lowest among other. The decreasing of protein
digestibility can be caused by protein conformation, anti nutrition factor, protein
linkage and also food processing.
Keywords : Broiler’s neck bone-meat meal, extrusion snack, protein digestibility.

KOMPOSISI KIMIA, DAYA CERNA PROTEIN DAN MINERAL
SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG
DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING

AMALIA FATHIRUNNISA
D14052815


Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

KOMPOSISI KIMIA, DAYA CERNA PROTEIN DAN MINERAL
SNACK EKSTRUSI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG
DAGING-TULANG LEHER AYAM PEDAGING

Oleh:
AMALIA FATHIRUNNISA
D14052815

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 8 Oktober 2009


Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Ir. B.N. Polii, SU.

Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si.

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Ketua Departemen
Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 September 1987 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara pasangan Agus Hamidy dan Indri
Wulandari. Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SDN IPK
Ciriung 1 Cibinong, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun
2002 di SLTP Negeri 1 Cibinong dan pendidikan lanjutan tingkat atas pada tahun
2005 di SMA Negeri 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswi Tingkat Persiapan
Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB
(USMI) pada tahun 2005. Penulis diterima pada Program Studi Teknologi Produksi
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut pertanian Bogor pada tahun 2006.
Penulis aktif di beberapa Organisasi seperti: Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor periode 2005-2007
sebagai staf Departemen Komunikasi dan Informasi. Penulis turut aktif dalam Dewan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan sebagai Ketua Komisi Program Kerja
periode 2007-2008. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota Forum Aktivitas
Mahasiswa Muslim (FAMM) Al An’am Fakultas Peternakan. Kegiatan asistensi
mata kuliah pernah diikuti oleh penulis. Penulis menjadi asisten mata kuliah Teknik
Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan pada tahun 2008 dan 2009 serta mata

kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun 2009.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena
atas rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi yang berjudul Komposisi Kimia, Daya Cerna Protein dan Mineral Snack
Ekstrusi dengan Penambahan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini menjelaskan bagaimana komposisi kimia, daya cerna protein dan
mineral snack yang telah ditambahkan TDTLA Pedaging. Snack merupakan
makanan yang banyak digemari oleh masyarakat. Sebagaimana telah diketahui,
bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan snack adalah jagung. Snack
yang beredar saat ini memiliki kandungan gizi yang rendah. Sebagai contoh adalah
kandungan protein yang dimiliki hanya berkisar 10-11%. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menambahkan TDTLA
Pedaging ke dalam pembuatan snack.
Semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi tentang
penggunaan TDTLA Pedaging sebagai bahan tambahan pangan yang akan

menyumbang protein serta mineral kalsium dan fosfor. Tiada gading yang tak retak,
demikian halnya dengan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi civitas akademika Fakultas Peternakan khususnya
dan masyarakat luas pada umumnya.

Bogor, Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..............................................................................................

i

ABSTRACT.................................................................................................

ii


RIWAYAT HIDUP .....................................................................................

iii

KATA PENGANTAR .................................................................................

iv

DAFTAR ISI................................................................................................

v

DAFTAR TABEL........................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

viii


DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

ix

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan ...................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

3

Daging-Tulang Leher Ayam .................................................................
Jagung ...................................................................................................

Pati.........................................................................................................
Protein....................................................................................................
Daya Cerna Protein ...............................................................................
Kalsium .................................................................................................
Fosfor ...................................................................................................
Snack Ekstrusi .......................................................................................
Ekstrusi .................................................................................................
Perubahan Nutrisi Selama Proses Ekstrusi ...........................................
Karbohidrat ......................................................................................
Protein ..............................................................................................
Lemak...............................................................................................

3
4
5
7
8
9
10
11
13
14
15
16
16

METODE ...................................................................................................

17

Lokasi dan Waktu .................................................................................
Materi ................................................................................................ ...
Rancangan.............................................................................................
Perlakuan ..........................................................................................
Analisis Data ....................................................................................
Prosedur ... ............................................................................................
Penelitian Tahap Pertama.................................................................
Penelitian Tahap Kedua ...................................................................
Peubah........................................................................................ ......
Kadar Air .......................................................................................
Kadar Lemak .................................................................................

17
17
18
18
18
19
19
20
21
21
22

Kadar Protein .................................................................................
Kadar Serat Kasar ..........................................................................
Kadar Abu......................................................................................
Kadar Kalsium ...............................................................................
Kadar Fosfor ..................................................................................
Daya Cerna Protein secara In Vitro ...............................................
Daya Cerna Kalsium dan Fosfor secara In Vitro……………….. .

22
23
24
24
25
26
26

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

28

Penelitian Tahap Pertama .....................................................................
Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging .................................
Grits Jagung .......................................................................................
Penelitian Tahap Kedua ........................................................................
Komposisi Kimia Snack Ekstrusi .......................................................
Kadar Air .......................................................................................
Kadar Lemak .................................................................................
Kadar Protein .................................................................................
Daya Cerna Protein ........................................................................
Kadar Serat Kasar ..........................................................................
Kadar Abu......................................................................................
Kadar Kalsium ...............................................................................
Kadar Fosfor ..................................................................................
Daya Cerna Kalsium dan Fosfor....................................................

28
28
29
30
30
31
32
33
34
36
36
36
37
38

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

40

Kesimpulan ...........................................................................................
Saran... ..................................................................................................

40
40

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

42

LAMPIRAN.................................................................................................

46

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi Kimia Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit,
Saluran Pernafasan dan Saluran Makanan ...........................................

3

2. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging ..................................................

4

3. Komposisi Kimia Grits Jagung............................................................

5

4. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI 01-2886-2000 .....

12

5. Formulasi Snack Ekstrusi dari Grits Jagung dengan Penambahan
TDTLA Pedaging ................................................................................

20

6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging ...................................................

28

7. Komposisi Kimia Grits Jagung Varietas Pioneer 21...........................

30

8. Komposisi Kimia Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA
Pedaging...............................................................................................

31

9. Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA
Pedaging. ......................................................................................................   34
10.

Daya Cerna Kalsium dan Fosfor………………………………… ......

38

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Struktur Kimia Amilosa dan Amilopektin……………………….…

6

2. Mekanisme Gelatinisasi Pati ……………………………………….

7

3. Extruder Single Screw dan Bagian-bagiannya .................................

14

4.

Diagram Alir Pembuatan TDTLA Pedaging ...................................

19

5. Diagram Alir Pembuatan Snack Ekstrusi .........................................

21

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Gambar Potongan Leher Ayam Pedaging ............................................. 47
2. Gambar TDTLA Pedaging .................................................................... 47
3. Gambar Snack Ekstrusi Hasil Penelitian ................................................ 48
4. Hasil Uji Asumsi Sifat Fisik Snack Ekstrusi dengan Penambahan
TDTLA Pedaging ................................................................................... 48
5. Hasil Uji Asumsi Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi dengan
Penambahan TDTLA Pedaging ............................................................. 49
6. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Air Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................... 49
7. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Lemak Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................... 49
8. Hasil Uji Tukey Terhadap Kadar Lemak Snack Ekstrusi
dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................................. 49
9. Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Protein Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................... 50
10.

Hasil Uji Tukey Terhadap Kadar Protein Snack Ekstrusi
dengan Penambahan TDTLA Pedaging ................................................ 50

11.

Hasil Analisis Ragam Terhadap Daya Cerna Protein Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................... 50

12.

Hasil Uji Tukey Terhadap Daya Cerna Protein Snack Ekstrusi
dengan Penambahan TDTLA Pedaging . ............................................... 50

13.

Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Kadar Abu Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................... 51

14.

Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Kadar Kalsium Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................... 51

15.

Hasil Analisis Ragam Terhadap Kadar Fosfor Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging……………………… 51

16.

Hasil Uji Tukey Terhadap Kadar Fosfor Snack Ekstrusi
dengan Penambahan TDTLA Pedaging................................................. 51

17.

Hasil Uji Kruskal-Wallis Terhadap Kadar Serat Kasar Snack
Ekstrusi dengan Penambahan TDTLA Pedaging……………………… 52

18. Angka Kecukupan Protein yang Dianjurkan per Orang per Hari. ......... 52
19. Angka Kecukupan Kalsium yang Dianjurkan per Orang per Hari ........ 52
20.

Angka Kecukupan Fosfor yang Dianjurkan per Orang per Hari……… 53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan bagian dari tubuh ayam yang
pemanfaatannya belum optimal. Daging-tulang leher ayam pedaging sebenarnya
memiliki peluang besar untuk diolah kembali menjadi produk pangan yang memiliki
nilai ekonomis lebih tinggi, juga mempertahankan kandungan gizinya. Kandungan
protein yang terdapat dalam tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging
berkisar 58-60%, dengan jumlah ini TDTLA Pedaging dapat dijadikan sebagai bahan
pangan sumber protein. Mineral yang terkandung dalam TDTLA Pedaging yaitu
kalsium (4-6%) dan fosfor (1-2%) dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tulang
dan gigi. Kandungan gizi yang dimiliki TDTLA Pedaging menjadikan TDTLA
Pedaging dapat digunakan sebagai alternatif bahan tambahan pangan yang tidak
hanya melengkapi kebutuhan gizi tetapi juga sebagai flavor alami pada proses
pengolahan pangan.
Snack merupakan makanan ringan yang digemari oleh seluruh lapisan
masyarakat. Berbagai macam snack banyak memenuhi etalase-etalase pertokoan baik
di pasar tradisional maupun di pasar modern. Tak heran bila penjualan snack tidak
pernah merosot bahkan pangan jenis ini muncul dalam bentuk dan rasa yang lebih
bervariasi. Snack ekstrusi merupakan kelompok snack yang dibuat melalui
pemasakan ekstrusi dengan menggunakan alat extruder. Produk yang dihasilkan dari
proses ekstrusi adalah produk yang bergelembung kering. Snack ekstrusi yang
beredar di pasaran, umumnya memiliki kandungan gizi berupa protein yang rendah
karena hanya berasal dari jagung sebagai bahan baku utamanya. Sampel snack
ekstrusi yang beredar di pasaran hanya memiliki kandungan protein sebesar 10-11%
dari komposisi gizi yang terlihat di kemasannya. Salah satu usaha untuk
meningkatkan kandungan protein dan mineral pada snack ekstrusi adalah dengan
menambahkan bahan baku snack yang berupa jagung dengan tepung daging-tulang
leher ayam pedaging ke dalam proses pembuatan snack ekstrusi.
Jagung merupakan bahan makanan sumber karbohidrat selain beras dan
gandum. Jagung memiliki kandungan karbohidrat sebesar 68,11% dan protein
sebesar 10,18%. Jagung merupakan bahan baku yang umum digunakan dalam
pembuatan snack ekstrusi. Pemilihan jagung sebagai bahan baku snack adalah karena

snack yang dihasilkan memiliki tekstur yang cukup renyah dan memiliki sifat yang
mudah bergelembung. Selain itu bahan jagung merupakan bahan yang mudah
diperoleh dengan harga yang relatif murah.
Penambahan TDTLA Pedaging pada pembuatan snack ekstrusi diharapkan
dapat meningkatkan nilai gizi snack. Peningkatan nilai gizinya meliputi protein serta
mineral berupa kalsium dan fosfor serta nilai kecernaan protein dan mineral kalsium
dan fosfor.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan snack ekstrusi dengan
bahan dasar grits jagung yang ditambahkan TDTLA Pedaging dan menganalisis
komposisi kimia dan daya cerna protein serta mineralnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging
Ayam pedaging terdiri dari ayam ras, buras (bukan ras atau lokal atau
kampung) dan ayam culled (ayam afkir dari ayam petelur yang tidak diproduksi
lagi). Ayam ras pedaging adalah ayam ras yang dipanen pada umur 8-12 minggu
dengan bobot 1,4 kg. Hasil ikutan ternak (animal by-product) merupakan hasil
sampingan ternak baik dari pemotongan ternak maupun industri pengolahan ternak.
Hasil ikutan yang dapat dimakan (edible) yaitu hati, ampela, jantung, usus, paruparu, kepala, leher, cakar, serta lemak (Kinsman et. al., 1994).
Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu hasil ikutan ternak
yang pemanfaatannya masih terbatas dan bisa diolah menjadi bahan pangan maupun
pakan. Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan ternak yang
potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber protein dan mineral.
Komposisi gizi daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Tanpa Kulit,
Saluran Pernafasan dan Saluran Makanan
Komponen
Kandungan
(bb)

(bk)

----------------%--------------Air

73,55

-

Lemak

3,83

14,48

Protein Kasar

15,61

59,02

Abu

6,22

23,52

Kalsium (Ca)

1,24

4,69

BETN

0,01

0,04

Serat Kasar

0,78

2,95

Sumber : Arqiya (2002)

Menurut Lawrie (1995), daging didefinisikan sebagai suatu jaringan hewan dan
sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
memakannya. Protein merupakan bahan kering terbesar walaupun selain protein,
daging juga mengandung lemak, air, karbohidrat dan senyawa anorganik. Tulang ter-

diri dari sel, serat-serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari
protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat 58,3%; kalsium karbonat
1,0%; magnesium fosfat 2,1%; kalsium fluoride 1,9% dan protein sebanyak 30,6%
(Ward dan Courts, 1977). Tulang leher ayam memiliki banyak tulang rawan sebagai
penyusunnya. Jenis protein yang terdapat pada tulang adalah protein kolagen.
Komponen utama penyusun tulang adalah mineral kalsium dan fosfor. Penyerapan
kalsium oleh tubuh saling berhubungan dengan sumber makanan lainnya seperti
protein, fosfor, vitamin D dan sodium.
Daging tulang-leher ayam pedaging dalam kondisi segar akan memiliki resiko
besar untuk mengalami kerusakan baik secara fisik maupun biologis. Oleh karena itu,
perlu adanya suatu pengolahan terhadap daging-tulang leher ayam pedaging untuk
mencegah kerusakan dan meningkatkan daya simpan. Salah satu upaya pengolahan
yang dapat dilakukan terhadap daging-tulang leher ayam pedaging segar adalah
dengan mengolah daging tulang-leher ayam pedaging segar menjadi tepung. Dagingtulang leher ayam pedaging dalam bentuk tepung akan memiliki kandungan gizi
seperti tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
Komponen

Jumlah
--------------- % ---------------

Air

5,12

Lemak

14,82

Protein

61,16

Abu

17,54

Kalsium (Ca)

5,36

P

1,60

Sumber : Ningsih et.al., 2008

Jagung (Zea mays)
Biji jagung terdiri atas empat bagian pokok yaitu embrio, endosperma, aleuron,
dan kulit (pericarp). Jagung mengandung sejumlah karbohidrat, lemak dan protein.
Karbohidrat utama dalam jagung yaitu pati sebanyak 72% pada jagung keseluruhan
dan 88% pada endosperma (Hoseney, 1998). Pati jagung terdiri atas amilosa dan
amilopektin. Jagung mengandung sekitar 24% amilosa dan 76% amilopektin

(Medcalf, 1973). Jagung memiliki protein prolamin termasuk zein yang memiliki
sifat tidak mudah larut dalam air (deMan, 1997).
Proses pembuatan snack biasanya menggunakan grits jagung. Grits jagung
merupakan biji jagung yang telah lepas bagian lembaga, kulit ari, dan dedak. Grits
jagung digunakan karena akan menghasilkan produk ekstrusi yang renyah dan
mudah mengembang (Muchtadi et. al., 1988). Grits yang biasa dipakai dalam
produksi snack atau crackers yaitu sejenis grits coarse dan medium grits. Kandungan
gizi grits jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Grits Jagung
Komponen

Grits Jagung
--------------- % ---------------

Air

11,0

Lemak

1,8

Protein

7,2

Karbohidrat

79,2

Serat

4,0

Sumber : Nutrion Data, 2006

Pati
Pati merupakan homopolimer yang disusun dari glukosa dengan ikatan αglikosidik. Pati tersusun atas tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan
protein serta lemak (Boyer dan Shannon, 2003). Pati pada umumnya mengandung
12-30% amilosa, 75-80% amilopektin dan 5-10% meliputi lemak dan protein.
Kandungan amilosa jagung adalah sekitar 24% dan amilopektin 76%. Amilosa
merupakan homoglikan D-glukosa dangan ikatan α-(1-4) dari struktur cincin
piranosa. Amilopektin merupakan komponen pati yang berbentuk bercabang-cabang.
Ikatan yang ada yaitu α-(1-4) pada rantai lurusnya dan ikatan β (1,6) pada titik
percabangannya (Winarno, 1992). Amilopektin akan membentuk suatu produk
makanan yang ringan, porous, garing, dan renyah. Amilosa cenderung menghasilkan
produk keras dan proses mekar terjadi secara terbatas (Muchtadi et. al., 1988).
Berikut gambaran struktur kimia amilosa dan amilopektin.

(a)

(b)
Gambar 1. Struktur kimia amilosa (a) dan amilopektin (b)
Sumber : Muchtadi et. al., (1988)

Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang tidak dapat
kembali pada kondisi semula (Eliasson dan Gudmundsson, 2006). Gelatinisasi dapat
dikatakan sebagai kerusakan ikatan hidrogen intramolekul dan mengakibatkan
melemahnya struktur granula dan meningkatnya pembengkakan serta absorpsi air.
Kerusakan tersebut mengakibatkan struktur granula berubah dan lepasnya gugus
hidroksil. Gelatinisasi tidak terjadi jika rasio pati dan air sangat besar. Proses ekstrusi
dengan kadar air rendah menyebabkan pati mengalami peleburan. Proses tersebut
tetap diikuti oleh gelatinisasi tetapi hanya sebagian pati (Muchtadi et. al., 1988).
Berikut ini adalah tahapan gelatinisasi pati yang terjadi selama pengolahan ekstrusi.

Gambar 2. Mekanisme Gelatinisasi Pati
Sumber: Harper, 1981

Protein
Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen disamping karbon,
hidrogen dan oksigen. Molekul protein tersusun atas sejumlah asam amino sebagai
bahan dasar yang saling dihubungkan oleh suatu ikatan peptida (-CONH-). Protein
merupakan zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh karena memiliki fungsi sebagai
bahan bakar tubuh, zat pembangun dan zat pengatur (Soedarmo dan Sedioetama,
1987). Pembentukan protein tubuh memerlukan serangkaian asam amino tertentu
yang merupakan unsur pembentuk utama protein. Asam-asam amino tersebut ada
yang tidak dapat disintesa oleh tubuh, sehingga untuk memenuhinya diperlukan
asupan protein yang berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi manusia. Bahanbahan makanan sumber protein dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu
sumber protein hewani dan nabati. Nilai protein yang berasal dari hewan memiliki
nilai yang lebih tinggi daripada nilai protein yang berasal dari sumber nabati. Hal ini
dikarenakan bahan makanan yang berasal dari hewan jauh lebih mengandung semua
asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (Moehji, 1992).

Daya Cerna Protein
Daya cerna protein atau kecernaan protein merupakan kemampuan protein
untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim pencernaan (Muchtadi,
1989). Protein dalam bahan makanan sangat penting untuk penyusunan senyawa
biomolekul dalam proses biokimiawi dalam mengganti jaringan yang rusak. Protein
disusun oleh struktur N, C, H, O, S, dan beberapa mineral seperti P, Fe, dan Cu.
Molekul besar seperti protein akan mudah untuk mengalami perubahan secara fisis
(penggumpalan) atau biologis dengan agen seperti asam, basa, panas, pelarut
organik, garam, dan logam berat (Sudarmadji et. al., 1989).
Mutu nutrisi protein yang diberikan sangat tergantung dari kandungan asamasam amino esensialnya dan daya cerna. Protein yang masuk ke dalam tubuh tidak
seluruhnya dapat dicerna. Protein umumnya tidak sempurna dicerna karena protein
dilindungi oleh pelindung selulosa dan polisakarida. Hal tersebut menyebabkan
protein harus dikonsumsi jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan harian
minimum seluruh asam amino. Protein hewani dapat dihidrolisis hampir sempurna
menjadi asam-asam amino dikarenakan jumlah nutrisi yang terkandung dalam
protein hewani jauh lebih lengkap dan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan
protein nabati.
Pemanfaatan protein oleh tubuh dimulai dari pencernaan yang bergantung pada
hidrolisis ikatan protein (ikatan peptida). Ikatan peptida pada protein dapat terputus
oleh hadirnya pemanasan dan enzim proteolitik seperti tripsin dan kimotripsin
(Hawab, 2003). Lehninger (1994) menjelaskan bahwa enzim-enzim yang terlibat
dalam pencernaan protein dalam tubuh manusia yaitu pepsin, tripsin, kimotripsin,
karboksipeptidase, dan aminopeptidase. Pepsin merupakan enzim yang dihasilkan
oleh lambung yang berperan dalam hidrolisis protein menjadi asam-asam amino
penyusunnya. Asam-asam amino bebas diperoleh sebanyak 30% dari protein yang
dirombak dan diserap langsung melalui mukosa usus. Asam-asam amino dari suatu
makanan yang dapat diserap tubuh terbatas pada asam amino dengan jumlah yang
paling rendah. Asam amino lain yang terkandung berlebih akan dideaminasi dalam
hati dan diubah menjadi glikogen atau lemak atau dibakar sebagai bahan bakar.
Protein nabati tertentu dapat saling melengkapi dalam makanan seperti campuran
jagung dan kacang dengan saling menambahkan asam amino triptofan.

Penentuan daya cerna protein dapat dilakukan dengan cara in vitro. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan. Enzim-enzim tersebut
diantaranya pepsin, pankreatin, tripsin, kemotripsin, peptidase, dan multi enzim
(Muchtadi, 1989). Penggunaan enzim-enzim tersebut akan menghasilkan koefisien
daya cerna protein setiap bahan berbeda. Metode in vitro dapat memperkirakan
kecernaan pada tubuh manusia atau kondisi biologis yang sebenarnya (Suhardjo dan
Kusharto, 1987).
Daya cerna protein dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Damodaran
(1996). Konformasi protein akan mengurangi kecernaan protein jika terjadi ikatan
silang antar protein. Protein dapat berikatan kuat dengan polisakarida dan serat
pangan sehingga menurunkan kecernaan protein. Proses pengolahan juga
mempengaruhi kecernaan protein. Reaksi Maillard dapat menyebabkan penurunan
kecernaan akibat terikatnya protein dengan gula pereduksi.
Kalsium
Kalsium di dalam tubuh memiliki peranan penting yaitu untuk pembentukan
tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf
(Gaman dan Sherington, 1992). Nilai ketersediaan biologis dari tulang ayam presto
dan tulang ayam mentah tidak berbeda jauh, namun tulang ayam presto memiliki
keunggulan jika dibandingkan dengan tulang ayam mentah yaitu dapat dikonsumsi
langsung secara bersamaan, sedangkan tulang ayam mentah harus ditepungkan
terlebih dahulu (Rahmawan, 2005).
Metabolisme kalsium diatur oleh hormon paratiroid, kalsitonin, dan bentuk
aktif vitamin D. Ekskresi kalsium dalam urin dipengaruhi oleh konsumsi protein,
yaitu makin tinggi konsumsi protein maka makin tinggi pula ekskresi kalsium
melalui urin (Karyadi dan Muhilal, 1996). Penyerapan kalsium sangat bervariasi
tergantung umur dan kondisi badan. Usia anak-anak atau remaja sekitar 50-70%
kalsium yang dicerna diserap tetapi pada waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang
diserap, selain itu garam kalsium lebih larut dalam asam, maka penyerapan kalsium
terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung (Winarno, 1997). Kalsium
yang dapat diserap dalam makanan hanya sekitar 20-30% dan sisanya melalui
saluran pencernaan yang dikeluarkan tubuh melalui feses (Gaman dan Sherington,
1992).

Kalsium erat kaitannya dengan kesehatan tulang karena mineral membentuk
tulang. Selain itu asupan kalsium tinggi (di atas 850 mg) bisa mengurangi resiko
gejala batu ginjal. Hal ini karena kalsium memiliki efek protektif dengan mengikat
oksalat di usus dan mencegah penyerapan oksalat yang bisa membentuk batu.
Kalsium disekresikan dari tubuh melalui feses merupakan kalsium yang tidak diserap
dan sejumlah kecil kalsium yang berasal dari sekresi cairan yang masuk ke dalam
saluran pencernaan (100-150 mg/hari) (Brody, 1994).
Manfaat kalsium untuk kesehatan tulang tidak dapat dipungkiri lagi. Bila tubuh
cukup kalsium, maka pertumbuhan dan pengerasan tulang dapat berlangsung dengan
baik. Sebaliknya, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pertumbuhan tulang tidak
sempurna, antara lain kerdil, tulang rapuh dan bentuknya tidak normal. Salah satu
faktor penting dalam penyerapan kalsium adalah ketersediaan yang cukup dari
vitamin D. Jika kekurangan vitamin D, maka metabolisme kalsium dalam tubuh
berkaitan dengan proses pengerasan tulang tidak dapat berlangsung normal (Tim
Penulis Nirmala, 2003).
Fosfor
Mineral fosfor (P) sangat penting dalam peran biokimia dan fisiologisnya.
Fosfor

dideposit

dalam

{Ca10(PO4)6(OH)2}.

tulang

Fosfor

dalam

merupakan

mempengaruhi permeabilitas sel; juga

bentuk

kalsium

komponen

dari

hidroksi
fosfolipid

merupakan komponen dari

appetite
yang
meilin

pembungkus urat syaraf; banyak transfer energi dalam sel yang melibatkan ikatan
fosfat yang kaya energi dalam ATP; fosfat memegang peranan dalam sistem buffer
darah; mengaktifkan beberapa vitamin B untuk membentuk koenzim yang
dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal, fosfor juga merupakan bagian dari matrik
DNA dan RNA (Parakkasi, 1999). Fungsi fosfor antara lain untuk pembentukan dan
pemeliharaan tulang serta gigi, aktivator enzim-enzim dan proses metabolisme asam
amino (Piliang, 2001).
Winarno (1992) menyatakan bahwa sumber fosfor yang utama adalah bahan
makanan dengan kadar protein tinggi seperti daging, unggas, ikan, dan telur. Bijibijian terutama bagian lembaganya dan biji-bijian utuh (pecah kulit) juga banyak
mengandung fosfor. Bahan pangan yang kaya akan protein dan kalsium umumnya
juga kaya akan fosfor. Fosfor dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk organik

dan anorganik. Sebagian besar fosfor diserap tubuh dalam bentuk anorganik,
khususnya di bagian atas duodenum yang bersifat kurang alkalis dan 70% dari fosfor
yang dicerna akan diserap. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang
dengan gejala rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang. Kelebihan fosfor
menyebabkan ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga akan menimbulkan kejang
(Almatsier, 2001).
Snack Ekstrusi
Snack merupakan makanan ringan yang memiliki bentuk, rasa, cara pengolahan
dan penyajian yang beragam. Snack ekstrusi merupakan snack yang dihasilkan dari
pemasakan ekstrusi (Muchtadi et. al., 1988). Makanan ringan dapat dikelompokkan
ke dalam tiga kelompok berdasarkan perkembangan cara pengolahannya. Kelompok
pertama yaitu makanan ringan berbahan dasar hasil pertanian yang mengalami
pengolahan sederhana seperti keripik. Kelompok kedua mengalami pengolahan
lanjutan setelah keluar dari extruder seperti pemotongan dan sedikit pengeringan
untuk mengurangi kadar air bahan. Rendahnya kadar air yang dipersyaratkan,
dikarenakan apabila kadar air yang ada pada makanan ekstrudat tinggi akan
mengakibatkan indeks pengembangan ekstrudat menjadi kecil. Kadar air yang
semakin rendah pada bahan pangan mengakibatkan semakin tinggi daya tahan bahan
tersebut karena mikroorganisme yang akan tumbuh semakin sedikit jumlahnya
(Winarno, 2002). Hasil penelitian Von Elbe (1987) dalam Purnomo (1995)
menyatakan bahwa untuk kadar air ekstrudat sebanyak 4% yang disyaratkan pada
SNI 01-2886-2000 memiliki nilai akitivitas air (Aw) sebesar 0,23%. Rendahnya nilai
Aw akan mengakibatkan mikroorganisme mengalami kesulitan untuk tumbuh,
dengan begitu ekstrudat akan memiliki daya tahan yang lebih lama. Kelompok ketiga
yaitu snack yang telah keluar dari extruder masih memerlukan pengolahan lanjutan
seperti penggorengan dan pengeringan (Harper, 1981).
Muchtadi et. al. (1988) menyatakan bahwa makanan ringan atau snack dapat
dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan bahan baku yang digunakan dalam
pembuatannya. Kelompok pertama yaitu makanan ringan yang menggunakan satu
bahan utama seperti jagung atau beras lalu ditambahkan perisa. Kelompok kedua
yaitu makanan ringan dengan bahan utama dan terjadi penambahan bahan tambahan.
Bahan tambahan tersebut digunakan untuk meningkatkan nilai gizi, daya cerna, dan

kualitas secara fisik. Bahan tambahan yang digunakan dapat berupa protein hewani.
Syarat mutu makanan ekstrudat menurut SNI 01-2886-2000 diperlihatkan pada Tabel
4.
Tabel 4. Syarat Mutu Makanan Ekstrudat Berdasarkan SNI 01-2886-2000
Komposisi

Satuan

Syarat Mutu

Bau

-

Normal

Rasa

-

Normal

Warna

-

Normal

Kadar Air

% b/b

Maksimal 4

Kadar Lemak Tanpa Proses

% b/b

Maksimal 30

% b/b

Maksimal 38

% b/b

-

Angka Lempeng Total

Koloni/g

Maksimal 1,0 x 104

Kapang

Koloni/g

Maksimal 50

Eschericia coli

Koloni/g

Negatif

Penggorengan
Kadar Lemak dengan
Proses Penggorengan
Kadar Protein

Sumber : BSN, 2000

Protein yang dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan produk bertekstur
yang intregritas strukturnya mudah lepas bila dipanaskan. Hal ini menunjukkan efek
yang merugikan bagi tekstur suatu produk dengan ukuran molekul yang diperkecil.
Protein dengan bobot molekul lebih rendah menghasilkan hasil ekstrusi dengan
kualitas tekstur yang jelek, hal ini dapat diakibatkan bila bahan tersebut mengalami
pemotongan mekanik berlebihan selama berada di dalam ulir atau cetakan.
Peningkatan konsentrasi protein akan mempermudah pembentukan tekstur dan
memperbanyak ikatan silang. Molekul-molekul karbohidrat yang rusak akibat
pemanasan dan kelembaban yang rendah kurang bersifat kohesif dibandingkan
karbohidrat yang tergelatinisasi yang tidak rusak. Hal ini menyebabkan molekulmolekul itu kurang mengembang sehingga menghasilkan produk berpori-pori lebih
kecil, tekstur lebih lunak, lebih mudah larut dan lengket bila dikonsumsi (Muchtadi
et. al., 1988).

Ekstrusi
Proses Ekstrusi
Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang melibatkan kekuatan bahan
mengalir dalam kondisi tertentu lalu melewati sebuah lubang kecil dengan ukuran
dan bentuk yang telah ditetapkan (Dziezak, 1989). Proses ekstrusi biasa digunakan
dalam pembuatan makanan ringan. Produk yang dihasilkan dari proses ekstrusi
memiliki tekstur yang khas dan beragam. Matz (1993) menyatakan bahwa tekstur
kudapan yang diperoleh dari proses ekstrusi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan
amilopektin. Amilopektin menyebabkan produk akhir yang mudah rapau dengan
rendahnya berat jenis. Amilosa dibutuhkan untuk memberikan tekstur memuaskan
dan tidak terlalu keras. Proses ekstrusi merupakan proses high temperature short
time dimana suhu yang digunakan adalah 200oC dan waktu kontak dengan bahan
selama 5-10 detik. Pengolahan pangan secara high temperature short time (HTST)
akan meminimalisir kerusakan gizi dan membunuh mikroba yang terdapat dalam
bahan makanan. Muchtadi et. al., (1988) menyatakan bahwa proses ekstrusi yang
terjadi yaitu pemasakan, pemotongan, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan
penggelembungan. Fungsi-fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam proses ekstrusi.
Extruder
Pengolahan pangan dengan proses ekstrusi menggunakan alat yang disebut
extruder. Faridi (1994) menuliskan bahwa extruder merupakan alat yang digunakan
untuk melakukan proses ekstrusi bahan pangan dengan beragam formula bahan baku
dan menghasilkan bentuk produk yang beragam. Kinerja extruder dipengaruhi oleh
konfigurasi ulir dan kecepatan putarannya, tekanan balik pada cetakan, serta
karakteristik bahan yang diekstrusi (Muchtadi et. al., 1988). Operasi extruder
dimulai dengan pemasukan bahan ke dalam feed hopper. Ulir extruder akan
mendorong bahan melewati ruang dan akhirnya celah sempit sehingga menghasilkan
produk dengan tekstur tertentu. Extruder akan melepaskan energi mekaniknya
menuju bagian ulir yang pendek. Pemotongan berlangsung sangat cepat sehingga
terjadi kerusakan mekanis molekul-molekul berukuran besar. Molekul yang
terdenaturasi tersebut akan tersusun dalam medan aliran sehingga berpotensi untuk
membentuk molekul baru dengan struktur silang. Struktur tersebut yang nantinya

menjadi ekstrudat dengan beragam tekstur (Muchtadi et. al., 1988). Gambar bagianbagian extruder secara jelas dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3. Extruder Single Screw dan Bagian-bagiannya
Sumber: Britannica Encyclopedia Inc., 1996b

Extruder dengan fungsi mengembangkan produk terjadi jika temperatur bahan
melebihi 100oC ketika meninggalkan bagian bertekanan (Harper, 1981). Pemasakan
ekstrusi digunakan untuk memproduksi produk dengan karakteristik yang baru
dengan bahan dasar pati atau protein. Karakteristik tersebut berkaitan dengan tekstur
spesifik seperti porositas dan fibrositas. Teksturasi produk diperoleh akibat
kerusakan stuktur biopolimer tertier dan kuarter karena terjadi pengaturan ulang
rantai polimer dan pembentukan struktur ruang (Lewicki, 2004).
Perubahan Nutrisi selama Proses Ektrusi
Proses pengolahan dengan menggunakan extruder dapat disamakan dengan
proses High Temperatur Short Time (HTST). Camire (2001) menyatakan bahwa
suhu dan tekanan yang cukup tinggi dapat merubah struktur tertier dan kuarter
protein. Jembatan sulfur dapat terbentuk dan struktur baru akan stabil dengan adanya
ikatan hidrogen. Ekstrusi tidak akan mengubah kecernaan protein tetapi suhu yang
tinggi dapat menyebabkan oksidasi dan dekstruksi asam amino yang mengandung
sulfur (metionin dan sistein).

Ekstrusi dapat mempengaruhi kualitas nutrisi produk akhir. Parameter dalam
proses ekstrusi yang mempengaruhi nutrisi yaitu komposisi bahan masukan, kadar
air, kecepatan pemasukan bahan, kecepatan screw, konfigurasi screw, suhu barrel,
dan konfigurasi lubang die (Camire, 2001). Bahan baku dalam proses ekstrusi akan
mempengaruhi produk akhir. Rasio karbohidrat harus dipertimbangkan sesuai
kebutuhan produk akhir. Konfigurasi screw dapat mempengaruhi kerusakan pati atau
protein. Konfigurasi tersebut diatur untuk meminimalkan pemecahan makro molekul.
Perubahan sifat bahan baku akan terjadi selama proses pengolahan ekstrusi.
Perubahan tersebut diantaranya yaitu perubahan fisikokimia, nilai gizi, dan
organoleptik.
Karbohidrat
Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam susunan makanan.
Karbohidrat berperan penting sebagai sumber energi utama, walaupun setiap
gramnya memberikan jumlah kalori yang kurang dibandingkan lemak. Karbohidrat
biasanya dikonsumsi dalam jumlah yang banyak (Soedarmo dan Sediaoetama, 1987).
Karbohidrat akan mengalami proses gelatinisasi selama proses ekstrusi. Gelatinisasi
pati terjadi pada kadar air 12-22% lebih rendah daripada pembuatan makanan olahan
lainnya. Derajat gelatinisasi dapat meningkat dengan meningkatnya suhu,
pemotongan, dan tekanan. Rantai cabang pada amilopektin dengan mudah terlepas di
dalam barrel. Pengurangan berat molekul untuk amilosa dan amilopektin juga terjadi
selama proses ekstrusi.
Proses ekstrusi dapat dimanipulasi untuk membentuk produk yang rendah
kecernaan karbohidratnya. Rantai cabang amilopektin dapat dilepas tetapi akan
bereaksi dengan karbohidrat lainnya yang sulit dicerna enzim. Penambahan serat
juga mengurangi kecernaan karbohidrat. Kecernaan akan menurun dengan
terbentuknya kompleks amilosa-lemak (Camire, 2001).
Tekstur produk yang garing dan renyah dipengaruhi beberapa faktor. Rasio
amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi renyah tidaknya produk ekstrusi.
Amilopektin akan memberikan produk yang renyah, porous, dan ringan sedangkan
amilosa akan memberikan sifat produk yang keras dan pejal (Muchtadi, 1989).
Molekul-molekul makanan yang besar seperti karbohidrat dan protein akan
mengalami denaturasi dan penyusunan diri selama di dalam ulir extruder dan

cetakan. Jika suhu meningkat maka terjadi perubahan struktur sehingga produk yang
keluar dapat mengembang (Muchtadi et. al., 1988).
Protein
Ekstrusi yang menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein.
Denaturasi protein akan memudahkan hidrolisis ikatan peptida oleh enzim proteolitik
(Hawab, 2003). Denaturasi juga dapat mengurangi aktivitas enzim dan enzim
inhibitor. Proses ekstrusi akan memecah butiran protein sehingga protein akan
berdifusi dengan pati selama pemanasan. Protein juga akan memberikan peranan
dalam kerenyahan produk ekstrusi dengan pembentukan matriks protein. Suhu barrel
yang tinggi dan rendahnya kadar air bahan dapat mendukung reaksi Maillard selama
proses ekstrusi. Gula pereduksi dapat berkurang karena berikatan dengan asam-asam
amino. Hal tersebut mengakibatkan penurunan nilai nutrisi protein produk akhir
(Huber, 2001).
Lemak
Bahan baku makanan ekstrusi umumnya mengandung lemak yang rendah.
Kandungan lemak yang cukup tinggi akan mempengaruhi pengembangan produk
yang dihasilkan. Lemak akan berikatan dengan molekul amilosa dan amilopektin
sehingga produk yang seharusnya mengembang akan terhambat pengembangannya
dan mengurangi kerenyahan (Muchtadi et. al., 1988).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat berbeda. Pembuatan TDTLA
pedaging dilaksanakan di Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan IPB. Pembuatan snack ekstrusi berlangsung di South East Asia Food and
Agriculture Study Center (SEAFAST Center). Analisis kimia dan daya cerna protein
dan mineral dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Fakultas
Ekologi Manusia IPB. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga Juni 2009.
Materi
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daging-tulang leher
ayam pedaging, grits jagung varietas Pioneer 21 (P21) dan garam. Daging-tulang
leher ayam pedaging ini diperoleh dari rumah pemotongan ayam di daerah Kebon
Pedes, Bogor. Grits jagung yang digunakan diperoleh dari Laboratorium SEAFAST
Center IPB. Kadar protein dapat diketahui dengan menggunakan bahan berupa
selenium, H2SO4, K2SO4, NaOH, penolftalen (PP), asam borat 3%, HCl 0,01 N dan
aquades. Daya cerna protein dapat diukur dengan menggunakan bahan HCl 0,1 N,
NaOH 0,5 N, enzim pankreatin, larutan buffer fosfat yang mengandung natrium
azida 0,005 M. Kadar lemak diukur dengan menggunakan bahan heksan. Pengukuran
kadar kalsium menggunakan bahan HCl pekat, aquades, larutan filtrat, bubuk
amoniak pekat, asam sulfat 4 N, air suling, larutan KMnO4, HCl 0,1 N, indikator
merah metil, asam asetat, aluminium oksalat jenuh. Pengukuran kadar fosfor
menggunakan bahan berupa HCl pekat, aquades, larutan filtrat, NH4NO3, HNO3
pekat, air suling, amonium molibdate 3%, asam aminosulfonat, aquadest KNO3,
NaOH 0,2 N dan HCl 0,1 N.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung daging-tulang leher ayam
pedaging adalah pisau, panci tekan, blender, food processor, kompor gas, baskom,
panci, loyang plastik, loyang dan capit aluminium, penggaris, spatula, dan saringan
(60 mesh). Alat yang digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi adalah alat
penyeragam grits dan extruder. Alat-alat yang digunakan untuk analisis komposisi
kimia dalam penelitian ini adalah cawan porselin, oven, desikator, labu Kjeldhal,
Erlenmeyer, soxhlet, pemanas listrik, labu ukur, alat penyuling, buret, spatula, tabung

reaksi, kantung plastik pengemas jenis polypropylen berukuran panjang 20,5 cm dan
lebar 11,5 cm shaker water bath, kertas saring Whatman 41, timbangan analitik,
mesin penggiling, tanur listrik, pipet, gelas piala, wadah segi empat, kantung dialisa.
Rancangan
Perlakuan
Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu penambahan TDTLA
Pedaging terhadap grits jagung dengan taraf yang berbeda. Perlakuan tersebut
bertujuan untuk mengetahui pengaruh TDTLA Pedaging terhadap kandungan gizi
dan daya cerna protein serta mineral snack ekstrusi yang dihasilkan. Penambahan
TDTLA Pedaging dilakukan pada taraf 0, 10, 20, dan 30% dari bobot total bahan
baku berupa grits jagung.
Penelitian ini dilakukan dengan meng