Pengaruh Bahan Baku terhadap Karakteristik Fisik dan Sensori Rengginang Singkong(Manihot utilissima Pohl).

PENGARUH BAHAN BAKU TERHADAP KARAKTERISTIK
FISIK DAN SENSORI RENGGINANG SINGKONG
(Manihot utilissima Pohl)

HADI MUNARKO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan
Baku terhadap Karakteristik Fisik dan Sensori Rengginang
Singkong(Manihot utilissima Pohl) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Hadi Munarko
NIM F24110047

ABSTRAK
HADI MUNARKO. Pengaruh Bahan Baku terhadap Karakteristik Fisik dan
Sensori Rengginang Singkong(Manihot utilissima Pohl). Dibimbing oleh
SUGIYONO.
Rengginang singkong merupakan makanan tradisional yang berbentuk
seperti rengginang pada umumnya namun berasal dari bahan baku singkong.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan baku terhadap
karakteristik fisik dan sensori rengginang singkong. Penelitian ini dibagi menjadi
tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku berupa singkong parut,
tepung singkong, campuran tapioka dan tepung asia (3:1). Tahap kedua adalah
pembuatan rengginang singkong dari ketiga bahan baku, dan tahap ketiga adalah
perhitungan biaya bahan baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan baku
memberikan pengaruh nyata terhadap karakteristik fisik rengginang singkong.

Rengginang dari singkong parut memiliki rasio pengembangan dan kerenyahan
paling rendah.Rengginang dari tepung singkong memilikirasio pengembangan dan
kerenyahan lebih tinggi, tetapi memiliki tingkat kecerahan paling rendah dan
cenderung berwarna coklat.Rengginang dari campuran tapioka dan tepung
asia(3:1)memiliki kerenyahan, rasio pengembangan, tingkat kecerahan, dan warna
putih paling tinggi. Perbedaan karakteristik fisik tersebut tidak berpengaruh
terhadap penerimaan panelis untuk semua atribut sensori rengginang singkong
matang.Hasil perhitungan biaya bahan baku menunjukkan bahwa campuran
tapioka dan tepung asia membutuhkan biaya paling murah diantara sediaan bahan
baku lain.
Kata kunci: kerenyahan, rasio pengembangan, rengginang, singkong, warna

ABSTRACT
HADI MUNARKO. Effects of Raw Material on Physical and Sensory
Characteristics of Cassava (Manihot utilissima Pohl) Rengginang. Supervised by
SUGIYONO
Cassava rengginang is a traditional food that has similar shape with
common rengginang but it is made from cassava. The objective of this research
was to know the effects of raw material on physical and sensory characteristics of
cassava rengginang. This research was divided into three steps. The first step was

raw material preparation i.egrated cassava, cassava flour, and a mixture of tapioca
and “asian” flour (3:1). The second step was production of cassava rengginang
from the three raw materials, and the third step was calculation of raw material
cost. The results showed that the raw material gave effects on physical
characteristics of cassava rengginang. Rengginang made from grated cassava had
the lowest expansion ratio and crispness. Rengginang made from cassava flour
hadhigher expansion ratio and crispness, but it had the lowest lightness and
highest brownish colour. Rengginang from a mixture of tapioca and “asian” flour
(3:1) had the highestcrispness, expansion ratio, lightness, and a white colour. The
differences on physical characteristics of rengginang did not show effectson
sensory acceptance of the produt for all attributes. The results of raw material
cost calculation showed that the raw material cost of the tapioca and “asian” flour
mixture was the cheapest among the others.
Keywords: cassava , colour, crispness, expansion ratio, rengginang

PENGARUH BAHAN BAKU TERHADAP KARAKTERISTIK
FISIK DAN SENSORI RENGGINANG SINGKONG
(Manihot utilissima Pohl)

HADI MUNARKO


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Judul Skripsi :Pengaruh Bahan Bakuterhadap Karakteristik Fisik dan Sensori
Rengginang Singkong(Manihot utilissima Pohl)
Nama
: Hadi Munarko
NIM
: F24110047

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Sugiyono, MAppSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pengolahan pangan, dengan judul Pengaruh Bahan Baku terhadap Karakteristik
Fisik dan Sensori Rengginang Singkong(Manihot utilissima Pohl).
Terima kasih penulis ucapkan kepadaProf Dr Ir Sugiyono selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dana penelitian,
kepada Dr Elvira Syamsir dan Dr Nur Wulandari selaku dosen penguji yang telah

memberikan banyak masukan.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
almarhum ayah (Tarmidi), almarhum ayah tiri (Kasiyanto), ibu (Bati), Kakak
(Sumartono dan Puryadi) serta seluruh keluarga besar lainnya, atas segala doa dan
kasih sayangnya.Terima kasih kepada seluruh teknisi di departemen ITP dan
SEAFAST Center yang ikut membantu selama penelitian.Kepada seluruh temanteman ITP angkatan 48 terima kasih atas persahabatan selama ini, untuk Puspa
dan Harry mahasiswa sebimbingan yang selalu memberi dukungan, bantuan, dan
doanya. Terima kasih juga kepada kukuh, nindya, wulan, aisyah, uus, dan ines
yang ikut membantu penelitian. Kepada teman-teman HKRB 48 terima kasih atas
kebersamaannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Hadi Munarko

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi


DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Bahan dan Alat

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Prosedur Percobaan

3

Prosedur Analisis

4


HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku

9
9

Pembuatan Rengginang Singkong

10

Perhitungan Biaya Bahan Baku

20

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan


21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Produksi komoditas padi, singkong, dan jagung tahun 2010-2014[1]
Komposisi kimia singkong varietas manggu
Karakterisasi tepung singkong, tapioka, tepung asia, dan singkong parut
Pengaruh penambahan air terhadap adonan formula C secara deskriptif
Formulasi pembuatan rengginang singkong
Hasil analisis kadar air rengginang singkong mentah (basis basah)
Dimensi rengginang singkong mentah dan matang
Hasil analisis spread factor rengginang singkong
Hasil analisis rasio pengembanganrengginang singkong
Hasil analisis kerenyahan rengginang singkong
Hasil analisis kekerasan rengginang singkong
Hasil analisis warna rengginang singkong
Hasil uji rating hedonik terhadap kenampakan rengginang singkong
mentah
Hasil uji rating hedonik terhadap warna
Hasil uji rating hedonik terhadap aroma
Hasil uji rating hedonik terhadap tekstur
Hasil uji rating hedonik terhadap rasa
Hasil uji rating hedonik terhadap overall
Hasil analisis proksimat produk terpilih (basis basah)
Biaya bahan baku

1
9
10
11
12
13
13
14
14
16
16
16
17
18
18
18
19
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Diagram alir pembuatan singkong parut
Diagram alir pembuatan tepung singkong
Diagram alir pembuatan tapioka dan tepung asia
Karakterisasi bahan baku
Perhitungan kesetimbangan massa formulasi rengginang singkong
dan kadar air rengginang mentah
Bentuk rengginang singkong mentah dan matang
Hasil analisis dimensi rengginang singkong
Hasil analisis ragam terhadap spread factor
Hasil analisis ragam terhadap rasio pengembangan
Hasil analisis ragam terhadap kerenyahan
Hasil analisis ragam terhadap kekerasan
Hasil analisis ragam terhadap warna
Hasil analisis ragam terhadap skor kenampakan rengginang mentah
Hasil analisis ragam terhadap skor warna rengginang matang
Hasil analisis ragam terhadap skor aroma rengginang matang
Hasil analisis ragam terhadap skor tekstur rengginang matang
Hasil analisis ragam terhadap skor rasa rengginang matang
Hasil analisis ragam terhadap skor overall rengginang matang
Hasil analisis proksimat produk terpilih
Perhitungan biaya bahan baku

25
26
27
28
29
31
32
33
34
35
36
37
39
41
43
44
45
46
47
48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya alam dengan hasil pertanian yang
sangat melimpah.Salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat di
Indonesia adalah singkong.Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (2014),
produksi singkong di Indonesia menempati peringkat kedua setelah beras dan
diikuti jagung pada peringkat ketiga.Selama empat tahun terakhir produksi
singkong di Indonesia mencapai 24 juta ton per tahun.Tahun 2014 diperkirakan
produksi singkong mencapai 24.5 juta ton.Perbandingan produksi antara beras,
singkong, dan jagung selama empat tahun berturut-turut dan ramalan produksi di
tahun 2014 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1Produksi komoditas padi, singkong, dan jagung tahun 2010-2014[1]
Tahun

2010
2011
2012
2013
2014[2]
[1]
[2]

Komoditas
Padi (ton)
66,469,394.00
65,756,904.00
69,056,126.00
71,279,709.00
70,607,231.00

Singkong (ton)
23,918,118.00
24,044,025.00
24,177,372.00
23,936,921.00
24,558,778.00

Jagung (ton)
18,327,636.00
17,643,250.00
19,387,022.00
18,511,853.00
19,127,409.00

Sumber: BPS (2014)
Berdasarkan angka ramalan II

Pengolahan singkong menjadi beberapa produk turunan telah dikembangkan
oleh industri pangan dan non pangan dengan skala industri yang berbedabeda.Industri pengolahan singkong skala usaha kecil dan menengah (UKM)
biasanya mengolah singkong menjadi berbagai macam olahan makanan
tradisional,salah satu diantaranya adalah rengginang singkong.Beberapa kalangan
masyarakat masih belum mengetahui rengginang singkong karena pada umumnya
produk rengginang berasal dari beras ketan putih atau ketan hitam.Rengginang
singkong merupakan rengginang yang dibuat dari singkong yang dibentuk
bulatan-bulatan kecil menyerupai bentuk beras.Rengginang singkong telah
dikembangkan oleh UKM di beberapa daerah seperti di Bojonegoro
(Hendrasmoro 2012) dan Kota Bengkulu (Ishak et al. 2012). Menurut Ishak et al.
(2012), pengolahan singkong menjadi rengginang singkong skala rumah tangga
memiliki nilai tambah produk yang cukup tinggi dan layak untuk dijalankan.
Pembuatan rengginang singkong skala UKM masih menggunakan singkong
parut sebagai bahan baku. Tahapan persiapan bahan baku memerlukan waktu
lebih dari tiga jam untuk mengupas, memarut, memeras, dan mengendapkan pati
umbi singkong. Selama ini belum ada penelitian yang berhubungan dengan
pengolahan rengginang singkong termasuk dalam sediaan bahan baku. Penelitian
pembuatan rengginang singkong dari sediaan bahan baku lain seperti tepung
singkong, tapioka, dan tepung asia diperlukan agar diperoleh alternatif bahan baku

2
pembuatan rengginang singkong yang lebih efisien dengan karakteristik fisik dan
sensori yang dapat diterima oleh konsumen.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhbahan baku terhadap
karakteristik fisik dan sensori rengginang singkong.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelaku usaha rengginang
singkong dalam pemilihan bahan bakupembuatan rengginang singkong yang lebih
efisien dengan karakteristik fisik dan sensori yang dapat diterima oleh konsumen.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk membuat rengginang singkong yaitu umbi
singkong varietas manggu berumur 7 – 10 bulan yang diperoleh dari petani di
sekitar kampus IPB, air, garam dapur, bawang putih, penyedap rasa monosodium
glutamat (MSG), dan minyak goreng sawit. Bahan lain yang digunakan adalah
bahan kimia untuk analisis proksimat.
Alat yang digunakan dalam pembuatan rengginang adalah pemarut
singkong, slicer, pin disc mill, pulper, cabinet dryer, kompor, panci pengukus,
loyang, pencetak rengginang, hand mixer, deep fat fryer, dan plastik
polypropylene. Peralatan yang digunakan untuk analisis antara lainKETT digital
whiteness meter model C-100,stable microsystem texture analyzer TA-XT2i,
chromameterCR 300 Minolta, neraca analitik, jangka sorong, serta peralatan gelas
untuk analisis proksimat dan analisis sensori.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama empat bulan dari bulan Maret‒Juni 2015.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SEAFAST Center LPPM IPB dan
Laboratorium L2, Laboratorium Pengolahan, Laboratorium Evaluasi Sensori,
Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3
Prosedur Percobaan
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap penelitian, yaitu persiapan bahan
baku, pembuatan rengginang singkong, danperhitungan biaya bahan baku.
Persiapan bahan baku
Tahap persiapan bahan baku dilakukan dengan pembuatan singkong parut,
tepung singkong, tapioka, dan tepung asia. Pembuatan singkong parut dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu umbi singkong segar dikupas, dicuci sampai
bersih, dan diparut. Parutan singkong kemudian direndam ke dalam larutan
natrium metabisulfit 3000 ppm selama 15 menit (Rahman 2007).Setiap satu kg
umbi singkong membutuhkan satu liter larutan natrium metabisulfit.Selanjutnya
dilakukan pengepresan secara manual menggunakan kain saring sampai ampas
singkong tidak mengeluarkan air.Cairan hasil pengepresan diendapkan selama tiga
jam (Syamsir et al. 2011), kemudian air dibuang dan pati yang mengendap
dicampurkan kembali dengan ampas singkong.Pembuatan singkong parut
disajikan pada Lampiran 1.
Pembuatan tepung singkong dilakukan dengan mengupas umbi singkong
dan mencucinya sampai bersih, kemudian dilakukan pengirisan menggunakan
slicer dengan ketebalan 2 mm. Singkong yang telah diiris kemudian direndam
dalam larutan natrium metabisulfit 3000 ppm selama 15 menit. Setiap satu kg
umbi singkong segar membutuhkan satu liter larutan natrium metabisulfit.
Selanjutnya, singkong ditiriskan dan dikeringkan dalam cabinet dryer pada suhu
60 ºC selama 6 jam. Setelah kering, singkong digiling menggunakan pin disc mill
yang dilengkapi saringan 60 mesh.Diagram alir pembuatan tepung singkong
disajikan pada Lampiran 2.
Pembuatan tapioka dan tepung asiamengacu pada penelitian Syamsir et al.
(2011) yang dimodifikasi pada penambahan larutan natrium metabisulfit dan
waktu pengendapan pati. Umbi singkong dikupas, dicuci sampai bersih, diparut,
kemudian direndam dengan larutan natrium metabisulfit 3000 ppm selama 15
menit. Setiap satu kg umbi singkong segar membutuhkan satu liter larutan natrium
metabisulfit.Selanjutnya, dilakukan ekstraksi pati secara kontinyu menggunakan
pulper dengan air mengalir dan ditampung pada wadah penampungan.Ekstraksi
dilakukan sampai air yang digunakan tidak berwarna keruh.Air berisi ekstrak pati
didiamkan selama semalam sampai semua pati mengendap (dicirikan dengan
endapan pati menjadi licin).Selanjutnya, air dibuang, endapan pati dikeringkan
dan digiling untuk dijadikan tapioka. Ampas umbi singkong juga dikeringkan dan
digiling menjadi tepung asia. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan
cabinet dryer pada suhu 60 ºC selama 3 jam, sedangkan penggilingan dilakukan
dengan menggunakan pin disc mill yang dilengkapi saringan 60 mesh. Diagram
alir pembuatan tapioka dan tepung asia disajikan pada Lampiran 3. Analisis bahan
baku yang dihasilkanmeliputi analisis rendemen, kadar air, derajat putih, dan
kehalusan.
Pembuatan rengginang singkong
Perlakuan yang digunakan dalam pembuatan rengginang singkong yaitu
singkong parut (Formula A), tepung singkong (Formula B), serta campuran
tapioka dan tepung asia dengan perbandingan 3:1 (Formula C). Penambahan

4
bahan lain seperti garam, bawang putih, dan MSG dilakukan secara trial and
error pada formula A, kemudian dilakukan perhitungan kesetimbangan massa
untuk menentukan jumlah yang ditambahkan pada formula B dan formula C.
Penambahan air untuk membentuk butiran adonan awalnya ditentukan
berdasarkan trial and error pada formula A dan dilanjutkan dengan perhitungan
kesetimbangan massa untuk formula B dan C. Apabila belum terbentuk butiran
adonan maka dilakukan penyesuaian penambahan air sampai butiran adonan yang
terbentuk mendekati formula A. Pembuatan rengginang singkong dilakukan
dengan menghaluskan garam, bawang putih, dan MSG. Bumbu halus kemudian
dilarutkan dalam air dan dicampur dengan bahan baku singkong dengan bantuan
hand mixer sampai terbentuk butiran adonan yang seragam. Adonan tersebut
diayak dengan diameter lubang 5 mm dan dicetak ke dalam pelat logam berbentuk
lingkaran.Adonan yang telah dicetak kemudian dikukus selama lima menit.
Pengeringan dilakukan denganmenjemur rengginang selama 2‒3 hari.Ciri-ciri
rengginang telah kering adalah berwarna mengkilap dan mudah
dipatahkan.Rengginang kering disimpan terlebih dahulu apabila tidak langsung
digoreng.Sebelum digoreng, rengginang dijemur selama satu sampai dua jam
terlebih dahulu.Penggorengan dilakukan selama 30 detik pada suhu 172 ± 1
ºC.Diagram alir pembuatan rengginang singkong disajikan pada Gambar
1.Analisis yang dilakukan terhadap produk rengginang singkong yaitu analisis
kadar air, dimensi rengginang, spread factor, rasio pengembangan, kerenyahan,
kekerasan, warna, dan sensori.Rengginang singkong dengan hasil analisis terbaik
selanjutnya dianalisis proksimat untuk mengetahui komposisi kimia produk.
Perhitungan biaya bahan baku
Perhitungan biaya bahan baku dilakukan secara sederhana dengan hanya
menghitung beberapa komponen biaya pengadaan bahan baku. Sebagai dasar
perhitungan dilakukan beberapa asumsi sebagai berikut:
a. Biaya yang ditetapkan dalam pembuatan singkong parut yaitu biaya pembelian
umbi singkong dan biaya pekerja untuk membuat singkong parut
b. Bahan baku tepung singkong, tapioka, dan tepung asia diperoleh dari supplier
sehingga hanya memerlukan biaya pembelian bahan baku
c. Harga yang ditetapkan yaitu singkong segar Rp 2,000.00, tepung singkong Rp
5,000.00, tapioka Rp 4,800.00, dan tepung asia Rp 2,700.00
d. Biaya pekerja per hari (8 jam kerja) sebesar Rp 50,000.00. Perhitungan
dilakukan selama empat jam kerja.

Prosedur Analisis
Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven yang bersuhu 105 ºC selama 15
menit, kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan diambil dengan
menggunakan penjepit dan ditimbang. Sebanyak 1‒2 g sampel dimasukkan ke
dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 ºC selama tiga jam.
Setelah selesai, sampel diambil dengan penjepit lalu didinginkan di dalam
desikator dan ditimbang.Perhitungan kadar air dilakukan sebanyak dua ulangan
dengan menggunakan rumus berikut:

5

Keterangan:
W = Berat contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = Berat contoh + cawan setelah dikeringkan (g)
W2 = Berat cawan kosong (g)
Bumbubumbu

Penghalusan

Air

Bahan baku
singkong

Pencampuran

Pengadonan
Pembentukan
butiran adonan

Pengayakan (diameter 5 mm)

Pencetakan

Pengukusan
Pengukusan±100
5 menit
ºC, 5 menit

Penjemuran 2-3 hari
Minyak
goreng

Air

Penggorengan 172 ºC, 30 detik

PengemasanPengemasan
dengan plastik polypropylene

Rengginang
singkong

Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan rengginang singkong

6
Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan porselin dimasukkan ke dalam tanur untuk dibakar selama 15
menit.Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A).Sampel
ditimbang sebanyak 2–3 g (W) dan dimasukkan kedalam cawan yang telah
dibakar. Cawan berisi sampel diarangkan diatas nyala pembakar kemudian
dimasukkan ke dalam tanur pada suhu maksimum 550 ºC selama 6 jam. Cawan
beserta sampel hasil pengabuan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X).
Kadar abu sampel diukur sebanyak dua ulangan dengan persamaan:

Analisis kadar protein (AOAC 1995 yang dimodifikasi)
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Sebanyak 100–
250 mg sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl.
Selanjutnya ke dalam labu kjeldahl ditambahkan 1.0 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2
mL H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih
dan larutan berwarna jernih kehijauan. Proses dilakukan di dalam lemari asap atau
pada alat destruksi yang dilengkapi unit pengasap. Selanjutnya campuran
dibiarkan dingin dan diencerkan dengan air secukupnya.
Sebanyak 5 mL larutan H3BO3 2% dan 2–4 tetes indikator (campuran 2
bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam
alkohol) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian diletakkan di bawah
kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan
H3BO3.Sebanyak 15 mL atau lebih larutan NaOH 30% dimasukkan dan dilakukan
destilasi sampai tertampung kira-kira 15 mL destilat di erlenmeyer. Tabung
kondensor dibilas dengan air dan ditampung di dalam erlenmeyer yang sama. Isi
erlenmeyer selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.02 N yang telah distandardisasi
sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.Kadar protein dilakukan
sebanyak dua ulangan dengan persamaan:

Analisis kadar lemak (SNI 01-2891-1992)
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sebanyak 1–2 g
sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi kapas. Selongsong
yang berisi sampel tersebut disumbat dengan kapas dan dikeringkan di dalam
oven pada suhu maksimal 80 ºC selama satu jam. Selanjutnya kertas tersebut
dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi
batu didih yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.Selanjutnya dilakukan
ekstraksi dengan menggunakan heksana selama kurang lebih enam jam.Heksana
selanjutnya disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering
pada suhu 105 ºC kemudian ditimbang.Pengeringan diulang sampai tercapai bobot
konstan. Kadar lemak dilakukan sebanyak dua ulangan dengan rumus:

7
Keterangan:
W = bobot sampel (g)
W1 = bobot labu lemak (g)
W2 = bobot labu lemak + lemakhasil ekstraksi (g)
Analisis karbohidrat (AOAC 2005)
Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Analisis
ini dilakukan dengan mengurangkan 100% sampel dengan persentase kadar air,
kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein sampel.
Pengukuran rendemen (Kusumawardhani 2013)
Singkong parut, tepung singkong, tapioka, dan tepung asiadianalisis
rendemennya dengan rumus sebagai berikut:

Analisis derajat putih (Kusumawardhani 2013)
Derajat putih tepung singkong, tapioka, dan tepung asia diukur dengan
menggunakan alat Kett Electric Laboratory Whitenessmeter C-100-3. Standar
yang digunakan adalah BaSO4 dengan nilai 110.8 (100%).Kalibrasi alat dilakukan
dengan menggunakan MgO yang memiliki nilai 81.60.Pengukuran sampel
dilakukan dengan memasukkan sejumlah sampel dalam wadah sampel sampai
benar-benar terisi penuh dan padat.Wadah kemudian dimasukkan ke dalam
alat.Nilai derajat putih sampel secara otomatis muncul pada layar (A). Pengukuran
derajat putih dilakukan sebanyak dua ulangandengan persamaan berikut:

Analisis kehalusan tepung (Kusumawardhani 2013)
Pengukuran kehalusan dilakukan dengan menggunakan ayakan (saringan)
dengan beberapa tingkat kehalusan (100, 120, dan 150 mesh).Pengukuran
dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel (A) kemudian diayak. Sampel
yang lolos ayakan kemudian ditimbang (B) dan dihitung persentase lolos ayakan
dengan persamaan:

Analisis Spread Factor (Mahdar et al. 1993)
Spread factor merupakan perbandingan antara diameter dan tinggi
rengginang setelah dan sebelum digoreng. Pengukuran spread factordilakukan
pada dua batch produksi dan masing-masing diukur sepuluh kali dengan
mengikuti persamaan berikut:

Keterangan:
d1
= diameter rengginang sebelum penggorengan
d2
= diameter rengginang setelah penggorengan

8
t1
t2

= tinggi rengginang sebelum penggorengan
= tinggi rengginang setelah penggorengan

Analisis rasio pengembangan (Muliawan 1991)
Rasio pengembangan merupakan persentase antara selisih volume jenis
rengginang matang dengan rengginang mentah kering dibagi dengan volume jenis
rengginang mentah kering.Volume jenis diperoleh dari perbandingan antara
volume dengan massa produk. Pengukuran volume rengginang dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong dengan asumsi rengginang berbentuk bundar dengan
ketebalan merata.Pengukuran volume rengginang dan rasio pengembangan
dilakukan pada dua batch produksi dan masing-masing diukur sepuluh kali
dengan mengikuti persamaan berikut:

Keterangan:
r
= jari-jari rengginang (mm)
t
= tebal rengginang (mm)
V1 = Volume jenis rengginang sebelum penggorengan
V2 = Volume jenis rengginang setelah penggorengan
Analisis kekerasan dan kerenyahan (Faridah et al. 2014)
Tekstur produk poduk rengginang diukur dengan dengan menggunakan
texture analyzer dengan probecompression berbentuk bola dengan ukuran 0.5s.
Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap ketinggian probe dan setting terhadap
kondisi pengukuran.Pengaturan yang ditetapkan adalah pretest speed 1.0 mm/s,
test speed 1.0 mm/s, post test speed 10.0 mm/s, Rupture test distance 1.0 mm/s,
distance 15.0 mm, force 205 g, time 5.00 sec, count 5.Sampel diukur dari dua
batch produksi dengan masing-masing dilakukan lima kali pengukuran.
Analisis warna (Faridah et al. 2014)
Pengukuran warna rengginang secara objektif dilakukan dengan
menggunakan chromameter.Sebelum dilakukan pengukuran, chromameter
dikalibrasi terlebih dahulu.Sampel diukur dari dua batch produksi dengan masingmasing dilakukan tiga kali pengukuran.Hasil pengukuran dengan chromameter
berupa nilai Hunter L, a, dan b dengan interpretasi sebagai berikut:
L: nilai yang menunjukkan kecerahan dengan kisaran antara 0‒100
a: warna campuran merah‒hijau
a positif (+) antara 0 ‒ 100 untuk warna merah
a negatif (-) antara 0 ‒ (-80) untuk warna hijau
b: warna campuran biru‒kuning
b positif (+) antara 0 ‒ 70 untuk warna kuning
b negatif (-) antara 0‒ (-80) untuk warna biru
Analisis sensori (Setyaningsih et al. 2010)
Pengujian sensori dilakukan oleh 30 panelis tidak terlatih dengan
menggunakan uji rating hedonik.Pengujian dilakukan terhadap rengginang
mentah dengan atribut kenampakan dan rengginang matang dengan atribut warna,

9
tekstur, rasa, aroma, dan overall.Skala yang digunakan adalah 1 sampai 7. Skala
untuk uji rating hedonik terdiri dari: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak
tidak suka; (4) biasa saja; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka.
Analisis data
Data hasil analisis fisik dan sensori yang diperoleh disajikan dalam bentuk
rata-rata dan dianalisis statistika menggunakan SPSS 20.0 dengan analisis
ragam(ANOVA) dan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku
Bahan baku singkong yang digunakan dalam pembuatan singkong parut,
tepung singkong, tapioka, dan tepung asia dalam penelitian ini berasal dari
varietas yang sama. Menurut Ginting (2014), umbi singkong varietas manggu
memiliki kandungan total karbohidrat sebanyak 36.96% dan kadar air 58.42% dari
berat basah.Total padatan dari umbi singkong didominasi oleh komponen pati
(Beleia et al. 2006), sedangkan komponen lain seperti protein, lemak, dan abu
sangat sedikit (Tabel 2). Singkong memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga
sangat mudah mengalami kerusakan fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Singkong
segar hanya dapat bertahan dalam 3 sampai 4 hari penyimpanan pada suhu ruang.
Pengolahan singkong menjadi tepung singkong, tapioka, dan tepung asia dapat
digunakan sebagai alternatif sediaan bahan baku yang lebih awet karena karena
pada kondisi kering mikroba tidak dapat tumbuh dengan baik.
Tabel 2Komposisi kimia singkong varietas manggu
Komponen
Rata-rata (%) ± SD
Protein
1.50 ± 0.03
Lemak
1.45 ± 0.02
Karbohidrat
36.96 ± 0.85
Air
58.42 ± 0.81
Abu
1.67 ± 0.01
Sumber: Ginting 2014

Analisis terhadap bahan baku meliputi analisis rendemen, kadar air, derajat
putih, dan kehalusan. Berdasarkan data pada Tabel 3 dan Lampiran 4, tepung
singkong memiliki rendemen40.34% dengan kadar air 9.50 ± 0.02%. Kadar air
tepung singkong tersebut masih memenuhi standar SNI yang mempersyaratkan
kadar air maksimal pada tepung singkong sebesar 12% (BSN 1992). Rendemen
tapioka yang dihasilkan dari proses ekstraksi singkong sebesar 23.08%,
sedangkan tepung asia hanya 8.55%. Rendemen tapioka dan tepung asia berkaitan
dengan kandungan total padatan yang ada dalam singkong. Kusumawardhani
(2013) melaporkan bahwa rendemen tapioka dari singkong yang ada di pasar
tradisional berkisar antara 8–12%. Faktor lain yang mempengaruhi rendemen
tapioka yaitu varietas singkong, umur panen, dan teknik ekstraksi yang

10
dilakukan. Tapioka dan tepung asia yang dihasilkan memiliki kadar air masingmasing 7.60 ± 0.01% dan 8.34 ± 0.06%. Menurut standar BSN (1994), tapioka
harus memiliki kadar air maksimal 14%. Hasil analisis terhadap rendemen dan
kadar air terhadap singkong parut menunjukkan data yang cukup beragam. Hal ini
disebabkan karena pada pembuatan singkong parut, proses pengepresan masih
dilakukan secara manual sehingga hasilnya tergantung dari kekuatan
pengepresannya. Berdasarkan hasil analisis, singkong parut memiliki rendemen
65.90% dengan kadar air bervariasi yaitu antara 45.69–54.60%.
Tabel 3Karakterisasi tepung singkong, tapioka, tepung asia, dan singkong parut
Analisis
Tepung
Tapioka
Tepung asia
Singkong
singkong
parut
Rendemen (%)
40.34
23.08
8.55
65.90
Kadar air (%)
9.50 ± 0.02
7.60 ± 0.01
8.34 ± 0.06 45.69–54.60
Derajat putih (%)
91.50 ± 0.11 97.31 ± 0.45 89.61 ± 0.15

Kehalusan (%)
lolos 100 mesh
77.01
88.02
51.82

lolos 120 mesh
73.22
85.55
47.59

lolos 150 mesh
71.19
84.17
45.11

Keterangan: (―) tidak dilakukan analisis
Analisis derajat putih dan kehalusan dilakukan terhadap sampel tepung
singkong, tapioka, dan tepung asia. Pengujian tidak dapat dilakukan pada
singkong parut karena kadar airnya masih tinggi. Berdasarkan hasil analisis
derajat putih, tapioka memiliki derajat putih paling tinggi (97.31 ± 0.45%) dan
tepung asia memiliki derajat putih paling rendah (89.61 ± 0.15%), sedangkan
tepung singkong memiliki derajat putih sebesar 91.50 ± 0.11%. Nilai derajat putih
dari tapioka dan tepung singkong telah memenuhi standar SNI yang
mempersyaratkan derajat putih tapioka minimal 91% (BSN 1994) dan tepung
singkong minimal 85% (BSN 1992). Analisis kehalusan bahan bakudigunakan
untuk mengetahui persentase kehalusan dari masing masing sampel. Tingkat
kehalusan bahan baku akan berpengaruh terhadap penyerapan air dalam
pembentukan butiran adonan rengginang. Berdasarkan hasil analisis, tapioka
memiliki tingkat kehalusan yang paling tinggi dibandingkan sampel lain dengan
persentase lolos masing-masing ayakan paling besar. Standar SNI yang
dipersyaratkan hanya untuk kehalusan tepung singkong dengan syarat lolos
ayakan 80 mesh minimal 90% (BSN 1992).

Pembuatan Rengginang Singkong
Rengginang singkong merupakan salah satu produk sejenis kerupuk yang
berbentuk granula dan dicetak bulat dengan ketebalan tertentu.Pembuatan
rengginang singkong meliputi tahapan formulasi, pengadonan, pembentukan
butiran
adonan,
pencetakan
dan
pengukusan,
pengeringan,
dan
penggorengan.Formulasi rengginang singkong ditetapkan melalui trial and error
dengan menggunakan singkong parut (formula A) kemudian dilakukan
perhitungan kesetimbangan massa untuk menentukan formula B dan formula C

11
(perhitungan kesetimbangan massa disajikan pada Lampiran 5). Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan rengginang singkong yaitu garam, bawang
putih, dan penyedap rasa MSG. Bahan tersebut mengacu pada penelitian
Miyatani (2008) dan Fajriah (2014) yang menggunakan garam, bawang putih, dan
gula dalam pembuatan kerupuk, sedangkan penelitian Muliawan (1991) hanya
menggunakan air, garam, dan bawang putih dalam pembuatan kerupuk sagu.
Garam berfungsi sebagai penambah cita rasa, memperkuat tekstur, mengurangi
kelengketan, mengikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas adonan
(Rianto 2006).Penambahan bawang putih dan MSG berfungsi untuk
meningkatkan citarasa rengginang singkong.
Penambahan air untuk membentuk butiran adonan awalnya ditentukan
berdasarkan trial and error menggunakan formula A. Hasil uji coba formula A
diketahui bahwa adonan akan terbentuk butiran yang seragam pada kadar air
50%. Kemudian dari kadar air adonan tersebut dilakukan perhitungan terhadap
formula B dan formula C. Hasil perhitungan kesetimbangan massa (Lampiran 5)
diperoleh penambahan air pada formula B sebanyak 83.34%, sedangkan pada
formula C sebanyak 86.81% terhadap berat tepung. Hasil tersebut kemudian
diujicobakan pada pembuatan adonan.Uji coba pada formula B telah
menghasilkan butiran adonan yang seragam, sedangkan pada formula C adonan
masih berbentuk tepung halus dan belum terbentuk butiran.Hal ini diduga karena
keberadaan pati tapioka yang terbebas dari matriks pangan memiliki kemampuan
mengikat air yang lebih banyak. Proses ekstraksi pati akan mengeluarkan pati dari
singkongsehingga gugus hidroksil (OH) pada pati dapat mengikat air lebih banyak
melalui ikatan hidrogen. Proses keluarya pati dari matriks bahan pangan tidak
terjadi secara sempurna pada tepung singkong dan singkong parut. Menurut
Muhandri(2012), pada penelitian pembuatan mi jagung granula pati tidak terpisah
secara sempurna pada tepung jagung sehingga ikatan hidrogen yang terjadi antara
molekul pati dan air pada mi jagung hanya terbatas pada granula pati yang
terbebas dari granula tepung jagung.
Uji coba penambahan air pada formula C kemudian dilakukan dengan
metode trial and error untuk menentukan jumlah air adonan (Tabel
4).Penambahan air dibawah 100% dari jumlah tepung belum terbentuk butiran
adonan.Adonan masih terlalu halus dan sebagian besar masih berbentuk tepung.
Sedangkan penambahan air sebanyak 110% membuat adonan terlalu basah dan
susah untuk diayak. Butiran adonan yang baik dicirikan dengan bentuknya seperti
granula, berukuran seragam sesuai dengan ukuran lubang ayakan, dan tidak saling
menempel pada saat diayak.
Tabel 4Pengaruh penambahan air terhadap adonan formula C secara deskriptif
Jumlah air Deskripsi adonan
(%)
87 Adonan masih dalam bentuk tepung halus
95 Sebagian besar adonan masih halus, sudah mulai terbentuk butiran
100 Butiran adonan yang terbentuk semakin banyak
105 Butiran adonan yang terbentuk secara visual sudah seragam dan
menyerupai adonan formula lain
110 Adonan terlalu basah dan susah untuk diayak

12
Pemilihan penambahan air pada formula C didasarkan pada keseragaman
adonan yang terbentuk dan kemudahan penanganannya.Berdasarkan hasil secara
deskriptif pada Tabel 4, penambahan air sebanyak 105% dari berat tepung
memiliki tingkat keseragaman adonan yang paling baik dibandingkan dengan
yang lain. Selanjutnya, hasil dari penetapan formula pembuatan rengginang
singkong secara lengkap disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5Formulasi pembuatan rengginang singkong
Komposisi
Bahan baku (g)
Air (mL)
Garam (g)
Bawang putih (g)
MSG (g)

Formula A
100.00
10.92
1.50
0.70
0.10

Formula B
100.00
83.34
2.50
1.17
0.17

Formula C
100.00
105.00
2.55
1.19
0.17

Keterangan:
A = bahan dari singkong parut (kadar air 45.69%);
B = Bahan dari tepung singkong (kadar air 9.64%);
C = Bahan dari tapioka (kadar air 7.60%) : tepung asia (kadar air 8.34%) (3:1)

Pembentukan butiran adonan dilakukan dengan cara mencampur tepung
dengan bumbu yang telah dihaluskan, kemudian diaduk menggunakanhand mixer
dengan menambahkan air sedikit demi sedikit. Butiran adonan yang terbentuk
kemudian diayak untuk menyeragamkan ukuran. Adonan yang baik akan
membentuk granula yang cukup kompak sehingga pada saat pencetakan butiran
adonan tidak mudah rusak. Pembentukan adonan rengginang singkong berbeda
dengan pembentukan adonan kerupuk. Pembuatan kerupuk menggunakan biang
adonan, yaitu dengan cara menggelatinisasi sebagian pati untuk memperoleh
adonan yang kompak (Suarman 1996). Pembuatan biang adonan pada adonan
rengginang singkong menyebabkan adonan tidak dapat dibentuk butiran.
Proses pengukusan berfungsi untuk menggelatinisasi pati singkong. Proses
gelatinisasi berpengaruh terhadap pengembangan kerupuk saat digoreng (Fajriah
2014). Proses pengukusan dilakukan dengan cara mengukus rengginang singkong
pada panci pengukus yang telah dipanaskan sampai menghasilkan uap panas
(steam) kemudian rengginang dikukus selama lima menit sampai seluruh pati
singkong tergelatinisasi sempurna. Ciri-ciri pati telah tergelatinisasi sempurna
yaitu terbentuk warna bening dan kenyal dari pati tersebut (Suarman 1996).
Proses gelatinisasi dipengaruhi oleh suhu, kandungan air, kondisi pemasakan, dan
tipe butiran dari sumber tanaman (Thomas 2007). Singkong yang memiliki
varietas dan umur panen yang berbeda akan memiliki waktu gelatinisasi dan
tekstur produk akhir yang berbeda pula (Beleia et al. 2005).
Rengginang yang telah dikukus selanjutnya dipindahkan ke rak-rak
pengering dan dilakukan penjemuran selama 2–3 hari. Proses pengeringan dengan
metode penjemuran sangat tergantung pada cuaca sehingga sulit untuk mengontrol
suhu dan kelembabannya (Hardjo dan Sjachri 1975). Menurut Suarman (1996),
proses pengeringan kerupuk dengan metode penjemuran akan memiliki daya
kembang produk lebih maksimal dibandingkan dengan metode pengeringan lain
seperti oven dan microwave. Ciri-ciri rengginang singkong telah kering

13
adalahrengginang tampak lebih mengkilap dan mudah dipatahkan.Hasil
pengukuran kadar air rengginang singkong mentah disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6Hasil analisis kadar air rengginang singkong mentah (basis basah)
Formula
Kadar air (%) ± SD
A
9.94 ± 0.06
B
9.99 ± 0.10
C
10.13 ± 0.04
Rengginang singkong hasil pengeringan selama 2–3 hari berada pada
kisaran kadar air antara 9–10%dalam basis basah (b.b). Hal ini menunjukkan
bahwa proses pengeringan selama 2–3 hari telah cukup membuat rengginang
singkong menjadi kering. Kadar air rengginang mentah sangat berpengaruh
terhadap pengembangan volume rengginang. Menurut Muliawan (1991),
pengembangan volume paling maksimal berada pada daerah ikatan air sekunder
dengan pengembangan maksimal pada kadar air 9%basis kering (b.k.). Ikatan air
sekunder berada pada kisaran kadar air antara 5.77% sampai 15.14% (b.k.).
Karakterisasi dimensi rengginang singkong
Karakterisasi dilakukan terhadap rengginang singkong,yaitu massa
rengginang, tebal dan diameter rengginang. Rengginang mentah memiliki berat
sekitar 5 g, tebal 6 mm, dan diameter antara 44–47 mm. Setelah proses
penggorengan, berat rengginang meningkat menjadi 6–7 g akibat adanya
penyerapan minyak padaproduk. Tebal dan diameter rengginang meningkat
menjadi 10–11 mm dan 63–70 mm (Tabel 7).Bentuk rengginang singkong mentah
dan matang disajikan pada Lampiran 6 – 7.
Tabel 7Dimensi rengginang singkong mentah dan matang
Rengginang
Mentah

Matang

Formula
A
B
C
A
B
C

Massa (g) ± SD
5.37 ± 0.21
5.80 ± 0.39
5.42 ± 0.15
6.74 ± 0.95
7.87 ± 0.45
7.52 ± 0.54

Tebal (mm) ± SD
6.62 ± 0.78
6.34± 0.01
6.00 ± 0.50
10.87 ± 0.85
11.41 ± 0.72
11.44 ± 0.84

Diameter (mm) ± SD
47.00 ± 0.44
44.36 ± 0.86
46.00 ± 1.54
63.68 ± 0.86
65.43 ± 1.50
70.41 ± 4.63

Spread factor
Pengukuran spread factor dilakukan dengan menghitung perbandingan
selisih antara diameter dan tebal rengginang singkong matang dengan rengginang
singkong mentah. Nilai spread factor ini menunjukkan pola pengembangan
rengginang singkong. Nilai spread factor yang besar menunjukkan arah
pengembangan secara horizontal sedangkan nilai spread factor yang kecil
menunjukkan arah pengembangan vertikal (Nashirudin 2009). Hasil analisis
spread factor terhadap produk rengginang disajikan pada Tabel 8.

14
Tabel 8Hasil analisis spread factor rengginang singkong
Formula
Spread factor (%)
A
58.29a
B
60.66a
C

59.47a

Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(p

Dokumen yang terkait

PENGARUH MEDIA PENYIMPANAN DAN PEMBERIAN AIR PENDINGIN TERHADAP LAMA SIMPAN SINGKONG SEGAR (Manihot utilissima Pohl) SELAMA PENYIMPANAN

8 52 56

Perbandingan Umbi Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume) dan Umbi Singkong (Manihot utilissima Pohl) sebagai Bahan Baku Bioetanol dengan Proses Hidrolisa Enzim dan Fermentasi Bakteri

0 4 9

PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP KADAR FLAVONOID RUTIN DAUN SINGKONG PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP KADAR FLAVONOID RUTIN DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl).

0 1 18

PENDAHULUAN PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP KADAR FLAVONOID RUTIN DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl).

1 6 14

DAFTAR PUSTAKA PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP KADAR FLAVONOID RUTIN DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl).

0 3 4

UJI TOKSISITAS EKSTRAK KLOROFORM DAN EKSTRAK ETANOL DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl.) TERHADAP LARVA Artemia UJI TOKSISITAS EKSTRAK KLOROFORM DAN EKSTRAK ETANOL DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl.) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach DAN PROFIL

0 1 13

UJI TOKSISITAS EKSTRAK KLOROFORM DAN EKSTRAK ETANOL DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl.) TERHADAP LARVA Artemia UJI TOKSISITAS EKSTRAK KLOROFORM DAN EKSTRAK ETANOL DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl.) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach DAN PROFIL

0 0 13

PEMERIKSAAN KADAR OKSALAT DALAM DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl) DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETRI KINETIK (Determination of Oxalate in Cassava Leaf (Manihot utilissima Pohl) by Kinetic Spetrophotometric Methode).

0 0 4

PENGARUH PENCAMPURAN TEPUNG TERIGU, TEPUNG SINGKONG (Manihot utilissima Pohl) DAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus adrogynus L. Merr) TERHADAP KARAKTERISTIK BISKUIT.

0 0 8

PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ALKOHOL TAPE SINGKONG (Manihot utilissima Pohl).

0 1 12