Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati

KUALITAS VISUAL DAN FUNGSIONAL TURFGRASS
PADA BEBERAPA WAKTU AWAL DAN FREKUENSI APLIKASI
PUPUK HAYATI

YUSAK

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Visual dan
Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk
Hayati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Yusak
NIM A24080079

ABSTRAK
YUSAK. Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal
dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati. Dibimbing oleh DWI GUNTORO dan
ACHMAD ZAKARIA.
Pemberian pupuk anorganik dengan dosis dan frekuensi yang relatif tinggi
banyak dilakukan untuk mempertahankan kualitas, densitas, dan keseragaman
rumput golf, tetapi dapat mengakibatkan pencemaran tanah dan perairan.
Penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk
anorganik. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu awal dan
frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap kualitas visual dan fungsional turfgrass.
Penelitian dilaksanakan di lapangan Golf Bukit Pelangi, Cijayanti, Bogor mulai
bulan Februari 2012 hingga Agustus 2012. Percobaan menggunakan Rancangan
Split Plot dalam RKLT dengan dua faktor yaitu waktu awal aplikasi dan frekuensi
aplikasi pupuk hayati dengan empat ulangan. Waktu awal aplikasi sebagai petak
utama terdiri atas empat taraf, yaitu 1, 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam.

Frekuensi aplikasi pupuk hayati sebagai anak petak terdiri atas empat taraf, yaitu
frekuensi 1, 2, 3 dan 4 minggu sekali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
frekuensi aplikasi satu minggu sekali menunjukkan kualitas visual dan fungsional
terbaik dan tidak berbeda nyata dibandingkan frekuensi aplikasi dua minggu
sekali. Waktu awal aplikasi tiga minggu sebelum tanam dan frekuensi aplikasi dua
minggu sekali merupakan perlakuan terbaik untuk mempertahankan kualitas
visual dan fungsional turfgrass, yaitu meningkatkan kepadatan pucuk, lebar daun,
warna daun, panjang daun, biomassa pangkasan, persentase penutupan tajuk,
meningkatkan panjang akar, biomassa akar, mempercepat waktu recovery, dan
menurunkan diameter stolon.
Kata Kunci : awal aplikasi, Cynodon dactylon (L.), frequensi, kualitas fungsional,
kualitas visual, pupuk hayati, Tifdwarft, turfgrass

ABSTRACT
YUSAK. Visual and Functional Quality of Turfgrass on Several First Application
Times and Frequencies of Biofertilizer Application. Supervised DWI GUNTORO
and ACHMAD ZAKARIA.
Inorganic fertilization with relatively high dosage and frequency is mostly done to
maintain quality, density and uniformity of turfgrass. However this practice has
caused soil and water pollution. Using biofertilizer was done to reduce the use of

inorganic fertilizers. The objective of the research was to study the visual and
functional quality of turfgrass on several first application times and frequencies of
biofertilizer application. This research was done in Bukit Pelangi Golf Course,
Cijayanti, Bogor from February 2012 until August 2012. The experiment was
arranged at split plots in randomized block design with two factors, which are:
first application times and frequencies of biofertilizer application, in four
replications. First application times as the main plot consist of four levels, which
are: 1, 2, 3, and 4 weeks before planting. Frequencies of biofertilizer application
as the sub-plot consists of four levels, which are: once every 1, 2, 3, and 4 weeks.
The results showed that application frequency at once a week showed the best
visual and functional quality and not significantly different compared to the
frequency of application at once every two weeks. First application time at three
weeks before planting and the frequency of application at once every two weeks
was the best treatment to enhance the visual and functional turfgrass quality,
which increase shoot density, leaf width, leaf color, leaf length, biomass clipping,
the percentage of couverage, root length, root biomass, increased the recovery,
and decreased the diameter of stolon.
Keywords: biofertilizer, Cynodon dactylon (L.), first application, frequencies,
fungsional, quality, tifdwarft, turfgrass, visual


KUALITAS VISUAL DAN FUNGSIONAL TURFGRASS
PADA BEBERAPA WAKTU AWAL DAN FREKUENSI APLIKASI
PUPUK HAYATI

YUSAK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu
Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati
Nama

: YUSAK
NIM
: A24080079

Disetujui oleh

Dr. Dwi Guntoro, SP, M.Si
Pembimbing I

Achmad Zakaria, SP
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito MSc.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ...............................................................

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian telah dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 sampai
Agustus 2012 ini adalah pemupukan, dengan judul Kualitas Visual dan
Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk
Hayati.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Dwi Guntoro, SP, M.Si
dan Bapak Achmad Zakaria, SP selaku pembimbing, Bapak Ir. Adolf Pieter
Lontoh, MS selaku penguji serta Bapak Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr
selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Sahabat-sahabat Sylvalestari dan Sylvapinus yang senantiasa
mendukung baik suka maupun duka, rekan-rekan pandu yang tergabung dalam
UKM Pramuka IPB, dan teman se-SMA atas motivasinya, serta Bapak Arie
Pramono, SP beserta seluruh pihak Maintenace Division of Rainbow Hill and
Country Club yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta dua orang
Teror’s tersisa Contardo Satria Gondokusumo dan Zepanya atas segala bimbingan
dan motivasi. Penulis juga berterima kasih kepada Chairunnisa, SE atas segala
doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Sahabat
Yang Baik Hati Bayuanggara CR dan Ahmad Aziz yang telah membantu dalam

penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Yusak

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Contentsn
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Turfgrass
Kualitas Visual
Kualitas Fungsional
Rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft )
Pupuk Hayati

Interaksi Pupuk Hayati dengan Tumbuhan
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan dan Pemeliharan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

vi
vi
vi
1
1
1

1
1
2
3
3
4
5
5
5
5
5
6
8
8
18
22
22
22
22


LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

25
28

DAFTAR TABEL
Skor warna daun berdasarkan Munsell Color Chart for Plant
2
Kategori tekstur berdasarkan lebar daun menurut Beard (1973)
2
Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi pupuk
hayati terhadap kepadatan pucuk pada 13 MST
9
Tabel 4 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap kepadatan pucuk
9
Tabel 5 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap
lebar daun pada 11 MST
10

Tabel 6 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap lebar daun
10
Tabel 7 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi
terhadap warna daun pada 14 MST
11
Tabel 8 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap warna daun
11
Tabel 9 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap
persentase penutupan tajuk pada 8 dan 9 MST
12
Tabel 10 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi
pupuk hayati terhadap biomassa pucuk pada 12 MST dan 13 MST 14
Tabel 11 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap biomassa hasil pangkasan
14
Tabel 12 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi
terhadap panjang daun dan diameter stolon pada 14 MST
15
Tabel 13 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap panjang daun
15
Tabel 14 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap diameter stolon
16
Tabel 15 Pengaruh faktor tunggal antara waktu aplikasi dan frekuensi aplikasi
terhadap daya recovery, panjang akar, dan bobot kering biomassa
akar
17
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3

DAFTAR GAMBAR
1. Rumput Bermuda ( Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarf )

2. Grafik faktor tunggal waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap
persentase penutupan tajuk
3. Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi
aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 MST
4. Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi
aplikasi terhadap panjang daun pada 14 MST
5. Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi
aplikasi terhadap bobot biomassa akar pada 14 MST

4
12
13
16
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Turfgrass merupakan tanaman ornamental penutup tanah (ground cover)
berupa rumput yang banyak digunakan sebagai sarana olahraga seperti golf, sepak
bola, base ball, dan banyak lagi kegiatan olah raga lainnya (Emmons 2000). Jenis
turfgrass yang banyak digunakan di daerah tropis berupa rumput Bermuda
(Cynodon dactylon (L.) Pers.), Zoysia matrella,dan Axonopus compressus.
Rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft) merupakan jenis
turfgrass yang paling banyak digunakan. Jenis tersebut memiliki kelebihan yaitu
tumbuh menjalar, berdaun dan berbatang kecil, kanopi kompak, tahan kekeringan,
dan mampu tumbuh baik dengan pemotongan rendah (Turgeon 2004). Rumput
Bermuda juga tahan cekaman salin dan pH rendah (Schaan et al 2003).
Pemberian pupuk anorganik dengan dosis dan frekuensi yang relatif tinggi
banyak dilakukan untuk mempertahankan kualitas, densitas, dan keseragaman
rumput golf (Guntoro 2007). Pemupukan pada green area per tahun di lapangan
golf membutuhkan nitrogen, phosfor, dan kalium masing masing 12-16 lbs/1000
ft2, 1 lbs/1000 ft2, dan 1 lbs/1000 ft2 (Emmons 2000). Pemupukan dengan dosis
dan frekuensi yang relatif tinggi di lapangan golf mengakibatkan pencemaran
tanah dan perairan sekitar akibat pencucian pupuk. Tindakan pengelolaan
turfgrass saat ini lebih banyak dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk
anorganik dengan aplikasi pupuk hayati.
Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Permentan
2009). Mikroorganisme ini ada yang hidup dengan cara bersimbiosis dan ada juga
yang hidup di sekitar akar rumput golf. Beberapa organisme yang temasuk dalam
golongan pupuk hayati adalah Azotobacter chroococum, Bacillus subtilis, Bacillus
licheniformis, dan Streptomyces sp. Menurut Guntoro (2003) aktivitas hidup
pupuk hayati mampu memperbaiki morfologi akar seperti peningkatan jumlah
rambut akar, perpanjangan akar, dan luas permukaan akar karena adanya proses
produksi asam indol asetat (IAA). Penentuan waktu dan frekuensi aplikasi pupuk
hayati yang tepat diharapkan dapat menurunkan penggunaan pupuk anorganik
tetapi tetap mempertahankan kualitas, densitas, dan keseragaman rumput golf.
Pupuk hayati juga diharapkan dapat menurunkan biaya perawatan dan mengatasi
permasalahan pencemaran lingkungan dan perairan.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu awal dan
frekuensi aplikasi pupuk hayati terhadap kualitas visual dan fungsional turfgrass.

TINJAUAN PUSTAKA
Turfgrass
Menurut Emmons (2000) turfgrass adalah tanaman penutup tanah dalam
fase vegetatif yang dapat menahan penggunaan yang keras dan menyediakan

2
permukaan yang terbaik untuk lapangan olah raga dan berbagai fasilitas rekreasi.
Turfgrass memberikan tujuan fungsional dengan mencegah erosi tanah, selain itu
memiliki tujuan estetik.
Selanjutnya Turgeon (2004) menyatakan turfgrass adalah tanaman yang
bentuknya menutupi permukaan lahan, dilakukan pemangkasan (mowing) yang
teratur dan permukaannya dapat digunakan sebagai area rekreasi atau olahraga
bahkan sebagai penstabil tanah (pencegah erosi). Turfgrass diartikan sebagai
suatu komunitas dari tanaman rumput, sedangkan turf diartikan sebagai level yang
lebih tinggi dari organisasi ekologikal dengan memasukan bagian dari media
dimana turfgrass itu tumbuh.
Kualitas Visual
Kualitas visual merupakan kualitas yang tampak secara fisik dan memiliki
nilai estetika. Menurut Turgeon (2004) kualitas visual terdiri atas warna, tekstur,
dan kepadatan pucuk.
Warna
Warna berkenaan dengan gelombang cahaya yang dipantulkan rumput.
Spesies dan varietas yang berbeda akan mempengaruhi keragaman warnanya
(Turgeon 2004).
Tabel 1 Skor warna daun berdasarkan Munsell Color Chart for Plant

Sumber : Emmons 2000

Tekstur
Tekstur merupakan ukuran lebar helai daun. Tekstur dan kepadatan saling
berhubungan, semakin padat daunnya maka akan semakin halus tekstur
rumputnya. Beard (1973) mengkategorikan kelembutan ke dalam lima kategori
berdasarkan lebar daun.
Tabel 2 Kategori tekstur berdasarkan lebar daun menurut Beard (1973)
Kategori tekstur
Sangat halus
Halus
Sedang
Kasar
Sangat kasar

Lebar daun (mm)
4

3
Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah pucuk yang ada di atas permukaan tanah per
satuan areal. Rumput Bermuda mempunyai kepadatan pucuk tertinggi
dibandingkan dengan rumput yang lainnya, khususnya bila kebutuhan pupuk dan
air terpenuhi serta bebas hama dan penyakit (Turgeon 2004).
Kualitas Fungsional
Kualitas fungsional merupakan hal-hal yang berhubungan dengan
fungsinya untuk tetap tumbuh (Turgeon 2002). Kualitas fungsional terdiri atas
ketegaran (rigidity), elastisitas, gaya pegas (resiliency), jarak gelindingan bola
(ball roll), hasil (yield), perakaran, dan kemampuan recovery (Turgeon 2004).
Ketegaran adalah daya tahan dari daun turfgrass terhadap tekanan dan
berhubungan dengan ketahanan dari penggunaan turf. Hal ini dipengaruhi oleh
komposisi kimia dari jaringan tanaman, air, suhu, ukuran tanaman, dan kerapatan.
Ketegaran yang baik adalah rumput cepat tegak kembali (Turgeon 2004).
Elastisitas adalah kecenderungan dari daun turfgrass untuk kembali seperti
semula setelah gaya tekan yang diberikan diangkat. Elastisitas turfgrass menurun
secara signifikan ketika tanaman membeku. Hal itu diakibatkan oleh tekanan
turgor dari tanaman menurun (Turgeon 2004).
Gaya pegas adalah kapasitas dari turfgrass untuk meredam
kejutan/tekanan tanpa mengubah dari karakteristik permukaan. Gaya pegas
dipengaruhi oleh daun dan pucuk lateral (Turgeon 2004).
Ball roll adalah jarak rata-rata bola menggelinding yang dilepaskan pada
permukaan turfgrass. Peralatan mekanik diperlukan agar bola dapat
menggelinding dengan kecepatan yang konsisten untuk mendapatkan pengukuran
yang dapat dipercaya (Turgeon, 2004).
Hasil (yield) adalah jumlah dari potongan yang diakibatkan oleh
pemangkasan. Penggunaan berlebihan dari pupuk khususnya nitrogen dapat
mengakibatkan hasil (yield) tinggi yang berlebihan dengan disertai perakaran
dangkal, menurunkan toleransi terhadap stress, dan meningkatkan timbulnya
penyakit, dan kerasnya daun turfgrass (severity) (Turgeon 2004).
Perakaran adalah jumlah akar yang tumbuh jelas pada saat musim tumbuh.
Perakaran yang baik memiliki akar yang panjang dan menyebar pada media tanam.
Perakaran yang berada di daerah dekat dengan permukaan kurang baik untuk
pertumbuhan (Turgeon 2004).
Kemampuan recovery adalah kemampuan turfgrass untuk memulihkan
diri dari kerusakan yang disebabkan oleh penyakit, serangga, dan penggunaan
lapangan. Umumnya, kondisi yang cocok untuk pertumbuhan dari turfgrass juga
cocok bagi kemampuan pulih kembali dari kerusakan (Turgeon 2004).
Menurut Beard (1973) pemangkasan merupakan usaha paling mendasar
dari semua pengelolaan turfgrass. Maharijaya (2003) menambahkan pemangkasan
merupakan kegiatan yang paling memakan waktu, tenaga, dan biaya. Salah satu
indikator pemangkasan adalah panjang daun dan diameter stolon. Semakin
panjang daun akan meningkatkan panjang stolon tetapi menurunkan diameter
stolon (Emmons 2000). Hal tersebut meningkatkan frekuensi pemangkasan.
Selain itu diameter stolon juga mempengaruhi ketajaman mesin pemotong.
Semakin kecil diameter stolon semakin memperlama tingkat ketajaman pisau
pemotong rumput.

4
Rumput Bermuda ( Cynodon dactylon (L.) Pers. )
Rumput Bermuda merupakan rumput perennial musim hangat yang
tumbuh pada iklim subtropik dan juga tropik. Rumput Bermuda memiliki nama
yang berbeda di beberapa negara seperti di India dikenal dengan debutan Doub,
Couchgrass (Australia), Kweekgrass (Afrika Selatan), dan Bermudagrass di
Amerika (Turgeon 2004). Rumput Bermuda memiliki karakteristik berupa lidah
daun dikelilingi oleh rambut-rambut dengan panjang 2-5 mm, tidak memiliki
kelopak daun dengan pinggiran daun yang sempit, pinggiran daun berbulu, kedua
permukaan licin atau berambut dengan ujung meruncing, pembungaan dengan 4
atau 5 cabang (Turgeon 2004).
Rumput Bermuda dapat berkembang biak dengan rimpang dan stolon,
tergantung pada batang lateral di permukaan tanah. Rumput ini memiliki stolon
dan rimpang yang tumbuh ke segala arah dengan batang yang ramping dan kaku
seperti kawat, dan ujung daunnya seringkali menggulung ke arah dalam. Kultivar,
tekstur tanah dan ketersediaan nitrogen mempengaruhi panjang akar. Akar dapat
mencapai 245 cm di bawah permukaan tanah. Namun, pada umumnya panjang
akar rumput Bermuda berkisar kurang dari 30 cm.
Emmons (2000) menyatakan bahwa varietas rumput Bermuda lebih
banyak dikembangkan dengan menggunakan cara vegetatif sebab apabila
menggunakan biji sebagai perbanyakannya akan lebih sulit tumbuh, namun
perbanyakan dengan biji memiliki kelebihan yaitu murah dan lebih mudah
dilakukan pada areal penanaman yang luas. Adapun cara vegetatif yang biasa
digunakan untuk memperbanyak rumput ini adalah dengan menggunakan
lempengan stolon untuk mempercepat rumput menjadi establish.

Gambar 1 Rumput Bermuda (Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft)
Pupuk Hayati
Pupuk hayati (biofertilizer) menurut Peraturan Menteri Pertanian No.
28/Permentan/SR.130/5/2009 adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba
yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah.
Sedangkan menurut Vessey (2003), pupuk hayati adalah substansi yang
mengandung mikroorganisme hidup yang ketika diaplikasikan pada benih,
permukaan tanaman atau tanah dapat memacu pertumbuhan tanaman tersebut.
Pupuk hayati dapat berisi bakteri atau fungi yang berguna bagi tanaman.
Beberapa bakteri yang digunakan sebagai pupuk hayati antara lain Azotobacter
sp., Azospirilum sp., Lactobacillus sp., Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp,
Bacillus subtilis, Streptomyces sp. (Oktavianita 2009), dan Bacillus licheniformis

5
(Soeka 2011). Fungi berperan sebagai pupuk hayati secara simbiosis mutualisme
dengan akar tumbuhan. Bentuk simbiosis ini lebih banyak dikenal sebagai
mikoriza. Terdapat dua jenis mikoriza yaitu ektomikoriza dan endomikoriza.
Contoh mikoriza yang sering digunakan sebagai biofertilizer adalah Glomus sp.
dan Gigaspora sp (Guntoro 2006).
Interaksi Pupuk Hayati dengan Tanaman
Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp. dan
Azotobacter sp. dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Yuwono 2006).
Bakteri ini berfungsi menambat nitrogen dari udara bebas, sehingga tanaman bisa
mendapatkan nitrogen secara optimal (Simanungkalit 2001). Azotobacter sp.
dapat merubah morfologi akar seperti meningkatkan jumlah rambut akar,
perpanjangan akar dan luas permukaan akar akibat produksi IAA (Wibowo 2008).
Komunitas mikroba dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui
beberapa mekanisme, antara lain: meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara di
dalam tanah, meningkatkan kemampuan bersaing dengan patogen akar dan
meningkatkan serapan unsur-unsur hara oleh tanaman (Weller et al. 2002). Hal ini
terkait dengan kemampuan mikroba dalam menghasilkan hormon pertumbuhan
(IAA, sitokinin, dan giberelin) yang dapat meningkatkan pertumbuhan rambutrambut akar sehingga penyerapan air dan hara mineral menjadi lebih efisien
(Lerner et al. 2005). Wibowo (2007) melaporkan bahwa penggunaan pupuk hayati
(Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Bacillus, dan Rhizobium) mampu
meningkatkan kandungan hormon IAA rata-rata sebesar 73-159 % pada tanaman
caisim, jagung, dan kedelai.
Kemampuan pupuk hayati sebagai agen pengendalian hayati adalah karena
kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil
metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraseluler
yang bersifat antagonis melawan patogen. Whipps (2001) melaporkan bahwa
bakteri dalam pupuk hayati juga berperan dalam melindungi tanaman dari
serangan patogen melalui mekanisme antibiosis, parasitisme, atau melalui
peningkatan respon ketahanan tanaman.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di lapangan golf Rainbow Hill and Country Club
pada bulan Februari 2012 sampai dengan Agustus 2012. Lokasi penelitian terletak
pada ketinggian 612 mdpl.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah bahan tanam rumput
Bermuda Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft, pupuk hayati dengan merk dagang
BIOPlantor, NPK (16-16-16), furadan, decis 2.5 EC. Alat yang digunakan dalam
penelitian berupa saringan tanah, gembor, cangkul, kuadran 10 cm x 10 cm,
MCCP (Munsell Color Chart for Plant), timbangan, kuadran, penggaris, karung
beras, gunting, amplop, oven, kored, kantung plastik, tali rafia, rol meteran,
knapsack sprayer, neraca analitik.

6
Metode Penelitian
Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dalam Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor yaitu waktu awal aplikasi
dan frekuensi aplikasi pupuk hayati dengan empat ulangan. Waktu awal aplikasi
sebagai petak utama terdiri atas empat taraf, yaitu 1 minggu sebelum tanam (A1),
2 minggu sebelum tanam (A2), 3 minggu sebelum tanam (A3), dan 4 minggu
sebelum tanam (A4). Frekuensi aplikasi pupuk hayati sebagai anak petak terdiri
atas empat taraf, yaitu frekuensi 1 minggu sekali (F1), 2 minggu sekali (F2), 3
minggu sekali (F3), dan 4 minggu sekali (F4). Penelitian menggunakan 4 ulangan,
sehingga terdapat 64 satuan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan
analisi sidik ragam. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Berikut ini merupakan model rancangan dalam percobaan ini (Gomez 1995) :
Yijk = µ + αi + βj + ij + τk + (αβ)jk + ijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan ke-j dan ke-k
µ
= Nilai tengah populasi
αi
= Pengaruh ulangan ke-i (i= 1,2,3,4)
βj
= Pengaruh waktu awal aplikasi ke-j (j =1,2,3,4)
ij
= Galat yang terjadi akibat interaksi waktu awal aplikasi dengan ulangan
τk
= Pengaruh frekuensi aplikasi ke-k (k=1,2,3,4)
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara waktu awal aplikasi dan frekuensi aplikasi
ijk
= Galat umum
Pelaksanaan dan Pemeliharan
Penyiapan bahan tanam turfgrass dengan standar 1 m2 indukan digunakan
untuk menanami 8 m2 lahan. Bahan tanam menggunakan sprig yaitu bahan tanam
berupa pecahan rumpun yang terdiri atas akar batang dan daun lengkap tanpa
tanah. Sprig disebar dengan persentase kerapatan 15% kemudian ditutup tanah
dengan ketebalan 1 cm. Pupuk hayati BIOPlantor disiapkan dalam bentuk biakan.
Dosis aplikasi yang digunakan adalah 1 l/ha dengan volume semprot 200 l/ha.
Pembiakan dilakukan dengan mencampurkan 10 ml pupuk hayati dengan 40 g
gula pasir dalam 1 liter air. Kemudian dilakukan inkubasi selama 3 hari. Petak
percobaan dibuat di atas lahan yang sudah digemburkan dengan ukuran 1 m x 1 m.
Jarak antar anak petak 20 cm dan jarak antar ulangan 30 cm. Aplikasi pupuk
hayati dilakukan menggunakan Knapshack Sprayer High Volume (400 l/ha)
dengan nozel kuning (lebar semprot 1 m). Aplikasi dilakukan pagi hari jam 07.3009.30 WIB.
Selama proses adaptasi dilakukan penyiraman dua kali sehari pada minggu
pertama dan sekali sehari pada minggu kedua untuk memastikan bahan tanam
tetap hidup. Kapasitas air untuk penyiraman rata-rata 3 liter/m2. Pemeliharaan
meliputi penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit, penyiraman,
pemupukan, dan pemangkasan. Penyiangan gulma dilakukan setiap hari secara
manual dengan mencabut gulma sampai ke akarnya. Pemupukan menggunakan
dosis rekomendasi 5 g N + 5 g P2O5 + 5 g K2O per m2/2 minggu. Pemangkasan
dilakukan setiap minggu untuk meningkatkan kepadatan pucuk rumput golf dan
membuat pertumbuhannya seragam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan

7
dengan cara aplikasi decis 2.5 ec dengan konsentrasi 1 ml/liter dan mencabut
rumput yang terserang penyakit tersebut.
Pengamatan Kualitas Visual
Kepadatan pucuk
Kepadatan pucuk didapatkan dengan menghitung jumlah pucuk yang
mempunyai minimal tiga daun pada luasan contoh 10 cm x 10 cm. Setiap petak
diambil sebanyak tiga petak contoh. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali
setelah seluruh permukaan menutup 100 %.
Tekstur
Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar daun dengan menggunakan
jangka sorong digital. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali setelah rumput
100% menutupi permukaan lahan. Pengamatan dilakukan pada tiga titik contoh
dari setiap petak dan setiap titik contoh diambil tiga helai daun sehingga setiap
petak diamati sembilan daun.
Warna daun
Berdasarkan Munsell Colour Chart for Plant skor 1 memiliki kode 2.5 GY
P 9/6 menunjukkan warna kuning muda, skor 2 kode 2.5 GY B1 8/9 warna kuning
hijau, skor 3 kode 2.5 GY L3 7.5/6 warna hijau muda, skor 4 kode 2.5 GY L4
6/6.5 warna hijau, skor 5 skor 2.5 GY DI 5/6.5 warna hijau gelap. Skoring
dilakukan dengan cara mengambil daun ketiga dari pucuk kemudian disesuaikan
dengan skor warna MCCP.
Pengamatan Kualitas Fungsional
Persentase Penutupan Tajuk
Luas permukaan dihitung menggunakan metode kuadran. Kuadran dibuat
dengan ukuran 1 m x 1 m. Grid (kuadran kecil di dalam kuadran besar) dibuat dari
tali berukuran 10 cm x 10 cm. Kuadran diletakkan di atas petak lahan kemudian
ditentukan persentase penutupan pada masing masing grid. Persentase penutupan
diperoleh dari total persentase seluruh grid. Pengamatan dilakukan setiap minggu
sampai seluruh petak menutup 100%.
Biomassa Hasil Pangkasan
Berat kering pucuk diamati dengan mengambil contoh rumput pada setiap
petak percobaan dengan menggunakan kuadran 10 cm x 10 cm. Rumput yang
dijadikan contoh dipangkas dengan ketinggian pangkas 10 mm. Kemudian pucuk
rumput hasil pangkasan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam
lalu ditimbang berat keringnya dengan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan
setiap minggu setelah rumput 100% menutupi permukaan tanah.
Panjang Daun dan Diameter Stolon
Pengamatan panjang daun dilakukan pada tiga titik contoh dari setiap
petak dan setiap titik contoh diambil satu pucuk yang telah menghasilkan empat
daun sehingga setiap petak diamati tiga pucuk. Daun ketiga dari pucuk diukur

8
panjang daunnya menggunakan mistar. Stolon diantara daun ketiga dan keempat
diukur diameternya menggunakan jangka sorong digital.
Panjang Akar
Pengamatan panjang akar dilakukan pada contoh seluas 78.5 cm2.
Pengambilan contoh akar dilakukan menggunakan hole cutter berdiameter 10 cm.
Panjang akar diukur dari pangkal sampai ujung akar terpanjang dengan mistar.
Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir penelitian (14 MST).
Berat Kering Akar
Berat kering akar diukur dengan mengambil akar bersama dengan
medianya seluas 78.5 cm2 dengan kedalaman 20 cm. Contoh akar tersebut
dipisahkan dari bagian tajuknya kemudian dibersihkan secara manual dari pasir
dan material lain yang menempel pada akar. Setelah itu contoh akar dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam lalu ditimbang berat keringnya.
Pengamatan dilakukan pada minggu terakhir penelitian (14MST).
Daya Recovery
Daya recovery diukur dengan cara menghitung jumlah hari yang
diperlukan hingga rumput tumbuh normal kembali setelah perlakuan
pemangkasan pendek. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian (14MST).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum
Keadaan iklim selama penelitian menunjukkan rata-rata curah hujan
sedang sebesar 399 mm/bulan, kelembaban udara sebesar 81.4 %, kisaran suhu
25-300C dan rata-rata 15 hari hujan/bulan (Stasiun Klimatologi Lapangan Golf
Bukit Pelangi, Cijayanti, Kabupaten Bogor). Tanah tempat penelitian memiliki pH
5.3 dengan tekstur tanah pasir 30%, debu 48%, liat 22% (loam), C organik 0.70%,
C/N rasio 10, dan mengandung hara N 0.07%, P2O5 0.028% serta K2O 0.014%.
Kedalaman perakaran rumput golf di lokasi penelitian adalah 10 cm dengan
densitas tanah liat 2 g/cm3. Gulma yang terdapat pada awal penelitian adalah
Digitaria adscendens, Polygala paniculata, dan Paspalum conjugatum. Gulma
tersebut muncul secara spot. Pengendalian gulma ini dilakukan setiap hari secara
manual, sehingga selama penelitian lahan selalu dalam kondisi bebas gulma.
Selama penelitian terdapat serangan penyakit Bermudagrass white leaf dengan
intensitas serangan kurang dari 1% di beberapa petak. Penyakit ini disebabkan
oleh phytoplasma yang menyebar dari tanaman satu ke tanaman lain oleh vektor
leafhopers, sejenis hama mirip wereng (Nilapharvata lugens). Pengendalian
dilakukan dengan cara mencabut rumput yang terserang penyakit tersebut.
Kualitas Visual
Kepadatan Pucuk
Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi pupuk
hayati terjadi pada 13 MST. Kombinasi waktu awal aplikasi 4 minggu sebelum

9
tanam dengan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali dapat meningkatkan kepadatan
pucuk menjadi 195.2 pucuk dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Sedangkan
kombinasi waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam dengan frekuensi
aplikasi 4 minggu sekali dapat menurunkan kepadatan pucuk menjadi 77.8 pucuk.
Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam
dapat menurunkan kepadatan pucuk pada 12 MST. Pengaruh faktor tunggal
frekuensi aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan kepadatan pucuk paling tinggi
dibandingkan frekuensi aplikasi lainnya.
Tabel 3

Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi pupuk hayati
terhadap kepadatan pucuk pada 13 MST
Waktu

1 minggu sebelum tanam
2 minggu sebelum tanam
3 minggu sebelum tanam
4 minggu sebelum tanam

Kepadatan Pucuk
F1
F2
F3
F4
2
………………..(pucuk/100 cm )……………………
154.2b
129.5bcd
104.5c-f
77.8f
187.8a
138.2bc
93.2ef
92.5ef
146.2b
154.2b
111.0cdef
96.0def
195.2a
119.8b-e
119.2b-e
89.5ef

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap
aktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali, F2=
2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 4 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap kepadatan pucuk
Perlakuan
Waktu
1 minggu sebelum tanam
2 minggu sebelum tanam
3 minggu sebelum tanam
4 minggu sebelum tanam
Frekuensi
1 minggu sekali
2 minggu sekali
3 minggu sekali
4 minggu sekali

Kepadatan Pucuk
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
2
………………..(pucuk/100 cm )……………………
103.3a
105.4ab
116.5a
146.0a
92.1b
114.2a
128.2a
152.9a
101.7ab
97.3b
126.9a
147.6a
94.2ab
95.3b
130.9a
138.3a
2
…..........………..(pucuk/100 cm )……………………
121.8a
147.1a
170.9a
206.2a
110.4b
107.1b
135.7b
172.3b
90.4c
83.1c
107.0c
108.9c
68.8d
74.9c
88.9d
97.5c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Lebar Daun
Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi berpengaruh
terhadap lebar daun pada 11 MST. Frekuensi aplikasi tidak mempengaruhi lebar
daun pada waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam. Kombinasi waktu awal
aplikasi 4 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 2 minggu sekali
menunjukkan peningkatan lebar daun menjadi 1.48 mm.
Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 4 minggu sebelum tanam
menurunkan lebar daun pada 11, 12, dan 13 MST dibandingkan waktu awal

10
aplikasi 1 minggu sebelum tanam. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2
minggu sekali meningkatkan lebar daun pada 11, 12, 13, dan 14 MST
dibandingkan frekuensi aplikasi 3 dan 4 minggu sekali.
Tabel 5 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap lebar
daun pada 11 MST
Lebar daun
Waktu
F1
F2
F3
F4
…………………..(mm)…………………….
1 minggu sebelum tanam 1.49a
1.51a
1.51a
1.51a
2 minggu sebelum tanam 1.49a
1.50a
1.33bc
1.23d
3 minggu sebelum tanam 1.53a
1.46a
1.35b
1.24cd
4 minggu sebelum tanam 1.46a
1.48a
1.36b
1.25cd
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap
faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali,
F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 6 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap lebar daun
Lebar daun
Perlakuan
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
Waktu
……………...……..(mm)……………………....
1 minggu sebelum tanam 1.50a
1.43a
1.39a
1.44a
2 minggu sebelum tanam 1.39b
1.4ab
1.36ab
1.44a
3 minggu sebelum tanam 1.40b
1.4ab
1.35ab
1.45a
4 minggu sebelum tanam 1.39b
1.38b
1.34b
1.43a
Frekuensi
…………………............(mm)……………….......…….
1 minggu sekali
1.49a
1.49a
1.45a
1.54a
2 minggu sekali
1.49ab
1.50a
1.45a
1.53a
3 minggu sekali
1.39b
1.35b
1.31b
1.41b
4 minggu sekali
1.31c
1.27c
1.23c
1.29c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Warna
Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi berpengaruh
terhadap warna daun pada 14 MST. Kombinasi waktu awal aplikasi 3 minggu
sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 2 minggu sekali dapat meningkatkan
warna daun sampai skor 5.5 dibandingkan kombinasi lainnya. Kombinasi waktu
awal aplikasi 4 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 3 minggu sekali
dapat menurunkan warna daun sampai skor 4. Pengaruh faktor tunggal waktu
awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam meningkatkan warna daun pada 11, 12,
dan 13 dan 14 MST. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali
meningkatkan warna daun pada 11, 12, dan 14 MST.

11
Tabel 7 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap
warna daun pada 14 MST
Warna daun
Waktu Awal Aplikasi
F1
F2
F3
F4
….......(Skor Munsell Colour Chart for Plant)........
1 minggu sebelum tanam
5.2a
5.2a
4.6bc
4.3cde
2 minggu sebelum tanam
5.5a
5.2a
4.3cde
4.0de
3 minggu sebelum tanam
5.2a
5.5a
4.3cde
4.0de
4 minggu sebelum tanam
5.1ab
4.5cd
4.0e
4.1cde
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap
faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali,
F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali

Tabel 8 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap warna daun
Warna daun
Perlakuan
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
Waktu
….......(Skor Munsell Colour Chart for Plant)........
1 minggu sebelum tanam 4.9a
4.9a
5.0a
4.9a
2 minggu sebelum tanam 4.6ab
4.7b
4.8a
4.8a
3 minggu sebelum tanam 4.6ab
4.8ab
4.8a
4.8a
4 minggu sebelum tanam 4.4b
4.5b
4.6b
4.4b
Frekuensi
….......(Skor Munsell Colour Chart for Plant)........
1 minggu sekali
5.0a
5.3a
5.4b
5.3a
2 minggu sekali
5.1a
5.2a
5.2b
5.1a
3 minggu sekali
4.3b
4.3b
4.4b
4.3b
4 minggu sekali
4.2b
4.2b
4.3c
4.2b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Kualitas Fungsional
Persentase Penutupan Tajuk
Berdasarkan analisis ragam terdapat interaksi sangat nyata antara waktu
awal aplikasi dan frekuensi aplikasi terhadap persentase penutupan tajuk pada 8
MST dan 9 MST. Pada 8 MST frekuensi aplikasi 2 minggu sekali menunjukkan
persentase penutupan tajuk yang tidak berbeda nyata dibandingkan frekuensi
aplikasi 1 minggu sekali. Pada semua waktu awal aplikasi, frekuensi aplikasi 4
minggu sekali menunjukkan persentase penutupan tajuk yang berbeda nyata
dibandingkan frekuensi aplikasi 1, 2, dan 3 minggu sekali. Pada 9 MST frekuensi
aplikasi 2 minggu sekali tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap frekuensi
aplikasi 1 minggu sekali. Kombinasi waktu awal aplikasi 2 minggu sebelum
tanam dengan frekuensi aplikasi 3 minggu sekali dapat meningkatkan penutupan
tajuk.
Waktu awal aplikasi mempengaruhi persentase penutupan tajuk pada awal
penanaman 2 MST hingga 4 MST. Kecepatan penutupan tajuk semua waktu awal
aplikasi pupuk hayati relatif sama pada pengamatan 4 MST sampai 7 MST. Waktu
awal aplikasi pupuk hayati 4 minggu sebelum penanaman (A4) menunjukkan

12
kecepatan paling rendah antara 2 MST sampai 4 MST dan 7 MST sampai 10 MST.
Penutupan 100% terjadi pada minggu 11 MST.
Frekuensi aplikasi pupuk hayati memberikan pengaruh terhadap persentase
penutupan tajuk. Gambar 2 menunjukkan aplikasi 1 minggu sekali (F1) dan 2
minggu sekali (F2) menunjukkan respon penutupan lebih cepat daripada aplikasi 3
minggu sekali (F3) dan 4 minggu sekali (F4). Hal ini ditandai dengan kurva F1
dan F2 yang lebih miring daripada kurva F3 dan F4. Penutupan 100% F1 dan F2
terjadi pada 9 MST sedangkan pada F3 dan F4 terjadi pada 11 MST.
Tabel 9 Pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi terhadap
persentase penutupan tajuk pada 8 dan 9 MST
Persentase penutupan tajuk
8 MST
F1
F2
F3
F4
Waktu
…………………..(%)…………………….
1 minggu sebelum tanam 100.0a
100.0a
97.3b
88.5d
2 minggu sebelum tanam 100.0a
99.1a
97.9ab
93.7c
3 minggu sebelum tanam 100.0a
99.7a
95.1bc
93.3c
4 minggu sebelum tanam 99.7a
99.8a
88.5d
85.3e
9 MST
F1
F2
F3
F4
Waktu
…………………..(%)…………………….
1 minggu sebelum tanam 100.0a
100.0a
99.4a
97.3b
2 minggu sebelum tanam 100.0a
100.0a
100.0a
98.7ab
3 minggu sebelum tanam 100.0a
100.0a
97.7b
97.8b
4 minggu sebelum tanam 100.0a
100.0a
95.3c
94.8c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap
faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali,
F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Gambar 2

Grafik pengaruh faktor tunggal waktu awal dan frekuensi aplikasi terhadap
persentase penutupan tajuk. Keterangan MST = minggu setelah tanam A1= 1
Minggu sebelum tanam, A2= 2 Minggu sebelum tanam, A3= 3 Minggu
sebelum tanam, A4= 4 Minggu sebelum tanam, F1= 1 Minggu sekali, F2= 2
Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

13

Gambar 3 Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dengan frekuensi aplikasi
terhadap persentase penutupan tajuk pada 8 MST. Keterangan A1= 1
Minggu sebelum tanam, A2= 2 Minggu sebelum tanam, A3= 3
Minggu sebelum tanam, A4= 4 Minggu sebelum tanam, F1= 1
Minggu sekali, F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4
Minggu sekali.
Biomassa Hasil Pangkasan
Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi pupuk
hayati terhadap biomassa pucuk terjadi pada 12 MST dan 13 MST. Pada 12 MST
waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam menunjukkan biomassa pangkasan
yang berbeda nyata pada semua frekuensi aplikasi. Kombinasi waktu awal
aplikasi 2 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali
menunjukkan biomassa terbaik dibandingkan kombinasi lainnya.
Pada 13 MST frekuensi aplikasi 1 minggu sekali pada semua waktu awal
aplikasi meningkatkan biomassa pucuk dibandingkan frekuensi aplikasi 3 dan 4
minggu sekali. Kombinasi waktu awal aplikasi 2 dan 4 minggu sebelum tanam
dengan frekuensi aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan biomassa pucuk yang
paling besar (5.2 g dan 5.4 g) dibandingkan kombinasi waktu dan frekuensi
lainnya. Biomassa pucuk terkecil ditunjukkan oleh waktu awal aplikasi 1 minggu
sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 4 minggu sekali yaitu 2.1 g.
Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi tidak berpengaruh nyata pada
13 dan 14 MST. Faktor tunggal frekuensi aplikasi mempengaruhi biomassa hasil
pangkasan. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 1 sekali meningkatkan
biomassa hasil pangkasan pada 11, 12, 13 dan 14 MST.

14
Tabel 10 Pengaruh interaksi antara waktu awal dengan frekuensi aplikasi
pupuk hayati terhadap biomassa pucuk pada 12 MST dan 13 MST
Biomassa pucuk
12 MST
F1
F2
F3
F4
2
Waktu
………………..(g/100 cm )………………………….
1 minggu sebelum tanam 4.1a
3.1bc
2.2efg
1.6j
2 minggu sebelum tanam 3.9a
2.6de
2.0f-i
2.0f-j
3 minggu sebelum tanam 3.4b
2.4def
1.9f-j
1.8hij
4 minggu sebelum tanam 2.8cd
2.2e-h
1.8ij
1.9g-j
F1
F2
F3
F4
13 MST
2
Waktu
………………..(g/100 cm )……………………….
2.1g
1 minggu sebelum tanam 4.2b
3.6b-e
2.9efg
2.5fg
2 minggu sebelum tanam 5.2a
3.8bcd
2.6fg
2.6efg
3 minggu sebelum tanam 4.0bc
4.2b
3.1d-g
2.4fg
4 minggu sebelum tanam 5.4a
3.3c-f
3.3c-f
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap
faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali,
F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 11 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi terhadap
biomassa hasil pangkasan
Biomassa Hasil Pangkasan
Perlakuan
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
2
Waktu
……………...…..(g/100 cm )……………………….
1 minggu sebelum tanam 3.1a
2.8a
3.2a
3.9a
2 minggu sebelum tanam 2.8b
2.7a
3.5a
4.1a
3 minggu sebelum tanam 2.8b
2.4b
3.5a
3.9a
4 minggu sebelum tanam 2.6b
2.2c
3.6a
3.7a
2
Frekuensi
………….........……..(g/100 cm )…………………….
1 minggu sekali
3.5a
3.6a
4.7a
5.5a
2 minggu sekali
3.2b
2.6b
3.7b
4.6b
3 minggu sekali
2.5c
2.0c
2.9c
2.9b
4 minggu sekali
1.9d
1.8c
2.4d
2.6c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Panjang Daun dan Diameter Stolon
Interaksi antara waktu awal aplikasi dengan frekuensi aplikasi
mempengaruhi panjang daun dan diameter stolon pada 14 MST. Kombinasi waktu
awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam dengan frekuensi aplikasi 2 minggu sekali
meningkatkan panjang daun menjadi 28.92 mm.
Frekuensi aplikasi 1 minggu sekali tidak mempengaruhi diameter stolon
pada semua waktu awal aplikasi. Frekuensi aplikasi 4 minggu sekali pada waktu
awal aplikasi 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam dapat meningkatkan diameter
stolon menjadi 0.87 mm.

15
Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam
meningkatkan panjang daun pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST. Penurunan panjang
daun terjadi pada perlakuan 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam pada 11, 12, 13,
dan 14 MST. Pengaruh faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali
meningkatkan panjang daun pada 11, 12, 13, dan 14 MST.
Pengaruh faktor tunggal waktu awal aplikasi 3 minggu sebelum tanam
menurunkan diameter stolon pada pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST. Pengaruh
faktor tunggal frekuensi aplikasi 2 minggu sekali menurunkan diameter stolon
pada pada 11, 12, dan 13 dan 14 MST.
Tabel 12 Pengaruh interaksi antara waktu aplikasi dengan frekuensi aplikasi
terhadap panjang daun dan diameter stolon pada 14 MST
Panjang daun
F1
F2
F3
F4
Waktu
…...…..…....…..(mm)…………………….
1 minggu sebelum tanam 29.69a
28.31abc
24.94ef
23.73f
2 minggu sebelum tanam 28.13abc
25.60de
23.73f
23.50f
3 minggu sebelum tanam 26.77cd
28.92ab
23.89f
23.37f
4 minggu sebelum tanam 27.75bc
26.74cd
23.84f
24.71ef
Diameter stolon
F1
F2
F3
F4
Waktu
…………………..(mm)………….........…….
1 minggu sebelum tanam 0.78def
0.76f
0.85ab
0.80c-f
2 minggu sebelum tanam 0.79def
0.81bcd
0.83bcd
0.87a
3 minggu sebelum tanam 0.80c-f
0.81b-e
0.82bcd
0.87a
4 minggu sebelum tanam 0.79def
0.77ef
0.84abc
0.87a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada tiap
faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. F1= 1 Minggu sekali,
F2= 2 Minggu sekali, F3= 3 Minggu sekali, F4= 4 Minggu sekali.

Tabel 13

Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap panjang daun

Perlakuan
Waktu
1 minggu sebelum tanam
2 minggu sebelum tanam
3 minggu sebelum tanam
4 minggu sebelum tanam
Frekuensi
1 minggu sekali
2 minggu sekali
3 minggu sekali
4 minggu sekali

Panjang daun
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
…………………..(mm)………….........…….
28.68a
28.99a
26.81a
26.67a
27.13b
27.20b
25.52b
25.24b
27.74b
27.37b
25.69b
25.74b
27.49b
27.24b
25.56b
25.24b
……………...........(mm)………….........…….
29.29a
30.03a
27.85a
28.08a
30.16a
30.14a
28.46a
27.39a
25.79b
25.73b
24.05b
24.16b
25.16b
24.90b
23.22b
23.83b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

16
Tabel 14 Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap diameter stolon
Diameter stolon
Perlakuan
11 MST
12 MST
13 MST
14 MST
Waktu
……………..........……..(mm)………….........…….
1 minggu sebelum tanam 0.85a
0.83b
0.84b
0.80b
2 minggu sebelum tanam 0.85a
0.85ab
0.86ab
0.83a
3 minggu sebelum tanam 0.84a
0.86a
0.90a
0.83a
4 minggu sebelum tanam 0.83a
0.85ab
0.85b
0.82ab
Frekuensi
…………………............(mm)………….........…….
1 minggu sekali
0.81b
0.82c
0.83c
0.79b
2 minggu sekali
0.81b
0.82c
0.86b
0.79b
3 minggu sekali
0.86a
0.86b
0.90a
0.84a
4 minggu sekali
0.89a
0.90a
0.85b
0.85a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Gambar 4 Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap panjang daun pada 14 MST
Daya Recovery, Panjang Akar dan Biomassa Akar
Daya recovery, panjang akar, dan biomassa akar dipengaruhi oleh faktor
tunggal antara waktu awal aplikasi dan frekuensi aplikasi. Waktu awal aplikasi 3
minggu sebelum tanam dapat mempercepat waktu recovery dibandingkan dengan
waktu awal aplikasi 4 minggu sebelum tanam. Frekuensi aplikasi 1 minggu sekali

17
menunjukkan waktu recovery paling baik dan dapat mempercepat recovery 6 hari
dibandingkan frekuensi aplikasi 4 minggu sekali. Waktu awal aplikasi 1 minggu
sebelum tanam dapat meningkatkan panjang akar menjadi 13.11 cm. Frekuensi
aplikasi 1 minggu sekali menunjukkan panjang akar terbaik dan meningkatkan
panjang akar menjadi 15.85 cm. Waktu awal aplikasi 1 minggu sebelum tanam
dapat meningkatkan biomassa akar menjadi 1.83 gram dan berbeda nyata dengan
waktu awal aplikasi 2, 3, dan 4 minggu sebelum tanam. Frekuensi aplikasi 1
minggu sekali memiliki biomassa akar terbaik yaitu 2.14 gram sedangkan
frekuensi aplikasi 4 minggu sekali menurunkan biomassa akar menjadi 1.18 gram.
Tabel 15

Pengaruh faktor tunggal antara waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap daya recovery, panjang akar, dan bobot kering biomassa akar
Perlakuan
Daya Recovery
Panjang Akar
Biomassa Akar
Waktu
(hari)
(cm)
(g/78.5 cm2)
1 minggu sebelum tanam
11.9b
13.11a
1.83a
2 minggu sebelum tanam
12.2b
12.18b
1.68b
3 minggu sebelum tanam
11.9b
11.87b
1.60b
4 minggu sebelum tanam
13.2a
11.62b
1.46c
Frekuensi
1 minggu sekali
9.9d
15.85a
2.14a
2 minggu sekali
10.6c
13.91b
1.88b
3 minggu sekali
13.6b
10.26c
1.39c
4 minggu sekali
15.2a
8.76c
1.18d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Gambar 5 Dokumentasi pengaruh interaksi waktu awal dan frekuensi aplikasi
terhadap biomassa akar pada 14 MST

18
Pembahasan
Keadaan Umun Penelitian
Menurut Turgeon (2004) rumput Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft
hidup pada suhu 20-360C dan optimum pada 270-350C, pH kisaran 5-7.5, juga
dapat hidup pada kisaran ketinggian 0-1200 mdpl dan toleran terhadap tanah salin.
Beard (1973) menambahkan Cynodon dactylon (L.) var. Tifdwarft mampu
beradaptasi pada berbagai tipe tanah mulai dari yang subur dengan drainase baik,
tanah berpasir maupun liat, toleran pada tanah miskin hara, masam maupun kering,
tanah alkalin, kondisi tanah tergenang tetapi tidak tahan naungan. Berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian (2009) lahan penelitian yang digunakan cocok
sebagai lapangan golf dan kondisi lahan tersebut tergolong subur.
Interaksi Pupuk Hayati dengan Turfgrass
Aplikasi pupuk hayati mempengaruhi kualitas visual dan fungsional
turfgrass. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan frekuensi aplikasi pupuk hayati
mampu meningkatkan kepadatan pucuk, lebar daun, warna daun, persentase
penutupan tajuk, biomassa pangkasan, panjang daun. Selain itu, pupuk hayati juga
menyebabkan penurunan diameter stolon, mempercepat recovery, meningkatkan
panjang akar dan biomassa akar turfgrass.
Bacillus licheniformis merupakan bakteri utama yang terkandung dalam
penelitian ini. Bakteri ini mampu mengubah hemiselulose menjadi rantai pendek
xilooligosakarida (Soeka 2011), mensintesis enzim pektinase dan selulase
(Egamberdiyeva & Hoflich 2004). Aktifitas hidup Bacillus licheniformis dapat
menyediakan piruvat 3-fosfogliseraldehida, dan glukosa (Soeka 2011). Selain
Basillus licheniformis terdapat pula Bacillus subtillis yang mampu memecah
selulosa menggunakan enzim selulase menghasilkan glukosa (Oktavianita 2012).
Piruvat 3-fosfogliseraldehida, dan glukosa merupakan bahan makanan untuk
aktivias hidup mikroorganisme pengikat dan pelepas hara siap pakai bagi
tanaman. Pengikatan nitrogen dilakukan oleh Azotobacter chroococcum dengan
cara mengubah gas nitrogen menjadi amonium melalui reduksi elektron dan
protonasi gas nitrogen (Hindersah & Simarmata 2004). Isminarni et al. (2007)
melapor