Teknik Disinfeksi Air Sumur Skala Rumah Tangga Dengan Metode Klorinasi.

TEKNIK DISINFEKSI AIR SUMUR SKALA RUMAH
TANGGA DENGAN METODE KLORINASI

HADI SUHATMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Teknik Disinfeksi Air
Sumur Skala Rumah Tangga dengan Metode Klorinasi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Hadi Suhatman
NIM F451120121

RINGKASAN
HADI SUHATMAN. Teknik Disinfeksi Air Sumur Skala Rumah Tangga dengan
Metode Klorinasi. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan YUDI
CHADIRIN.
Disinfeksi adalah tindakan pencegahan masuknya bakteri patogen ke dalam
tubuh manusia. Klorinasi merupakan upaya pencegahan dengan menggunakan
kaporit. Penelitian ini bertujuan menentukan koefisien difusi dan tetapan transfer
massa untuk dikembangkan sebagai model alat klorinasi.
Debit alir yang digunakan adalah 8 liter menit-1, 14 liter menit-1 dan 20 liter
-1
menit , sedangkan ukuran granul kaporit adalah 2.36 mm – 4.75 mm, 4.75 mm –
9.5 mm dan 9.5 mm – 16 mm. Koefisien difusi dan tetapan transfer massa
ditentukan dengan sum of square of error terkecil.
Koefisien difusi dan tetapan transfer massa yang digunakan untuk teknik
disinfeksi adalah 0.4371 cm2 menit-1 dan 0.0039 menit-1, sedangkan ukuran granul

dan debit alirnya adalah 9.5 mm – 16 mm dan 8 liter menit-1. Air baku setelah
dilakukan klorinasi didapati klorin bebas dan jumlah total koliform masih
memenuhi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat Pengawasan dan Kualitas Air.
Kata kunci: air sumur, disinfeksi, jumlah total koliform, kaporit, sisa klorin bebas

Hadi Suhatman. Household Scale Well Water Disinfection Technique with
Chlorination Methode. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and YUDI
CHADIRIN.
Disinfection is preventive efforts against the entry of pathogenic bacteria
to the human body. Chlorination is one effort to prevent with chlorine. The
research objective was to determine of diffusion and mass transfer coefficients
and then to develop of the chlorination device.
Effect of water flow rate on chlorine transport and granule size was studied
to develop their relationship. The flow rate discharge levels used were 8 liters
minute-1, 14 liters minute-1, and 20 liters minute-1, whereas the granule sizes were
2.36 – 4.75 mm, 4.75-9.5 mm, and 9.5 - 16 mm. Diffusion coefficients and mass
transfer were determined by least summed of square of error.
Diffusion coefficient and mass transfer used for disinfection technique were
0.4371 cm2 minute-1 and 0.0039 minute-1, as well as flow rate and granule size

used were 9.5 - 16 mm and 8 liters minute-1. Raw water had been chlorinated and
it was found that the free chlorine and the total coliform met the quality standards
based on regulation of the Minister of Health, Republic of Indonesia number 416
of 1990 about The Terms of Supervision and The Quality of Water.
Keywords: chlorine, disinfection, free residual chlorine, total coliform, well water

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TEKNIK DISINFEKSI AIR SUMUR SKALA RUMAH
TANGGA DENGAN METODE KLORINASI

HADI SUHATMAN


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Erizal, M.Agr

Judul Tesis : Teknik Disinfeksi Air Sumur Skala Rumah Tangga dengan Metode
Klorinasi
Nama
: Hadi Suhatman
NIM
: F451120121


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
Ketua

Dr.Yudi Chadirin, STP, M.Agr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Satyanto K Saptomo, STP, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


Tanggal Ujian : 24 Desember 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Desember 2013 adalah Teknik
Disinfeksi Air Sumur Skala Rumah Tangga dengan Metode Klorinasi.
Terima kasih diucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
dan Bapak Dr. Yudi Chadirin, STP, M.Agr selaku pembimbing, Dr. Ir. Erizal
Basa, M.Sc selaku penguji luar komisi serta Dr. Satyanto K Saptomo, STP, M.Si
selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan. Terima kasih
diucapkan kepada Bapak Dr. PA. Kodrat Pramudho, SKM, M.Kes selaku Kepala
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Jakarta. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
istriku Nelviarti, anakku Stannia dan Shanisha, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat.


Jakarta,

Februari 2015
Hadi Suhatman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Air Bersih
Disinfeksi
Klorinasi
Persamaan Fick
Kaporit
Sisa Klorin Bebas

Breakpoint Chlorination

2
3
3
4
6
6
6

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Analisis Data

7
7
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan koefisien difusi (D) dan tetapan transfer massa (k)
10
Pengaruh variasi debit alir dan ukuran granul terhadap penurunan bobot
kaporit
12
Ujicoba klorinasi dan rekomendasi
13
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN


21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3

Koefisien difusi dan tetapan transfer massa untuk diameter wadah
kaporit 1 inci
Koefisien difusi dan tetapan transfer massa untuk diameter wadah
kaporit ¾ inci
Data bobot kaporit sisa antara simulasi dan ujicoba dengan waktu alir
30 menit dan persentase galatnya

11
11
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Breakpoint chlorination
Granulasi kaporit tablet
Klorinmeter model Cl 2006 merk HACH
Alat flowmeter
Model wadah kaporit
Rangkaian sistem klorinasi
Bagan alir penelitian
Persentase bobot kaporit sisa oleh pengaruh debit alir dan ukuran
granul kaporit untuk diameter wadah kaporit 1 inci
Persentase bobot kaporit sisa oleh pengaruh debit alir dan ukuran
granul kaporit untuk diameter wadah kaporit ¾ inci
Kurva breakpoint chlorination air tanah BBTKLPP Jakarta
Konsentrasi sisa klorin bebas
Model alat klorinasi
Grafik kendali klorinasi air baku. Bobot awal 3.06 gram
Grafik kendali klorinasi untuk debit alir 20 liter menit-1
Grafik kendali klorinasi untuk debit alir 8 liter menit-1

7
8
8
8
8
9
10
13
13
14
14
15
15
16
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kualitas air tanah BBTKLPP Jakarta
Debit faktual di masyarakat
Perhitungan koreksi flowmeter
Koreksi debit alir flowmeter
Debit alir diukur selama 12 jam dengan debit acuan 14 liter menit-1
Model alat klorinasi tipe AYH-01
Model alat klorinasi tipe AYH-02
Kualitas fisika-kimia air bersih setelah klorinasi
Karakteristik penurunan bobot kaporit pada suhu 50 0C

21
22
23
23
24
25
25
26
27

DAFTAR SINGKATAN
Balitbangkes : BadanPenelitian dan Pengembangan Kesehatan
BBTKLPP
:Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit
BPC
: Breakpoint Chlorination
CFR
: Case Fatality Rate
D
: Koefisien difusi (cm2 menit-1)
DPD
: Diethyl paraphenilendiamine
E. coli
: Escherichia coli
k
: Tetapan transfer massa (menit-1)
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KLB
: Kejadian luar biasa
MPN
: Most Probable Number
Sodis
: Solar disinfection
USEPA
: United States Environmental Protection Agency
WHO
: World Health Organization

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut World Health Organization atau WHO (2004), sedikitnya 1.1
miliar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap air yang layak. Diare dan
penyakit lain yang ditularkan melalui air menyebabkan kematian 2.2 juta orang
per tahun. Pasokan air buruk mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan
bahkan berujung dengan kematian.
Kualitas air sangat dipengaruhi oleh komponen fisika-kimia dan
bakteriologi yang dikandungnya. Kasus berikut ini ditemukan berkaitan dengan
kualitas air yang buruk. Menurut Sarono (2005), air bersih dari mata air Desa
Winong Kecamatan Boyolali didapati jumlah total koliform dengan metode Most
Probable Number (MPN) dari sistem perpipaan sebesar 2.4 x 103 per 100 ml.
Yusuf et al (2011) menyampaikan bahwa air bersih berasal dari 25 sumur warga
RT 12, 17, dan 18 di RW 09 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Ciracas
Jakarta timur didapati 84% tidak memenuhi syarat bakteriologi dan 8% tidak
memenuhi syarat kimia. Menurut Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta (2013), air bersih dari 109 lokasi
sumur gali warga di Kabupaten Cirebon didapati 80% tidak memenuhi syarat
bakteriologi.
Penyakit ditularkan oleh air yang telah dikontaminasi bakteri patogen dan
apabila digunakan oleh manusia maka risiko terkena penyakit meningkat.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (2012),
penyakit diare dan gastroenteritis menduduki posisi pertama dari sepuluh besar
penyakit yang harus dirawat inap di rumah sakit tahun 2010 dengan nilai Case
Fatality Rate (CFR) mencapai 1.79%. Selain itu, Kejadian luarbiasa (KLB) diare
tahun 2011 mencapai 3 003 kasus dengan 12 orang meninggal atau CFR sebesar
0.40% dengan jumlah kasus KLB terbanyak di Propinsi Kepulauan Riau sebanyak
1 426 kasus.
Berdasarkan data di atas, upaya penyehatan air menjadi kunci utama untuk
mencegah terinfeksinya tubuh oleh bakteri patogen oleh air yang digunakan
sehari-hari. Disinfeksi yang sudah banyak digunakan untuk penyehatan air adalah
proses klorinasi (Cheriaa et al. 2011; Ahmad et al. 2012; Wu et al. 2012; El
Najjar 2013).
Perumusan Masalah
Kendala ketinggian menara air memberikan kesulitan ketika dibubuhkan
kaporit pada reservoir, sehingga dibutuhkan teknik disinfeksi yang praktis yaitu
mentransportasikan kaporit dari bawah menara menuju reservoir. Ukuran granul
kaporit, debit alir dan diameter wadah kaporit menjadi kendala tersendiri karena
faktor tersebut menentukan jumlah kaporit/klorin yang ditransportasikan ke
reservoir dan harus ditentukan dengan tepat.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Merekomendasikan teknik sanitasi air sumur dengan cara klorinasi.
2. Menentukan koefisien difusi (D) dan tetapan transfer massa (k).
3. Menjelaskan pengaruh variasi debit alir dan ukuran granul terhadap perubahan
bobot kaporit dengan diameter wadah kaporit ¾ dan 1 inci.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat karena dihasilkan teknik
disinfeksi air sumur yang mudah diterapkan dan efektif. Selain itu, bagi sanitarian
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sanitasi air bersih terutama air
sumur untuk diterapkan di wilayah tugasnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah
1. Pengamatan sistem penyediaan air bersih dan debit alir yang digunakan oleh
masyarakat.
2. Pembahasan pengaruh ukuran granul kaporit, debit alir dan diameter pipa
wadah kaporit terhadap perpindahan kaporit.
3. Rekayasa teknik klorinasi yang tepat guna bagi sistem penyediaan air bersih
dari air sumur skala rumah tangga.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Air Bersih
Air bersih menurut Kemenkes (1990), sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Persyaratan
kualitas air bersih meliputi persyaratan fisika, kimia, bakteriologi dan radioaktif.
Syarat fisika umumnya dapat diamati secara visual dan berkaitan dengan uji
organoleptik yakni suhu, bau, kekeruhan, dan rasa. Syarat kimia berkaitan dengan
senyawa kimia, baik sebagai senyawa kimia organik maupun kimia anorganik.
Syarat radioaktif berkaitan dengan bahan radioaktif yang terdapat pada air. Syarat
bakteriologi berkaitan dengan keberadaan makhluk hidup renik yang hidup di air
bersih. Uji bakteriologi air bersih dengan mengukur jumlah total koliform air
bersih dengan metode Most Probable Number (MPN). Menurut Badiamurti dan
Muntalif (2010), bakteri koliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak
patogen, mudah dan cepat dikenal dalam tes laboratorium, dapat dikuantifikasi,
jumlahnya dapat dikorelasikan dengan probabilitas adanya bakteri patogen, dan
dapat bertahan lebih lama dibandingkan bakteri patogen dalam lingkungan yang
tidak menguntungkan.

3

Kuantitas pemakaian air bersih berbeda setiap rumah tangga. Jumlah
anggota keluarga dan status sosial ekonomi serta fungsi bangunan mempengaruhi
kebutuhan air bersih. Jumlah anggota keluarga semakin banyak menyebabkan
kebutuhan air bersih di rumah tangga semakin besar. Strata sosial ekonomi suatu
rumah tangga juga mempengaruhi kebutuhan air, semakin tinggi status sosial
ekonomi rumah tangga maka kebutuhan air bersih semakin besar. Menurut
Suprihatin dan Suparno (2013), kebutuhan air bersih per kapita rata-rata penduduk
Indonesia disesuaikan dengan perencanaan instalasi pengolahan air yaitu 125
liter/orang/hari. WHO (2004) memberikan kategori berdasarkan kriteria risiko
kesehatan masyarakat berhubungan dengan higiene, bahwa kategori akses optimal
bila melebihi dari jumlah 100 liter/hari/orang. Menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Jakarta (2010), sumber utama air untuk
seluruh keperluan rumah tangga pada umumnya menggunakan sumur gali
terlindung (27.9%), sumur gali tak terlindungi (10.2%), sumur bor/pompa (22.2%)
dan air ledeng/PAM (19.5 %).
Disinfeksi
Disinfeksi adalah proses memusnahkan mikroorganisma yang dapat
menimbulkan penyakit. Menurut Said (2007), disinfeksi merupakan benteng
manusia terhadap paparan mikroorganisma patogen penyebab penyakit, termasuk
di dalamnya virus, bakteri dan protozoa parasit.
Metode disinfeksi telah banyak diteliti dan dikembangkan serta diterapkan
di masyarakat seperti solar disinfection (sodis), klorinasi, filtrasi dan sebagainya.
Sodis yaitu air di dalam wadah transparan dikenai langsung sinar matahari selama
beberapa jam untuk membunuh bakteri patogen. Menurut Aziz et al. (2013),
disinfeksi selama 5 jam penyinaran memberikan hasil bakteriologi memenuhi
standar yang ditetapkan. Menurut Amin et al. (2014), disinfeksi dilakukan
terhadap air di dalam botol transparan dengan dijemur di bawah sinar matahari
selama 8 - 9 jam dan diamati efektivitas penurunan Pseudomonas aeruginosa.
Selain sodis, disinfeksi dapat dilakukan dengan klorinasi. Menurut Cheriaa et al.
(2011), klorinasi dapat efektif membunuh Pseudomonas aeruginosa setelah
dilakukan proses klarifikasi. Teknik sequential disinfection (SD) yaitu klorinasi
secara bertahap dengan tahap pertama (primary disinfection) untuk membunuh
90% bakteri dan dilanjutkan klorinasi berikutnya (secondary disinfection) untuk
membunuh sisanya, sangat efektif untuk menginaktivasi bakteri E. coli (Wu et al.
2012). Menurut Somani (2011), air dididihkan dan dipertahankan selama 15 – 20
menit dapat membunuh semua bakteri dan sangat sesuai dengan kebutuhan rumah
tangga.
Klorinasi
Klorinasi adalah proses penambahan zat klorin ke dalam air untuk
membunuh bakteri patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Menurut
Ahmad et al. (2012), klorin ampuh membunuh mikroorganisma dalam
pengolahan air bersih. Klorinasi adalah proses kimia yang biasa digunakan dalam
pengolahan air terutama untuk disinfeksi (El Najjar 2013).
Menurut Said (2007), klorin menyebabkan dua jenis kerusakan pada sel
bakteri. Pertama, merusak kemampuan permeabilitas sel. Klorin merusak
membran dari sel bakteri sehingga sel kehilangan permeabilitasnya dan merusak

4
fungsi sel lainnya. Kedua, merusak asam nukelat dan enzim. Klorinasi
menghancurkan bakteri patogen melalui daya germisidal dari zat klorin. Klorinasi
juga membawa fungsi sekunder penting dalam air yaitu proses oksidasi besi,
mangan, hidrogen sulfida, senyawa penghasil rasa dan bau, ganggang dan
organisme lumpur lainnya (Rohim 2006).
Klorinasi dipengaruhi oleh banyak faktor, pertama jenis bakteri. Bakteri
patogen yang resisten terhadap disinfektan banyak sekali di alam. Umumnya,
resistensi terhadap disinfektan berurutan sebagai berikut: bakteri vegetatif 1, kondisi batas.
C(t)i= C(t), x =L dan t > 0
Pada kondisi batas tercapai kondisi konsentrasi relatif seragam pada volume
kontrol,

Persamaan (5) disubstitusikan ke persamaan (4) diperoleh persamaan (6) dan (7).

Jika C(t) adalah perbandingan antara bobot kaporit (w) dan volume wadah kaporit
(V), maka persamaan (7) dapat dituliskan sebagi persamaan (8).

Nilai koefisien difusi (D) dan tetapan transfer massa (k) didapatkan dari sum of
square of error (SSE) terkecil antara data simulasi dan data pengamatan dengan

6
menggunakan aplikasi solver. Data simulasi [w(t)i+1] adalah bobot kaporit sisa
diperoleh dengan dimasukkan nilai β, ∆t dan k. Nilai D dan k adalah variabel yang
diperoleh nilai sejatinya ketika memenuhi syarat sum of square of error (SSE)
terkecil dari selisih data simulasi dan data pengamatan (Budi dan Sasongko 2009;
Makhtur et al. 2012).
Kaporit
Kaporit adalah nama dagang dari kalsium hipoklorit dengan rumus molekul
Ca(OCl)2. Kaporit memiliki berat molekul 143 gram/mol dan rapat jenis 2.35
gram/cm3 pada suhu 200C. Kaporit mengalami dekomposisi secara termal pada
suhu 1000C, dan kelarutan dalam air 21 gram/100 ml (Patnaik 2002). Menurut
White (2010), kaporit mengalami dekomposisi secara termal dengan melepaskan
klorin dan oksigen ke lingkungan.
Kaporit di dalam air membentuk asam hipoklorit (HOCl) yang memiliki
sifat disinfektan. Menurut USEPA (2004), asam hipoklorit terurai membentuk ion
OCl- (ion hipoklorit) yang dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis dan deaminasi
pada berbagai komponen kimia bakteri seperti peptidoglikan, lipid dan protein
sehingga terjadi kerusakan fisiologis dan mempengaruhi mekanisme seluler.
Sisa Klorin Bebas
Sisa klorin bebas adalah jumlah klorin yang tersisa setelah digunakan untuk
bereaksi dengan semua komponen di air termasuk membunuh bakteri patogen.
Keberadaan sisa klorin bebas dapat mencegah rekontaminasi air yang telah
memenuhi syarat bakteriologi (Wu et al. 2012). Konsentrasi sisa klorin bebas
yang diperbolehkan oleh Permenkes RI No. 416/1990 yaitu 0.2 mg/l sampai 0.5
mg/l.
Lantagne (2008) merekomendasikan sisa klorin maksimal 2.0 mg/l selama 1
jam setelah penambahan sodium hipoklorit dan sedikitnya 0.2 mg/l setelah 24 jam
penambahan. Menurut Owolabi dan Azees (2010), residu klorin menurun dengan
bertambahnya jarak yang telah ditempuh oleh residu klorin dalam jaringan
distribusi. Sarbatly dan Duduku (2007) mempelajari pengaruh suhu udara ambien
terhadap sisa klorin bebas dan pertumbuhan kembali bakteri serta penurunan sisa
klorin terhadap jarak yang telah ditempuh oleh residu klorin sejauh 45 km.
Penentuan sisa klorin bebas pada pengolahan air merupakan metode yang
sederhana namun penting untuk memastikan air telah aman.
Breakpoint Chlorination (BPC)
Breakpoint chlorination (BPC) adalah konsentrasi (dosis) klorin yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik, amoniak dan bahan lain yang
dapat dioksidasi serta membunuh mikroorganisma jika masih ada sisa klorin pada
konsentrasi tersebut (Rosyidi 2010). Gambar 1 menunjukkan hubungan kuantitatif
penambahan klorin pada air baku terhadap klorin yang diukur.

7

BPC

Gambar 1 Garis grafikbreakpoint chlorination.
Sumber : White (2010).
Tahap awal BPC, klorin akan bereaksi dengan komponen kimia di air
seperti Fe2+ dan Mn2+ serta komponen kimia lain yang dapat dioksidasi. Jika
klorin ditambahkan terus menerus ke air baku, maka garis grafik naik sesuai
dengan penambahan klorin. Tahap ini terbentuk kloramin sebagai klorin tersedia
terikat (Lestari et al. 2008) merupakan hasil reaksi antara klorin dan amoniak. Jika
klorin terus ditambah ke air baku, maka diperoleh garis grafik menurun karena
klorin tersedia terikat (kloramin) dioksidasi oleh klorin menjadi gas N2 dan lepas
ke udara ambien. Tahap akhir, klorin ditambahkan lebih lanjut ke air baku
sehingga garis grafik akan meningkat sesuai dengan penambahan klorin. Tahap ini
klorin yang diukur sebagai sisa klorin bebas.

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai Juni 2014.
Pengamatan mengenai sistem penyediaan air bersih di masyarakat dilakukan di
Jakarta (Jakarta Utara dan Barat), Bekasi (Bekasi Utara dan Timur), dan
Kabupaten Cirebon (Kecamatan Tengah Tani, Talun dan Sumber). Profil rumah
dari rumah tangga yang diamati adalah rumah di daerah komplek perumahan dan
non komplek/perumahan dengan luas tanah antara 60 m2 dan 100 m2, rumah tidak
bertingkat, dan sumber air bersih berasal dari air sumur. Penelitian laboratorium
dilaksanakan di instalasi teknologi tepat guna, laboratorium kimia, dan
laboratorium biologi lingkungan yang berada di BBTKLPP Jakarta serta
laboratorium di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain kaporit tablet kadar 60 - 70%, air murni
(akuabides steril), DPD (diethyl paraphenilendiamine), dan air bersih sebagai air
baku diambil dari sumber air tanah BBTKLPP Jakarta. Granulasi kaporit
dilakukan dengan menghancurkan kaporit tablet menggunakan lumpang dan
diayak sehingga diperoleh granul sesuai Gambar 2. Ukuran granul 2.36 – 4.75

8
mm, 4.75 - 9.5 mm, dan 9.5 – 16 mm dan untuk wadah kaporit dengan diameter ¾
dan 1 inci.

(c)
(d)
(a)
(b)
Gambar 2 Granulasi kaporit tablet. Kaporit tablet (a), granul 9.5 mm –16 mm (b),
granul 4.75 mm – 9.5 mm (c), dan granul 2.36 mm – 4.75 mm.
Alat yang digunakan antara lain adalah klorinmeter (Gambar 3), flowmeter dengan
debit yang dapat diukur pada kisaran 5 - 35 liter menit-1 dan 1 - 11 liter menit-1
(Gambar 4), desikator, wadah kaporit (Gambar 5), pompa air Shimizu PS 226 BIT
(suction head: 9 meter dan discharge head: 31 meter), saringan mesh, selang air,
perpipaan, stopkran, timbangan, peralatan gelas laboratorium, lem isarplas, gergaji
besi, amplas, meteran, stopwatch, peralatan gelas laboratorium, reservoir air
kapasitas 1050 liter dan 550 liter, fitting PVC, pipa PVC dan pompa air serta
komputer dengan program excel dan AutoCad.

Gambar 3 Klorinmeter Model Pocket Colorimeter II merk HACH.
x

Tempat
media kaporit

10 cm

(a)

(b)

Gambar 4 Flowmeter dengan kisaran debit yang
dapat
diukur:Analisis
5 - 35Data
liter menit-1 (a),
Prosedur
dan 1 – 11 liter menit-1 (b).

x : diameter ¾ dan 1inci

Gambar 5 Wadah kaporit.

9

Prosedur Analsis Data
Debit alir yang digunakan pada penelitian ini adalah 8, 14 dan 20 liter
menit-1 didasarkan data lapangan yang diperoleh di Lampiran 2. Flowmeter telah
dikalibrasi agar debit alir yang dihasilkan akurat (Lampiran 3 dan 4). Tahap awal
diamati pengaruh debit alir terhadap perubahan bobot kaporit selama waktu alir.
Wadah kaporit kosong (Gambar 5) ditimbang sebanyak 3 buah, kemudian
dimasukkan kaporit untuk setiap wadah kaporitnya dan ditentukan bobot awal
kaporitnya. Tahap berikutnya, wadah kaporit dipasang pada rangkaian sistem
sesuai Gambar 6a. Wadah kaporit pertama dialiri air sesuai Gambar 6b selama 10
menit. Wadah kaporit kedua dipasang pada rangkaian dan dialiri selama 20 menit.
Terakhir, perlakuan sama untuk wadah kaporit ketiga dialiri selama 30 menit.
Tahap akhir, ketiga kaporit dikeringkan pada suhu 50 0C selama 24 jam untuk
didapatkan bobot kaporit akhir. Prosedur ini dilakukan untuk setiap ukuran granul
kaporit.
Koefisien difusi atau disebut sebagai koefisien D dan tetapan transfer massa
atau disebut sebagai tetapan k diperoleh dari hasil perhitungan dengan
menggunakan aplikasi solver pada Microsoft Windows 2007.

Selain itu, data hasil pengamatan diolah untuk didapatkan grafik persentase
bobot kaporit sisa dari bobot awalnya selama waktu alir untuk masing-masing
ukuran granul kaporit dan diameter wadah kaporit.
(

)

w(t)i+1 adalah bobot kaporit hasil simulasi dari persamaan (8) dan
bobot kaporit yang ditimbang awal.

wadah
kaporit

adalah

pompa

flowmeter

stopkran
(a)
(b)
Gambar 7 Rangkaian sistem klorinasi. Sistem ujicoba di lapangan (a); Diagram
alir sistem klorinasi (b)
Grafik BPC diperoleh setelah diplotkan hubungan antara dosis klorin yang
ditambahkan ke air baku dan klorin yang diukur setelah waktu kontak 30 menit
dengan air baku (WHO 2004). Penentuan BPC dari grafik disesuaikan seperti
Gambar 1. Kaporit ditimbang seberat 0.05 gram kemudian dilarutkan dalam 500

10
ml akuabides steril dan diukur konsentrasinya Larutan ini selanjutnya disebut
sebagai larutan induk. Wadah sebanyak 7 buah diisi sampel air baku sebanyak 200
ml. Selanjutnya, larutan induk dengan volume 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ml
ditambahkan berurutan ke dalam air baku dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah
30 menit diukur sisa klorinnya.
Kebutuhan kaporit untuk klorinasi ditentukan dari grafik BPC, debit alir yang
digunakan, dan lama waktu alir dengan menggunakan persamaan (11).

V adalah volume dosis yang ditambahkan sehingga mencapai kondisi BPC (liter);
[C] adalah konsentrasi larutan induk klorin (mg liter-1); Q adalah debit alir (liter
menit-1); ∆t adalah lama waktu alir (menit) ; 2.02 adalah perbandingan antara
bobot molekul kaporit dan klorin; 10-3 adalah konversi satuan bobot (g mg-1).
Bobot kaporit untuk ujicoba klorinasi didasarkan oleh grafik kendali
klorinasi. Bobot kaporit dikontrol oleh grafik kendali klorinasi, terdiri atas bobot
BPC (persamaan 11), bobot sisa kaporit (persamaan 8), kaporit berpindah ke
reservoir, dan kaporit maksimum yang dapat dipindahkan. Air klorinasi
ditentukan sisa klorin bebas dan total koliform. Secara umum, bagan alir
penelitian ini disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Bagan alir penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan koefisien difusi(D) dan tetapan transfer massa(k)
Koefisien D dan tetapan k pada Tabel 1 dan 2 didasarkan atas perolehan sum
of square of error terkecil. Sum of square of error terkecil didapatkan dari hasil
perhitungan menggunakan aplikasi solver.

11

Tabel 1 Koefisien difusi dan tetapan transfer massa untuk diameter wadah kaporit
1 inci
Debit alir
(liter menit-1)

Lama waktu alir (menit)
10

20

30

SSE

D ( x 10-2)

k ( x 10-3)

(cm2 menit-1)

(menit -1)

Square of error (SE)
Untuk granul 9.5 – 16 mm
8

0.0010

0.0164

0.0059

0.0233

0.00

4.61

14

0.0647

0.1838

0.0367

0.2852

4.56

5.11

20

0.0063

0.0761

0.0294

0.1118

41.1

11.2

Untuk granul 4.75 mm - 9.5 mm
8

0.0918

0.3813

0.1255

0.5986

23.1

11.8

14

0.0065
0.0025

0.0614
0.0138

0.0413
0.4743

0.1092
0.4906

37.5

21.3

44.2

42.9

0.0032
0.0064
-

0.0037
0.0397
-

59.0
19.3
-

43.5
87.5
-

20

Untuk granul 2.36 mm - 4.75 mm
8
14
20
(-)

0.0005
0.0007
-

0.0000
0.0325
-

Pengukuran tidak dilakukan

Tabel 2 Koefisien difusi dan tetapan transfer massa untuk diameter wadah kaporit
¾ inci
Debit alir

Lama waktu alir (menit)

(liter menit-1)

10

20

30

SSE

D ( x 10-1)

k ( x 10-3)

(cm2 menit-1)

(menit -1)

Square of error (SE)
Untuk granul 9.5 – 16 mm
8

0.0172

0.2059

0.0826

0.3057

4.37

3.92

14
20

0.0009
0.0002

0.0167
0.2162

0.0045
0.0910

0.0221
0.3074

4.80
6.86

4.79
7.34

Untuk granul 4.75 mm - 9.5 mm
8

0.0003

0.0544

0.0194

0.0741

5.94

8.56

14

0.0006

0.0004

0.0031

0.0042

6.75

34.0

20

0.0022

0.0021

0.0393

0.0437

5.55

38.8

Untuk granul 2.36 mm - 4.75 mm
8

0.0147

0.0084

0.0894

0.1125

5.35

51.7

14

0.1236

0.0012

0.0645

0.1893

3.61

75.1

20

-

-

-

-

-

-

(-)

Pengukuran tidak dilakukan

12
Tabel 1 dan 2 menunjukkan tetapan transfer massa (k) yang diperoleh
meningkat sesuai dengan naiknya laju alir yang melewati wadah kaporit.
Perubahan kaporit dapat terjadi karena larut/reaksi kaporit dengan air (Rohim
2006; Said 2007; Sarbatly dan Duduku 2007; Setiawan et al. 2013), dan
terkikisnya kaporit diakibatkan oleh aliran air atau oleh keduanya sehingga terjadi
perubahan massa pada kaporit. Perpindahan massa sangat dipengaruhi oleh
kecepatan alir, semakin cepat mengalir mengakibatkan koefisien transfer massa
semakin besar (Welasih 2006). Menurut Setyadji (2011), kenaikan koefisien
transfer massa yang keluar secara aksial dari sebuah fixed bed (kolom)
dipengaruhi oleh kenaikan laju alir umpan yang diberikan untuk melewati fixed
bed tersebut.
Granul 9.5 – 16 mm dan 4.75 - 9.5 mm pada Tabel 1 menunjukkan koefisien
D naik dengan meningkatnya debit alir. Koefisien D naik disebabkan konsentrasi
kaporit meningkat pada fase cair sehingga difusi semakin besar. Namun, untuk
granul 2.36 - 4.75 mm semakin besar debit alir mengakibatkan koefisien difusi
turun. Kondisi ini disebabkan kaporit berpindah ke fase cair sangat besar sehingga
meningkatkan gesekan antarmolekul dan akibatnya difusi kaporit turun. Tabel 2
menunjukkan koefisien D menurun pada granul 4.75 – 9.5 mm dengan debit alir
20 liter menit-1 dan untuk penjelasannya sesuai dengan penjelasan Tabel 1.
Koefisien D dipengaruhi oleh suhu, tekanan, komposisi zat difusan dan sifat
pelarut (Mortimer 2008). Menurut Connell dan Miller (1995), suatu hubungan
menunjukkan bahwa koefisien difusi berbanding terbalik dengan garis tengah
molekul dan untuk beberapa kasus dapat dinyatakan sebagai akar kuadrat bobot
molekul. Diameter molekul atau bobot molekul (jumlah molekul) meningkat
sebanding dengan meningkatnya kerapatan. Menurut Wati dan BudimanSastrowardoyo (2007), kerapatan memberikan pengaruh terhadap koefisien difusi,
kerapatan meningkat menyebabkan koefisien difusi menjadi turun.
Debit alir 20 liter menit-1 dan ukuran granul 2.36 – 4.75 mm tidak dilakukan
pengukuran karena kecenderungan kehilangan bobot kaporit sangat besar
sehingga tidak efektif untuk klorinasi dan efisiensi pemakaian bahan.
Pengaruh debit alir dan ukuran granul kaporit terhadap penurunan bobot
kaporit
Gambar 8 dan 9 menunjukkan penurunan bobot kaporit semakin besar
dengan meningkatnya debit alir pada ukuran granul yang sama. Debit alir adalah
perkalian antara kecepatan alir dan luas penampang, jika debit alir ditingkatkan
maka kecepatan alir meningkat juga. Gaya yang timbul selama waktu tumbukan
terjadi karena perubahan momentum. Perubahan momentum diakibatkan oleh
perubahan kecepatan alir sebelum dan sesudah tumbukan. Kecepatan alir
ditingkatkan akan dihasilkan gaya yang meningkat pada saat tumbukan
(Geankoplis 1993). Gaya dihasilkan dapat melepaskan / merontokkan cuplikan
kaporit. Selain itu, kaporit dapat larut dengan perbandingan tertentu (Patnaik
2002) atau bereaksi dengan air sehingga mengurangi bobot kaporit dalam wadah
kaporit. Air mengalir melarutkan kaporit pada suatu titik kontak pada bidang
kaporit, dan selanjutnya air yang lebih segar datang untuk kembali melarutkan
kaporit pada titik kontak di bidang tersebut. Debit alir semakin naik dapat

13

meningkatkan penurunan bobot karena dilarutkan lebih banyak kaporit oleh air
yang relatif selalu segar.

Bobot kaporit sisa (%)

100
8 liter/menit, 9.5 - 16 mm
14 liter/menit, 9.5 - 16 mm
20 liter/menit, 9.5 - 16 mm
8 liter/menit, 4.75 - 9.5 mm
14 liter/menit, 4.75 - 9.5 mm
20 liter/menit, 4.75 - 9.5 mm
8 liter/menit, 2.36 - 4.75 mm
14 liter/menit, 2.36 - 4.75 mm

75
50
25
0
0

10

20

30

Lama waktu alir (menit)

Gambar 8 Persentase bobot kaporit sisa oleh pengaruh debit alir dan ukuran
granul kaporit untuk diameter wadah kaporit 1 inci.

Bobot kaporit sisa (%)

100
8 liter/menit, 9.5 - 16 mm
14 liter/menit, 9.5 - 16 mm
20 liter/menit, 9.5 - 16 mm
8 liter/menit, 4.75 - 9.5 mm
14 liter/menit, 4.75 - 9.5 mm
20 liter/menit, 4.75 - 9.5 mm
8 liter/menit, 2.36 - 4.75 mm
14 liter/menit, 2.36 - 4.75 mm

75
50
25
0
0

10
20
Lama waktu alir (menit)

30

Gambar 9 Persentase bobot kaporit sisa oleh pengaruh debit alir dan ukuran
granul kaporit untuk diameter wadah kaporit ¾ inci.
Gambar 8 dan 9 menunjukkan penurunan bobot kaporit terjadi dengan
semakin kecil ukuran granul pada debit alir yang sama. Prinsipnya, jika semakin
kecil ukuran granul maka semakin besar luas permukaannya sehingga bidang
tumbukan semakin besar. Menurut Geankoplis (1993), jumlah gaya semakin besar
dengan meningkatnya luas bidang tumbukan. Jika gaya-gaya ini mampu
melepaskan cuplikan kaporit maka perpindahan massa semakin besar. Laju fluks
massa keluar sangat dipengaruhi oleh luasan daerah kontak (Welty et al. 2004).
Bidang kontak semakin besar juga dapat meningkatkan kelarutan/reaksi kaporit
dengan air sehingga penurunan bobot semakin cepat. Penurunan bobot kaporit
paling sedikit ditunjukkan oleh debit alir 8 liter menit-1 dengan ukuran granul
yang digunakan 9.5 mm – 16 mm (Gambar 8 dan 9).
Ujicoba klorinasi dan rekomendasi
Parameter fisika dan kimia serta bakteriologi air baku sangat mempengaruhi
jumlah kaporit untuk klorinasi (WHO 2004; Said 2007; Lantagne et al. 2008;
Rosyidi 2010; Preston 2010). Penetapan BPC air bersih ditentukan dari grafik

14
hubungan antara pemberian dosis klorin (ml) dan konsentrasi klorin (mg/l) yang
diukur setelah dicampur air baku (Gambar 10).

Konsentrasi
Klorin (mg/L)

0,60

Kondisi BPC

0,50
0,40
0,30
0,20

BPC

0,10
0

Gambar 10

1

2 3 4 5 6
Dosis klorin (ml)

7

(a)
(b)
Kurva breakpoint chlorination air baku (a); Warna reaksi DPD
dengan sisa klorin pada penentuan breakpoint chlorination (b)

Dosis yang digunakan adalah 4 ml atau 0.004 liter dan debit alir 14 liter
menit mengalir selama 30 menit sehingga didapatkan bobot BPC 0.51 gram.
Menurut White (2010), jika titik BPC sudah dilewati maka setiap penambahan
klorin sebanding dengan kenaikan konsentrasi sisa klorin bebas yang terukur.
Gambar 11 menunjukkan hubungan penambahan kaporit setelah melewati bobot
BPC-nya dan sisa klorin bebas yang terukur.
Konsentrasi
sisa klorin bebas (mg/l)

-1

4,25
y = 1.862x - 1.086
R² = 0.9933

3,25
2,25
1,25
0,25
0,75

1,25

1,75

2,25

Kaporit yang masuk ke reservoir (g)

Gambar 11

Konsentrasi sisa klorin bebas setelah melewati breakpoint
chlorination.

Korelasi positif sebesar 0.9967 antara bobot kaporit berpindah ke reservoir
dan sisa klorin bebas terukur. R square (R-Sq) didapatkan 0.9933 mendekati nilai
1 sehingga grafik mendekati garis linear. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 416 tahun 1990 diatur batas maksimal sisa klorin bebas pada air bersih
adalah 0.5 mg/l. Interpolasi persamaan dari Gambar 11 untuk sisa klorin bebas 0.5
mg/l didapatkan pada saat bobot kaporit berpindah ke reservoir sebesar 0.8518
gram dan disebut sebagai bobot maksimal yang dapat ditambahkan.
Desain model yang direkomendasikan untuk ujicoba debit pompa 14 liter
menit-1 disajikan pada Gambar 12. Alat klorinasi model AYH-01 dengan debit alir
yang melalui kaporit diatur 8 liter menit-1 diperoleh persentase galat rata-rata
sebesar 2.33%.

15

Gambar 12 Model alat klorinasi. Kode AYH-01
Tabel 3 Bobot kaporit sisa antara hasil simulasi
dan ujicoba serta persentase galatnya
No
1
2
3

Bobot Kaporit (g)
Simulasi
Ujicoba
2.38
2.42
2.27
2.21
2.34
2.28

Galat
(%)
1.65
2.71
2.63

Rata-rata Galat (%)

2.33

Bobot kaporit awal yang digunakan ujicoba klorinasi sebesar 3.06 gram dan
hasil simulasinya disajikan Gambar 13. Grafik kaporit tersisa diperoleh sebagai
ekstrapolasi persamaan (8) selama 120 menit. Bobot kaporit berpindah ke
reservoir diperoleh dari selisih bobot kaporit sisa antara sebelum dan setelah
pengisian dengan lama pengisian 30 menit.

Bobot kaporit (g)

3,40
3,06

Kaporit tersisa (simulasi)
Kaporit berpindah
Kebutuhan kaporit BPC
Kaporit maksimal berpindah

2,40

1,40

0,40
0

30
60
90
Lama waktu alir (menit)

120

Gambar 13 Grafik kendali klorinasi air baku. Bobot awal 3.06 gram.

16

Bobot kaporit (g)

Hasil pengujian air baku memiliki jumlah total koliform sebesar 2 per 100 mL dan
setelah diklorinasi menjadi 0 per 100 mL. Sisa klorin bebas yang terukur sebesar
0.40 mg/l. Hasil uji analisis air yang telah diklorinasi menunjukkan masih
memenuhi baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 tahun 1990
tentang Syarat-syarat Pengawasan dan Kualitas Air sebagaimana disajikan pada
Lampiran 8.
Hasil simulasi Gambar 14 dengan debit alir pompa 20 liter menit-1
menunjukkan klorinasi efektif antara bobot 3.46 dan 4.08 gram dengan 3 kali
pengisian. Model alat klorinasi untuk Gambar 14 disajikan Lampiran 7. Hasil
simulasi klorinasi pada Gambar 15 dengan debit alir pompa 8 liter menit-1
menunjukkan bobot efektif antara 1.40 dan 1.65 gram dengan 2 kali pengisi. Lama
waktu pengisian disesuaikan dengan volume reservoir sebesar 500 – 600 liter.
Simulasi bobot maksimal
Bobot berpindah untuk bobot maksimal
Simulasi bobot minimal
Bobot berpindah untuk bobot minimal
Bobot BPC
bobot berpindah untuk batas maksimal

4,45
4,08
3,46
3,45
2,45
1,45
0,45
0

30

60
90
Lama waktu alir (menit)

120

Gambar 14 Grafik kendali klorinasi untuk debit alir 20 liter menit-1 dan pengisian
setiap 30 menit.
Simulasi bobot minimal
Bobot berpindah untuk bobot minimal
Simulasi bobot maksimal
Bobot berpindah untuk bobot maksimal
Bobot BPC
bobot berpindah untuk batas maksimal

Bobot kaporit (g)

1,65
1,40
1,35
1,05
0,75
0,45
0,15
0

30

60

90

120

Lama waktu alir (menit)

Gambar 15 Grafik kendali klorinasi untuk debit alir 8 liter menit-1 dan pengisian
setiap 40 menit.

17

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang didapat dari penelitian ini antara lain:
1. Rekomendasi yang tersusun untuk sanitasi air sumur terdiri atas:
a. Debit alir yang melewati kaporit diatur 8 liter menit-1
b. Ukuran granul kaporit adalah 9.5 – 16 mm
c. Alat klorinasi model AYH – 01 untuk debit pompa 8 - 16 liter menit-1 dan
model AYH – 02 untuk debit pompa 16 - 20 liter menit-1.
2. Penetapan koefisien difusi dan transfer massa yang sesuai untuk teknik
disinfeksi adalah 4.37 x 10-1 cm2 menit-1 dan 3.92 x 10-3 menit-1.
3. Ukuran granul yang digunakan semakin kecil menyebabkan penurunan bobot
kaporit semakin cepat. Debit alir yang digunakan semakin besar juga
memberikan hasil yang sama.
Saran
Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini antara lain:
1. Pengaruh debit alir lebih kecil dari 8 liter menit-1 perlu dikaji lebih lanjut agar
diperoleh profil hubungan antara debit alir dan perubahan bobot kaporit yang
lebih lengkap.
2. Perlu dibangun sistem otomisasi pengisian air ke reservoir sehingga diperoleh
kualitas dan kuantitas air bersih sesuai harapan.
3. Perlu dirancang sistem pengaman atau pelindung dari kaporit terlarut yang
turun menuju pompa air setelah hubungan listrik padam.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad T, Shukla K, Sharma AK. 2012. Effect of chlorine (disinfectant) on
viability of pathogenic free living free living amoebae. Indian Journal of
Fundamental and Applied Life Sciences. 2 (2): 132 -137.
Amin MT, Nawaz M, Amin MA, Moo YH. 2014. Solar disinfection of
Pseudomonas aeruginosa in harvested rainwater: A step towards potability of
rainwater. PLoS ONE. 9(3): 1 – 10.
Azarpazhooh E, Ramaswamy HS. 2010. Evaluation of diffusion and azuara
models for mass transfer kinetics during microwave - osmotic dehydration of
apples under continuous flow medium - spray conditions. Drying Technology.
28(1): 57-67
Aziz F, Mandi L, Boussaid A, Boraam F, Ouazzani N. 2013. Quality and
disinfection trials of consumption water in storage reservoirs for rural area in
tiie Marrakech region (Assif el Mal). Journal of Water and Health. 11(1): 146
– 160.

18
Badiamurti GR, Muntalif BS. 2010. Korelasi kualitas air dan insidensi penyakit
diare berdasarkan keberadaan bakteri coliform [skripsi]. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2010. Laporan
Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI.
[BBTKLPP] Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Peyakit Jakarta. 2013. Pemetaan faktor risiko kesehatan lingkungan air bersih
dan air minum di Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Jakarta (ID): BBTKLPP
Jakarta.
Budi FS, Sasongko SB. 2009. Koefisien transfer massa pada proses ekstraksi kayu
manis (Cinnamomum Burmanni). Jurnal Reaktor. 12(4): 232 – 238.
Cavallaro EC, Harris JR, da Goia MS, dos Santos Barrado JC, da Nóbrega AA, de
Alvarenga Júnior IC, Silva AP, Sobel J, Mintz E. 2011. Evaluation of potchlorination of well during a cholera outbreak. Bissau. Guinea-Bissau.
Journal of Water and Health. 9(2): 394–402.
Chauret C, Smith C, Baribeau H. 2008. Inactivation of Nitrosomonas europaea
and patogenic Escherichia coli by chlorine and monochloramine. Journal of
water and health. 6 (3) : 315-322.
Cheriaa J, Abouda Y, Rouabhia M, Nefzi M, Bakhrouf A. 2011. Efficiency of
primary chlorination, clarification and final disinfection on Pseudomonas
aeruginosa under laboratory conditions in raw water. Journal of Water
Supply. 60(2): 101–108.
Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer
Y, penerjemah; Sahati, Editor. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia.
Costa DP, de Matos Silva F, Romualdo KV, da Silva Neto AJ, Câmara LDT.
2010. International Review of Chemical Engineering (I.RE.CH.E.). Special
Section on “XIII Computational Modeling Meeting. 2 (6): 772-778.
Doreswamy HS, Janardhan RCL, Sudheendra SR. 2012. An Analytical Solution
of One-dimensional Advection-Diffusion Equation in a Porous Media in
Presence of Radioactive Decay. Global Journal of Pure and Applied
Mathematics. 8 (2): 113-124.
[EPA] Environmental Protection Agency. 2004. Guidelines for water reuse.
Washington DC (US): EPA.
El Najjar NH. 2013. Aqueous chlorination of levofloxacin: Kinetic and
mechanistic study transformation product identification and toxicity. Water
Research. (47): 121 -129.
Geankoplis CJ. 1993. Transport Processes and Unit Operations. Third Edition.
New Jersey (USA): Prentice – Hall International Inc.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia
2011. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI.
Lantagne DS. 2008. Sodium hypochlorite dosage for household and emergency
water treatment. American Water Works Association. 100(8): 106 - 119.

19

Lantagne DS, Blount BC, Cardinali F, Quick R. 2008. Disinfection by product
formation and mitigation strategies in point of use chlorination of turbid and
non turbid waters in western Kenya. Journal of Water and Health. 6(1): 67 82.
Lestari DE, Utomo SB, Sunarko, Virkyanov. 2008. Pengaruh penambahan biosida
pengoksidasi terhadap kandungan klorin untuk pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme pada air pendingin sekunder RSG-GAS. Seminar Nasional
IV SDM Teknologi Nuklir; 25 – 26 Agustus 2008; Yogyakarta. Indonesia.
Yogyakarta (ID): STTN – BATAN. hal 561 – 566.
Mahreni, Mulyani S. 2002. Pemodelan sistem ekstraksi padat cair tipe unggun
tetap. Seminar nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia 2002; 31
Oktober – 1 November 2002; Surabaya. Indonesia. Surabaya (ID): ITS. hal 18.
Makhtur AK, Rahul, Majumders CB; Gautam SB; McNaught J. 2012. Modelling
and kinetic aspect of a BTEX contamined air-treating biofilter. International
Journal of Environmental Studies. 69(3): 475-489.
Mortimer, RG. 2008. Physical Chemistry. Third Edition.California (USA): The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Owolabi RU, Azees LA. 2010. Transit Monitoring of Residual Chlorine in AweOyo Area of Nigeria Water Township Supply. International Journal of
Chemical Engineering and Applications. 1(2): 143 – 146.
Patnaik P. 2002. Handbook of Inorganic Chemicals. New York (USA): McGrawHill.
Preston K. 2010. Turbidity and chlorine demand reduction using alum and
Moringa oleifera flocculation before household chlorination in developing
countries. Journal of Water and Health. 8(1): 60-70.
Rohim M. 2006. Analisis penerapan metode kaporitisasi sederhana terhadap
kualitas bakteriologi air PMA [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Rosyidi MB. 2010. Pengaruh breakpoint chlorination (BPC) terhadap jumlah
bakteri koliform dari limbah cair Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
[Tesis]. Surabaya (ID): ITS.
Said NI. 2007. Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum. Jurnal Air
Indonesia. 3(1): 15 – 28.
Sarbatly RHJ, Duduku H. 2007. Free chlorine residual content within the drinking
water distribution system. International Journal of Physical Sciences. 2(8):
196 - 201.
Sarono. 2005. Efektivitas dosis klorinasi air bersih untuk menurunkan jumlah
kuman coli ( Penelitian di Kelompok Pemakai Air Bersih Muji Sarono Mulyo
Desa Winong Kecamatan Boyolali) [Tesis]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.
Setiawan D, Sibarani J, Suprihatin IE. 2013. Perbandingan efektivitas disinfeksi
kaporit, Hidrogen Peroksida dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+). Jurnal Cakra
Kimia. 1(2): 16 – 24.
Setiawan I, Widowati (2011). Solusi analitik persamaan transport dan distribusi
amoniak. Prosiding Seminar Nasional, ISBN. 978-979-097-142-4

20
Setyadji M. 2011. Model matematika penentuan koefisien perpindahan massa dan
difusivitas aksial Zirkonium pada proses adsorpsi secara fixed bed
kromatografi. Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan
PLTN serta Fasilitas Nuklir; 01 Oktober 2011; Yogyakarta. Indonesia .
Yogyakarta (ID): hal.622 -633.
Siswani ED, Kristianingrum S. 2006. Penentuan koefisien perpindahan massa
pada ekstraksi minyak kemiri (lewat model matematika). Jurnal Kimia. 5(5):
41 – 49.
Somani SB. 2011. Alternative approach to chlorination for disinfection of
drinking water-An overview. International Journal of Advanced Engineering
Research and Studies. 1(1):47-50.
Suprihatin, Suparno O. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Air: untuk
Mahasiswa dan Praktisi Industri. Bogor (ID): IPB Press.
Wati, Budiman - Sastrowardoyo P. 2007. Difusi Cobalt dalam Na-Bentonit dan
Ca-Bentonit. Jurnal Teknologi Pengolahan Limbah. 10(2): 53 – 61.
Welasih T. 2006. Penentuan koefisien perpindahan massa liquid solid dalam
kolom packed bed dengan metode adsorpsi. Jurnal Teknik Kimia. 1(1): 15 –
20.
Welty JR, Wicks CE, Wilson RE, Rorrer G. 2004. Dasar-dasar Fenomena
Transport. Volume ke