Analisis Pendapatan Petani Jeruk (Cytrus sinensis L.) di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Sumatera Utara

i

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Petani Jeruk (Cytrus sinensis L.) di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Rahel Menni Ginting

NIM H34114078

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ii

iii

ABSTRAK
RAHEL MENNI GINTING. Analisis Pendapatan Petani Jeruk(Cytrus sinensis L.)
di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Sumatera Utara. Dibimbing oleh
RATNA WINANDI.
Jeruk merupakan salah satu komoditi buah unggulan kabupaten Karo.
Serangan hama lalat buah menyebabkan gagal panen, penurunan jumlah produksi
dan produktivitas jeruk, selain itu biaya operasional untuk kegiatan usahatani
sangat besar. Harga jual jeruk ditingkat petani tahun 2013 lebih mahal dari tahun
sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur biaya,

pendapatan, efisiensi dan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani. Skala
usaha berpegaruh pada pendapatan petani. Semakin besar skala usahatani,
semakin besar pendapatan petani. Umur tanaman berpengaruh pada pendapatan
petani. Pendapatan petani terbesar terdapat pada umur tanaman 11-16 tahun.
Biaya tunai usahatani sebagian besar digunakan untuk pembelian pestisida dan
pupuk kimia sedangkan biaya non tunai sebagian besar dikeluarkan untuk tenaga
kerja dalam keluarga. Usahatani jeruk skala besar lebih efisien dari skala usaha
lain dengan nilai R/C 2.53 serta usahatani jeruk pada umur tanaman tua
merupakan kegiatan usahatani yang tidak efisien jika dibandingkan dengan umur
tanaman lain dengan nilai R/C 1.46.
Kata kunci: pendapatan, R/C, struktur biaya, usahatani jeruk

ABSTRACT
RAHEL MENNI GINTING . The Analysis of Citrus (Cytrus sinensis L.) Farming
income in Tigapanah, Karo, North Sumatra. Supervised by RATNA WINANDI.
Orange is one of the leading fruit commodity in Karo. Pest attacks causing
crop failure, a decrease of the production and productivity, besides operating costs
for farming activity is large. Selling price of oranges in 2013 is better than the
previous year. This study aims to analyze the cost structure, income, efficiency of
citrus farming. Analysis of the efficiency of farming is by analyzing the cost,

revenue, income and analysis return cost ratio (R/C) and financial income and size
of farming. Business scale having an effect on the income of farmers. The greater
business scale give large income to the farmers. Age of plant have an effect on
farmer’s income. The largest profit containt to 11-16 years old. The cost of cash
farm are mostly used for the purchase of pesticides and chemical fertilizers and
non cash incurred labour in family. Large scale of citrus farming is more efficient
than another business scale with R/C 2.53 and citrus farming on old plant aren’t
efficient than the other with R/C 1.46.
Keywords : citrus farming , cost structure, income and R/C

iv

v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa ,mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

vi

vii

ANALISIS PENDAPATAN PETANI JERUK (Cytrus sinensis L.)
DI KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO
SUMATERA UTARA

RAHEL MENNI GINTING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Petani Jeruk (Cytrus sinensis L.) di
Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Sumatera Utara
Nama
: Rahel Menni Ginting
NIM
: H34114078

Disetujui oleh


Dr.Ir Ratna Winandi, MS.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, Msi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

x

xi

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua
kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Pendapatan Petani Jeruk (Cytrus sinensis L.) di Kecamatan
Tigapanah Kabupaten Karo Sumatera Utara sebagai salah satu syarat kelulusan
pada Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Ratna Winandi, MS., selaku
dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan
bimbingan, arahan, saran serta ilmu pengetahuannya selama penyusunan skripsi.
Terimakasih juga kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan bekal
pengetahuan kepada penulis, seluruh petani responden di Kecamatan Tigapanah
serta seluruh pihak yang telah membantu memberikan berbagai informasi kepada
penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu dan keluarga
besar atas doa dan dorongan semangat yang diberikan tak pernah putus, nasehat,
serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman teman-teman Agribisnis Alih Jenis angkatan dua
yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua teman-teman Komunitas
Mahasiswa Kristen Alih Jenis IPB.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan sebagai bahan rujukan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Bogor, Juli 2014

Rahel Menni Ginting

xii


xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Usahatani Jeruk
Struktur Biaya
Analisis Pendapatan

6
6
7
8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka Pemikiran Operasional

9
9
15

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data

16
16
17
17
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Analisis Usahatani Jeruk

20
20
21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

38
39
39

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

69

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Produksi buah Indonesia tahun 2010-2012 (ton)
1
Perkembangan volume impor komoditas buah tahun 2007-2011
2
Produksi jeruk berdasarkan provinsi di Indonesia
2
Luas panen, produksi dan produktivitas jeruk di Provinsi Sumatera Utara tahun
2011-2012
3
5 Jumlah panen, produksi dan produktivitas jeruk di kabupetan Karo
3

xiv

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Harga jeruk di tingkat petani Sumatera Utara (Rp/100 kg)
5
Ringkasan penerimaan,biaya dan pendapatan usahatani jeruk dalam setahun 19
Karakteristik petani responden berdasarkan usia
20
Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
21
Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani
21
Rata-rata penerimaan petani jeruk tahun 2013 berdasarkan skala usaha
22
Rata-rata penerimaan petani jeruk berdasarkan umu tanaman tahun 2013 23
Sebaran biaya tunai rata-rata usahatani jeruk berdasarkan skala usaha
24
Sebaran biaya rata-rata biaya usahatani jeruk berdasarkan umur tanaman
tahun 2013.
26
Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani jeruk skala usaha kecil
27
Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani jeruk skala usaha sedang
29
Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani jeruk skala usaha besar
29
Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani jeruk umur tanaman 8-10 tahun 30
Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani jeruk umur tanaman 11-16 tahun 30
Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun 31
Pendapatan usahatani jeruk skala kecil tahun 2013
32
Pendapatan usahatani jeruk skala sedang tahun 2013
32
Pendapatan usahatani jeruk skala besar tahun 2013
32
Pendapatan usahatani jeruk tahun 2013 berdasarkan umur tanaman
33
Ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani jeruk berdasarkan luas lahan 36
Ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani jeruk berdasarkan umur
tanaman
38

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan
Produk Rata-Rata
12
2 Diagram kerangka pemikiran penelitian pendapatan usahatani jeruk
16
3 Mesin Penyemprot Pestisida
28
4 Selang
28
5 Tempat pengaduk pestisida permanen dan drum
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Karakteristik petani responden
Penerimaan petani responden tahun 2013
Biaya usahatani jeruk skala usaha kecil di kecamatan tigapanah
Biaya penyusutan usahatani jeruk skala kecil di kecamatan tigapanah
B iaya tenaga kerja luar keluarga usahatani jeruk skala kecil di kecamatan
Tigapanah
6 Sebaran biaya tenaga kerja dalam keluarga usahatani jeruk kecamatan
tigapanah
7 Biaya sewa lahan usahatani jeruk skala kecil di kecamatan Tigapanah
8 Penerimaan usahatani jeruk skala usaha kecil di kecamatan Tigapanah

41
42
43
44
45
46
46
46

xv

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Biaya usahatani jeruk skala usaha sedang di kecamatan Tigapanah
47
Biaya penyusutan usahatani jeruk skala sedang di kecamatan Tigapanah
48
Sebaran biaya tenaga kerja luar keluarga usahatani jeruk skala usaha sedang 49
Sebaran biaya TKDK usahatani jeruk skala usaha sedang di kecamatan
Tigapanah
50
Biaya sewa lahan usahatani jeruk skala sedang di kecamatan Tigapanah
50
Penerimaan usahatani jeruk skala sedang di kecamatan Tigapanah
51
Biaya usahatani jeruk skala besar di kecamatan Tigapanah
51
Biaya penyusutan usahatani jeruk skala besar di kecamatan Tigapanah
52
Biaya TKLK usahatani jeruk skala usaha besar di kecamatan Tigapanah
53
Biaya TKDK usahatani jeruk skala usaha besar di kecamatan Tigapanah
54
Penerimaan usahatani jeruk skala usaha besar di kecamatan Tigapanah
54
Biaya usahatani jeruk umur tanaman 8-10 tahun di kecamatan
Tigapanah
54
Biaya penyusutan umur tanaman 8-10 tahun
55
Biaya tenaga kerja usahatani jeruk umur tanaman 8-10 tahun di kecamatan
Tigapanah
56
Biaya tenaga kerja dalam keluarga umur tanaman 8-10 tahun di kecamatan
Tigapanah
57
Biaya sewa lahan usahatani jeruk umur tanaman 8-10 tahun di kecamatan
Tigapanah
57
Penerimaan petani umur tanaman 8-10 tahun di kecamatan Tigapanah
58
Biaya usahatani jeruk umur tanaman 11-16 tahun di kecamatan Tigapanah 58
Biaya penyusutan usahatani jeruk umur tanaman 11-16 tahun di kecamatan
Tigapanah
59
Biaya TKLK usahatani jeruk umur tanaman 11-16 tahun di kecamatan
tigapanah
61
Biaya TKDK usahatani jeruk umur tanaman 11-16 tahun di kecamatan
tigapanah
63
Biaya sewa lahan usahatani jeruk umur tanaman 11-16 tahun di kecamatan
Tigapanah
63
Penerimaan petani umur tanaman 11-16 tahun kecamatan Tiganapah
64
Biaya usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun di kecamatan tigapanah 64
Biaya penyusutan usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun di kecamatan
Tigapanah
65
Biaya TKLK usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun di kecamatan
Tigapanah
66
Biaya TKDK usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun di kecamatan
Tigapanah
66
Biaya sewa lahan usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun di kecamatan
Tigapanah
67
Penerimaan usahatani jeruk umur tanaman 17-20 tahun di kecamatan
Tigapanah
67

xvi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran
penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Sebagai negara agraris, sebagian
besar penduduk Indonesia adalah petani. Sektor-sektor pertanian mampu
meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. PDB merupakan salah
satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui peranan
subsektor berbagai jenis lapangan usaha terhadap pendapatan nasional. Sektor
pertanian merupakan sektor kedua yang memberikan kontribusi besar terhadap
PDB Indonesia setelah sektor industri pengolahan. Kontribusi sektor pertanian
terhadap pertumbuhan PDB Indonesia pada tahun 2010 mencapai 15.29 persen,
14.70 persen pada tahun 2011 dan 14.44 persen pada tahun 20121.
Salah satu sektor pertanian yang turut meningkatkan PDB nasional adalah
sektor hortikultura. Sektor hortikultura meliputi tanaman buah-buahan, tanaman
obat, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Tingginya permintaan masyarakat
akan kebutuhan buah memberikan peluang yang besar bagi pelaku bisnis ataupun
petani untuk meningkatkan produksi buah mereka. Indonesia sebagai negara
agraris memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan buah-buah nasional.
Beberapa jenis buah yang memiliki produksi paling tinggi di Indonesia dapat
dilihat pada tabel 1. Produksi buah nasional yang paling banyak adalah buah
pisang. Buah jeruk merupakan buah ketiga yang paling banyak diproduksi di
Indonesia. Produksi buah jeruk di Indonesia dari tahun 2010-2012 cenderung
mengalami penurunan.
Tabel 1 Produksi buah Indonesia tahun 2010-2012 (ton)
Komoditi
2010
2011
2012
Pisang
5 755 073
6 132 695
6 189 052
Mangga
1 287 287
2 131 139
2 376 339
Jeruk
2 028 904
1 818 949
1 611 784
Nenas
1 406 445
1 540 626
1 781 899
Salak
749 867
1 082 125
1 035 407
Sumber: Badan Pusat Statistik (20132)

Jeruk sebagai salah satu produk buah yang banyak diproduksi dalam negeri
merupakan komoditi buah yang paling banyak diimpor. Tabel 2 menunjukkan
lima komoditas buah dengan volume impor tertinggi dari tahun 2007 sampai
tahun 2011. Buah dengan volume impor tertinggi adalah buah jeruk, apel, pir,
anggur dan durian. Rata-rata pertumbuhan impor jeruk adalah 20 persen dari
tahun 2007 sampai tahun 2011. Besarnya volume impor jeruk dari tahun ke tahun
merupakan masalah yang besar bagi petani. Jeruk yang dihasilkan petani harus
1

Badan Pusat Statistik. 2013. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb13.pdf. (28 Mei 2013)
2
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Buah-buahan Indonesia 1995-2012.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=5
(21 Oktober 2013)

2

bersaing dengan buah jeruk impor. Peningkatan jumlah impor jeruk pada tahun
2011 merupakan salah satu akibat dari tingginya penurunan jumlah produksi jeruk
nasional (tabel 1).
Tabel 2 Perkembangan volume impor komoditas buah tahun 2007-2011
Komoditas
2007
Jeruk
Apel
Pir
Anggur
Durian

119 740
146 655
94 558
29 136
23 149

Volume Impor (Ton)
2008
2009
2010
143 770
141 239
86 755
28 156
24 679

216 785
155 277
90 390
37 745
28 935

203 916
199 484
111 276
44 087
24 368

2011

Rata rata
pertumbuhan

231 542
214 245
133 592
59 162
27 149

20%
11%
10%
20%
5%

Sumber: Departemen Pertanian (2012)

Jeruk merupakan tanaman hortikultura yang mampu tumbuh dengan baik
hampir diseluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan tabel 3, Provinsi Sumatera
Utara merupakan penghasil terbesar produksi jeruk nasional Indonesia. Produksi
jeruk Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 sebesar 728 796 ton atau 34.19 persen
dari total produksi Indonesia. Produksi jeruk Provinsi Sumatera Utara mengalami
kenaikan pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 dengan persentase
terhadap produksi nasional sebesar 38.88 persen. Tahun 2011 dan tahun 2012
produksi jeruk Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan yang sangat besar.
Produksi tahun 2011 hanya mencapai 579 741 ton. Penurunan produksi terbesar
terjadi pada tahun 2012 yang hanya mencapai 362 250 atau hampir setengah
produksi tahun 2011 yaitu 22.48 persen dari produksi jeruk nasional.
Tabel 3 Produksi jeruk berdasarkan provinsi di Indonesia
Provinsi
Indonesia
Sumatera Utara
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Bali
Sulawesi Barat
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Jambi
NTT
Sulawesi Selatan

2009
2 131768
728 796
378 923
170 201
162 916
157 484
88 061
77 316
39 073
36 918
36 266

Produksi (ton)
2010
2011
2 028904
1 818949
788 748
579 471
289 592
328 100
146 690
110 640
97 524
99 156
115 438
141 682
106 233
116 156
49 763
23 995
52 212
43 811
24 149
19 247
31 334
58 616

2012
1 611784
362 250
390 388
172 945
129 670
70 903
101 016
17 934
45 056
19 914
46 054

2009
100
34.19
17.78
7.98
0.01
7.39
4.13
3.63
183
1.73
1.70

Persentase (%)
2010
2011
100
100
38.88
31.86
14.27
18.04
0.72
0.61
4.81
5.45
5.69
7.79
5.24
6.39
2.45
1.32
2.57
2.41
1.19
1.06
1.54
3.22

2012
100
22.48
24.22
10.73
0.80
4.40
6.27
1.11
2.80
1.24
2.86

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Sumatera Utara sebagai sentra produksi jeruk di Indonesia merupakan
wilayah yang cocok untuk penanaman jeruk. Berdasarkan tabel 4, sentra produksi
jeruk di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 sampai 2012 adalah kabupaten
Karo. Luas lahan budidaya jeruk di kabupaten Karo pada tahun 2011 adalah 7
883.12 hektar dengan jumlah produksi 502 493.2 ton dan produktivitas 637.43
kwintal per hektar dan tahun 2012 adalah 6 976.6 hektar dengan jumlah produksi
250 126.9 ton dan produktivitas 358.52 kwintal per hektar. Turunnya produksi
jeruk di kabupaten Karo disebabkan oleh adanya serangan hama lalat buah dan

3

penurunan luas lahan produksi jeruk. Hal ini akan berdampak pada pendapatan
petani jeruk di kabupaten Karo..
Tabel 4 Luas panen, produksi dan produktivitas jeruk di Provinsi Sumatera Utara
tahun 2011-2012
Kabupaten

Simalungun
Tanah karo
Tapanuli Utara
Tapanuli Tengah
Dairi
Madina

Ls
panen
(Ha)
264.93
7 883.12
212.1
40.91
267.89
119.40

2011
Produksi
(ton)

Produktivitas
(kw/Ha)

Luas panen
(Ha)

1 025.34
637.43
192.11
99.97
554.16
129.60

396.79
6 976.6
239.29
41.045
279.32
159

27 164.1
502 493.2
4 074.7
409
14 845.3
1 547.5

2012
Produksi
(ton)

Produktivitas
(kw/Ha)

51 124.3
250 126.9
13 727.3
412.7
14 516
8 751.9

1 288.43
358.52
573.67
100.55
519.69
550.43

Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara (2013)

Kabupaten Karo merupakan sentra produksi jeruk di Sumatera Utara. Jeruk
yang dihasilkan di kabupaten Karo lebih dikenal dengan sebutan jeruk medan.
Hampir semua kecamatan di kabupaten Karo memiliki lahan produksi jeruk.
Tabel 5 merupakan beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi jeruk di
kabupaten Karo pada tahun 2011. Kecamatan Simpang Empat merupakan sentra
produksi jeruk di kabupaten Karo. Jumlah pohon jeruk yang menghasilkan di
kecamatan Simpang Empat mencapai 969 000 pohon, dengan jumlah produksi
mencapai 2 348 977 kwintal dan produktivitas 2.42 kwintal per pohon. Sedangkan
sentra produksi jeruk kedua di kabupaten Karo adalah kecamatan Tigapanah.
Jumlah pohon jeruk yang menghasilkan di kecamatan Tigapanah adalah 585 500
pohon, jumlah produksi 720 674 kwintal serta produktivitas mencapai 1.23
kwintal per pohon.
Tabel 5 Jumlah panen, produksi dan produktivitas jeruk di kabupetan Karo
Kecamatan

2011
Jumlah Panen (pohon)
Produksi (kwintal)
Simpang Empat
969 000
2 348 977
Tigapanah
585 500
720 674
Naman Teran
342 000
421 525
Kabanjahe
334 807
401 678
Dolat Rayat
231 669
267 222
Merek
351 763
216056
Merdeka
300 000
215 000
Sumber: Dinas Pertanian Tk II kabupaten Karo (2013)

Produktivitas(kw/pohon)
2.42
1.23
23
1.20
1.15
0.61
0.72

Perumusan Masalah
Jeruk merupakan komoditi buah unggulan di kabupaten Karo. Jeruk yang
berasar dari kabupaten Karo lebih dikenal dengan sebutan jeruk medan ataupun
jeruk berastagi. Luas areal penanaman jeruk di kabupaten karo pada tahun 2011
dan tahun 2012 mengalami penurunan yang sangat besar yaitu mencapai 906
hektar atau 11.5 persen pertahun. Penurunan luas produksi ini berdampak pada
penurunan jumlah produksi jeruk nasional. Lahan merupakan salah satu faktor
produksi penting dalam kegiatan usahatani. Asumsinya, semakin luas lahan yang
diusahakan, maka produksi akan semakin besar sehingga penerimaan petani

4

dalam satu tahun akan meningkat. Selain penurunan luas lahan produksi,
produktivitas jeruk di kabupaten karo juga mengalami penurunan yang sangat
besar. Penurunan produksi yang terjadi mencapai 43.75 persen dari tahun 2011 ke
tahun 2012.
Kecamatan Tigapanah merupakan sentra produksi jeruk di Kabupaten Karo
setelah kecamatan Simpang Empat. Jumlah tanaman jeruk yang menghasilkan
pada tahun 2011 di kecamatan Tigapanah adalah 585 500 pohon atau 1 463.75 ha
jika dalam satu hektar tanaman terdapat 400 tanaman. Jumlah produksi jeruk
mencapai 720 674 kwintal dan produktivitas 1.23 kwintal per pohon.
Usahatani jeruk merupakan salah satu bentuk kegiatan investasi bisnis.
Tanaman jeruk baru menghasilkan setelah umur 3-4 tahun dan puncak produksi
pada umur 8-16 tahun (Bank Indonesia). Namun, produktivitas yang dihasilkan
oleh jeruk tidak sama untuk semua umur tanaman. Jeruk yang berumur muda akan
menghasilkan produksi yang kecil, kemudian akan meningkat saat usianya
bertambah dan akan mengalami penurunan produksi pada umur yang lebih tua.
Petani tidak dapat secara langsung mendapatkan imbalan dari biaya-biaya yang
mereka keluarkan untuk budidaya jeruk.
Masalah yang dihadapi oleh petani menurut Mubyarto (1989) adalah
masalah pembiayaan pertanian. Menurutnya, petani tidak dapat meningkatkan
produksinya karena kekurangan biaya (modal). Jumlah produksi jeruk sangat
dipengaruhi oleh input-input yang digunakan petani sebagai modal usaha. Modal
usaha yang biasa digunakan oleh petani jeruk berupa lahan, alat-alat pertanian,
pestisida, pupuk kimia maupun pupuk organik serta input-input lain. Luas lahan
yang dikelola oleh petani akan sangat berpengaruh pada jumlah produksi yang
akan mereka peroleh. Selain kebutuhan modal, petani juga memerlukan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat melakukan kegiatan
usaha pertanian dengan efisien.
Keberhasilan budidaya jeruk akan tercapai jika petani memperoleh imbalan
yang sesuai dengan biaya atau modal yang mereka keluarkan. Hal ini terkait
dengan besarnya input yang digunakan dan besarnya output yang diperoleh.
Selain itu, harga merupakan faktor penentu dalam kegiatan usahatani. Harga input
yang mahal, jika tidak diikuti dengan harga output yang mahal akan merugikan
para petani. Harga input yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan harga jual
jeruk yang rendah dan berfluktuasi mempengaruhi pendapatan petani.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa petani, tahun 2011 dan
tahun 2012 merupakan tahun dimana petani mengalami gagal panen karena
tingginya serangan hama dan lalat buah. Selain menyebabkan gagal panen, biaya
yang dikeluarkan oleh petani untuk mengendalikan serangan hama semakin
banyak. Jika biasanya petani melakukan penyemprotan pestisida sepuluh hari
sekali, akibat serangan hama lalat buah, sebagian petani harus melakukan
penyemprotan seminggu sekali dengan dosis yang lebih tinggi. Hal ini
menyebabkan biaya operasional yang dibutuhkan oleh petani untuk pengendalian
hama semakin besar.
Harga output merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu
kegiatan usaha. Harga jual yang tinggi akan meningkatkan pendapatan para
pelaku bisnis. Harga komoditi jeruk di tingkat petani di Provinsi Sumatera Utara
dapat dilihat pada tabel 6.

5

Tabel 6 Harga jeruk di tingkat petani Sumatera Utara (Rp/100 kg)
Bulan

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata

Tapanuli
Utara
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
650 000
550 000
575 000
575 000
575 000
622 917

2011
Simalungun
450 000
450 000
450 000
650 000
650 000
600 000
450 000
450 000
600 000
600 000
600 000
600 000
545 833

Karo

Samosir

550 000
650 000
650 000
700 000
700 000
650 000
500 000
450 000
500 000
550 000
500 000
450 000
570 833

800 000
850 000
850 000
850 000
850 000
900 000
900 000
900 000
800 000
800 000
750 000
750 000
833 333

Tapanuli
Utara
550 000
600 000
600 000
600 000
600 000
600 000
500 000
500 000
450 000
450 000
450 000
450 000
529 167

2012
Simalungun
475 000
475 000
475 000
750 000
900 000
900 000
900 000
550 000
600 000
500 000
400 000
500 000
618 750

Karo

Samosir

400 000
450 000
500 000
700 000
800 000
700 000
500 000
620 000
650 000
600 000
520 000
480 000
576 667

850 000
850 000
850 000
850 000
700 000
600 000
600 000
600 000
600 000
600 000
600 000
640 000
695000

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara (2014)

Berdasarkan tabel 6 di atas, harga jeruk ditingkat produsen atau petani dari
tahun 2011-2012 masih sangat rendah dan berfluktuasi. Harga ditingkat petani
berkisar antara Rp 4 500-Rp 9 000 per kilogram. Harga jeruk tertinggi pada tahun
2011 dan 2012 adalah di kabupaten Samosir yaitu sebesar Rp 8 333 per kilogram
dan 6 950 per kilogram. Harga jeruk terendah pada tahun 2011 terdapat di
kabupaten Simalungun dan tahun 2012 di kabupaten Tapanuli Utara.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani harga jeruk ditingkat
petani pada tahun 2013 berkisar antara Rp 4 500 - Rp 10 000 per kilogram
tergantung dari kualitas buah yang dimiliki oleh petani. Harga jeruk pada tahun
2013 lebih tinggi dari pada tahun 2011 ataupun 2012 dengan rata-rata harga
sebesar Rp 7 000 per kilogram. Selain harga yang lebih tinggi, produktivitas dan
produksi jeruk yang dihasilkan pada tahun 2013 masih rendah sedangkan biaya
operasional yang dikeluarkan masih sangat tinggi khususnya untuk pengendalian
hama. Harga jeruk yang berfluktuasi, jumlah produksi dan biaya operasional akan
mempengaruhi pendapatan petani.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti akan melihat besarnya pendapatan
petani dan efisiensi usahatani jeruk pada tahun 2013 pada saat harga jual semakin
tinggi tetapi biaya operasional tinggi serta produksi dan produktivitas masih
rendah. Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur biaya usahatani jeruk di daerah penelitian.
2. Bagaimana pendapatan petani jeruk di daerah penelitian.
3. Bagaimana efisiensi dan besarnya ukuran pendapatan dan keuntungan
usahatani jeruk di daerah penelitian.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui struktur biaya usahatani jeruk di daerah penelitian.
2. Menganalisis pendapatan petani jeruk di daerah penelitian.
3. Mengetahui efisiensi dan besarnya ukuran pendapatan dan keuntungan
usahatani jeruk di daerah penelitian.

6

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait,
yaitu:
1. Para petani. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi dan bahan
pertimbangan dalam kegiatan usahatani jeruk.
2. Pemerintah dan instansi terkait. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber
informasi dan tambahan masukan dalam melihat sejauh mana efisiensi usahatani
jeruk.
3. Mahasiswa dan perguruan tinggi. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber
informasi dan pembanding bagi studi-studi mengenai komoditas jeruk.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo,
Sumatera Utara. Jeruk merupakan komoditi yang diteliti. Penelitian ini hanya
melihat kegiatan usahatani jeruk pada tahun 2013. Petani yang diteliti dalam
penelitian ini adalah petani yang memiliki umur tanaman jeruk diatas 7 tahun.
Petani di bedakan menjadi beberapa bagian yaitu petani dengan skala usaha kecil
(< 300 pohon), petani dengan skala usaha sedang (300 ≤ jumlah pohon < 700) dan
petani skala usaha besar ( ≥ 700 pohon) dan berdasarkan umur tanaman yaitu:
Petani dengan umur tanaman 8-10 tahun, 11-16 tahun dan 15-20 tahun. Analisis
usahatani ini digunakan untuk melihat gambaran umum usahatani jeruk dalam
satu tahun tanpa melihat komponen penerimaan dan biaya yang diterima dan
dikeluarkan oleh petani pada tahun sebelumnya. Analisis yang digunakan adalah
analisis pendapatan usahatani berdasarkan pendekatan penerimaan dan biaya
usahatani dan analisis R/C atas biaya total dan biaya tunai. Analisis R/C pada
kegiatan usahatani dilakukan untuk melihat apakah penerimaan usatani petani
sudah menguntungkan kemudian akan dianalis besarnya ukuran pendapatan dan
keuntungan usahatani jeruk.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Usahatani Jeruk
Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman yang berasal dari Asia dan dipercaya
bahwa Cina sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Jeruk yang dibudidayakan
di Indonesia terdapat dua kelompok utama, yaitu Jeruk Keprok dan Jeruk Siem.
Jeruk Siem cocok ditanam di dataran rendah sedangkan jeruk Keprok lebih sesuai
ditanam di dataran tinggi dan pada saat dikupas cenderung memiliki rasa asam
yang lebih banyak daripada jeruk Siem. Jeruk yang ditanam di dataran tinggi,
umumnya berkulit tebal dan bila terdapat perbedaan suhu yang tajam akan
memberi warna orange yang nyata.
Jeruk dapat tumbuh pada suhu 25-30ºC dengan ketinggian 1 900-2 400 m
dpl. Tanah yang cocok untuk budidaya tanaman jeruk adalah tanah yang
berstruktur gembur, berpasir dengan iklim yang kering dan berada pada tempat
yang terbuka agar semua bagian tanaman jeruk terkena sinar matahari (Redaksi

7

Agromedia, 2009). Usahatani jeruk merupakan salah satu bentuk kegiatan
investasi bisnis. Umur tanaman relatif lama yaitu sampai 20 tahun (Bank
Indonesia).
Suyanto dan Irianti (2011) menemukan bahwa tanaman jeruk yang dikelola
dengan menerapkan teknologi budidaya anjuran relative memiliki pertumbuhan
lebih baik dibandingkan teknologi petani. Pemeliharaan tanaman yang baik
menyebabkan tanaman tumbuh lebih sehat sehingga serangan penyakit dapat
ditekan, jumlah tanaman jeruk yang berbuah lebih banyak. Penggunaan pupuk
yang tepat yang disertai pemangkasan menyebabkan tanaman tumbuh lebih sehat
dan seimbang antara pertumbuhan vegetative dan generatif sehingga dapat
berbuah.
Tanaman yang dipelihara lebih intensif mampu menghasilkan buah yang
lebih banyak dengan bobot yang lebih berat. Jumlah dan bobot buah sangat terkait
pertumbuhan tanaman. Tanaman yang memiliki pertumbuhan yang baik dapat
menghasilkan buah lebih banyak karena tumbuhnya tunas-tunas generatif yang
lebih banyak sebagai akibat dilakukannya pemangkasan. Pemangkasan yang baik
dan teratur dengan menerapkan teknologi anjuran menyebabkan penetrasi sinar
matahari ke tajuk tanaman relative merata. Dengan mendapat sinar matahari yang
cukup, hormon di tunas-tunas muda terangsang untuk melakukan proses generatif
sehingga buah menjadi lebih banyak (Tanaka, 1980 dalam Suyanto dan Irianti,
2011).
Adar (2011), rendahnya produktivitas usahatani jeruk keprok SoE
disebabkan oleh penggunaan input-input produksi seperti jumlah pohon produktif,
kompos, tenaga kerja dan bibit okulasi yang tidak memenuhi standar teknis
budidaya yang baik (Good Agricultural Prcatices-GAP) dan Standard Operational
Procedure-SOP); ukuran usahatani kecil; tingkat penguasaan teknologi yang
rendah serta tingkat inefisiensi yang tinggi. Perbedaan zona agroklimat dan
ukuran usahatani berpengaruh pada produktivitas jeruk keprok SoE. Produktivitas
rendah karena zona agroklimat dan ukuran usahatani yang berbeda. Semakin besar
ukuran usahatani, maka tingkat produktivitas semakin tinggi. Selain itu, semakin
besar ukuran usahatani jeruk keprok SoE, maka tingkat efisiensinya semakin
tinggi. Usahatani jeruk keprok SoE yang berlahan kecil tidak efisien secara teknis.
Pada daerah dataran tinggi dengan lahan usahatani yang besar menunjukkan
tingkat pencapaian efisiensi teknis yang tinggi dan sudah efisien secara teknis.
Kelompok umur tanaman produktif yang berbeda menunjukkan tingkat
pencapaian efisiensi teknis yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh tingkat
produktivitas antar kelompok umur tanaman produktif tersebut berbeda. Sebelum
mencapai produktivitas maksimum, semakin tua umur tanaman produktif, maka
semakin efisien secara teknis. Umur tanaman produktif sebagai ciri khas fungsi
produksi tanaman tahunan merupakan input yang paling penting.
Struktur Biaya Usahatani
Biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi biaya tunai dan biaya
diperhitungkan. Penelitian yang dilakukan oleh Singarimbun (2012) dan
Purnamagiri (2012) biaya tunai usahatani jeruk dan salak organik paling banyak
digunakan adalah biaya pembelian pupuk dan biaya tenaga kerja luar keluarga
sedangkan biaya diperhitungkan salak organik sebagian besar digunakan untuk

8

biaya tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan. Biaya diperhitungkan jeruk
sebagian besar dihabiskan untuk bibit, oleh-oleh dan sewa lahan. Simarmata
(2010) menemukan bahwa semakin luas tanaman jeruk semakin tinggi biaya
produksi per petani serta tidak ada hubungan antara umur tanaman dengan jumlah
biaya per hektar.
Biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani pepaya (Chaerningrum, 2010)
adalah biaya pajak, sewa lahan dan penyusutan peralatan seperti cangkul, sprayer
dan arit. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja luar keluarga baik
secara borongan maupun harian. Daton (2008), biaya usahatani yang dikeluarkan
oleh petani jambu mete meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya yang
paling banyak dikeluarkan adalah biaya diperhitungkan yaitu biaya sewa lahan
sebesar 51.20 persen dan biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu 32.02 persen,
biaya penyusutan alat 3.01 persen. Sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan oleh
petani adalah biaya tenaga kerja keluarga dan biaya pajak lahan sebesar 14.11
persen dan 0.76 persen.
Analisis Pendapatan Usahatani
Penelitian pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui besarnya
pendapatan yang diterima oleh petani dalam kegiatan usahatani mereka. Untuk
mengetahui pendapatan usahatani, perlu dilakukan analis penerimaan, analisis
biaya serta analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya (rasio R/C).
Besarnya pendapatan usahatani dipengaruhi oleh input yang mereka gunakan.
Input yang digunakan dapat berupa pupuk, petisida, alat-alat pertanian, tanah dan
modal lainnya.
Pendapatan usahatani akan sangat dipengaruhi oleh penggunaan input-input
dalam kegiatan usahatani. Salah satu input yang mempengaruhi adalah
penggunaan lahan. Penggunaan luas lahan akan mempengaruhi besarnya
pendapatan petani. Penelitian Purba (2008), pendapatan usahatani pepaya
california dikelompokkan menjadi tiga skala usaha, yaitu: skala usaha kecil (luas
lahan < 1 ha), skala usaha menengah (luas lahan 1 sampai < 2 ha) dan skala usaha
besar (luas lahan ≥ 2 ha). Pendapatan petani pada skala besar lebih tinggi dari
pada skala usaha kecil maupun skala usaha sedang. Berbeda dengan penelitian
Chaerningrum (2010) pendapatan tertinggi usahatani pepaya california diterima
oleh petani yang memiliki luas lahan 0.5 ha. Sedangkan untuk pendapatan
terendah diterima oleh petani dengan luas lahan 1 ha. Pendapatan yang rendah
yang diterima oleh petani dengan luas lahan 1 ha dikarenakan oleh total biaya
yang dikeluarkan lebih besar dari luas lahan 0.5 ha dan 0.25 ha
Simarmata (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan nyata antara umur
tanaman jeruk dengan jumlah penerimaan per hektar serta terdapat hubungan
nyata antara umur tanaman dengan jumlah keuntungan per hektar.
Efisiensi Usahatani
Beberapa penelitian yang menganalisis pendapatan usahatani buah adalah
penelitian Purba (2008), Rumapea (2010), masing-masing menemukan bahwa
usahatani pepaya california dan jeruk manis secara finansial layak untuk
dikembangkan. Besarnya R/C usahatani jeruk adalah 5.82 dan besarnya R/C
pepaya california adalah 3.59.

9

Penelitian Purba (2008) berdasarkan analisis R/C petani dengan skala kecil
(luas lahan < 1 ha ) yaitu 2.95. Analisis R/C petani dengan skala menengah (luas
lahan 1 sampai < 2 ha) yaitu 4.86. Sedangkan Analisis R/C petani dengan skala
besar (luas lahan ≥ 2 ha) yaitu 3.15. Sehingga, petani dengan luas lahan sedang
memiliki keuntungan yang lebih besar dari petani dengan skala usaha kecil
ataupun besar. Penelitian Singarimbun (2012) dan Purnamagiri (2012)
menemukan bahwa nilai R/C jeruk dengan umur tanaman 5-15 tahun memiliki
R/C atas biaya tunai sebesar 2.35 dan R/C atas biaya total sebesar 1.36; umur
tanaman > 15 tahun memiliki R/C atas biaya tunai sebesar 2.18 dan R/C atas
biaya total sebesar 1.45 sedangkan untuk salak organik dengan umur tanaman 4-9
tahun memiliki R/C atas biaya tunai sebesar 3.20 dan R/C biaya atas biaya total
sebesar 2.17; umur tanaman 10-11 tahun memiliki nilai R/C atas biaya tunai
sebesar 3.68 dan R/C atas biaya total sebesar 2.57.
Berdasarkan skala usaha, usahatani papaya california dengan luas lahan 1
sampai < 2 ha lebih menguntungkan bagi petani pepaya dari pada skala usaha lain.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaerningrum (2010), nilai
efisiensi tertinggi terdapat di luas lahan 0.25 ha dengan nilai R/C atas biaya total
yang dihasilkan sebesar 4.89. Luas lahan 0.5 ha nilai R/C atas biaya total yang
dihasilkan sebesar 3.59 dan luas lahan 1 ha memperoleh nilai R/C atas biaya total
sebesar 3.06. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin luas lahan usahatani pepaya
california di daerah penelitian, semakin tidak efisien kegiatan usahatani yang
dilakukan oleh petani. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka hipotesa
penelitian ini adalah skala usaha dan umur tanaman mempengaruhi struktur biaya,
pendapatan dan efisiensi kegiatan usahatani jeruk.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Rahim dan Hastuti (2007) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi
(tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif,
efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga
pendapatan usahataninya meningkat. Ilmu usahatani menurut Soekartawi (1995)
adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya
yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi
pada waktu tertentu. Menurutnya, usahatani akan efektif jika petani atau produsen
dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan efisien
jika pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang
melebihi masukan (input).
Menurut Soekartawi (1995), usahatani pada skala usaha yang luas umumnya
bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat modern
sedangkan usahatani pada skala kecil umumnya bermodal pas-pasan,
menggunakan teknologi tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana, sifat
usahataninya subsisten serta lebih bersifat memenuhi kebutuhan konsumsi untuk

10

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Hernanto (1989), terdapat empat unsur
pokok usahatani, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan pengeloaan (manajemen).
a. Tanah
Tanah merupakan salah satu unsur pokok kegiatan usahatani. Tanah sebagai
faktor produksi pada umumnya relatif langka dibandingkan dengan faktor
produksi lainnya serta distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata.
Berdasarkan tanahnya, petani dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu: (1)
golongan petani luas (lebih dari 2 ha); (2) Golongan petani sedang (0.5-2 ha);(3)
golongan petani sempit (0.5 ha) dan golongan buruh tani tidak bertanah.
Perbedaan petani berdasarkan luas tanah akan berpengaruh terhadap sumber dan
distribusi pendapatannya.
Status kepemilikan tanah dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu tanah
milik atau tanah hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai dan tanah
pinjaman. Status kepemilikan tanah oleh petani akan mempengaruhi pengelolaan
mereka terhadap kegiatan usahatani. Misalnya petani yang memiliki lahan sendiri
akan lebih bebas mengolah tanahnya, bebas untuk merencanakan dan menentukan
cabang usahatani yang akan diusahakan di atas tanah tersebut, bebas
menggunakan teknologi dan cara budidaya yang paling dikuasai dan disenangi
oleh petani, bebas diperjualbelikan serta dapat menjamin sebagai anggunan.
Tanah dapat digunakan sebagai ukuran usahatani. Ukuran-ukuran usahatani
berdasarkan tanah yaitu:
1. Total tanah usahatani dimaksudkan terhadap jumlah luas tanah yang
digunakan usahatani.
2. Total luas pertanian dimaksudkan jumlah aljabar dari dari luas pertanaman
pada tanah usahatani yang diusahakan dalam waktu satu tahun.
b. Tenaga kerja
Selain tanah, tenaga kerja juga merupakan salah satu unsur pokok usahatani.
Jenis tenaga kerja pada kegiatan usahatani dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja
manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja
ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan pengangkutan. Sedangkan tenaga
kerja mekanik dapat digunakan untuk pengolahan tanah, pemupukan, pengobatan,
penanaman serta panen. Tenaga kerja mekanik bersifat substitusi pengganti tenaga
ternak dan manusia.
Tenaga kerja manusia dapat dipeoleh dari dalam keluarga ataupun tenaga
kerja luar keluarga (TKLK). Tenaga kerja luar keluarga dapat diperoleh dengan
cara:
1. Upahan: tenaga upahan bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Upah
untuk pria berbeda dengan wanita maupun anak-anak. Pembayaran upah
dapat dilakukan secara harian, mingguan ataupun setelah pekerjaan
selesai.
2. Sambatan: dilakukan dengan tolong menolong antar petani. Umumnya
tidak berdasarkan pertimbangan ekonomi.
3. Arisan tenaga kerja: setiap peserta arisan akan mengembalikan dalam
bentuk tenaga kerja kepada anggota lainnya.
c. Modal
Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta pengolahan menghasilkan barang-barang baru

11

yaitu produksi pertanian. Modal pada kegiatan usahatani dapat berupa (a) tanah;
(b) bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan lain-lain); (c)
alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, sprayer, cangkul, parang); (d) tanaman,
ternak dan ikan kolam; (e) bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, obat-obatan); (f)
piutang di bank dan (h) uang tunai.
Berdasarkan sifatnya modal dapat dibagi menjadi dua yaitu: modal tetap dan
modal bergerak. Modal tetap merupakan modal yang tidak habis pada satu periode
produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna
dalam jangka waktu yang lama. Modal bergerak merupakan modal yang habis
atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Contohnya alat-alat,
bahan, uang tunai, tanaman, ternak, ikan. Berdasarkan sumbernya, modal dapat
dibagi menjadi (a) modal milik sendiri;(b) pinjaman atau kredit (kredit bank atau
dari pelepas uang/tetangga/ keluarga); (c) hadiah warisan; (d) dari usaha lain dan
(e) kontrak sewa.
d. Pengelolaan
Pengelolaan usahatani merupakan kemampuan petani menentukan,
mengorganisir dan mengkoordinasi faktor-faktor produksi yang dikuasainya
sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang
diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah produktivitas dari setiap
faktor maupun produktifitas dari usahanya.
Untuk melihat perubahan produk yang dihasilkan dan yang disebabkan oleh
penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi.
Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output sebagai akibat persentase
perubahan input (Soekartawi, 1995).
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi menjadi tiga
daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah
I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat
dilihat pada gambar 1.
Pembagian daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dibedakan atas tiga
daerah, yaitu :
1. Daerah I nilai elastisitas produksi adalah lebih besar dari satu sehingga setiap
penambahan faktor prouksi sebesar satu persen akan mengakibatkan
penambahan produksi lebih tinggi sebesar satu persen. Pada daerah ini
produksi masih dapat ditingkatkan dengan cara pemakaian jumlah input yang
lebih besar dari keuntungan maksimum belum tercapai, oleh sebab itu daerah
I disebut Daerah Irrasional (Irraational Region atau Irrational Stage of
Production).
2. Pada daerah II nilai elastisitas produksi terletak antara nol dan satu sehingga
penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan
penambahan produksi paling tinggi sebesar satu persen dan paling rendah
sebesar nol persen. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi
yang peningkatannya semakin menurun. Pada daerah ini dicapai keuntungan
maksimum dengan tingkat penggunaan faktor produksi tertentu, oleh karena
itu daerah ini disebut Daerah Rasional (Rational Region atau rational Stage
of Production)
3. Pada daerah III nilai elastisitas produksinya bernilai lebih kecil dari nol
sehingga setiap penambahan faktor produksinya sebesar satu persen akan
mengakibatkan penurunan produksi sebesar nilai elastisitasnya. Penggunaan

13

tetap (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya
dan terus dikembangkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.
Besarnya biaya tetap tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang
diperoleh. Biaya tidak tetap atau biaya variabel merupakan biaya yang besarkecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya ini akan berubah
tergantung dari besar-kecilnya produk yang diinginkan. Menurut Rahim dan
Hastuti (2007), penentuan biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap
(variabel cost) tergantung pada sifat dan waktu pengambilan keputusan tersebut.
Menurut Hernanto (1989) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan
menjadi empat kategori yaitu:
a. Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu
masa produksi, misalnya pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan
pertanian.
b. Biaya variabel (variabel cost) yaitu biaya yang besar kecilnya tergantung pada
skala produksi misalnya biaya pembelian pupuk, bibit, pestisida, buruh, biaya
panen
c. Biaya tunai yaitu biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap
misalnya pajak, tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya
pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja luar keluarga
(TKLK). Biaya tunai ini digunakan untuk melihat pengalokasian modal yang
dimiliki oleh petani.
d. Biaya diperhitungkan (biaya tidak tunai) adalah biaya penyusutan alat-alat
pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam
keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai digunakan untuk melihat
bagaimana manajemen yang dilakukan terhadap suatu usahatani.
Menurut Hernanto (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya
produksi adalah fungsi lahan dan strukturnya lahan, waktu berusahatani, luas
lahan produksi dan penggunaan teknologi baru ataupun adopsi teknologi yang
dilakukan oleh petani dalam kegiatan usahatani yang mereka lakukan.
Pendapatan Usahatani
Soekartawi (1995) mendefinisikan pendapatan usahatani sebagai selisih
antara penerimaan dan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani. Pendapatan
bersih usahatani (net farm income) mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik
sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani (Soekartawi
et all, 1986). Menurut Hernanto (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan usahatani meliputi: (a) luas lahan (areal tanaman, luas pertanaman dan
luas petanaman rata-rata; (b) tingkat produksi (produktivitas per hektar dan indeks
pertanaman); (c) pilihan dan kombinasi cabang usaha; (d) intensitas pengusahaan
pertanaman dan (e) efisiensi tenaga kerja.
Efisiensi Usahatani
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi usahatani
adalah analisis Return Cost Ratio (R/C). Analisis R/C merupakan perbandingan
antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan oleh patani dalam kegiatan usaha
mereka. Apabila nilai R/C > 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar
daripada tiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan

14

tersebut (usahatani untung). Apabila nilai R/C < 1 maka tiap rupiah biaya yang
dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh (usahatani
rugi). Sedangkan untuk kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1, berarti
kegiatan usaha berada pada keuntungan normal (normal profit atau usahatani tidak
untung dan tidak rugi). Penghitungan nilai R/C dapat dibagi menjadi dua yaitu 1)
menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh
petani dengan menghitung nilai tenaga kerja keluarga serta bibit yang disiapkan
sendiri (total biaya) dan 2) berdasarkan data dengan memperhitungkan tenaga
kerja dalam keluarga, sewa lahan (dianggap menyewa lahan), alat-alat pertanian
(dianggap sewa). Nilai R/C tipe 1 selalu menjadi lebih besar dibandingkan dengan
tipe 2.
Efisiensi kegiatan usahatani dapat juga dianalisis dengan melihat ukuran
pendapatan dan keuntungan usahatani. Menurut Soekartawi, et.al (1986) ukuran
pendapatan usahatani mencakup nilai transaksi barang dan perubahan nilai
inventaris atau kekayaan usahatani selama kurun waktu tertentu dapat dihitung.
a. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income)
Pendapatan kotor usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor
usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam
kegiatan usahatani.
b. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses)
Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua masukan yang
habis terpakai atau dikeluarkan dai dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga
kerja dalam keluarga. Pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap
(fixed cost) dan pengeluaran tidak tetap (variabel cost). Pengeluaran usahatani
mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai.
c. Pendapatan bersih usahatani (net farm income)
Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani
dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan
kedalam usahatani.
d. Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings)
Penghasilan bersih usahatani diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan
mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Ukuran ini
menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan
keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga
yang dipakai didalam usahatani.
e. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital)
Imbalan kep