Pengetahuan Petani Jeruk Dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Pengetahuan Petani Jeruk Dalam Pengolahan dan
Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan
Tigapanah Kabupaten Karo
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Dalam Bidang Antropologi
Oleh:
Remaja Putra Barus
050905030
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan Oleh:
Nama : Remaja Putra Barus Nim : 050905030
Judul : Pengetahuan Petani dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Pembimbing Ketua Departemen
Dra Sri Alem Sembiring,M.Si Dr.Fikarwin Zuska NIP. 19690823 199403 2 001 NIP 19621220 198903 1 005
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr.Badaruddin,M.Si NIP. 19680525 199203 1 002
(3)
PERNYATAAN
Pengetahuan Petani Jeruk Dalam Pengolahan dan Penggunaan
Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatau perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2011
(4)
ABSTRAK
Pengetahuan petani jeruk dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Remaja Putra Barus, 2011). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 103 halaman, 6 tabel, 18 gambar, 12 daftar pustaka disertai 10 situs internet, surat penelitian, sketsa desa.
Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa. Petani jeruk Desa Singa punya pengetahuan yang kaya dan bervariasi tentang pupuk. Pupuk merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pertanian jeruk yang berguna untuk meningkatkan taraf kehidupan petani. Meskipun petani kaya akan pengetahuan, petani tidak terlepas dari masalah. Masalah yang di hadapi petani adalah harga pupuk yang relatif mahal, harga buah jeruk yang berfluktuasi, iklim yang susah ditebak, dan masalah hama dan penyakit terhadap tanaman jeruk.
Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk adalah berbentuk kualitatif, serta untuk membahas lebih jauh, penelitian ini menggunakan metode folk taksonomi untuk mengupas pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki petani jeruk. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan observasi partisipasi terbatas untuk melihat gambaran dan terlibat langsung dalam aktifitas petani jeruk.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa petani jeruk Desa Singa mempunyai memiliki alternatif untuk penggunaan pupuk kimia yang relatif mahal yakni dengan berkreasi dalam pengolahan pupuk organik yang diambil dari alam sekitarnya. Petani jeruk mempunyai pengetahuan sendiri terhadap jenis pupuk yang tepat untuk kegiatan pertaniannya. Pengetahuan yang dimiliki petani dalam mengolah dan mengunakan pupuk memiliki variasi yang berbeda berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa petani jeruk Desa Singa masih bergantung pada pupuk kimia meskipun petani sudah banyak menggunakan pupuk organik yang dikelola sendiri. Petani menggunakan pupuk organik hanya sebatas untuk menjadi alternatif penambahan kandungan zat untuk tanaman jeruk bagi kegiatan pertaniannya.
(5)
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yesus kristus yang telang memberikan kesehatan, anugerah, berkat yang melimpah sampai skripsi ini selesai. Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang saya sayangi Ayahanda J.Barus,Spd dan Ibunda Pt.S. Br.Tarigan karena tak henti-hentinya memberikan perhatian dan kasih sayang dari kecil sampai sekarang ini. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku Ketua Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekertaris Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra.Ryta Tambunan, M.Si selaku dosen wali selama menjalani pendidikan di Universitas Sumatera Utara. Terimakasih untuk waktu, saran dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
Kakak Dra. Sri Alem Sembiring, M.Si yang selalu tabah dan semangat membimbing saya menyelesaikan proposal sampai skripsi saya selesai. Bapak Drs. Irfan, M.Si selaku ketua penguji proposal dan bapak Dr. Hamdani sebagai penguji I, di mana telah banyak membantu penulis dalam perbaikan proposal. Para Dosen Departemen Antropologi, Staf Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan Fakultas dan Pegawai Perpustakaan Universitas.
Eva Yanthi Manurung, S.Sos, terimakasih atas perhatian, kesabaran dan kasih sayang serta waktu dan dukungan baik itu materi, tenaga dan pikiran kepada saya sampai selesai. Buat abang saya Viktor Yanus Barus & kakak ipar, dan buat adek-adek saya Alinta Br Barus dan Ade Meta Br Barus yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. Buat Seluruh keluarga paman di Desa Singa, Desa Manuk Mulia dan buat Bapak tengah sampai bapak uda beserta keluarga di Desa Bunuraya Baru, Bengkulu dan yang lainnya terima kasih atas dukungan doa dan memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. Kepala Desa Singa dan seluruh masyarakat Desa Singa, khususnya petani jeruk yang memberikan respon yang baik dan memberikan data sesuai permintaan saya dalam menyelesaikan skripsi.
Abang dan kakak senior terkhusus Bang Sandrak Manurung, S.Sos, Benson Adisaputera, S.Sos dan Berry Calvin Ginting, M.Sos yang selalu menjadi teman diksusi dan motivasi berkarya bagi penulis. Dan buat kakak yang penulis sayangi Kak Ika, S.Sos, kak Anis, S.Sos terima kasih atas dorongan dan doanya.Buat Sahabat terbaik saya Hery A.Sianturi dan Sumantri Tarigan, yang selalu merepet
(6)
bila saya salah langkah dan selalu memberi dorongan dan motivasi bagi saya. Buat Teman terbaik saya Andri Nugraha, Avin Mirdasy, Dani Syahpani, Ronald Gea, Syahvery Ginting, Naomi Aritonang, Tina Saragih, Tika Panjaitan yang selalu menjadi teman berbagi suka maupun duka dan adek-adek angkat saya yang manja dan jugul Santi Maria Hutapea, Minar Singa, Valentina Br Ginting, Evi Br Ginting, Eldevia Br Tarigan yang selalu memberi semangat dan doa kepada penulis.
Kerabat-kerabat mahasiswa/i Antropologi Fisip USU yakni Sulia Rimbi, ,Bambang Napitupulu, Daniel Sitorus, Heri Manurung, Sri Ulina Girsang, Meiny Saragih, Toni Manurung, Roseva Bangun, Salsa Tarigan, Tuti Naibaho, Mia Br Barus, Darwin Tambunan dan seluruh anak Antropologi 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan terima kasih atas dorongan dan semangat serta bantuan yang diberikan dalam lapangan dan dalam penyelesaian skripsi ini. Adik-adik junior Vina, Berthy, Santa, Rico, Kevin, Jonathan, Sari, Eta, Rabitah, Zijah, Fizah, Hemalea, Tety, Fikry, Dian, Maria, Harni, serta kepada kerabat Antropologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat yang diberikan kepada penulis.
Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini, yang telah membantu penulisan dan proses studi. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis. Menyadari akan keterbatasan penulis, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, Juni 2011
(7)
RIWAYAT HIDUP
Remaja Putra Barus, lahir pada tanggal 5 Desember 1986 di Desa Manuk Mulia, Kabupaten Karo. Beragama Kristen Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda bernama Justin Barus,Spd dan Ibunda bernama Pt.Sarinah Br Tarigan.
Riwayat pendidikan formal penulis: SD Negeri 040534 Manuk Mulia (1993-1999), SMP RK Xaverius 2 Kabanjahe (1999-2001), SMU Khatolik Deli Murni Bandar Baru (2002-2005), Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara (2005-2011).
Selama kuliah penulis aktif dalam mengikuti pelatihan/seminar diantaranya Panitia Seminar Sarasehan Nasional-VIII Jaringan Kekerabatan Antropologi Sosial Indonesia oleh Universitas Sumatera Utara (2006), KONGRES FMN III (Front Mahasiswa Nasional) di Mataram (2008), dan Seketaris Panitia GGA “eguaninta” FISIP USU (2008).
Pengalaman berorganisasi penulis diantaranya pernah menjadi Korlap.KASS-PALA FISIP USU (2007-2008), Pimpinan Cabang FMN USU-Medan (2008-2009), Seketaris SGC (Study Group Of Culture, 2007-2009), Ketua Sanggar seni musik dan tari NAJATI-Medan (2009-2010), Waket.IMKA Eguaninta FISIP USU (2008-sekarang).
Selain dalam pelatihan dan organisasi penulis juga bekerja dan turut membantu program kerja luar kampus diantaranya Kepala Biro Tabloid Sora Sirulo Cabang Medan (2007-sekarang), Relawan Banjir Bandang Besitang Kab.Langkat oleh FMN (2007), Relawan korban letusan Gunung Sinabung Kab.Karo (2010), Asisten Peneliti Sosial Budaya dan Ekonomi dalam Pembangunan Transmisi 125 Mw PT.Wampu Rih Tengah. Kerja sama dengan Lembaga Penelitian USU (2010), Asisten Peneliti Social Impact Assessment (SIA) PTPN III Sumatera Utara oleh Lembaga Penelitian USU (2010-2011), Surveyor Implementasi Sistem Biometric PNS Berbasis Elektronik Provinsi Sumatera Utara oleh SUCOFINDO bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (2011), Asisten Peneliti Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat UKL-UPL Pengeboran Panas Bumi di Kab.Madina oleh PT.Sorik Merapi Geothermal bekerja sama dengan Lembaga Penelitian USU (2011).
(8)
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut penulis telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Pengetahuan Petani Jeruk dalam
Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo”.
Pada skripsi ini dilakukan pembahasan secara menyeluruh mengenai pengetahuan yang dimiliki petani jeruk dalam mengolah dan menggunakan pupuk di Desa Singa . Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V.
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan menguraikan garis besar penulisan skripsi secara menyeluruh, antara lain dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian sehingga dapat diketahui apa yang ingin dikemukakan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya, akan diuraikan juga lokasi penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjuan pustaka, metode penelitian, dan teknik pengumpulan data. Penguraian pada bab ini, dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai materi penulisan yang dimaksud dalam penelitian/skripsi ini.
Bab II Gambaran Umum Desa Singa. Pada bab ini akan diuraikan mengenai identifikasi desa (meliputi : sejarah desa, letak desa, keadaan penduduk dan topografi desa), tata ruang desa, tata pemukiman, sampah drainase dan
(9)
sanitasi, sarana prasarana desa, tata ruang hutan, tata ruang pertanian, kelembagaan desa, dan Sumber Daya Alam desa.
Bab III Rutinitas dan Aktivitas Petani Jeruk. Pada bab ini akan diuraikan secara keseluruhan mengenai rutinitas petani mulai dari gaya hidup petani jeruk dan beberapa pola tanam yang dilakukan petani jeruk Desa Singa. Bagian aktivitas petani akan menguraikan kegiatan petani mulai dari pembukaan lahan, penanaman jeruk sampai pemeliharaan tanaman jeruk yang termasuk di dalamnya pemupukan dan penggunaan pestisida. lain itu, dalam aktifitas petani juga menguraikan bentuk dan hasil penjualan produksi jeruk.
Bab IV . Pada bab ini akan diuraikan tentang Pengetahuan Petani Jeruk dalam Mengolah dan Menggunakan Pupuk meliputi pemahaman pupuk oleh petani, masalah-masalah yang dihadapi petani jeruk dan bagaimana petani mengatasinya, serta variasi yang dimiliki petani jeruk dalam pengolahan dan penggunaan pupuk kimia, organik, campur (kimia/organik) dan sumber informasi bagi petani jeruk di Desa Singa.
Bab V Penutup. Penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran. Pada bab ini akan disimpulkan kembali secara keseluruhan dari hasil penelitian tentang Pengetahuan Petani dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa. Diakhir bab ini, penulis menyampaikan beberapa saran yang berguna untuk perkembangan pengetahuan yang dimiliki petani terhadap pengolahan dan penggunaan pupuk.
Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis juga membuat daftar pustaka sebagai bahan refrensi dari skripsi ini serta lampiran-lampiran seperti pedoman
(10)
wawancara, Sketsa lokasi penelitian, surat penelitian, serta gambar-gambar di lokasi penelitian.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skrpisi ini bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi, dan pengalaman penulis. Penulis, dengan tidak mengurangi rasa hormat, mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis
Remaja Putra Barus
(11)
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ……… i
PERNYATAAN ……….. ii
ABSTRAK ………..………. iii
UCAPAN TERIMAHKASIH ……… iv
RIWAYAT HIDUP ……….vi
KATA PENGANTAR …….……….. vii
BAB I. PENDAHULUAN... ……… 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 8
1.3. Lokasi Penelitian... 9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9
1.5. Tinjauan Pustaka...……...10
1.6. Metode Penelitian...15
BAB II. GAMBARAN UMUM... 18
II.1. Identifikasi Desa... 18
II.1.1. Lokasi Desa Singa... 18
II.1.2. Sejarah Desa Singa... 22
II.1.3. Keadaan Penduduk... 24
II.1.4. Topografi Desa... 27
II.2. Tata Ruang Desa... 31
II.3. Tata Pemukiman... 32
II.4. Sampah, Drainase dan Sanitasi... 33
II.5. Sarana Prasarana Desa... 34
II.6. Tata Ruang Hutan... 37
II.7. Tata Ruang Pertanian... 39
II.8. Kelembagaan Desa... 41
II.9. Sumber Daya Alam Desa... 44
BAB III. RUTINITAS PETANI... 46
(12)
III.1.1. Gaya Hidup Petani di Singa... 47
III.2. Pola Tanam Jeruk di Desa Singa... 53
III.2.1. Pola Tanam Campur Tanaman Jeruk Dengan Palawija... 54
III.2.2. Pola Tanam Campur Tanaman Jeruk Dengan Holtikultura... 57
III.3.3. Pola Tanam Tunggal...59
III.3. Pertanian Jeruk di Desa Singa... 61
III.3.1. Penanaman Tanaman Jeruk... 61
III.3.2. Pemeliharaan Jeruk... 63
III.3.3. Pemanenan... 69
III.4. Penjualan Hasil Produksi... 71
III.4.1. Dijual Sendiri... 72
III.4.2. Sistem Borong... 73
III.4.3. Sistem Lelang... 75
BAB IV . PENGETAHUAN PETANI JERUK DALAM PENGOLAHAN DAN PENGGUNAAN PUPUK... 77
IV.1. Konsep Pupuk... 77
IV.2. Masalah - Masalah Petani Jeruk di Desa Singa... 78
IV.2.1. Fluktuasi Harga dan Klasifikasi Hasil Penjualan... 79
IV.2.2. Iklim yang Sulit Ditebak... 81
IV.2.3. Hama dan Penyakit... 83
IV.4. Variasi Pengetahuan Petani Dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk... 86
IV.2.1. Kategori Pengetahuan pupuk Anorganik/Kimia... 88
IV.2.2. Kategori Pengetahuan Pupuk Organik... 92
IV.2.3. Kategori Pengetahuan Pupuk Campur... 93
IV.2.4. Sumber Informasi... 96
BAB V. PENUTUP... 98
V.1. Kesimpulan... 98
V.2. Saran... 100
(13)
DAFTAR PERTANYAAN ……….. xv Lampiran
Sketsa Desa Singa ……..………….………... xvi Surat Izin Penelitian dari Camat Tigahpanah……… xvii Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Singa ………. xviii
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar.2.1. Jembatan Lau Kersik……..………..……….. 20
Gambar.2.2. Jembatan Lau Biang ……….……. 20
Gambar.2.3. Pemukiman Kesain Durin Mengarah ke Desa Kutambelin ……... 21
Gambar.2.4. Pemukiman sesampainya di Desa Singa …… ……….… 21
Gambar.2.5. Pemukiman Desa Singa Mengarah ke Kesain Simbelang ………. 21
Gambar.2.6. Pemukiman Mengarah ke Desa Lausimomo ………. 21
Gambar.2.7.Diagram hubungan kelembagaan desa ……….. 44
Gambar.3.1. Sungai Garut ……….. 48
Gambar.3.2. Pola tanam campur jeruk + palawija ………. 56
Gambar.3.3. Pola tanam campur jeruk + hortikultura ………..…….. 58
Gambar.3.4. Pola tanam tunggal ………...………. 60
Gambar.3.5. Analisa Saluran Penjualan Hasil Panen Jeruk Desa Singa ….…. 76 Gambar.4.1.Tanaman jagung ………. 91
Gambar.4.2.Tanaman padi ………...91
Gambar.4.3.Rumputan liar sentar ………..……… 91
Gambar.4.4.Rumputan liar rih……….. 91
Gambar.4.5.Rumputan liar sanggar ………... 91
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel.2.1. Sarana dan Prasarana Desa ………... 36 Tabel.2.2. Lembaga Formal dan Non Formal di Desa Singa ... 42 Tabel.2.3. Sumber Daya Alam di Desa Singa ………..….48 Tabel.3.1. Pemeberian jenis pupuk dan dosis pada tanaman jeruk ………….…..66 Tabel.4.1. Jenis hama dan penyakit pada tanaman jeruk ………...…….…86 Tabel.4.2.Jenis tumbuhan yang digunakan untuk pupuk organik ……….90
(16)
ABSTRAK
Pengetahuan petani jeruk dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Remaja Putra Barus, 2011). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 103 halaman, 6 tabel, 18 gambar, 12 daftar pustaka disertai 10 situs internet, surat penelitian, sketsa desa.
Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa. Petani jeruk Desa Singa punya pengetahuan yang kaya dan bervariasi tentang pupuk. Pupuk merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pertanian jeruk yang berguna untuk meningkatkan taraf kehidupan petani. Meskipun petani kaya akan pengetahuan, petani tidak terlepas dari masalah. Masalah yang di hadapi petani adalah harga pupuk yang relatif mahal, harga buah jeruk yang berfluktuasi, iklim yang susah ditebak, dan masalah hama dan penyakit terhadap tanaman jeruk.
Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk adalah berbentuk kualitatif, serta untuk membahas lebih jauh, penelitian ini menggunakan metode folk taksonomi untuk mengupas pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki petani jeruk. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan observasi partisipasi terbatas untuk melihat gambaran dan terlibat langsung dalam aktifitas petani jeruk.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa petani jeruk Desa Singa mempunyai memiliki alternatif untuk penggunaan pupuk kimia yang relatif mahal yakni dengan berkreasi dalam pengolahan pupuk organik yang diambil dari alam sekitarnya. Petani jeruk mempunyai pengetahuan sendiri terhadap jenis pupuk yang tepat untuk kegiatan pertaniannya. Pengetahuan yang dimiliki petani dalam mengolah dan mengunakan pupuk memiliki variasi yang berbeda berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa petani jeruk Desa Singa masih bergantung pada pupuk kimia meskipun petani sudah banyak menggunakan pupuk organik yang dikelola sendiri. Petani menggunakan pupuk organik hanya sebatas untuk menjadi alternatif penambahan kandungan zat untuk tanaman jeruk bagi kegiatan pertaniannya.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam kegiatan pertanian, petani akan selalu berusaha meningkatkan produksi pertanian mereka mulai dari bercocok tanam sampai perawatanya. Dalam proses perkembanganya, pertanian itu mengikuti perkembangan jaman, dari alat yang digunakan sampai dalam penggunanaan pestisida dan pupuk untuk mencapai hasil yang maksimal dalam kegiatan pertanian.
Permasalahan pupuk hampir selalu menjadi pembicaraan hangat oleh petani di Indonesia. Permasalahan tersebut antara lain adalah kelangkaan pupuk di musim tanam, harga pupuk yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu, dan dicabutnya subsidi pupuk oleh pemerintah pada tanggal 1 Desember 1998. Salah satu situs1
1 okezone.com news July 2009
mengemukakan bahwa, pada tahun 2009 enam pabrik pupuk kimia yang memproduksi pupuk palsu tersadap oleh Intelejen Mabes Polri yang telah tersebar di daerah Kampung Batu Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi yang diproduksi oleh CV Kujang Putra Peratama. Selain di Kabupaten Sukabumi, situs ini juga mengungkapkan bahwa di Kabupaten Blora Jawa Tengah juga ditemukanya beredarnya pupuk palsu jenis KCL dalam jumlah yang besar oleh Tim Monitoring Departemen Pertanian. Meski harga pupuk ini tergolong murah tapi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh TMDP, pupuk palsu jenis KCL ini dapat merusak perkembangan tanaman.
(18)
Budidaya tanaman di dalam ruang lingkup pertanian tidak terlepas dari pupuk, baik itu tanaman muda maupun tanaman tua2. Salah satu jenis tanaman tua adalah jeruk, dimana proses budidayanya dengan jangka panjang dan memiliki umur rata-rata 15 tahun (1-4 tahun masa pertumbuhan menuju buah, 5-15 tahun masa panen atau menghasilkan). Menurut Nurasa dan Hidayat3
Salah satu daerah penghasil buah jeruk di Indonesia adalah Kabupaten Purworejo. Pada dekade sebelum 1980-an, Kabupaten Purworejo dikenal sebagai salah satu sentra jeruk di Indonesia. Bahkan jeruk Purworejo sempat mewarnai perdagangan internasional, dengan keberhasilan para pengusaha mengekspor jeruk ke berbagai negara. Dari daerah ini pula, bibit tanaman jeruk banyak dipesan oleh berbagai daerah di luar Jawa. Seiring mewabahnya virus Citrus vein Phloem Degeneration (CVPD) dan melonjaknya serta banyaknya pupuk palsu, kejayaan jeruk Purworejo terus merosot. Puncaknya tahun 1990-an, para petani jeruk benar-benar terpuruk. Padahal sebelumnya produk buah dari Purworejo ini tidak pernah surut. Namun saat ini, jeruk Mandarin justru mulai membanjiri Purworejo. Semangat petani di daerah-daerah sentra jeruk Kabupaten Purworejo, seperti
, jeruk memiliki tiga komponen biaya yang cukup besar yaitu komponen pupuk, pestisida dan komponen tenaga kerja mencakup pemeliharaan, panen dan pasca panen. Dari ketiganya, pupuk merupakan komponen biaya tertinggi mencapai 50,02 % dari total biaya produksi sedangkan 40,98 % untuk biaya pestisida dan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan masalah pupuk menjadi ‘harga mati’ bagi petani jeruk.
2 Kategori tanaman muda dan tanaman tua berdasarkan umur tanaman, misalnya tanaman muda adalah jagung, buncis, padi, dll, sedangkan tanaman tua adalah jeruk, kopi, coklat, durian dll. 3
(19)
Kecamatan Bayan, Gebang dan sebagian Banyuurip, untuk bangkit dari keterpurukan tampaknya tak pernah surut.4
Selain di Pulau Jawa, Sumatera Utara juga terkenal dengan sentra jeruk. Produksi jeruk di Sumut antara tahun 2002 sampai 2004 selalu mengalami peningkatan. Pada 2002 produksinya sebanyak 273.803 ton, 2003 berproduksi 431-982 ton, dan 2004 mencapai 499.942 ton. Berdasarakan data Dinas Pertanian, daerah penghasil jeruk terbanyak di Sumut adalah Kabupaten Karo. Data tahun 2004, produksi jeruk di Karo mencapai 437.149 ton dari luas panen 9.782 hektar. Buah jeruk merupakan salah satu perolehan sumber devisa yang cukup penting. Dimana komoditi ini telah diekspor ke negara-negara tetangga dan saat sekarang ini dijual kepada masyarakat lokal dan domestik. Daerah pemasaran utama komoditi ini adalah Pulau Batam, Medan, Pekan Baru, Aceh, Jakarta dan Bandung. Varitas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo sekarang ini adalah jenis Siam, Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan sebagainya. Jenis yang disukai oleh konsumen lokal adalah varitas Siam Madu sehingga varitas jeruk ini mendominasi penanaman jeruk di Kabupaten Karo.5 Tahun 2010 petani jeruk Karo diambang kehancuran, anjloknya harga jeruk di Tanah Karo sejak beberapa bulan terakhir membawa dampak buruk bagi kelangsungan pertanian jeruk.6
Pasalnya, harga jual yang rendah sudah tak sebanding dengan biaya produksi tanaman. Bila hal ini tidak segera teratasi, dikhawatirkan sejumlah petani
4http://www.sentrakukm.com/index.php/beranda/336-petani-jeruk-purworejo-mencoba-bangkit 5 http:karokab.go.id
6 Harga jual buah jeruk menurun dari Rp 5.000/kg ke Rp 1.000/kg ( secara umum ), lain dari itu harga jeruk juga tergantung kualitas ( beda ladang beda harga )klasifikasinya adalah bila harganya Rp.5.000/kg (cth : jeruk jenis super = Rp.10.000/kg A=Rp.6.000/kg B=5.000/kg C =Rp.3.000/kg D=Rp1.000/kg unil=tergantung pembeli. ( harga jeruk Tahun 2010 )
(20)
jeruk bermodal pas-pasan tidak akan sanggup lagi mengelola tanamannya (melakukan pemupukan/penyemprotan hama )
Dengan anjloknya harga jeruk, sejumlah petani jeruk Berastagi tanggal 10 Feberuari 2010 memboikot hasil panen, menyusul harga jual buah jeruk yang hingga kini belum stabil7. Pemerintah Daerah Karo diharapkan melakukan terobosan guna mengatasi aksi ‘boikot’ panen yang dilakukan petani. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan gejala ini akan berdampak buruk pada pertanian berkelanjutan dan kehidupan petani Karo yang mayoritas penduduknya petani jeruk.8
Sesuai dengan sifat petani, bahwa mereka selalu belajar dari pengalaman sebelumnya. Petani selalu siap dalam setiap usaha yang selalu berhadapan dengan suatu resiko. Hal ini terbukti di Dusun Haarlem Provinsi Western Cape Afrika Selatan, daerah ini terkenal dengan buah apelnya. Namun pada tahun pertengahan 1980-an permintaan pasar apel menurun. Dengan biaya bibit dan perawatan yang tidak sesuai dengan penjualan, petani apel belajar cara melakukan pencangkokan dari pada biaya dihabiskan untuk pembibitan9.
Hal serupa juga dilakukan oleh petani jeruk di Karo, Dengan harga pupuk kimia yang melonjak tinggi sejak Krisis moneter (jatuhnya rezim Suharto) pada tahun 1998 membuat petani jeruk mengambil alternatif dan menciptakan kreatifitas dengan menggunakan pupuk organik yang terbuat dari limbah hewan (kandang ayam, kandang lembu, kandang kambing, kandang kerbau, dll) dan
7
Disaat buah jeruk langka harga melonjak tinggi mencapai rata-rata Rp 5.500/kg, sementara saat panen harga anjlok menjadi Rp 2.000/kg bahkan sampai Rp 800 /kg ( harga jeruk Tahun 2010 ) 8 http://www.posmetro-medan.com/index.php?open=view&newsid=15467&catid=15
9
(21)
pupuk organik dari limbah tanaman (limbah tanaman padi, tanaman jagung, dll) bahkan sekarang juga sudah berkembang dan masyarakat mengenal dengan nama BOKASI (segala jenis limbah tumbuhan, limbah hewan dan sampah-sampah di aduk rata dengan menggunakan metode tertentu).
Petani dalam memandang bahan-bahan organik maupun kimia dalam tanah juga memiliki pengetahuannya sendiri yang berbeda dengan ahli-ahli pertanian lainnya. Hal ini disebabkan karena petani memiliki banyak pengalaman selama bertani untuk mengolah dan memanfaatkan tanah sebagai media tanam. Menurut Winarto dalam penelitiannya mengenai pengetahuan petani dalam pengendalian hama terpadu pada masyarakat desa Ciasem di Propinsi Jawa Barat dimana terjadinya suatu interpretasi dalam masyarakat, dalam pengendalian hama terpadu pada tanaman padi. Pegetahuan petani secara metaforik dipengetahui dimana obat disamakan mempunyai fungsi yang sama dalam dua domain yang berbeda dalam tubuh manusia dan tanaman, dimana adopsi pestisida oleh petani menunjukkan keefektifan penggunaan metaphor dalam proses pengalihan pengetahuan dengan cara yang gampang dan mudah diketahui (Winarto, 19986 : 58)
Demikian juga yang dialami oleh petani jeruk Desa Singa. Desa Singa adalah sebuah Desa yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani jeruk10
10 Penanaman tanaman jeruk di Desa Singa dimulai pada tahun 1987
dengan kepemilikan lahan petani rata-rata 5000 M². Petani jeruk di Desa Singa mengklasifikasikan pupuk organik kedalam dua jenis yaitu pupuk organik dari limbah hewan dan pupuk organik yang berasal dari limbah pertanian
(22)
seperti batang padi, batang jagung, kulit buah-buahan dan rumput-rumput liar. Penggunaan pupuk organik oleh petani jeruk di Desa Singa sekitar tahun 1998, petani mulai berkreasi dengan bahan-bahan alam untuk mengatasi harga pupuk yang mahal, seperti penanaman padi di dalam maupun di luar area lahan tanaman jeruk yang kemudian jeraminya akan dijadikan sebagai pengganti pupuk kimia yang relatif mahal. Selain penggunaan pupuk organik, petani jeruk di Desa Singa juga melakukan kolaborasi atau percampuran pupuk organik dengan pupuk kimia untuk pengiritan mengingat pupuk kimia yang langka dan mahal.
Seperti halnya Desa Singa, petani Desa Pare Kecamatan Selogiri juga berhasil melakukan penghematan terhadap pupuk kimia dengan mencampur adukkan sedikit pupuk kimia dengan limbah – limbah petanian menjadi pupuk melalui proses fermentasi. Lain itu, petani Desa Pare juga memanfaatkan sampah yang dibuang ketempat pembuangan terakhir (TPA) yang kemudian akan diolah menjadi pupuk untuk kegiatan pertanian mereka.11
Masyarakat mempunyai pengetahuan yang mereka miliki melalui pengalaman pribadi yang mengalami dan mempunyai pengetahuan ekologi yang sangat kaya dengan melakukan uji coba dalam melakukan kegiatan apakah itu menyangkut perlakuan air, pengolahan tanah, penggunaan pupuk atau pengendalian hama tanaman di sawah mereka. Manusia memperoleh pengetahuannya melalui proses belajar dengan cara mengamati alam sekitarnya melalui komunikasi sesamanya dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh manusia tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu, jika ingin menemukan apa
11
(23)
yang diketahui oleh sesorang, kita harus masuk kedalam alam pikiranya hal ini berarti kita harus berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan orang yang memiliki pengetahuan tersebut.
Menurut Warren (1991), pengetahuan lokal12 digunakan oleh masyarakat setempat untuk mencari nafkah di lingkungan tertentu istilah ini digunakan dalam bidang pembangunan pertanian berkelanjutan untuk menunjukkan konsep ini mencakup pengetahuan teknis lokal, pengetahuan lingkungan tradisional, pengetahuan pedesaan, dan pengetahuan petani lokal. Secara umum, pengetahuan tersebut berkembang di lingkungan setempat, sehingga secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Hal ini juga bersifat kreatif dan eksperimental, terus-menerus menggabungkan pengaruh dari luar dan inovasi dalam memenuhi kondisi baru13
Kreatifitas dan inovasi .
14
12
Menurut Antweiler dan Merman (dalam sembiring 2002 :9) pengetahuan lokal itu memiliki karakteristik tersendiri, meliputi: (1) pengetahuan yang berdasarkan kenyataan, kemampuan (capabilties), dan keahlian-keahlian (sebagai ‘procedural knowlidge’), (2) disesuaikan dengan orientasi kehidupan yang nyata untuk persoalan sehari-hari, bersifat fleksibel (mudah berubah), bersifat empiris yang diproleh berdasarkan observasi, uji coba (‘trial and error and natural experiment’), memerlukan pembuktian dengan waktu yang lama, (5) muncul dalam konteks ekologi lokal, (6) muncul dan ditransmisikan dalam lingkuangan sosial lokal.
13
http://www.agroforestry.net/overstory/overstory82.html
14 Inovasi adalah proses di mana individu atau kelompok menemukan atau mengembangkan gedung baru dan cara-cara yang lebih baik mengelola sumber daya dan memperluas batas-batas ilmu pengetahuan mereka.
petani, mengembangkan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, terutama dalam menggunakan sumber daya lokal untuk mengembangkan pertanian dalam meningkatkan mata pencaharian. Kita mengetahui masyarakat mempunyai pengetahuan yang mereka miliki melalui pengalaman peribadi yang mengalami dan mempunyai pengetahuan ekologi yang sangat kaya dengan melakukan uji coba dalam melakukan kegiatan apakah itu
(24)
menyangkut pengolahan tanah, penggunaan pupuk atau pengendalian hama tanaman di pertanian mereka.
Dalam kegiatan perekonomian yang muncul pengetahuan kemampuan suatu negara untuk membangun dan memobilisasi modal pengetahuan, sama-sama penting untuk pembangunan berkelanjutan sebagai ketersediaan modal fisik dan keuangan(World Bank, 1997). Komponen dasar sistem pengetahuan setiap negara adalah pengetahuan lokal. Ini meliputi keterampilan, pengalaman dan wawasan orang, diterapkan untuk memelihara atau meningkatkan mata pencaharian mereka. Di pedesaan Afrika, beberapa petani secara aktif berinovasi dengan menggunakan sumber daya lokal yang mereka miliki dalam usaha untuk meningkatkan produksi tanaman sayuran (kubis, wortel, selada, dll). Seringkali inovasi ini digunakan untuk mengkompensasi kekurangan input pertanian modern, seperti pupuk dan pestisida15
15 http://www.worldbank.org/afr/ik/iknt79.htm .
1.2 Perumusan Masalah
Dari urain di atas maka, penelitian ini melihat bagaimana para petani jeruk berkreatifitas mengembangkan pengetahuan mereka dalam hal pengolahan dan penggunaan pupuk dalam kegiatan pertanian jeruk. Fokus penelitian ini adalah tentang pengetahuan petani jeruk dalam memanfaatkan pupuk organik dan pupuk kimia yang mereka buat sendiri.
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka terlebih dahulu harus menjawab beberapa pertanyaan berikut :
(25)
1. Apa konsep pupuk dan bagaimana mengklasifikasikan pupuk bagi petani jeruk?
2. Sumber daya alam apa saya yang tersedia terkait bahan baku dalam pengolahan pupuk ada di Desa Singa?
3. Apa permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh petani jeruk di Desa Singa?
4. Apa saja variasi pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam pengolahan dan penggunaan pupuk?
1.3 Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa di lokasi ini mayoritas penduduknya bermatapencaharian dari pertanian yakni dari tanaman jeruk dan merupakan sumber utama perekonomian penduduk di daerah ini. Menurut sebagian informan yang telah diwawancarai sebelumnya, hal ini dapat terlihat pada gendang guro-guro aron16
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan petani jeruk di Desa Singa dalam mengolah dan menggunakan pupuk yang petani buat sendiri. Pengetahuan petani jeruk ini juga terlihat dari jenis-jenis bahan dan cara-cara yang dilakukan petani dalam menggunakan pupuk organik dalam pertanian mereka.
(pesta tahunan), besar kecilnya acara tergantung pada produksi jeruk.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
16 Gendang guro-guro aron di laksanakan oleh suku masyarakat Karo dalam rangka syukuran terhadapa hasil panen setiap tahun.
(26)
Manfaat penelitian :
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi rujukan / refrensi bagi peneliti selanjutnya dan memberi kontribusi yang berharga untuk memperluas wawasan pembaca, para praktisi (LSM) atau pembuat kebijakan bahwa petani itu memiliki pengetahuan yang dinamis dan bersifat kontekstual.
Secara akademis, bermanfaat untuk menambah wawasan dan kepustakaan pada bidang Antropologi pada bidang pertanian maupun bidang-bidang yang menyangkut pengetahuan lokal.
1.5. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini menggunakan konsep Amanor (dalam Sembiring, 2002:9) menjelaskan bahwa pertanian dikonseptualisasikan sebagai produk dari kebudayaan dimana teknologi dan pengetahuan pertanian diletakkan dalam sistem sosial budaya dan ekologi dimana pengetahuan itu dikembangkan.
Menurut Krober (dalam Marzali, 1998 : 91) petani adalah merupakan masyarakat pedesaan hidup berhubungan dengan kota-kota pusat pasar, kadang-kadang kota metropolitan. Mereka merupakan bagian atau sampalan dari budaya kota.
Menurut Redflield (dalam Koenjaraningrat 1990:191) sendiri mengatakan bahwa petani merupakan masyarakat kecil yang tidak memenuhi semua kebutuhan anggotanya, tetapi disatu pihak mempunyai hubungan yang horizontal dan komuniti – komuniti disekitarnya tetapi dipihak lain juga secara vertikal dengan komuniti daerah perkotaan. Sedangkan menurut Wolf (1983) menjelaskan
(27)
petani merupakan seseorang yang bergerak dibidang pertanian yang mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang dibeli di pasar, untuk memperoleh laba dengan jalan untuk menjual hasil produksinya secara menguntungkan di pasar hasil bumi.
Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah pupuk sebagai bahan penunjang dalam proses pertanian, pupuk dapat dibuat secara alami dan juga secara ilmiah dengan mencampur beberapa zat-zat kimia yang dapat membantu kesuburan tanah. Tanah merupakan media tanam yang paling efisien untuk melakukan kegiatan pertanian, di dalam tanah terkandung bahan-bahan organik yang memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, maka kemampuan tanah dalam mendukung produktifitas tanaman juga akan menurun.
Secara umum pupuk dapat dibagi dua yaitu pupuk kimia dan pupuk organik. Pupuk kimia adalah pupuk buatan pabrik yang di buat dengan menggunakan unsur-unsur kimia, seperti UREA, SP-36, NPK dan sebagainya. Pupuk kimia adalah pupuk dengan kombinasi bahan-bahan kimia, yang akan merusak ekosistem unsur hara dan jika pemakaiannya berjangka lama, akan membuat tanah tersebut suatu saat mati unsur haranya, tidak sanggup untuk memberikan hasil lagi.17
17
Struktur kimia dan biologi tanah akan rusak oleh pupuk kimia tersebut. Dewasa ini pupuk organik dan pupuk kimia menjadi perbincangan yang cukup menarik. Ada asumsi yang megatakan bahwa akhir-akhir ini lahan pertanian semakin lama tidak produktif,dan ada juga yang berpendapat itu karena efek dari penggunaan pupuk kimia yang terus menerus atau berlebihan. Itu adalah efek dari pupuk kimia
(28)
Seperti halnya dalam penggunaan pupuk, petani jeruk tidaklah hanya mengetahui pupuk yang bersifat kimiawi saja tetapi masyarakat juga mempunyai pengetahuan tentang pupuk organik dan dapat memilah-milah pupuk yang mana yang baik bagi lahan pertanian mereka dan mampu membuat pupuk organik dari pengetahuan mereka. Namun dalam konteks berbagai kerangka pengetahuan dan teknologi dan pengaruh intervensi (pengetahuan dan teknologi) penduduk setempat tetap kreatif dalam menentukan suatu pengetahuan (Winarto 1998 : 54).
Winarto (1998) menjelaskan bahwa dalam melihat pengetahuan masyarakat setempat yang terpenting untuk dicermati adalah faktor-faktor apa yang menjadi pengamatan mereka dan apa saja yang ada dalam pikiran mereka, dalam hal ini pengetahuan masyarakat tidaklah statis ia selalu mengalami perubahan sepanjang waktu. Terkait dengan hal di atas, Menurut Keller menyatakan bahwa pengetahuan itu selalu mengalami penyempurnaan ataupun perbaikan melalui pengalaman-pengalaman para pelakunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan tertentu ( dalam Winarto 1998 : 54).
Kehidupan manusia mempunyai kebudayan sehari-hari berdasarkan alam dan lingkungan sekitarnya, begitu juga dengan petani, mereka mempunyai kebudayaan sendiri dalam memandang pupuk sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki dalam melihat kondisi dan perubahan - perubahan dalam lahan pertanian mereka serta pupuk mana saja yang digunakan dalam meningkatkan produktifitas pertanian mereka. Lave (dalam Sembiring 2002:2) mengemukakan bahwa dalam menghadapi persoalan baru, seorang individu harus selalu menyesuaikan tindakannya dengan situsi baru yang berkembang dan melakukan
(29)
perubahan-perubahan. Perubahan ini menyebabkan pengetahuan itu menjadi dinamis dan sangat situasional.
Spradley menjelaskan bahwa kebudayaan berada dalam pikiran manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam aktifitas sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran atau mind individu atau masyarakat. Dalam hal ini tugas seseorang antropolog adalah mencoba menemukan dan menggambarkan fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran atau mind manusia melalui ‘folk taxonomy’ 18
Winarto (dalam Sembiring 2002 :11) menemukan bahwa petani di dua Desa di Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subag, Jawa Barat mengkategorikan bahwa semua serangga itu adalah hama. Hama atau hewan pengganggu tanaman dibedakan dalam tiga kelompok berdasarkan derajat kerusakan yang ditimbulkannya pada padi; (1) hewan yang merusak padi (satoan nu ngarusak
Terkait denga kajian Folk taxonomy (Taylor dalam Sembiring 2002 :7) memberikan suatu contoh bagaimana membentuk suatu sistem kategorisasi dari peralatan rumah tangga, Taylor menyebutnya dengan ‘taxonomy of filmitur’. Masyarakat tersebut membedakan penyebutan antara ‘chair’, ‘sofas’, ‘desks’, dan ‘tables’. Semua penyebutan ini dikategorikan dalam satu kelompok yang disebut ‘furniture’ (Taylor dalam Sembiring 2002 :7).
18
Folk taksonomi adalah sebuah metode yang ada dalam penulisan etnografi untuk membedah dan mengeluarkan “isi kepala” manusia dengan cara mengelompokkan macam-macam informasi yang didapat dari wawancara. Pengelompokan biasanya dilakukan dari sisi bahasa lokal karena dalam bahasa tersebut suatu kearifan tradisional yang tidak semua orang tau.
(30)
pare) seperti tikus, wereng, walang sangit, lembing hitam dan ulat gerayak, (2) hewan yang mengganggu, tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang parah (satoan nu ngeganggu, enteu ngarusak pare) seperti ulat daun, belalang daun, kepiting, anjing tanah, sejenis nyamuk (rembetung) dan (3) hewan yang tidak menggangu dan tidak merusak padi (satoan nu enteu ngarusak jeung enteu ngeganggu pare) seperti ulat, ikan, katak, belut, cacing tanah, dan laba-laba.
Maka peneliti melihat beberapa kreatifitas petani yang diteliti dalam penelitian-penelitian orang mengenai kreatifitas dan variasi petani. Penelitian ini juga melihat pengklasifikasian pupuk berdasarkan pengetahuan petani di Desa Singa. Fokus penelitian ini adalah pada pengetahuan petani mengenai pupuk dan juga melihat variasi pengetahuan mengenai pupuk, khususnya variasi pembuatan pupuk organik.
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan antropologi kongnitif19
19
Aliran kongnitif berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena matrial, seperti benda-benda, kejadian, prilaku dan emosi. Karena itu, objek penelitian antropologi bukanlah fenomena matrial tersebut tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran “mind” manusia. Jadi singkatnya budaya itu berada dalam pikiran manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena matrial (Marzali 1997;xx)
, dimana Spradley (1997) mendefenisikan kebudayaan sebagai sebuah sistem pengetahuan yang diperoleh manusia dari proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginteprestasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus menyusun strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi prilaku dalam dunia sekeliling mereka. Asumsinya adalah bahwa setiap masyarakat mempunyai sistem yang unik dalam mepersepsikan dan mengorganisasikan fenomena matrial, seperti benda-benda, kejadian, prilaku dan
(31)
emosi, tetapi tentang cara fenomenal matrial tersebut diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia. Upaya yang dilakukan orang adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut. Marzali (1997 :xx) menyebutkan bahwa cara yang paling tepat untuk memperoleh budaya tersebut melalui bahasa, atau lebih khusus lagi melalui daftar kata-kata yang ada dalam suatu masyarakat.
Bahasa dan ungkapan-ungkapan (nama/sebutan) yang digunakan oleh petani jeruk di Desa Singa dalam hal ini menjadi penting untuk ditelusuri. Penelusuran bahasa dan ungkapan-ungkapan ini untuk melihat bagaimana mereka memuat sistem pengkategorian dalam pikiran mereka untuk menjelaskan pengetahuan mereka tentang pupuk. Dalam (Shri Ahimsa Putra dalam Sembiring 2002 : 6) mengatakan bahwa pemberian nama merupakan proses penting dalam kehidupan manusia sebab melalui proses ini manusia dapat ‘menciptakan’ keteraturan dalam persepsinya atas lingkungan. Dari nama kita dapat mengetahui patokan apa yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk membuat klasifikasi, hal ini berarti kita juga dapat mengetahui ‘pandangan hidup’ pendukung kebudayaan tersebut.
1.6 Metode Penelitian
Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan permasalahan yang dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang dituju menggambarkan tentang pengetahuan petani jeruk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
(32)
A. Lapangan
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan di lapangan, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi terbatas untuk memperoleh gambaran selengkapnya mengenai penggunaan dan pengolahan pupuk oleh petani jeruk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Dalam melakukan observasi partisipasi terbatas, peneliti terlibat langsung dalam aktifitas mereka dalam kegiatan pembuatan dan pengolahan pupuk. Pengamatan yang dilakukan peneliti meliputi: cara membuat pupuk organik, cara pencampuran pupuk kimia dengan bahan-bahan organik, jenis-jenis bahan baku yang digunakan, dan dari mana mereka mengambil bahan bakunya yang dapat peneliti amati dengan indra pengelihatan peneliti sendiri.
2.Wawancara
Sebelum peneliti melakukan wawancara mendalam, maka peneliti terlebih dahulu mencari beberapa informan sebagai sumber data. Informan kunci dipilih berdasarkan pengetahuan mereka tentang pupuk. Semakin banyak mereka mengetahui tentang pupuk, maka semakin banyak pula informasi yang peneliti dapatkan. Dalam penentuan informan kunci usia dan jenis kelamin serta lama tidaknya melakukan kegiatan pertanian tidak menjadi persoalan sebatas informan mengetahui permasalahan petani jeruk, pengklasifikasian pupuk, dan bahan baku yang digunakan dalam membuat pupuk.
(33)
Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari informan. Wawancara mendalam (indepth interview) digunakan untuk memperoleh data mengenai pengetahuan petani jeruk dalam membuat dan mengolah pupuk dengan berpedoman kepada interview guide sebagai bahan acuanya.
Dalam penelitian ini, peneliti membuat beberapa pertanyaan, meliputi : apa yang ada di dalam mind petani mengenai pupuk, apa pembedaan pupuk yang baik dan yang tidak baik, bahan baku yang digunakan, proses pembuatanya dan permasalahan apa yang dihadapi petani itu sendiri.
3.Studi Kepustakaan dan Dokumentasi
Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti mencari data kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa buku-buku, majalah, surat kabar dan tulisan-tulisan lainya termasuk tulisan dari media elektronik untuk menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan yang diteliti. Selain data kepustakaan, peneliti juga menggunakan dokumentasi visual (photo) untuk melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara.
B. Analisa Data
Data yang diperoleh dari lapangan dianalisis secara kualitatif. Data yang dikumpulan melalui pengamatan dan wawancara disusun sesuai dengan kategori mana pupuk yang baik dan tidak baik, bahan baku yang digunakan, variasi pengetahuan petani mengenai pupuk, serta permasalahan yang dihadapi petani. Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah
(34)
disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikanya. Setelah ini dianalisa kategori - kategori tersebut secara mendalam sesuai data yang dibutuhkan.
(35)
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA
2.1. Identifikasi Desa 2.1.1. Lokasi Desa Singa
Desa Singa berada di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Desa Singa terbagai atas 2 (dua) wilayah yang disebut dengan Kesain20. Jarak desa dengan kota kecamatan sekitar 12 Km, jarak ibukota kabupaten sekitar 6 Km dan dari ibukota Propinsi Sumatera Utara sekitar 80 Km. Batas wilayah Desa Singa yaitu pada sisi Utara adalah Desa Kacaribu dan Kota Kabanjahe, sebelah Selatan berbasan dengan Desa Kutambelin, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lausimomo, Desa Gurubenua dan Desa Kandibata dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bunuraya. Luas wilayah desa ini sekitar 117,5 Ha, dengan rincian ; 10 Ha merupakan pemukiman, 100 Ha merupakan lahan pertanian (perladangan) dan sisanya merupakan hutan atau kerangen21
Sarana angkutan umum dari Kota Medan menuju desa Singa ini dapat menggunakan kendaraan roda empat yaitu bus murni, borneo, atau sutra dengan kapasitas penumpang setiap busnya adalah 30 orang. Rute perjalanan bus ini dari Kota Medan tepatnya di Simpang Kuala menuju Kabanjahe. Pada saat perjalanan daerah yang di lewati yaitu Pancur Batu, Sibolangit, Bandar Baru, Dolu, Peceren dan terakhir Kabanjahe. Dalam perjalanan Medan-Kabanjahe memakan waktu
(lihat lampiran 1).
20 Secara harfiah Kesain sama dengan halaman, dalam arti yang lebih luas adalah adanya dua wilayah yang komunitas marga atau keturunan dari marga yang hidup mengelompok dalam wilayah desa.
(36)
sekitar 2-3 jam dengan kecepatan rata-rata 60 km dan kondisi jalan sudah diaspal walapun masih terdapat jalan yang berlubang dibeberapa titik. Tiba di Kabanjahe, perjalanan dilanjutkan dengan menaiki angkutan kota Marga Silima menuju Pajak Singa22. Dari Pajak Singa diperlukan lagi berjalan kaki sekitar 300 Meter untuk mencapai Simpang Singa yang merupakan stasiun angkutan umum menuju Desa Singa. Angkutan umum menuju Desa Singa, antara lain Kama, Sigantang Sira, Bayu, dan Sangap Encari23 dengan kapasitas penumpang 15 orang/busnya dengan durasi waktu tunggu 15 menit dan lama jarak tempuh 10 menit dengan rute Kabanjahe-Singa.24
22
Tempat jual-beli hasil produksi pertanian masyarakat karo, selain itu tempat ini juga dapat tempat berbelanja ibu-ibu untuk kebutuhan keseharian rumah tangga seperti bahan-bahan memasak dan peralatan memasak.
23
Sebelumnya, sampai tahun 1995 hanya ada 5 buah angkutan umum menuju Desa Singa dengan merek KOPABRI23. Dengan jumlah angkutan seperti itu waktu antri untuk berangkat membawa penumpang dari dan menuju Desa Singa cukup lama sekitar 1-2 jam.
24 Ada juga angkutan dengan merek yang sama namun rutenya berbeda, jadi sebelum menaiki angkutan, kita bertanya dulu pada` supirnya apakah angkutan itu menuju ke Desa Singa.
Pada saat memasuki wilayah desa, akan dijumpai sebuah jembatan aliran Sungai Lau Biang sekaligus merupakan batas Desa Singa dan Kabanjahe. Sekitar 3 Km sebelum memasuki pemukiman warga, di sepanjang jalan terlihat perladangan warga yang saat ini sebagian besar ditanami pohon jeruk. Antara satu perladangan dengan perladangan yang lain dibatasi pagar kawat dan disekitar pagar kawat ditanami tumbuhan seperti; pohon pisang, terong belanda, arbei juga kembang sepatu. Ladang warga memiliki pintu pagar yang cukup tinggi (sekitar 2 meter) untuk meminimalkan pencurian hasil ladang oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
(37)
Setiap harinya sekitar 20 angkutan umum yang pulang pergi antara Kabanjahe-Singa. Oleh karena itu, waktu mengantri berangkatnya angkutan baik dari dan menuju desa semakin cepat, hanya sekitar 10-15 menit. Angkutan umum ini beroperasi sejak pukul 06.00 Wib sampai pukul 21.00
Wib. Jalan dari Kabanjahe menuju Desa Singa telah di aspal, jalan aspal itu memiliki lebar sekitar 3,5 Meter. Mendekati jembatan Lau Biang akan dijumpai jalan yang berlubang dan serakan batu aspal. Kerusakan yang sama akan dijumpai juga pada saat hampir tiba di Desa Singa, tepatnya jembatan Lau Kersik.
Memasuki wilayah pemukiman, akan dijumpai persimpangan yaitu Simpang Tiga. Simpang ke kanan, menuju wilayah Kesain Durin dan jalan ke Desa Kutambelin. Simpang ke kiri menuju Kesain Durin dan jalan ke Desa Kacinambun dan jalan lurus ke depan menuju daerah perladangan warga Desa Singa dan juga merupakan jalur jalan menuju Desa Lausimomo. Sementara, jalan menuju Kesain Durin dan menuju Desa Kacinambun kondisi jalannya sama
(38)
dengan kondisi jalan ketika memasuki wilayah desa dari Kota Kabanjahe, telah diaspal dan tidak berlubang-lubang.
Sarana jalan menuju Desa Singa mempunyai jalan alternatif yaitu dari arah Desa Tigapanah dan Kacaribu. Dari Desa Tigapanah, jalan alternatifnya adalah melalui Simpang Galon Laudah yang nantinya akan tembus ke perladangan warga Desa Singa begitu juga pemukiman warga sedangkan dari Kacaribu, masuk dari
Gbr.2.5. Pemukiman Desa Singa Mengarah ke Kesain Simbelang Gbr.2.3. Pemukiman Kesain Durin
Mengarah ke Desa Kutambelin
Gbr.2.6. Pemukiman Mengarah ke Desa Lausimomo
Gbr.2.4. Pemukiman sesampainya di Desa Singa
(39)
perladangan Kacaribu, perladangan Desa Kacaribu bersebelahan dengan perladangan warga Desa Singa. Melalui jalan pintas ini nantinya akan bertemu jalan utama Desa Singa. Kedua jalan alternatif ini kondisi jalannya beraspal meskipun ada beberapa ruas jalan yang sedikit rusak dan berlubang.
2.1.2. Sejarah Desa Singa
Sejarah terbentuknya desa dan penamaan desa singa mempunyai dua versi yang berbeda, versi pertama menceritakan nama desa diambil dari nama marga yang pertama menempati dan merintis keberadaan Desa Singa ini dipercaya sama dengan Marga Ginting Sinu Singa.25 Ketika masuk kedaerah Tanah Karo, dia menjadi Marga Ginting Sinu Singa dan menetap di daerah yang sekarang disebut Singa. Penamaan Singa diberikan untuk mengingatkan pada keturunan mereka bahwa nenek moyang mereka yang menjadi simantek kuta26
Versi kedua menceritakan nama desa diambil dari sebuah kisah, dimana sekitar 300 (tiga ratus) tahun lalu di daerah ini ada seorang lelaki yang gagah berani dalam melawan penjajah.
adalah Ginting Sinu Singa. Sampai saat ini penduduk Desa Singa mempercayai bahwa marga simantek kuta adalah seseorang dengan Marga Ginting Sinu Singa yang berasal dari Desa Tongging.
27
25Marga Sinu Singa ini dipercaya sama dengan marga Manihuruk yang berasal dari Desa Tongging. Desa Tongging berada di Kecamatan Merek Kab.Karo yang terletak di pinggiran Danau Toba. Saat ini marga Ginting Sinu Singa itu dikenal dengan marga Ginting saja.
26 Simantek Kuta adalah sebutan bagi orang yang membuka desa atau orang yang pertama kali mendiami wilayah tersebut dan menjadikannya pemukiman.
27 Kisah ini diproleh dari informan kunci Wahidin Ginting yang merupakan cucu dari Pa Nawari Karena keberaniaannya ini, orang-orang yang berani di daerah tersebut menganggap pria tersebut sebagai pimpinan mereka
(40)
dalam melawan penjajah. Keberaniannya dan kegigihannya membuat pria ini mendapat julukan “Singa” oleh orang-orang di sekitarnya. Sebelum menetap di daerah yang menjadi wilayah Desa Singa saat ini, kelompok dibawah pimpinan lelaki gagah berani ini hidup berpindah-pindah. Pada awalnya kelompok ini tumbuh dan berkembang di daerah yang disebut Buah Pulut, setelah itu mereka berpindah lagi ke Kerangen Pa Nawari, dan terakhir mereka menetap sebuah daerah yang nantinya disebut Desa Singa sampai sekarang
Di Desa Singa terdapat pembagian wilayah yang lazim ditemukan di daerah Tanah Karo, dimana desa Singa terbagi menjadi 2 (dua) kelompok pemukiman yang disebut dengan istilah kesain, yang biasanya Kesain dibagi berdasarkan marga dari si mantek kuta. Adapun nama kedua kesain di desa ini adalah Kesain Durin dan Kesain Mbelang.28 Kedua kesain ini dulunya dipisahkan oleh sebuah hutan kecil dan kebun tebu. Dalam perkembagan bertambahnya jumlah penduduk, hutan dan kebun ini kini telah berubah menjadi daerah pemukiman, sehingga tidak begitu jelas lagi pemisah antara kedua kesain tersebut. Saat ini, aparat desa setempat membuat batasan antara kedua kesain dalam bentuk sebuah persimpangan yang menuju ke perladangan warga. Pembagian kesain ini sendiri dulunya dilakukan pemerintah yang berkuasa saat itu, yaitu sibayak kuta untuk memudahkan berjalannya pengaturan desa dan membedakan penduduk yang mendirikan rumah di pusat desa atau sekitar kesain kuta dan jambur29
28
Nama Kesain Durin ini diberikan karena di daerah ini banyak sekali dijumpai pohon durian (durin: ind. durian), sedangkan nama kesain Mbelang yang merupakan daerah awal pemukiman warga diambil karena kesain ini jauh lebih luas dari kesain durin tersebut (mbelang: ind. Luas. 29 Sebuah tempat atau bangunan yang biasanya terdapat di tengah-tengah desa yang biasa dijadikan tempat melakukan acara-acara adat juga musyawarah warga desa.
(41)
Desa Singa memiliki dua jambur, yang pertama berada di Kesain Durin yang disebut Jambur Kesain Durin dan yang kedua berada di Kesain Mbelang yang disebut Jambur Kesain Mbelang. Dari segi usia, jambur Kesain Mbelang jauh lebih tua dari jambur yang satunya. Jambur Kesain Mbelang usianya hampir sama dengan usia desa ini yaitu sekitar 250 tahun.30
Desa Singa berpenduduk sekitar 2193 jiwa, dengan perincian laki-laki 731 jiwa dan perempuan 1462 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sekitar 540. Penduduk desa ini hampir sebagian besar menganut agama Kristen (93%), dan mayoritas yang tinggal di sesa ini adalah orang Karo (95%). Mereka yang menjadi warga pendatang (kalak si reh) adalah orang Batak Toba (2%), Jawa (2%), sementara sisanya adalah orang Simalungun dan Nias.
Masyarakat desa percaya bahwa pemukiman warga Desa Singa ini berawal dari daerah sekitar jambur. Sementara jambur Kesain Durin baru didirikan sekitar tahun 1976.
II.1.3. Keadaan Penduduk
31
Kebanyakan kelompok pendatang ini dikarenakan mereka yang menikah dengan salah satu warga dan menetap di Desa Singa dan sebagian kecil pendatang ini awalnya datang untuk bekerja sabagai aron32
30 Namun jambur ini telah mengalami beberapa kali perbaikan dan sudah tidak ada yang tahu bagaimana beberapa asli dulu dari jambur ini.
31Data potensi desa singa, 2010
32 Orang yang bekerja sebagai buruh harian di perladangan penduduk
. Para pendatang ini biasa disebut sebagai warga desa setempat, jika telah menetap lebih dari tiga tahun di desa dan telah meminta izin untuk tinggal di Desa Singa pada aparat desa setempat. Pendatang yang kemudian menetap di desa ini juga biasanya memiliki keluarga angkat berdasarkan
(42)
kesamaan marga33
Masuknya pendatang ke desa ini sekitar tahun 1950-an dari kalangan suku Toba dan Simalungun.
. Setelah syah menjadi keluarga angkat, pendatang ini akan selalu terlibat dalam acara-acara adat atau acara keluarga dari keluarga angkatnya tersebut. Hal ini lazim terjadi untuk menjadi kebersamaan pendatang dengan warga Desa Singa.
34
Pendatang ini biasanya menyewa salah satu rumah penduduk dan ditempati beramai-ramai, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. Dalam satu rumah biasa dihuni oleh sekitar 7-10 orang dan terdiri dari 2-3 keluarga (nuclear family). Pendatang ini tidak hanya menerima panggilan bekerja oleh warga Desa Singa semata, melainkan juga dari desa-desa tetangga lainnya. Biasanya perjalanan aron dari desa ini menuju desa lain sudah menjadi tanggungan dari pemilik ladang.35
Dari segi tingkat pendidikan sebagian penduduk masih ada yang belum tamat SD (208 jiwa), tamatan SD (800 jiwa) terutama para orang tuanya. Sebagian
Etnis lain yang menetap di desa ini adalah Jawa. Mereka datang hampir bersama dengan kedatangan pendatang dari etnis Batak Toba, namun dengan tujuan yang berbeda. Orang-orang Jawa ini masuk ke desa sebagai buruh tani dan untuk berdagang, seperti membuka warung nasi atau hanya membuka warung kecil yang menjual mie atau pisang goring. Orang Jawa ini datang bersama keluarganya, mereka mengontrak rumah dan membuka warung.
33 Kesamaan marga dimaksudkan disini mereka memiliki marga yang sama, misalnya sama-sama bermarga Ginting.
34 Mereka ini biasanya pendatang dari Samosir dan desa-desa Kecamatan Merek dan desa-desa yang berada disepanjang tepi Danau Toba.
35 Informasi diproleh dari Sintua Kuta. Sintua kuta adalah orang yang dituakan di desa atau sama dengan pengetua adat yang tahu banyak tentang asal usul desa juga adat Karo.
(43)
tamatan SLTP (698 jiwa) dan tamat SMU (500 jiwa). Setamat SLTP atau SMU kebanyakan anak lebih mencari pekerjaan diluar desa atau menjadi aron (kelompok kerja yang bekerja sebagai upahan) dari pada melanjutkan sekolah. Anak-anak yang berhasil mencapai gelar sarjana biasanya mereka yang berasal dari keluarga cukup berada, yaitu sekitar 82 jiwa.36
Sebagian kecil warga berwiraswasta dalam bidang perdagangan hasil bumi, baik untuk tingkal lokal maupun tingkat Nasional. Di tingkat lokal, perdangan hanya dilakukan dalam wilayah desa hinga Kota Kecamatan Tigapanah, Kabanjahe dan Berastagi. Perdagangan pada tingkat lokal ini kebanyak dilakukan oleh kaum perempuan yang disebut perkoper dan perengge-rengge. Di tingkat propinsi, perdagangan dilakukan di kota-kota besar di Sumatera Utara, terutama di empat kota besar yaitu Kota Medan, Rantau Parapat, Siantar, Matapencaharian utama desa singa merupakan bertani, dimana 87% warga desa merupakan petani. Sisanya bekerja sebagai PNS (2.8%), wiraswasta (8.1%), juga jenis pekerjaan lain sebanyak (3%). Meskipun matapencaharian pokok seseorang buka bertani, namun mereka semua memiliki lahan pertanian yang dikerjakan sepulang mereka bekerja sebagai PNS misalnya. Jadi, meskipun mereka disebut PNS mereka juga sebagai petani. Sebagai matapencaharian tambahan, warga desa memiliki hewan peliharaan, antara lain; babi, kambing, kerbau, lembu dan ayam. Hewan hasil peliharaan ini hanya untuk kebutuhan subsistensi atau hanya untuk memelihara kebutuhan keluarga dan acara-acara kecil dalam keluarga.
36Data potensi desa singa, 2010
(44)
juga Sidikalang.37
Tanah yang ada di Desa Singa memiliki tekstur yang subur. Jenis tanah di Desa Singa tidak jauh berbeda dengan jenis tanah di Tanah Karo, yaitu gembur dan berwarna hitam. Jenis tanah ini sangat cocok untuk lahan pertanian.
Untuk perdangan skala Nasional antar pulau, tujuan adalah Pulau Jawa, terutama Jakarta dan Bandung.
II.1.4. Topografi Desa
38
Kondisi topografi tanah pemukiman warga Desa Singa kebanyakan bediri ditanah yang rata. Akan tetapi ada juga yang tidak rata, ada beberapa bagian tanah yang lebih tinggi dari sekelilingnya. Rumah yang didirikan di tanah yang lebih tinggi itu hanya dibatasi tembok dengan rumah lain yang letaknya lebih rendah. Dilihat dari udara atau daerah yang lebih tinggi dari areal pemukiman tersebut, rumah-rumah itu sepertinya saling bertindian. Sementara gang-gang kecil yang memisahkan antara satu rumah dengan rumah lain
Lahan seperti ini sangat cocok ditamani jeruk, padi lading, cabai dan tomat. Tidak semua lahan yang memiliki jenis tanah seperti itu, dibeberapa tempat terutama lahan yang dekat dengan aliran sungai tanahnya lebih coklat, padat dan sedikit berpasir. Tanah seperti ini dinilai kurang sesuai untuk lahan pertanian. Namun dengan pemberian pupuk, jenis tanah yang sepert ini dapat ditanami dengan tanaman jenis sayur-sayuran, kacang-kacangan dan jagung.
37 Kota lain juga menjadi tujuan perdagangan seperti Binjai, Seribudolok, Pancur Batu dan Berastagi.
38 Bagi warga Desa Singa, jenis tanah ini adalah tanah yang subur untuk ditanami aneka jenis tumbuhan. Jenis tanah ini memiliki teksur tidak padat, lembut dan tidak banyak mengandung pasir atau kerikil. Pada kedalaman 15-20 cm dari permukaan tanah, sudah banyak dijumpai cacing tanah.
(45)
digunakan juga sebagai jalan pintas menuju tempat lain seperti jamur, tapin dan perladangan. Gang-gang kecil ini hanya setebal ½-1 meter yang juga dapat dilewati gerobak hewan warga seperti lembu dan kerbau
Sebagian besar wilayah desa singa merupakan dataran rendah, sedangkan daerah berbukit hanya terdapat ditepi hutan yang hanya ditumbuhi bilalang. Warga desa biasa menyebut daerah seperti ini dengan uruk. Uruk ini kadang digunakan warga untuk mengikat hewan peliharaan seperti kerbau, sementara pemiliknya bekerja di ladang yang tidak jauh daeri uruk tersebut atau mengambil rumput makanan hewan peliharaannya itu.
Jalan-jalan desa yang menuju wilayah perladangan sebagian besar merupakan jalan setapak dengan lebar badan jalan sekitar 2-2.5 Meter. Jalan ini merupakan tanah yang dikeraskan oleh batu-batu kerikil kecil agar tidak terlalu licin pada saat musim penghujan. Begitu juga jalan menuju areal hutan, lebarnya sekitar 2 Meter. Bagian atau jalan-jalan kecil (dengan lebar 1 Meter) di wilayah pemukiman juga masih berupa jalan tanah bercampurpasir dan kerikil.
Suhu udara di Desa Singa tidak jau denga suhu udara keseluruhan wilayah tanah Karo, berkisar antara (16,1 C) sampai dengan (19,9 C) dengan kelembaban udara pada tahun 2006 rata-rata setinggi (85,66%), tersebar antara (83,7%) sampai dengan (89,4%). Wilayah Desa Singa berada pada ketinggian 1192 M di atas permukaan laut. Singa sama seperti kondisi Kabupaten Karo secara umum terdapat 2 (dua) musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau (BPS tanah Karo 2008).
(46)
Menerut warga desa, musim penghujan dapat dibagi menjadi dua yaitu, musin penghujan pertama dan musim penghujan kedua. Pada musim penghujan pertama yang terjadi sekitar awal bulan Agustus sampai Januari kondisi tanah jadi lembab. Struktur tanah lebih gembur dan warnanya lebih hitam. Pada musim ini, kebanyakan petani memilih menanam tanaman yang memang membutuhkan banyak kandungan air pada tahun awal tanam seperti cabai, kol dan tomat.39
Musim hujan kedua terjadi pada bulan Februari sampai April. Musim ini ditandai dengan curah hujan yang semakin sedikit. Hal ini diartikan akan adanya musim kemarau, karena hujan masih turun sesekali. Biasanya pada bulan ini hujan turun pada malam hari. Pada bulan-bulan ini petani cocok menanam jenis tanaman apa saja seperti golongan palawija dan hortikultura. Pada musim ini lahan tidak
Sarana jalan di desa terutama jalan yang belum diaspal dan berlubang selalu terlihat digenangi air. Hal ini karena, selokan disepanjang jalan desa tidak berfungsi baik. Mata air yang kini tinggal satu lagi yaitu mata air Lau Kersik memang debitnya lebih besar dari biasanya. Sedangkan warga yang mengunakan air dari sumur bor harus menyaring air mereka dengan kain atau alat penyaring air karena air yang didapat sedikit keruh dan berwarna coklat. Menurut warga setempat hal ini sudah biasa terjadi pada musim penghujan, karena air yang tergenang diserap oleh tanah dan akibarnya ada tanah disekitar dinding sumur yang ikut masuk ke air dan membuat air menjadi keruh. Pada musim ini juga tidak perluh sering-sering membeli air tangkih untuk kebutuhan ladangnya karena kolong penampung air mereka di ladang telah penuh oleh air hujan.
(47)
terlalu kering atau lembab. Air yang berasal dari sumur bor juga kembali jernih dan tidak perluh disaring lagi.
Musim kemarau akan terjadi pada awal bulan Mei sampai akhir bulan Juli. Pada bulan-bulan ini kondisi lahan atau tanah menjadi sangat kering. Warna tanah akan menjadi lebih coklat dan keras. Pada siang hari panas matahari sangat terik dan udara disepanjang jalan banyak mengandung debu jika ada kendaraan yang melewatinya. Petani harus rajin menyiram tanaman mereka, terutama tanaman muda seperi kol, cabai dan sayur-sayuran. Kemarau ini juga tanaman jagung dan padi ladang merupakan tanaman yang paling cocok ditanam, karena tidak banyak membutuhkan banyak air. Beberapa pemilik sumur bor juga harus membatasi pemakaian air pada warga yang membeli air dari sumurnya.40
Udan baho yaitu hujan yang disertai dengan es ini sangat merusak bagi tanaman. Karena ukiran es akan merusak buah, daun atau pujuk tanaman, seperti tanaman jeruk misalnya, apabila butiran es tersebut menenai buahnya, akan meninggalkan bekas yang akhirnya membuat buah tersebut membusuk. Begitu
Selain musim kemarau dan hujan desa singa juga mengenal adanya musim lain, kecuali musim hujan dan kemarau, warga biasa menyebut musim panca roba. Musim ini terjadi sekitar akhir bulan juni sampai akhir bulan juli. Musim ini merupakan musim yang sangat tidak disukai oleh warga khususnya petani. Pada musim ini biasa saja terjadi udan baho (hujan lebat yang disertai es sebesar buah anggur), hujan angin sampai hujan panas yang dapat merusak tanaman dan menggangu kesehatan masyarakat.
40 Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memompa air kembali dan disalurkan pada warga.
(48)
juga tanaman lain seperti kubis, pisang atau cabai, butiran es ini dapat membuat daunnya koyak dan membusuk. Udan baho ini sangat meresahkan warga khususnya petani karena mereka tidak dapat berbuat banyak menghadapinya. Udan baho yang datang tiba-tiba biasa menyebabkan beberapa petani gagal panen.41
Berbeda dengan udan baho, hujan angin yang terjadi pada musim pancaroba biasanya diawali dengan hujan yang sangat deras. Hujan ini kemudian disertai angin kencang. Hujan angin ini sangat meresahkan bagi petani yang menanam tanaman dengan batang cukup tinggi seperti padi, jagung dan jeruk. Hujan yang disertai angin ini dapat mematahkan batang jagung atau cabang-cabang dari batang jeruk. Sementara pada tanaman padi, petani Desa Singa menyebut lapat42
Hujan panas ini adalah hujan yang sangat mengkhawatirkan bagi warga Desa Singa. Jenis hujan ini, selain merusak tanaman juga merugikan bagi kesehatan. Sebentar saja terkena hujan ini bisa mengakibatkan demam atau flu. Hujan ini turun pada saat matahari bersinar cukup terik. Hujan seperti ini tidak pernah berlangsung lama, sekitar 1,5 jam. Akibatnya yang ditimbulkan pada tanaman dan manusia sangat merugikan. Hujan panas ini dapat membuat daun tanaman yang semula segar tiba-tiba layu dan mati. Hal ini sering menimpa tanaman yang baru ditanam karena daunnya masih muda. Setelah hujan ini
pada padi yang terkena hujan ini.
41 Musim udan baho ini tidak hanya terjadi di Desa Singa, namun dialami juga oleh beberapa desa di Tanah Karo.
42 Lapat adalah sebutan pada kondisi tanaman padi yang tumbang atau patah akibat angin. Sebutan ini juga berlaku pada tanaman jagung.
(49)
berlalu, biasanya petani segera menyemprot tanaman mereka dengan partisida tertentu untuk menghindari kerusakan yang lebih parah.
2.2. Tata Ruang Desa
Saat ini wilayah Desa Singa sekilas berbentuk segi tiga dengan luas wilayah sekitar 800 Ha. Hutan atau kerangen kuta terdapat dibagian Selatan (Kerangen Rabin) dan Timur desa (Kerangen Belanjang) dan sebelah Timur Laut (Kerangen Lengat). Areal perladangan atau disebut perjumaan terdapat di sebelah Timur (Juma Berneh), sebelah selatan (sabah), sebelah Barat (Perjumaan Lau Simomo), sebelah Barat laut (Perjumaan Siikur-ikur) dan Timur laut adalah areal Perjumaan Lengat (lihat lampiran 1).
Aliran sungai Lau Kersik mengalir dari arah Barat laut menuju Selatan desa. Jika dilihat dari udara, aliran sungai ini seperti membelah wilayah desa menjadi dua bagian. Letak semua tapin desa juga berada di sepanjang aliran sungai Lau Kersik. Aliran sungai Kersik ini berasal dari Kabanjahe dan Lau Biang yang berbatasan dengan desa Singa pada Bagian Utara. Aliran ini menuju Desa Kuta Mbeling yang berbatasan dengan Desa Singa pada bagian Selatan.
Sementara itu areal pemukiman berada di sebelah Barat Laut (Kesain Mbelang) dan Selatan desa (Kesain Durin). Dari udara, areal pemukiman warga terkonsentrasi dari bagian Barat Laut sampai Selatan desa. Jalan-jalan besar memanjang dari arah Utara menuju Barat, Selatan dan Barat Laut dari wilayah desa.
(50)
2.3. Tata Pemukiman
Pemukiman warga Desa Singa ini tergolong mengelompok dan cukup padat.
Sebagian besar rumah-rumah warga berdempetan antara satu dinding rumah dengan dinding rumah lainnya. Satu rumah dengan rumah lainnya tidak teratur tata letak bangunannya, dapur yang satu menghadap pekarangan atau halaman depan rumah lainnya. Hanya beberapa rumah yang mempunyai pekarangan. Keteraturan tata letak rumah hanya terdapat di sepanjang jalan utara desa yang saling berhadapan diantara oleh jalan besar desa. Pada lapisan berikutnya barulah terlihat ketidakteraturan dalam tata letak rumah warga.
Jumlah rumah warga di Desa Singa sekitar 550 unit saat ini rumah-rumah tersebut terbuat dari bangunan sangat sederhana, semi permanen dan permanen. Dari hasil pengamatan dan desa setempat, jumlah rumah yang permanen sekitar 60% dari semua rumah yang ada, rumah papan sekitar 40 % dan sisanya merupakan rumah sangat sederhana yang hanya berdinding papan dan lantai tanah. Rumah yang sudah termasuk kategori cukup mewah (permanen) ini banyak terlihat di sisi kiri kanan jalan besar desa. Rumah permanen ini rata-rata dilengkapi parabola dan peralatan rumah tangga elektronik. Sementara rumah semi permanen atau rumah sangat sederhana berada di lapisan berikutnya dari rumah permanen tersebut.
2.4. Sampah, Drainase dan Sanitasi (parit dan saluran air umum)
Tempat pembuangan sampah masing-masing rumah dibuat di sembarang tempat dan hanya berupa lubang dengan kedalaman 1 meter. Pada
(51)
waktu hujan sampahnya terbawa air kemana-mana, sementara pada musim kemarau sampahnya juga terbang dibawa angin. Kondisi ini juga masih ditambah dengan tidak adanya parit desa. Parit yang semula ada dipinggir jalan besar desa digunakan warga untuk menumpuk sampah mereka, sehingga parit tersebut telah tertutup oleh sampah dan timbunan tanah. Tanah ini ikut tersapu dari halaman ketika warga menyapu sampah yang ada didalam halaman mereka. Ketika musim penghujan tiba, badan jalan sering tergenang yang berasal dari genangan air parit yang telah tertutup sampah. Hal ini mengakibatkan jalanan licin dan terkadang dipenuhi sampah yang berasal dari parit yang sudah penuh sampah.
2.5. Sarana dan Prasarana Desa
Sarana umum yang tersedia di Desa Singa meliputi sarana pendidikan yaitu sebuah Sekolah Dasar (SD Negeri Belanjang) dan sebuah Sekolah Lan jutan Tingkat Pertama (SLTP Negeri III Tigapanah); Sarana kesehatan yaitu sebuah Puskesmas Pembantu dan dua buah Praktek Bidan Desa; Sarana ibadah yaitu dua buah Greja dan sebuah Mushola; Sarana umum lainya berupa dua buah Balai Desa dan sebuah tempat permandian umum atau tapin.
Sarana pendidikan yang cukup memadai, telah berdiri sejak tahun 1991, sementara SLTP nya baru berdiri sekitar 1998 lalu. Pada umumnya anak-anak warga desa ini bersekolah di SD Belanjang, namun ketika memasuki jenjang SLTP kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk melanjutkan sekolah di Kabanjahe yang dapat ditempuh dalam waktu 20 menit dari desa dengan menggunakan angkutan umum. Mereka yang menjadi siswa SLTP di desa ini
(52)
bukan hanya berasal dari Desa Singa saja, namun ada juga yang berasal dari desa-desa yang berbatasan langsung dengan desa-desa ini, misalnya dari Desa Kacinambun, Kutambelin Lausimomo.
Puskesmas pembantu yang berada di desa ini juga sekaligus berfungsi sebagai BKIA dan Posyandu desa. Puskesmas ini juga menyediakan layanan rawat inap bagi para pasien. Perawat dan bidan yang bertugas di puskesmas ini juga bersedia dipanggil kerumah-rumah penduduk kalau saja ada warga yang sakit dan tidak sanggup datang ke puskesmas. Tidak jarang perawat dan bidan puskesmas ini tetap mengunjungi pasien kerumah masing-masing melihat perkembangan kesehatannya sampai si pasien benar-benar sembuh sakitnya. Keberadaan puskesmas ini sangat membantu menjaga kesehatan dan memberikan penyuluhan kesehatan bagi para warga desa. Meskipun sebagai bangunan puskesmas digunakan sebagai tempat tinggal sang bidan dan perawat, namun itu tidak menggangu pasien, malah sebaliknya memberikan suasana kekeluargaan ketika seorang pasien datang berobat.(lihat lampiran 2)
Di desa ini terdapat dua gereja, Greja Batak Karo Protestan (GBKP) dan Greja katolik, sementara ada juga sarana ibadah bagi umat muslim yaitu sebuah mushola. Letak ketiga rumah ibadah ini lumayan berjauhan, sekitar 500 meter. Ketiga rumah ibadah tersebut ada di Kesain Mbelang. Sebagian besar sarana umum yang ada di Desa Singa ini berada di Kesain Mbelang, seperti sekolah, rumah ibadah dan juga puskesmas.
Pemandian umum atau yang disebut Tapin oleh masyarakat Karo. Tapin ini merupakan pancuran air yang berasal dari mata air desa. Sampai tahun 1995
(53)
ada 3 (tiga) tapin yang artinya melimpah dan tidak berhenti sepenjang hari, namun saat ini yang berfungsi hanya satu, walau airnya masih jernih, namun debit airnya sangat jauh berkurang. Ketiga tapin itu bernama Tapin Derin (di Desain Durin) yang memiliki sebuah pancura air, Tapin Bernek (di Desain Mbelang) yang memiliki 2 (dua) pancuran air dan Tapin Lau Kersik (di Desain Mbelang) yang memiliki Sembilan buah pancuran air. Saat tapin yang masih berfungsi adalah Tapin Durin.
Sarana umum tersebut sebagian besar milik pemerintah. Bangunan sekolah, puskesmas dan balai desa merupakan sarana umum yang menjadi milik pemerintah yang dikelolah oleh masyarakat untuk kepentingan umum. Sementara prraktek bidan desa adalah milik bidan yang bersangkutan dengan izin praktek dari pemerintah. Sarana ibadah merupakan bangunan yang didirikan oleh warga penganut agama masing-masing dan dikelola oleh anggota rumah ibadah tersebut. Tapin atau tempat pemandian umum (tapin Durin) merupakan milik bersama warga desa dan dikelolah oleh warga desa.
Tabel.2.1. Sarana dan Prasarana Desa
No Prasarana Keterangan Jumlah Kondisi
Ada/Tidak (Unit) Baik/Rusak
1 TK Tidak -
-2 SD Ada 1 Baik
3 SLTP (Mts) Ada 1 Baik
(54)
-5 Universitas/Akademi Tidak -
-6 Gereja Ada 4 Baik
7 Mesjid Tidak -
-8 Pemandian Umum Ada 1 Baik
9 Puskesmas Ada 1 Baik
Sumber : Data Potensi Desa Kantor Kepala Desa Singa tahun 2010
Sarana komunikasi juga sangat berkembang di desa ini, hal ini terlihat dari jumlah pengguna HP (telepon genggam) sebagai alat komunikasi. Keberadaan HP bukan lagi menjadi barang yang langka bagi mereka, dari keterangan warga desa, hampir 75 % orang dewasa di desa ini telah memiliki HP dan menggunakannya sebagai alat komunikasi. Meskipun belum ada layanan telepon rumah yang masuk ke desa ini, namun warga mengaku lebih senang dengan penggunaan HP di kalangan warga, wartel (warung telepon) merupakan satu-satunya alat komunikasi jarak jauh yang cepat bagi warga, namun saat ini pemilik wartel mengaku pengguna jasa layanan warung telepon umum semakin berkurang. Disamping sarana komunikasi satu arah seperti televisi, dan banyak juga telah menggunakan antena parabola untuk menangkap siaran yang lebih beragam. Hal ini sangat berpengaruh pada informasi yang diterima oleh masyarakat terutama anak remaja. Bagi mereka yang tidak memiliki televisi, dapa malam hari mereka menumpang menonton televise dirumah tetangga sembaro mengombrol sampai larut malam. Hal ini juga dilakukan oleh anak remaja yang menunpang menonton televise di rumah teman sebayanya sembari mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.
(55)
2.6. Tata Ruang Hutan
Hutan dalam bahasa Karo disebut Kerangen, dalam perkampungan Karo ada juga beberapa jenis Kerangen, yaitu kerangen juma, kerangen kesain, dan kerangen tua. Kerangen juma merupakan hutan milik pribadi seseorang karena hutan tersebut berada diladang orang tersebut. Kerangen kesain merupakan hutan milik kesain yang ada di desa, dan hutan ini digunakan untuk kebutuhan warga yang ada di kesain., misalnya untuk mengambil kayu bakar dan obat-obatan tradisional. Kalau ada warga luar kesain yang ingin mengambil sesuatu dari hutan harus permisi pada anak beru kesain. Kerangen kuta merupakan wilayah hutan yang menjadi milik desa dan dapat digunakan oleh seluruh warga desa dengan izin dari anak beru kuta. Hal ini untuk menghindari pengekploitasian yang berlebihan pada wilayah hutan. Kerangen tua merupakan hutan primer yang dijadikan penduduk untuk mengambil ijuk, rotan dan kayu untuk kebutuhan hidup, misalnya membuat atap sapo (gubuk) dan lainnya.
Desa Singa memiliki wilayah hutan yang berbeda lokasinya, ketiga hutan itu adalah Kerangen Lengat, Kerangen Rabin dan Kerangen Belanjang. Kerangen Lengat berada di perbatasan Desa Singa dan Desa Bunuraya, Kerangen Rabin berada di Kesain Durin dekat dengan perbatasan Desa Singa dengan Desa Kutambelin. Dan Kerangen Belanjang merupakan kerangen yang pertama kita jumpai ketika memasuki wilayah Desa Singa. Kerangen-kerangen ini dapat dimasuki dari segala penjuru desa, sementara dari luar desa, Kerangen Lengat dapat dimasuki dari Desa Bunuraya dan Kutambelin, Kerangen Rabin juga dapat dimasuki dari Desa Kutambelin dan Kerangen Belanjang dapat dimasuki dari
(56)
Kabanjahe. Hutan atau kerangen-kerangen tersebut merupakan kerangen kuta, yaitu hutan yang merupakan milik desa dan dapat digunakan oleh seluruh warga desa dengan izin anak beru kuta.43
Luas areal pertanian secara keseluruhan sekitar 100 Ha, dalam bahasa Karo, areal perladangan ini disebut perjumaan. Ada beberapa nama areal Kerangen Lengat adalah hutan yang paling jarang dimasuki oleh masyarakat, karena letaknya yang cukup jauh dari wilayah pemukiman (sekitar 2,5 Km dari pemukiman). Hal ini membuat ekosistem hutannya masih cukup terjaga, masih banyak dijumpai pohon-pohon besar berusia tua, ada juga pohon pinus, pohon durian dan kemiri serta pohon lain dengan diameter sekitar 1-1,3 meter. Selain itu, semak belukar yang memenuhi areal hutan juga membuat kita harus menebas beberapa diantaranya kalau hendak masuk ke dalam hutan.
Kerangen Rabin yang berada di Kesain Durin merupakan kerangen kuta walaupun tempatnya di kesain, hutan ini bukan kerangen kesain. Hutan ini selain dekat dengan pemukiman juga dekat dengan areal perladangan, sehingga tidak sulit untuk mengaksesnya.
Kerangen Belanjang yang terletak di pinggir sungai Lau Kersik merupakan hutan yang paling sering dimasuki baik oleh orang dewasa sampai anak-anak. Di pinggir hutan ini telah dibangun sarana pendidikan yaitu SD Belanjang dan SLTP Negeri 3 Tigapanah.
2.7. Tata Ruang Pertanian
(57)
pertanian yang dibuat warga desa, misalnya perjumaan siikur-ikur, perjumaan lengat dan juma berneh. Penamaan seperti ini lazim dibuat untuk memudahkan seseorang member keterangan letak dari ladangnya. Areal pertanian dapat dijumpai ketika memasuki desa. Sepanjang jalan sebelum masuk ke wilayah pemukiman, dijumpai ladang penduduk yang ditanam jeruk, cabai juga kol. Setelah itu jalan menuju Lausimomo, yang berbatasan dengan Desa Singa pada sebelah Barat juga merupakan areal perladangan warga Desa Singa. Sementara itu perjumaan siikur-ikur berada di pinggir sungai Lau Kersik. Juma berneh berada tidak jauh dari areal Kerangen Belanjang, yaitu juga berbatasan dengan Desa Kutambelin. Dan perjumaan lengat merupakan perladangan yang menuju areal Kerangen Lengat.
Berdasarkan jumlah kepala keluarga Desa Singa, lahan pertanian di desa ini sangat terbatas. Hal ini ditandai perbandingan 100 Ha total luas area pertanian dengan 540 kk penduduk Desa Singa. Jumlah petani murni diperkirakan 300 kk, 100 kk PNS sekaligus merangkap sebagai petani, 100 kk pedagang merangkap sebagai petani, dan 40 kk bekerja sebagai aron dan supir yang merangkap sebagai petani.
Dengan data ini, bila total luas area pertanian dibagi rata dengan jumlah kepala keluarga maka setiap kepala keluarga tidak memiliki ½ Ha pun dalam kegiatan pertaniannya. Akan tetapi, setiap petani memiliki jumlah luas lahan yang berbeda. Bahkan sebagian petani tidak memiliki lahan pertanian dan menyewa lahan untuk kegiatan pertanianya. Rata-rata luas lahan petani yang memiliki lahan pertanian sekitar ½-1 Ha/kk. Namun, mengingat sempitnya perluasan area
(58)
pertanian di Desa Singa membuat petani harus membeli lahan pertanianya di desa tetangga, seperti desa Kutambelin, Lausimomo, dan Bunuraya.
Tanaman yang paling banyak ditanam oleh warga desa adalah jeruk, hampir sebagian besar warga yang memiliki lahan pertanian sendiri menanam jeruk pada sebagian lahannya, sementara dibawah jeruk tersebut ditanam jenis tanaman muda seperti cabai, kacang-kacangan dan tanaman lain yang dianggap tidak merusak pohon jeruk. Biasanya kalau lahan milik mereka ada 2-3 Ha, 75 % ditanami jeruk dan sisannya mereka Tanami tanaman paliwija yang sesuai musim yang ada. Pada musim kemarau para petani kebanyakan menanam jagung dan padi ladang yang tidak membutuhkan banyak air. Sedangkan pada musim-musim penghujan mereka menanam cabai, kol, kacang-kacangan dan tomat yang memang membutuhkan banyak air terutama pada musim awal.
Pada akhir hujan, warga menanam padi ladang atau jagung dan cabai bersamaan. Dan pada musim panen, limbah padi ladang dan jagung akan di ambil untuk di olah menajdi pupuk organik untuk tanaman jeruk.Untuk memenuhi kebutuhyan masyarakat akan air, sejak dahulu masyarakat mengandalkan air dari mata air desa yang mengalir dari pancuran di tapin (pemandian umum). Tapin Lau Kersik adalah tapin yang paling besar debit airnya dengan jumlah pancuran sebanyak Sembilan buah, selain airnya juga jernih, tempat warga untuk mandi dan mencuci juga cukup luas, sehingga tapin ini selalu ramai.
Mata air yang mengairi tapin-tapin ini berasal dari hutan (kkerangen kuta). Tapin Lau Kersik berada di pinggir Hutan Belanjang dan disampingnya terdapat aliran sungai lau Kersik. Tapin Berneh yang letaknya tidak jauh dari tapin Lau
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Chamber, R
1983 “Pembangunan Desa Mulai dai Belakang”, LP3ES.
Jakarta . Endawara, Suwardi
2006 Metodologi Penelitian Kebudayaan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta . Geertz, Cliford
1983 Involusi Petanian (Proses Perubahan Ekologi Di Indonesia). Bhratara Karya Akasara. Jakarta
Koentjaraningrat
1990 Sejarah Antripologi I. Universitas Indonesia
(UI-press). Jakarta Maisarah, Cut
2000 Sistem Pengetahuan Petani Padi Dalam
Penggunaan Pupuk. Universitas Sumatera Utara.
Skripsi. Tidak dupublikasi. Marzali, Amri
1998 Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan
di Indonesia.PT AAI.
Redfield, Robert
1985 Masyarakat Petani dan kebudayaanya. Yayasan
Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta . Scott, James C
1976 Moral Ekonomi Petani(Pergolakan Dan Substensi di Asia Tenggara). LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Soasial). Jakarta Sembiring, Sri Alem
2002 Pengetahuan Dan Strategi Petani Holtikultura: Kompetensinya Dalam Peningkatan Pendapatan Petani dan Stabilitas Ekosistem Ladang. Studinya di Desa Gurusinga Kecamatan Brastagi Kabupaten
Karo Propinsi Sumatera Utara, USU
(2)
Spradley, James P
1997 Metode Etnografi. PT. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta .
Winarto, T. Y
1998 “ Hama dan Musuh Alami : Obat dan Racun
Dinamika Pengetahuan Petani Dalam Pengendalian Hama ”, PT. AAI.
Wolf, Erick R
1983. Petani Suatu Tinjauan Antropologis. Yayasan
Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta .
Sumber Lain :
http:karokab.go.id ( 24/07/2010 pukul 23.11 Wib )
15/09/2010 pukul 01.35 Wib )
Wib )
(3)
DAFTAR PERTANYAAN
A. Identifikasi 1. Nama :
B. Pertanyaan Mengenai Pupuk
1. Apa yang Bapak tentang pupuk ?
2. Berapa jenis pupuk yang Bapak gunakan dan ketahui ? 3. Bagaimana pengkategorian pupuk yang baik dan tidak baik ? 4. Bagaimana kualitas pupuk kimia, organik, dan campuran ?
5. Bagaimana pengolahan dan penggunaan pupuk yang Bapak lakukan dan ketahui ?
6. Dari mana Bapak memproleh bahan untuk pupuk organik dan kimia ? 7. Apa-apa saja masalah yang sering dihadapi petani jeruk ?
8. Bagaimana petani mengatasinya masalah-masalah tersebut ?
9. Dari mana Bapak memperoleh pengetahuan dalam mengolah dan menggunakan pupuk ?
(4)
Lampiran 1
(5)
Lampiran Surat Izin Penelitian dari Camat Tigapanah
(6)