Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
GAMBARAN PENGETAHUAN PETANI JERUK
TENTANG KERACUNAN AKIBAT PENGGUNAAN PESTISIDA DI KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO
SKRIPSI Oleh
Marsella br Ginting 101101110
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
Judul : Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Nama Mahasiswa : Marsella br Ginting
NIM : 101101110
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2014
Abstrak
Sebagian besar tenaga kerja pertanian menggunakan pestisida untuk memberantas hama karena peranan pestisida sangat besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama. Namun, penggunaan pestisida tidak sesuai prosedur akan menyebabkan dampak negatif yang sangat besar, salah satunya adalah keracunan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan kematian bagi pengguna pestisida. Jadi, penting bagi pengguna pestisida untuk mengetahui keracunan akibat penggunaan pestisida sehingga dapat menggunakan pestisida dengan benar, aman, dan bijaksana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Desain penelitian adalah deskriptif dengan jumlah sampel 103 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasil analisis data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi, yang dikategorikan baik, cukup, dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo mayoritas adalah cukup (38,8%). Disarankan bagi perawat terutama perawat komunitas yang bekerja di area/wilayah pertanian agar memberikan edukasi kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida secara berkala dan kontinu sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian keracunan pada petani pengguna pestisida. Perawat juga diharapkan melakukan pemeriksaan keracunan akibat penggunaan pestisida pada petani secara berkala sehingga dapat menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi yang tepat kepada petani yang telah terkena keracunan pestisida.
(4)
Title : Description of Orange Farmers Knowledge about Poisoning due to Pesticide Usage in District Tigapanah Karo Regency Name of Student : Marsella br Ginting
Student Number : 101101110
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Most of the agricultural workers use pesticides to eradicate pests because of the enormous role of pesticides in the agricultural production of the rescue efforts of the disorder pests. However, pesticide usage not in accordance with the procedure will cause a very big negative impact, one is poisoning that can cause a range of illness or even death for users of pesticides. So, it is important for users of pesticides to know poisoning as a result of the pesticide usage so that they can use pesticides properly, safely and sensibly. The purpose of this research is to know the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency. The design of the research was descriptive with a total sample of 103 peoples. Sample-taking is done with the technique of quota sampling and using the questioner as a research instrument. The result of data analysis is made in the form of distribution and frequency tables, which are categorized well, enough and less. Result of the research showed that the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency majority is enough (38.8 %). Recommended for nurses especially community nurses who work in the area of agricultural to give health education about poisoning due to pesticide usage periodically and continuous so can prevent and reduce the number of poisoning incidents on farmers users of pesticides. Nurses are also expected to perform examination of poisoning due to pesticide usage on farmers periodically so that it can find the latent poisoning case and give the right interventions to farmers who have been affected by pesticide poisoning.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan Judul “Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo” dengan baik.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU. 2. Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU. 3. Evi Karota Bukit S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Keperawatan USU.
4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap S.Kp, MNS, Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan USU.
5. Rosina Tarigan S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, WOC(ET)N selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran serta dukungan yang sangat berharga dalam pembuatan Skripsi ini.
6. Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes, CWCCA selaku penguji I yang telah memberikan masukan dalam penyesaian Skripsi ini.
7. Nurbaiti, Ns, S.Kep, M.Biomed selaku penguji II yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian Skripsi ini.
(6)
8. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bekal ilmu dan bimbingan selama peneliti dalam pendidikan. 9. Bapak Camat Kecamatan Tigapanah yang telah memberikan izin penelitian. 10. Santun Pasaribu, selaku Kepala BPP Kecamatan Tigapanah yang telah
membantu dalam proses pengambilan data pada saat survey awal
11. Teristimewa kepada kedua orang tua saya A. Ginting dan R. br Tarigan dan abang saya Hery C. Ginting dan adikku Hema E. K. Ginting serta keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang tanpa batas, dukungan moril maupun materil dan senantiasa memberikan doa yang tulus untuk saya. 12. Feri Setyadi Sitepu, Amd yang telah membantu, memotivasi serta memberi
masukan dalam penyelesaian Skripsi ini.
13. Eli, Desvin, Kalvin sebagai teman satu bimbingan saya, dan teman-teman S1 Keperawatan USU angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan masukan kepada saya untuk menyelesaikan Skripsi ini.
Menyadari Skripsi ini masih banyak kekurangan, maka dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2014
(7)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Abstrak ... iii
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Skema ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 4
4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
1. Pengetahuan ... 6
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 7
3. Jeruk dan Petani Jeruk ... 8
4. Pestisida ... 9
4.1 Defenisi Pestisida ... 9
4.2 Klasifikasi Pestisida ... 10
4.3 Prosedur Penggunaan Pestisida ... 12
5. Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida ... 14
5.1 Defenisi Keracunan ... 14
5.2 Penyebab Keracunan Pestisida ... 15
5.3 Dampak Keracunan Pestisida ... 16
5.4 Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh ... 22
6. Pencegahan Keracunan pada Petani/ Pengguna Pestisida ... 24
7. Upaya Pencegahan Keracunan Pada Orang Lain dan Hewan Peliharaan ... 26
8. Upaya Pencegahan Keracunan pada Konsumen dan Kelestarian Lingkungan ... 27
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 29
1. Kerangka Konseptual ... 29
2. Defenisi Operasional ... 29
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 31
1. Desain Penelitian ... 31
2. Populasi dan Sampel ... 31
2.1 Populasi ... 31
2.2 Sampel ... 32
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 34
4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
5. Pertimbangan Etik ... 36
6. Instrumen Penelitian ... 37
(8)
8. Pengumpulan Data ... 39
9. Analisis Data ... 41
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
1. Hasil Penelitian ... 42
1.1Karakteristik responden ... 42
1.2Pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo43 2. Pembahasan ... 44
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
1. Kesimpulan ... 54
2. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56 Lampiran-Lampiran
1. Lembar Penjelasan Penelitian
2. Lembar Persetujuan menjadi Responden 3. Daftar Kuesioner
4. Jadwal Tentatif Penelitian 5. Taksasi Dana
6. Daftar Riwayat Hidup
7. Lembar Persetujuan Uji Validitas 8. Hasil Reliabilitas
9. Master Tabel Penelitian 10.Hasil Analisis Data
11.Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan F.Kep USU 12. Surat Survei Awal
13. Surat Rekomendasi Izin Survei Awal 14. Surat Uji Reliabilitas Kuesioner
15. Surat Rekomendasi Uji Reliabilitas Kuesioner 16. Surat Izin Pengambilan Data
17. Surat Rekomendasi Pengambilan Data 18. Surat Selesai Melaksanakan Penelitian 19. Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kecepatan Angin dan Kesesuaiannya untuk Melakukan
Penyemprotan ... 25 Tabel 3.1 Defenisi Operasional... ... 30 Tabel 4.1 Jumlah Petani Jeruk Setiap Desa di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo ... 32 Tabel 4.2 Jumlah Sampel Penelitian ... 35 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Petani Jeruk Pengguna Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo ... 43 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo ... 44
(10)
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo ... 29
(11)
Judul : Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Nama Mahasiswa : Marsella br Ginting
NIM : 101101110
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2014
Abstrak
Sebagian besar tenaga kerja pertanian menggunakan pestisida untuk memberantas hama karena peranan pestisida sangat besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama. Namun, penggunaan pestisida tidak sesuai prosedur akan menyebabkan dampak negatif yang sangat besar, salah satunya adalah keracunan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan kematian bagi pengguna pestisida. Jadi, penting bagi pengguna pestisida untuk mengetahui keracunan akibat penggunaan pestisida sehingga dapat menggunakan pestisida dengan benar, aman, dan bijaksana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Desain penelitian adalah deskriptif dengan jumlah sampel 103 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasil analisis data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi, yang dikategorikan baik, cukup, dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo mayoritas adalah cukup (38,8%). Disarankan bagi perawat terutama perawat komunitas yang bekerja di area/wilayah pertanian agar memberikan edukasi kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida secara berkala dan kontinu sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian keracunan pada petani pengguna pestisida. Perawat juga diharapkan melakukan pemeriksaan keracunan akibat penggunaan pestisida pada petani secara berkala sehingga dapat menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi yang tepat kepada petani yang telah terkena keracunan pestisida.
(12)
Title : Description of Orange Farmers Knowledge about Poisoning due to Pesticide Usage in District Tigapanah Karo Regency Name of Student : Marsella br Ginting
Student Number : 101101110
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Most of the agricultural workers use pesticides to eradicate pests because of the enormous role of pesticides in the agricultural production of the rescue efforts of the disorder pests. However, pesticide usage not in accordance with the procedure will cause a very big negative impact, one is poisoning that can cause a range of illness or even death for users of pesticides. So, it is important for users of pesticides to know poisoning as a result of the pesticide usage so that they can use pesticides properly, safely and sensibly. The purpose of this research is to know the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency. The design of the research was descriptive with a total sample of 103 peoples. Sample-taking is done with the technique of quota sampling and using the questioner as a research instrument. The result of data analysis is made in the form of distribution and frequency tables, which are categorized well, enough and less. Result of the research showed that the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency majority is enough (38.8 %). Recommended for nurses especially community nurses who work in the area of agricultural to give health education about poisoning due to pesticide usage periodically and continuous so can prevent and reduce the number of poisoning incidents on farmers users of pesticides. Nurses are also expected to perform examination of poisoning due to pesticide usage on farmers periodically so that it can find the latent poisoning case and give the right interventions to farmers who have been affected by pesticide poisoning.
(13)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pertanian di Indonesia merupakan sektor yang menyerap paling banyak tenaga kerja. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menunjukkan sekitar 40 juta orang bekerja di sektor pertanian dari 114 juta angkatan kerja (BPS, 2013). Sebagian besar tenaga kerja pertanian menggunakan pestisida untuk memberantas hama karena peranan pestisida sangat besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman (Kementerian Pertanian, 2011). Namun, penggunaan pestisida tidak sesuai prosedur akan mengakibatkan dampak negatif yang sangat besar, yakni pencemaran lingkungan, residu pestisida yang membawa keracunan pada konsumen, keracunan pada hewan dan timbulnya penyakit atau bahkan kematian akibat keracunan bagi pengguna pestisida (Wudianto, 2001).
World Health Organization (WHO) (1990) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 1-5 juta kasus keracunan pestisida tanpa disengaja pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan tersebut terjadi di negara berkembang dengan tingkat kematian mencapai 20.000 korban jiwa. Sekitar 5000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (WHO dalam Fikri, Setiani, & Nurjazuli, 2012).
Pada tahun 1996, Departemen Kesehatan RI memonitoring keracunan pestisida dengan melakukan pemeriksaan kadar kolinesterase darah dan memperhatikan gejala keracunan yang muncul pada petani pengguna pestisida
(14)
organofosfat dan karbamat di 27 provinsi Indonesia, hasilnya menunjukkan 61,82% petani mempunyai aktivitas kolinesterase normal dan 38,18% mengalami keracunan dengan rincian 26,89% keracunan ringan, 9,98% keracunan sedang dan 1,30% keracunan berat (Raini, 2007)
Hasil pemeriksaaan kolinesterase darah petani di beberapa kabupaten potensial keracunan di Sumatera Utara oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Labuhan Batu dari 40 responden diperoleh hasil 31 (77,5%) responden keracunan, Kabupaten Karo dari 38 responden diperoleh hasil 28 (73,6%) responden keracunan, Kabupaten Deli Serdang dari 46 responden diperoleh hasil 31(67,4%) responden keracunan, dan Kabupaten Dairi dari 37 responden diperoleh hasil 18 (48,8%) responden keracunan (Milala, 2005)
Hasil pemeriksaan kolinestrase darah petani di beberapa desa di Kecamatan Tigapanah yakni desa Aji Mbelang, desa Aji Buhara dan desa Aji Julu diperoleh hasil dari 54 responden, 23(42,5%) responden keracunan (Dinkes Kab. Karo, 2008).
Dalam pencegahan keracunan pestisida, dibutuhkan pengetahuan yang mendukung dari pengguna pestisida. Menurut Prijanto (2009) angka kejadian keracunan pestisida akan lebih tinggi pada mereka yang mempunyai pengetahuan kurang dibandingkan dengan mereka yang mempunyai pengetahuan baik. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Hermawan, Faturahman, dan Maywati (2013) di Kabupaten Bandung dimana diperoleh hasil dari 16 responden yang pengetahuannya kurang, 14 (87,5%) mengalami keracunan dan dari 26 responden
(15)
yang pengetahuannya baik hanya 12 (46,2%) responden yang mengalami keracunan.
Paparan pestisida menyebabkan pestisida dapat masuk melalui mata, hidung, mulut, dan kulit sehingga menimbulkan keracunan (Gultom & Soelistijani, 2008). Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan pestisida sesuai prosedur, salah satunya menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) secara lengkap dan penggunaan dosis dengan tepat. Hasil penelitian Marsaulina & Wahyuni (2007) menyatakan ada pengaruh dosis tidak sesuai anjuran dan tidak memakai APD terhadap keracunan pestisida sebesar 72,9% dan uji statistik penelitian ini menjelaskan petani yang tidak menggunakan APD secara lengkap berisiko keracunan pestisida 5,3 kali lebih besar jika dibandingkan dengan petani yang menggunakan APD secara lengkap.
Penelitian Afriyanto (2008) mengatakan petani di Desa Candi Kabupaten Semarang hanya menggunakan rata-rata 3 APD (baju lengan panjang, celana panjang, dan topi) dari 7 APD yang lengkap (topi, kacamata, masker, celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, dan sepatu bot) dan diperoleh hasil petani yang menggunakan APD buruk sebanyak 10 orang petani (50%) mengalami keracunan.
Salah satu jenis komoditi pertanian yang sangat terkenal dari Kecamatan Tigapanah adalah jeruk. Data dari BPS Kabupaten Karo tahun 2012 menyebutkan Kecamatan Tigapanah mampu menghasilkan 72.067 ton produksi jeruk pada tahun 2011. Mengetahui begitu besar manfaat dari pestisida, ditambah dengan hama jeruk yang semakin banyak, maka petani banyak menggunakan pestisida.
(16)
Berdasarkan survei awal peneliti di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo banyak dijumpai petani jeruk yang menggunakan pestisida tidak sesuai dengan prosedur, seperti tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap, menggunakan dosis yang berlebih, dan membuang wadah bekas pestisida di sembarang tempat. Umumnya penyemprotan pestisida pada tanaman jeruk dilakukan 10 hari sekali. Namun, ketika panen sudah dekat dan masih banyak dijumpai hama, petani jeruk mempercepat jadwal penyemprotan sehingga keterpaparan petani jeruk di Kecamatan Tigapanah terhadap pestisida masih sangat tinggi dan sangat berisiko untuk keracunan.
Berdasarkan fenomena- fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
(17)
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi bidang keperawatan, masyarakat dan penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi tentang keracunan akibat pengunaan pestisida dan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dan perawat, khususnya perawat komunitas sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida dengan baik.
2. Memberikan informasi bagi masyarakat terutama masyarakat pengguna pestisida, seperti petani, bahwa pestisida dapat menyebabkan keracunan bila penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur penggunaan yang benar.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya jika ingin meneliti hal yang berkaitan dengan keracunan akibat penggunaan pestisida.
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Untuk menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata) (Notoadmojo, 2010).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian diperoleh hasil bahwa perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. (Notoadmojo, 2007).
Menurut Notoadmojo (2010) pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni: tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tahu (know) diartikan hanya sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Setelah tahu, orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut, hal ini disebut dengan memahami (comprehension).
Aplikasi (application) diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
(19)
tersebut pada situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. Setelah mengaplikasikan prinsip-prinsip tertentu seseorang akan melakukan analisis. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah yang diketahui.
Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada dan evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian ini didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: pendidikan, informasi, budaya, dan pengalaman. Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses belajar untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan tertentu. Tingkat pendidikan menentukan mudah
(20)
tidaknya seseorang menyerap dan memaknai pengetahuan yang diperoleh. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, meskipun memiliki pengetahuan yang rendah tetapi jika mendapatkan informasi yang baik maka dapat meningkatkan pengetahuan. Informasi dapat diperoleh melalui media masa, seperti koran, radio, dan televisi dan dapat juga diperoleh melaui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
Budaya sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan agama dan budaya yang dianutnya oleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan usia dan pendidikan individu. Hal ini berarti semakin bertambahnya usia dan semakin tingginya pendidikan seseorang, maka pengalamannya jauh lebih banyak.
3. Jeruk dan Petani Jeruk
Menurut Joesoef (1993) jeruk adalah buah-buahan yang nilai gizinya cukup tinggi, yang mengandung zat-zat pengatur dalam tubuh manusia yang setiap hari dibutuhkan dan makin digemari masyarakat. Namun, sebagaimana diketahui bahwa tanaman jeruk adalah tanaman yang sangat manja dan menghendaki perlakuan yang intensif ditambah lagi jeruk memberi penghasilan yang tidak sedikit bila diusahakan secara sungguh-sungguh, sehingga petani jeruk harus memiliki pengetahuan yang baik tentang pemeliharaannya, salah satunya adalah membasmi hama jeruk dengan pestisida. Petani jeruk juga harus memiliki
(21)
pengetahuan yang baik tentang penggunaan pestisida sehingga dapat meminimalkan dampak negatif akibat penggunaan pestisida.
4. Pestisida
4.1 Definisi pestisida
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama (Sudarmo, 2007).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 dalam Sudarmo (2007) yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan yakni memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; memberantas gulma; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk; memberantas atau mencegah hama luar pada hewan piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah hama air; memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga; dan memberantas atau mencegah binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
(22)
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, organisme, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang atau semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Sudarmo, 2007).
Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products) untuk membedakannya dari produk-produk yang digunakan di bidang lain (Djojosumarto, 2004).
4.2Klasifikasi pestisida
Menurut Djojosumarto (2004) berdasarkan organ targetnya/sasarannya pestisida dapat diklasifikasikan sebagai berikut: insektisida (berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga), akarisida (berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu), fungisida (berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan), rodentisida (berfungsi untuk membunuh binatang pengerat), herbisida (berfungsi untuk membunuh gulma atau tumbuhan pengganggu), bakterisida (berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri), molluskisida (berfungsi untuk membunuh siput).
Menurut Lu (1994); Wudianto (2004) berdasarkan bahan aktif dan sifat kimianya, pestisida dapat digolongkan sebagai berikut: (1) Golongan organofosfat, merupakan pestisida yang mirip gas saraf yang bekerja dengan menghambat kolinesterase, mengakibatkan akumulasi asetilkolin. Contoh pestisida golongan ini adalah Scout, Polaris, Roundap, Kasumiron, Rizolex, dan
(23)
Curacron. Tanda dan gejala keracunan organofosfat adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, banyak keringat, banyak air liur, mual muntah, pusing, kejang-kejang, takikardi, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan, dan pingsan; (2) Golongan organoklorin, golongan ini bekerja dengan mempengaruhi sistem saraf pusat, contohnya Garlon dan Akofol. Tanda dan gejala keracunan golongan ini adalah sakit kepala, pusing, mual muntah, diare, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan hilang kesadaran; (3) Golongan karbamat, karbamat juga merupakan pestisida yang mirip gas saraf yang bekerja dengan menghambat kolinesterase seperti halnya golongan organofosfat tetapi golongan karbamat lebih aman digunakan daripada organofosfat karena pengaruhnya terhadap enzim tersebut jauh lebih reversibel. Contoh pestisida ini adalah Topsin, Curatee, dan Dicarzol; (4) Golongan piretroid, golongan ini mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka, menyebabkan dermatitis kontak; (5) Golongan bipiridilium, toksisitas golongan ini dilakukan lewat pembentukan radikal bebas, contohnya Gramaxone, Herbatop, dan Para-Col. 1-3 jam setelah pestisida tersebut masuk ke dalam tubuh timbul sakit perut, mual muntah dan diare, 2-3 hari kemudian akan terjadi kerusakan ginjal, 3-24 hari berikutnya akan terjadi kerusakan pada paru-paru; (6) Golongan antikoagulan, golongan ini bekerja sebagai antimetabolit vitamin K, dengan demikian menghambat pembentukan protombin. Antikoagulan bekerja menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Akibatnya terjadi perdarahan di dalam bagian tubuh seperti bintik merah pada kulit, perdarahan hidung dan gusi.
(24)
Menurut Djojosumarto (2004) berdasarkan cara kerja atau efek keracunannya pestisida dapat digolongkan sebagai berikut: racun lambung/ racun perut adalah racun yang membunuh sasarannya bila pestisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan dan diserap oleh dinding saluran pencernaan, racun kontak adalah racun pestisida yang masuk ke dalam tubuh sasarannya lewat kulit, racun pernapasan adalah racun pestisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Sasaran akan teracuni bila menghirup pestisida tersebut.
4.3Prosedur penggunaan pestisida
Persyaratan dan prosedur penggunaan pestisida di lapangan menurut Kementerian Pertanian (2011) adalah sebagai berikut:
1. Siapkan pestisida yang akan digunakan (harus terdaftar), kondisi fisiknya harus memenuhi syarat (layak pakai) serta sesuai dengan jenis dan keperluannya.
2. Siapkan dan gunakan perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu topi, kacamata, masker, celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, dan sepatu bot.
3. Periksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau keadaan lain yang dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi pestisida. Jangan menggunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi kebocoran.
4. Campurkan pestisida yang akan diaplikasikan. Sebaiknya jangan langsung memasukkan pestisida ke dalam tangki. Siapkan ember dan isi air secukupnya terlebih dahulu, kemudian tuangkan pestisida sesuai dengan takaran-takaran
(25)
yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian larutan tersebut dimasukkan kedalam tangki dan tambahkan air secukupnya.
5. Pestisida siap untuk diaplikasikan/disemprotkan. Selama pelaksanaan aplikasi dilapangan, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi pestisida. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari. Selama aplikasi pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.
6. Satu orang petani/operator pestisida hendaknya tidak melakukan aplikasi/ penyemprotan pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari, untuk mencegah timbulnya efek yang tidak diinginkan.
7. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar. 8. Sisa campuran pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkan/ disimpan terus
di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada tanaman sampai habis. Jangan membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
9. Setelah selesai aplikasi, area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.
10.Cuci tangki yang telah kosong dan peralatan lainnya sebersih mungkin sebelum disimpan. Air bekas cucian tidak mencemari saluran air, kolam ikan, sumur, sumber air dan lingkungan perairan lainnya.
(26)
11.Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur serta jauhkan dari jangkauan orang yang tidak berkepentingan (terutama anak-anak).
12.Musnahkan/ bakar kantong wadah bekas pestisida atau dengan cara menguburnya ke dalam tanah di tempat yang aman.
13.Setelah selesai bekerja dengan pestisida, segera mandi dengan sabun dan air bersih.
5. Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida 5.1 Defenisi keracunan
Dalam Mc Graw-Hill Nursing Dictionary dikatakan racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan, dan absropsi melalui kulit, atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis tertentu akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius satu atau lebih fungsi organ atau jaringan tubuh (Sartono, 2002).
Definisi dari keracunan menurut KBBI adalah terkena, termakan, terhirup atau terpapar suatu zat atau gas yang dapat menyebabkan sakit atau kematian atau dapat merusak/ menghambat aksi katalis (enzim).
Keracunan pestisida berarti masuknya pestisida/substansi kimia pembunuh hama ke dalam tubuh, baik melalui kontaminasi lewat kulit, terhisap melalui hidung, masuk melalui mata dan sistem pencernaan yang menyebabkan gangguan pada tubuh manusia (Dojosumarto, 2004). Menurut Afriyanto (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida yakni: 1) usia,
(27)
bertambahnya usia seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini akan berakibat menurunnya aktifitas kolinesterase darah sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang. 2) jenis kelamin, kadar kolin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas kolinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kolinesterase cenderung turun. 3) status kesehatan seperti kelemahan fisik, penyakit yang diderita, dan daya tahan tubuh. 4) penggunaan pestisida, penggunaan pestisida harus sesuai dengan prosedur seperti dosis, pengunaan APD, tindakan penyemprotan pada arah angin, serta waktu menyemprot.
5.2 Penyebab keracunan pestisida
Kasus keracunan pestisida dikalangan petani/ pengguna pestisida umumnya karena petani/ pengguna pestisida tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan, tidak memiliki informasi tentang pestisida, resiko penggunaan pestisida, dan teknik penggunaan pestisida yang benar dan bijaksana. Ketika petani/ pengguna pestisida sudah mendapat informasi yang cukup , petani sering kali tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Banyak petani/ pengguna pestisida malah anggap enteng terhadap resiko yang mungkin timbul dari pestisida karena keracunan pestisida terutama
(28)
keracunan kronis, tidak terasa dan akibatnya sulit dideteksi. Oleh karena itu, banyak petani mengatakan sudah sekian belas tahun mereka mengapikasikan pestisida dengan cara mereka dan merasa tidak terganggu. Anggapan petani yang demikian harus diubah, walau sulit (Kementerian Pertanian, 2011).
5.3 Dampak keracunan pestisida
Penggunaan pestisida tanpa prosedur yang benar akan mengakibatkan dampak negatif yang sangat besar, yakni keracunan pada petani/pengguna pestisida, pencemaran lingkungan, keracunan pada hewan dan keracunan pada konsumen ketika konsumen mengkonsumsi hasil tanaman dengan kadar residu pestisida lebih dari batas yang diizinkan (Wudianto, 2001).
Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas saraf, yaitu golongan organofosfat dan golongan karbamat. Pestisida golongan organofosfat dan karbamat adalah pestisida yang paling banyak digunakan untuk membasmi hama, terutama serangga. Hal ini disebabkan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan dalam membunuh hama, yakni seletif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga (Sartono, 2002). Akan tetapi, organofosfat sangat toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang dan mamalia, dibanding jenis pestisida lainnya karena dapat mempengaruhi sistem saraf dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam tubuh (acetylcholinesterase). Pestisida ini mudah dimonitor dengan mengukur kadar kolinesterase dalam darah. Oleh karena itu Depkes RI mengunakan kadar kolinesterase dalam darah untuk memonitor keracunan pestisida pada petani (Raini, 2007)
(29)
Menurut Depkes RI (1992 dalam Sitepu 2010) aktivitas kolinesterase dalam darah seseorang dinyatakan sebagai persentase dari aktivitas enzim kolinesterase dalam darah. Jika aktivitas kolinesterase dalam darah 75%-100% maka dikategorikan normal, jika 50% - 75% dari normal maka kelompok ini dikategorikan keracunan ringan sehingga dianjurkan istirahat atau tidak kontak dengan pestisida selama 2 minggu sehingga terjadi pemulihan kadar kolinesterase menjadi normal. Jika 25% - 50% dari normal, kelompok ini dikategorikan keracunan sedang sehingga perlu istirahat selama beberapa minggu dari paparan pestisida. Sedangkan jika aktivitas kolinesterase 0% -25%, kelompok ini dikategorikan keracunan berat, penderita harus segera diistirahatkan dari semua pekerjaan dan perlu rujukan medis.
Penurunan aktivitas kolinesterse hingga 60% dari nilai normal akan menimbulkan gejala-gejala keracunan yang tidak spesifik seperti pusing, sakit kepala, mual, lemah, otot terasa pegal, sakit perut, dan iritasi kulit (seperti kemerahan pada kulit dan rasa panas terbakar, serta gatal pada kulit). Pada umumnya gejala dan kelainan neurologi muncul setelah terjadinya penurunan aktivitas kolinesterase ≥50% (Raini, 2007). Sering kali masyarakat mengganggap hal ini sebagai efek dari kelelahan atau penyakit biasa, yang tidak memerlukan pengobatan khusus. Benar adanya bahwa banyak penyakit lain yang dapat menimbulkan satu atau beberapa tanda dan gejala di atas. Akan tetapi, apabila seseorang yang semula sehat kemudian mengalam tanda dan gejala tersebut setelah menggunakan pestisida maka patut diduga bahwa gejala tersebut disebabkan oleh keracunan pestisida (Djojosumarto, 2004)
(30)
Keracunan pestisida dapat terjadi secara akut maupun kronis. Keracunan akut terjadi bila ada pestisida yang mengenai atau masuk ke dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto, 2001). Berat ringannya tingkat keracunan dapat dinilai dari aktivitas kolinesterase dalam darah. Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis biologik) di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis (Rustia, Wispriyono, Susanna, & Luthfiah, 2010).
Erwin dan Kusuma (2012) mengatakan ketika pestisida penghambat kolinesterase masuk ke tubuh manusia, pestisida ini akan menempel pada enzim kolinesterase sehingga enzim ini tidak dapat memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat, dimana pemecahan asetilkolin diperlukan untuk menghentikan penyampaian rangsangan saraf. Asetilkolin merupakan neurotrasmitter untuk semua sistem saraf parasimpatis, sebagian saraf simpatis (medulla adrenal dan kelenjar keringat), beberapa neuron susunan saraf pusat dan saraf somatik yang menyarafi otot skelet. Pada kasus keracunanan karena enzim kolinesterase tidak dapat memecahkan asetilkolin, maka terjadi penumpukan asetilkolin sehingga impuls saraf terus mengalir dan mengirimkan perintah kepada reseptor kolinergik (kolinergik merujuk kepada efek neurotransmitter asetilkolin). Hal tersebut menyebabkan timbul gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Depkes RI (1992 dalam Afriyanto 2008) mengatakan efek penumpukan asetilkolin dapat berupa peningkatan saliva, peningkatan urin, diare, mual, muntah, kejang perut, bradikardi, miosis, peningkatan keringat, pegal-pegal,
(31)
lemah, tremor, dypsnea, takikardi, sakit kepala, bingung, kelemahan umum, koma, dan pada saat sistem pernapasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Kenyataan yang ada di masyarakat selama ini adalah umumnya masyarakat tidak menyadari gejala gangguan kesehatan yang dialaminya merupakan keracunan pestisida karena gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit yang serius (Raini, 2007).
Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi ketika pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sedikit demi sedikit. Penderita keracunan kronis biasanya tidak mempedulikan atau merasakan gejala keracunan dalam tubuhnya padahal hal ini bisa menghancurkan hidupnya (Wudianto, 2001).
Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah terpapar pestisida. Telah banyak bukti-bukti yang ditemukan dampak tentang senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa jenis penyakit dapat diakibatkan oleh dampak penggunaan senyawa pestisida yang tidak sesuai prosedur yang benar antara lain: leukemia, myaloma ganda,
lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostat, penyakit kulit, melanoma, hati dan paru, gangguan saraf, dan neoplasma indung telur (Watterson, 1988 dalam Martono, dkk., 2010).
Pada keracunan fase kronik, akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai prosedur yang benar akan menyebabkan mutagenik (kemampuan untuk menyebabkan perubahan genetik), karsinogenik (kemampuan untuk menimbulkan
(32)
kanker), teratogenik (kemampuan untuk menyebabkan kelainan janin), onkogenik (kemampuan menginduksi pertumbuhan tumor), meningkatkan sensitifitas alergi, kerusakan hati (kematian sel, ikterus, sirosis, fibrosis, dan kanker hati), serta gangguan sistem reproduksi (jumlah sperma berkurang, kemandulan, dan aborsi) (Arisman, 2009).
Di negara-negara maju beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat
carsinogenic agent, mutagenic agent, alergent dan irritant. Senyawa-senyawa pestisida yang telah diteliti bersifat carsinogenic ada sekitat 51 buah termasuk diantaranya yang sudah dikenal masyarakat seperti Aldrin, Carbaryl, DDT, Dieldrin, Endosulfan, Formaldehyde, Lindane, MPCA, dan Parathion. Senyawa-senyawa pestisida yang bersifat mutagenic agent ada sekitar 80 buah. Yang sudah dikenal oleh masyarakat umum hanya sedikit antara lain Captan, Carbaryl, Carbofuran, Chlorfirifos, DDT, Dicrotovos, Fenitrithion, Monocrotophos, dan MPCA. Senyawa-senyawa pestisida yang dapat menjadi penyebab penyakit radang kulit dan penyakit kulit lainnya yang dapat menyebabakan alergent dan irritant (peradangan dan iritasi) ada sekitar ada 51 buah. Yang sudah dikenal oleh masyarakat antara lain Endosulfan, Glyphosate, Lindane, Malathion, Mancozeb, Parathion dan Sulphur (Gosselin, 1984; IARC, 1978; Moriya, 1983; Saleh, 1980; Sandhu, 1980; Weinstein, 1984 dalam Saenong, 2007).
Pestisida yang terakumulasi dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh yang menjadi target bahan kimia tersebut. Salah satu target bahan kimia pestisida adalah hati karena hati merupakan pusat detoksifikasi zat beracun dalam tubuh. Kerusakan atau gangguan
(33)
fungsi hati yang kronik dapat meningkatkan resiko kejadian sirosis hati. Gangguan terhadap fungsi hati dan penyakit hati seperti sirosis hati, akan mengganggu tugas hati dalam melakukan biotransformasi dan detoksifikasi. Tidak optimalnya biotransformasi dan detoksifikasi mengakibatkan makin besar efek buruk karena pajanan pestisida yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan meningkatkan resiko kejadian penyakit kanker, diantaranya kanker hati (Bhalli, 2006 dalam Siwiendrayanti, Suhartono, Endah, 2012).
Gangguan fungsi hati pada WUS (Wanita Usia Subur) selain berdampak pada kesehatannya sendiri juga akan berdampak pada janinnya ketika yang bersangkutan hamil. Gangguan fungsi hati dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme makanan dan detoksifikasi pada tubuh ibu sehingga akan berdampak pada jumlah zat makanan dan zat lain yang masuk ke sistem peredaran darah janin (Irianto, 2004 dalam Fikri, Setiani, Nurjazuli, 2012). Wanita hamil yang banyak terpapar dengan pestisida, risiko anaknya mengalami polimorfisme pada otak adalah 1,6 kali lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar. Pestisida juga berbahaya bagi pertumbuhan janin dan paparannya dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah dan bayi lahir premature (Isnawati, 2009; Salameh, 2006 dalam Wigati & Susanti, 2012)
Soemirat (2003 dalam Milala 2005) mengatakan apabila wanita yang sedang menyusui terpapar pestisida, maka bayi yang minum Air Susu Ibu (ASI) tersebut juga akan terpapar. Hal ini dibuktikan pada tahun 1975 dimana negara Eropa, Kanada, Amerika Serikat dan Jepang melaporkan bahwa susu sapi yang
(34)
memakan makanan yang mengandung pestisida maka di dalam susu sapi tersebut mengandung pestisida antara 19-50 microgram per kg, sedangkan di dalam ASI didapat 25 kali lipat daripada susu sapi.
Beberapa jenis pestisida juga telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan (Khalid & Ali, 2009).
5.4Cara masuk pestisida ke dalam tubuh
Menurut Djojosumarto (2004) pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui 4 rute, yakni kontaminasi lewat kulit, terhisap melalui hidung, masuk melalui mata dan sistem pencernaan.
Kontaminasi lewat kulit, keracunan melalui kulit dapat terjadi jika pestisida mengenai kulit dan akhirnya diabsorpsi masuk ke dalam tubuh. Pestisida yang diabsorpsi kulit dapat menembus epidermis kemudian memasuki kapiler darah dalam kulit. Darah akan membawa pestisida ke seluruh tubuh dan mempengaruhi seluruh bagian tubuh, seperti paru-paru, otak, otot, jantung, saraf, hati dan organ vital lainnya (Suwindere, 1993 dalam Rustia, 2009). Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah penyemprotan dan aplikasi lainnya seperti pemaparan langsung
(35)
oleh droplet atau drift pestisida, menyeka wajah dengan tangan atau lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida, pancampuran pestisida, dan mencuci alat-alat aplikasi. Luas kulit yang terbuka akan mempengaruhi jumlah pestisida yang masuk ke dalam tubuh ketika melakukan aplikasi pestisida.
Terhisap lewat hidung, gas dan partikel semprotan yang sangat halus dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung. Pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernapasan adalah bekerja dengan pestisida misalnya mencampur pestisida di tempat yang tertutup atau di tempat yang ventilasinya buruk, aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aplikasi pestisida berbentuk tepung, dan mencampur pestisisa berbentuk tepung.
Pestisida masuk melalui mata, ada beberapa bukti menyatakan bahwa pestisida dapat menyebabkan iritasi mata, pelipatan pada kelopak mata, kehilangan fokus, dan pengaburan penglihatan, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.
Pestisida masuk ke sistem pencernaan, dapat terjadi karena: bunuh diri, makan dan minum serta merokok ketika bekerja dengan pestisida, menyeka keringat di wajah dengan tangan atau lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida, drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut, meniup
nozzle (berfungsi untuk memecah larutan semprot menjadi droplet) yang tersumbat langsung dengan mulut, makanan dan minuman yang terkontaminasi pestisida misalnya disimpan dekat pestisida yang bocor.
(36)
6. Pencegahan Keracunan pada Petani/ Pengguna Pestisida
Menurut Djojosumarto (2004) hal-hal yang harus dilakukan oleh petani/pengguna pestisida untuk bisa terlepas dari bahaya keracunan meliputi 3 bagian penting yakni sebelum, ketika, dan setelah penyemprotan pestisida.
Sebelum melakukan penyemprotan pestisida perhatikan hal-hal berikut: Jangan melakukan penyemprotan pestisida bila merasa tidak sehat, jangan mengijinkan anak berada di sekitar tempat pestisida atau mengijinkan anak-anak melakukan penyemprotan, catat nama pestisida yang digunakan karena penting untuk informasi bagi dokter bila terjadi sesuatu, APD sudah dipakai sejak persiapan penyemprotan karena pemakaian APD dapat mengurangi kemungkinan kontak dengan pestisida sehingga resiko masuknya racun pestisida ke dalam tubuh dapat dihindari, jangan masukkan rokok atau makanan ke dalam pakaian kerja, periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, siapkan air bersih dan sabun, siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik yang tertutup, sebelum mencampur dan menakar pestisida siapkan terlebih dahulu ember dan air secukupnya kemudian tuangkan sesuai dengan takaran dan aduk dengan kayu kemudian masukkan ke dalam tanki lalu ditambahkan air secukupnya.
Kegiatan yang paling sering menyebabkan kontaminasi langsung dengan pestisida adalah saat menyemprotkan pestisida pada tanaman, sehingga kegiatan ini merupakan resiko tinggi untuk mengalami keracunan. Seringkali terlihat petani/pengguna pestisida menyemprot melawan arah angin. Hal ini meningkatkan resiko keracunan karena ketika melawan arah angin droplet halus akan terbang lebih banyak dan terkontaminasi ke tubuh pengguna. Penyebaran
(37)
droplet juga kurang baik jika tidak ada angin sehingga kecepatan angin juga penting untuk diperhatikan.
Tabel 2.1 Kecepatan Angin dan Kesesuainnya untuk Melakukan Penyemprotan
Kecepatan Angin (km/jam)
Tanda Alami Kesesuaianya untuk Melakukan Penyemprotan < 2,0
2,0 – 3,2
3,2 – 6,5 6,5 – 9,6 9,6 – 14,5
Asap tegak lurus
Asap sedikit membelok
Daun bergerak-gerak tidak teratur
Daun bergerak-gerak ke satu arah
Daun dan ranting bergerak debu dan kertas mulai beterbangan
Jangan menyemprot saat panas terik dan udara kering
Jangan menyemprot saat panas terik dan udara kering
Saat yang ideal untuk meyemprot
Jangan menyemprot herbisida
Jangan menyemprot sama sekali
Sumber: Nozzle Selection Handbook dalam Djojosumarto (2004)
Hal lain yang diperhatikan saat penyemprotan pestisida adalah jangan makan/ minum atau merokok selama menyemprot, jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, lengan baju yang terkontaminasi pestisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut, gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran di wajah, dan apabila nozzle tersumbat jangan meniup langsung dengan mulut, tetapi tiup noozle dengan bantuan pipa kecil atau menyikatnya dengan kuas yang lembut.
Setelah selesai penyemprotan segeralah cuci tangan dengan sabun dan segera mandi setelah sampai di rumah dan mengganti pakaian dengan pakaian bersih. Jika jarak rumah dan tempat kerja jauh dan harus mandi di dekat tempat kerja maka bawalah pakaian bersih dalam kantung plastik yang tertutup, cuci pakaian kerja terpisah dari pakaian lainnya, makan minum atau merokok hanya
(38)
dilakukan setelah mandi atau setidaknya setelah mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
7. Upaya Pencegahan Keracunan pada Orang Lain dan Hewan Peliharaan Setiap perkembangan teknologi pasti membawa dampak positif dan dampak negatif, bisa bermanfaat juga bisa merugikan. Demikian halnya pestisida sebagai salah satu teknologi pertanian, penggunaan pestisida bisa menolong tetapi juga dapat merusak kesehatan. Hasil penelitian menemukan organoklorin dalam otak dan hati burung yang hidup di daerah yang sering terpapar pestisida. Penelitian terhadap ayam yang dipelihara di daerah yang sering terpapar pestisida juga menunjukkan bahwa kandungan pestisida cenderung tinggi dalam simpanan lemaknya (Edward, 1971 dalam Ekha, 1991).
Menurut Djojosumarto (2004) petani dapat membantu pencegahan keracunan pada orang lain dan hewan peliharaan dengan cara tidak menyemprot bila angin kencang karena drift pestisida dapat diterbangkan angin ke arah lain yang mungkin mengenai orang lain atau hewan peliharaan yang sedang berada di dekat pestisida diaplikasikan, jauhkan orang lain yang tidak berkepentingan dari tempat pestisida diaplikasikan, tidak meninggalkan produk pestisida atau alat-alat aplikasi tanpa ada yang menunggu, mengumpulkan bekas kemasan pestisida, pengaduk, dan sebagainya yang sudah terkontaminasi dengan pestisida sebelum meninggalkan tempat kerja. Bakar kemasan yang terbuat dari plastik atau kertas dan kubur kemasan dari kaleng di tempat yang aman, dan beri tanda yang jelas
(39)
pada kebun yang baru disemprot agar orang atau ternak tidak masuk ke tempat tersebut.
8. Upaya Pencegahan Keracunan untuk Keselamatan Konsumen dan Kelestarian Lingkungan
Konsumen berhak atas hasil pertanian yang tidak mengandung residu pestisida. Bila residu tidak dapat dihindari hendaknya residu tersebut tidak melewati batas yang diizinkan. Petani/pengguna pestisida dapat membantu mencegah keracunan pada konsumen dan lingkungan dengan banyak cara, diantaranya menggunakan pestisida bila sungguh-sungguh diperlukan, jangan menggunakan pestisida yang sudah dilarang, aplikasikan sesuai dosis yang tepat karena banyak petani menggunakan dosis berlebih, dan aplikasikan menurut waktu yang direkomendasikan (Djojosumarto, 2004).
Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik yaitu antara pada pukul 08.00 10.00 WIB atau sore hari pukul 15.00 -18.00 WIB karena penyemprotan yang terlalu pagi atau terlalu sore akan mengakibatkan pestisida yang menempel di bagian tanaman akan terlalu lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot mengandung banyak racun. Selain itu penyemprotan terlalu pagi biasanya daun dan buah masih berembun sehingga pestisida yang disemprotkan tidak merata keseluruh permukaan tanaman. Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik mengakibatkan pestisida mudah menguap dan terurai oleh sinar ultraviolet
(40)
sehingga kadar pestisida di udara tinggi dan kadar pestisida di tanaman tidak sesuai yang dibutuhkan untuk mengatasi hama tanaman (Wudianto, 2001).
Gunakanlah pestisida sesuai dengan volume aplikasi yang secukupnya, volume yang berlebihan akan mencemari lingkungan. Jangan menyemprot bila hari akan hujan atau sedang hujan karena selain membuang tenaga dan biaya, pestisida akan mencemari lingkungan karena pestisida akan tercuci air hujan. Jangan membuang sisa pestisida di sembarang tempat, sebaiknya jika bersisa semprotkan ke tanaman sampai habis. Jangan mencuci alat-alat pestisida dan pakaian yang terkontaminasi pestisida di sungai (Djojosumarto, 2004).
(41)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pengetahuan petani jeruk tentang tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
.
2. Defenisi Operasional
Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrumen penelitian, maka variabel harus diberi batasan atau defenisi yang operasional (Notoadmojo, 2010)
Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang
Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di
Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
1. Baik 2. Cukup 3. Kurang
(42)
Tabel 3.1 Defenisi Operasional Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Pengetahu an petani jeruk tentang keracunan akibat pengguna an pestisida
Segala sesuatu yang diketahui petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida yakni definisi pestisida, prosedur penggunaan pestisida, dampak keracunan pestisida, cara masuk pestisida ke dalam tubuh, dan pencegahan keracunan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Kuesioner sebanyak 24 pernyataan, dengan pilihan jawaban benar dan salah.
Untuk pernyataan positif, bila jawaban benar, skor=1 dan bila salah, skor=0 sedangkan untuk pernyataan negatif, bila jawaban benar, skor=0 dan bila salah, skor=1 1.Kurang, skor 0-8 2.Cukup, skor 9-16 3.Baik, skor 17-24 Ordi nal
(43)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Desain deskriptif bertujuan untuk menggambarkan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat itu, dapat terjadi pada lingkup individu di suatu daerah atau lingkup kelompok pada masyarakat di daerah tertentu (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggambarkan gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani jeruk yang ada di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo, dengan jumlah 5289 orang. Kecamatan Tigapanah terdiri dari 26 desa.
(44)
Tabel 4.1 Jumlah Petani Jeruk Setiap Desa di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
No Nama Desa Jumlah Petani Jeruk
1 Suka Maju 97
2 Kuta Mbelin 165
3 Singa 281
4 Kubu Simbelang 535
5 Kacinambun 343
6 Lau Riman 120
7 Manuk Mulia 161
8 Kuta Kepar 148
9 Bunuraya 403
10 Mulawari 167
11 Suka 533
12 Suka Dame 100
13 Tiga Panah 141
14 Kuta Bale 35
15 Seberaya 82
16 Lepar Samura 133
17 Aji Mbelang 252
18 Kuta Julu 20
19 Bertah 54
20 Aji Buhara 145
21 Aji Jahe 181
22 Aji Julu 227
23 Salit 94
24 Suka Mbayak 367
25 Suka Sipilihen 348
26 Lambar 157
Jumlah 5289
2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Data pada penelitian ini berupa data kategori dengan satu populasi penelitian yang sudah diketahui sehingga penentuan besar sampel menggunakan rumus dari konsep Krejcie dan Morgan dalam Wahyuni (2011):
Z21-α/2. N . P(1-P)
n =
(45)
1,962. 5289. 0,5 (1-0,5) n =
(0,12)(5288) + 1,962 . 0,5 (1-0,5) n = 94,33 digenapkan menjadi 94 orang Keterangan: n = besar sampel
Z21-α/2 = nilai Z pada derajat kemaknaan (pada 95%=1,96)
N = besar populasi
P = harga proporsi populasi (diasumsikan 0,5)
d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan, sebesar 10% (0,1)
Berdasarkan rumus yang digunakan, ditemukan jumlah sampel sebanyak 94 orang. Untuk mengantisipasi terjadi kerusakan atau responden berhenti mengisi kuesioner sebelum lengkap diisi, maka jumlah sampel ditambah sebanyak 10% (Setiadi, 2007) sehingga jumlah sampel menjadi 94+9,4=103,4 digenapkan menjadi 103 orang. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Petani jeruk yang memiliki lahan perkebunan jeruk dan melakukan penyemprotan pestisida sendiri dalam pemeliharaan jeruknya secara kontinu 2. Petani jeruk baik yang sudah pernah atau belum pernah mengalami keracunan
pestisida dan bertempat tinggal di Kecamatan Tigapanah 3. Tidak mengalami gangguan pendengaran
(46)
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah quota sampling. Cara pengambilan sampel (responden) ini dilakukan dengan menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah kemudian mengambil responden yang memenuhi kriteria penelitian dalam populasi tersebut (Arikunto, 2010).
Jadi, sampel sebanyak 103 responden diambil dengan teknik quota sampling yaitu dengan menentukan jumlah responden dari tiap desa yang dihitung menggunakan metode proporsi sebagai unit yang mewakili sampel yang diteliti dengan menggunakan rumus:
Ni ni = × n
N Keterangan: ni = Ukuran tiap proporsi sampel
Ni = Jumlah populasi petani jeruk setiap desa
N = Jumlah populasi petani jeruk di Kecamatan Tigapanah n = Jumlah sampel yang diinginkan
(47)
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Penelitian
No Nama Desa Jumlah Sampel Tiap Desa
1 Suka Maju 97/ 5289 × 103 = 2
2 Kuta Mbelin 165/ 5289 × 103 = 3
3 Singa 281/ 5289 × 103 = 5
4 Kubu Simbelang 535/ 5289 × 103 = 10
5 Kacinambun 343/ 5289 × 103 = 7
6 Lau Riman 120/ 5289 × 103 = 2
7 Manuk Mulia 161/ 5289 × 103 = 3
8 Kuta Kepar 148/ 5289 × 103 = 3
9 Bunuraya 403/ 5289 × 103 = 8
10 Mulawari 167/ 5289 × 103 = 3
11 Suka 533/ 5289 × 103 = 10
12 Suka Dame 100/ 5289 × 103 = 2
13 Tiga Panah 141/ 5289 × 103 = 3
14 Kuta Bale 35/ 5289 × 103 = 1
15 Seberaya 82/ 5289 × 103 = 2
16 Lepar Samura 133/ 5289 × 103 = 3
17 Aji Mbelang 252/ 5289 × 103 = 5
18 Kuta Julu 20/ 5289 × 103 = 1
19 Bertah 54/ 5289 × 103 = 1
20 Aji Buhara 145/ 5289 × 103 = 3
21 Aji Jahe 181/ 5289 × 103 = 3
22 Aji Julu 227/ 5289 × 103 = 4
23 Salit 94/ 5289 × 103 = 2
24 Suka Mbayak 367/ 5289 × 103 = 7
25 Suka Sipilihen 348/ 5289 × 103 = 7
26 Lambar 157/ 5289 × 103 = 3
Jumlah 103
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo karena di daerah ini belum pernah ada penelitian mengenai gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida. Daerah ini memiliki banyak penduduk yang bekerja sebagai petani jeruk dan mereka menggunakan pestisida dalam jumlah besar sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan sampel. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2013 sampai Juni 2014.
(48)
5. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan etik penelitian yaitu terlebih dahulu melakukan pengurusan surat ethical clearance dan setelah mendapat surat ethical clearance, peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU yang ditujukan kepada Camat Tigapanah. Setelah mendapatkan izin penelitian dari Camat Tigapanah, peneliti kemudian melanjutkan dengan proses pengambilan data. Dalam proses pengambilan data, peneliti juga memperhatikan etik penelitian, yaitu: Informed consent atau lembar persetujuan, anonimity, dan confidentiality. Inform consent atau lembar persetujuan diserahkan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi sebelum dan sesudah penelitian. Jika bersedia dijadikan responden, maka mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika mereka menolak untuk dijadikan responden, maka peneliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati hak-haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut (anonimity) Confidentiality atau kerahasiaan informasi yang diberikan responden akan dijamin oleh peneliti (Notoadmodjo, 2010).
(49)
6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner) yang pertanyaannya dibuat sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida. Kuesioner data demografi meliputi nomor responden, jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja sebagai petani jeruk pengguna pestisida, dan pelatihan atau penyuluhan yang pernah diikuti. Kuesioner gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida berisi pernyataan sebanyak 24 pernyataan dengan kriteria: pernyataan nomor 1 mengenai definisi pestisida, 2-9 mengenai prosedur penggunaan pestisida, 10-17 mengenai dampak keracunan pestisida, 18-20 mengenai cara masuk pestisida ke dalam tubuh, dan 21-24 mengenai pencegahan keracunan.
Kuesioner disusun berupa pernyataan tertutup dengan menggunakan skala Guttman. Dalam pernyataan ini hanya disediakan 2 jawaban (benar dan salah) dan responden memilih satu diantaranya (Hidayat, 2007). Pernyataan yang dibuat terdiri dari pernyataan positif (kuesioner nomor 1,4,5,7,8,9,10,11,12,13,19,20,21,24) dan pernyataan negatif (kuesioner nomor 2,3,6,14,15,16,17,18,22,23). Untuk pernyataan positif, jika jawaban benar skor 1 dan jika salah skor 0 sedangkan untuk pernyataan negatif jika jawaban benar skor 0 dan jika salah skor 1 sehingga nilai terendah yang mungkin diperoleh oleh setiap responden adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 24.
(50)
Menurut Wahyuni (2011) berdasarkan rumus statistika: rentang
p =
banyak kelas
Dengan p adalah panjang kelas dan rentang merupakan selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah. Rentang kelas adalah 24 dan banyak kelas adalah 3, maka diperoleh panjang kelas adalah 8. Pengetahuan petani jeruk dikatakan kurang jika mendapat skor 0-8, dikatakan cukup jika mendapat skor 9-16, dan dikatakan baik jika mendapat skor 17-24.
7. Validitas dan Reliabilitas Penelitian
Menurut Setiadi (2007) validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas dalam penelitian ini berupa uji validitas isi (content validity), yaitu validitas yang merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Validitas isi selanjutnya dikonsultasikan kepada yang ahli. Uji validitas penelitian ini sudah dikonsultasikan kepada 3 orang ahli dan dinyatakan valid dengan nilai 0,975.
Menurut Setiadi (2007) reliabilitas artinya adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda. Reabilitas menunjuk bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah
(51)
baik. Instrumen yang baik tidak bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.
Uji reliabilitas dilakukan pada 30 orang petani jeruk yang bukan responden (sampel) peneliti, tetapi termasuk dalam populasi penelitian yang sama. Uji reliabilitas dilakukan di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan nilai Kuder dan Richardson 21 (K-R.21) dengan rumus (Arikunto, 2010):
�11 = � �
�−1� (1−
�(�−�) ��� ) Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir soal/pertanyaan m = skor rata-rata
Vt = varians total
Nilai koefisien r11 harus lebih tinggi 0,50 agar disimpulkan bahwa
instrumen tersebut reliabel. Nilai reliabilitas instrumen penelitian ini adalah 0,821 sehingga dinyatakan reliabel.
8. Pengumpulan Data
Prosedur awal yang dilakukan peneliti adalah mengajukan surat permohonan survei awal pelaksaan penelitian kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian surat survei awal yang diperoleh dikirim peneliti ke kantor Camat Tigapanah. Setelah mendapat surat balasan dari kantor Camat Tigapanah kemudian peneliti mendatangi kantor BPS Kabupaten Karo cabang kecamatan Tigapanah untuk menemui kepala bagian BPP kecamatan
(52)
Tigapanah untuk mengambil data jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani jeruk. Diperoleh hasil survei awal jumlah populasi petani jeruk di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo sebesar 5.289 orang. Setelah menyelesaikan proposal dan lulus sidang proposal, peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU untuk pengambilan data. Surat izin penelitian yang diberikan pendidikan ditujukan kepada Camat Tigapanah. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melanjutkan dengan proses pengambilan data. Sebelum pengambilan data, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas. Setelah valid dan reliabel, peneliti mengumpulkan data dengan cara datang ke setiap desa di Kecamatan Tigapanah kemudian peneliti lansung berbicara dengan calon responden yang ditemui oleh peneliti baik di warung, di jalan, di rumah, dan di ladang jeruk untuk mendapatkan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Setelah bertemu dengan calon responden peneliti memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, serta cara pengisian kuesioner dengan jelas. Calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden).
Responden kemudian diminta untuk menjawab semua pernyataan yang diajukan peneliti dalam kuesioner. Selama mengisi kuesioner, peneliti menemani responden sehingga apabila ada pertanyaan dari responden peneliti dapat langsung menjelaskan pertanyaan tersebut dengan jelas sampai responden mengerti. Peneliti menunggu sampai responden selesai mengisi kuesioner. Setelah
(53)
responden selesai mengisi kuesioner dan memberikannya pada peneliti, peneliti memeriksa kelengkapan jawaban responden saat itu juga. Jika sudah lengkap maka peneliti mengucapkan terima kasih dan berpamitan kepada responden. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis.
9. Analisis Data
Menurut Wahyuni (2007), data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data serta perbaikan isian kuesioner. Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatannya kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer (coding). Data-data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam komputer (data entry). Kemudian dilakukan
cleaning data untuk memeriksa semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk menghindari kesalahan data. Data-data tersebut dibuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisis data (tabulating). Data-data tersebut kemudian dianalisis (analysis) dengan program komputerisasi.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dengan statistik deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik responden dari kuesioner data demografi yakni umur, jenis kelamin, pendidikan, lama menjadi petani jeruk pengguna pestisida, dan pengalaman mengikuti pelatihan/penyuluhan dan data kuesioner tentang gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan persentase.
(54)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
1. Hasil Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 Februari sampai dengan 25 April 2014 di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Jumlah sampel yang diteliti adalah 103 orang.
1.1Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian bahwa karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas berumur 41-60 tahun (dewasa madya) sejumlah 59 orang (57,3%), berdasarkan jenis kelamin mayoritas laki-laki sejumlah 78 orang (75,7%), berdasarkan pendidikan mayoritas SMP sejumlah 42 orang (40,8%), berdasarkan lama menjadi petani jeruk pengguna pestisida mayoritas 5-10 tahun sejumlah 53 orang (51,5%) dan berdasarkan pernah/tidaknya mengikuti pelatihan atau penyuluhan tentang pestisida mayoritas responden tidak pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan tentang pestisida yakni sejumlah 80 orang (77,7%). Hasil karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 5.1
(55)
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Petani Jeruk Pengguna Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (n=103 Orang)
Umur
18-40 (dewasa dini) 39 37.9
41-60 (dewasa madya) 59 57.3
>60 (dewasa lanjut) 5 4.9
Total 103 100.0
Jenis Kelamin
Laki-laki 78 75.7
Perempuan 25 24.3
Total 103 100.0
Pendidikan
Tidak tamat SD 2 1.9
SD 11 10.7
SMP 42 40.8
SMA 35 34.0
Akademi/ Perguruan Tinggi 13 12.6
Total 103 100.0
Lama menjadi Petani Jeruk Pengguna Pestisida (Tahun)
5-10 53 51.5
11-15 26 25.2
16-20 17 16.5
21-25 4 3.9
26-30 3 2.9
Total 103 100.0
Penyuluhan tentang Pestisida
Pernah 23 22.3
Tidak pernah 80 77.7
Total 103 100.0
1.2Pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah
(56)
Kabupaten Karo mayoritas kategori cukup sejumlah 40 orang (38,8%), kategori kurang sejumlah 36 orang (35,0%), dan kategori baik sejumlah 27 orang (26,2%). Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk
tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (n=103 orang)
Pengetahuan Jumlah responden (n) Persentasi (%)
Baik 27 26.2
Cukup 40 38.8
Kurang 36 35.0
Total 103 100.0
2. Pembahasan
Pada pembahasan ini peneliti akan mendeskripsikan gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
Berdasarkan hasil analisis data, peneliti mendapat gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo masih cukup, dimana dari 103 responden mayoritas pengetahuan cukup 40 orang (38,8%), kemudian pengetahuan kurang 36 orang (35,0%), dan pengetahuan baik 27 orang (26,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukmawati dan Maharani (2004) dimana juga didapatkan hasil mayoritas pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida dan pengelolaannya adalah cukup yakni sejumlah 35 orang (57,4%) dari 61 orang. Hasil penelitian Sukmawati dan Maharani (2004) mengatakan ada hubungan antara pengetahuan tentang pengelolaan pestisida dengan kejadian keracunan pestisida. Hal ini didukung oleh pernyataan Notoadmojo (2003), pengetahuan merupakan faktor
(57)
pengetahuan adalah salah satu faktor pertama perilaku. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Oleh karena itu, pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat pengunaan pestisida berdampak pada kejadian keracunan pestisida dimana kurangnya pengetahuan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida akan memberi andil yang besar dalam sikap dan tindakan negatif yang dilakukan petani saat menggunakan pestisida. Pengetahuan petani yang cukup dan kurang mungkin disebabkan karena petani tidak memiliki informasi yang akurat dan jujur tentang penggunaan pestisida yang benar dan bijak sehingga kasus keracunan pada petani sering terjadi (Djojosumarto, 2004). Pernyataan ini juga didukung oleh Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah kesempatan untuk mendapat informasi, selain dari pendidikan, pengalaman, budaya, kepercayaan/agama dan faktor sosial ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas umur responden berada pada rentang 41-60 tahun yaitu sejumlah 59 orang (57,3%) kemudian diikuti umur 18-40 tahun sejumlah 39 orang (37,9%), dan >60 sejumlah 5 orang (4,8%). Pembagian umur ini berdasarkan psikologi perkembangan manusia Hurlock (1999). Karena menurut Siagian (1995, dalam Napitupulu, 2007) pengetahuan dalam bekerja dipengaruhi oleh umur yang dapat dilihat dari maturasi kedewasaan psikologis artinya semakin dewasa seseorang diharapkan menunjukkan kematangan jiwa sehingga semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional dan menunjukkan kematangan intelektual. Jika dilihat dari
(58)
segi umur mayoritas responden adalah dewasa madya. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pengetahuan responden adalah cukup (38,8%), hal ini didukung oleh penyataan Hurlock (1999) dimana masa dewasa madya adalah masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis, yang berarti juga kemampuan berpikir secara rasional dan intelektual menurun. Namun, pada penelitian ini pertambahan umur tidak menjadi tolak ukur mutlak terhadap pengetahuan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida karena setiap rentang umur sama-sama memiliki pengetahuan yang cukup. Sejalan dengan hasil penelitian Wahyuni dan Krianto (2011, dalam Pangesti, 2012) dimana tidak ada perbedaan pengetahuan yang bermakna diantara perbedaan usia responden (p>0.05; α=0,05). Terdapat faktor lain dalam menentukan level pengetahuan responden seperti pengalaman dan jumlah informasi yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu 78 orang (75,5%) sedangkan perempuan 25 orang (24,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marsaulina dan Wahyuni (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani, dimana proporsi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, dimana masing-masing 83,3% dan 16,7% dari total responden 72 orang. Kemungkinan penyebabnya adalah karena mayoritas yang bekerja mengaplikasikan pestisida adalah laki-laki sehingga responden yang paling banyak ditemui adalah laki-laki.
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendidikan karena tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya pengetahuan dan pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula pengetahuannya
(59)
dan sebaliknya semakin rendah pendidikan umumnya semakin rendah juga pengetahuan yang dimilikinya (Notoadmojo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pendidikan responden adalah SMP 42 orang (40,8%), SMA 35 orang (34,0%), Akademi/Perguruan Tinggi 13 orang (12,6%), SD 11 orang (10,7%), tidak tamat SD 2 orang (1,9%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas pengetahuan cukup (38,8%), kemudian diikuti pengetahuan kurang (35,0%). Hasil penelitian seperti ini mungkin dikarenakan mayoritas pendidikan responden adalah SMP. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Herawani (2002) bahwa pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Jika pendidikan rendah maka pengetahuan tentang kesehatan cenderung kurang terutama kemampuan hidup sehat untuk diri sendiri (Resti, 2005 dalam Rangkuti, 2007). Sekartini, dkk. (2002, dalam Rangkuti, 2007) berpendapat dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan makin besar kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan, berpikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya. Namun responden dengan pendidikan formal yang lebih rendah bisa mempunyai pengetahuan yang baik jika responden tersebut rajin mencari informasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lama responden menjadi petani jeruk pengguna pestisida mayoritas 5-10 tahun sejumlah 53 orang (51,5%), 11-15 tahun sejumlah 26 orang (25,2%), 16-20 tahun sejumlah 17 orang (16,5%), 21-25 sejumlah 4 orang (3,9%), dan 26-30 tahun sejumlah 3 orang (2,9%). Banyak petani jeruk menggunakan petisida dalam jangka waktu yang lama. Berhubung karena dengan penggunaan petisida, hama-hama yang merusak
(60)
tumbuhan pertanian dapat diatasi sehingga petani terus menggunakan senyawa pestida untuk menuntaskan hama-hama pertanian (Palar, 2008). Tetapi ini beresiko bagi kesehatan penggunanya sehingga penting untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang keracunan akibat penggunaan pestisida dan penggunaan pestisida yang baik dan bijaksana. WHO (1986, dalam Afryanto, 2008) mengungkapkan penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik sehingga penggunaan pestisida harus dilakukan dengan benar.
Notoatmodjo (2003) menyatakan informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, semakin banyak terpapar dengan sumber informasi, maka pengetahuan juga akan bertambah. Salah satu sumber informasi dapat diperoleh melalui penyuluhan atau pendidikan. Pada penelitian ini mayoritas pengetahuan cukup yakni sejumlah 40 orang (38,8%), kemudian diikuti pengetahuan kurang 36 orang (35,0%) dan hanya 27 orang (26,2%) berpengetahuan baik. Kemungkinan penyebabnya adalah karena masih banyak responden yang belum pernah mengikuti penyuluhan. Kondisi ini dibuktikan dari hasil penelitian, dimana sebagian besar responden tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang pestisida yaitu sejumlah 80 orang (77,7%) dan hanya 23 orang (22,3%) yang pernah mengikuti penyuluhan tentang pestisida.
Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian bekerjasama dalam memantau dan melaksanakan penyuluhan tentang keracunan akibat pestisida serta menemukan solusi dari masalah tersebut. Dinas Kesehatan menangani masalah keracunan akibat penggunaan pestisida dan dampak yang dapat ditimbulkannya. Sedangkan
(61)
Dinas Pertanian berkewajiban menangani tentang bagaimana prosedur yang benar dalam penggunaan pestisida. Pemerintah telah berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida sehingga dikeluarkan PP No. 7 tahun 1973 sebagai peraturan dan pelaksanaan UU No. 11 tahun 1962 tentang Higiene, yang pada intinya ditujukan untuk mencegah dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan, serta agar pestisida dapat digunakan dengan benar (Munaf, 1995). Menteri Kesehatan RI juga mengeluarkan peraturan tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Pestisida dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 258/MENKES/PER/III/1992 (Munaf, 1995).
Mengingat pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan pestisida yang benar, maka sangatlah perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pengetahuan para petani pengguna pestisida sehingga tingkat keracunan yang diakibatkannya dapat dihindari. Salah satu usaha tersebut adalah penyuluhan/pendidikan kesehatan oleh pihak yang terkait, salah satunya adalah petugas kesehatan (Sianturi, 2009).
Perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peran penting dalam usaha memberi serta meningkatkan pengetahuan tentang keracunana akibat penggunaan pestisida serta tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida kepada para petani pengguna pestisida. Hal tersebut dapat diwujudnyatakan melalui pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida bagi para petani pengguna pestisida secara berkala dan kontinu serta melakukan pemeriksaan keracunan pestisida secara
(62)
berkala untuk menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi bagi petani yang terkena keracunan atau dampak keracunan.
Selain itu, perawat juga bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam merencanakan program penyuluhan atau pendidikan kesehatan bagi masyarakat, melaksanakan program tersebut, dan menilai hasil program pendidikan kesehatan tersebut (Ali, 2010).
Berdasarkan hasil percakapan dengan petugas kesehatan Puskesmas Tigapanah, penyuluhan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida belum pernah dilakukan, yang pernah dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolinesterase darah dan itu hanya dilakukan di beberapa desa saja yakni desa Aji Mbelang, desa Aji Buhara dan desa Aji Julu dengan hasil dari 54 responden, 23(42,5%) responden mengalami keracunan (Dinkes Kab. Karo,2008) dan belum ada program penyuluhan berkala berfokus pada keracunan atau dampak keracunan akibat penggunaan pestisida. Padahal hal ini sangat dibutuhkan karena seperti yang telah diketahui tingkat keracunan pestisida di beberapa desa di Kecamatan Tigapanah yang sudah diperiksa kadar kolinesterasenya menunjukkan bahwa tingkat keracunan petani masih cukup tinggi dan sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keracunan akibat penggunaan pestisida memberi dampak negatif bagi kesehatan. Raini (2007) mengatakan, kenyataan yang ada di masyarakat selama ini adalah umumnya masyarakat tidak menyadari gejala gangguan kesehatan yang dialaminya merupakan keracunan pestisida karena gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit yang serius. Kebiasaan masyarakat yang telah menggunakan pestisida secara tidak benar dan
(63)
turun temurun terkadang membuat mereka tidak peduli akan syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida dan menganggap enteng resiko yang mungkin timbul dari pestisida sehingga tingkat keracunan pada petani masih cukup tinggi.
Arisman (2009) menjelaskan keracunan kronik akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai prosedur yang benar akan menyebabkan mutagenik (kemampuan untuk menyebabkan perubahan genetik), karsinogenik (kemampuan untuk menimbulkan kanker), teratogenik (kemampuan untuk menyebabkan kelainan janin), onkogenik (kemampuan menginduksi pertumbuhan tumor), meningkatkan sensitifitas alergi, kerusakan hati (kematian sel, ikterus, sirosis, fibrosis, dan kanker hati), serta gangguan sistem reproduksi (jumlah sperma berkurang, kemandulan, dan aborsi).
World Health Organization (WHO) (1990) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 1-5 juta kasus keracunan pestisida tanpa disengaja pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan tersebut terjadi di negara berkembang dengan tingkat kematian mencapai 20.000 korban jiwa. Sekitar 5000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (WHO dalam Fikri, Setiani, & Nurjazuli, 2012).
Pestisida yang terakumulasi dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh yang menjadi target bahan kimia tersebut. Salah satu target bahan kimia pestisida adalah hati karena hati merupakan pusat detoksifikasi zat beracun dalam tubuh. Kerusakan atau gangguan fungsi hati yang kronik dapat meningkatkan resiko kejadian sirosis hati.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)