Struktur tegakan pasca penebangan pada sistem tebang pilih tanam jalur di konsesi hutan PT Erna Djuliawati

STRUKTUR TEGAKAN PASCA PENEBANGAN PADA
SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR DI KONSESI
HUTAN PT ERNA DJULIAWATI

TITIN MARTINA MARPAUNG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Struktur Tegakan
Pasca Penebangan pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Konsesi Hutan PT
Erna Djuliawati” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Titin Martina Marpaung
NIM E14100022

ABSTRAK
TITIN MARTINA MARPAUNG. Struktur Tegakan Pasca Penebangan pada
Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Konsesi Hutan PT Erna Djuliawati.
Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.
Kegiatan pemanenan kayu akan mengakibatkan terjadinya perubahan
keseimbangan ekosistem hutan sehingga dapat mempengaruhi struktur dan
komposisi jenis tegakan hutan. Pengetahuan tentang struktur tegakan diperlukan
untuk menunjukkan potensi tegakan yang layak dikelola dan memberikan
gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan. Struktur tegakan dapat
digambarkan dengan model struktur tegakan, yaitu model famili sebaran dan
regresi. Data pengamatan diambil dari petak bekas tebangan yang menerapkan
sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dengan kondisi hutan
berdasarkan tahun pasca penebangan yaitu 12, 8, 6, 4. 2 tahun. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan model persamaan struktur tegakan yang dapat

menggambarkan potensi tegakan pada sistem TPTJ dan menganalisis komposisi
jenis yang dominan dalam regenerasi alami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
model famili sebaran lognormal merupakan model yang konsisten terpilih dalam
menggambarkan kondisi struktur tegakan pada areal PT Erna Djuliawati. Areal
hutan tersebut memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang cenderung tinggi
dengan penguasaan jenis terdapat pada beberapa jenis
Kata kunci: Model Struktur Tegakan, Model Famili Sebaran, Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur.

ABSTRACT
TITIN MARTINA MARPAUNG. Stand Structure Post-logging within
Silviculture System of Selective Cutting and Line Planting in Forest Area
Company, PT Erna Djuliawati. Supervised by TEDDY RUSOLONO.
Forest harvesting causes the changes of forest ecosystem stability that can
posses structure and species composition of forest stands. Stand structure is
needed to show timber standing stock and describe stands regeneration ability.
Stand structure can be described by the model of stand structure, there are family
distribution and regression model. This research data was taken from the
observation plot logged silviculture system of selective cutting and line planting
of forest conditions based of post-logging at 12, 8, 6, 4, 2 years. This research

aims to determine the model equations that can describe the timber standing stock
in silviculture system of selective cutting and line planting and analyze the
composition of the dominant species in natural regeneration. The results showed
that the family distribution model of lognormal is the best model to describe the
condition of stand structure in the area of PT Erna Djuliawati. The forest area has
high preference of diversity index within species dominant at several species.
Keywords: Stand Structure Model, Family Distribution Model, Silviculture
System of Selective Cutting and Line Planting.

STRUKTUR TEGAKAN PASCA PENEBANGAN PADA
SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR DI KONSESI
HUTAN PT ERNA DJULIAWATI

TITIN MARTINA MARPAUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Struktur Tegakan Pasca
Penebangan pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Konsesi Hutan PT Erna
Djuliawati” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Teddy Rusolono selaku
pembimbing skripsi. Selain itu, penulis juga berterima kasih kepada Bapak
Fachrudin Makarusa selaku manajer camp yang telah memberikan ijin penelitian,
kepada Bapak Budi Harsana, S.hut dan Bapak Dian Arizona, S.hut serta pihak PT
Erna Djuliawati yang telah membantu dalam proses pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Titin Martina Marpaung

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


2

Metode Pengumpulan Data

3

Rancangan Sampling

3

Pengumpulan Data

4

Prosedur Analisis Data

5

Struktur Tegakan


5

Keanekaragaman Jenis

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Deskripsi Data Pengukuran Kerapatan Tegakan

8

Luas Bidang Dasar Tegakan

9

Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Famili Sebaran


10

Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Persamaan Regresi

13

Keanekaragaman jenis

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

18

Saran


18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.

Petak contoh penelitian yang dipilih
Kerapatan tegakan berdasarkan kelas diameter
Lbds tegakan aktual pada areal hutan
Nilai kemungkinan maksimum model famili sebaran
Hasil uji uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model
famili sebaran
Model persamaan regresi pada hutan alam
Hasil uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model regresi
Jumlah jenis untuk tiap kelompok jenis pada tingkat permudaan
Indeks Dominansi dan Indeks Keanekaragaman pada tingkat
permudaan

3
8
9
10
13
13
16
17
17

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peta lokasi penelitian di PT. Erna Djuliawati
Bentuk petak ukur pengamatan
Kerapatan aktual dan dugaan seluruh jenis dengan model famili
sebaran berdasarkan tahun penebangan
Kerapatan aktual dan dugaan kelompok jenis dipterocarpaceae
dengan model famili sebaran berdasarkan tahun penebangan
Kerapatan aktual dan dugaan pada seluruh jenis dengan model
persamaan regresi
Kerapatan aktual dan dugaan pada kelompok jenis
dipterocarpaceae dengan model persamaan regresi
Komposisi jenis berdasarkan kelompok famili

2
4
11
12
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nilai parameter pada tiap model famili sebaran
Struktur tegakan data aktual dan hasil pendugaan model lognormal
pada tiap kondisi hutan
Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 2 tahun
Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 4 tahun
Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 6 tahun
Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 8 tahun
Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 12 tahun
Proses pengolahan data dengan menggunakan matlab
Daftar nama jenis pohon di areal PT Erna Djuliawati

20
21
22
22
22
23
23
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.11/Menhut-II/2009, Hutan
alam memiliki tiga sistem silvikultur yang dapat diterapkan, yaitu Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Rumpang (TR), dan Tebang Pilih Tanam Jalur
(TPTJ). Dewasa ini, sistem silvikultur TPTJ cukup diperhatikan dalam
penerapannya. Sistem silvikultur TPTJ adalah sistem silvikultur yang menerapkan
penanaman pada jalur selebar 3 m yang telah dibersihkan dari pohon ataupun
permudaan. Penanaman pada jalur dilakukan untuk mengupayakan permudaan
tegakan hutan yang lestari. Pada sistem TPTJ, limit diameter yang ditebang lebih
rendah dibandingkan dengan TPTI. Siklus tebang yang digunakan dalam TPTJ
adalah 25 tahun dengan tebang habis pada jalur tanam dan pada jalur antara
dilakukan penebangan pada diameter ≥40 cm. Hal ini akan menyebabkan
kemungkinan terjadinya kerusakan yang lebih besar dalam penggunaan sistem
TPTJ karena tegakan yang ditebang lebih banyak dari sistem TPTI.
Struktur tegakan pada hutan alam umumnya akan berbentuk kurva J
terbalik. Menurut Indriyanto (2010), jumlah pohon terbanyak berada pada kelas
diameter terkecil, dan menurun jumlahnya dengan bertambahnya ukuran diameter.
Penelitian ini menggambarkan struktur tegakan pada sistem TPTJ dalam beberapa
jangka waktu setelah penebangan, sehingga dapat ditunjukkan pemulihan struktur
tegakan dari awal penebangan sampai pada kurun waktu tertentu. Pemulihan
tegakan setelah pemanenan akan berlangsung secara perlahan melalui proses
suksesi sekunder. Pengetahuan tentang struktur tegakan diperlukan untuk
mengetahui potensi tegakan minimal yang harus tersedia sehingga layak dikelola,
dan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan
(Suhendang 1994). Selain itu, data pendugaan struktur tegakan juga sangat
berguna dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan (Susanty et al. 2013).
Perubahan struktur tegakan yang terjadi dapat digambarkan melalui model
famili sebaran yang dapat menggambarkan struktur tegakan yaitu umumnya
adalah famili sebaran gamma, lognormal, weibul, dan eksponensial negatif. Selain
itu, terdapat model persamaan regresi Meyer yang memprediksikan nilai
kerapatan pohon per luasan hutan melalui sebaran diameter tegakan. Model
tersebut menjelaskan hubungan terbalik antara diameter dan kerapatan pohon.
Semakin besar diameter suatu tegakan akan semakin sedikit kerapatan tegakan
tersebut dan sebaliknya, semakin kecil diameter akan semakin besar nilai
kerapatan tegakan tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari struktur tegakan tinggal
pasca penebangan pada sistem TPTJ melalui pendekatan fungsi sebaran dan
mempelajari pemulihan struktur tegakan dan biodiversitasnya pada berbagai
kondisi hutan setelah penebangan.

2

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui
perubahaan struktur tegakan yang terjadi akibat dari kegiatan pemanenan hutan
yang dilakukan dari segi permudaan alam ataupun keanekaragaman jenis.
Sehingga, pihak pengelola dapat mengetahui/mengantisipasi tindakan silvikultur
yang tepat untuk hutan yang dikelola.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di konsesi hutan PT Erna Djuliawati, Kabupaten Seruyan
Hulu, Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April
sampai bulan Mei 2014. Areal pengusahaan hutan di PT Erna Djuliawati disajikan
pada Gambar 1 dengan plot penelitian ditunjukkan oleh warna merah.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PT Erna Djuliawati

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT Erna Djuliawati mendapatkan hak pengusahaan hutan (HPH) sejak
diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 242/Kpts/IUPHHK/4/1979
pada tanggal 2 April 1979 dengan luas areal konsesi sebesar 185.000 ha. Pada
awal pengusahaan hutan tersebut, sistem silvikultur yang digunakan adalah sistem
silvikultur TPI/TPTI (Budiansyah 2006). Sedangkan, penerapan sistem TPTJ
dilakukan sejak tahun 1999 yang merupakan tahun awal dari program pemerintah.
PT Erna Djuliawati merupakan salah satu perusahaan HPH yang pertama
menerapkan sistem TPTJ. Sistem TPTJ pada awalnya merupakan sistem

3

silvikultur uji coba dari HTI dan masih belum ditetapkan ukuran tiap jalurnya,
jarak tanaman dan sebagainya. Sehingga, pada penerapan awal dalam penanaman
masih belum teratur seperti saat ini.
Secara geografis areal kerja IUPHHK-HA PT Erna Djuliawati terletak pada
bentang 00˚52‟30” LS - 01˚22‟30” LS, dan 111˚30‟00” BT - 11˚07‟30” BT
dengan luas areal konsesi 184.206 ha. Areal kerja PT. Erna Djuliawati terletak
pada ketinggian antara 111-1.082 m . Areal kerja PT Erna Djuliawati memiliki
jenis tanah antara lain latosol (44%) dan podsolik merah kuning (56%).
Berdasarkan Peta Agroklimat Pulau Kalimantan skala 1 : 3.000.000 dari Lembaga
Penelitian Tanah Bogor tahun 1979, keadaan iklim di areal kerja PT. Erna
Djuliawati menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian besar wilayahnya
termasuk tipe A dan sebagian tipe B dengan curah hujan rata-rata per tahun
sebesar 3.303 mm dan intensitas hujan sekitar 20 mm/hari (PT Erna Djuliawati
2010).
Metode Pengumpulan Data
Rancangan Sampling
Lokasi penelitian adalah lokasi bekas tebangan dan merupakan rotasi tebang
kedua. Sistem silvikultur pada rotasi tebang pertama di lokasi penelitian tersebut
masih menggunakan sistem TPI/TPTI. Petak contoh dipilih secara purposive
sampling berdasarkan tahun penanaman jalur dan kelerengan lapangan. Jumlah
plot contoh yang diukur adalah 10 plot dengan total luas 10 ha. Petak contoh
penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Petak contoh penelitian yang dipilih
Tahun setelah
penebangan

Blok
RKT

Et+12

2002

Et+8

2006

Et+6

2008

Et+4

2010

Et+2

2012

Petak

R-29
R-29
PP-31
QQ-31
HH-38
HH-39
GG-45
GG-45
MM-31
MM-31

Jumlah
plot
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Luas
plot
(ha)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Kondisi kelerengan

agak curam (30 %)
agak datar (9%)
agak curam (28%)
datar (4%)
agak curam (30%)
datar (6%)
agak curam (35%)
datar (8%)
agak curam (31%)
datar (5%)

Metode yang digunakan untuk mengukur struktur tegakan adalah metode
jalur berpetak yang arah jalurnya ditunjukkan oleh arah panah pada Gambar 2.
Pengukuran pohon yang dilakukan dimulai dari arah utara ke selatan pada jalur
yang terdiri atas sub petak yang berukuran 22 m x 20 m. Pada setiap sub petak
tersebut dilakukan pengukuran diameter, jumlah individu jenis pada tingkat pohon
dan tiang. Berdasarkan teknik silvikulturnya, terdapat dua bentuk petak contoh
yang berbeda dari ukuran tiap jalur antaranya. Pada teknik silvikultur TPTJ

4

intensif, jalur antara berukuran 17 m dan pada teknik silvikultur TPTJ biasa
berukuran 22 m. Pada petak contoh dua tahun sebelum penanaman, ukuran jalur
antara adalah 17 m sedangkan pada petak lainnya adalah 22 m. Hal ini
dikarenakan terdapat perbedaan teknik silvikultur yang digunakan. Plot contoh
dibuat berukuran 100 m x 100 m (1 ha) seperti pada Gambar 2:

Gambar 2 Bentuk petak ukur pengamatan pada sistem TPTJ
Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam pengamatan berupa data primer meliputi data
pengukuran dimensi pohon dan jenis pohon. Pengukuran pohon dilakukan pada
tingkat tiang dan pohon yaitu dengan diameter ≥ 10 cm. Data yang diambil berupa
diameter dan jenis dari seluruh pohon yang terdapat pada petak pengamatan.
Pengukuran diameter dilakukan pada diameter setinggi dada (dbh) yaitu pada
ketinggian ±130 cm dari permukaan tanah dan 20 cm di atas banir untuk pohon
yang berbanir. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meter sedangkan
untuk menentukan ukuran/jarak petak yang berukuran 100 m x 100 m digunakan
pita ukur dan tali tambang dan tali rafia. Kelerengan petak dilakukan dengan
menggunakan abney level. Pengukuran jenis pohon dibantu oleh pengenal jenis
dengan melakukan identifikasi terhadap batang, kulit, daun, dan tajuk dari suatu
pohon. Pengukuran jenis digunakan untuk mengetahui indeks nilai penting (INP)
yang dilakukan pada sub petak yang sama (22 m x 20 m) untuk tingkat pohon dan
tiang.

5

Prosedur Analisis Data
Struktur Tegakan
1. Penggolongan tegakan berdasarkan kelompok jenis
Pengolahan data dimulai dengan menggolongkan setiap tegakan berdasarkan
kelompok jenisnya, yaitu jenis dipterocarpaceae dan kelompok seluruh jenis.
Masing-masing diameter pada setiap kelompok digolongkan berdasarkan kelas
diameter dengan lebar kelas 10 cm, dimulai dari selang10-20 cm sampai pada
selang >90.
2. Mengukur kerapatan tegakan pada tiap kelas diameter
Jumlah pohon
Kerapatan (phn/ha) =
Luas plot

3. Pendugaan model famili sebaran
Dalam penelitian ini, akan digunakan 4 model famili sebaran yaitu, model
famili sebaran gamma, lognormal, weibul, dan eksponensial negatif. Analisis
data untuk menentukan struktur tegakan dengan model famili sebaran meliputi
pendugaan parameter, pemilihan model, dan pengujian kesesuaian model.
(a) Pendugaan parameter
Model eksponensial negatif hanya memiliki satu parameter sedangkan
model lainnya memiliki dua parameter. Pendugaan parameter dilakukan
dengan memasukkan runcode yang sesuai pada sofware Matlab R2008.
(b) Pemilihan model
Setelah melakukan pendugaan parameter, dilakukan pendugaan fungsi
kemungkinan dengan menggunakan Matlab R2008. Model yang memiliki
nilai fungsi kemungkinan maksimum merupakan model yang terbaik untuk
digunakan. Berikut merupakan prosedur dalam memilih model famili
sebaran (Harinaldi 2005).
Sebaran Gamma
Sebuah variabel acak kontinu X yang memiliki distribusi gamma akan
terdapat dua parameter yaitu parameter bentuk α dan parameter skala β
dimana α > 0 dan β > 0 jika fungsi kepadatan probabilitas dari X untuk x ≥ 0
adalah:

1
�; ;
=
� −1
ᴦ( )
Sebaran Lognormal
Sebuah variabel acak kontinu non-negatif X dikatakan memiliki distribusi
lognormal apabila ln(X) memiliki sebuah distribusi normal. Fungsi
kepadatan probabilitas dari sebuah variabel acak yang memenuhi distribusi
lognormal jika ln(X) terdistribusi normal dengan parameter µ dan σ untuk x
≥ 0 adalah:
1
− ln � − /(2� 2 )
� �; , � =
2���

6

Sebaran Weibull
Jika sebuah variabel acak kontinu X memiliki distribusi weibull
dengan parameter bentuk α dan faktor skala c, dimana α > 0 dan c > 0, maka
fungsi kepadatan probabilitas dari X adalah:
�; ,

=




−1 −( )

Sebaran Eksponensial Negatif
Variabel acak kontinu X yang memiliki distribusi eksponensial
dengan parameter θ dimana θ>0, maka fungsi kepadatan probabilitas dari X
untuk x ≥ 0 adalah:
�; � = � −��

Setelah model famili sebaran yang terbaik diperoleh, model kerapatan
tegakan diduga melalui persamaan berikut :


,



=

� (�)

Persamaan di atas dapat ditulis juga dalam bentuk:
�( , ) = � � ≤ � ≤ � �
Keterangan:
N(a,b)
= kerapatan pohon dugaan pada selang diameter xa sampai xb
N
= kerapatan pohon aktual dari hasil pengamatan
f(x)
= fungsi kemungkinan maksimum dari model famili sebaran yang
terpilih.
(c) Pengujian kesesuaian model
Model famili sebaran yang diperoleh dilakukan pengujian kesesuaian model
terhadap struktur tegakan yang terbentuk. Uji yang digunakan adalah uji
khi-kuadrat. Khi-kuadrat hitung dapat diperoleh melalui persamaan berikut
(Jayaraman 1999) :
k
2
Xhit

=
i=1

(Oi − Ei )2
Ei

Keterangan :
x2hit
= nilai uji khi kuadrat hitung
Oi
= frekuensi data hasil pengamatan pada kelas ke i
Ei
= frekuensi data hasil pengamatan pada kelas ke i
k
= jumlah kelas ( i= 1,2,3..., k)
4. Pendugaan model persamaan regresi
Pendugaan struktur tegakan dengan menggunakan persamaan regresi dapat
diperoleh dengan tahapan sebagai berikut:
(a) Melakukan eksplorasi data yaitu data dipetakan pada koordinat salib sumbu
dengan diameter sebagai absis dan kerapatan pohon per hektar sebagai
ordinat.
(b) Analisis regresi pada Minitab 16 dalam bentuk regresi non-linier. Bentuk
persamaan yang digunakan adalah (Meyer et al. 1961) :
� = . e−

7

Apabila ditransformasikan, bentuk persamaan akan menjadi seperti berikut:
ln � = ln − . ln .
Keterangan:`
N = kerapatan pohon per luasan
e = bilangan Napier (2.718)
a = konstanta (penurunan jumlah pohon setiap kenaikan diameter pohon)
D = diameter pohon
Ln = logaritma natural
Keanekaragaman jenis
Keanekaragaman jenis dapat dilihat melalui indeks nilai penting, indeks
dominansi, dan indeks keanekaragaman.
(a) Indeks nilai penting (INP)
Komposisi dan jenis-jenis yang dominan dihitung berdasarkan indeks nilai
penting (INP). INP adalah nilai penjumlahan dari kerapatan relatif,
frekuensi relatif dan dominansi relatif untuk tingkat tiang dan pohon.
(b) Indeks dominansi Simpson (Ludwig & Reynold 1988)
=


�=1

Keterangan :

��


2

λ = indeks dominansi
S = jumlah jenis
ni = jumlah individu jenis ke-i (i=1,2,3,...,S)
N = jumlah individu seluruh jenis
(c) Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Ludwig & Reynold 1988)


Keterangan :

= −


�=1

��
��
. �



H‟ = indeks keanekaragaman
S = jumlah jenis
ni = jumlah individu jenis ke-i (i=1,2,3,...,S)
N = jumlah individu seluruh jenis
Ln = logaritma natural

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Pengukuran Kerapatan Tegakan
Berikut disajikan kerapatan tegakan pada Tabel 2. Kerapatan tegakan pada
petak penelitian berkisar 312-551 pohon/ha untuk seluruh jenis dengan nilai
rataan sebesar 483 pohon/ha.
Tabel 2 Kerapatan tegakan berdasarkan kelas diameter
Tahun
setelah
penebangan
Et+12

Et+8

Et+6

Et+4

Et+2

Kerapatan tegakan per kelas diameter (N/ha)
Kelompok jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis

10-19 20-29 30-39 40-49 50 up Total
96
28
7
8
19
157
251
69
28
12
19
378
347
97
35
20
38
535
120
26
7
7
15
174
223
81
31
19
22
377
344
106
38
26
37
551
33
8
5
4
5
53
319
92
31
11
16
469
352
100
36
15
21
522
32
12
9
3
3
59
254
106
35
26
14
435
286
118
43
30
17
494
34
12
12
5
4
66
119
62
39
13
12
245
154
74
51
18
15
312

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan sistem TPTI, yaitu
Setiawan (2013) di Kalimantan Timur pada beberapa jangka waktu setelah
penebangan adalah sebesar 250-511 pohon/ha, sedangkan hasil penelitian Muhdin
(2012) menunjukkan kerapatan tegakan di Kalimantan yaitu 113-607 pohon/ha.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sistem TPTJ masih tergolong cukup baik
karena kerapatannya yang masih tidak jauh berbeda dengan sistem TPTI.
Berdasarkan hasil pengamatan, kerapatan tegakan seluruh jenis semakin
meningkat dengan bertambahnya jangka tahun setelah penebangan sampai pada
Et+8 dan mengalami penurunan pada Et+12. Hal ini dikarenakan pada Et+12
belum memperhatikan teknik pemanenan yang baik sehingga kerusakan yang
terjadi lebih besar. Sehingga pemulihan tegakannya relatif lama. Tabel 2 juga
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada penyebaran tegakan pada kondisi
tersebut. Kerapatan kelompok jenis non-dipterocarpaceae lebih mendominasi pada
setiap tingkat pohon. Hal ini dapat terjadi karena kelompok dipterocarpaceae
merupakan kelompok jenis komersil yang ditebang setiap tahunnya.
Kerapatan tegakan menyatakan jumlah individu pohon yang terdapat pada
suatu areal yang dapat menggambarkan kondisi tegakan hutan. Kerapatan pohon
pada kelas diameter yang semakin rendah akan semakin besar dan sebaliknya,

9

kerapatan pohon pada kelas diameter yang besar akan semakin rendah. Pemilihan
pohon yang akan dipanen pada saat pemanenan tentu akan mempengaruhi struktur
tegakan hutan.
Luas Bidang Dasar Tegakan
Menurut Suhendang (1985), luas bidang dasar tegakan adalah banyaknya
luas penampang melintang pohon pada diameter setinggi dada dan biasanya
dibatasi untuk pohon-pohon yang berdiameter tertentu.
Tabel 3 Luas bidang dasar aktual tegakan pada areal hutan
Tahun
setelah
penebangan
Et+12

Et+8

Et+6

Et+4

Et+2

Luas bidang dasar (m2/ha)
Kelompok jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Non dipterocarpaceae
Seluruh jenis

10-19
1.76
4.63
6.38
2.20
4.01
6.21
0.62
5.89
6.51
0.55
4.75
5.30
0.61
2.21
2.82

20-29
1.25
3.26
4.52
1.12
3.65
4.77
0.31
3.96
4.27
0.45
4.93
5.38
0.53
2.68
3.21

30-39
0.60
2.02
2.62
0.55
2.68
3.22
0.60
2.84
3.44
0.66
3.50
4.15
1.09
3.39
4.48

40-49
1.17
1.72
2.89
0.99
2.80
3.79
0.45
1.45
1.90
0.81
3.16
3.97
0.72
1.90
2.62

50 up
7.12
3.70
10.82
7.65
7.42
15.07
2.04
3.97
6.01
0.40
4.45
4.85
1.36
2.88
4.24

Total
11.91
15.33
27.23
12.50
20.56
33.07
4.02
18.11
22.13
2.87
20.78
23.66
4.32
13.05
17.37

Luas bidang dasar tegakan dipterocarpaceae pada petak penelitian yaitu
sebesar 2.87-12.50 m2/ha. Luas bidang dasar yang terbesar terdapat pada petak
Et+8 yaitu 12.50 m2/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pada petak Et+8 telah
mengalami proses pertumbuhan tegakan dipterocarpaceae yang paling baik
dibandingkan dengan petak lainnya.
Luas bidang dasar tegakan seluruh jenis yang terdapat pada areal petak
penelitian terdapat pada selang 17.37-33.07 m2/ha. Luas bidang dasar yang
terbesar terdapat pada petak Et+8 yaitu sebesar 33.07 m2/ha, sedangkan luas
bidang dasar pada petak Et+12 hanya sebesar 24.03 m2/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perubahan yang konsisten dengan bertambahnya jangka
waktu setelah tahun penebangan. Luas bidang dasar tegakan dipengaruhi oleh
diameter dan kerapatan tegakan. Berdasarkan hasil penelitian pada sistem TPTI
yaitu Setiawan (2013) dengan beberapa jangka waktu tahun penebangan adalah
sebesar 12.63-26.61 m2/ha, sedangkan untuk hutan primer sebesar 27.8-32.57
m2/ha. Hal ini menunjukkan luas bidang dasar pada sistem TPTJ yang diteliti
sudah cukup baik dibandingkan dengan sistem TPTI. Luas bidang dasar tegakan
pada tahun penebangan Et+8 sudah mendekati luas bidang dasar pada hutan
primer.

10

Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Famili Sebaran
Model famili sebaran merupakan model yang menggambarkan struktur
tegakan. Model ini dapat diperoleh melalui nilai parameter tiap model. Nilai
parameter tersebut yang akan menentukan nilai kemungkinan dari keempat model
famili sebaran. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai
kemungkinan maksimum. Eksponensial negatif memiliki satu parameter
sedangkan model famili sebaran yang lain memiliki dua parameter. Nilai
parameter tiap model diperoleh dengan menggunakan runcode pada software
Matlab R2008b. Berdasarkan nilai parameter masing-masing model yang terdapat
pada lampiran 1, akan dihasilkan nilai fungsi kemungkinan maksimum.
Tabel 4 yang menyajikan nilai kemungkinan maksimum dijadikan bentuk –
log L, sehingga penilaian untuk menentukan model yang terpilih menjadi terbalik.
Hal ini untuk mempermudah melihat nilai kemungkinan maksimum. Nilai
tertinggi fungsi kemungkinan maksimum pada tabel adalah nilai yang terendah.
Nilai kemungkinan maksimum yang tertinggi terdapat pada model famili sebaran
lognormal. Hal ini menunjukkan bahwa model lognormal ini merupakan model
yang terbaik untuk menggambarkan kondisi struktur tegakan dibandingkan model
lainnya. Nilai konsistensi penerimaan famili sebaran lognormal adalah sebesar
100 % untuk semua kelompok jenis dan kondisi hutan.
Tabel 4 Nilai kemungkinan maksimum model famili sebaran
Nilai fungsi kemungkinan maksimum (-log)
Petak
Gamma
Lognormal Weibull
Eksponensial
Et + 12
1110
1071
1131
1157
Et + 8
1221
1159
1249
1270
Dipterocarpaceae Et + 6
386
374
394
405
Et + 4
381
375
387
417
Et + 2
442
431
453
474
Et + 12
3555
3436
3654
3815.
Et + 8
3724
3583
3835
3984
Seluruh jenis
Et + 6
3288
3184
3417
3658
Et + 4
3164
3095
3260
3520
Et + 2
1997
1964
2046
2203
a
[menunjukkan nilai fungsi kemungkinan maksimum yang tertinggi]
Kelompok jenis

Pada jenis penelitian yang sama dan lokasi yang sama yaitu di PT Erna
Djuliawati (Patrycia 2010), model famili sebaran yang terbaik untuk
menggambarkan struktur tegakan pada lokasi tersebut adalah model famili
sebaran lognormal. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tegakan pada PT Erna
Djuliawati lebih sesuai menggunakan model lognormal meskipun sudah berbeda
jarak 4 tahun. Dalam Susanty et al. (2013) juga menyatakan bahwa model famili
sebaran lognormal merupakan model yang terpilih sebagai model yang lebih tepat
dari model lainnya pada kelompok jenis meranti dan kelompok seluruh jenis di
Kalimantan Timur. Namun, dalam penelitian Sigiro (2013) di Sumatera Barat,
model famili sebaran yang terpilih untuk menggambarkan kelompok jenis

11

400
350
300
250
200
150
100
50
0

N dugaan
N aktual

5

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

dipterocarpaceae dan seluruh jenis adalah eksponensial negatif. Hal ini
menunjukkan model famili sebaran yang terpilih akan berbeda pada saat lokasi
dan kondisi hutan yang berbeda.

400
350
300
250
200
150
100
50
0

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter(cm)

(b)

400
350
300
250
200
150
100
50
0

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

(a)
400
350
300
250
200
150
100
50
0

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

Kerapatan (N/ha)

(c)

(d)

400
350
300
250
200
150
100
50
0

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

(e)
Gambar 3 Kerapatan aktual dan dugaan seluruh jenis dengan model famili
sebaran berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d)
Et+4 (e) Et+2.
Secara umum, struktur tegakan yang diperoleh melalui model famili sebaran
menunjukkan bentuk J terbalik. Hal ini sesuai dengan Meyer et al. (1961) yang
menyatakan bentuk umum dari distribusi kelas diameter berbentuk “J Terbalik”
yang berarti bahwa jumlah pohon per satuan luas pada tingkat semai, pancang,
tiang, dan pohon berturut-turut semakin sedikit, sehingga permukaan yang ada
mampu mendukung kekosongan dari stadium pertumbuhan di atasnya.

12

140
120
100
80
60
40
20
0

N dugaan
N aktual

5

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

Model lognormal telah baik dalam menggambarkan struktur tegakan pada
areal PT Erna Djuliawati. Hal ini terlihat dari data aktual dan data dugaan yang
saling berhimpitan. Pemulihan tegakan juga terlihat baik karena semakin tinggi
tahun penebangannya semakin tinggi pula kerapatan tegakan yang terdapat petak
tersebut.
140
120
100
80
60
40
20
0

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

15

25

140
120
100
80
60
40
20
0

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

140
120
100
80
60
40
20
0

85

95

N dugaan
N aktual

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

(c)

(d)
140

Kerapatan (N/ha)

75

(b)

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

(a)

35 45 55 65
Diameter(cm)

N dugaan

120

N aktual

100
80
60
40
20
0
5

Gambar 4

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

(e)
Kerapatan aktual dan dugaan kelompok jenis dipterocarpaceae
dengan model famili sebaran berdasarkan tahun penebangan (a)
Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d) Et+4 (e) Et+2.

Setelah melakukan penerapan model famili sebaran yang terpilih, kemudian
model tersebut diuji melalui uji khi-kuadrat. Perbandingan antara data yang
diduga dan data yang diperoleh dari pengamatan untuk melihat kesesuaian
modelnya.

13

Tabel 5 Hasil uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model famili sebaran
Kondisi
hutan

Seluruh jenis
125.68
92.82
105.00
48.87
a
20.59

X2 hitung
X2 tabel
Dipterocarpaceae
47.20
70.96
a
15.86 26.29
a
7.13
a
7.85

Et +12
Et +8
Et +6
Et+ 4
Et +2
a
[ menunjukkan hasil kerapatan dugaan tidak berbeda nyata
dengan kerapatan aktual]

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok dipterocarpaceae
memiliki nilai x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel kecuali pada petak setelah
penebangan 12 dan 8 tahun. Hal ini berarti H0 diterima, yaitu terdapat kesesuaian
antara model dugaan dengan data pengamatan atau kerapatan dugaan relatif sama
dengan kerapatan aktual yang diperoleh di lapangan. Hasil dugaan struktur
tegakan pada kelompok dipterocarpaceae dengan menggunakan model famili
sebaran lognormal tidak berbeda nyata pada ketiga kondisi hutan tersebut dengan
tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan, pada kelompok seluruh jenis, nilai x2
hitung lebih rendah dari x2 tabel pada petak setelah 2 tahun penebangan dan lebih
besar pada kondisi hutan lainnya. Sehingga, hasil uji khi-kuadrat kelompok
seluruh jenis pada petak Et+2, H0 diterima sehingga data aktual dan dugaan pada
petak tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan pada petak lainnya menolak H1
yaitu kerapatan dugaan tidak sama dengan kerapatan aktual di lapangan. Hal ini
menunjukkan bahwa model famili sebaran lognormal kurang sesuai dalam
menggambarkan kondisi struktur tegakan pada kelompok seluruh jenis.
Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Persamaan Regresi
Distribusi struktur tegakan dapat digambarkan dengan menggunakan model
persamaan regresi. Model persamaan regresi dapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Model persamaan regresi pada hutan alam
Kelompok jenis

Seluruh Jenis

Dipterocarpaceae

Kondisi hutan

Persamaan regresi

Et+12

N= 2609.01e-0.1322D

Kesalahan baku
8.54

Et+8

N= 2172.27e-0.1216D

17.16

Et+6

N= 2810.92e-0.1356D

18.18

Et+4

N= 1269.98e-0.0964D

12.78

Et+2

N= 476.065e-0.0738D

8.53

Et+12

N= 703.008e-0.131D

9.23

Et+8

N= 1484.89e-0.1653D

6.15

Et+6

N= 273.431e-0.1372D

4.82

Et+4

N= 118.392e-0.0904D

4.75

Et+2

N= 105.014e-0.0762D

9.96

14

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

Model persamaan regresi memiliki selang standart error pada 4.75 sampai
18.18. model yang baik adalah model yang memiliki kesalahan baku yang rendah.
Semakin rendah nilai kesalahan baku tersebut maka akan semakin baik model
regresi tersebut (Hasan 2004).
N aktual
N dugaan

5

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

N aktual
N dugaan

5

15 25 35 45 55 65 75 85 95
Diameter (cm)

(b)

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

N aktual
N dugaan

5

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

75

85

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

(a)

95

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

N aktual
N dugaan

5

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

Kerapatan (N/ha)

(c)

75

85

95

(d)

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

N aktual
N dugaan

5

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

75

85

95

(e)
Gambar 5 Kerapatan aktual dan dugaan seluruh jenis dengan model persamaan
regresi berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d)
Et+4 (e) Et+2.
Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa kerapatan dugaan tegakan
kelompok seluruh jenis relatif sama dengan kerapatan aktualnya. Hal ini
ditunjukkan dengan kurva yang berhimpitan. Pemulihan tegakan yang
ditunjukkan cenderung baik karena terdapat perubahan struktur tegakan dari petak
tahun Et+2 sampai pada tahun Et+12.
Berdasarkan distribusi yang dilakukan dengan model famili sebaran dan
model persamaan regresi, model famili sebaran cenderung lebih teliti
dibandingkan dengan model persamaan regresi. Hal ini dikarenakan pada model
famili sebaran, dilakukan pendugaan model yang sesuai dengan bentuk struktur

15

tegakan pada hutan alam dan pengukuran datanya lebih kompleks sehingga dapat
dilakukan pendugaan pada kelas diameter tertentu saja. Sedangkan, pada model
persamaan regresi, pendugaan model tergantung dari data yang diperoleh dan
dapat tergambarkan apabila bentuknya sesuai dengan regresi. Sehingga
kemungkinan bisa tidak tergambarkan oleh regresi. Namun, penerapan pada
model regresi lebih mudah untuk diaplikasikan daripada model famili sebaran.
Sehingga, perlu diketahui distribusi pada kedua model.

140
N aktual
N dugaan

120

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

140
100
80
60
40

100
80
60
40

20

20

0

0
5

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

75

85

N aktual
N dugaan

120

5

95

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

(a)

85

95

(b)
140

140
120
100

100

80
60
40

80
60
40

20

20

0

0
5

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

75

85

N aktual
N dugaan

120

N aktual
N dugaan

Kerapatan (N/ha)

Kerapatan (N/ha)

75

5

95

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

(c)

75

85

95

(d)

Kerapatan (N/ha)

140
N aktual
N dugaan

120
100
80
60
40
20
0
5

15

25

35 45 55 65
Diameter (cm)

75

85

95

(e)
Gambar 6 Kerapatan aktual dan dugaan kelompok jenis dipterocarpaceae dengan
model persamaan regresi berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b)
Et+8 (c) Et+6 (d) Et+4 (e) Et+2.

16

Setelah melakukan penerapan model persamaan regresi, kemudian model
tersebut diuji melalui uji khi-kuadrat. Perbandingan antara data yang diduga dan
data yang diperoleh dari pengamatan untuk melihat kesesuaian modelnya.
Tabel 7 Hasil uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model regresi
Kondisi
hutan

Seluruh jenis
52.7
37.3
54.4
33.2
a
24.2

X2 hitung
X2 tabel
Dipterocarpaceae
a
22.7
a
19.3
a
22.8 27.59
a
22.2
a
23.3

Et +12
Et +8
Et +6
Et+ 4
Et +2
a
[ menunjukkan hasil kerapatan dugaan tidak berbeda nyata
dengan kerapatan aktual]

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok dipterocarpaceae
memiliki nilai x2 hitung lebih rendah dari x2 tabel pada seluruh kondisi hutan. Hal
ini berarti H0 diterima, yaitu terdapat kesesuaian antara model dugaan dengan data
pengamatan atau kerapatan dugaan relatif sama dengan kerapatan aktual yang
diperoleh di lapangan. Sedangkan pada kelompok seluruh jenis, nilai x2 hitung
lebih rendah dari x2 tabel terdapat pada petak Et+2 sedangkan pada petak yang
lainnya menunjukkan nilai x2 hitung yang lebih besar. Hal ini menunjukkan
bahwa model dugaan regresi sesuai digunakan pada petak Et+2 sedangkan pada
petak lainnya masih kurang sesuai dalam pendugaan struktur tegakan.
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis dalam penelitian ini diartikan sebagai keragaman
jenis yang terdapat dalam tegakan hutan. Jumlah jenis yang diperoleh dari petak
pengamatan adalah sebanyak 74 jenis dengan 30 famili. Seluruh jenis yang
terdapat di petak tersebut telah teridentifikasi.

Gambar 7 Komposisi jenis berdasarkan kelompok famili

Ulmaceae

Streculiaceae

Sonneratiaceae

Solanaceae

Sapotaceae

Rutaceae

Sapindaceae

Rubiaceae

Myrtaceae

Moraceae

Famili

Myristicaceae

Mimosaceae

Meliaceae

Lauraceae

Loganiaceae

Guttiferae

Fagaceae

Flaucortiaceae

Fabaceae

Euphorbiaceae

Ebenaceae

Dilleniaceae

Dipterocarpace…

Canasceae

Casuarinaceae

Burseraceae

Apocynaceae

Bombacaceae

Annonaceae

Anacardiaceae

Jumlah individu per jenis (Ind/ha)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

17

Jenis yang paling banyak ditemukan berasal dari famili Dipterocarpaceae,
Myristicaceae, Lauraceae, dan Euphorbiaceae. Jenis yang paling mendominasi
adalah Shorea leprosula Miq. untuk kelompok jenis dipterocarpaceae dan
Syzygium gaerta untuk kelompok jenis non-dipterocarpaceae yang berasal dari
famili Myristicaceae.
Tabel 8 Jumlah jenis untuk tiap kelompok jenis pada tingkat permudaan
Kondisi
hutan
Et + 12
Et + 8
Et + 6
Et + 4
Et + 2

Tingkat permudaan (jumlah jenis/ 2 ha)
Tiang
Pohon
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
Seluruh jenis
Dipterocarpaceae
45
43
40
42
31

12
15
12
12
12

42
39
38
39
34

20
17
11
11
12

Jumlah jenis yang terbanyak terdapat pada kondisi hutan pasca penanaman
12 tahun yaitu 45 jenis dan kemudian menurun pada tahun pasca penebangan
yang lebih rendah secara diskontinu.
Keanekaragaman jenis merupakan tingkat kekayaan dan keanekaragaman
jenis dalam suatu areal hutan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tingkat
biodiversitas/keanekaragaman jenis dan tingkat dominansi suatu vegetasi.
Tabel 9 Indeks dominansi dan indeks keanekaragaman berdasarkan tahun
penanaman jalur pada petak
Kondisi
hutan
Et + 12
Et + 8
Et + 6
Et + 4
Et + 2

Indeks dominansi (C)
Tiang
Pohon
0.04
0.04
0.06
0.04
0.05
0.04
0.05
0.04
0.05
0.04

Indeks keanekaragaman (H')
Tiang
Pohon
3.37
3.54
3.38
3.66
3.42
3.56
3.55
3.53
3.31
3.44

Indeks dominansi menunjukkan penguasaan atau dominansi spesies dalam
suatu komunitas bisa berpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada
banyak spesies (Indriyanto 2006). Berdasarkan hasil tabel 6 di atas, nilai indeks
dominansi yang diperoleh menunjukkan nilai yang rendah (3.5 tergolong tinggi. Pada hasil

18

pengamatan, H‟ pada tingkat tiang berkisar 3.31-3.55 dan pada tingkat pohon
berkisar 3.44-3.66. Kategori tinggi ini mendefinisikan bahwa areal hutan tersebut
memiliki keanekaragaman jenis yang cenderung tinggi. Indeks dominansi
berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman. Semakin tinggi tingkat
keragaman jenis pada suatu areal akan menyebabkan semakin rendahnya tingkat
dominansi sehingga penguasaan jenis terdapat pada beberapa jenis.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis struktur tegakan yang telah dilakukan, model
terbaik yang terpilih secara konsisten adalah model famili sebaran lognormal.
Kerapatan yang diperoleh dari hasil dugaan pada model lognormal tidak berbeda
nyata pada kelompok jenis dipterocarpaceae pada kondisi hutan seelah
penebangan 6, 4, dan 2 tahun. Sedangkan, pada kelompok seluruh jenis diperoleh
hasil yang sesuai pada penebangan setelah 2 tahun. Pemulihan tegakan hutan yang
terjadi di areal hutan tersebut sudah relatif baik.
Komposisi jenis yang terdapat di PT Erna Djuliawati pada kelompok jenis
dipterocarpaceae didominasi oleh jenis Shorea leprosula Miq. atau meranti merah
dan pada kelompok jenis non-dipterocarpaceae didominasi oleh Syzygium gaerta
atau jambu-jambu. Areal hutan tersebut memiliki tingkat keanekaragaman jenis
yang cenderung tinggi dengan penguasaan jenis terdapat pada beberapa jenis.
Saran
Hutan tidak luput dari gangguan baik secara alamiah maupun buatan atau
campur tangan manusia. Gangguan hutan yang terjadi secara kontinu akan
menyebabkan perubahan struktur tegakan yang secara kontinu juga. Sehingga
untuk mengetahui perubahan struktur tegakan tersebut, perlu dilakukan penelitian
yang sama pada lokasi yang sama untuk mengantisipasi perubahan struktur
tegakan yang mungkin akan berdampak buruk untuk kelestarian hutan.

DAFTAR PUSTAKA
Budiansyah B. 2006. Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan
dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia intensif (TPTII) di
areal IUPHHK PT Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 11
Tahun 2009 tentang Sistem Silvikultur. Jakarta (ID): Dephut.
PT Erna Djuliawati. 2010. Rencana Karya Usaha IUPHHK-HA PT Erna
Djuliawati Logging Unit II Periode Tahun 2010-2020. Kalimantan (ID): PT
Erna Djuliawati.
Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta (ID):
Penerbit Erlangga.
Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi
Aksara
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Indriyanto. 2010. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

19

Jayaraman K. 1999. A Statistical Manual for Forestry Research. Forest Research
Support Programme for Asia and the Pacific.
Ludwig JA and Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. New Jersey (US): John
Wiley & Sons,Inc.
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. North Wales
(US): Springer Netherlands.
Meyer HA, Recknagel AB, Stevenson DD, Bartoo RA.1961. Forest Management.
New York (US): The Roland Press Company.
Muhdin. 2012. Dinamika struktur tegakan untuk pengaturan hasil hutan kayu
berdasarkan jumlah pohon. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Patrycia R. 2010. Model struktur tegakan tinggal pasca penebangan pada sistem
silvikulutur TPTJ (tebang pilih tanam jalur). [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Setiawan A. 2013. Keragaan struktur tegakan dan kepadatan tanah pada tegakan
tinggal di hutan alam produksi. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sigiro A. 2013. Struktur tegakan dan regenerasi alami di pulau Siberut, Sumatera
Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suhendang E. 1994. Penerapan model dinamika struktur tegakan hutan alam yang
mengalami penebangan dalam pengaturan hasil dengan metode jumlah
pohon sebagai suatu alternatif upaya penyempurnaan sistem silvikultur
TPTI. Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun Anggaran
1994/1995 (tahun ketiga). Fakultas Kehutanan IPB. Institut Pertanian
Bogor.
Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan tropika
dataran rendah di Bengkunat, Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanty FH, Suhendang E, Jaya I Nengah Surati. 2013. Keragaan hutan
dipterocarpaceae dengan pendekatan model struktur tegakan. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman. 10(4):185-199.

20

Lampiran 1 Nilai Parameter pada tiap model famili sebaran
Sebaran
Petak

Gamma

Lognormal

Weibull
α

Eksponensial

α

β

µ

σ

Et + 12

3.212

6.606

2.891

0.518

23.931

1.576

21.218

Et + 8

3.142

7.180

2.949

0.514

25.393

1.525

22.563

Et + 6

4.403

4.477

2.863

0.442

22.324

1.777

19.710

Et + 4

4.488

4.732

2.940

0.453

24.077

1.900

21.235

Et + 2

4.250

5.528

3.035

0.474

26.645

1.913

23.496

Et + 12

2.392

10.201

2.971

0.602

27.124

1.388

24.396

Et + 8

2.312

10.257

2.935

0.576

26.143

1.306

23.715

Et + 6

2.567

9.400

2.976

0.584

26.980

1.444

24.134

Et + 4

3.912

5.623

2.958

0.501

25.012

1.965

21.998

Et + 2

3.254

7.516

3.036

0.531

27.611

1.625

24.459

c

θ

Lampiran 2 Struktur tegakan data aktual dan hasil pendugaan model lognormal pada tiap kondisi hutan
Petak/Kelompok jenis
Kelas
diameter

Et+12
Seluruh jenis

Et+8

Dipterocarpaceae

Seluruh jenis

Et+6

Dipterocarpaceae

Seluruh jenis

Et+4

Dipterocarpaceae

Seluruh jenis

Et+2

Dipterocarpaceae

Seluruh jenis

Dipterocarpaceae

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

Aktual

Model

10-20

347.3

242.0

96.4

60.5

344.2

238.1

120.4

70.4

352.3

269.1

33.2

21.0

286.2

231.8

31.5

25.3

154.6

126.5

33.7

25.4

20-30

97.3

137.9

27.6

38.9

106.3

151.1

25.7

43.2

100.3

141.1

8.3

13.7

118.2

146.6

12.1

16.4

74.3

97.5

11.8

18.7

30-40

34.6

53.9

8.3

19.1

37.2

63.0

6.7

19.7

36.2

42.2

5.3

6.6

43.2

51.9

8.8

6.7

50.6

42.3

12.4

9.0

40-50

19.9

20.0

7.4

9.1

26.3

24.5

7.3

8.7

13.4

11.5

3.8

3.1

29.7

16.4

3.1

2.5

18.5

16.1

4.7

3.9

50-60

17.0

7.6

7.4

4.4

13.4

9.6

1.6

4.0

11.5

3.2

1.1

1.4

9.6

5.2

2.7

1.0

8.5

6.0

1.5

1.7

60-70

7.8

3.1

3.4

2.2

7.5

4.0

2.8

1.9

3.4

0.9

0.0

0.7

2.3

1.7

0.0

0.4

2.3

2.3

0.0

0.8

70-80

5.6

1.3

4.0

1.2

2.3

1.7

3.4

0.9

1.1

0.3

0.0

0.4

1.1

0.6

0.0

0.2

0.6

0.9

0.6

0.4

80-90

2.3

0.6

2.3

0.6

3.4

0.8

1.1

0.5

0.0

0.1

1.1

0.2

0.0

0.2

0.0

0.1

0.0

0.4

0.0

0.2

90-100

1.1

0.3

1.1

0.4

1.1

0.4

1.1

0.2

1.1

0.0

0.0

0.1

1.1

0.1

0.0

0.0

1.1

0.2

1.2

0.1

100-110

0.0

0.1

0.0

0.2

1.1

0.2

1.1

0.1

0.0

0.0

1.1

0.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.1

0.0

0.0

110-120

1.1

0.1

0.0

0.1

3.4

0.1

2.3

0.1

1.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

120-130

0.0

0.0

0.0

0.1

2.3

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

1.1

0.0

0.0

0.0

130-140

0.0

0.0

0.0

0.0

1.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

140-150

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

2.3

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

150-160

0.0

0.0

0.0

0.0

1.1

0.0

0.0

0.0

1.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

160-170

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

>170

1.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

21

22

Lampiran 3 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 2 tahun
Tiang
No

Jenis

Pohon
INP (%)

Jenis

INP (%)

1

Litsea sp.

35.17

Litsea sp.

29.23

2

Shorea leprosula

28.34

Shorea leprosula

27.09

3

Polyalthia laterifolia

22.71

Dillenia sp.

18.83

4

Dialium sp.

18.04

Syzygium gaerta

16.49

5

Syzygium gaerta

17.59

Mangifera macrocarpa

13.08

6

Canarium denticulatum

12.65

Elateriospermum tapos BI.

12.70

7

Myristica iners

12.20

Pomelia sp

10.79

8

Lancium domesticum

11.05

Dillenia excelsa Gilg.

10.59

9

Cartonopsis javanicas

10.65

Polyalthia laterifolia

10.23

Gluta renghas

10

8.53

Canarium denticulatum

8.54

Lampiran 4 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 4 tahun
Tiang

Pohon

No

Jenis

INP (%)

1

Syzygium gaerta

54.62

Syzygium gaerta

44.26

2

Litsea sp.

22.32

Litsea sp.

22.29

3

Polyalthia laterifolia

11.32

Shorea leprosula

14.51

4

Myristica iners

11.15

Canarium denticulatum

10.74

5

Nephelium lappaceum

10.02

Dillenia sp.

10.22

6

Palaquium xhantochymum

8.17

Mangifera macrocarpa

9.90

7

Baccaurea dulois

7.73

Durio lanceolatus

9.69

8

Shorea leprosula

7.21

Nephelium lappaceum

9.12

9

Dialium sp.

6.80

Myristica iners

8.87

Vatica rassack

6.61

Baccaurea dulois

7.53

10

Jenis

INP (%)

Lampiran 5 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 6 tahun
Tiang
No

Jenis

Pohon
INP (%)

Jenis

INP (%)

1

Macaranga sp

35.53

Litsea sp.

34.77

2

Macaranga cinifera

34.25

Syzygium gaerta

26.55

3

Litsea sp.

28.96

Macaranga cinifera

16.99

4

Syzygium gaerta

22.56

Shorea leprosula

16.54

5

Myristica iners

10.58

Eusideroxylon zwageri

11.84

6

Shorea leprosula

9.79

Myristica iners

10.63

7

Polyalthia laterifolia

9.64

Gluta renghas

9.96

8

Shorea meciscopteryc

7.51

Durio lanceolatus

9.85

9

Nephelium lappaceum

7.20

Lancium domesticum

9.05

10

Lancium domesticum

7.06

Canarium denticulatum

7.95

23

Lampiran 6 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas
tebangan 8 tahun
Tiang
No

Jenis

Pohon
INP (%)

Jenis

INP (%)

1

Shorea leprosula

59.81

Litsea sp.

29.99

2

Macaranga cinifera

28.00

Shorea leprosula

25.90

3

Litsea sp.

21.25

Sy