Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati

ALOMETRIK BIOMASSA POHON
JENIS CAMPURAN HUTAN ALAM DATARAN RENDAH
PADA KONSESI HUTAN PT. ERNA DJULIAWATI

SHEMA MUKTI ANGGRAINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alometrik Biomassa
Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna
Djuliawati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015

Shema Mukti Anggraini
NIM E14100072

ABSTRAK
SHEMA MUKTI ANGGRAINI. Alometrik Biomassa Pohon Jenis
Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati.
Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.
Alometrik biomassa pohon jenis campuran merupakan solusi untuk
menduga biomassa secara efektif dan efisien, sesuai dengan kondisi hutan alam
tropis Indonesia yang memiliki jenis pohon beragam. Tujuan penelitian ini adalah
menyusun alometrik terbaik untuk menduga biomassa pohon jenis campuran di
hutan alam. Sebanyak 40 pohon yang mencakup 35 jenis pohon yang berbeda
dengan variasi diameter 13.1-107.0 cm ditebang untuk mengetahui biomassa
pohon yang terdiri dari batang, cabang, ranting, dan daun. Sampel kayu bagian
batang dan cabang digunakan untuk analisis kerapatan kayu. Hubungan antara
total biomassa di atas permukaan tanah (TAGB) dengan peubah-peubah pohon

dianalisis melalui regresi. Pemilihan model terbaik berdasarkan kriteria koefisien
determinasi yang disesuaikan (Ra2), uji-t (p < 0.05), Root Mean Square Error
(RMSE), simpangan rata-rata, dan Akeika Information Criterion (AIC). Model
persamaan alometrik terbaik adalah TAGB = 0.1901 DBH2.57 WD1.02 yang
menggunakan peubah DBH (diameter) dan WD (kerapatan kayu). Kerapatan kayu
merupakan peubah penting selain diameter yang dapat meningkatkan pendugaan
biomassa secara lebih tepat.
Kata kunci : alometrik, biomassa, jenis campuran, kerapatan kayu

ABSTRACT
SHEMA MUKTI ANGGRAINI. Allometric Biomass for Mixed Tree
Species Lowland Tropical Forest on PT. Erna Djuliawati Forest Concession.
Supervised by TEDDY RUSOLONO.
Allometric biomass of mixed tree species is a solution for estimating
biomass effectively and efficiently, in accordance with the conditions of
Indonesia's tropical forests have diverse tree species. This research aims to
develop the best allometric for estimating mixed tree species biomass in natural
forest. As many as 40 trees include of 35 different species with diameter variation
from 13.1-107.0 cm harvested to determine the whole tree biomass consist of stem,
branches, twigs and leaves. Wood samples from stem and branches were used to

analyze wood density. The relationship between total above ground biomass
(TAGB) with tree variables was analyzed by regression. The best model selection
based on criteria of adjusted coefficient determination (Ra2), t-test (p < 0.05),
Root Mean Square Error (RMSE), average deviation, and Akeika Information
Criterion (AIC). The best model allometric equation is TAGB = 0.1901 DBH2.57
WD1.02 that use variable of DBH (diameter) and WD (wood density). Wood
density is an important variable beside diameter, in increasing the accuracy of
biomass estimation.
Keywords: allometric, biomass, mixed tree species, wood density

ALOMETRIK BIOMASSA POHON
JENIS CAMPURAN HUTAN ALAM DATARAN RENDAH
PADA KONSESI HUTAN PT. ERNA DJULIAWATI

SHEMA MUKTI ANGGRAINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah
pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Teddy Rusolono, MS atas
kesediaanya dalam membimbing, memberikan arahan, saran, dan motivasi dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ujang
Suwarna, S Hut MSc F atas saran dan bimbinganya dalam penulisan skripsi, Dr Ir
Budi Kuncahyo, MS selaku ketua ujian komprehensif, dan Dr Ir EG Togu
Manurung, MS selaku dosen penguji ujian komprehensif atas saran, nasihat, dan
motivasi yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir

Rian Junjunan, Bapak Rustam Efendi, Bapak Ahmad Dellu, Bapak Saroga, Bapak
Yamin, Bapak Adong, Bapak Julianur, Bapak Karim, Bapak Imus, Bapak Adui
dan Saudara Irfan dari PT. Erna Djuliawati yang telah membantu dan
memfasilitasi pengambilan data di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman satu PKL (Praktik Kerja Lapang) yang telah membantu
dalam pengambilan data penelitian. Penghargaan terbesar penulis sampaikan
kepada ayah (Suwardjo), ibu (Ratmi), kakak (Sudadi Setia Nugraha), dan seluruh
keluarga tercinta atas segala do’a dan kasih sayangnya serta rekan-rekan DMNH
(Departemen Manajemen Hutan) 47 dan HKRB (Himpunan Keluarga Rembang di
Bogor) 47 yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga karya ilmiah
ini dapat terselesaikan. Semoga dengan adanya karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat sesuai yang diharapkan.

Bogor, Januari 2015
Shema Mukti Anggrainii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Pengumpulan Data

3

Analisis Data

5


Biomass Expansion Factor (BEF) dan Biomass Conversion and Expansion
Factor (BCEF)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Penyusunan Alometrik Biomassa

7

Variasi Kerapatan Kayu dan Kadar Air

8

Biomassa Pohon


10

Alometrik Biomassa Pohon

11

Perbandingan Alometrik Beberapa Sumber

14

Biomass Expansion Factor (BEF) dan Biomass Conversion and Expansion
Factor (BCEF)
16
SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17


Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6

Model alometrik biomassa dari beberapa sumber
Kerapatan kayu rata-rata setiap kelas diameter
Kadar air rata-rata setiap kelas diameter
Biomassa rata-rata bagian pohon setiap kelas diameter
Alometrik pendugaan total biomassa di atas permukaan tanah
Lokasi, tipe hutan, jumlah pohon, diameter, dan R² (%) masing-masing
sumber

5
8
9
10
12
14

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian di areal PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah
2 Diagram pencar peubah tak bebas (ln TAGB) dan peubah bebas dari 40
pohon contoh
3 Rata-rata kerapatan kayu dan simpangan bakunya pada bagian batang
dan cabang
4 Rata-rata kadar air dan simpangan bakunya pada bagian batang, cabang,
ranting dan daun
5 Sebaran biomassa bagian-bagian pohon setiap kelas diameter
6 Perbandingan alometrik biomassa pohon hasil penelitian dan alometrik
dari beberapa sumber
7 Perbandingan nilai simpangan rata-rata antara biomassa aktual dan
biomassa hasil pendugaan menggunakan beberapa sumber
8 Hubungan antara DBH dengan BEF seluruh pohon contoh
9 Hubungan antara DBH dengan BCEF seluruh pohon contoh

2
7
9
10
11
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis dan jumlah pohon contoh dalam kelas diameter
2 Nilai kerapatan kayu (WD) dan biomassa di atas permukaan tanah
(TAGB) dari 40 pohon contoh diameter 13.1-107.0 cm

20
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendugaan biomassa hutan telah menjadi perhatian penting jika dikaitkan
dengan kemampuan hutan yang dapat menyerap dan menjadi sumber emisi
karbondioksida (CO2 ). Peningkatan emisi karbondioksida sebagai Gas Rumah
Kaca (GRK) akibat deforestasi dan degradasi hutan akan mengakibatkan
fenomena seperti pemanasan global dan perubahan iklim. Upaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut ialah dengan melakukan pembangunan hutan karena hutan
mampu menyerap CO2 dan menyimpanya dalam bentuk biomassa. Menurut
Brown (1997) hampir 50% dari biomassa hutan tersusun atas unsur karbon. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pendugaan biomassa untuk mengetahui perubahan stok
karbon hutan.
Pendugaan biomassa pohon seringkali dilakukan melalui pendekatan tanpa
pemanenan (non destructive) dengan menggunakan persamaan alometrik.
Umumnya persamaan tersebut hanya digunakan untuk menduga biomassa jenis
spesifik. Menurut Ketterings et al. (2001) metode paling akurat dalam pendugaan
biomassa ialah melalui pendekatan pemanenan (destructive) yaitu dengan
menebang pohon-pohon dan menimbang bagian-bagian pohon tersebut secara
keseluruhan. Berdasarkan kondisi hutan Indonesia yang terkenal sebagai hutan
alam tropis dengan dicirikan jenis pohon yang beragam dan pertumbuhan yang
bervariasi, maka pendugaan biomassa melalui jenis spesifik sangat tidak praktis
untuk dilakukan.
Ketersediaan persamaan alometrik biomassa pohon jenis campuran masih
sangat terbatas khususnya di Indonesia. Penelitian alometrik biomassa jenis
campuran beberapa diantaranya sudah dilakukan oleh Ketterings et al. (2001)
pada hutan alam sekunder yang berada di daerah Muara Bungo, Sumatra dan
Basuki et al. (2009) di Berau, Kalimantan Timur. Berdasarkan luasnya bentang
alam Indonesia dengan kondisi jenis yang sangat beragam, maka diperlukan
penelitian untuk menyusun alometrik biomassa jenis campuran dengan
mempertimbangkan peubah lain yang dapat meningkatkan pendugaan biomassa
secara lebih tepat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun alometrik terbaik untuk menduga
biomassa jenis campuran di hutan alam.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan alometrik tunggal untuk
keperluan inventarisasi karbon di lokasi penelitian dan menambah rujukan
alometrik pendugaan biomassa pohon untuk digunakan pada hutan alam lainnya
di Indonesia yang kondisi ekosistemnya relatif sama.

2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di areal konsesi hutan PT. Erna Djuliawati yang
terletak di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini
dilaksanakan selama dua bulan terhitung dari bulan April-Mei 2014. Secara
geografis lokasi pengambilan data penelitian berada pada bentang Lintang Selatan
(LS) 1˚00’00” - 0˚53’00” dan bentang Bujur Timur (BT) 112˚03’00” - 112˚04’00”.
Lokasi penelitian tersebut berada pada ketinggian antara 136 sampai 212 mdpl.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schimidt dan Ferguson, lokasi penelitian termasuk
dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3599 mm/tahun dan rataan
jumlah hari hujan 238 hari menurut data pengamatan selama 10 tahun (20012010) (EDL 2010). Jenis tanah pada lokasi penelitian sebagian besar podsolik
merah kuning dan latosol. Peta lokasi penelitian di areal konsesi hutan PT. Erna
Djuliawati disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di areal PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah
Lokasi penelitian digolongkan sebagai hutan hujan tropika basah dataran
rendah yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Jenis kayu dapat dibagi
menjadi kelompok kayu meranti, kayu rimba campuran, kayu indah, dan kayu
yang dilindungi. Terdapat 94 jenis pohon yang hidup dan tumbuh di lokasi
tersebut, namun tidak semua jenis dapat dimanfaatkan sebagai kayu produksi.
Jenis-jenis yang mendominasi dan sering dijumpai ialah meranti merah (Shorea
leprosula), meranti putih (Shorea sp.), meranti kuning (Shorea sp.), keruing
(Dipterocarpus sp.), bangkirai (Shorea laevifolia), medang (Litsea sp.), nyatoh

3
(Palaquium sp.), jambu-jambu (Syzygium gaerta), dara-dara (Myristica iners),
kayu bawang (Eugenia sp.), kelempayan (Anthocepallus cadamba Miq.), pisangpisang (Mozzetya parviflora Becc.), rambutan hutan (Nephelium lappaceum), dan
rengas (Gluta renghas).
Pengumpulan Data
Terdapat dua tahapan dalam pelaksanaan penelitian, yaitu: pengambilan
data lapangan di lokasi hutan bekas tebangan pada blok penebangan tahun 2014
dan 2013 (Rencana Penanaman), serta pengujian sampel di Laboratorium Kimia
Hasil Hutan dan Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pohon-pohon berbagai jenis
dengan kondisi sehat dan normal. Sebanyak 40 pohon mencakup 35 jenis yang
berbeda dengan variasi diameter 13.1-107.0 cm dipilih sebagai pohon contoh.
Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling, sedangkan
pendugaan biomassa menggunakan metode pemanenan (destructive). Pemilihan
pohon contoh berdasarkan data hasil ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum
Penebangan) dan hasil pengamatan di lapangan untuk mendapatkan pohon yang
mewakili dalam sebaran diameter dan kelompok jenisnya.
Pada pohon berdiri tanpa banir dilakukan pengukuran diameter setinggi
dada 1.3 m di atas permukaan tanah dengan menggunakan phiband dan tongkat
setinggi 1.3 m, sedangkan pohon yang berbanir dilakukan pengukuran diameter
20 cm diatas banir. Dimensi tinggi total dan tinggi bebas cabang diukur setelah
pohon rebah menggunakan meteran. Pengelompokan bagian pohon contoh dibagi
menjadi batang utama, cabang, ranting, daun, serta tunggak dan banir. Batang
utama merupakan bagian pangkal sampai ujung batang pohon secara keseluruhan,
sedangkan cabang besar berdiameter pangkal > 10 cm dan cabang kecil < 10 cm
(Brown 1997). Ranting merupakan keseluruhan ranting pada pohon dan daun
merupakan keseluruhan daun beserta tangkai daun. Tunggak dan banir merupakan
bagian yang terpisah dari batang utama sampai dasar pohon di atas permukaan
tanah. Alat yang digunakan untuk memisahkan bagian-bagian tersebut adalah
chainsaw, gergaji, dan parang.
Volume batang dan cabang beraturan diperoleh dengan mengukur diameter
pangkal dan ujung menggunakan phiband pada setiap panjang segmen ± 2 m.
Volume tunggak diperoleh dengan mengukur diameter pangkal, diameter ujung,
dan tinggi tunggak pohon di atas permukaan tanah. Pada pengukuran volume
banir diperoleh dengan mengukur panjang, tinggi, dan tebal banir. Volume
tunggak, banir, dan batang utama yang diperoleh akan diakumulasikan menjadi
volume batang. Volume batang dan cabang beraturan serta tunggak pohon tidak
berbanir dihitung menggunakan rumus Smalian. Khusus bagian tunggak pohon
yang berbanir dihitung dengan mengunakan pendekatan rumus :
Vtb =

1
1 Dp + Du 2
p.l.t + π
L
2
4
2

Keterangan: Vtb = volume tunggak berbanir (cm3), π = 3,14 (konstanta), Dp =
diameter pangkal (cm), Du = diameter ujung (cm), p = panjang alas banir (cm), l =
tinggi banir (cm), t = tebal alas banir (cm), L = tinggi tunggak (cm)

4
Penimbangan berat basah cabang yang tidak beraturan, ranting, dan daun
menggunakan alat timbangan skala 100 kg, sedangkan sampel uji menggunakan
timbangan digital skala 3 kg. Pengambilan sampel uji dalam satu pohon meliputi
bagian batang, cabang, ranting, dan daun. Bagian batang dan cabang dibuat
meyerupai dadu dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, sedangkan sampel uji ranting
dan daun diambil sebanyak 250 g. Cara pengambilan sampel uji bagian batang
dan cabang memiliki sedikit perbedaan. Sampel uji batang diambil dari bagian
pangkal, tengah, dan ujung, sedangkan cabang diambil pada bagian cabang besar,
sedang, dan kecil dengan potongan melintang dan tebal ± 5 cm. Potongan
melintang pada bagian batang diambil lagi pada bagian empulur, teras, dan gubal,
sedangkan cabang hanya diambil pada bagian teras. Sampel uji ranting dan daun
diambil dari ranting yang besar, sedang, dan kecil, serta campuran daun-daun.
Total sampel uji dalam satu pohon contoh sebanyak 13 sampel atau secara
keseluruhan untuk 40 pohon contoh sebanyak 520 sampel. Sampel tersebut
dikemas dengan kertas koran dan disimpan dalam plastik bening yang tertutup
untuk menjaga kondisi sampel sebelum berada di laboratorium untuk pengujian.
Langkah pertama dalam pengujian kerapatan kayu adalah menimbang berat
basah sampel uji. Pengujian kerapatan kayu selanjutnya dengan memasukan
sampel uji ke dalam gelas kimia yang berisi aquades dengan bantuan jarum
panjang yang ditusuk pada sampel uji. Berdasarkan hukum Archimedes volume
sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh sampel uji. Semua
sampel uji dikeringkan kedalam oven tanur listrik dengan suhu 105 °C sampai
konstan (Brown 1997). Sampel uji yang sudah mencapai berat kering tanur (BKT)
langsung diletakkan kedalam desikator selama 10-15 menit agar suhu sampel uji
stabil. Rasio antara berat kering tanur sampel dengan volume sampel akan
menghasilkan kerapatan kayu sampel dengan satuan g/cm3 (Brown 1997). Hasil
kerapatan kayu masing-masing jenis pohon contoh terpilih disajikan pada
(Lampiran 2).
Pengujian kadar air sampel dilakukan dengan cara mengeringkan berat
basah sampel uji dari lapangan kedalam oven tanur listrik dengan suhu 105 °C
sampai konstan (Brown 1997). Kadar air dihitung dengan menggunakan
persamaan menurut (Haygreen dan Bowyer 1989) :
% KA =

BBc - BKc
x 100%
BKc

Keterangan : %KA = persen kadar air, BBc = berat basah contoh (g), BKc = berat
kering contoh (g).
Berat kering atau biomassa bagian batang dan cabang diperoleh melalui
pendekatan kerapatan kayu yaitu perkalian antara volume bagian pohon dengan
kerapatan kayu sampel. Khusus untuk biomassa bagian ranting dan daun diperoleh
melalui pendekatan kadar air menurut (Haygreen dan Bowyer 1989) :
BK =

BB
]
1 + [%KA
100

Keterangan : BK = berat kering (kg), BB = berat basah (kg), % KA = persen kadar
air.

5
Analisis Data
Langkah pertama sebelum membuat alometrik biomassa adalah melihat
keeratan hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas melalui diagram
pencar. Peubah tak bebas pada penelitian ini adalah biomassa total di atas
permukaan tanah atau Total Above Ground Biomass (TAGB), sedangkan peubah
bebas meliputi diameter (DBH), kerapatan kayu (WD), tinggi total (H), dan tinggi
bebas cabang atau Commercial Bole Height (CBH). Pola grafik diagram pencar
yang terbentuk dapat menunjukkan hubungan linear atau non linear antara peubah
bebas dan peubah tak bebas. Pola yang non linear diperlukan suatu solusi yaitu
dengan cara transformasi agar membentuk hubungan yang linear.
Model alometrik yang diujicobakan untuk menduga biomassa terdiri dari 10
model yang dihasilkan oleh beberapa sumber sebelumnya dengan menggunakan
satu peubah bebas maupun beberapa peubah bebas. Model alometrik biomassa
tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Model alometrik biomassa dari beberapa sumber
No
Model
Sumber
d
1
(Chave et al. 2005)
TAGB = aDbHcρ
2
TAGB = a (D2Hρ)b
(Chave et al. 2005)
c
3
(Ogawa et al. 1965)
TAGB = aDbH
4
TAGB = exp(a + b ln D²H)
(Brown et al. 1989)
c
5
(Ogawa et al. 1965)
TAGB = aDbHbc
6
TAGB = exp(a + b ln D²Hbc)
(Brown et al. 1989)
7
TAGB = a ρ D2+a
(Ketterings et al. 2001)
8
(Chave et al. 2005)
TAGB = ρ exp(a + b ln(D) + c (ln(D))² - d (ln(D))³)
9
TAGB = exp(a + b lnD)
(Brown 1997)
10 TAGB = aDb
(Brown 1997)
Keterangan: TAGB = total biomassa di atas permukaan tanah (kg/pohon), D = diameter (cm), H =
tinggi total (m), Hbc = tinggi bebas cabang (m), ρ = kerapatan kayu (g/cm³)

Model yang dipilih adalah model yang sederhana dan efisien secara statistik
dengan peubah yang memiliki korelasi tinggi dengan biomassa pohon. Selain
kriteria tersebut model yang akan dipilih adalah model yang menghasilkan nilai
koefisien determinasi yang disesuaikan (Ra2) terbesar, uji-t pada taraf nyata p <
0.05, Root Mean Square Error (RMSE) terkecil, serta nilai simpangan rata-rata
S(%) dan Akeika Information Criterion (AIC) terkecil.
Koefisien determinasi yang disesuaikan adalah koefisien determinasi yang
telah terkoreksi oleh derajat bebas dari JKsisa dan JKtotalnya. Semakin tinggi Ra2,
maka semakin tinggi keeratan hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah
bebas. Salah satu kelebihan dari Ra2 ialah dapat membandingkan keterandalan
model-model yang memiliki banyak peubah bebas yang berbeda. Nilai Ra2
ditentukan dengan rumus (Drapper dan Smith 1992) :
Ra2 = 1 -

(n - 1) JKS
(n - k - 1) JKT

Keterangan: Ra² = koefisien determinasi yang disesuaikan, JKS = jumlah kuadrat
sisa, JKT = jumlah kuadrat total, n = jumlah pengamatan, k = jumlah peubah yang
digunakan

6
Ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai aktual dapat
dihitung melalui (RMSE). Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung
nilai tersebut adalah (Drapper dan Smith 1992) :
RMSE = MSE
n

(yi - yi)²
i=1

MSE =

(n - p)

Keterangan: RMSE = Root Mean square Error, MSE = Mean Square Error, n =
jumlah pengamatan, yi = nilai biomassa aktual, �i = nilai biomassa dugaan
berdasarkan model, (n-p) = derajat bebas sisa
Keakuratan pendugaan dapat ditentukan melalui nilai simpangan rata-rata
menggunakan persamaan menurut (Brand and Smith 1985; Cairns et al. 2003;
Chave et al. 2005; Nelson et al. 1999) :
S(%) =

100
n

n

i=1

⃒ Yi -Yi ⃒
Yi

Keterangan: S(%) = simpangan rata-rata, n = jumlah observasi, Yi = nilai
biomassa aktual, Yi = nilai biomassa dugaan berdasarkan model.
Uji statistik AIC dapat digunakan untuk menentukan hubungan yang baik
antar peubah yang sudah ditransformasi. Rumus yang digunakan mengacu pada
(Burnham dan Anderson 1998) :
AIC = n ln �² + 2 (p + 1)

(yi − �i)²
�² = �=1
n

Keterangan: n = jumlah observasi, yi = nilai biomassa data observasi, �i = nilai
biomassa dugaan berdasarkan model, p = jumlah peubah yang digunakan.
Biomass Expansion Factor (BEF) dan
Biomass Conversion and Expansion Factor (BCEF)
Pendekatan lain dalam menduga biomassa apabila tidak tersedia alometrik
dapat melalui Biomass Expansion Factor (BEF) dan Biomass Conversion and
Expansion Factor (BCEF). Pendugaan biomassa melalui BEF dapat diperoleh
apabila tersedia data volume dan kerapatan kayu. Persamaan yang digunakan
ialah: TAGB = VOB x WD x BEF dengan TAGB = total biomassa di atas
permukaan tanah (ton), VOB = Volume batang komersial (m3), WD = Kerapatan
kayu (ton/m3), dan BEF = perbandingan biomassa total dengan biomassa batang
komersil (Brown 1997). Selain BEF Pendugaan biomassa dapat diperoleh melalui
pendekatan BCEF apabila hanya tersedia data volume. Rumus umum yang
dipakai ialah TAGB = VOB x BCEF dengan BCEF merupakan rasio antara
biomassa total dengan volume batang komersil sehingga satuan yang digunakan
ton/m³ (Schroeder et al. 1997).

7
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Alometrik Biomassa
Hubungan yang terjadi antara peubah tak bebas dengan peubah bebas
sebelum ditransformasi menunjukkan hubungan yang non linear dan terdapat
masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah varians kesalahan yang
bersifat tidak konstan pada seluruh pengamatan (Gujarati 2006). Transformasi
merupakan suatu solusi agar hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah
bebas menjadi linear. Selain itu, transformasi juga berfungsi untuk menghilangkan
masalah heteroskedastisitas yang dapat mengakibatkan penaksir menjadi tidak
lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (Gujarati 2006). Salah satu
transformasi data dapat dilakukan dengan bentuk logaritma natural (ln) (Ghozali
2001). Pola diagram pencar yang terbentuk setelah adanya transformasi (ln)
disajikan pada Gambar 2.
Matrix Plot of ln TAGB, ln DBH, ln H, ln CBH, ln WD
ln DBH

4.8
4.0
3.2

ln H

4.0

3.2

2.4

ln CBH

3.2

2.4

ln WD

1.6
0.0

-0.5

-1.0
5.0

7.5
ln TAGB

10.0

3.2

4.0
ln DBH

4.8 2.4

3.2
ln H

4.0
1.6

2.4
ln CBH

3.2

Gambar 2 Diagram pencar peubah tak bebas (ln TAGB) dan peubah
bebas dari 40 pohon contoh
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa peubah tak bebas (ln TAGB) dengan
peubah bebas (ln DBH) memiliki hubungan paling linear dengan nilai korelasi
tertinggi yaitu 0.984. Peubah (ln H), (ln CBH), dan (ln WD) memiliki nilai
korelasi dengan (ln TAGB) secara berturut-turut 0.900, 0.667, dan 0.233. Nilai
korelasi merupakan tingkat kekuatan antara dua peubah atau lebih.
Penyusunan persamaan regresi sederhana dengan melibatkan satu peubah
bebas yang memiliki korelasi tinggi (linear) dengan peubah tak bebas, maka
persamaan tersebut akan valid dan nyata. Apabila menyusun persamaan regresi
berganda dengan menggunakan lebih dari satu peubah bebas yang memiliki
korelasi tinggi antar peubah bebas, maka salah satu peubah bebas tersebut tidak
akan memberikan pengaruh nyata. Hal ini karena terjadi multikolinieritas antar

8
peubah bebas dalam analisis regresi. Multikolinieritas merupakan kondisi apabila
terjadi korelasi yang tinggi antara peubah-peubah bebas dalam pembentukan
model regresi linear (Gujarati 2006). Akibatnya salah satu peubah untuk menduga
koefisien regresi tidak terpenuhi sehingga penggunaanya tidak valid. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa apabila peubah tersebut digunakan untuk melakukan
pendugaan, maka model yang didapat akan menghasikan prediksi yang buruk atau
menyimpang dari nilai aslinya.
Variasi Kerapatan Kayu dan Kadar Air
Kerapatan Kayu
Kerapatan kayu merupakan massa atau berat kayu per satuan unit volume.
Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi
volume rongga kosong pada kayu. Hasil perhitungan rata-rata kerapatan kayu
seluruh pohon contoh terpilih dalam kelas diameter terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kerapatan kayu rata-rata setiap kelas diameter
No

Kerapatan Kayu (g/cmᵌ)

Kelas Diameter (cm)
Batang

Cabang

1

10-20

0.57

0.56

2

21-30

0.52

0.51

3

31-40

0.73

0.70

4

41-50

0.65

0.64

5

51-60

0.65

0.60

6

61-70

0.67

0.65

7

71-80

0.78

0.75

8

81-90

0.58

0.55

9

91-100

0.51

0.49

10

>100

0.67

0.65

0.63

0.61

Rata-rata

Nilai rata-rata kerapatan kayu pada bagian batang (0.63 g/cm³), lebih tinggi
dari pada bagian cabang (0.61 g/cm³). Secara keseluruhan nilai kerapatan kayu 40
pohon contoh berkisar antara 0.38 g/cm³ sampai 0.93 g/cm³ (Lampiran 2).
Kerapatan kayu setiap kelas diameter pohon cenderung bervariasi meskipun kelas
diameter semakin membesar, sehingga kerapatan kayu tidak memiliki hubungan
dengan diameter pohon dikarenakan jenis yang terpilih sangat beragam. Hal ini
berbeda jika menggunakan jenis pohon spesifik yang memiliki hubungan erat
antara kerapatan kayu dengan diameter pohon. Pernyataan tersebut sesuai dengan
penelitian Lumbantobing (2013) yang menyatakan bahwa semakin besar diameter
jenis keruing (Dipterocarpus sp) maka kerapatan kayunya akan semakin
membesar.
Berdasarkan analisis keragaman data melalui simpangan baku menunjukkan
bahwa bagian cabang memiliki nilai simpangan baku yang lebih besar dibanding
dengan bagian batang. Simpangan baku merupakan nilai rata-rata penyimpangan
data pengamatan terhadap nilai rata-ratanya. Semakin kecil nilai simpangan baku
maka ukuran penyebaran data akan semakin baik.

9

Kerapatan kayu (g/cmᵌ)

Rata-rata dan simpangan baku kerapatan kayu bagian batang dan cabang disajikan
pada Gambar 3.
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00

0.63

0.61

Batang

Cabang

Gambar 3 Rata-rata kerapatan kayu dan simpangan bakunya
pada bagian batang dan cabang
Kadar Air
Kayu merupakan biomassa yang tersusun atas air, zat ekstraktif, zat-zat
kimia kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Keberadaan air
menyebabkan kayu memiliki sifat higroskopis yang artinya akan selalu
menyesuaikan suhu lingkungan dengan cara menyerap dan mengeluarkan uap air.
Oleh karena itu, jumlah air dalam sebatang kayu akan bervariasi meskipun dalam
satu pohon.
Kadar air didefinisikan sebagai rasio antara berat air dalam kayu dengan
berat kayu tersebut ketika dalam keadaan kering tanur. Secara umum kadar air
akan selalu berbanding terbalik dengan kerapatan kayu. Keragaman kadar air
disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis pohon, iklim, kondisi tempat
tumbuh seperti kesuburan tanah dan persaingan. Menurut Haygreen dan Bowyer
(1989) bahwa pohon yang tumbuh pada tanah yang subur dan persaingan yang
rendah dengan iklim yang cocok akan menghasilkan kadar air yang lebih tinggi
pada suatu pohon karena jumlah lumen dan rongga sel yang lebih banyak.
Tabel 3 Kadar air rata-rata setiap kelas diameter
No

Kadar Air (%)

Kelas Diameter (cm)
Batang

Cabang

Ranting dan Daun

1

10-20

51.79

58.63

121.26

2

21-30

51.41

65.64

122.61

3

31-40

50.06

49.12

118.70

4

41-50

51.10

56.39

133.88

5

51-60

58.03

65.21

162.13

6

61-70

55.84

54.66

146.74

7

71-80

45.41

46.47

107.37

8

81-90

60.58

61.82

126.33

9

91-100

71.29

73.05

121.31

10

>100

51.27

55.16

107.48

Rata-rata

54.64

58.61

126.78

10

Kadar air (%)

Nilai rata-rata kadar air berdasarkan pengujian di laboratorium adalah
54.64-126.78% (Tabel 3), sedangkan ukuran penyebaran data menunjukkan
bagian ranting dan daun memiliki simpangan baku yang lebih besar dibanding
bagian batang dan cabang (Gambar 4). Hubungan kadar air pada berbagai jenis
pohon tidak dipengaruhi oleh diameter karena jenis yang diambil bervariasi. Ratarata kadar air tertinggi terdapat pada bagian ranting dan daun, sedangkan bagian
terendah pada bagian batang. Pernyataan tersebut sesuai dengan Limbong (2009)
bahwa kadar air paling tinggi terdapat pada bagian daun untuk berbagai jenis
pohon. Daun memiliki kadar air tinggi karena memiliki banyak rongga sel untuk
menampung air dan unsur hara mineral dan tersusun oleh banyak rongga stomata
yang menyebabkan strukturnya kurang padat.
160
140
120
100
80
60
40
20
0

126.78
54.64

58.61

Batang

Cabang

Ranting dan Daun

Gambar 4 Rata-rata kadar air dan simpangan bakunya pada bagian
batang, cabang, ranting dan daun
Biomassa Pohon
Secara umum Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah bahan
organik hidup di atas permukaan tanah (Above ground Biomass) pada tanaman
khususnya pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang
dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Nilai rata-rata biomassa
setiap bagian pohon contoh terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 Biomassa rata-rata bagian pohon setiap kelas diameter
Kelas
Diameter

Rata-rata Biomasa (kg)
Batang

Cabang

Ranting dan Daun

Total Biomassa

10-20

67.58

4.47

33.85

105.90

21-30

229.68

16.40

24.00

270.08

31-40

1 236.68

145.67

136.85

1 519.21

41-50

1 801.95

293.02

204.62

2 299.59

51-60

2 786.26

725.43

198.93

3 710.62

61-70

4 356.48

1 449.52

215.13

6 021.12

71-80

6 760.21

1 528.85

338.11

8 627.17

81-90

7 311.81

2 791.41

259.12

10 362.34

91-100

10 202.39

2 622.96

429.61

13 254.96

>100

16 179.70

3 249.90

488.19

19 917.79

Rata-rata

5 093.27

1 282.76

232.84

6 608.88

Persentase

77.07%

19.41%

3.52%

100%

11
Rata-rata biomassa pohon sangat bervariasi berdasarkan anatomi masingmasing pohon. Besarnya persentase biomassa pada bagian batang (77.07%),
bagian cabang (19.41%), serta bagian ranting dan daun (3.52%). Persentase
biomassa terbesar terdapat pada bagian batang karena sebagian besar cadangan
hasil fotosintesis disimpan pada bagian batang untuk pertumbuhan (Syam’ani et al.
2012). Selain itu, dinding sel yang terdapat pada batang pohon banyak terisi oleh
zat-zat penyusun kayu seperti selulosa dan hemiselulosa sehingga biomassa pada
batang akan lebih besar jika dibandingkan dengan bagian pohon yang lain.
Biomassa pohon bertambah karena pohon menyerap CO2 dari udara dan
mengubahnya menjadi senyawa organik dari fotosintesis dan hasilnya untuk
pertumbuhan baik diameter maupun tinggi pohon. Penyinaran, luas daun, dan ciri
suatu individu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis.
Pertumbuhan diameter berhubungan dengan pertambahan biomassa pohon dan
jumlah karbon yang tersimpan dalam pohon (Syam’ani et al. 2012). Pernyataan
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin besar
kelas diameter maka biomassa batang akan semakin membesar (Gambar 5).
18000
16000
Biomassa (kg)

14000
Batang

12000
10000

Cabang

8000
6000

Ranting dan Daun

4000
2000
0

Kelas diameter (cm)

Gambar 5 Sebaran biomassa bagian-bagian pohon setiap kelas diameter
Alometrik Biomassa Pohon
Alometrik biomasa pohon adalah suatu persamaan matematika yang
dibangun dengan menghubungkan antara ukuran tertentu bagian pohon seperti
diameter, kerapatan kayu, tinggi total, dan tinggi bebas cabang terhadap ukuran
biomassa atau berat kering pohon secara keseluruhan. Biomassa pohon yang
dimaksud adalah biomassa total dari penjumlahan biomassa batang, cabang,
ranting, dan daun. Terdapat 10 persamaan alometrik yang telah dibangun baik
menggunakan satu peubah bebas maupun beberapa peubah bebas dengan
beberapa uji statistik sebagai kriteria pemilihan model terbaik yang disajikan pada
Tabel 5.

12
Tabel 5 Alometrik pendugaan total biomassa di atas permukaan tanah
No
1

2

Parameter

Model

RMSE
(%)

S
(%)

AIC

98.60

17.34

13.34

727.63

98.10

20.43

16.00

731.52

96.70

26.99

22.55

781.38

96.10

29.31

24.79

781.01

96.60

27.29

23.16

782.15

92.20

41.50

33.77

802.91

98.60

17.65

13.59

731.65

Simbol
Nilai
ln (TAGB) = c + α ln(DBH) + β1 ln(H) + β2 ln(WD)
c

-1.9324***

α

2.3962***

β1

0.2906ns

β2
1.0074***
ln (TAGB) = c + α ln(DBH²HWD)
c

3

Ra²
%

-2.4941***

α
0.9788***
ln (TAGB) = c + α ln(DBH) + β1 ln(H)
c

-2.5195***

α

2.4513***

β1
0.2598
ln (TAGB) = c + α ln(DBH²H)
ns

4

c
5

6

α
0.9909***
ln (TAGB) = c + α ln(DBH) + β1 ln(CBH)
c

-2.2231***

α

2.6386***

β1
-0.06ns
ln (TAGB) = c + α ln(DBH²CBH)
c

7

8

9

-2.8546***

α
1.0063***
ln (TAGB) = c + α ln(DBH) + β1 ln(WD)
c

-1.6584***

α

2.5722***

β1
1.016***
ln (TAGB) = c + α ln(DBH) + β1 ln(DBH²) + β2 ln(DBH³) + β3 ln(WD)
c

9.0660ns

α

-6.1700ns

β1

2.3160ns

β2

ns

-0.2005

98.60

17.42

13.96

732.62

96.70

26.99

23.15

780.24

96.70

26.99

23.17

780.24

β3
1.0136***
ln (TAGB) = ln c + α ln(DBH)
c

10

-3.0877***

0.1019***

α
2.60971***
ln (TAGB) = c + α ln(DBH)
c
α

-2.2837***
2.60971***

13
Keterangan : TAGB = total biomassa di atas permukaan tanah (kg); DBH = diameter (cm);
CBH = tinggi bebas cabang (m); H = tinggi total (m); WD = kerapatan kayu ( g/cmᵌ); RMSE =
root mean square error (%); Ra² = koefisien determinasi yang disesuaikan (%); S = simpangan
rata-rata (%); AIC = akaike information criterion; analisis statistik nyata pada selang kepercayaan
95% dengan selang ***p < 0.001; **p < 0.01; *p < 0.05; dan tidak nyata p�� > 0.05.

Model alometrik biomassa yang dihasilkan bersifat linear secara instrinsik
karena telah ditransformasi menjadi model yang linear. Model 1 dan 2 merupakan
model paling lengkap yang menggunakan peubah bebas diameter (DBH), tinggi
total (H), dan kerapatan kayu (WD). Pada model 1 peubah bebas H tidak
signifikan (p > 0.05) karena terjadi multikolinieritas antar peubah bebas yang
digunakan, sehingga H tidak berperan penting lagi dalam menduga biomassa. Hal
ini menunjukkan bahwa biomassa dapat diduga dengan baik hanya menggunakan
DBH dan sebagian lagi disumbang oleh WD tanpa adanya tambahan peubah
bebas H. Adanya multikolinieritas mengakibatkan koefisien regresi parsial untuk
salah satu atau kedua peubah menjadi kurang tepat dan nilai t-hitung menjadi
kurang signifikan (Nelson et al. 1999). Pengaruh adanya multikolinieritas juga
terjadi pada model 3 yang menunjukkan peubah bebas H tidak signifikan (p >
0.05) ketika digabungkan dengan peubah bebas DBH. Menghilangkan adanya
multikolinieritas salah satunya ialah mengganti atau menghilangkan peubah bebas
yang memiliki korelasi tinggi. Model 5 menunjukkan hal yang sama yaitu peubah
tinggi bebas cabang (CBH) tidak memberikan pengaruh signifikan dalam
menduga biomassa. Hal ini juga disebabkan adanya korelasi yang tinggi antara
peubah bebas DBH dengan CBH. Model yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi tinggi diantara peubah bebas (Ghozali 2001).
Model 9 dan 10 merupakan model paling sederhana yang hanya
menggunakan peubah bebas DBH. Berdasarkan pembahasan awal bahwa terdapat
korelasi yang tinggi antara peubah tak bebas TAGB dengan peubah bebas DBH
setelah adanya transformasi ln sehingga menyebabkan signifikan (p < 0.001).
Meskipun hubungan yang signifikan tersebut dapat ditemukan antara TAGB dan
DBH, namun pengggunaan WD sebagai prediktor dapat menambah tingkat
signifikan pada model ketika mengunakan data jenis campuran (Basuki et al.
2009). Apabila tidak dilakukan pengukuran terhadap kerapatan kayu, banyak
sumber telah menyediakan data kerapatan kayu seperti pada penelitian Zanne et
al. (2009). Kerapatan kayu merupakan faktor penting dalam penyusunan biomassa
sehingga perlu ditambahkan sebagai variabel prediksi (Chave et al. 2005;
Ketterings et al. 2001). Dianggap penting karena dapat menjelaskan biomassa
untuk spesies campuran dan pohon berdiameter besar (Basuki et al. 2009). Selain
itu, penambahan peubah kerapatan kayu dalam pendugaan biomassa pohon akan
mengurangi ketidakpastian karena variasi tempat dan lingkungan (Chave et al.
2006). Secara keseluruhan alometrik total biomassa di atas permukaan tanah
terbaik yang dipilih dari hasil penelitian ialah model 7 dengan persamaan TAGB
= 0.1901 DBH2.57 WD1.02 dengan nilai (Ra²) 98.60%, (RMSE) 17.65%, (S%)
13.59%, dan (AIC) 731.65. Model 7 merupakan model yang sederhana dan efisien
secara statistik. Sederhana karena hanya menggunakan peubah bebas DBH dan
WD, sedangkan efisien secara statistik ialah dengan menambahkan peubah WD
dapat meningkatkan nilai Ra² sebesar 1.9 % dan menurunkan nilai RMSE, S%,
dan AIC.

14
Perbandingan Alometrik Beberapa Sumber
Perbandingkan antara alometrik biomassa jenis campuran terbaik dari hasil
penelitian dengan sumber lain seperti Chave et al. (2005), Brown (1997), Samalca
(2007), Ketterings et al. (2001), dan Basuki et al. (2009) disajikan pada Gambar
6. Penelitian dari beberapa sumber tersebut memiliki perbedaan satu sama lain
dalam hal lokasi penelitian, tipe hutan, jumlah pohon contoh, dan variasi diameter
(Tabel 6). Alometrik biomassa terbaik yang dihasilkan oleh sumber-sumber
tersebut ada yang menggunakan satu peubah bebas maupun dua peubah bebas.
Hasil alometrik biomassa yang dibangun oleh Chave et al. (2005) ialah TAGB =
WD exp(-1.499 + 2.148 ln(DBH) + 0.207 (ln(DBH))² - 0.0281 (ln(DBH))³).
Penelitian Brown (1997) menghasilkan persamaan alometrik TAGB = exp(-2.134
+ 2.53 ln(DBH), sedangkan persamaan alometrik terbaik oleh Samalca (2007)
adalah TAGB = 0.286648 DBH2.311. Penelitian Ketterings et al. (2001)
menghasilkan persamaan alometrik TAGB = 0.11 WD DBH2 + 0.62 dan Basuki et
al. (2009) TAGB = 0.475209 DBH2.188WD0.832.
Tabel 6 Lokasi, tipe hutan, jumlah pohon, diameter, dan nilai R² (%) masingmasing sumber
Sumber

Lokasi

(Chave et al.
2005)
(Brown 1997)

Tipe hutan

Benua Asia, Amerika,
dan Oceania
Cambodia, Indonesia,
dan Brazil

(Samalca 2007)

Kalimantan Timur

(Ketterings et
Sumatra
al. 2001)
(Basuki et al.
Kalimantan Timur
2009)
*Koefisien determinasi yang disesuaikan (Ra²)

Biomassa (kg)

35000

Jumlah
pohon

Moist tropical
forest
Moist tropical
forest
Moist primary
tropical forest
Secondary
forest
Moist primary
tropical forest

Diameter
(cm)

R² ( %)

2 410

5 – 156

99.6

170

5 – 148

97.0

40

6 – 68.9

98.4

29

7.6 – 48.1

95.0

122

6.5 – 200

97.0*

Biomassa aktual

30000

Hasil penelitian (2015)

25000

Chave et al. (2005)
Brown (1997)

20000

Samalca (2007)

15000

Ketterings et al. (2001)
Basuki et al. (2009)

10000
5000
0
0

10

20

30

40 50 60 70
Diameter (cm)

80

90 100 110 120

Gambar 6 Perbandingan alometrik biomassa pohon hasil penelitian dan
alometrik dari beberapa sumber

15
Terdapat hubungan yang erat antara diameter pohon dengan biomassa,
sehingga semakin besar diameter pohon maka biomassa akan semakin besar
(Gambar 7). Seluruh persamaan dari beberapa sumber diatas dapat digunakan
untuk menduga biomassa jenis campuran pada diameter < 40 cm. Hal ini
dikarenakan diameter 10-40 cm menghasilkan nilai dugaan biomassa hampir sama
diantara masing-masing persamaan. Apabila persamaan tersebut digunakan untuk
menduga biomassa pada diameter > 40 cm maka hasil dugaan akan bervariasi
untuk masing-masing persamaan. Oleh karena itu, sangat penting sekali
memperhatikan lokasi dan tipe hutan dalam memilih persamaan alometrik
biomassa. Hal tersebut sesuai pernyataan Chave et al. (2005) bahwa faktor lokasi
dan tipe hutan dapat menambah keakuratan dalam pendugaan biomassa.
35000

Biomassa Aktual

30000

Hasil penelitian (2015) 13.59%

Biomassa (kg)

Chave et al. (2005) 14.05%

25000

Brown (1997) 22.69%

20000

Samalca (2007) 25.21%
Ketterings et al. (2001) 28.58%

15000

Basuki et al. (2009) 39.49%

10000
5000
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100 110 120

Diameter (cm)

Gambar 7 Perbandingan nilai simpangan rata-rata antara biomassa aktual dan
biomassa hasil pendugaan menggunakan beberapa sumber
Persamaan dari beberapa sumber digunakan untuk menduga biomassa
dengan data diameter dan rata-rata kerapatan kayu berdasarkan pengukuran di
lapangan. Diameter yang telah dikumpulkan berkisar 13.1-107.0 cm dan rata-rata
kerapatan kayu dari hasil perhitungan seluruh 40 pohon contoh adalah 0.63 g/cm³.
Untuk mengetahui tingkat keakuratan pendugaan biomassa dapat dihitung melalui
simpangan rata-rata ( S%) . Nilai simpangan rata-rata hasil penelitian sebesar
13.59%, sedangkan berdasarkan sumber lain secara berturut-turut adalah 14.05%
(Chave et al. 2005), 22.69% (Brown 1997), 25.21% (Samalca 2007), 28.58%
(Ketterings et al. 2001), dan 39.49% (Basuki et al. 2009). Terdapat simpangan
rata-rata hasil penelitian sebesar 13.59% yang diduga terjadi kesalahan dalam
pengukuran. Kesalahan pengukuran biomassa memiliki hubungan erat dengan
ukuran pohon, sehingga semakin besar pohon maka tingkat kesalahan pengukuran
semakin besar (De Gier 2003). Hal ini karena pengukuran biomassa sangat rumit
dan melibatkan banyak metode seperti pengukuran diameter, berat basah, dan
volume. Persamaan Chave et al. (2005) menghasilkan nilai dugaan biomassa yang
mendekati data aktual lapangan karena jumlah pohon yang dikumpulkan sebanyak
2410 dengan variasi diameter 5-156 cm.

16
Semakin banyak data yang digunakan akan semakin mewakili terhadap
keseluruhan jenis yang ada di lapangan sehingga hasil dugaan yang diperoleh
akan semakin akurat (Basuki et al. 2009). Hal ini yang menyebabkan hasil dugaan
melalui persamaan sebagaimana dinyatakan dalam Brown (1997), Samalca (2007),
dan Ketterings et al. (2001) menghasilkan nilai dugaan yang cukup jauh terhadap
hasil aktual di lapangan karena jumlah pohon yang digunakan lebih sedikit
dibanding Chave et al. (2005). Hasil dugaan melaui persamaan Basuki et al.
(2009) yang berasal dari Kalimantan Timur justru sangat jauh dengan data aktual
lapangan yang dikumpulkan di Kalimantan Tengah. Penyebab utamanya ialah
perbedaan letak geografis antara wilayah penelitian, meskipun lokasi relatif dekat
di pulau yang sama yaitu Kalimantan. Hal ini yang mengindikasikan bahwa faktor
lokasi sangat berperan penting dalam pendugaan biomassa. Selain itu jenis pohon
yang dikumpulkan di Kalimantan Timur sebagin besar berbeda dari jenis yang
sudah dikumpulkan di Kalimantan Tengah. Jenis pohon yang berbeda memiliki
kerapatan kayu yang berbeda sehingga biomassa akan bervariasi bahkan jika
pohon-pohon memiliki ukuran yang sama (Ketterings et al. 2001). Solusi yang
perlu dilakukan ialah mengembangkan persamaan biomassa baru dengan pohonpohon contoh yang dipilih dari lokasi yang dimaksud.
Biomass Expansion Factor (BEF) dan
Biomass Conversion and Expansion Factor (BCEF)
Menurut Brown (1997) yang pertama kali menggagas istilah Biomass
Expansion Factor (BEF) mendefinisikan BEF sebagai perbandingan antara berat
kering total dengan berat kering batang komersil. Nilai BEF akan digunakan
sebagai pendekatan dalam menduga biomassa apabila tidak tersedia persamaan
alometrik namun tersedia data volume dan kerapatan kayu.
3
2.5
BEF

2

1.81

1.5
1
0.5
0
0

20

40

60
80
DBH (cm)

100

120

Gambar 8 Hubungan antara DBH dengan BEF seluruh pohon contoh
Hasil perhitungan nilai BEF 40 pohon cukup bervariasi yaitu antara 1.25
sampai 2.73. Nilai BEF bervariasi karena jenis pohon yang digunakan beragam
sehingga tidak terdapat hubungan antara diameter pohon dengan BEF (Gambar 8).
Menurut standar IPCC (2003) nilai BEF untuk jenis hutan berdaun lebar berkisar
antara 2 sampai 9. Variasi nilai BEF tersebut dipengaruhi oleh diameter dan umur
pohon. Secara keseluruhan nilai rata-rata BEF hasil penelitian dari 40 pohon
contoh jenis campuran di hutan alam adalah 1.81.

17
Biomass Conversion and Expansion Faktor (BCEF) merupakan faktor
konversi suatu volume pohon menjadi biomassa batang dan menggandakanya
kedalam biomassa total pohon. Pendugaan biomassa melalui BCEF dapat
digunakan apabila tidak tersedia persamaan alometrik dan hanya tersedia data
volume.

BCEF (ton/m³)

2.0
1.5
1.15
1.0
0.5
0.0
0

20

40

60
80
DBH (cm)

100

120

Gambar 9 Hubungan antara DBH dengan BCEF seluruh pohon contoh
Nilai BCEF 40 pohon contoh pada penelitian ini berkisar antara 0.60 ton/m³
sampai 1.72 ton/m³. Berdasarkan standar IPCC (2006), nilai BCEF dengan
diameter 11-120 cm berkisar antara 4 ton/m³ sampai 1.5 ton/m³. Faktor yang dapat
mempengaruhi perbedaan nilai-nilai BCEF adalah jenis pohon dan tempat tumbuh.
Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi variasi nilai BCEF adalah umur
pohon dan iklim (Teobaldelli et al. 2009). Nilai rata-rata BCEF secara
keseluruhan ialah 1.15 ton/m³ untuk kelas diameter 13.1-107.0 cm. Artinya untuk
menduga biomassa dengan volume 1 m³ jenis campuran setara dengan 1.15 ton
biomassa.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kerapatan kayu merupakan peubah yang berperan nyata dalam pendugaan
biomassa untuk jenis campuran. Alometrik terbaik untuk menduga biomassa jenis
campuran di hutan alam adalah TAGB = 0.1901 DBH2.57 WD1.02 dengan nilai Ra2
sebesar 98.60%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan penambahan jumlah pohon
contoh pada diameter besar, tipe ekosistem hutan pada dataran tinggi, dan
ekosistem lahan kering.

18

DAFTAR PUSTAKA
[EDL] PT. Erna Djuliawati Logging Unit II. 2010. Rencana Karya Usaha
IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati Logging Unit II Periode Tahun 20102020. Kalimantan (ID): PT. EDL II
Basuki TM, Van Laake PE, Skidmore AK, Hussin YA. 2009. Allometric
equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland
Dipterocarp forests. Elsevier Science: Journal of Forest Ecology and
Management. 257:1684-1694.
Burnham KP and Anderson DR. 1998. Model Selection and inference : a
Practical Information Theoritic Approach. Berlin (DE): Springer
Brand GJ and Smith WB. 1985. Evaluating allometric shrub biomass equations fit
to generated data. Canadian Journal of Botany. 63,64-67
Brown S, Gillespie AJR, Lugo AE. 1989. Biomass estimation methods for
tropical forest with application to forest inventory data. American Foresters
Soc: Journal Forest Science. 35(4) : 881-902
Brown S. 1997. Estimating Biomass Change of Tropical Forest: A Primer.FAO
Forestry Paper-134 [Internet]. [diunduh 2014 September 1]; Rome.
Tersedia pada: http://www.fao.org/.
Cairns MA, Olmsted I, Granados J, Argaez J. 2003. Composition and aboveground tree biomass of a dry semi-evergreen forest on Mexico’s Yucatan
Peninsula. Journal of Forest Ecology and Management 186, 125–132.
Chave J, Andalo C, Brown S, Cairns MA, Chambers JQ, Eamus D, Folster H,
Fromard F, Higuchi N, Kira T et al. 2005. Tree allometry and improved
estimation of carbon stocks and balance in tropical forest. Springer-Verlag:
Journal of Oecologia. 145:87-99.
Chave J, Muller-Landau HC, Baker TR, Easdale TA, Steege HT, Webb CO. 2006.
Regional and phylogenetic variation of wood density across 2456 Neotropical tree species. Ecological Soc of America : Journal of Ecological. 16,
56-2367.
De Gier A. 2003. A new approach to woody biomass assessment in woodlands
and shrublands. In: O. Roy (Ed), Geoinformatics for Tropical Ecosystems,
India (IN):M/S Bishen singh Mahendra Pal Singh. pp. 161-198.
Draper NR and Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi kedua.
Jakarta(ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gujarati DN. 2006. Dasar Dasar Ekonometrika Jilid 2. Mulyadi JA, Andri Y,
Penerjemah; Barnadi D, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Basic Econometrics. Ed ke-4.
Ghozali I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Ed ke-2.
Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Dipenegoro.
Haygreen JG and Bowyer J. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar.
Sutjipto A. Hadikusumo, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press. Terjemahan dari : Forest Product and Wood Science : An
Introduction
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2003. Good Practice
Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry. Penman J,
Gytarsky M, Hiraishi T, Krug T, Kruger D, Pipatti R, Buendia L, Miwa K,

19
Ngara T, Tanabe K, Wagner F, editor. Hayamu (JP): The Institute for
Global Environmental Strategies (IGES).
[IPCC] Intergovemmental Panel on Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guidelines
for National Greenhouse Gas Inventories, Agriculture, Forestry and Other
Land Use. Simon E, Leandro B, Kyoto M, Todd N, Kiyoto T, edotor.
Volume 4. Hayama (JP): The Institute for Global Environmental Strategies
(IGES).
Ketterings QM, Coe R, Van Noordwijk M, Ambagau Y, Palm CA. 2001.
Reducing uncertainty in use of allomatric biomass equations prediting above
ground tree biomass in mixed secondary forest. Elsevier Science: Journal of
Forest Ecology and Management.146: 199-209
Limbong H. 2009. Potensi karbon tegakan acacia crassicarpa pada lahan gambut
bekas terbakar [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Lumbantobing R. 2013. Persamaan alometrik biomassa pohon keruing di Pulau
Siberut, Sumatra Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Nelson BW, Mesquita R, Pereira JLG, de Souza SGA, Batista GT, Couta LB.
1999. Allometric regressions for improved estimate of secondary forest
biomass in the Central Amazon. Elsevier Science: Journal Forest Ecology
and Management 117:149–167
Ogawa H, Kyoji Y, Ogino H, Kira T. 1965. Comparative ecological studies on
three main types of forest vegetation in Thailand II Plant Biomass. Nature &
Life in SE