Kemampuan Maturasi dan Fertilisasi Oosit Sapi yang Diseleksi Menggunakan Teknik Pewarnaan Brilliant Cresyl Blue secara in vitro

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI
YANG DISELEKSI MENGGUNAKAN TEKNIK PEWARNAAN
BRILLIANT CRESYL BLUE SECARA IN VITRO

ZULTINUR MUTTAQIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kemampuan Maturasi
dan Fertilisasi Oosit Sapi yang Diseleksi Menggunakan Teknik Pewarnaan
Brilliant Cresyl Blue secara in vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Zultinur Muttaqin
B352120041

RINGKASAN
ZULTINUR MUTTAQIN. Kemampuan Maturasi dan Fertilisasi Oosit Sapi yang
Diseleksi Menggunakan Teknik Pewarnaan Brilliant Cresyl Blue secara in vitro.
Dibimbing oleh MOHAMAD AGUS SETIADI dan NI WAYAN KURNIANI
KARJA
Tingkat keberhasilan produksi embrio sapi in vitro masih sangat rendah.
Hal ini terutama dikaitkan dengan kualitas oosit yang digunakan saat maturasi.
Seleksi rutin oosit berdasarkan kriteria morfologi masih menghasilkan oosit yang
heterogen dalam kualitas dan kemampuan perkembangannya, dikarenakan
aktivitas intraovarian yang terjadi pada masa hidupnya. Dilaporkan aktivitas
enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dalam sitoplasma oosit dapat
dijadikan sebagai indikator kualitas oosit. Aktivitas enzim ini dilaporkan tinggi
pada oosit yang sedang tumbuh dan akan bekurang aktivitasnya ketika oosit sudah
tumbuh sempurna. Indikasi ini kemudian dijadikan acuan oleh para peneliti untuk
mengembangkan sebuah metode non invasif seleksi oosit melalui pewarnaan

dengan brilliant cresyl blue (BCB). Pewarna BCB yang ditambahkan pada
sekumpulan oosit dapat bereaksi dan menyeleksi oosit berdasarkan aktivitas
intraseluler G6PD di sitoplasma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan pewarna BCB sebagai
indikator aktivitas G6PD di sitoplasma oosit dalam upaya memilih oosit sapi yang
lebih kompeten untuk berkembang secara in vitro. Sejumlah oosit dipaparkan
pada 26 µM BCB selama 90 menit dalam inkubator 5% CO2 suhu 39ºC dan
diklasifikasikan berdasarkan tingkat penyerapan warna sitoplasmanya. Oosit
dengan sitoplasma berwarna biru dikategorikan sebagai kelompok oosit BCB+
dan oosit dengan sitoplasma yang tidak berwarna dikategorikan sebagai kelompok
oosit BCB-. Kelompok oosit kontrol dimaturasi secara langsung setelah terseleksi
secara morfologi, tanpa dilakukan pewarnaan BCB. Masing-masing kelompok
perlakuan (BCB+, BCB- dan kontrol) kemudian dilakukan maturasi dan fertilisasi
secara in vitro. Oosit dikatakan matang jika dapat mencapai tahap metafase II
(MII) setelah di maturasi selama 24 jam dan oosit dengan 2 atau lebih pronukleus
(PN) setelah 14 jam inkubasi diklasifikasikan sebagai oosit yang telah terfertilisasi.
Kedua parameter tersebut kemudian dievaluasi dan dibandingkan diantara
perlakuan.
Persentase oosit yang mencapai tahap MII pada kelompok oosit BCB+
lebih tinggi (P< 0.05) dibandingkan kelompok oosit BCB- (78.7% vs 33.3%),

namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P> 0.05) antara kelompok oosit
BCB+ dan kelompok oosit kontrol (78.7% vs 77.1%). Tingkat fertilisasi
kelompok oosit BCB+ juga ditemukan lebih tinggi secara signifikan (P< 0.05)
dibandingkan kelompok oosit BCB- dan kelompok oosit kontrol (30.5% vs 13.6,
23.6%). Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok oosit BCB+ lebih kompeten
untuk termaturasi dan terfertilisasi secara in vitro dibandingkan kelompok oosit
BCB-. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa seleksi oosit sapi dengan
BCB sebelum maturasi dapat digunakan secara efektif dalam memilih oosit yang
lebih kompeten untuk berkembang.
Kata kunci: oosit, brilliant cresyl blue, kompetensi, maturasi, fertilisasi

SUMMARY
ZULTINUR MUTTAQIN. Maturation and Fertilization Ability of Bovine
Oocytes in vitro Selected Using Brilliant Cresyl Blue. Supervised by
MOHAMAD AGUS SETIADI and NI WAYAN KURNIANI KARJA.
The success rate of bovine in vitro embryo production is still low. This is
mainly attributed to the oocyte quality at the start of maturation. Routine selection
of oocyte quality based on morphological criteria results heterogeneous in quality
and developmental competence in vitro due to intraovarian activity. The activity
of glucose 6 phospate dehydrogenase (G6PD) was reported to be an indicator of

oocyte quality. This enzyme was synthesized in growing oocytes but with
decreased activity in fully grown oocytes. This indication was used by some
researchers as a basis to develop a non invasive method for oocytes selection by
staining with brilliant cresyl blue (BCB). The BCB staining could react and
determines the intracellular activity of G6PD.
The aim of this study was to evaluate the utility of BCB as an indicator for
G6PD activity in order to select developmentally competent bovine oocytes to
develop in vitro. The oocytes were exposed to 26 µM BCB for 90 minutes in 5%
CO2 incubator 39ºC and were classified according to their cytoplasm coloration:
oocytes with a blue cytoplasm (BCB+) and colorless oocytes (BCB-). The oocytes
of the control group were incubated directly after selection without exposure to
BCB. Then, the oocytes of all groups (BCB+, BCB-, and control) were matured
and fertilized in vitro. Matured oocytes were defined as those oocytes that reach
metaphase II stage after being cultured for 24 hours. Oocytes showing two or
more pronuclei at 14 hours incubation were classified as fertilized oocytes. Both
parameters were evaluated and compared between treatments.
The nuclear maturation rate was higher (P< 0.05) in BCB+ oocytes group
than BCB- oocytes group (78.7% vs 33.3%), however there is no significant
difference (P> 0.05) between BCB+ oocytes group and control oocytes group
(78.7% vs 77.1%). The fertilization rate of BCB+ oocytes group was higher (P<

0.05) than those of BCB- and control oocytes group (30.5% vs 13.6, 23.6%). This
indicated that oocytes BCB+ more competence to be matured and fertilized in
vitro than oocytes BCB-. In conclusion, staining of bovine oocytes with BCB
before in vitro maturation could be used effectively to select developmentally
competent bovine oocytes.
Key words: oocytes, brilliant cresyl blue, competent, maturation, fertilization

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI
YANG DISELEKSI MENGGUNAKAN TEKNIK PEWARNAAN
BRILLIANT CRESYL BLUE SECARA IN VITRO


ZULTINUR MUTTAQIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr drh Iman Supriatna

Judul Tesis : Kemampuan Maturasi dan Fertilisasi Oosit Sapi yang Diseleksi
Menggunakan Teknik Pewarnaan Brilliant Cresyl Blue secara in
vitro
Nama

: Zultinur Muttaqin
NIM
: B352120041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi
Ketua

drh Ni Wayan Kurniani Karja MP, PhD
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr drh Mohamad Agus Setiadi

Dr Ir Dahrul Syah MScAgr

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan
Mei 2014 ini ialah kualitas oosit sapi, dengan judul Kemampuan Maturasi dan
Fertilisasi Oosit Sapi yang Diseleksi Menggunakan Teknik Pewarnaan Brilliant
Cresyl Blue secara in vitro.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr drh Mohamad Agus
Setiadi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu drh Ni Wayan Kurniani Karja MP,
PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan, perhatian dan
nasihatnya selama melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan rangkaian penelitian ini hingga selesai. Terima kasih

kepada Bapak Prof Dr drh Iman Supriatna selaku penguji luar komisi atas saran dan
kritiknya sehingga dapat lebih memperkaya dan menyempurnakan substansi tesis.
Terima kasih juga kepada Bakrie Center Foundation atas beasiswa yang telah
diberikan dalam program Bakrie Graduate Fellowship 2013 sehingga dapat
membantu penulis selama masa studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, teman-teman, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Kepada cut yasmin, I would like to thank you for your care, support,
love, and every little effort you are doing for me is simply amazing. Terima kasih
telah menjadi partner terbaik..
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Zultinur Muttaqin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian

1
1
2
2
2
2


2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
Tahap I Kemampuan Maturasi Inti Oosit setelah Dipaparkan
Pewarna BCB
Koleksi dan Klasifikasi Oosit
Pewarnaan Brilliant Cresyl Blue (BCB)
Maturasi Oosit in vitro (IVM)
Evaluasi Kemampuan Maturasi Oosit in vitro
Tahap II Kemampuan Fertilisasi Oosit Setelah Dipaparkan
Pewarna BCB
Fertilisasi Oosit in vitro (IVF)
Evaluasi Kemampuan Fertilisasi Oosit in vitro
Analisis Data

12
12
12
12
12
12
13
13
14
14
14
14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

15
15
17

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Tingkat maturasi inti oosit sapi setelah pewarnaan BCB
2 Tingkat fertilisasi oosit sapi setelah pewarnaan BCB

16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Gambaran skematis ultrastruktur oosit selama pertumbuhannya di
dalam folikel
2 Metabolisme karbohidrat melalui jalur fosfat pentosa
3 Skema distribusi organel selama pematangan dan fertilisasi
4 Mekanisme aktivasi oosit oleh spermatozoa dalam proses fertilisasi
5 Status inti oosit sapi setelah pematangan in vitro
6 Pembentukan pronukleus pada oosit sapi setelah fertilisasi in vitro

4
7
9
10
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Penghitungan konsentrasi BCB 26 µM
Komposisi medium transportasi ovarium
Komposisi medium koleksi oosit
Komposisi medium maturasi in vitro
Komposisi medium fertilisasi in vitro

27
27
28
28
29

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingkat keberhasilan produksi embrio sapi in vitro masih sangat rendah
karena sebagian besar oosit gagal untuk berkembang sampai ke tahap blastosis. Hal
ini terutama dikaitkan dengan kualitas oosit yang digunakan saat maturasi. Oosit yang
digunakan untuk produksi embrio in vitro umumnya diperoleh dari ovarium yang
berasal dari rumah pemotongan hewan (RPH), dengan proses seleksi dilakukan secara
morfologi berdasarkan jumlah dan kekompakan sel-sel kumulus serta homogenitas
sitoplasmanya. Akan tetapi karena aktivitas intraovarian yang terjadi pada masa
hidupnya, oosit yang terseleksi umumnya masih heterogen dalam kualitas dan
kemampuan perkembangannya. Aktivitas intraovarian in vivo menghasilkan
beberapa gelombang folikel yang memungkinkan oosit berada pada tahapan
perkembangan yang berbeda-beda, seperti terdapatnya oosit yang sedang tumbuh,
menuju ke arah atresia, dan atau sudah tumbuh sempurna (Ginther et al. 1999). Oleh
karena itu, seleksi berdasarkan morfologi dirasa belum cukup memadai dan masih
kurang efisien, karena ada kemungkinan oosit yang secara morfologi terseleksi dalam
kriteria baik tetapi ternyata sudah berada dalam tahap mengalami degenerasi atau
masih berada dalam tahap sedang tumbuh (Alm et al. 2005).
Dilaporkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan oosit diindikasikan
dengan adanya perubahan pada aktivitas enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase
(G6PD) dalam sitoplasmanya. Aktivitas G6PD ditemukan tinggi dalam sitoplasma
oosit yang sedang tumbuh (growing oocytes) dan aktivitasnya akan semakin menurun
seiring dengan pertumbuhan oosit terutama pada oosit yang sudah tumbuh sempurna
(fully grown oocytes) (Alm et al. 2005; Manjunatha et al. 2007). Indikasi ini
kemudian dijadikan acuan oleh para peneliti dalam mengembangkan sebuah metode
non invasif untuk seleksi oosit melalui pewarnaan dengan brilliant cresyl blue (BCB).
Pewarna BCB dapat bereaksi dengan G6PD dan memunculkan perubahan intensitas
zat warna BCB pada sitoplasma oosit sesuai dengan aktivitas intraseluler G6PD yang
terjadi di dalamnya. Hal ini yang kemudian digunakan sebagai indikator untuk
menyeleksi kualitas oosit.
Metode non invasif dengan BCB telah digunakan untuk mengidentifikasi
oosit yang kompeten pada banyak spesies hewan, seperti pada babi (Ericsson et al.
1993), kambing prepuber (Rodriguez-Gonzalez et al. 2002), sapi dara (Pujol et al.
2004), kerbau (Manjunatha et al. 2007) dan kuda (Pereira et al. 2010). Dari hasil
penelitian tersebut diindikasikan bahwa oosit yang telah tumbuh sempurna di dalam
folikel mempunyai kompetensi perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan oosit
yang masih tumbuh dalam proses produksi embrio in vitro. Oleh karena seleksi oosit
sapi secara morfologi masih menghasilkan kualitas oosit yang heterogen, maka perlu
dicoba untuk dilakukan seleksi non invasif dengan BCB agar dapat dihasilkan
kualitas oosit hasil seleksi yang lebih homogen dan mempunyai kompetensi
perkembangan lebih baik dalam rangka memaksimalkan keberhasilan produksi
embrio secara in vitro.

2

Kerangka Pemikiran
Kriteria pemilihan oosit hanya berdasarkan aspek morfologi belum dapat
dijadikan indikator tunggal dalam penentuan kualitas oosit sapi. Sementara itu faktor
intrinsik sitoplasma yang dipercaya memiliki pengaruh signifikan terhadap
kompetensi perkembangan oosit selanjutnya belum sepenuhnya teramati. Oleh
karenanya dibutuhkan kombinasi antar metode yang bersifat non invasif dalam
seleksi oosit guna mendapatkan oosit hasil seleksi yang lebih berkualitas. Dilaporkan
selama pertumbuhannya di dalam folikel, oosit mensintesis berbagai macam protein
spesifik penting dalam sitoplasmanya, termasuk enzim G6PD. Enzim ini aktif
disintesis dalam sitoplasma oosit selama pertumbuhannya dan akan menurun
aktivitasnya setelah oosit mencapai pertumbuhan yang sempurna. Pewarna BCB yang
ditambahkan pada sekumpulan oosit dapat bereaksi dengan enzim G6PD dan
memunculkan perubahan intensitas warna sejalan dengan aktivitas enzim tersebut
dalam sitoplasma oosit. Oosit yang sedang tumbuh dengan aktivitas G6PD yang
tinggi, akan menyebabkan pewarna BCB yang ditambahkan mudah untuk
dimetabolisir, sehingga oosit menjadi tidak berwarna (BCB-). Sebaliknya, oosit yang
sudah tumbuh sempurna, memiliki aktivitas G6PD yang rendah, sehingga pewarna
BCB yang ditambahkan tidak mudah untuk dimetabolisir dan oosit akan menyerap
zat warna biru (BCB+). Dengan melakukan teknik pewarnaan ini diharapkan kualitas
oosit hasil seleksi menjadi lebih homogen dengan jumlah oosit tumbuh sempurna
yang lebih banyak, sehingga diharapkan oosit tersebut memiliki kompetensi
perkembangan selanjutnya yang lebih baik secara in vitro. Oleh karenanya oosit hasil
seleksi dengan BCB diduga memiliki kualitas dan kompetensi perkembangan yang
lebih baik dibandingkan dengan oosit yang tidak terseleksi (BCB-) atau tanpa seleksi
BCB sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan pewarna BCB sebagai
indikator aktivitas G6PD di sitoplasma oosit dalam upaya memilih oosit sapi yang
lebih kompeten untuk berkembang secara in vitro.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas oosit sapi hasil
seleksi sehingga produksi embrio in vitro dapat lebih efektif dan efisien.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah: Oosit BCB+ lebih kompeten untuk
berkembang dibandingkan dengan oosit BCB-, baik pada tingkat maturasi dan
kemampuannya untuk terfertilisasi secara in vitro.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ultrastruktur oosit sapi selama follikulogenesis
Folikulogenesis merupakan proses perkembangan folikel yang berawal dari
terbentuknya folikel primordial, kemudian berkembang menjadi folikel primer,
sekunder, tertier, de Graaf hingga pada akhirnya oosit tersebut akan diovulasikan.
Dalam proses ini terjadi dinamika folikular yang di dalamnya termasuk pertumbuhan
dan degenerasi folikel. Dinamika folikel antral atau gelombang folikel meliputi 4
proses, yaitu tahap rekruitmen, seleksi, dominan, dan atresia. Proses rekruitmen
melibatkan sekelompok folikel antral yang memulai untuk tumbuh dengan
sebagiannya mengalami atresia. Folikel yang bertahan dan tidak mengalami atresia
merupakan folikel terseleksi yang kemudian akan terus tumbuh dan bersaing menjadi
satu folikel dominan. Dalam upayanya menuju satu folikel dominan maka sebagian
besar folikel terseleksi akan mengalami atresia. Pada sapi, setiap siklus estrus
menghasilkan sebanyak 2-5 kali gelombang folikel. Studi yang dilakukan oleh Viana
et al. (2000) terhadap 15 ekor sapi, teramati sebanyak 1 (6.67%) ekor sapi
menunjukkan 2 kali gelombang folikel, 9 (60.0%) ekor sapi menunjukkan 3 kali
gelombang folikel, 4 (26.67%) ekor sapi menunjukkan 4 kali gelombang folikel, dan
1 (6.67%) ekor sapi menunjukkan 5 kali gelombang folikel. Jika dalam satu kali
siklus estrus menghasilkan 3 kali gelombang folikel, maka gelombang folikel
pertama dan kedua terjadi saat fase luteal (metestrus dan diestrus), ketika konsentrasi
hormon progesteron berada pada kadar yang tinggi di dalam tubuh. Setelah terjadi
luteolisis dan gelombang folikel ketiga terjadi, maka folikulogenesis dapat
berlangsung secara sempurna dan menghasilkan satu folikel dominan (Senger 2003).
Oosit yang digunakan dalam proses produksi embrio in vitro diharapkan adalah oositoosit yang berada pada tahapan folikel terseleksi yang telah tumbuh sempurna, belum
mengalami atresia dan berpeluang untuk tumbuh menjadi folikel dominan.
Proses folikolegenesis disertai dengan berbagai tahap perkembangan oosit
yang meliputi tiga fase yaitu proliferasi, pertumbuhan dan pematangan. Fase
proliferasi meliputi proses mitosis oogonium menjadi beberapa oogonia yang terjadi
pada saat pralahir atau sesaat setelah lahir, kemudian oogonia berdiferensiasi menjadi
oosit primer dengan inti tahap profase I (tahap diploten), serta dikelilingi oleh sel
epitel pipih membentuk folikel primordial. Inti oosit pada tahap ini disebut germinal
vesicle (GV) yang ditandai dengan adanya membran inti yang utuh dan nukleus yang
jelas. Setelah fase proliferasi, oosit memasuki fase pertumbuhan dan pematangan
yang berlangsung bersamaan dengan proses perkembangan folikel (Gambar 1). Pada
fase pertumbuhan, terjadi peningkatan volume dan diameter oosit akibat terjadi
peningkatan dan akumulasi organel-organel sel, serta peningkatan proses transkripsi
untuk sintesis protein (Hafez dan Hafez 2000). Proses ini dimaksudkan untuk
mendukung kompetensi perkembangan oosit selanjutnya hingga mencapai embrio.

4

Gambar 1 Gambaran skematis ultrastruktur oosit selama pertumbuhannya di dalam
folikel (Hyttel et al. 1996)
Folikel primordial memiliki diameter 34.6±3.7 µm. Oosit pada folikel ini
memiliki diameter 27.9±3.3 µm yang dikelilingi oleh satu lapis sel granulosa
berbentuk pipih. Secara ultrastruktur, bagian korteks oosit pada fase ini diisi oleh
coated pits dan vesikel dalam jumlah banyak yang berfungsi sebagai jalur
komunikasi (endocytotic pathway) antara oosit dan sel granulosa, sedangkan bagian
sitoplasma oosit ditandai oleh kehadiran beberapa organel sel seperti retikulum
endoplasmik kasar (RER) dan halus (SER), badan golgi (G), serta mitokondria (M)
berbentuk bulat dalam jumlah yang masih sangat sedikit di sekitar nukleus. Selain itu,
bagian nukleolus (Nu) menunjukkan komponen granular yang diselingi oleh vakuolvakuol (Gambar 1A).
Folikel primer memiliki diameter 46.1±6.1 µm. Oosit pada folikel ini
memiliki diameter 31.6±4.3 µm yang dikelilingi oleh selapis sel granulosa berbentuk
kuboid. Secara ultrastruktur oosit pada folikel primer mengalami perubahan dalam
jumlah organel sel seperti mitokondria berbentuk panjang, badan golgi dan mikrovili
di dalam sitoplasmanya yang mengalami peningkatan. Selain itu, pada komponen
granular dari nukleolus mulai terbentuk fibrillar center (FC). Oosit pada folikel
primer masih melibatkan coated pits dan vesikel sebagai jalur komunikasi antara
oosit dan sel granulosa (Gambar 1B).

5

Folikel sekunder memiliki diameter 101.7±41.8 µm. Oosit pada folikel ini
memiliki diameter 45.6±14.0 µm yang dikelilingi oleh lebih dari satu lapis sel
granulosa kuboid. Pada tahap ini zona pelusida (ZP) dan kortikal granula mulai
terbentuk. Teramati pula adanya penurunan jumlah coated pits serta vesikel pada
oolema, yang diikuti dengan pembentukan gap junction sebagai jalur komunikasi
baru yang menghubungkan antara oosit dan sel granulosa. Mikrovili telah berubah
bentuk menjadi tegak lurus dan FC telah secara sempurna tergabung pada bagian
perifer dari nukleolus dan membentuk fibrilo-granular nukleolus. Transkripsi oosit
termasuk fungsi nukleolus dan sintesis rRNA pada oosit mulai teraktivasi dan sintesis
RNA tersebut akan terus dipertahankan sampai diameter oosit mencapai ±110 µm
pada folikel tersier ukuran 3 mm (Gambar 1C).
Transisi dari folikel sekunder ke folikel tersier awal (pre-antral follicle)
dicirikan oleh terbentuknya antrum dan peningkatan diameter folikel sampai 1 mm.
Oosit pada folikel tersier awal memiliki diameter 80 µm. Pada tahap ini terjadi
proliferasi sel granulosa, zona pelusida telah terbentuk dengan sempurna dan
mikrovili telah tertanam di dalam zona pelusida. Selain itu, terjadi peningkatan
jumlah mitokondria berbentuk panjang yang terdistribusi secara merata di seluruh
bagian sitoplasma, diikuti dengan peningkatan jumlah lipid droplet, vesikel, badan
golgi dan kortikal granula. Fibrillar center pada nukleolus jumlahnya meningkat dan
terdistribusi secara merata (Gambar 1D). Ketika folikel tersier sampai pada diameter
3 mm, oosit yang berada di dalamnya umumnya memiliki diameter antara 80-110
µm. Jika diameter oosit 2 PN;
Tingkat fertilisasi: jumlah oosit yang dapat membentuk 2 atau lebih PN dari
keseluruhan jumlah oosit yang difertilisasi.
PEMBAHASAN
Tingkat maturasi inti oosit
Tingkat pematangan inti oosit sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit yang
digunakan. Pada penelitian ini oosit sapi dipilih secara morfologi berdasarkan
homogenitas sitoplasma dan kekompakan sel-sel kumulus, sehingga oosit yang
digunakan diasumsikan seragam dan mempunyai kompetensi perkembangan yang
sama. Untuk mendapatkan kualitas oosit yang lebih homogen, seleksi dilakukan
dengan teknik pewarnaan BCB berdasarkan aktivitas enzim G6PD dalam sitoplasma
oosit. Dikarenakan hanya oosit yang telah matang (MII) yang memiliki kemampuan
untuk dibuahi oleh spermatozoa dan berkembang lebih lanjut membentuk embrio,
maka pada produksi embrio in vitro, oosit perlu dimatangkan terlebih dahulu. Oleh
karenanya tingkat maturasi inti oosit sering dijadikan sebagai salah satu parameter
da