Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien

ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
YOSEPHINE MS TOBING 100200371
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
1

2

ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN
Oleh
YOSEPHINE MS TOBING 100200371
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh :

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum NIP. 196602021991032002

Zulkifli Sembiring, SH.M.H NIP. 196010118198803100

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014

3
ABSTRAK * Yosephine Ms Tobing
** Rosnidar *** Zulkifli Sembiring
Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi kesehatannya terhadap masyarakat. Profesi dokter menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut hanya merupakan “puncak suatu gunung es” artinya masih banyak kritik yang tidak muncul ke permukaan karena keengganan pasien atau keluarganya untuk menyatakannya.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asasasas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.
Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah Hubungan dokter dengan pasien pada perjanjian terapeutik terdapat perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, yaitu pelayanan medik yang bertujuan meringankan gejala penyakit sampai menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Demikian juga hubungan dokter dengan pasien dapat merupakan perikatan yang tidak berbuat sesuatu. Pemenuhan Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien adalah Perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. dari hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbullah hak dan kewajiban masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga sebaliknya dengan dokter. Akibat Hukum Timbul dengan Tidak Terpenuhi Prestasinya pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien, kedua belah pihak melakukan wanprestasi, dokter melawan hukum, akibatnya terjadi kelalain pihak dokter
Kata Kunci : Perjanjian, Dokter, Pasien * Mahasiswi ** Rosnidar *** Zulkifli Sembiring

4

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara. Adapun judul yang penulis angkat adalah “Analisis Pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien ”. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil. Kepada Yang Terhormat: 1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.

5
5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Dr. Rosnidar, SH., M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
8. Bapak Zulkifli Sembiring, SH., M.H, selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 10. Papa dan Mama tercinta T.L. Tobing, SE dan Idaria Erita Sitanggang,SE yang
telah banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tak pernah putus sampai sekarang. 11. Kakak saya Elizabeth Tobing,S.Ked dan adik-adik saya Fabiola Tobing, Fanny Tobing, Immanuel Tobing yang telah banyak memberikan dukungan doa dan masukan sampai sekarang. 12. Rekan-rekan terdekat penulis Monica Tobing, Mawar Simanjuntak, Chintamii Sihombing, Inda Matondang, Roberto dan rekan-rekan lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak mendukung dan membantu penulis.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna di satu sisi karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa , oleh sebab itu besar harapan

6
penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif apresiatif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa menyeratai kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, September 2014 Penulis
Yosephine Ms Tobing

7

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Permasalahan .......................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5


D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5

E. Metode Penelitian ................................................................... 6

F. Keaslian Penulisan .................................................................. 9

G. Sistematika Penulisan .............................................................. 10

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN....................................................... 13

A. Tinjauan Umum Perjanjian ..................................................... 13

1. Pengertian Perjanjian..................................................... 13

2. Syarat Sahnya Perjanjian .............................................. 15

3. Jenis-Jenis Perjanjian .................................................... 18


4. Asas-Asas Perjanjian..................................................... 21

5. Objek dan Subjek Perjanjian.......................................... 25

6. Berakhirnya Perjanjian .................................................. 27

8
B. Tinjauan Umum Perjanjian Terapeutik..................................... 30 1. Pengertian Perjanjian Terapeutik ................................... 30 2. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan.......................... 31 3. Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik. ............................. 36
BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA PASIEN DAN DOKTER DALAM UPAYA PELAYANAN MEDIS .................................... 37 A. Hubungan Hukum antara Dokter Dengan Pasien .................... 37 B. Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Perjanjian Terapeutik .......... 40 C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Antara Dokter dan Pasien ................................................................... 43 D. Tanggungjawab Hukum Dokter terhadap Pasien...................... 46
BAB IV ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN ............. 63 A. Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Pasal 1338, Asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum dan asas itikad baik ............................... 63 B. Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata ........................................................................... 71 C. Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien.............. 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 82 A. Kesimpulan …………………………………………………….. 82 B. Saran……………………………………………………………. 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 81

9

3
ABSTRAK * Yosephine Ms Tobing
** Rosnidar *** Zulkifli Sembiring
Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi kesehatannya terhadap masyarakat. Profesi dokter menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut hanya merupakan “puncak suatu gunung es” artinya masih banyak kritik yang tidak muncul ke permukaan karena keengganan pasien atau keluarganya untuk menyatakannya.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asasasas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.
Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah Hubungan dokter dengan pasien pada perjanjian terapeutik terdapat perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, yaitu pelayanan medik yang bertujuan meringankan gejala penyakit sampai menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Demikian juga hubungan dokter dengan pasien dapat merupakan perikatan yang tidak berbuat sesuatu. Pemenuhan Asas-asas Hukum Perjanjian pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien adalah Perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. dari hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbullah hak dan kewajiban masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga sebaliknya dengan dokter. Akibat Hukum Timbul dengan Tidak Terpenuhi Prestasinya pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien, kedua belah pihak melakukan wanprestasi, dokter melawan hukum, akibatnya terjadi kelalain pihak dokter
Kata Kunci : Perjanjian, Dokter, Pasien * Mahasiswi ** Rosnidar *** Zulkifli Sembiring

10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar dan dibutuhkan oleh setiap manusia. Dalam pelaksanaannya, saat ini di Negara Indonesia masih banyak dijumpai masalah-masalah kesehatan yang dapat dilihat dengan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal tersebut khususnya terjadi pada golongan masyarakat menengah ke bawah. Untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna meningkatkan kesehatan masyarakat, baik melalui pembangunan fasilitas kesehatan, pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat seperti Jamkesmas, Jamkesda, BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja maupun peraturan perundangundangan. Di dalam sistem kesehatan, interaksi yang nampak menonjol adalah interaksi antara dokter dan pasien yang juga melibatkan unsur-unsur lainnya. Unsur-unsur lain tersebut para medis baik bagian perawatan maupun non perawatan, pekerja sosial dan rumah sakit, di mana mereka secara pribadi atau bersama-sama terikat oleh kaidah-kaidah tertentu, baik kaidah-kaidah hukum maupun kaidah sosial lainnya. Dalam sistem kesehatan ini, yang menonjol adalah profesi kedokteran, karena menurut anggapan umum, seseorang yang mempunyai profesi ini adalah menyenangkan, yaitu dianggap merupakan profesi yang mulia. Akhir-akhir ini profesi kedokteran sering mendapat kritikan-kritikan yang cukup

11
pedas dari berbagai lapisan masyarakat, beberapa media massapun ikut mengangkat berita-berita ini sampai ke permukaan.1 Meningkatnya sorotan masyarakat terhadap profesi kesehatan disebabkan oleh berbagai perubahan, antara lain adanya kemajuan bidang ilmu, perubahan karakteristik masyarakat tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa, dan juga perubahan masyarakat pengguna jasa kesehatan yang lebih sadar akan hak-haknya. Bila perubahan tersebut tidak disertai dengan peningkatan komunikasi antara tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa dan masyarakat sebagai penerima jasa kesehatan, hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman, ketidakpuasan dan konflik antara keduanya. Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi kesehatannya terhadap masyarakat. Profesi dokter menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut hanya merupakan “puncak suatu gunung es” artinya masih banyak kritik yang tidak muncul ke permukaan karena keengganan pasien atau keluarganya untuk menyatakannya.
Asas Pacta Sunt Servanda, merupakan asas kepastian hukum sebagai akibat perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dinyatakan bahwa: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang” Selain itu pada asas ini juga dikatakan bahwa pihak lain (hakim atau pihak ketiga) harus menghormati dan tidak boleh mengintervensi substansi kontrak yang dibuat para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-
1 Ninik Mariyanti, Malapraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana dan Perdata, (Edisi Revisi, Jakarta :Bina Aksara, 1998), hal 5

12
undang. Meski pun di dalam setiap perjanjian terdapat akibat hukum dari sahnya perjanjian, terdapat penyimpangan dari Ayat (2) Pasal 1338 KUHPer, karena adanya hak asasi dari pasien untuk menentukan diri sendiri (the right of self determination), sehingga dokter tidak mempunyai hak untuk memaksa pasien untuk dilakukan pelayanan kesehatan, meski pun dokter tahu kalau tidak dilakukan pelayanan kesehatan akan berakibat fatal bagi pasien. Hubungan hukum antara dokter dan pasien kebanyakan lahir karena perjanjian, hanya sedikit yang lahir karena UU.
Bisa juga karena pasien atau keluarganya menganggap apa yang dialaminya tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Sorotan masyarakat terhadap profesi tenaga kesehatan merupakan satu pertanda bahwa pada saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan dan pengabdian profesi tenaga kesehatan terhadap masyarakat pada umumnya dan pasien pada khususnya, sebagai pengguna jasa para tenaga kesehatan.
Pada umumnya ketidakpuasan para pasien atau keluarganya terhadap pelayanan kesehatan karena harapannya tidak dapat dipenuhi oleh para tenaga kesehatan, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan kenyataan yang didapatkannya. Faktor-faktor yang mendorongnya adalah kesadaran masyarakat akan hak-haknya yang diberikan dan dilindungi oleh hukum semakin tinggi. Hak-hak tersebut termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan derajad kesehatan yang setinggi-tingginya, baik kesehatan jasmani maupun rohani, seperti dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


13
Kesehatan (selanjutnya disingkat UUK) dinyatakan bahwa, “Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh derajad kesehatan yang optimal.”
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan medik terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Masing-masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang menerima pelayanan (medical reveivers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati.
Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam melakukan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum.2
Berdasarkan uraian di atas maka berkaitan dengan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam perjanjian antara Dokter dengan pasien, tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Analisis Pasal 1338 Kitab
2 Ibid.

14
Undang-Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien.
B. Permasalahan Dalam setiap penulisan skripsi tentulah ditemukan yang menjadi
permasalahan yang merupakan titik tolak bagi pembahasan nantinya. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?
2. Bagaimana asas-asas hukum perjanjian pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien kaitannya dengan Pasal 1338 KUHPerdata ?
3. Bagaimana akibat hukum dengan tidak terpenuhinya prestasi pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien?
C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Untuk mengetahui asas-asas hukum perjanjian pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien kaitannya dengan Pasal 1338 KUHPerdata.
3. Untuk mengetahui akibat dengan tidak terpenuhinya prestasi pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien.


15
D. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya sehingga bermanfaat secara teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoretis Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum perjanjian khususnya mengenai perjanjian antara dokter dan pasien, sehingga dapat memberikan manfaat kepada pasien dan dokter mengenai Pasal 1338 KUHPerdata (Pacta Sunt Servanda)
2. Manfaat praktis a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya mengenai perjanjian dan agar masyarakat mengetahui Pasal 1338 KUHPerdata (pacta sunt servanda) dalam perjanjian antara dokter dengan pasien b. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang cara membuat perjanjian antara dokter dengan pasien
E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma

16
yang dimaksud adalah tentang asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.3 Di mana tipe penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan pertimbangan titik tolak analisis terhadap KUHPerdata dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan asas kepastian hukum (Pacta Sunt Servanda). Analitis berarti menginventarisir asas-asas dan peraturan-peraturan terkait dengan asas kepastian hukum Pasal 1338 KUHPerdata dan selanjutnya menganalisis asas-asas dan peraturan-peraturan tersebut. 2. Pendekatan penelitian
Sehubungan jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundangundangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.4 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti aturan-aturan baik dalam KUHPerdata maupun perundang-undangan lain yang berkaitan terutama tentang kepastian hukum (Pacta Sunt Servanda) Pasal 1338 KUHPerdata.
Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan akan lebih akurat bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok, guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi problema hukum yang dihadapi.5 Oleh karena itu, pendekatan lain yang digunakan untuk
3Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 35. 4 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2011), hal 302. 5 Ibid. hal 305

17
mendukung pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan analitis. Menurut Johnny Ibrahim, pendekatan analitis pada dasarnya adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.6 Dengan demikian dalam penulisan skripsi ini, konsep yuridis yang dianalisis adalah konsep yuridis tentang kepastian hukum (pacta sunt servanda) Pasal 1338 KUHPerdata. 3. Sumber data
a. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan.
b. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, keputusan pengadilan juga jurnal-jurnal hukum termasuk yang on-line.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepert kamus hukum, encyclopedia dan lain-lain.7

4. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian normatif dilakukan dengan
menggunakan studi pustaka (library research) terhadap bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier berupa perundang-undangan, literatur, jurnal hukum, kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain. Penelesuran bahan-bahan hukum tersebut dilakukan
6 Ibid.,hal 306 7 Ibid., hal 296

18
dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun dilakukan dengan penelusuran bahan hukum dengan media internet.8 Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa bahan hukum, maka pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. 5. Analisis data
Bahan hukum yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan dianalisis dengan metode yuridis normatif secara kualitatif yang dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, menginventarisir dan mengidentifikasi bahan hukum baik bahan hukum primer sekunder, dan tersier yang relevan. Kedua, melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum, asas-asas hukum, teori-teori, konsepkonsep, dan bahan rujukan lainnya dengan cara melakukan seleksi bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian secara sistematis yang dilakukan secara logis dengan menghubungkan dan mengaitkan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.9 Ketiga, analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan menurut cara-cara analisis dan penafsiran gramatikal serta sistematis di mana interpretasi dilakukan dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan undang-undang lain secara logis/sistematis.10 Keempat, hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kelima, penarikan kesimpulan
8 Ibid 9 Ibid. hal 181 10 Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), hal 163

19
dilakukan secara deduktif yaitu pemikiran dimulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus.11
F. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan baik
di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, menemukan judul beberapa judul antara lain :
1. Marius K. Ginting, NIM 8900200016 dengan judul skripsi Profesi dokter dari kemungkinan risiko malpraktek melalui asuransi profesi IDI (Studi di PT. Asuransi Bintang Cabang Medan)
2. Ana Nurbaini Haloho, Nim 900200027 dengan judul skripsi Tanggung jawab dokter dalam hukum gugat perdata terhadap terjadinya kesalahan prefosional (Studi pada IDI Cabang Medan)
3. Febriana L Sitepu, NIM 040200284 dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Asuransi Tanggung Gugat Profesi dokter terhadap pasien
4. Sri Andika B. Aldy, Nim 900200249 dengan judul Aspek Hukum Kontrak Terapeutik antara dokter dan pasien menurut Hukum Perdata. Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang Analisis
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian antara Dokter dengan Pasien. Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pemenuhan Asas-asas Hukum Perjanjian
11 Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, (Medan: Uniba Press, 2011), hal 57.


20

pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata dan Akibat Hukum Timbul yang dari Tidak Terpenuhi Prestasi pada Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien. Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka tertarik untuk mengambil judul ini sebagai judul skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya

tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika

penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan

satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut

BAB I

PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar dari


pembahasan selanjutnya yang terdiri dari tujuh sub bab yaitu: latar

belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika

penulisan

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIA DAN PERJANJIAN

TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN

KESEHATAN

Pada bab ini akan membahas mengenai Tinjauan Umum Perjanjian

berisikan mengenai Pengertian Perjanjian; Syarat Sahnya

Perjanjian;Jenis-Jenis Perjanjian; Asas-Asas Perjanjian; Objek dan

Subjek Perjanjian; Berakhirnya Perjanjian dan Tinjauan Umum

21

BAB III BAB IV
BAB V

Perjanjian Terapeutik berisikan Pengertian Perjanjian Terapeutik; Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan; Dasar Hukum Perjanjian Terapeutik. HUBUNGAN HUKUM ANTARA PASIEN DAN DOKTER DALAM UPAYA PELAYANAN MEDIS Pada bab ini akan membahas mengenai Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Antara Dokter dan Pasien dan Tanggungjawab Hukum Dokter terhadap Pasien serta Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien ANALISIS PASAL 1338 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (PACTA SUNT SERVANDA) DALAM PERJANJIAN ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN Pada bab ini akan membahas mengenai Kedudukan Perjanjian Terapeutik Antara Dokter dan Pasien menurut Pasal 1338, Asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum dan asas itikad baik. asas-asas hukum perjanjian pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien dikaitkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata dan akibat hukum timbul yang dari tidak terpenuhi prestasi pada perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam skripsi ini, dalam hal ini menyimpulkan pembahasan-pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran.

BAB II
TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 7. Pengertian Perjanjian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”12
Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.13
Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri
12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka. 2012), hal. 458
13 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rincka Cipta, 2007), hal. 363
22

23
sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.14
R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.15
Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”16
Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.17 Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu
14 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.
15 RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97.
16 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27
17 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa), 2005 hal 1

24
perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).
8. Syarat Sahnya Perjanjian Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:18
a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syaratsyarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;19
b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;
c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak
18Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.
19Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http://hermansh.blogspot.com/2012/02 Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Juli 2014

25
boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum; d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya; e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada; f. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syaratsyarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau saling menyetujui

26
kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan, dan penipuan.20 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. 21 3) Suatu hal tertentu
Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.22
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang
20Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 214.
21 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan , (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal 25. 22 Subekti, Op.cit, hal 19.

27
dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas. 4) Suatu sebab yang halal
Menurut Undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dinyatakan bahwa pada Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab atau causa yang tidak halal, misalnya jual beli ganja, untuk mengacaukan ketertiban umum.23 Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undangundang. 24 9. Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian ini diatur dalam Buku IIIKUHPerdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUHPerdata ini disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian. Adapun bentuk perjanjian tersebut antara lain: a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.
23 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Adtya Bakti,1992), hal 95 24 SieInfokum - Ditama Binbangkum, Perjanjian, diakses dari http://www.jdih.bpk.go.id /Informasi Hukum/Perjanjian.pdf, diakses tanggal 2 Juli 2014

28
b. Perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuanketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undangundang bagi masing-masing pihak.25
c. Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam, yaitu: 1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang 2) Perikatan untuk berbuat sesuatu 3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu Jenis-jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu : a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Jenis perjanjian ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.26 b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan atas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak
25 R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1998, hal. 10
26Ibid.

29
yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.27 c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (leverning) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak. e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persamaan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian
27 Ibid

30
di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya. 10. Asas-asas Perjanjian Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundangundangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.28 Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).29 Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud yaitu: a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa:
28 Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum, (Semarang: Undip, 2007), hal. 23 29 S. Imran, Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada HukumPerjanjian (Artikel Hukum Perdata: www.legalitas.org, 2007), diakses tanggal 1 Mei 2014

31
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; 3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.30 b. Asas konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam
30 Ibid

32
hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.31 c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata32 d. Asas itikad baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.
31 Ibid 32 Ibid

33
Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.33 e. Asas kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam Pasal 1315 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.34 Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata dinyatakan bahwa, “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata dinyatakan bahwa “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318
33 Ibid 34 Ibid

34
KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.35 11. Objek dan subjek perjanjian Objek dalam perjanjian adalah berupa prestasi, yang berujud memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi sesuatu ialah kewajiban seseorang untuk memberi atau menyerahkan sesuatu, baik secara yuridis maupun penyerahan secara nyata. Perikatan untuk berbuat sesuatu yaitu prestasi dapat berujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu yang positif. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Dalam hal ini terdapat tiga macam objek, yakni : a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan b. Harus diketahui jenisnya dan dapat ditentukan. c. Barang-barang tersebut sudah ada atau akan ada dikemudian hari.36
35 Ibid 36 Ibid

35
Mengenai obyek perjanjian, diperlukan beberapa syarat untuk menentukan sahnya suatu perikatan, yaitu :
1) Objeknya harus tertentu. Syarat ini hanya diperlukan bagi perikatan yang timbul dari perjanjian.
2) Objeknya harus diperbolehkan, artinya tidak bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum atau kesusilaan.
3) Objeknya dapat dinilai dengan uang. Hal ini dikarenakan suatu hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya perikatan berada dalam lapangan hukum harta kekayaan.
4) Objeknya harus mungkin. Orang tidak dapat mengikatkan diri kalau objek tidak mungkin diberikan.37 Subjek dalam perjanjian adalah pihak-pihak yang terdapat dalam
perjanjian. Dalam hal ini terdapat dua macam subjek, yakni seseorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban atau mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Subjek yang berupa seorang manusia haruslah memenuhi syarat sah untuk melakukan tindakan hu