Kaitan Asas Pacta Sunt Servanda dengan Asas Rebus Sic Stantibus
TUGAS HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL.
Kaitan Asas Pacta Sunt Servanda dengan Asas Rebus Sic Stantibus.
Perjanjian internasional tidak dapat dipisahkan daripada hukum internasional, karena
perjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional. Perjanjian internasional
merupakan elemen penting dalam kerjasama antar negara. Menurut Mochtar Kusumaatmadja
perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsabangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. dari batasan di atas
jelaslah bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan
oleh subjek hukum internasional.
1. Asas Pacta Sunt Servanda.
Pacta sunt servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem hukum civil
law, yang dalam perkembangannya diadopsi dalam ke dalam hukum
internasional. Pacta sunt servanda sendiri memiliki arti janji harus ditepati. Pada
dasarnya asas ini berkaitan dengan kontrak atau perjanjian yang dilakukan
diantara individu, yang mengandung makna bahwa :
a. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
b. Mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada
perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau wanprestasi.
Asas pacta sunt servanda berpasangan dengan asas itikad baik, hal ini terdapat
pada pasal 26 konvensi Wina 1969 dan 1986 yang menyatakan bagi pihak-pihak
yang telah menjadi pihak pada suatu perjanjian terikat untuk melaksanakan
perjanjian tersebut dengan itikad baik.
Perwujudan asas pacta sunt servanda terdapat dalam pasal 2 ayat (2) Piagam
PBB yang pada intinya menyatakan negara-negara anggota PBB terikat memenuhi
kewajiban-kewajibannya sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai anggota
dan telah menerima hak-hak dan keuntungan sebagai anggota PBB. Pasal 4 ayat
(1) UU No 24 Tahun 2000 juga menyatakan bahwa pemerintah Republik
Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara atau lebih,
organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain berdasarkan
kesepakatan; dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut
dengan iktikad baik.
2. Asas Rebus Sic Stantibus.
Asas rebus sic stantibus yang dalam bahasa latinnya contractus qui habent
tractum succesivu et depentiam de future rebus sic stantibus intelliguntur,
mempunyai arti bahwa perjanjian menentukan perbuatan selanjutnya untuk
melaksanakannya pada masa yang akan datang harus diartikan tunduk kepada
persyaratan bahwa lingkungan dan keadaan di masa yang akan datang tetap sama.
Perwjudan asas rebus sic stantibus terdapat dalam konvensi Wina 1969, yaitu
dalam seksi 3 tentang pengakhiran dan penundaan bekerjanya perjanjian
internasional, khususnya pasal 62 yang menyatakan :
1. Suatu perubahan keadaan mendasar yang telah terjadi terhadap keadaan
yang ada pada saat penutupan traktat, dan tidak dapat diduga oleh para
pihak, tidak dapat dikemukakan sebagai dasar untuk pengakhiran atau
penarikan diri dari perjanjian, kecuali :
a. Keberadaan keadan-keadaan itu merupakan suatu dasar penting bagi
para pihak untuk mengikatkan diri pada perjanjian; dan
b. Akibat dari perubahan itu secara radikal memperluas kewajiban yang
harus dilaksanakan di bawah perjanjian.
2. Suatu perubahan keadaan mendasar tidak boleh dikemukakan sebagai dasar
untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian, jika :
a. Perjanjian tersebut menetapkan batas wilayah; atau
b. Perubahan itu merupakan hasil dari pelanggaran oleh pihak yang
mengemukakannya baik atas suatu kewajiban dalam perjanjian atau
setiap kewajiban internasional lainnya terhadap pihak lain dari perjanjian
tersebut.
c. Jika sesuai dengan ayat-ayat di atas, suatu pihak boleh menuntut suatu
perubahan keadaan sebagai dasar untuk mengakhiri atau menarik diri
dari perjanjian, maka pihak tersebut juga dapat menuntut perubahan
sebagai dasar untuk menunda berlakunya perjanjian tersebut.
Keberadaan asasrebus sic stantibus terdapat dalam pasal 18 UU No 24 tahun 2000
yang menyatakan perjanjian internasional berakhir apabila :
a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
perjanjian;
Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;
Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
Objek perjanjian hilang;
Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
Asas-asas hukum merupakan landasan pembentukan hukum, begitu juga dengan
asas rebus sic stantibus dan asas pacta sunt servanda yang menjadi dasar pembentukun
perjanjian-perjanjian internasional. Asas pacta sunt servanda dalam perkembangannya,
mengalami pergeseran dalam mempertahankan berlakunya suatu perjanjian, sebab pada
kenyataannya suatu perjanjian terpengaruh dengan suatu situasi atau keadaan yang terjadi
pada saat itu dan pada gilirannya akan mempengaruhi kewajiban-kewajiban para pihak. Bila
demikian jadinya maka berlakunya perjanjian akan terganggu dan dibutuhkan jalan keluar
pemecahannya. Untuk mengatasi hal itu asas rebus sic stantibus lah yang dapat melegalisir.
Ini artinya bahwa berlakunya asas pacta sunt servanda dapat disimpangi oleh asas rebus sic
stantibus. Namun walau sudah diterima dengan baik asas rebus sic stantibus perlu hati-hati
sekali agar tidak disalahgunakan atau digunakan sebagai alasan pembenar bagi suatu negara
untuk tidak melaksanakan suatu kewajiban dalam perjanjian.
Dengan adanya asas pacta sun servanda yang dijadikan sebagai dasar beroperasinya
atau berlakunya suatu perjanjian. Sementara asas rebus sic stantibus menjadi dasar para pihak
dalam perjanjian dapat menyatakan menunda atau membatalkan atau mengundurkan diri dari
perjanjian yang telah disepakati, dikarenakan terjadinya perubahan keadaan yang
fundamental dan sepanjang dipenuhi syarat-syarat tertentu.
Apakah Rebus Sic Stantibus Sama dengan Force Majeure / Vis Major ?
Menurut Mochtar Kusumaatmadja force majeure atau vis major merupakan suatu
keadaan ketidakmungkinannya salah satu pihak peserta melaksanakan kewajiban menurut
perjanjian. Alasan tersebut dapat dikemukakan apabila pelaksanaan kewajiban menjadi tidak
mungkin karena lenyapnya obyek atau tujuan yang menjadi pokok perjanjian. Keadaan force
majeure dapat menyampingkan kewajiban pelaksanaan perjanjian hanya apabila terjadi suatu
keadaan yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat diduga sebelumnya. Suatu keadaan force
majeure atau vis major terjadi apabila pelaksanaan tidak dimungkinkan secara fisik dan
secara hukum, dan bukan karena adanya kesulitan dalam melaksanakan kewajiban. Sehingga
rebus sic stantibus sebagai alasan pembenar untuk membatalkan atau menunda berlakunya
perjanjian tidak boleh dicampuradukkan dengan force majeure yang merupakan salah satu
konsep dalam hukum perdata dan juga telah diterima sebagai prinsip dalam hukum pada
umumnya dan hukum internasional pada khususnya.
Daftar Pustaka.
Harry Purwanto, 2011: Keberadaan Asas Rebus Sic Stantibus Dalam Perjanjian
Internasional, edisi khusus mimbar hukum.
http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/view/356.
http://kata-sederhana.blogspot.co.id/2011/07/hukum-perjanjian-internasional-menurut.html
Kaitan Asas Pacta Sunt Servanda dengan Asas Rebus Sic Stantibus.
Perjanjian internasional tidak dapat dipisahkan daripada hukum internasional, karena
perjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional. Perjanjian internasional
merupakan elemen penting dalam kerjasama antar negara. Menurut Mochtar Kusumaatmadja
perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsabangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. dari batasan di atas
jelaslah bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan
oleh subjek hukum internasional.
1. Asas Pacta Sunt Servanda.
Pacta sunt servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem hukum civil
law, yang dalam perkembangannya diadopsi dalam ke dalam hukum
internasional. Pacta sunt servanda sendiri memiliki arti janji harus ditepati. Pada
dasarnya asas ini berkaitan dengan kontrak atau perjanjian yang dilakukan
diantara individu, yang mengandung makna bahwa :
a. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
b. Mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada
perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau wanprestasi.
Asas pacta sunt servanda berpasangan dengan asas itikad baik, hal ini terdapat
pada pasal 26 konvensi Wina 1969 dan 1986 yang menyatakan bagi pihak-pihak
yang telah menjadi pihak pada suatu perjanjian terikat untuk melaksanakan
perjanjian tersebut dengan itikad baik.
Perwujudan asas pacta sunt servanda terdapat dalam pasal 2 ayat (2) Piagam
PBB yang pada intinya menyatakan negara-negara anggota PBB terikat memenuhi
kewajiban-kewajibannya sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai anggota
dan telah menerima hak-hak dan keuntungan sebagai anggota PBB. Pasal 4 ayat
(1) UU No 24 Tahun 2000 juga menyatakan bahwa pemerintah Republik
Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara atau lebih,
organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain berdasarkan
kesepakatan; dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut
dengan iktikad baik.
2. Asas Rebus Sic Stantibus.
Asas rebus sic stantibus yang dalam bahasa latinnya contractus qui habent
tractum succesivu et depentiam de future rebus sic stantibus intelliguntur,
mempunyai arti bahwa perjanjian menentukan perbuatan selanjutnya untuk
melaksanakannya pada masa yang akan datang harus diartikan tunduk kepada
persyaratan bahwa lingkungan dan keadaan di masa yang akan datang tetap sama.
Perwjudan asas rebus sic stantibus terdapat dalam konvensi Wina 1969, yaitu
dalam seksi 3 tentang pengakhiran dan penundaan bekerjanya perjanjian
internasional, khususnya pasal 62 yang menyatakan :
1. Suatu perubahan keadaan mendasar yang telah terjadi terhadap keadaan
yang ada pada saat penutupan traktat, dan tidak dapat diduga oleh para
pihak, tidak dapat dikemukakan sebagai dasar untuk pengakhiran atau
penarikan diri dari perjanjian, kecuali :
a. Keberadaan keadan-keadaan itu merupakan suatu dasar penting bagi
para pihak untuk mengikatkan diri pada perjanjian; dan
b. Akibat dari perubahan itu secara radikal memperluas kewajiban yang
harus dilaksanakan di bawah perjanjian.
2. Suatu perubahan keadaan mendasar tidak boleh dikemukakan sebagai dasar
untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian, jika :
a. Perjanjian tersebut menetapkan batas wilayah; atau
b. Perubahan itu merupakan hasil dari pelanggaran oleh pihak yang
mengemukakannya baik atas suatu kewajiban dalam perjanjian atau
setiap kewajiban internasional lainnya terhadap pihak lain dari perjanjian
tersebut.
c. Jika sesuai dengan ayat-ayat di atas, suatu pihak boleh menuntut suatu
perubahan keadaan sebagai dasar untuk mengakhiri atau menarik diri
dari perjanjian, maka pihak tersebut juga dapat menuntut perubahan
sebagai dasar untuk menunda berlakunya perjanjian tersebut.
Keberadaan asasrebus sic stantibus terdapat dalam pasal 18 UU No 24 tahun 2000
yang menyatakan perjanjian internasional berakhir apabila :
a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
perjanjian;
Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;
Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
Objek perjanjian hilang;
Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
Asas-asas hukum merupakan landasan pembentukan hukum, begitu juga dengan
asas rebus sic stantibus dan asas pacta sunt servanda yang menjadi dasar pembentukun
perjanjian-perjanjian internasional. Asas pacta sunt servanda dalam perkembangannya,
mengalami pergeseran dalam mempertahankan berlakunya suatu perjanjian, sebab pada
kenyataannya suatu perjanjian terpengaruh dengan suatu situasi atau keadaan yang terjadi
pada saat itu dan pada gilirannya akan mempengaruhi kewajiban-kewajiban para pihak. Bila
demikian jadinya maka berlakunya perjanjian akan terganggu dan dibutuhkan jalan keluar
pemecahannya. Untuk mengatasi hal itu asas rebus sic stantibus lah yang dapat melegalisir.
Ini artinya bahwa berlakunya asas pacta sunt servanda dapat disimpangi oleh asas rebus sic
stantibus. Namun walau sudah diterima dengan baik asas rebus sic stantibus perlu hati-hati
sekali agar tidak disalahgunakan atau digunakan sebagai alasan pembenar bagi suatu negara
untuk tidak melaksanakan suatu kewajiban dalam perjanjian.
Dengan adanya asas pacta sun servanda yang dijadikan sebagai dasar beroperasinya
atau berlakunya suatu perjanjian. Sementara asas rebus sic stantibus menjadi dasar para pihak
dalam perjanjian dapat menyatakan menunda atau membatalkan atau mengundurkan diri dari
perjanjian yang telah disepakati, dikarenakan terjadinya perubahan keadaan yang
fundamental dan sepanjang dipenuhi syarat-syarat tertentu.
Apakah Rebus Sic Stantibus Sama dengan Force Majeure / Vis Major ?
Menurut Mochtar Kusumaatmadja force majeure atau vis major merupakan suatu
keadaan ketidakmungkinannya salah satu pihak peserta melaksanakan kewajiban menurut
perjanjian. Alasan tersebut dapat dikemukakan apabila pelaksanaan kewajiban menjadi tidak
mungkin karena lenyapnya obyek atau tujuan yang menjadi pokok perjanjian. Keadaan force
majeure dapat menyampingkan kewajiban pelaksanaan perjanjian hanya apabila terjadi suatu
keadaan yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat diduga sebelumnya. Suatu keadaan force
majeure atau vis major terjadi apabila pelaksanaan tidak dimungkinkan secara fisik dan
secara hukum, dan bukan karena adanya kesulitan dalam melaksanakan kewajiban. Sehingga
rebus sic stantibus sebagai alasan pembenar untuk membatalkan atau menunda berlakunya
perjanjian tidak boleh dicampuradukkan dengan force majeure yang merupakan salah satu
konsep dalam hukum perdata dan juga telah diterima sebagai prinsip dalam hukum pada
umumnya dan hukum internasional pada khususnya.
Daftar Pustaka.
Harry Purwanto, 2011: Keberadaan Asas Rebus Sic Stantibus Dalam Perjanjian
Internasional, edisi khusus mimbar hukum.
http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/view/356.
http://kata-sederhana.blogspot.co.id/2011/07/hukum-perjanjian-internasional-menurut.html