Aplikasi Pesawat Tanpa Awak (Uav) Drone Untuk Pemantauan Satwa Liar

APLIKASI PESAWAT TANPA AWAK (UAV)/DRONE
UNTUK PEMANTAUAN SATWA LIAR

SUMANTRI RADIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Pesawat Tanpa
Awak (UAV)/Drone Untuk Pemantauan Satwa Liar adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,


Januari 2017

Sumantri Radiansyah
NIM. E351130131

RINGKASAN
SUMANTRI RADIANSYAH. Aplikasi Pesawat Tanpa Awak (UAV)/Drone
Untuk Pemantauan Satwa Liar. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan
LILIK BUDI PRASETYO.
Pesawat Tanpa Awak (UAV) atau drone saat ini telah digunakan sebagai
instrumen pengambil data lapangan pada riset satwa liar. Drone dengan seperangkat
kamera (payload) mampu menghasilkan foto udara yang dapat dianalisa dan
diinterpretasikan lebih lanjut. Penelitian UAV pada satwa liar sebagian besar
menggunakan tipe pesawat (airplane/fixed wing) yang membutuhkan ruang sebagai
landasan pacu atau peluncurannya. Multirotor merupakan salah satu tipe UAV yang
cocok digunakan untuk penelitian di hutan. Drone jenis ini mampu terbang di antara
celah kanopi dan tidak membutuhkan landasan pacu.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aplikasi quadcopter (salah satu tipe
drone multirotor) sebagai instrumen dalam pemantauan satwa liar. Selain itu juga

untuk mengukur keakuratan data yang dihasilkan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dari hasil tersebut kemudian ditentukan rekomendasi teknis
aplikasi quadcopter yang efektif, efisien dan selaras dengan regulasi serta etika
fotografi satwa liar. Persiapan dan pengembangan quadcopter dilaksanakan selama
3 Bulan (Maret – Mei 2015). Uji coba aplikasi quadcopter dilaksanakan di Kampus
IPB Dramaga, Jawa Barat selama 10 Bulan (Juni 2015 – Maret 2016). Sedangkan
aplikasi quadcopter untuk pemantauan satwa liar dilaksanakan di PT PJB UP
Paiton, Jawa Timur (April 2016) dan HCVA Perkebunan Kelapa Sawit PT AMR,
Kalimantan Tengah (Mei 2016). Analisis data dilakukan secara spasial dan statistik
deskriptif.
Uji coba penerbangan dilakukan menggunakan kamera 12 - 24 MP pada
ketinggian terbang 50, 100 dan 200 m di atas permukaan daratan (dpd). Foto udara
yang dihasilkan memiliki resolusi spasial 0,85 – 4,79 cm/pixel. Kualitas foto udara
tergantung kepada jenis dan pengaturan kamera beserta lensanya, sistem peredaman
kamera, ketinggian terbang dan ketepatan waktu pemotretan. Rekomendasi teknis
aplikasi quadcopter untuk pemantauan satwa liar yaitu penerbangan dengan take
off sejauh 300 m dari satwa liar sasaran, pada ketinggian 50 - 100 m dpd (jarak
antara obyek sasaran tertinggi yang akan dilintasi dengan quadcopter lebih dari
20 m) dengan kecepatan terbang saat pemotretan 5-7 m/dt dalam kondisi cuaca
baik. Kehadiran quadcopter dengan jarak lebih dari 30 m dari Elang Laut Perut

Putih (Haliaeetus leucogaster) dan Bekantan (Nasalis larvatus) tidak menimbulkan
respon negatif dari satwa liar tersebut. Aplikasi quadcopter yang sesuai dengan
etika fotografi satwa liar harus memperhatikan perilaku dan kharakteristik satwa
liar sasaran.
Kata kunci: aplikasi, quadcopter, respon, satwa liar

SUMMARY
SUMANTRI RADIANSYAH. Unmanned Aerial Vehicles (UAV)/Drone
Applications for Wildlife Monitoring. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI
and LILIK BUDI PRASETYO.
Recently, Unmanned Aerial Vehicle (UAV) had been use as an instrument
for wildlife research. Drone with a set of cameras (payload) capable of producing
aerial photographs that can be further analyzed and interpreted. Most of the UAV
research, using an airplane type which need space for runaway and launching.
Multirotor is UAV type that suitable for research in the forest. This type can flying
at canopy space and do not need runaway.
The research aims are to examine quadcopter (one type of multirotor UAV)
application for wildlife monitoring, measure the accuracy of data generated and
parameter that affected. From this result then will be determine effective, efficient
and appropriate technical recommendation in accordance with the regulation and

ethics of wildlife photography. Preparation and quadcopter development conducted
in March-May 2015 (3 months). Quadcopter trial held during 10 months (June 2015
– March 2016) at Kampus IPB Dramaga, West Java. While quadcopter application
for wildlife monitoring held in April 2016 at PT PJB UP Paiton, East Java and
HCVA Palm Oil Plantation PT AMR, Central Kalimantan in May 2016. Data will
be analyzed spatial and descriptive statistics.
Flight trials with a camera 12 - 24 MP at altitude 50, 100 and 200 m above
ground level (agl), producing aerial photographs with spatial resolution of 0,85 –
4,79 cm/pixel. Aerial photos quality depend on the type and setting of camera,
vibration damper system, flight altitude and punctuality of the shooting. For wildlife
monitoring the copter is recommended to take off at least 300 m from the target,
and flies at 50 - 100 m agl (distance between highest object with quadcopter more
than 20 m) with flight speed of 5 - 7 m/sec on fine weather. Quadcopter presence
with a distance more than 30 m from White-bellied Sea Eagles (Haliaeetus
leucogaster) nest and Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) did not cause negative
response. Quadcopter application should pay attention to the behaviour and
characteristic of wildlife.
Keywords: applications, quadcopter, response, wildlife

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

APLIKASI PESAWAT TANPA AWAK (UAV)/DRONE
UNTUK PEMANTAUAN SATWA LIAR

SUMANTRI RADIANSYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Muhammad Buce Saleh, MS

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan nikmatNya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Topik yang dikaji dalam
penelitian ini adalah pemanfaatan pesawat tanpa awak/drone sebagai instrumen
dalam kegiatan pemantauan satwa liar. Topik ini termasuk kategori inovasi
teknologi dalam mendukung pengembangan instrumen riset di dunia satwa liar.
Penelitian ini dilaksanakan selama 15 bulan, mulai Maret 2015 sampai Mei
2016 dalam 2 (dua) tahap kajian. Tahap pertama dilaksanakan di Kampus IPB
Dramaga, Bogor dengan fokus kajian uji coba aplikasi quadcopter (tipe UAV
multirotor) dan tahap kedua adalah aplikasi quadcopter untuk pemantauan satwa
liar yang dilaksanakan di PT Pembangkit Jawa Bali Unit Pengelola Paiton (PT PJB
UP Paiton), Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur dan Kawasan Bernilai
Konservasi Tinggi (KBKT)/High Conservation Value Area (HCVA) perkebunan
kelapa sawit PT Agro Menara Rachmat (PT AMR), Kumai Group Astra, Kabupaten

Kota Waringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi aplikatif tentang pemanfaatan drone untuk riset satwa
liar yang praktis, efektif dan efisien.
Penghargaan yang sebesar-besarnya disampaikan penulis kepada PT Riap
Indonesia & PT Meganesia Tirta Foresta (MeTTa) atas program beasiswa S2.
Pemerintah Daerah & Dinas Kehutanan Kabupaten Malang yang telah memberikan
ijin melaksanakan tugas belajar. MeTTa, PT PJB UP Paiton & Astra Group yang
telah mendukung sebagian pendanaan riset. Kampus IPB Dramaga, PT PJB UP
Paiton, PT AMR atas perkenannya menjadi lokasi riset dan fasilitas yang
diberikannya. Ucapan terima kasih yang setulusnya disampaikan kepada AN Putra,
E Juarsa, LM Laban, A Suprabhana, IS Sugato, D Ardiansyah atas dukungan moril
dan materiil; RW Subekti “Nano” (UAV coach) dan WN Akbar “Waladi”
(Aerialvew-650 maker); Zulham, BA Yulianto, H Farmen, R Hardansyah,
A Kurniawan, Rismunandar, FI Mansyur, A Chandra, A Herdiyanto atas dukungan
dan masukan terhadap naskah. Tidak lupa penghargaan kepada kerabat MeTTa
Institute, Tim Elang Paiton, Tim HCV Kumaigreen, Kelas KVT 2013 yang tidak
cukup disebutkan satu per satu atas bantuan teknis dan motivasinya.
Penulis juga berterima kasih kepada para pengajar Sekolah Pasca Sarjana
IPB, Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika, para pembimbing
(Dr MD Kusrini & Prof LB Prasetyo), Dr RRD Perwitasari (penelaah makalah),

Dr MB Saleh (penguji) dan Dr B Masy’ud (pimpinan sidang) serta semua pihak
yang telah banyak memberikan arahan, saran dan dukungan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Ungkapan terima kasih pamungkas disampaikan kepada
bapak, ibu, istri dan anak-anak serta seluruh keluarga, atas dukungan, doa dan kasih
sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

Januari 2017

Sumantri Radiansyah

i

DAFTAR ISI

PRAKATA

i

DAFTAR ISI


ii

DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian

1
3
3
3

2 METODE

4

Waktu dan Lokasi
4
Alat dan Bahan
6
Quadcopter
6
Kamera

9
Metode Pengumpulan Data
10
Uji Coba Daya Terbang
10
Uji Coba Tingkat Kebisingan
11
Kualitas Foto Udara dan Mozaik Orthophoto
11
Pemantauan Sarang Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster)
16
Pemantauan Bekantan (Nasalis larvatus) dan Habitatnya
16
Analisis Data
17
Hubungan Daya Terbang dan Bobot Beban (Payload)
17
Penilaian Tingkat Kebisingan
17
Kualitas dan Akurasi Geometri Foto Udara
17
Pembuatan Mozaik Orthophoto
18
Analisis Mozaik Orthophoto
18
Efektivitas dan Efisien serta Gangguan terhadap Satwa Liar
19
Analisis Foto Udara Hasil Pemantauan Sarang Elang Laut Perut Putih
19
Analisis Foto Udara dan Mozaik Orthophoto Hasil Pemantauan Bekantan 20
3 HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Hasil
Uji Coba Daya Terbang
Tingkat kebisingan
Kualitas Foto Udara dan Mozaik Orthophoto
Efektivitas dan Efisiensi Quadcopter
Pemantauan Sarang Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster)
Pemantauan Bekantan (Nasalis larvatus)

ii

21
21
21
21
24
25
26

DAFTAR ISI (lanjutan)
Pembahasan
Hubungan Daya Terbang dan Bobot Beban (Payload)
Penilaian Tingkat Kebisingan
Kendala Aplikasi Quadcopter
Kualitas Foto Udara dan Mozaik Orthophoto
Efektivitas dan Efisiensi Quadcopter
Pemantauan Sarang Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster)
Pemantauan Bekantan (Nasalis larvatus)
Rekomendasi Teknis Aplikasi Quadcopter yang Selaras dengan Regulasi
dan Etika Fotografi Satwa Liar
4 SIMPULAN DAN SARAN

27
27
27
28
29
32
34
35
36
38

Simpulan
Saran

38
38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

59

iii

DAFTAR TABEL
1. Spesifikasi Aerialview-650 dan Perangkatnya
2. Desain Penerbangan Jalur pada Tiga Tingkat Ketinggian
3. Kriteria dan Indikator Efektivitas dan Efisiensi Aplikasi Quadcopter
serta Gangguan Terhadap Satwa Liar
4. Resolusi Spasial Mozaik Orthophoto berdasarkan Tinggi Terbang dan
Parameter Pengaturan Pemotretan
5. Kualitas Foto Udara Berdasarkan Parameter Aplikasi dan Faktor yang
Mempengaruhinya
6. Estimasi Penyimpangan Posisi Kamera Berdasarkan Presisi Foto Udara

7
14
19
24
25
31

DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi Uji Coba Aplikasi Quadcopter
2. Lokasi Aplikasi Quadcopter untuk Pemantauan Sarang Elang Laut
Perut Putih
3. Lokasi Aplikasi Quadcopter untuk Pemantauan Bekantan dan
Habitatnya
4. Aerialview-650
5. Kamera yang Digunakan untuk Uji Coba Aplikasi Quadcopter
6. Desain Pengukuran Tingkat Kebisingan Quadcopter
7. Tahapan Pengambilan Data Penerbangan pada Jalur Terbang
8. Rencana Penerbangan Jalur secara Otomatis
9. Desain Aplikasi Quadcopter untuk Pemantauan Satwa Liar pada (a)
Sarang Elang Laut Perut Putih, (b) Bekantan dan habitatnya
10. Penilaian Tingkat Kebisingan Aplikasi Aerialview-650
11. Hasil Pemotretan pada Penerbangan Jalur
12. Hasil Identifikasi Kondisi dan Pendugaan Dimensi Sarang Elang
13. Hasil Identifikasi Bekantan melompat diantara pohon (a) dan
di atas
tajuk (b) serta Pendugaan Morfometri Bekantan
14. Deliniasi Tipe Ekosistem Habitat Bekantan pada Hutan Riparian
15. Hubungan Bobot Kamera dan Quadcopter dengan Waktu Terbang
16. Hubungan Antara Throttle, Ketinggian dan Waktu Terbang

iv

4
5
5
6
10
11
12
14
17
22
23
25
26
27
27
33

DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis Penerbangan Fc_150620_200_w9 pada Ketinggian Terbang
200 m dpd di Danau LSI – Rektorat, Kampus IPB Dramaga Bogor
2. Analisis Penerbangan Fc_150629_100_α5100 pada Ketinggian
Terbang 100 m dpd di Lapangan Sepak Bola Jalan Soka, Kampus IPB
Dramaga Bogor
3. Analisis Penerbangan Fc150816_50_α5100 pada Ketinggian Terbang
50 m dpd di Istal Kuda Jalan Cendana, Kampus IPB Dramaga Bogor
4. Analisis Penerbangan pada Habitat Bekantan di HCVA Perkebunan
Kelapa Sawit PT AMR Kabupaten Kota Waringin Barat

v

42

46
50
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemantauan satwa liar merupakan salah satu aspek penting dalam upaya
konservasi biodiversitas. Pemantauan satwa liar umumnya dilaksanakan dengan
metode survei lapangan secara visual. Kendala yang sering dialami pengamat dalam
pemantauan satwa liar dengan metode tersebut adalah tidak teraksesnya lokasi
pengamatan yang sulit dijangkau atau membahayakan keselamatan pengamat.
Salah satu solusi untuk mendapatkan data pada lokasi tersebut adalah dengan
pemanfaatan teknologi drone. Drone atau Pesawat Tanpa Awak/Unmanned Aerial
Vehicles (UAV) merupakan sebuah robot terbang dengan kendali jarak jauh yang
mampu membawa muatan sesuai tujuan dan peruntukannya. Pesawat ini mampu
membawa kamera untuk memotret dan merekam serta dapat diterbangkan untuk
menjangkau lokasi tertentu dengan pengendalian jarak jauh oleh pilot.
Drone telah lama dimanfaatkan dalam dunia militer, namun baru-baru ini
mulai digunakan untuk kepentingan sipil seperti pemantauan aktivitas manusia,
survei keanekaragaman hayati, survei ekosistem sungai, pemantauan hutan berbasis
masyarakat, dinamika penduduk dan penegakan hukum (Hodgson et al. 2016;
Paneque-Galvez et al. 2014; Koh dan Wich 2012). Beberapa keunggulan drone
menurut Paneque-Galvez et al. (2014); Koh dan Wich (2012); Martin et al. (2012)
antara lain:
1. Meminimalisir gangguan terhadap ekologi serta resiko keselamatan dan
kesehatan manusia (surveyor/peneliti).
2. Dapat menjangkau areal yang sulit diakses oleh manusia, baik karena faktor
fisik maupun teknis (total jam terbang drone mencapai 25 menit dan
menjangkau jarak sampai 15 km).
3. Memiliki kemampuan menyediakan data yang akurat (drone dapat merekam
sampai resolusi pixel 1080/high definition dan menghasilkan foto udara dengan
resolusi pixel < 10 cm).
4. Ketidakpekaan terhadap awan, karena umumnya drone terbang di bawah awan.
5. Potensial untuk penyajian gambar dalam bentuk 3 dimensi.
6. Relatif murah dibandingkan dengan penyajian informasi hasil survei lapangan
atau penafsiran citra satelit resolusi tinggi (harga drone untuk survei dan
pemetaan hutan serta keanekaragaman hayati senilai < US$ 2.000).
7. Dapat dioperasikan secara otomatis melalui pemrograman rencana jalur terbang
menggunakan open source software (jenis perangkat lunak yang terbuka untuk
dipelajari, diubah, ditingkatkan dan disebarluaskan serta dapat diunduh oleh
siapapun dengan mudah secara gratis melalui koneksi internet dengan
mengikuti persyaratan yang telah ditentukan oleh pemilik software).
Pemanfaatan UAV dalam beberapa penelitian satwa liar umumnya
menggunakan tipe airplane/fixed wing, seperti pada penguin (Hodgson et al. 2016),
badak (Pazmany et al. 2014b), orangutan dan gajah (Koh dan Wich 2012),
manatee/lembu laut dan alligator (Martin et al. 2012; Watts et al. 2010; Jones et
al. 2006), ibis putih (Jones et al. 2006). Beberapa penelitian juga memanfaatkan
drone tipe multirotor dalam pengambilan data lapangan (Hodgson et al. 2016;
Paneque-Galvez et al. 2014). Drone tipe multirotor merupakan tipe UAV yang

2

memiliki beberapa mesin penggerak berupa dinamo (rotor) yang dilengkapi balingbaling (propeller) untuk mengangkat badan drone dan muatannya (payload) dengan
memanfaatkan tenaga angin. Multirotor saat ini banyak digunakan untuk kegiatan
pengambilan foto dan video baik untuk kepentingan hobi maupun komersial.
Menurut Paneque-Galvez et al. (2014) multirotor seperti quadcopter merupakan
tipe drone yang sesuai untuk penelitian di hutan dengan ruang/celah kanopi yang
besar dan tidak tersedianya landasan pacu. Quadcopter dapat dioperasikan secara
manual dan otomatis dengan pemrograman rencana jalur terbang menggunakan
open source software.
Jones et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan UAV sebagai instrumen
riset satwa liar sebaiknya didesain agar mudah diterbangkan, dapat digunakan untuk
areal bertebing, pengendaliannya secara otomatis, hanya memerlukan pelatihan
singkat bagi pilot untuk mengoperasikannya serta dapat menghasilkan gambar yang
terkoreksi secara geometris. Aplikasi UAV sangat tergantung tujuan dan parameter
lingkungan yang akan diambil pada setiap lokasi kajian. Kondisi tersebut
mengakibatkan perlunya pengaturan sistem UAV sesuai dengan kapasitas UAV,
kamera dan jarak atau cakupan area kajian (Hodgson et al. 2016; Pazmany et al.
2014; Koh dan Wich 2012; Martin et al. 2012; Watts et al. 2010; Jones et al. 2006).
Untuk memperoleh sistem penerbangan quadcopter yang efektif dan efisien
khususnya dalam pengambilan foto udara pada kegiatan pemantauan satwa liar
diperlukan perencanaan dan penyiapan instrumen. Penyiapan instrumen beserta
perangkat kelengkapannya dimaksudkan untuk memperoleh instrumen yang siap
pakai dan selaras dengan operator serta dapat menghasilkan kebutuhan data yang
diperlukan. Sehingga foto udara yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan
dasar dalam identifikasi satwa liar. Hasil analisis foto udara akan menunjukkan
tingkat akurasinya yang menentukan interpretasi serta pemanfaatan selanjutnya.
Pemotretan menggunakan quadcopter dalam pemantauan satwa liar
merupakan salah satu bentuk fotografi satwa liar. Hal ini tidak terlepas dari dampak
terhadap satwa liar sasaran sebagai obyeknya. Menurut Podduwage (2016) prinsip
etika fotografi satwa liar adalah melakukan pemotretan dengan meminimalisir
dampak/gangguan terhadap satwa liar dan lingkungannya. Informasi yang
diperlukan dalam penerapan prinsip tersebut adalah tentang satwa liar sasaran,
lokasi, peraturan dan keahlian fotografer. Sensitifitas satwa liar terhadap benda
asing yang mendekatinya diasumsikan dapat memberikan dampak atau respon dari
satwa liar sasaran. Oleh karena itu, respon satwa liar digunakan sebagai indikator
gangguan terhadap satwa liar.
Pertanyaan mendasar tentang pemanfaatan quadcopter sebagai instrumen
pemantauan satwa liar yaitu bagaimana teknis aplikasinya, seberapa baik akurasi
data yang dihasilkan serta bagaimana respon satwa liar terhadap aplikasinya. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut maka perlu dilakukan uji coba aplikasi quadcopter
dan melakukan pengukuran terhadap akurasi data yang dihasilkan. Dari hasil
tersebut dapat ditentukan rekomendasi teknis aplikasi quadcopter yang efektif dan
efisien serta selaras dengan etika fotografi satwa liar.

3

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Menguji aplikasi quadcopter (drone tipe multirotor) untuk pemantauan satwa
liar.
Mengukur akurasi data yang dihasilkan oleh quadcopter dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Menilai respon satwa liar sasaran terhadap aplikasi quadcopter.
Menentukan rekomendasi teknis aplikasi quadcopter yang efektif dan efisien
serta selaras dengan regulasi dan etika fotografi satwa liar.
Hipotesis Penelitian

1.

2.

Hipotesis penelitian adalah:
Aplikasi quadcopter pada ketinggian dan kecepatan terbang tertentu
menghasilkan foto udara dengan akurasi yang efektif dan efisien untuk
identifikasi satwa liar.
Kehadiran quadcopter pada jarak tertentu tidak memberikan dampak/respon
negatif dari satwa liar sasaran.
Manfaat Penelitian

1.

2.
3.

Manfaat peneltian adalah:
Memberikan informasi teknik aplikasi quadcopter yang praktis dan dalam
waktu singkat dapat menghasilkan data akurat sesuai kebutuhan serta dapat
menjangkau lokasi yang tidak terakses atau membahayakan keselamatan
peneliti dalam pemantauan satwa liar.
Memberikan gambaran dampak/respon satwa liar terhadap aplikasi quadcopter
sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan satwa liar.
Memberikan informasi teknik aplikasi quadcopter yang selaras dengan
regulasi dan etika fotografi satwa liar.

2 METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan selama 15 bulan. Persiapan dan pengenbangan
quadcopter dilaksanakan selama 3 Bulan (Maret – Mei 2015). Uji coba aplikasi
quadcopter selama 10 Bulan (Juni 2015 – Maret 2016). Sedangkan aplikasi
quadcopter untuk pemantauan satwa liar selama 2 bulan (April – Mei 2016).
Uji coba aplikasi quadcopter dilaksanakan di Kampus IPB Dramaga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada 3 lokasi (Gambar 1. ), yaitu:
1. Danau LSI - Rektorat IPB (6o33’35,98” LS - 106o43’34,25” BT).
2. Lapangan sepak bola Jalan Soka (6o33’12,92” LS - 106o43’22,34” BT).
3. Istal kuda (ranch) Jalan Cendana (6o33’14,45” LS - 106o43’04,93” BT).
Aplikasi quadcopter untuk pemantauan satwa liar dilaksanakan di 2 lokasi:
1. Pemantauan sarang Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster) dilakukan
pada menara SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) 500 kV di PT
Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkit Paiton (PJB UP Paiton), Kabupaten
Probolinggo, Jawa Timur (7o42’55,96” LS - 113o34’44,76” BT) (Gambar 2).
2. Aplikasi quadcopter pada habitat Bekantan (Nasalis larvatus) yang berupa
riparian di High Conservation Value Area (HCVA) Perkebunan Kelapa Sawit
PT Agro Menara Rachmat (AMR), Kabupaten Kota Waringin Barat, Provinsi
Kalimantan Tengah (2o19’14,88” LS - 111o46’0,58” BT) (Gambar 3).

a. Tiga Lokasi kajian di Kampus IPB Dramaga

b. Lokasi Take off di Danau c. Lapangan sepak d. Istal kuda (ranch)
LSI - Rektorat IPB
bola Jalan Soka
Jalan Cendana
Gambar 1. Lokasi Uji Coba Aplikasi Quadcopter

5

Gambar 2. Lokasi Aplikasi Quadcopter untuk Pemantauan Sarang Elang Laut
Perut Putih

Gambar 3. Lokasi Aplikasi Quadcopter untuk Pemantauan Bekantan dan
Habitatnya

6

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri atas:
Seperangkat UAV system, meliputi:
 Quadcopter, Radio Controller
 Kamera, Camera mounting, Vibration damper
 Laptop
 Tools & Box
2. GPS (Global Positioning System)
3. Perekam suara (sound recorder)
4. Meteran (15 m)
5. Binokuler
6. Kamera DSLR (Digital Single lens Reflex)
7. Alat tulis
Bahan yang digunakan antara lain baterai, blocknote/tallysheet dan label.
Perangkat yang digunakan dalam pengolahan dan penyajian data adalah
laptop termasuk didalamnya:
1. Program Microsoft Office 2013;
2. Program penerbangan drone (Mission Planner);
3. Program untuk analisis foto (Adobe Photoshop CS5);
4. Program untuk membuat dan analisis mozaik orthophoto (Agisoft PhotoScan);
5. Program analisis bunyi (Praat);
6. Program untuk ekstraksi video menjadi foto (VideoPad Video Editor);
7. Program pengolah dan analisis Sistem Informasi Geografis (Arcgis 10.2).

1.

Quadcopter
Quadcopter dalam penelitian ini merupakan hasil rakitan dari komponen
(part) bermerk dagang yang diproduksi tidak hanya oleh satu industri. Quadcopter
ini dinamakan “Aerialview-650” karena terbuat dari rangka (frame) bermerk
dagang Tarot 650 Sport dengan kaki pendaratan (landing skids) semi otomatis
(Gambar 4). Pembuatan Aerialview-650 menghabiskan dana sebesar US$ 2000 atau
Rp. 26.000.000,- (hanya quadcopter dan radio controller, tanpa perangkat kamera).
Daya terbang Aerialview-650 adalah ± 25 menit dan dapat mengangkut kamera
dengan bobot sampai dengan 1200 gram. Posisi kamera diletakkan di bagian depan
dan menghadap ke bawah (sudut pandang 90o terhadap quadcopter/arah terbang).

Gambar 4. Aerialview-650

7

Aerialview-650 dilengkapi dengan dua GPS yang menempel pada badan
quadcopter sebagai bagian dari sistem navigasi. Selain itu juga dilengkapi dengan
radio telemetry sebagai penerima perintah pengendalian melalui remote controller.
Aerialview-650 dapat diterbangkan secara manual, semi manual (position &
altituted hold) dan otomatis pada jalur yang telah dirancang sebelumnya. Pada saat
terbang, Aerialview-650 dapat dimonitor melalui laptop yang telah dilengkapi
program penerbangan (mission planner). Secara detil, spesifikasi Aerialview-650
disajikan pada (Tabel 1).
Tabel 1. Spesifikasi Aerialview-650 dan Perangkatnya
No
Perangkat
1
Kerangka
(Frame)

Detil
Tarot 650 Sport (Tipe rangka “X”).
Kerangka terbuat dari karbon dengan model quadcopter
(4 lengan) yang dilengkapi dengan landing skids dengan
karet penahan diujungnya.

2

Sistem
Penggerak
(Rotor)

 Dinamo berjumlah 4 buah,
SunnySky V2814-11 KV:700.
 ESC (Electronic Speed Controller) berjumlah 4 buah,
Hobbywing Platinum Pro 30A.

3

Baling-baling
(Propeller)

4

GPS dan
Kompas
Pengendali
(Controller)

 Plastik 12” x 45 (4 buah)
 Karbon 12” x 45 (4 buah)
GPS (2 buah): u-blox LEA-6H GPS & MAG V2;
dimensi 17 mm x 22 mm; akurasi 2,5 m.

5

6

Telemetri
(Telemetry
gear)

7

Dimensi

 Auto Controller: ArduCopter V3.2.1 (36b405fb);
Fixhawk; 3DR_Aero Double GPS, 3-axis gyro &
accelerometer; Magnetometer; 16 Bit automatic
dataloging.
 Fitur:
Return to home (otomatis kembali ke lokasi take off);
Unlimited waypoint (titik penerbangan tidak terbatas);
Position & Altitude hold (terbang pada posisi dan
ketinggian yang ditentukan).
 Remote Controller: FrSky Taranis Plus,
Digital Telemetry Radio System 2,4 GHz;
Combo with X8R; Mode 2; US Charger.
 Software: Mission Planner 1.3.35 build
1.1.5878.12941.
2,4 GHz FPV Radio Telemetry
Air module on quad
USB module on Ground Station
Lebar 700 mm & Tinggi 415 mm (landing skids
installed)
Ground Clearance 80 mm

8

Tabel 1. Spesifikasi Aerialview-650 dan Perangkatnya (lanjutan)
No
Perangkat
Detil
8
Bobot
1800 gram (dengan Vibration damper dan propeller,
(Weight)
tanpa baterai & tanpa kamera)
9
Baterai dan
 Lithium Polymer Battery: Baterai utama iP3 power
Adaptor
8000 mAh; 4S; 14.8V; 15C (850.gram) & Baterai
cadangan: Power 6200mAh; 4S; 14.8V; 35C; (600
gram).
 Battery Checker (10 gram).
 Charger: Turnigy Power System Accucell 6; Power
AC Adater Model JT-96W (in=110-240V; 50Hz; 1.5A
Max & out=12V; 4.5A Max).
10 Sistem
Triger: SkySight Mono V1.1 (Farsight).
Kamera
Vibration Damper: Tarot Damper for GoPro (static).
Kamera :
 W9 sports (SP5K Series Digicam).
 GoPro HERO4 Silver.
 Canon Powershoot A1400.
 Sony α5100; Lensa pancake 16 mm.
 Sony α5100; Single Lens 16-50 mm.
11 Beban
± 2 Kg (optimal ≤ 1,2 Kg)
Maksimum
12 Daya Terbang ± 30 Menit
Maksimum
Aerialview-650 merupakan quadcopter rakitan yang dikembangkan untuk
pemantauan satwa liar. Pertimbangan penggunaan quadcopter rakitan antara lain:
1. Pembuatannya didesain khusus untuk pemetaan dan pemantauan satwa liar.
2. Quadcopter dapat memuat berbagai jenis kamera sesuai kebutuhan pemotretan.
3. Daya terbang dapat disesuaikan dengan bobot baterai dan beban perangkat
kamera (payload).
4. Program untuk operasionalnya menggunakan open source software.
5. Apabila quadcopter mengalami kerusakan, dapat diperbaiki secara parsial.
6. Kemudahan dalam mendapatkan komponen pengganti yang rusak.
Penggunaan quadcopter rakitan dengan beberapa pertimbangan di atas
dimaksudkan untuk memperoleh kepraktisan aplikasi di lapangan. Aerialview-650
didesain sebagai quadcopter untuk kegiatan pemetaan atau pemantauan yang dapat
dilengkapi berbagai sensor dan payload sesuai kebutuhan. Aplikasi Aerialview-650
dalam riset ini dibatasi hanya menggunakan satu kamera yang menggantung pada
mounting/vibration damper untuk pemotretan/perekaman obyek sasaran tanpa
dilengkapi kamera lain untuk kontrol pilot atau yang sering disebut dengan First
Person View (FPV). Sensor yang tersedia dalam perangkat Aerialview-650 meliputi
Global Positioning System (GPS) sebanyak 2 buah untuk menentukan posisi,
mengukur kecepatan terbang, menentukan ketinggian terbang dan pendeteksi

9

kerusakan teknis (technical failure). Semua hasil pengukuran sensor tersebut
tercatat selama penerbangan berlangsung dalam dataflash log pada quadcopter.
Operasional Aerialview-650 menggunakan mission planner software yang
dapat diunduh secara gratis dan dapat di-update secara berkala untuk
penyempurnaannya. Hal tersebut merupakan suatu kemudahan bila dibandingkan
dengan penggunaan jenis quadcopter keluaran industri tertentu (bermerk) yang
harus menggunakan program khusus sesuai ketentuannya. Koh dan Wich (2012)
menggunakan software yang sama dalam pengembangan conservation drone
(drone bertipe fixed wing/airplane seharga kurang dari US$ 2000) untuk pemetaan
dan survei keanekaragaman hayati baik di areal perkebunan maupun hutan.
Penggantian dan perbaikan komponen quadcopter secara parsial saat
mengalami kerusakan memberikan kemudahan bagi peneliti saat pengambilan data
di lapangan. Peneliti tidak perlu menghentikan riset di lapangan dan kembali ke
kota hanya untuk memperbaiki quadcopter yang mengalami kerusakan. Selama
komponen pengganti tersedia di lapangan atau kerusakan dapat diatasi dengan
memodifikasi komponen yang ada, maka perbaikan dapat dilakukan di lapangan.
Keperluan mendasar yang harus tersedia dalam perbaikan quadcopter adalah
sumber daya listrik. Hal ini selaras dengan kebutuhan pengisian ulang daya baterai
yang telah diantisipasi sebelumnya oleh peneliti.
Sebagian besar komponen yang digunakan Aerialview-650 merupakan
produksi China serta tersedia di Indonesia. Beberapa bagian terkadang tidak
tersedia langsung di Indonesia dan untuk mendapatkannya harus melakukan
pemesanan komponen ke China. Waktu yang dibutuhkan untuk hal tersebut selama
1-2 minggu. Alternatif lain untuk memperoleh komponen pengganti yang rusak
dalam waktu singkat adalah melalui komunitas penghobi quadcopter. Umumnya
anggota komunitas memiliki komponen cadangan, sehingga dapat digunakan
terlebih dahulu kemudian diganti dengan komponen yang sama dikemudian hari.
Kamera
Kamera yang digunakan sebanyak 5 buah, terdiri atas 3 tipe, yaitu action cam,
digital compact dan mirrorless cam (Gambar 5). Action cam merupakan tipe
kamera yang paling banyak digunakan oleh industri quadcopter. Digital compact
atau yang sering disebut dengan kamera poket merupakan tipe kamera yang paling
dikenal dan dipahami penggunaannya oleh masyarakat luas serta harganya
terjangkau. Mirrorless cam merupakan tipe kamera dengan kualitas baik, setara
dengan kamera DSLR yang sering digunakan oleh fotografer semi profesional,
namun memiliki bobot yang lebih ringan dan dimensi yang lebih kecil.
Dasar pemilihan kamera dalam uji coba aplikasi quadcopter adalah:
1. Tipe kamera yang banyak digunakan oleh industri quadcopter.
2. Bobot kamera yang tergolong ringan (< 500 gram).
3. Memiliki resolusi sensor yang baik, yaitu 12 – 24 Megapixel.
4. Variasi harga kamera. Jika diklasifikasikan menjadi:
 Harga < 1 juta;
 Harga 1-3 juta;
 Harga 3-6 juta;
 Harga 6-9 juta;
 Harga > 9 juta.

10

 Tipe: Action cam
 Merk: W9 sports
 Resolusi Sensor:
12 Megapixel
 Jenis Lensa: Fisheye







Focal Length: perture: f/2,8
Bobot: 150 gram
Harga: Rp. 2.600.000,Tahun Pembuatan: 2015

 Tipe: Action cam
 Merk: GoPro HERO4
Silver
 Resolusi Sensor:
12 Megapixel
 Jenis Lensa: Fisheye







Focal Length: 17-34 mm
Aperture: f/2,8
Bobot: 150 gram
Harga: Rp. 5.960.000,Tahun Pembuatan: 2015

 Tipe: Digital compact
 Merk: Canon
powershoot A1400
 Resolusi Sensor:
16 Megapixel
 Jenis Lensa: -







Focal Length: 28-140 mm
Aperture: f/2,8 – f/6,9
Bobot: 300 gram
Harga: Rp. 900.000,Tahun Pembuatan: 2015

 Tipe: Mirrorles cam
 Merk: Sony @5100
 Resolusi Sensor:
24,3 Megapixel
 Jenis Lensa: Pancake
lens







Focal Length: 16 mm
Aperture: f/2,8
Bobot: 370 gram
Harga: Rp. 10.140.000,Tahun Pembuatan: 2015

 Tipe: Mirrorles cam
 Merk: Sony @5100
 Resolusi Sensor:
24,3 Megapixel
 Jenis Lensa: Single
lens







Focal Length: 16-50 mm
Aperture: f/3,5 – f/5,6
Bobot: 400 gram
Harga: Rp. 8.860.000,Tahun Pembuatan: 2015

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 5. Kamera yang Digunakan untuk Uji Coba Aplikasi Quadcopter
Metode Pengumpulan Data
Uji Coba Daya Terbang
Uji coba daya terbang bertujuan untuk mengetahui kemampuan terbang
Aerialview-650 berdasarkan berat beban/perangkat kamera (payload) yang
dimuatnya. Uji coba dilakukan dengan penerbangan tanpa beban (tanpa penyangga
kamera/mounting/vibration damper dan kamera) serta penerbangan dengan beban,
yaitu dengan penambahan mounting/vibration damper dan 5 kamera (Gambar 5).
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas:

11

Waktu penerbangan mulai take off – landing (menit).
Ketinggian terbang (meter di atas permukaan daratan pada saat take off/m dpd).
Cuaca saat proses terbang drone (cerah/berawan).
Tipe penerbangan yang digunakan adalah hover yaitu penerbangan melayang
pada posisi dan ketinggian tertentu (2 – 30 m) secara semi manual menggunakan
remote controller oleh pilot dalam areal ± 0,1 ha (terkontrol secara visual). Uji coba
daya terbang dilakukan sebanyak 6 penerbangan.

1.
2.
3.

Uji Coba Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan ditentukan dari nilai intensitas bunyi yang dihasilkan oleh
quadcopter saat terbang. Data diperoleh dari perekaman bunyi quadcopter yang
diterbangkan secara hover. Jarak terdekat antara quadcopter dengan alat perekam
bunyi adalah 5 m baik secara vertikal maupun horizontal (Gambar 6). Penentuan
jarak tersebut didasarkan pada penggunaan quadcopter untuk kegiatan pemantauan
satwa liar berukuran sedang dan besar di hutan. Satwa liar sasaran khususnya adalah
burung dan mamalia yang berada pada tajuk pohon. Uji coba ini dilakukan
sebanyak 4 penerbangan.
Kualitas Foto Udara dan Mozaik Orthophoto
Tiga penerbangan dari 11 penerbangan yang telah dilakukan, dipilih sebagai
representasi dalam pengukuran kualitas foto udara dan mozaik orthophoto. Jenis
data yang dikumpulkan terdiri atas:
1. Ketinggian tempat (meter di atas permukaan laut/m dpl).
2. Waktu penerbangan mulai take off – landing (menit).
3. Ketinggian terbang (m dpd).
4. Kecepatan terbang (meter/detik).
5. Cuaca saat proses terbang drone (cerah/berawan).
6. Foto udara pada areal yang dikaji.
7. Rekaman video proses pengambilan data.
Tahapan pengambilan data penerbangan jalur disajikan seperti Gambar 7.
Penerbangan dilakukan dengan sistem penerbangan jalur secara otomatis.
Quadcopter diterbangkan secara otomatis pada jalur terbang yang telah dirancang
sebelumnya menggunakan program mission planner (open source software).
Dalam penerbangan ini, take off dan landing pada areal dengan banyak pepohonan
dilakukan secara semi manual menggunakan remote controller oleh pilot. Setelah
itu, penerbangan pada jalur dilakukan secara otomatis tanpa intervensi pilot.

h≥5m

r=5m
r=5m

(a) Tapak Atas

Keterangan:
( )
alat perekam suara
(
) quadcopter
(r)
jarak horizontal dari
alat perekam suara
(h)
jarak vertikal dari
alat perekam suara

(b) Tampak Samping
Gambar 6. Desain Pengukuran Tingkat Kebisingan Quadcopter

12

Setting Drone

Rencana Jalur
Terbang

Proses Terbang

Quadcopter siap
diterbangkan





Rotor system
Payload system
Autonomous system

Jalur Terbang dalam areal







Cakupan areal
Ketinggian terbang
Waktu terbang
Jeda pemotretan
Arah terbang
Overlaping foto

Foto Udara
Mozaik Orthophoto

Gambar 7. Tahapan Pengambilan Data Penerbangan pada Jalur Terbang
Untuk areal take off dan landing yang terbuka, keseluruhan penerbangan
mulai dari take off sampai landing dilakukan secara otomatis. Pilot hanya
melakukan satu perintah pada remote controller yaitu perintah penerbangan
otomatis (autonomous load).
Penerbangan dilakukan pada 3 tingkat ketinggian terbang. Pemotretan
dilakukan dengan menggunakan action cam W9 sports pada penerbangan 200 m
dpd dan mirrorles cam sony @5100 single lens 16 - 50 mm pada penerbangan 100
dan 50 m dpd. Penentuan ketinggian terbang didasarkan atas:
1. Ukuran satwa liar sasaran tergolong sedang sampai besar, dengan ukuran
minimal 30 cm. Koh dan wich (2012) menyatakan bahwa foto udara yang
dihasilkan dari penerbangan pada ketinggian 200 m dapat digunakan untuk
identifikasi satwa liar berukuran besar (orang utan dan gajah). Oleh karena itu
ketinggian terbang sampai dengan 200 m dpd diasumsikan dapat menghasilkan
foto udara untuk pemantau satwa liar.
2. Regulasi penerbangan drone di wilayah udara Indonesia menyatakan bahwa
penerbangan yang tidak memerlukan ijin khusus adalah pada ketinggian
terbang maksimal 150 m untuk areal diluar kawasan terlarang (restricted dan
prohibited area). Penerbangan di atas 150 m pada area tersebut memerlukan
ijin khusus dari instansi yang berwenang (Permenhub 2015). Penerbangan pada
ketinggian 200 m dpd yang telah dilakukan merupakan penerbangan yang
dilaksanakan sebelum dikeluarkannya regulasi tersebut. Sehingga penerbangan
selanjutnya dibatasi sampai dengan 150 m dpd menyesuaikan regulasi tersebut.

13

3.

Lokasi pemotretan adalah hutan tropis dengan struktur tegakan yang beragam
dan bukan merupakan areal terbuka seperti padang pasir, padang rumput, atau
savanna. Selain itu obyek sasaran pemotretan merupakan satwa liar yang
dinamis beraktivitas di tajuk pepohonan. Sehingga ditentukan ketinggian
terbang minimal adalah di atas ketinggian tajuk pohon hutan tropis yaitu 50 m.
Kecepatan terbang diatur sebesar 3 m/dt mulai dari take off sampai titik start
(terbang vertikal ke atas saja). Dari titik start menuju titik awal jalur terbang
menggunakan kecepatan 7 m/dt. Kemudian terbang dengan kecepatan 5 m/dt
selama pemotretan pada jalur terbang. Dari titik akhir jalur terbang menuju titik
landing, quadcopter melaju dengan kecepatan 7 m/dt. Selanjutnya untuk proses
landing/pendaratan, quadcopter menggunakan kecepatan 1,5 m/dt sampai
mendarat dengan baik dan rotor mati, baik secara otomatis maupun semi manual.
Pemotretan dilakukan dengan jeda waktu yang berbeda-beda, menyesuaikan
ketinggian terbang dan jenis kamera. Waktu penerbangan dilakukan secara variatif
pada pukul 07:00 – 18:00 WIB saat cuaca tidak hujan (quadcopter didesain tidak
tahan air). Rata-rata untuk sekali penerbangan dibutuhkan waktu 1 jam. Rencana
penerbangan berupa jalur terbang pada masing-masing lokasi dan ketinggian
terbang telah dibuat dalam satu cakupan areal pemotretan yang telah ditentukan
menggunakan program mission planner (Gambar 8). Desain penerbangan jalur
secara otomatis pada 3 tingkat ketinggian mulai dari rencana sampai hasil
penerbangan disajikan pada Tabel 2. Dari pemotretan tersebut diperoleh foto udara
yang kemudian akan disusun menjadi mozaik orthophoto.
Sistem autopilot quadcopter memiliki kemampuan untuk melakukan
penerbangan secara stabil pada lintasan yang telah ditentukan. Apabila terjadi
permasalahan teknis seperti kehabisan daya (baterai) pada saat penerbangan, maka
quadcopter akan secara otomatis kembali mendarat pada titik take off (return to
launch). Penerbangan quadcopter dapat dikontrol secara visual melalui program
mission planner pada laptop. Selama mission planner dapat menerima sinyal dari
quadcopter, maka akan terlihat pergerakan quadcopter pada jalur terbangnya.
Sistem penerbangan dapat menghasilkan data penerbangan yang terekam dalam
data flash log pada quadcopter. Data tersebut dapat di ekspor ke dalam personal
computer/laptop. Meta data yang dihasilkan meliputi:
1. ATT (attitude): Informasi pergerakan quadcopter.
2. ATUN (auto tune): Ikhtisar pengaturan penerbangan otomatis.
3. ATDE (auto tune step details): Tahapan detil pengaturan penerbangan.
4. CAM (camera): waktu dan posisi saat pemotretan.
5. CMD (commands): perintah yang diterima dari stasiun pengendali.
6. COMPASS: kompas baku dan offset.
7. CURRENT: informasi tegangan baterai dan arus.
8. CTUN (throttle and altitude): informasi throttle dan ketinggian terbang.
9. ERR (an error message): pesan kesalahan.
10. GPS: jumlah satelit, HDOP, titik koordinat posisi quadcopter, kecepatan
terbang.
11. IMU (accelerometer and gyro): informasi accelerometer dan gyro.
12. Mode (flight mode): tipe sistem penerbangan.
13. NTUN (navigation): informasi navigasi.
14. PM (performance monitoring): pemantauan kinerja.

14

a. Ketinggian Terbang 200 m dpd

b. Ketinggian Terbang 100 m dpd

c. Ketinggian Terbang 50 m dpd
Gambar 8. Rencana Penerbangan Jalur secara Otomatis
Tabel 2. Desain Penerbangan Jalur pada Tiga Tingkat Ketinggian
Kode Penerbangan
Fc_150620_
Fc_150629_
Fc150816_
200_w9
100_α5100
50_α5100
Data Penerbangan dan Pengaturan Kamera
Lokasi
Danau LSI –
Lapangan Sepak
Istal Kuda Jalan
Rektorat IPB
Bola Jalan Soka
Cendana
Tanggal
20 Juni 2015
29 Juni 2015
16 Agustus 2015
Pukul (WIB)
17:21
12:42
09:29
Cuaca
Berawan
Berawan
Cerah

15

Tabel 2. Desain Penerbangan Jalur pada Tiga Tingkat Ketinggian (lanjutan)
Kode Penerbangan
Fc_150620_
Fc_150629_
Fc150816_
200_w9
100_α5100
50_α5100
Kamera
Action cam
Mirrorles cam
Mirrorles cam
W9 sports
Sony α5100
Sony α5100
Tipe lensa
Fisheye
Single lens
Single lens
16-50 mm
16-50 mm
Bobot (gram)
150
400
400
Sensor (mm)
23,4 x 15,6
23,4 x 15,6
Mounting
Steel plate
Steel plate &
Vibration
rubber seal
damper
Pengaturan
Otomatis
semi otomatis
Manual
Kamera
(autofocus)
auto ISO &
autofocus
Shutter speed
1/30
1/1250
1/2000
(detik)
aperture
f/2.8
f/5.6
f/4
Focal length (mm)
16
16
ISO
400
320-500
320
Dimensi foto
4.000 x 3.000
6.000 x 4000
6.000 x 4000
(pixel)
Rencana Penerbangan
Ketinggian lokasi
187
(m dpl)
Ketinggian
200
terbang (m dpd)
Kecepatan terbang
5
(m/dt)
Jalur pemotretan/
1 lintasan/950
panjangnya (m)
Prediksi cakupan
area (Ha)
Prediksi jeda
pemotretan (detik)
Overlap (%)
Sidelap (%)
Prediksi jumlah
foto
Prediksi rekam
jejak foto udara
(Ha/foto)
Prediksi resolusi
spasial (cm/pixel)
Estimasi waktu
pemotretan
(menit)

204

194

100

50

5

5

18,35

2 lintasan/510
(jarak antar lintasan
58,5 m)
2,12

4 lintasan/1450
(jarak antar
lintasan 43,9 m)
6,86

8,77

3,90

3,90

80
60
22

80
60
24

60
40
69

6,41

1,43

0,36

7,31

3,19

1,22

3,56

2,12

6,05

16

Tabel 2. Desain Penerbangan Jalur pada Tiga Tingkat Ketinggian (lanjutan)
Kode Penerbangan
Fc_150620_
Fc_150629_
Fc150816_
200_w9
100_α5100
50_α5100
Realisasi Penerbangan
GPS HDOP
1,43
1,3–2,1
1,35–1,62
(Horizontal
kondisi aman
kondisi lingkungan
kondisi yang
Dilution of
untuk terbang
kurang baik untuk
sangat aman
Precision)
(Nilai maksimal
penerbangan,
untuk
GPS HDOP untuk
namun secara
penerbangan
penerbangan yang keseluruhan dalam
aman adalah 2)
kategori aman
Jumlah satelit
11
8-12
11-14
Jalur pemotretan
1
2
4
(lintasan)
Waktu terbang
9,8
9,27
8,93
(menit)
Waktu pemotretan
3,97
3,08
5,93
(menit)
Foto udara yang
53
23
72
dihasilkan (foto)
Pemantauan Sarang Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster)
Aplikasi quadcopter untuk pemantauan sarang Elang Laut Perut Putih
dilakukan dengan penerbangan Aerialview-650 melintasi menara yang ada
sarangnya. Pendekatan penerbangan dilakukan dengan 3 ketinggian terbang, yaitu
100, 80 dan 70 m dpd masing-masing sebanyak satu kali penerbangan dengan
menggunakan kamera action cam GoPro HERO4 silver. Jeda penerbangan antar
tingkat ketinggian selama 15 - 30 menit. Sedangkan penerbangan pada ulangan
kedua dilakukan pada hari berikutnya hanya satu kali penerbangan pada ketinggian
70 m dpd menggunakan mirrorles cam sony α5100, lensa pancake 16 mm.
Pengambilan gambar seluruhnya dilakukan dengan pengaturan video secara
otomatis. Kecepatan terbang saat perekaman 5 m/dt (Gambar 9a).
Penerbangan dilakukan pada pukul 07:15 – 09:00 WIB. Penentuan waktu
tersebut didasarkan atas hasil pengamatan perilaku harian elang yang telah
dilakukan sebelumnya oleh peneliti. Pada waktu tersebut elang jantan
meninggalkan sarang menuju laut untuk mencari makanan, sedangkan elang betina
bertengger di menara yang bersebelahan dengan menara sarang. Elang betina selalu
mengawasi sarang dan areal kekuasaannya sembari berjemur dan menelisik bulu.
Kondisi sarang kosong, tidak terdapat telur dan anakan.
Pemantauan Bekantan (Nasalis larvatus) dan Habitatnya
Aplikasi quadcopter untuk pemantauan bekantan dan habitatnya dilakukan
pada pagi hari (07:00 - 08:00 WIB) sebanyak satu kali penerbangan dan sore hari
(15:00 – 16:00 WIB) sebanyak satu kali penerbangan. Penentuan waktu didasarkan
atas informasi perilaku harian serta sebaran satwa liar di HCVA dari manajemen
PT AMR. Pemotretan dilakukan menggunakan mirrorles cam sony α5100, lensa
pancake 16 mm dengan shutter speed 1/2000 dt, focal length 16 mm, aperture f/2,8
dan ISO 320 yang diatur secara manual.

17

v = 5 m/dt
d>30 m

d>20 m
h = 50 m dpd
d>30 m

h1 = 100 m
h2 = 80 m
h3 = 70 m

Keterangan:
(v) Kecepatan terbang
saat pemotretan;
(d) Jarak antara
quadcopter dengan
obyek;
(hi) Ketinggian terbang
ke-i;
( ) Elang laut betina;
( ) Sarang elang;
( ) Bekantan

(b)

(a)

Gambar 9. Desain Aplikasi Quadcopter untuk Pemantauan Satwa Liar pada
(a) Sarang Elang Laut Perut Putih, (b) Bekantan dan habitatnya
Untuk pemotretan habitat bekantan di lokasi lainnya dilakukan pada siang
hari (9:00 – 11:00 WIB) sebanyak satu kali penerbangan menggunakan mirrorles
cam sony α5100, lensa pancake 16 mm dan 2 penerbangan menggunakan action
cam GoPro HERO4 silver. Keseluruhan penerbangan dilakukan pada jalur yang
telah ditentukan dengan ketinggian terbang 50 m dpd, dan kecepatan terbang pada
saat pemotretan 5 m/dt (Gambar 9b).
Analisis Data
Hubungan Daya Terbang dan Bobot Beban (Payload)
Data hasil uji daya terbang diolah secara statistik deskriptif untuk menentukan
relasi antara waktu terbang dan bobot beban serta bobot quadcopter. Persamaan
korelasi tersebut kemudian digunakan untuk menunjukkan hubungan daya terbang
(nilai minimal – maksimal), bobon beban (tanpa beban – bobot beban maksimal)
dan jenis kamera yang optimal pada aplikasi quadcopter.
Penilaian Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan ditentukan dari hasil analisis nilai intensitas bunyi yang
diperoleh dari hasil rekaman bunyi quadcopter. Hasil rekaman bunyi quadcopter
diolah menggunakan program analisis bunyi (praat) untuk mengilustrasikan nilai
intensitas bunyi. Nilai intensitas bunyi ≤ 60 dB menunjukkan bahwa quadcopter
memiliki tingkat kebisingan yang rendah atau menurut Wright et al. (2010) dan Vas
et al. (2015) dianggap tidak memberikan dampak negatif terhadap satwa liar.
Kualitas dan Akurasi Geometri Foto Udara
Foto udara yang dihasilkan dari aplikasi quadcopter merupakan data dasar
yang diolah menjadi informasi dalam kegiatan pemantauan satwa liar. Penilaian
kualitas foto udara dilakukan secara visual dengan melakukan sortasi hasil foto
udara dari sisi kejelasan/ketajaman gambar (blur) dan kesesuaian warna obyek.
Dari hasil tersebut kemudian dirumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas foto udara baik dari segi teknis aplikasi quadcopter maupun dari segi teknis

18

pemotretan. Akurasi geometri foto udara diperoleh dari pengukuran dimensi foto
udara dengan satuan pixel. Pengukuran tersebut menggunakan program adobe
photoshop.
Pembuatan Mozaik Orthophoto
Tahap awal dalam membuat mozaik orthophoto adalah sinkronisasi foto
udara dengan titik koordinat GPS. Aplikasi Aerialview-650 dengan pengaturan
pemotretan menggunakan mirrorles cam sony @5100 dihubungkan dengan triger
(pemicu) sebagai pengaktif kamera untuk memotret saat berada di posisi titik
pemotretan yang telah dirancang dalam jalur penerbangan pada program mission
planner. Sehingga foto udara yang dihasilkan dapat disinkronisasi dengan titik
koordinat GPS quadcopter. Sinkronisasi tersebut dilakukan menggunakan program
mission planner berbasis data pesan yang tersimpan dalam dataflash log. Jumlah
foto udara yang dihasilkan harus sama dengan jumlah titik koordinat GPS yang
terekam dalam dataflash log. Apabila terjadi perbedaan, maka secara otomatis
program mission planner tidak dapat melakukan sinkronisasi tersebut.
Berbeda dengan aplikasi Aerialview-650 yang menggunakan action cam (W9
sports dan GoPro HERO4 Silver) dan kamera digital compact (Canon Powershoot
A1400), pengaturan pemotretan yang digunakan berbasis jeda waktu pemotretan
tanpa penggunaan triger sebagai pemicu aktivasi pemotretan. Jeda waktu
pemotretan pada kamera diatur sedemikian rupa sehingga memiliki durasi yang
sama dengan jeda waktu pemotretan pada rancangan jalur terbang di program
mission planner. Pengaturan ini akan menghasilkan foto udara yang dapat
disinkronisasi dengan titik koordinat GPS pada dataflash log quadcopter
menggunakan program mission planner. Jumlah foto udara yang dihasilkan harus
sama dengan jumlah titik koordinat GPS yang terekam dalam dataflash log, karena
apabila terjadi perbedaan maka secara otomatis program mission planner tidak
dapat melakukan sinkronisasi.
Tahap selanjutnya adalah pengolahan foto udara yang telah memiliki titik
koordinat GPS (central point) menjadi mozaik orthophoto menggunakan program
agisoft photoscan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memuat/impor foto dan rekonstruksi jalur terbang.
2. Memeriksa foto yang termuat dan menghapus foto yang tidak diperlukan.
3. Penyelarasan foto.
4. Pembangunan titik tinggi (dense point clouds).
5. Pembangunan model tiga dimensi poligonal (mesh).
6. Pembangunan model tekstur.
7. Pembangunan model ubin (tiled model).
8. Pembangunan model ketinggian digital (DEM/Digital Elevation Model).
9. Pembangunan mozaik orthophoto (orthomosaic)
10. Mengekspor hasil mozaik orthophoto.
Analisis Mozaik Orthophoto
Mozaik orthophoto yang di