Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional

(1)

LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE (PESAWAT TANPA AWAK) DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DEBBY AGUSTIN BR.SITEPU 110200125

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKUTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE(PESAWAT TANPA AWAK) DALAM PERANG DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Debby Agustin Br. Sitepu 110200125

DisetujuiOleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

Dr. Chairul Bariah S.H.,M.Hum NIP : 195612101986012001

Pembimbing I Pembimbing II

Arif,S.H., M.H Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum NIP: 196403301993031002 NIP : 197308012002121002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2015


(3)

KATA PENGANTAR

Segalapujibagi Allah SWT, TuhanSemestaAlamyangatasrahmatdan karuniaNyasayadapatmenyelesaikanpenulisanpenelitianinidenganbaikdanShalawa

tdan Salam kepadaRasulullah SAW yang

telahmembawaumatinidarizamankebodohanmenujuzaman yang terangdenganilmudan Islam.

Penulisanpenelitianberjudul

“LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE (PESAWAT TANPA

AWAK)DALAM PERANG DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL”

adalahgunamemenuhipersyaratanmencapaigelarSarjanaHukum di FakultasHukum USU.

Sayamengucapkanterimakasihkepada:

1. BapakProf.Dr. RuntungSitepu, SH,M.HumselakuDekanFakultasHukum USU Medan

2. Bapak Prof. BudimanGintingselakuPembantuDekan I

3. BapakSyarifuddin, SH,M.H,D.F.M. selakuPembantuDekan II 4. Bapak Prof. OK Saidin, SH,M.HumselakuPembantuDekan III

5. IbuChairulBariah,SH.,M. Hum

selakuKetuaDepartemenHukumInternasional

6. Bapak Arif, SH,M.Hum selakuDosenPembimbing I

7. Bapak Dr. Jelly Leviza,SH,M.HumselakuDosenPembimbing II yang jugasekaligusSekertarisDepartemenHukumInternasional


(4)

8. BapakAzwarMahyuzar,SH sekaluDosenWali

9. Kepadakedua orang tuasayaBpk. Surya Dharma SitepudanNy. AfrietaZahira yang telahmemberikansayasemangatsertanasihat sehinggadapat membuatsayamenyelesaikanpenelitianini

10.KepadakakaksepupusayaDesy Amanda Sitepu, Spd 11.KepadabibisayaNy.

SriyaniSiteputerimakasihataspijitannyaselamasayamenulispenelitianini

12.KepadakilasayaBpk. ZulkarnainSitepu yang

memberisayanasihatkepadasaya agar menjadianak yang dapat membanggakan orang tua

13.KepadaRaden Puja KiranaSitepuselakupundasaya yang

telahmemberikansayabanyakkemudahandalammenyelesaikanpenulisanpen elitianinibaiksecara moral maupunfinansial

14.Kepadaom yang selalusaya segani Firdaus Alma

15.Kepada om-om sayaSerma. DidiMawardidan, Erwin Tarigan, SH yang telahmembantusayadalammencaribahanpenulisanini.

16.KepadaomJuniSurbakti, SH dan staff bagiantatausaha FH USU yang telahmemberikansemangatmenyelesaikanpenulisanini

17.KepadapaktuasayaMinolaSebayang,SH yang

telahmemberikansayamasukan-masukanuntukmasadepansayakedepan

18.Kepadateman-temanterbaiksayaselama di FakultasHukum USU yaituNurul Huda Pangaribuan (Uul), WirdaRizky Lestari (Wiwir), GraciaFebriyantiTambun (Chia), SamithaAdimas (Mitha) yang selalumendukungdanmemotivasisaya


(5)

19.Kepadateman-temanterdekatsaya di FakultasHukum USU yaituDesita, Vincent, Fadel, Hizkia, Algrant, Isaac, Suwito, Dheo, Ka Wanda, Ka Nanda, KaNetthie, Ka Mila

20.KepadatemansayaYudi, Denni, Thomas, Richard, Rinaldi, Putri, Nova, Ali, Timothy dll yang tidakbisasayasebutkansatupersatunamaya

21.Kepadateman-teman ILSA yang tidakbisasayasebutkannamanyasatu-persatu, terimakasihatasdukungan

22.Seluruhpihak yang membantusayaselamaini,

maaftidakbisadisebutkansatupersatu. Terimakasihdukungannyaselamaini Sayamenyadaripenulisanpenelitianinimasihjauhdarikesempurnaan,

untukitusayamenerimasegalaperbaikansebagaimasukan yang membangun.

Sayamengucapkanterimakasihkepadaseluruhdukungandanperhatian yang diterimaselamaini, semogapenelitianinibermanfaat

Medan, 10 April 2015


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRAK... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 22

C. TujuandanManfaat Penelitian... 22

D. Keaslian Penulisan... 23

E. Tinjauan Kepustakaan... 23

F. Metode Penelitian... 25

G. Sistematika Penulisan... 26

BAB II PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SENJATA DALAM PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER A. PengertianUmum Senjata... 28

B. Pengaturanalat-alat/ senjata dalam perangHukumHumaniter……. 32

C. PenggunaanSenjata yang dilarangdalamPerangmenurut HukumHumaniter... 46

BAB III ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS PENGGUNAAN DRONE DALAM PERANG DILIHAT DARI HUKUM HUMANITER


(7)

A. Pengertian Drone danSejarahpenggunaan Drone

dalam Perang... 67 B. AlasanPenggunaan Drone dalamPerangsertaDampak

Buruk penggunaannya... 74 C. LegalitasPenggunaan Drone dalamPerangditinjaudari

Hukum Humaniter... 82

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA

DAMAI DAN MEKANISME PELAKSANAAN

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

A. PenyelesaianSengketa Internasional Secara Damai Menurut

Hukum Humanier... 95 B. Pelaksanaan Penegakkan Hukum Humaniter... 105 C. SanksiPelanggaranHukumHumaniterInternasional... 116

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 124 B. Saran... 127


(8)

ABSTRAKSI Debby Agustin Br. Sitepu*

Arif** Jelly Leviza***

*

Mahasiswi Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara **

Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***

Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Padadasarnyaperangdankonflikbersenjatatidakasinglagidansudahmerupakanhal yang biasabagiperadabanmanusia.Terjadinyaperangmenimbulkanbanyakkerugian

yang besarsalahsatunyahilangnyanyawaseseorang yang tidaktermasukdalamkombatan.Hal

tersebuttidakterlepasdaripenggunaansenjata/alatperang yang digunakan.HukumHumaniterhadirdengannmaksudmemanusiakanperangdenganmelah

irkankonvensi-konvensi yang mengaturperlindungankorbanperangterutamapengaturanmengenaisarana, alat-alat

atausenjata yang diperbolehkanmaupun yang dilarangdalamperang. Hal tersebutdenganmaksudmengurangipenderitaan yang tidakperlubagi orang yang termasukdalamkombatan maupun non kombatan .Ataspernyaantersebut

timbulpertanyaanmengenaibagaimanapenggunaansenjatadalamperangmenuruthukum

humaniterinternasional?Bagaimanalegalitaspenggunaan drone dalamperangmenuruthukumhumaniterinternasional ? Dan bagaimana pula

sanksipelanggaranhukumhumaniterinternasional ?

Adapunmetodepenelitian yang digunakanadalahdenganpendekatanpenelitiannormatifyaitudenganupayapenyeleksian

danpengumplan data-data dariberbagaimacambentukpendapatsarjana, kamus, ensiklopediadanliteraturhukuminternasionalmaupunhukumhumaniterinternasional yang berkaitandenganpenulisanpenelitian.

Penggunaan senjata/alat-alat dalam perang telah diatur oleh hukum humaniter dimana tercantum dalam konvensi-konvensi, yang paling dasar adalah konvensi Jenewa dan Konvensi Den Haaq. Status legalitas penggunaan drone dalam perang tidak terdapat pengaturannya secara spesifik dan khusus, tetapi dilihat dari peggunaannya dan dampak yang diberikan oleh drone penggunaan senjata ini seharusnya dilarang, karena telah menimbulkan penderitaan yang berlebihan dan tidak perlu. Salah satu kelemahan dari hukum internasional maupun hukum humaniter adalah bagaikan tidak ada sanksi.Hal ini yang membuat banyak sekali terjadi pelanggaran dalam hukum internasional maupun hukum humaniter.Tidak ada sanksi yang tegas dalam penegakkannya.


(9)

ABSTRAKSI Debby Agustin Br. Sitepu*

Arif** Jelly Leviza***

*

Mahasiswi Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara **

Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***

Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Padadasarnyaperangdankonflikbersenjatatidakasinglagidansudahmerupakanhal yang biasabagiperadabanmanusia.Terjadinyaperangmenimbulkanbanyakkerugian

yang besarsalahsatunyahilangnyanyawaseseorang yang tidaktermasukdalamkombatan.Hal

tersebuttidakterlepasdaripenggunaansenjata/alatperang yang digunakan.HukumHumaniterhadirdengannmaksudmemanusiakanperangdenganmelah

irkankonvensi-konvensi yang mengaturperlindungankorbanperangterutamapengaturanmengenaisarana, alat-alat

atausenjata yang diperbolehkanmaupun yang dilarangdalamperang. Hal tersebutdenganmaksudmengurangipenderitaan yang tidakperlubagi orang yang termasukdalamkombatan maupun non kombatan .Ataspernyaantersebut

timbulpertanyaanmengenaibagaimanapenggunaansenjatadalamperangmenuruthukum

humaniterinternasional?Bagaimanalegalitaspenggunaan drone dalamperangmenuruthukumhumaniterinternasional ? Dan bagaimana pula

sanksipelanggaranhukumhumaniterinternasional ?

Adapunmetodepenelitian yang digunakanadalahdenganpendekatanpenelitiannormatifyaitudenganupayapenyeleksian

danpengumplan data-data dariberbagaimacambentukpendapatsarjana, kamus, ensiklopediadanliteraturhukuminternasionalmaupunhukumhumaniterinternasional yang berkaitandenganpenulisanpenelitian.

Penggunaan senjata/alat-alat dalam perang telah diatur oleh hukum humaniter dimana tercantum dalam konvensi-konvensi, yang paling dasar adalah konvensi Jenewa dan Konvensi Den Haaq. Status legalitas penggunaan drone dalam perang tidak terdapat pengaturannya secara spesifik dan khusus, tetapi dilihat dari peggunaannya dan dampak yang diberikan oleh drone penggunaan senjata ini seharusnya dilarang, karena telah menimbulkan penderitaan yang berlebihan dan tidak perlu. Salah satu kelemahan dari hukum internasional maupun hukum humaniter adalah bagaikan tidak ada sanksi.Hal ini yang membuat banyak sekali terjadi pelanggaran dalam hukum internasional maupun hukum humaniter.Tidak ada sanksi yang tegas dalam penegakkannya.


(10)

Banyaknya contoh penggunaan drone (pesawat tanpa awak ini) dalam perang yang mengakibatkan banyaknya korban, seharunya dibuat pengaturan mengenai pelegalitasan penggunaan drone dalam perang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya perang dan konflik bersenjata tidak asing lagi dan sudah merupakan hal yang biasa bagi peradaban manusia. Perang menjadi tidak asing lagi bagi manusia hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sangat panjang sama halnya dengan peradaban manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kalimat “Armed conflict is as old as humankind itself.†

S ejarah kehidupan politik manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai.Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema utama dalam literatur politik juga hubungan hukum internasional berkisar antara dua macam interaksi tersebut.Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between war menunjukan situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia.

Hal ini menunjukan bahwa perang ada selama manusia ada.Adanya perbedaan dan pendapat inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya perang dan konflik bersenjata. Oleh karena itu selama masih ada perbedaan maka perang dan konflik akan tetap ada.

“War and International Humanitarian Law”, dimuat dalam http://www.icrc.org/eng/war- and-law/overview-war-and-law.htm , diakses pada 5 Maret 2015 pukul 08.00 WIB

Ambarwati, dkk., Hukum Humanite Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Cetakan Pertama: Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm2


(11)

Perang tidak akan pernah terelakan, pendapat ini dibuktikan dari beberapa studi yang menyebutkan bahwa manusia memiliki naluri untuk melukai dan atau menyerang.§

Secara definitif perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar manusia.Studi Hubungan Internasional perang secara tradisional adalah penggunaan kekerasan yang terorganisasi oleh unit-unit politik dalam sistem internasional. Perang akan terjadi apabila negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka tidak bisa dicapai, kecuali melalui cara-cara kekerasan.**

Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit) adalah kondisi permusuhan denganmenggunakan kekerasan antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi diwilayah yang dipertentangkan.††

1. Perbedaan ideologi

Perang secara purba dimaknai sebagai pertikaian bersenjata. Era modern perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin angkatan perang yang menyebutkan bahwa :“Barangsiapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia”. Hal ini menunjukan bahwa penguasaan ketinggian harus dicapai oleh teknologi.

Penyebab terjadinya perang antara lain :

2. Keinginan untuk memperluas kekuasaannya

§

Ambarwati, dkk, Ibid, hlm 4 **

Graham Evans and Jeffrey Newham, The Penguin Dictionary of International Relations, London: Penguin Books, 1998, hlm. 565

††

Saidiman Surohadiprojo, Pengantar Ilmu Perang, Pustaka Intermasa, 2008, ISBN: 978-979-3791-33-3


(12)

3. Perbedaan kepentingan

4. Perampasan sumber daya alam

Hal-hal tersebut yang menjadi faktor mereka berperang.Namun pada saat masuknya ajaran Romawi alasan manusia untuk berperang kian bertambah dan serta merta menciptakan metode-metode perang yang baru dimana menyangkut aturan yang sudah menjadi kebiasaan pada saat berperang.

Perang dianggap sebagai kontak bersenjata yang melibatkan dua negara atau lebih, maka ada beberapa kecenderungan perang yang terjadi, antara lain:

Pertama, keengganan negara-negara untuk mendeklarasikan perang secara terbuka terhadap pihak yang dianggap musuh.Keterlibatan suatu negara secara diam-diam dalam suatu perang semakin meningkat pada masa Perang Dingin.Amerika Serikat dan Uni Soviet terbukti melakukan tindakan terselubung (convert action)

dalam konflik-konflik di Nikaragua, Afganistan, konflik Israel-Palestina.‡‡

Keempat, situasi perang menjadi sangat berbeda dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan transportasi.Ketika situasi perang bisa disiarkan ke seluruh

Kedua, berkembangnya senjata-senjata penghancur massal (mass destructions weapons/WMD).Senjata nuklir salah satu bagian dari jenis WMD telah menjadi bagian dari strategi perang.

Ketiga, semakin banyaknya aktor-aktor non-negara yang muncul dan terlibat dalam perang-perang domestik maupun perang internasional.

‡‡

Daniel S.Papp, Contemporary International Relations, Frameworks for Understanding, New York: Macmillan Publishing Company, 1988, hlm 502


(13)

dunia melalui satelit yang ditayangkan ke seluruh dunua, opini masyarakat internasional menjadi bagian pentingdalam strategi perang.

Perang tidak dapat dihindari maka terbentuklah peraturan hukum yang mencoba mengatur perang dengan melihat dan melandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan maka terbentuklah hukum Humaniter Internasional.§§

1. Jus as bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur tentang perang yang berkaitan dengan legitimasi mengenai penggunaan alat-alat tertentu angkatan bersenjata

Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam tingkah laku, moral dan agama.Peradaban bangsa Romawi dikenal konsep Perang Adil (just war).Kelompok orang tertentu ini meliputi penduduk sipil, anak-anak perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.

Mochtar Kusumaatmadja memberikan pembagian hukum perang yaitu sebagai berikut :

***

§§

Kalimat tersebut didukung dengan kutipan kalimat “There have always been customary practices in war, but only in the last 150 years have States made international rules to limit the effects of armed conflict for humanitarian reason.” yang dimuat dalam “ War and International Humanitarian Law”, http://www.icrc.org/eng/war-and-law/overview-war-and-law.html, diakses pada5 Maret 2015 pukul 08.52 WIB”

***

Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 6

hanya diizinkan dalam kaitan dengan pasal 51 Piagam PBB sebagai suatu pengecualian terhadap larangan umum atas penggunaan aat-alat tertentu oleh angkatan bersenjata yang termuat dalam Pasal 2 ayat (4)


(14)

2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang†††

Jus in bello sendiri memiliki 2 asas yang konvensional, digolongkan sebagai “Hukum Jenewa” dan “Hukum Den Haaq”.

berisi syarat-syarat yang harus dipatuhi dan harus ditekankan lagi rezim yang terlibat dalam persengketaan senjata. Syarat-syarat ini keseluruhnnya harus dilaksanakan dengan ketaatan tanpa pandang bulu oleh para pihak yang bersengketa.

Hukum ini dibagi menjadi 2 (dua) lagi yaitu‡‡‡

1. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) dan menentukan hak dan kewajiban negara-negara yang berperang tentang perilaku pada waktu operasi militer dan membatasi alat yang digunakan untuk menyerang musuh yang biasa disebut Hukum Den Haaq

:

§§§

2. Hukum yang mengatur perlindungan personil militer yang tidak dapat lagi terlibat dalam pertempuran dan orang-orang yang tidak aktif dalam permusuhan dengan penduduk sipil dan orang-orang yang menjadi korban perang yang biasa disebut Hukum Jenewa****

Perhatian hukum internasional bagi perlindungan hukum individu untuk waktu yang lama hampir semata-mata dipusatkan pada perlakuan yang harus diberikan negara kepada warganegara lain yang berada dalam yurisdiksi hukum internasionalnya. Menurut hukum internasional, negara dimana seseorang

†††

Ibid, hlm 6-7 ‡‡‡

Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta,1944, hlm 4

§§§

Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, Ibid, hlm 7 ****


(15)

warganegara asing berada harus diberikan apa yang dimaksud standar minimum, yang mengandung batas minimum dari hak-hak pribadi dan perlindungan hukum.

Hukum Humaniter merupakan cabang Hukum Internasional publik dan merupakan hukum baru sehingga istilah tersebut masih banyak orang yang belum mengenalnya.

Pengertian Hukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum yang mengatur perang itu sendiri.††††

Sementara itu Esbojrn Rosenbland melihat hukum humaniter internasional dengan melihat pada pembedannya yaitu

Batasan Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur ketentuan yang memberikan perlindungan terhadap korban perang yang berbeda dengan hukum perang yang mengatur tentang perang tersebut.

‡‡‡‡

a. The Law of Armed Conflict, yang berkaitan dengan : :

1. Mulai dan berakhir perang 2. Pendudukan wilayah lawan

3. Hubungan antara para pihak yang bertikai dengan negara yang netral

b. Law of Lawfare yang mencakupi : 1. Metoda dan sarana perang 2. Status kombatan

3. Perlindungan terhadap yang sakit, tawanan perang dan orang sipil

††††

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia,1980, hlm 5.

‡‡‡‡


(16)

Hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum tentang konflik bersenjata yang mempunyai kepedulian terhadap perlindungan korban dari konflik bersenjata yaitu mereka yang karena sesuatu terluka, sakit atau terperangkap dan juga orang-orang sipil (orang yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata) sebagai akibat

hors de combat.Hukum ini dibangun dari pemikiran bahwa lingkup dari suatu aksi militer adalah tidak dapat dibatasi dan mereka yang tergolong non-kombatan (orang yang tidak ikut berperang) dimasing-masing pihak yang bersengketa berhak untuk mendapat perlindungan dan perlakuan mengenai kepedulian terhadap nilai kemanusiaan yang tidak memihak, mereka wajib dipelihara dan dirawat, mereka tidak boleh dijadikan sasaran dalam kekerasan konflik. Prinsip ini sangat mudah dapat dinyatakan namun untuk diwujudkan sebagai norma-norma legal yang masuk akal dan mampu dilaksanakan dalam keadaan yang ekstrim dalam suatu konflik bersenjata inilah yang merupakan salah satu masalah utama dalam wilayah hukum untuk dapat dikembangkan.

Tujuan Hukum Humaniter Internasional ada beberapa yaitu§§§§

1. Melindungi baik kombatan (ikut aktif dalam permusuhan) maupun non kombatan dari penderitaan yang tidak perlu

2. Menjamin hak-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh 3. Memungkinkan kembalinya perdamaian

4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang

Hukum Humaniter Internasional awalnya tumbuh dari Laws of War yang kemudian berkembang menjadi Hukum Sengketa Bersenjata dan akhirnya dikenal

§§§§


(17)

dengan Hukum Humaniter. Hal tersebut dikarenakan orang tidak menyenangi tercantumnya kata war (perang) sebagai akibat timbulnya korban manusia yang begitu besar selama Perang Dunia Kedua.Hukum perang sebagian besar dapat ditemukan dalam berbagai Treaties dan Convention.Mengingat banyaknya

Convention ada beberapa yang penting yaitu*****

1. Declaration of Paris, 1856, yang mengatur perang di laut :

2. Red Cross Convention, 1864, yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka dimedan pertempuran.

Konvensi selanjutnya yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian di Den Haaq tahun 1907 yaitu sebagai berikut†††††

1. Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional dengan cara Damai (Konvensi I)

2. Konvensi mengenai cara mengawali permusuhan (Konvensi II)

3. Konvensi mengenai hukum dan kebiasaan peperangan di darat (Konvensi IV) Konvensi ini sangat penting karena mengatur segi dari peperangan di darat. Konvensi ini mempunyai suatu annex yang dikenal dengan namaHaque Regulation.

4. Konvensi mengenai hak dan kewajiban Negara dan orang netral dalam perang didarat (Konvensi V)

*****

Ibid, hlm 7 †††††


(18)

Konvensi VI sampai dengan Konvensi XII pada umumnya mengatur masalah kapal, kapal perang.Jadi, konvensi tersebut membahas permasalahan yang menyangkut perang dilaut.

Ada beberapa konvensi yang secara khusus melarang pemakaian senjata tertentu, misalnya‡‡‡‡‡

a. Declaration of St. Petersburg, 1868 (Declaration Renouncing the use in war of certain explosive projectiles), yang melarang any projectile of less weight than four hundred grammes, which is explosive

:

b. Declaration the Haque IV, 2-1899 (Prohibition of expending bullets (dum-dum) c. Declaration the Haque IV, 3-1907 (Prohibiting use of gases)

d. Declaration the Haque XIV-1907 (Prohibiting discharge of projektiles and explosive from ballons)

e. Protocol Jenewa, 1925 (Protocol for the prohibition of poisonous gases and bacteriological method of war fare)

Konvensi Jenewa 1949 merupakan konvensi yang penerimaanya paling luas karena seluruh dunia menjadi pihak yang terikat dalam konvensi ini. Konferensi internasional di Jenewa yang merupakan realisasi dari gagasan Henry Dunant§§§§§,

‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 8 §§§§§

Hendry Dunant adalah salah satu pendiri ICRC (International Committee of the Red Cross) dimana dalam bukunya “A Memory of Solferino” ia menggambarkan pengalamannya menyaksikan penderitaan para tentara yang menjadi korban dan tidak memperoleh pertolongan di medan perang Solferino. Hal ini yang menjadi awal pembentukan Konvensi Jenewa.


(19)

Jenewa 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang (International Convention for the Protection of Victims of War) yang berjumlah empat yaitu******

1. Konvensi untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan perang dimedan pertempuran darat

:

2. Konvensi perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit, dan korban karam

3. Konvensi tentang perlakuan terhadap tawanan perang 4. Konvensi tentang perlindungan orang sipil di waktu perang

Pada tahun 1977 telah disepakati dua protokol yaitu Protocol additional to the Geneva Convention 1949.Kedua protokol itu berjudul††††††

1. Protocol I :Protocol relating to the protection of victims of International Armed Conflict

:

2. Protocol II :Protocol relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflict

Konvensi selanjutnya dihasilkan dalam tahun 1980. Konvensi tersebut mempunyai judul Convention on prohibitions or restrictions on the use of certain conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or to have indiscriminate effect.‡‡‡‡‡‡

Konvensi tersebut disertai dengan tiga protokol yaitu§§§§§§ 1. Protocol I = Protocol on non- detectable fragments

:

******

Haryomataran, Op cit, hlm 9 ††††††

Ibid, hlm 9 ‡‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 9 §§§§§§


(20)

2. Protocol II = Protocol on prohibitions or restrictions on the use of mines, booby trap and other device

3. Protocol III = Protocol or prohibitions or restrictions on the use of incendiary weapons

Perang Dunia Pertama ternyata membawa kesengsaraan yang luar biasa pada umat manusia.Berjuta-juta orang baik militer maupun sipil, menjadi korban.Kerugian yang berwujud harta kekayaan sangat sulit dihitung, maka tidaklah mengherankan apabila umat manusia berusaha sekuat-kuatnya menghapuskan perang ataupun memperkecil kemungkinan terjadinya perang. Telah dilakukan upaya-upaya untuk menghindari perang antara lain*******

a. Pembentukan Leaque of Nations (Liga Bangsa-Bangsa), dimana para negara anggotanya sepakat untuk menghindari memilih perang bilamana mereka terlibat dalam suatu perselisihan dan menjamin perdamaian serta keamanan. Selanjutnya pada Pasal 12 Piagam tersebut menentukan bahwa negara-negara peserta sepakat aapabila ada kemungkinan timbulnya perselisihan mereka akan mengusahakan penyelesaian melalui jalur arbitrase, judicial settlement, dan tidak akan memulai perang sebelum lewat tiga bulan setelah keputusan arbiter atau keputusan hukum diterima.

:

b. Pembentukan Pakta Kellog-Briand (Kellog Briand Pact) yang dikenal sebagai

Paris Pact 1928, dimana para anggota pakta tersebut menolak mengakui perang sebagai suatu penyelesaian politik dan memilih mengambil jalan damai bilamana ada pertentangan diantara para anggotanya. Perjanjian ini

*******


(21)

ditandatangani oleh Jerman, Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Prancis, Italia, Jepang, Polandia dan Ceska. Di dalam preambul dinyatakan bahwa mereka menolak atau tidak mengakui perang sebagai alat politik nasional, dan mereka sepakat akan mengubah hubungan antara mereka hanya dengan damai. Pernyataan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 1 dan 2.†††††††

Menurut ahli, Kellog-Briand Pact tidak menghapus perang. Lauterpcht berpendapat bahwa the effect of the Pact is not abolish, even for its signatories the intitutions of war. Sarjana lain yaitu Kunz mengatakan bahwa

The Pact of Paris doesn’t outlaw or abolish war: It only contains a renunciation of war as an instrument of national policy a phrase which never has been interpreted satisfactorily.‡‡‡‡‡‡‡

Suasana antiperang ini mempunyai dampak pada beberapa bidang.Salah satu diantaranya adalah hukum perang.Orang tidak menginginkam adanya perang, istilah perang sejauh mungkin dihindari.Hal tersebut yang membuat istilah perang juga tidak disukai dan akibatnya adalah ditinggalkannya usaha untuk mempelajari dan menyempurnakan perang.§§§§§§§

Bidang lain suasana tersebut juga berpengaruh besar. Meskipun pada waktu terjadi berbagai pertikaian bersenjata yang dilihat dari segi militer sudah pantas

††††††† Pasal 1

The High Contracting Parties solemnly declare, in the names of their respective peoples, that they condemn recourse to war for the solution of international cobtroversies and renounce it as an instrument of national policy in their relations with one another

Pasal 2

The High Contracting Parties agree with the settlement or solution of all dispute or conflict, of whatever nature or whatever origin they may be, which arise among them, shall never be sought exceptby pasific means

‡‡‡‡‡‡‡

Joseph Kunz,1968:845 §§§§§§§


(22)

disebut perang, namun pihak yang bertikai tidak mau menyebutnya dengan perang karena mereka takut di cap sebagai agresor.

Mereka yang menentang pengkajian hukum perang mengajukan alasan berbagai alasan berikut ini.********

1. Hukum perang tidak mungkin disusun sebab perang tidak dapat diatur, perang hanya dapat ditiadakan

2. Hukum orang tidak perlu ada karena ada praktik pasti akan dilanggar 3. Perang sudah ditiadakan. Hukum perang sudah tiada lagi

4. Perang sudah dinyatakan bertentangan dengan hukum (outlawed), pembahasan hukum perang tidak logis, dan seolah-olah kita tidak percaya kepada kamajuan yang telah dicapai dalam usaha untuk menghapus perang.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian perang dan hukum perang tidak disukai lagi.Dan pada saat itu muncul istilah baru yaitu Laws of Armed Conflict.Istilah armed conflict sebagai pengganti war banyak dipakai, baik dalam konsepsi-konsepsi internasional maupun dalam resolusi-resolusi.††††††††

********

Ibid, hlm 13 ††††††††

Ibid, hlm 14

Dalam

Geneva Conventions 1949, artikel 2 disebutkan sebagai berikut

“In addition to the privisions which shall be implemented in peace time, the present Convention shall apply to all cases of declared war or of any armed conflict.”


(23)

Penggantian atau perubahan istilah ini memberikan beberapa keuntungan yaitu sebagai berikut‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Secara psikologis, dengan perubahan itu kata perang atau hukum perang yang tidak disukai lagi telah dihapus

2. Ruang lingkup berlakunya hukum tersebut sangat diperluas, karena hukum tersebut berlaku baik apabila pecah perang, atau terjadi suatu pertiakaian bersenjata.

Demikian istilah laws of war atau hukum perang berubah menjadi laws of armed conflict atau hukum pertikaian senjata. Pada permulaan abad ke-20 hukum perang berusaha untuk mengatur cara berperang. Salah satu konvensi yang sangat terkenal pada waktu itu ialah Haque Convention IV, dengan Annexnya yang terkenal berjudul Regulation respecting the laws and customs of war on land. Annex ini biasanya disebut Haque Regulation yang berusaha mengatur perang.§§§§§§§§

Sesudah Perang Dunia Kedua usaha untuk mengatur tentang perang terdesak oleh suatu usaha untuk melindungi orang dari kekejaman perang.Pada penyusunan konsepsi-konsepsi berikut asas perikemanusiaan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat dari resolusi-resolusi PBB, berikut contohnya*********

1. Resolusi Majelis Umum No. 2444 tahun 1968, Majelis mengakui perlunya menerapkan asas-asas humaniter dalam semua pertikaian bersenjata. Adanya

:

‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 15 ` §§§§§§§§Ibid, hlm 15-16

*********


(24)

resolusi ini diakui bahwa asas kemanusiaan itu harus dihormati baik dalam waktu damai maupun apabila timbul pertikaian senjata

2. Sidang tahun 1969, Majelis Umum mencantumkan dalam agendanya sebagai salah satu topik, yaitu Respect for Human Right in Armed Conflict.

3. Resolusi no. 2675 tahun 1970

Recalling further its Resolution 2444 (XXIII) of 19th

Fundamental human rights, as accepted in international law and laid down in international instruments, continue to apply fully in situation of armed conflicts†††††††††

December 1968, on respect for human rights in armed conflict, bearing in mind the need for measures to ensure the better protection for human rights in armed conflict in all types,

Dan selanjutnya dinyatakan sebagai berikut

Mengenai pendapat para ahli dapat dikemukakan beberapa contoh berikut

ini‡‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Rosenbland menyatakan : “this humanitarian approach has turned out to be highly essensial when drafting new treaty rules applicable in future armed conflict.”§§§§§§§§§

2. Mengenai hal ini, Starke mengemukakan bahwa salah satu perkembangan yang menonjol dalam dasawarsa terakhir ini adalah : “the importation of human rights rules standart into the law of armed conflict.”**********

†††††††††

Mushtaq Hussein, 1977 hal 11-12 ‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 17 §§§§§§§§§

Esbjorn Rosenbland,1979:4

**********


(25)

Berkaitan dengan itu maka tidak heran apabila istilah laws of armed conflict

juga mengalami perubahan. Beberapa resolusi dan konferensi ditampilkaan istilah baru, yaitu International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict

Pada tahun 1971 diadakan suatu Conference of Government Expert on the Reaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Tahun 1974, 1975, 1976, 1977 diadakan konferensi yang nama resminya adalah Diplomatic Conference on theReaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Istilah ini dianggap terlalu panjang sehingga sering disingkat menjadi International Humanitarian Law. Istilah yang dianggap singkat ini di dalam bahasa Indonesia biasanya disingkat lagi menjadi Hukum Humaniter.††††††††††

Asas Hukum Humaniter Internasional adalah‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ a) Asas Kepentingan Militer

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diperbolehkan atau dibenarkan menggunakan kekerasaan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Asas ini dalam pelaksaannya sering pula dijabarkan dengan adanya penerapan prisip-prinsip sebagai berikut :

1. Prinsip pembatasan (Limitation Principle) adalah suatu prinsip yang menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan pihak yang bersengketa.

††††††††††

Ibid, hlm 18 ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

FardihusVartry,”Hukum Humaniter Internasional”, Gudang Ilmu Hukum, diakses dar pada tanggal 3 Maret 2015


(26)

2. Prinsip proporsionalitas (Proportionality Principle) yang menyatakan bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek sipil harus proporsional sifatnya

b) Asas Keperikemanusiaan (Humanity)

Menurut asas ini pihak yang bersengketa harus memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.

c) Asas Kesatriaan (Chivalry)

Berdasarkan asas ini bahwa dalam perang, kejujuran harus diutamakan.Pengaturan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai tipu daya dan muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.

d) Prinsip Pembeda (distinction principle)

Suatu prinsip yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata kedalam dua golongan yaitu kombatan dan penduduk sipil (civilian).Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan.Perlunya prinsip pembeda ini adalah untuk mengetahui mana yang boleh dijadikan sasaran atau objek kekerasaan dan mana yang tidak boleh dijadikan objek sasaran kekerasan. Dalam pelaksanaan prinsip


(27)

ini memerlukann penjabaran lebih jauh lagi dalam sebuah asas pelaksanaan (principles of application) yaitu :

a. Pihak-pihak yang bersengketa setiap saat harus bisa membedakan antara kombatan dan penduduk sipil untuk menyelamatkan penduduk sipil dan objek-objek sipil

b. Penduduk sipil tidak boleh dijadikan objek serangan walaupun untuk membalas serangan

c. Tindakan maupun ancaman yang bertujuan untuk menyebarkan teror terhadap penduduk sipil dilarang

d. Pihak yang bersengketa harus mengambil langkah pencegahan yang memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk sipil atau setidaknya untuk menekan kerugian atau kerusakan yang tidak sengaja menjadi kecil e. Hanya angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh f. Rule of Engagement (ROE)

Situasi sengketa bersenjata pihak lawan diperbolehkan untuk menggunakan berbagai strategi untuk menundukkaan lawannya supaya kemenangan berada dipihaknya.Tetapi harus memperhatikan asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan yaitu perang harus dilaksanakan dengan jujur dan harus memperhatikan aspek kemanusiaan.

Perkembangannya, Hukum Humaniter Internasional banyak memberikan konstribusi untuk adanya perang yang manusiawi.Perang yang menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan dan hak asasi setiap manusia untuk dilindungi.Hal ini menyebabkan adanya aturan aturan dari hukum kebiasaan maupun sumber-sumber


(28)

Hukum Internasioanal lainnya untuk mencegah terjadinya perang yang lebih besar karena dengan adanya kemajuan zaman memberikan konstibusi yang sangat besar terhadap besarnya dampak perang yang terjadi yang dihasilkan oleh penggunaan senjata yang terus diperbaharui.

Semenjak diadopsinya Konvensi-konvensi Jenewa 1949, umat manusia mengalami konflik bersenjata dalam jumlah yang sangat mencemaskan.Konflik-konflik bersenjata ini terjadi hampir disetiap belahan dunia. Keempat Konvensi Jenewa 1949 beserta Kedua Protokol Tambahan 1977 menyediakan perlindungan hukum bagi orang-orang yang tidak maupun yang tidak lagi ikut serta langsung dalam permusuhan dan perselisihan (yaitu korban sakit, luka, korban karam, orang yang ditahan sehubungan dengan konflik bersenjata dan orang-orang sipil). Meskipun demikian, masih banyak sekali pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian internasional tersebut, sehingga timbul penderitaan dan korban tewas yang mungkin dapat dihindari seandainya Hukum Humaniter Internasional lebih dihormati.

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, manusia berusaha menciptakan dan mengembangkan alat-alat pembunuh. Mulai dari alat-alat yang berupa kayu, hingga yang jauh lebih canggih seperti sekarang ini misalnya semjata api, senjata biologis, senjata kimia dll. Penerapannya dapat dilihat dalam Perang Salib I dan II dimana perlindungan terhadap tawanan perang sudah menjadi kebiasaan juga berusaha mngembangkan senjata-senjata yang mampu membunuh secara masal contohnya Trebuchet atau yang lebih dikenal sebagai alteri kuno abad pertengahan yang digunakan untuk mengantam kota-kota negara yang berperang bahkan negara Turki pada saat Perang Salib mampu membuat senjata penyembur api.


(29)

Penggunaan senjata-senjata tersebut juga digunakan untuk menjatuhkan mental tentara musuh, hal tersebut terus berkembang pada sampai saat ini, dimana perlombaan senjata yang digunakan untuk menjatuhkan mental tentara musuh.Ada dan dibuatnya suatu hukum perang untuk menjaga agar jatuhnya korban tidak banyak dalam perang.Saat itu telah ada hukum perang dan saat itu sudah diatur dalam Hukum Humaniter Internasional dan Statuta Roma.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan§§§§§§§§§§.

§§§§§§§§§§

Diakses dari

Penggunaan drone (pesawat tanpa awak) dalam konflik bersenjata telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Menimbulkan perhatian terhadap isu kemanusiaan, hukum dan lainnya. Drone adalah sebuah mesin terbang atau pesawat yang berfungsi dengan dikendalikan jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamikaa untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya.

Salah satu fungsi dan kegunaan dari drone adalah sebagai senjata dalam perang. Secara umum drone terbagi menjadi dua yaitu untuk pengintaian/ pengawasan dan untuk tujuan militer. Kemudian dipersenjatai dan bisa digunakan untuk meluncurkan misil dan bom.


(30)

Seiring berkembangnya pemanfaatan drone tidak hanya terbatas pada hal militer saja, namun kini juga sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan yang lebih beragam.

Drone pertama kali digunakan sebagai senjata dalam perang adalah pada tahun 1912 sampai dengan tahun 1913 yang sering disebut juga dengan Perang Balkan. Perang Balkan adalah suatu rangkaian pertempuran yang berlangsung pada tahun 8 Oktober 1912 sampai dengan 18 Mei 1913 antara Liga Balkan (Serbia,Montenegro,Yunani dan Bulgari) melawan Kekaisaran Ottoman Turki. Setelah itu diikuti pada Perang Dunia Kedua.

Penggunaan drone semakin meningkat secara drastis pada saat terjadi pertikaian di Afganistan, Irak, dan Pakistan oleh Amerika.Meski memiliki beberapa keunggulan dalam penggunaanya, penggunaan drone juga menuai protes dari banyak kalangan.Perkembangan senjata berbahaya telah terjadi pada masa Perang Dingin, dengan tanpa ada pengawasan yang tegas dari PBB dimana ditandai dengan munculnya bom-bom gas, bakteriologi dan nuklir serta senjata-senjata kontroversial lainnya yang menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.Meski telah ada peraturan-peraturan tentang penggunaan senjata tersebut seperti yang tercantum dalam konvensi-konvensi dan traktat-traktat yang telah ada.

Penggunaan senjata yang berbahaya ini juga bahkan digunakan oleh negara adidaya seperti Amerika yang menggunakan senjata kimia dan biologis maupun kimia dalam Perang Vietnam dan juga dalam dalam penyerangannya ke Pakistan pada tahun 2004-2009 yang menggunakan UAV atau drone.Amerika dalam hal ini melanggar aturan tentang penyalahgunaan senjata berbahaya yang dilarang dalam


(31)

perang.Amerika memakai pesawat tanpa awak atau drone.Kasus ini banyak korban yang mati karena penggunaan senjata tersebut.Korban yang berjatuhan tidak secara khusus ditujukan kepada kombatan namun juga mengenai non kombatan dalam hal ini penduduk sipil.Dengan terjadinya hal ini, Amerika dikecam oleh banyak negara karena penggunaan drone tersebut.

Konvensi lain yang dihasilkan menyangkut penggunaan alat/senjata perang adalah Konvensi 1980 yang mempunyai judul Convention on prohibitions or restrictions on the use of certain conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or have indiscriminate effect. Konvensi tersebut disertai dengan tiga protokol, yaitu***********:

1. Protokol I tentang non-detectable fragments (kepingan logam yang tidak dapat terdeteksi)

2. Ptotokol II tentang prohibition on restiction on use of mines bobby trap and other (larangan dan pembatasan penggunaan ranjau darat dan lainnya)

Device

1. Protokol III tentang prohibition on restiction on us of incendiary weapons

(larangan dan pembatasan pengunaan senjata-senjata pembakar)

Protokol ini menyatakan secara tegas menentang penggunaan didalam kategori protokol tersebut dan pada poin III juga menambahkan larangan penggunaan senjata dan metode peperangan atau angkatan bersenjata yang menyebabkan kerusakan hebat dan tidak selayaknya dan menambahkan suatu larangan tersebut penggunaan

***********


(32)

metode atau cara yang akan menimbulkan kerusakan luas berjangka waktu lama dan dahsyat terhadap lingkungan alam (pasal 35).

Dengan ini maka penggunaan senjata tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang dan semakin terus diperhatikan karena kembali lagi dengan menjunjung kemanusiaan untuk menciptakan perang yang manusiawi, walaupun pada prakteknya saat ini penggunaan drone sebagai senjata perang masih dapat kita temui sampai saat ini. Contoh yang paling bisa kita ingat adalah serangan drone yang bertubi-tubi terhadap Palestina yang menyebabkan banyaknya korban berjatuhan baik yang kombatan maupun yang non-kombatan

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan penggunaan senjata dalam perang menurut hukum humaniter internasional ?

2. Bagaimana legalitas penggunaan drone ditinjau dari hukum humaniter internasional ?

3. Bagaimana sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membantu dalam mengetahui mengenai pembahasan tentang apa yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengenai pengaturan penggunaan senjata dalam perang yang diatur dalam hukum humaniter internasional


(33)

2. Untuk mengetahui legal atau tidak penggunaan drone dalam perang oleh hukum humaniter internasional

3. Untuk mengetahui saksi hukum bagi pelanggar hukum humaniter internasional Selain tujuan dari penelitian ini, juga perlu diketahui mengenai manfaat dari penelitian ini yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis

Penelitian ini dapat membantu menambah bahan pengetahuan Hukum Humaniter Internasional secara umum maupun hukum Humaniter Internasional secara khusus. Dapat pula dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya pada bidang yang sama.

b. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang tinjauan yuridis atas Hukum Humaniter Internasional terkait dengan legalitas penggunaan drone dalam perang.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman selama duduk dibangku kuliah terlebih setelah berada di Jurusan Hukum Internasional. Penelitian ini berupaya untuk menuangkan ide atau gagasan dari sudut pandangan Hukum Humaniter Internasional terhadap legalitas penggunaan drone dalam perang. Sepanjang penelusuran dalam ruang lingkup FH USU bahwa penulisan tentang “Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Dalam Perang Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional” belum pernah ditulis sebelumnya. Namun


(34)

demikian, dalam beberapa literatur penulisan sebelumnya dalam lingkup FH USU khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai persamaan dalam hal substansi seperti dasarmengenai Hukum Humaniter Internasional, Konvensi Den Haaq 1907, Konvensi Jenewa 1949.

E. Tinjauan Yuridis

Penelitian ini memperoleh bahan tulisan dari buku-buku yang berkaitan dengan penelitian laporan-laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka diberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologi, maupun pendapat dari para satjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan dijabarkan dalam skripsi ini antara lain :

a. Hukum Humaniter Internasional : adalah hukum yang mengatur mengenai konflik bersenjata baik yang bersifat internasional (international armed conflict) maupun yang bersifat non internasional (non international armed conflict)

b. Senjata : adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri dan juga untuk mengancam dan melindungi. Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata†††††††††††

†††††††††††

Diakses dari Wikipedia, hhtp://id.m.wikipedia.org/wiki/Senjata dikutip pada tanggal 3 Maret 2015


(35)

c. Senjata konvensional : senjata yang lazin (umum,biasa)

d. Drone/UAV‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

digunakan (tidak termasuk senjata atom, nuklir, kuman, dan senjata-senjata inkonvensional lainnya)

e. Sanksi hukum : perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan yang diberikan oleh pihak yang berperilaku menyimpang.

(pesawat tanpa awak): adalah sebuah mesin terbang atau pesawat yang berfungsi dengan dikendallikan jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptifanalisis yang merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif maka sumber data yang digunakan merupakan sumber data sekunder yang dapat di verifikasi sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau aturan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang terkait objek penelitian antara lain :

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

UAV adalah singkatan dari Unmanned Aerial Vehicle yang merupaka nama lain dari drone atau pesawat tanpa awak


(36)

1. Konvensi Den Haaq 1907

2. Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahan I dan II

3. Lieber Code

4. St. Petersburg Declaration

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku terkait, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan hasil- hasil penelitian sebelumnya. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap yang memberikan petunjuk atau penjelasan lebih terhadap bahan hukum primer dan sekunder ensiklopedia dan lain-lain.

d. Metode Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah analisis secarapendekatan kualitatif terhadap data sekunder.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum untuk mempermudah memahami materi yang disampaikan, penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang berhubungan erat satu sama lain, dengan perincian sebagai berikut :

Bab pertama merupakan dasar bagi pembuatan penelitian ini, dan juga didalamnya membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat


(37)

penulisan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian apakah yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini serta sistematika penulisan.

Bab kedua menjabarkan tentang pengaturan dan penggunaan senjata dalam perang menurut hukum humaniter yang juga berisi mengenai pengertian senjata, pengaturan alat-alat/senjata perang serta penggunaan senjata dalam perang menurut hukum humaniter

Bab ketiga menjelaskan mengenaiaspek historis dan yuridis penggunaan drone dilihat dari hukum humaniteryang berisi mengenai pengertian drone beserta sejarah lahirnya drone, alasan penggunaan drone sebagai senjata dalam perang serta dampak buruknya juga menjelaskan legalitas penggunaan drone dalam perang ditinjau dari hukum humaniter internasional

Bab keempat menjelaskan mengenai penyelesaian damai sengketa internasional, mekanisme pelaksaan penegakan hukum humaniter internasional serta sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional

Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran yang memberikan semua kesimpulan jawaban atas rumusan masalah serta saran yang berupa masukan-masukan untuk hukum humaniter internasional.


(38)

BAB II

PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SENJATA DALAM PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER

A. Pengertian Umum Senjata

Dalam perang, setiap masing-masing pihak yang bertikai memiliki alat/senjata perang.Senjata ini dimaksudkan dengan tujuan untuk mempermudah masing-masing pihak yang bertikai dalam menggapai kemenangan.Senjata sendiri memiliki arti yaitu suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda.Senjata dapat digunakan untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi.Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (baik dalam arti merusak psikologi maupun fisik manusia).

Senjata juga dapat dikategorikan kedalam 3 (tiga) jenis utama yaitu berdasarkan§§§§§§§§§§§

1. Siapa yang memakainya

Siapa pemakainya merujuk kepada apa yang menggunakannya misalnya : a. Senjata pribadi (senjata ringan) yang dibuat untuk digunakan satu orang b. Senjata kru lebih besar dari senjata pribadi, membutuhkan lebih dari satu

orang

c. Senjata kendaraan yang dibuat untuk dipasang dan ditembakan dari kendaraan

§§§§§§§§§§§


(39)

d. Senjata udara dibuat untuk dibawa dan di pakai kendaraan udara seperti pesawat daaan helikopter

e. Senjata laut yang dibuat untuk ditembakan dari kapal atau kapal selam f. Senjata antariksa yang dibuat untuk ditembakan dari luar angkasa 2. Cara pemakaiannya

Cara pemakaian merujuk pada cara pengoperasian senjata yaitu :

a. Artileri adalah senjata yang menembak proyektil berhulu ledak ke jarak yang sangat jauh

b. Panah adalah senjata yang memakai energi yang dihasilkan seutas tali untuk melemparkan proyektil

c. Roket adalah sejenis pesawat yang menggunakan bahan kimia untuk meluncurkan proyektil berhulu ledak

d. Misil atau peluru kendali adalah roket yang bisa dikendalikan setelah diluncurkan

e. Senjata api menggunakan ledakan mesiu untuk menembakkan proyektil f. Senjata biologi menggunakan agen biologi seperti bakteri untuk menyerang

manusia dan hewan

g. Senjata kimia menggunakan bahan-bahan kimia untuk menyerang dan meracuni manusia

h. Senjata energi menggunakan konsentrasi energi seperti laser, listrik, suhu, atau suara


(40)

j. Senjata pembakar menggunakan bahan yang bisa menghasilkan kerusakan dengan pembakaran

k. Senjata tajam adalah alat yang ditajamkan untuk digunakan langsung untuk melukai tubuh lawan

l. Senjata nuklir menggunakan bahan radioaktif untuk menghasilkan fusi nuklir atau fisi nuklir yang menghasilkan ledakan dahsyat

m. Senjata bunuh diri biasanya adalah bahan peledak yang diledakkan oleh operator dan operatornya tidak akan selamat dari ledakan itu.

3. Apa targetnya

Apa targetnya merujuk pada senjata yang dirancang untuk menghancurkan benda tertentu :

a. Senjata anti udara adalah senjata yang dirancang untuk menghancurkan pesawat, helikopter, peluru kendali dan benda terbang lainnya

b. Senjata anti personel adalah senjata yang dirancang untuk menyerang manusia (infanteri)

c. Senjata anti kapal adalah senjata yang menargetkan kapal dan kendaraan air lainnya

d. Senjata anti tank adalah senjata yang dibuat untuk menghancurkan kendaraan yang berlapis baja

e. Senjata anti kapal selam adalah senjata yang dibuat untuk menghancurkan kapal selam


(41)

g. Senjata pendukung infanteri adalah senjata yang dibuat dan digunakan untuk menyerang dan sifatnya mendukung infanteri, misalnya mortir dan senapan mesin.

Kategori senjata yang termasuk dalam senjata yang paling mematikan/ senjata pembunuh masal yaitu

1. Senjata nuklir************

Senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya pemusnah yang dasyat dan bahkan mampu menghancurkan kota

2. Senjata kimia††††††††††††

Senjata yang memanfaatkan sifat racun senyawa kimia untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh.Penggunaan senjata kimia ini berbeda dengan senjata konvensional maupun senjata nuklir karena efek merusak pada senjata kimia ini bukan pada daya ledaknya.Menurut Konvensi Senjata Kimia

(Chemical Weapons Convention) yang dianggap sebagai senjata kimia adalah penggunaan produk toksik yang dihasilkan organisme hidup (misalnya

botulinum, risin, atau saksitoksin).Menurut konvensi ini juga segala jenis zat kimia yang beracun, tanpa memperdulikan asalnya, dianggap sebagai senjata kimia kecuali jika digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang (suatu definisi hukum yang penting, yang dikenal sebagai Kriteria Penggunaan Umum, General Purpose Criteron).

3. Senjata Biologis

************

ibid

††††††††††††


(42)

Senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organise penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai atau melumpuhkan musuh.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

4. Drone

Pengertian yang lebih luas senjata biologi tidak hanya berupa organise patogen tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu. Kenyataannya senjata biologis tidak hanya menyerang manusia tetapi juga tumbuhan dan hewan.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan.

B. Pengaturan Penggunaan Alat-alat/Senjata dalam Perang Menurut Hukum Humaniter

Hukum Humaniter Internasional hadir untuk berusaha melindungi orang yang tidak terlibat maupun yang tidak terlibat lagi dalam konflik bersenjata dan juga untuk membatasi alat dan cara dalam berperang dan juga memberikan perlindungan terhadap orang yang terkena dampak dari konflik tersebut. Sebenarnya pengaturan mengenai alat-alat atau senjata perang di atur dalam Konvensi Den Haaq. Hukum Den Haaq terdiri dari serangkaian peraturan yang mengatur mengenai sarana (alat) dan metoda berperang, baik berupa konvensi maupun deklarasi, yang terbentuk dalam Konferensi Perdamaian di Den Haaq pada tahun 1899 dan 1907, yakni yang menghasilkan serangkaian konvensi Den Haaq.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡


(43)

Namun sebelum terbentuknya Konvensi Den Haaq 1899 dan 1907 tersebut lebih dulu ada aturan yang mengatur mengenai cara dan alat perang, yaitu diantaranya :

- Lieber Code atau Instructions for Goverment of Armies ofthe United States

(1863)

- St Petersburg Declaration (1868).

Sebelum terbentuk Lieber Code dan St Petersburg Declaration, pada tahun 1874 telah diadakan Brussel Conference oleh Tsaar Alexander I guna membahas hukum dan kebiasaan berperang. Brussel Conferencemenghasilkan “Final Protocol” dan “Project of an International Declaration Concerning the Laws and Costume of War” (Proyek dari sebuah Deklarasi Internasional yang berkaitan dengan Hukum dan Kebiasaan Perang), namun karena tidak semua negara mau menerimanya sebagai suatu konvensi yang mengikat, menyebabkan Final Protocol dan Project of and International Declaration Concerning the Laws and Costume of War tidak diratifikasi. Kedua Deklarasi Internasional mengenai hukum dan kebiasaan perang yang batal ini memicu dilakukannya hukum perang.

Walaupun Lieber Code dan St Petersburg Declaration bukan merupakan hasil dari Konferensi Perdamaian I (1899) dan II (1907) di Den Haaq, namun kedua instrument ini sangat penting guna bisa memahami perangkat peraturan hukum yang mengatur mengenai sarana dan metoda perang.


(44)

Ketentuan dimana para pihak yang berkonflik memiliki hak untuk menggunakan senjata secara tak terbatas untuk tujuan perangnya. Pembatasan ini didasarkan pada dua ketentuan yaitu§§§§§§§§§§§§

1. Ketentuan mengenai prinsip-prinsip persenjataan yang telah dikembangkan 2. Masyarakat internasional yang sudah menerima sejumlah larangan khusus atau

setiap pembatasan dimana telah disepakati suatu bentuk tertentu dari persenjataan atau metode perperang

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 Protokol Tambahan tahun 1977 mengakui bahwa maksud dari melukai musuh dengan tidak terbatas ini dan kemudian menetapkan larangan bagi para personil militer menggunakan materi dan peluru atau metode perang yang secara nyata menyebabkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. Selain itu penggunaan alat dan senjata perang juga telah di cantumkan dalam Lieber Code.

Lieber Code atau Instruksi Lieber adalah sebuah dokumen yang berisi serangkaian peraturan berbentuk instruksi bagi para tentara Amerika Serikat dalam menghadapi Perang Saudara di Amerika (1861-1865).*************Nama lengkap dari

Lieber Code

§§§§§§§§§§§§

Evans, Malcom D, International Law, Published in The United State by Oxford University Press Inc, New York, 2003, hlm 80

*************

Ambarwati,dkk, op cit, hlm 31

adalah Instruction for the Goverment of Armies of the United States in the Field (Instruksi Bagi Pimpinan Tentara Amerika Serikat di Medan Perang).Lieber Code semacam petunjuk lapangan. Kode ini mengatur secara rinci mengenai aspek- aspek hukum dan kebiasaan perang di darat antara lain :


(45)

a. Bagaimana perang dilaksanakan ?

b. Bagaimana perlakuan yang harus diberikan kepada penduduk sipil, para tawanan perang, mereka yang terluka dan sebagainya.

Pasal 14 jo 16 Lieber Code mengatur mengenai hakekat dari prinsip kepentingan militer, yaitu suatu prinsip yang sangat penting dalam hukum perang sedangkan Pasal 170 Lieber Code secara eksplisit memberikan larangan penggunaan senjata beracun†††††††††††††.

Pada awalnya Lieber Code ini merupakan dokumennya Amerika Serikat secara nasional, yang diterapkan saat terjadi perang saudara atau Civil War yang sifatnya tidak mengikat negara-negara lain, namun kemudian dalam kenyataanya Lieber Code

pada abad ke-19 menjadi model dan sumber inspirasi bagi kodifikasi mengenai hukum dan kebiasaan perang. Menurut Fritz Kalshoven Lieber Code ini ternyata kemudian mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan Hukum Den Haaq.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Selain Lieber Code, ada pula St. Petersburg Declaration (1868)dimana Secara lengkap St. Petersburg Declaration ini berjudul “Declaration Renouncing the Use, in

†††††††††††††

Pasal 14 Lieber Code adalah “kebutuhan militer yang dapat dimengerti oleh masyarakat modern yang beradap, terdiri dari kebutuhan yang dipilih dengan hati-hati yang sangat dibutuhkan guna menjamin akhir dari perang dan tidak melanggar hukum berkaitan dengan hukum modern bagi penggunanya dalam perang”.

Pasal 16 Lieber Code adalah “dalam keaadan mendesak militer tidak diizinkan menggunakan tindakan yang kejam.. juga tidak diijinkan menggunakan racun dalam segala cara, maupun dalam keseluruhannya kebutuhan militer tidak memasukkan perilaku permusuhan yang akan membuat kemungkinan untuk damai menjadi sukar”.

Pasal 170 Lieber Code adalah “penggunaan racun dalam acara apapun, ataukah itu dengan cara meracuni sumur, atau makanan atau senjata sama sekali harus dicegah dalam suatu perang modern. Mereka yang menggunakan hal itu menempatkan dirinya sendiri diluar batas hukum dan kebiasan perang”.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Fritz Kalshoven, Constraints on the Waging of War, 2nd


(46)

Time of Wa, Explosive Projectile Under 400 Grammes Weight” (Deklarasi Yang Tidak Mengakui Penggunaan, Dalam Saat Perang, Projektile Yang Dapat Meledak Dibawah Berat 400 Gram). Ini adalah instrumen yang sangat berbeda sekali dengan

Lieber Code. Lieber Code adalah suatu aturan yang sangat rinci dan bersifat nasional, sedangkan St. Petersburg Declaration adalah suatu perjanjian internasional yang hanya mengatur mengenai suatu aspek saja dari peperangan, yaitu mengatur tentang persenjataan khususnya mengenai perkembangan projektil-projektil yang dapat meledak.§§§§§§§§§§§§§

Fritz Kalshoven menulis bahwa apabila ditunjukan kepada manusia, maka penggunaannya tidak akan efektif ketimbang menggunakan senjata biasa, karena tidak menyebabkan pihak lawan menyandang status horst de combat, karena luka yang disebabkan tembakan projektil tersebut justru bertambah parah dan menambah penderitaan bagi mereka yang mengalaminya.**************

Maksud utama dari deklarasi ini adalah untuk membatasi penggunaan persenjataan yang dikembangkan sehingga mudah menyala dan meledak, yang bilamana senjata ini digunakan terhadap bangunan-bangunan militer akan menimbulkan akibat yang cukup berarti.

1. That the progress of civilization should have the effect of alleviating as much as possible the calamities of war (karena adanya kemajuan peradaban manusia Dalam St. Petersburg Declaration dapat dilihat adanya tiga paragraf operasional yang perlu diperhatikan sehubungan dengan cara berperang :

§§§§§§§§§§§§§

Arlina pertamasari dkk, Pengantar Hukum Humaniter, International Committe of the Red Cross, Jakarta,1999,hlm 43

**************


(47)

maka harus menimbulkan efek mengurangi sedapat mungkin bencana dari perang). Maksudnya, demi kemajuan peradaban manusia harus banyak dicegah bencana dari perang.

2. That the only legitimate object which States should endeavour to accomplish during war is to weaken to military force of the enemy (yang menjadi objek yang sah yang harus diusahakan dengan keras untuk diselesaikan oleh negara-negara selama peperangan adalah untuk melemahkan kekuatan tentara dari musuh). Maksudnya, dalam setiap pertempuran harus dihindari perusakan atau korban dari mereka yang bukan tentara.

Ada klausula dalam St. Petersburg Declaration yang menyebutkan bahwa penggunaan senjata yang bersifat mudah meledak dapat menambah penderitaan pada manusia, penggunaan mana diakui bertentangan dengan hukum kemanusiaan (the laws of humanity)

3. The contracting or Accending Parties reserve to themselves to come hereafter to an understanding whenever a precise proporsition shall be drawn up in a view of future improvment which science may effect in the armemend of troops, in order to maintain the principles which they have established and to conciliate the necessities of war with the laws of humanity. Maksudnya, bahwa dengan menyadari kemungkinan timbulnya perkembangan ilmu dan teknologi di bidang persenjataan yang dapat mempengaruhi angkatan perang, maka tetap harus diutamakan prinsip-prinsip yang telah diakui, yakni prinsip mengenai kepentingan militer dengan hukum kemanusiaan.


(48)

Lieber Code dan St. Petersburg Declaration dimana keduanya menjadi faktor penting dalam memahami Konvensi Den Haaq selanjutkan, khususnya yang bersangkutan dengan metode dan sarana berperang. Misalnya paragraf operasional pertama dan kedua didalami secara seksama, nampaknya merupakan bahan pokok mengenai ketentuan yang menyangkut sasaran militer dalam berperang, yang kemudian ditegaskaan kembali dalam Konvensi atau Hukum Jenewa 1949 yang kemudian secara definitif ditegaskan dalam Protokol Tambahan I/1977.

Demikian pula dalam klausula St. Petersburg Declaration yang disebut diatas yaitu tentang penggunaan senjata yang bersifat tidak terbatas yang secara berulang kali ditegaskan kembali dalam dalam banyak konvensi (termasuk dalam Protokol Tambahan I/1977).Demikian juga pada pasal 155 Lieber Code††††††††††††††,

Lieber Code dan St. Petersburg Declaration adalah cikal bakal terbentuknya Konvensi Den Haaq atau yang lebih sering disebut dengan Hukum Den

yang menentukan klasifikasi mereka yang terlibat dalam peperangan yaitu mereka yang tergolong combatans dan non combatans yang berkembang menjadi prinsip pembela (disriction principles) dalam hukum perang.

††††††††††††††

Pasal 155 Liber Code menyebutkan bahwa “All enemies in regular war are divided into two general classes - that is to say, into combatants and noncombatants, or unarmed citizens of the hostile government. The military commander of the legitimate government, in a war of rebellion, distinguishes between the loyal citizen in the revolted portion of the country and the disloyal citizen. The disloyal citizens may further be classified into those citizens known to sympathize with the rebellion without positively aiding it, and those who, without taking up arms, give positive aid and comfort to the rebellious enemy without being bodily forced thereto.”

Artinya: “Semua musuh dalam perang biasa dibagi menjadi dua kelas umum yang mengatakan, dalam kombatan dan warga sipil, atau warga tak bersenjata dari pemerintah yang bermusuhan. Komandan militer pemerintah yang sah, dalam perang pemberontakan, membedakan antara warga negara yang setia di bagian memberontak negara dan warga tidak loyal.Warga setia lebih lanjut dapat diklasifikasikan kedalam warga negara yang dikenal bersimpati dengan pemberontakan tanpa positif membantu, dan orang-orang yang, tanpa mengangkat senjata, memberikan bantuan positif dan kenyamanan bagi musuh pemberontak tanpa tubuh dipaksa padanya”.


(49)

Haaq.Konvensi Den Haaq merupakan ketentuan hukum humaniter yang mengatur mengenai cara dan alat berperang, serta menekankan bagaimana cara melakukan operasi-operasi militer. Konvensi ini disebut dengan The Haque Laws, karena pembentukan ketentuan-ketentuan tersebut dihasilkan di kota Den Haaq, Belanda. Hukum Den Haaq terdiri dari serangkaian ketentuan yang dihasilkan dari Konferensi 1899 dan ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari Konferensi 1907.Hukum Den Haaq adalah kelanjutan dari hasil korespondensi Perdamaian I pada tahun 1899. Konvensi Den Haaq terjadi sebanyak dua kali. Dimana konvensi pertama pada tahun 1899 dan yang kedua tahun 1907. Isi dari dua konvensi ini sama yakni mangatur tata cara dan alat yang diperbolehkan dalam perang yang dilakukan oleh negara-negara yang melakukan, hanya saja isi dari konvensi kedua merupakan penyempurnaan dari konvensi pertama.

Dalam Konvensi Den Haaq 1899 korespondensi yang dimulai pada tanggal 20 Mei 1899 dan berakhir pada tanggal 29 Juli 1899. Korespondensi Perdamaian I merupakan prakarsa Tsaar Nicholas II dari Rusia yang merupakan usaha mengulangi prakarsa pendahulunya yaitu Tsaar Alexander I yang menemui kegagalan dalam mewujudkan suatu Korespondesi Internasional di Brussel pada tahun 1874 yaitu

Final Protocol dan Project of and International Declaration Concerning the Laws and Costume of War. Dasar pemikiran Tsaar Nicholas II untuk menghidupkan kembali gagasan Tsaar Alexander I adalah Rencana Konsepsi Persekutuan Suci (Holy Alliance) antara Austria, Prusia dan Rusia pada tanggal 3 September 1815. Sebagaimana diketahui bahwa Aliansi Empat Negara (Quadruple Alliance) yang ditandatangani oleh Austria, Prusia dan Rusia pada tanggal 20 Nopember 1815 yang


(50)

merupakan kelanjutan dari Konggres Wina yang diselenggarakan antara bulan September Peristiwa Waterloo (kalahnya Napoleon Bonaparte) pada tanggal 18 juni

1815‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡. Untuk memenuhi ambisi Tsaar Nicholas II, maka pada tahun 1898

Court Mouravieff (Menlu Rusia) mengedarkan surat kepada semua Kepala Perwakilan negara negara yang diakteritasikani St. Petersburg,

1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional

yang isinya ajakan dari Tsaar Nicholas II untuk secara bersama-sama mempertahankan Perdamaian Dunia dan mengurangi persenjataan. Konferensi ini menghasilkan tiga konvensi dan tiga deklarasi, yaitu :

2. Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasan Perang di Darat

3. Konvensi III tentang Adaptasi Asas-Asas Konvensi Jenewa tanggal 22 Agustus 1864 tentang Hukum Perang di Laut

Deklarasi yang dihasilkan adalah

1. Larangan penggunaan peluru-peluru dum-dum (peluru-peluru yang bungkusnya tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar dalam tubuh manusia)

2. Peluncuran proyektil-proyektil dan bahan-bahan peledak dari balon, selama jangka waktu lima tahun yang berakhir pada tahun 1905, juga dilarang

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Arlina pertamasari dkk,Ibid, hlm 22 mengutip tulisan Marwati Djoned Poesponegoro,Tokoh dan Peristiwa Dalam Sejarah Eropa 1815-1945,Erlangga, Jakarta,1982, hlm 132-282


(51)

3. Penggunaan proyektil-proyektil yang menyebabkan gas-gas yang beracun yang menyebabkan sesaknya pernafasan , juga dilarang.

Pada Bagian I tentang pihak-pihak yang bersengketa terdapat 3 (tiga) Bab dan Bab I membahas mengenai kualifikasi dari pihak-pihak yang bersengketa.

Pasal I menerangkan bahwa hukum mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban berperang tidak hanya diterapkan pada tentara tetapi juga pada milisi dan kolompok sukarela yang memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Harus dipimpin oleh seseorang yang bertanggungjawab atas bawahannya b. Memakai tanda atau emblem yang dapat dilihat dari jauh

c. Memakai senjata secara terbuka

d. Melaksanakan gerakan operasinya sesuai dengan hukum dan kebiasaan perang Pada Bagian II mengenai Permusuhan di Bab I tentang alat-alat untuk melukai musuh, pengepungan dan pemboman tercantum pada pasal 22 dimana didalamnya terdapat bagian terpenting yaitu klausula pokok yang menyatakan bahwa: hak para pihak yang berperang untuk menggunakan alat-alat untuk melukai musuh adalah tidak tak terbatas.§§§§§§§§§§§§§§ Juga dalam pasal 23***************

a. Menggunakan racun atau senjata beracun

berisi tambahan mengenai larangan-larangan yang ditentukan oleh konvensi-konvensi khusus, maka secara khusus dilarang untuk :

b. Membunuh atau melukai secara kejam orang-orang atau tentara dari pihak musuh

§§§§§§§§§§§§§§

Pasal 22 Haque Convention IV,1907

***************


(52)

c. Membunuh atau melukai lawan yang telah meletakkan senjatanya, atau yang tidak lagi memiliki alat pertahanan, atau yang telah menyerah

d. Menyatakan bahwa perlindungan tidak akan diberikan

e. Menggunakan senjata, proyektil, atau bahan-bahan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu

f. Menyalahgunakan bendera perdamaian, bendera nasional, atau tanda militer dan seragam musuh, dan juga atribut-atribut pembeda dari Konvensi Jenewa g. Menghancurkan atau menyita harta benda milik musuh, kecuali jika

penghancuran atau penyitaan tersebut diperlukan bagi kepentingan militer; h. Menyatakan penghapusan, penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya

hak-hak pembelaan warga negara pihak-hak musuh dalam suatu pengadilan.

Setelah pada tahun 1899 mennghasilkan Konvensi Den Haaq 1899 pada tahun 1907 dilakukan Konferensi Perdamaian II dan menghasilkan kembali Konvensi Den Haaq 1907 dimana sebenarnya isi dari Konvensi Den Haaq 1899 sama dengan isi dari Konvensi Den Haaq 1907 mengenai tata cara dan alat yang diperbolehkan dalam perang bagi negara-negara yang melakukanya. Konvensi Den Haaq 1907 ini hanya sebagai penyempurnaan dari Konvensi Den Haaq 1899.

Konferensi Perdamaian II adalah merupakan gagasan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Hay pada tanggal 21 Oktober 1904 membuat Surat Edaran yang ditujukan kepada wakil-wakil Amerika Serikat yang ditempatkan dinegara yang meratifikiasi Final Act 1899. Pada saat itu Rusia sedang berperang dengan Jepang. Namun demikian Tsaar dari Rusia menyatakan keinginanya untuk menyelenggarakan


(53)

konferensi ini, karena ia mendengar bahwa Presiden Theodore Roosevelt mempersilahkan Tsaar untuk bertindak sebagai penyelenggara.

Konferensi ini lebih besar memfokuskan dan menitikberatkan masalah perang dilaut, karena pada saat itu ketentuan perang laut belum ditetapkan pada kenvensi sebelumnya.Pada saat itu Inggris mencoba memasukkan putusan mengenai pembatasan persenjataan di perang laut, namun hal ini digagalkan oleh negara negara peserta yang dipimpin oleh negara netral.Putusan mengenai pembatasan persenjataan perang di laut ditolak oleh Jerman karena beranggapan bahwa putusan tersebut merupakan buatan negara Inggris dengan maksud untuk membatasi ruang gerak armada laut Jerman yang pada saat itu sangat kuat dan sulit dikalahkan oleh negara sekutu.Jerman menolak usulan tentang arbitrse wajib.Hasil konferensi tersebut berhasil memperbesar mekanisme untuk arbitrase sukarela dan menetapkan sejumlah konvensi yang mengatur penagihan utang, aturan perang, dan hak serta kewajiban negara netral dan Konferensi Perdamaian II di Den Haaq mengasilkan 13 Konvensi dan sebuah deklarasi.

Konvensi-konvensi yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian II di Den Haaq tahun 1907 adalah sebagai berikut†††††††††††††††

1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional :

2. Konvensi II tentang Pembatasan Kekerasan Senjata dalam menuntut Pembayaran Hutang yang berasal dari Perjanjian Perdata

3. Konvensi III tentang Cara Memulai Perang

4. Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat

†††††††††††††††


(54)

5. Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban Negara dan Warganegara Netral dalam Perang di Darat

6. Konvensi VI tentang Status Kapal Dagang Musuh pada saat Permulaan Perang 7. Konvensi VII tentang Status Kapal Dagang menjadi Kapal Perang

8. Konvensi VIII tentang Penempatan Ranjau Otomatis di Dalam Laut 9. Konvensi IX tentang Pemboman oleh Angkutan Laut di Waktu Perang

10.Konvensi X tentang Adaptasi Azas-Azas Konvensi Jenewa tentang Perang di Laut

11.Konvensi XI tentang Pembatasan Tertentu Terhadap Penggunaan Hak Penangkapan dalam Perang di Laut

12.Konvensi XII tentang Mahkamah Barang-barang Sitaan

13.Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut Konvensi VI sampai dengan konvensi XII Den Haaq 1907 pada umumnya mengatur masalah kapal, kapal perang, jadi menyangkut perang di laut

Adapun satu-satunya deklarasi yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian II tersebut adalah Deklarasi yang melarang Penggunaan proyektil-proyektil atau bahan-bahan peledak dari balon.

Mengenai sarana dan metoda berperang adalah berbicara tentang hukum Den Haaq yang bukan hanya terdapat dalam hasil Konferensi Perdamaian I dan II saja.Perkembangannya bahwa ketentuan-ketentuan mengenai sarana dan metoda


(55)

berperang tersebut tidak hanya terdapat dalam konvensi-konvensi Den Haaq saja melainkan pada Protokol Tambahan 1977.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Ketentuan utama tentang metoda dan sarana berperang terdapat dalam Konvensi Den Haaq ke-IV (1907)§§§§§§§§§§§§§§§

1. In many armed conflict, the right of the Parties to the conflict to choose methods on means of wrfare is not unlimited

terutama lampiran Annexnya terutama yang berjudul “Regulations respecting the laws and customs of war on land” atau yang biasa disebut Haque Regulations (Peraturan-peraturan Den Haaq).

Haque Regulations ini mengatur mengenai hukum dan kebiasaan perang di darat, termasuk ketentuan-ketentuan mengenai metoda dan sarana berperang.

Peraturan Den Haaq mengenai sarana (alat) berperang terlebih dahulu diketahui dua peraturan dasar (basic rules) yang melandasinya yaitu

2. It is prohibited to employ weapons, projectiles and material and methods of warfare of a nature to cause superfluous injury or unnecessary suffering.

Peraturan dasar yang paling utama dalam menggunakan sarana atau alat untuk melakukan peperangan (means of warfare) dalam suatu sengketa bersenjata ialah keterbatasan dalam memilih dan menggunakan sarana atau alat berperang. Prinsip ini tercantum dalam ketentuan Pasal 22 Haque Regulations yang menyatakan bahwa : “hak belligerents untuk menggunakan sarana dalam menghancurkan musuh adalah tidak tak terbatas (is not unlimited).” Prinsip ini ditegaskan kembali dalam Resolusi

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Oleh karena itu, menurut ICRC, protokol Tambahan 1977 juga disebut dengan Hukum Campuran (mixed law) karena tidak hanya mengatur tentang perlindungan terhadap penduduk sipil saja, melainkan juga mengatur tentang metoda dan saran berperang

§§§§§§§§§§§§§§§

Karena telah diperbarui, maka pembahasan Lampiran Konvensi II 1899 dilakukan sekaligus dengan Lampiran Konvensi IV 1907. Dengan mengutamakan konvensi yang terakhir, serta membandingkan kedua klausula dalam kedua konvensi dimana dianggap perlu


(56)

XXVIII pada Konferensi Internasional Palang Merah ke XX di Wina (1965) dan juga dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2444(XXIII).

Contoh penggunaan prinsip ini tampak pada konvensi yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian II, misalnya Pasal 1 Konvensi VIII (Convention relative to the laying of outomatic submarine contact mines) yang melarang penggunaan ranjau dan torpedo, dengan pengecualian yang cukup ketat sebagai berikut :

1. To lay unanchored automatic contact mines, except when they are so constructed as to become harmless one hour at most after the person who laid them ceases to control them

2. To lay unanchored automatic contact mines which do not become harmless as soon as they have broken loose from their moorings

3. To use torpedoes which do not become harmless when they have missed their mark

Melihat rumusan pasal 1 diatas, jelas bahwa negara yang bersengketatidak dapat sebebas-bebasnya menggunakan ranjau, namun dibatasi oleh syarat-syarat tertentu.Contoh diatas mencerminkan bahwa penggunaan senjata oleh para pihak yang bersengketa adalah tidak tak terbatas (sangat terbatas).

C. Penggunaan Senjata yang dilarang dalam Perang menurut Hukum Humaniter

Pengaturan mengenai larangan penggunaan senjata tertentu telah diatur dalam beberapa konvensi internasional.Pada dasarnya perang itu disesuaikan dengan


(1)

Lachs, Manfred, Responsibility ForTheDevelopment of Humanitarian Law, and Cristopher Swinarski (Ed), Studies and Essayon International Humanitarian Law and Red Cross Principles, Martinus Nijhoff Publishers, Laiden, 1984. Romli Atmasasmita, Penganta Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama,

Bandung, 2000.

Dian Wirengjurit, Kawasan Damai Dan Bebas Senta Nuklir, Penerbit Alumni, Bandung, 2002.

Zubaidah Alatas, Sri Hidayati, dkk, Buku Pintar Nulkir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, 2008

O'Connell dan Mary Ellen, Socio-Legal Perspectives on the Use of Lethal Force : A case study of Pakistan, Oxford, 2004-2009.

Holsti,K.J., Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis,terj., Bandung, Binacipta, 1987.

Hans J. Morgenthau, Politik Antar Bangsa, Buku-dua,Terj., Jakarta:Obor, 1989

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi kedua, Bandung: Alumni, 2005.

LH.McCormack and Gerry J. Simpson, The Law of War Crimes, National and International Approaches, Kluwer Law International. The Haque, 1997

Ronan Doare, Didier Danet Jean-Paul Hanon, & Gerard de Boisboissel, Robots on the Battleield Contemporary Issues and Implications for the Future, Combat Studies Institute Press, Fort Leavenworth, Kansas, 2014.

J.G. Merrills, International Disputes Settlement, Cambrige: CambrigeU.P., 2nd ed, 1995, hlm 179


(2)

Hans J. Morgenthau, Politik Antar Bangsa, Buku-dua,Terj., Jakarta:Obor, 1989, hlm 230

Boutros Boutros Ghali, An Agenda for Peace, New York: United Nation, 1992, hlm.12

Eduardo Jimenez De Arechaga, United Nations Security Council, Encylopedia of Public International Law, Instalment 5, 1983, hlm 346

KONVENSI INTERNASIONAL Declaration of Paris, 1856

Lieber Code

Red Cross Convention, 1864, yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka dimedan pertempuran.

Konvensi Den Haaq 1899 dan 1907 Konvensi Jenewa 1949

Protokol Tambahan 1977

Chemical Weapons Convention (Konvensi Senjata Kimia)

Konvensi Senjata Konvensional/Certain Conventional Weapons Convention Konvensi Dublin, Tentang Larangan Penggunaan Bom Cluster

Kovensi Senjata Biologi (BWC) atau Konvensi Senjata Biologi dan Toksin (BTWC)

ARTIKEL/WEBSITE

War and International Humanitarian Law, dimuat dalam


(3)

FardihusVartry,Hukum Humaniter InternasionalGudang Ilmu Hukum, sebagaimana dimuat di

Hand Book of The International Red Cross and Red Crescent Movement, Therteen Edition, ICRC, Geneva dalam Mahf

Wikipedia, hhtp://id.m.wikipedia.org/wiki/Senjata

Mengenal Senjata Biologis Bahaya dan Larangan Penggunaannya dimuat dalam

The Biological Weapons Convention

Senjata Perusak yang Dilarang dimuat dalam

13.00

PBB Setujui Resolusi Pertama Larangan Perdagangan Senjata Rngan dimuat dal


(4)

Orasi Ilmiah, Abad 21 Akan Muncul Senjata Pemusnah Massal!, dalam http://megapolitan.kompas.com/read/2009/08/21/11370514/orasi.ilmiah.abad.2 1.akan.muncul.senjata.pemusnah.massal

Aviasi dan Alutsista, Keunggulan Pesawat Tanpa Awak, 2011, dimuat dalam http://www.aviasista.com/2011/12/keunggulan-pesawat-tanpa-awak.html Covert Drone War,dala Use force, dimuat dala

20force. docx,

The New York Times, Predator Drones and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs), dimuat dala

Bagaimana sejarah Drone?, Jejak Tapak, dimuat dalam

dal

Julius Irfan, “Kegunaan-kegunaan Teknologi UAV atau Pesawat Tanpa Awak”, Sains Human diakses pad

Paul B. Stares and Micah Zenko. Enhancing U.S. Preventive Action,CSR No. 48. A Center for Preventive ActionReport. October 2008

DRONES- An Inhumanly Attack: Analisa Hukum Humaniter Internasional, Academia.edu,


(5)

Korban Tewas di Gaza Lampaui 2.000 Orang”, dimuat dalam

Jauh”, dimuat dalam

Tim Riset Global Future Institute (GFI), Isu Hangat, Drone Pelanggaran Hukum Kemanusiaan Internasional, The Global Review, diakses dari

Cara Drone Amerika Bekerja, 2009 dimuat dalam

Lita Ayu, Peran ICRC dalam Upaya Penegakan Hukum Humaniter Internasioal, Prezi, dimuat dala

Cara Drone Amerika Bekerja, 2009 dimuat

dalam

Penggunaan Pesawat Tanpa Awak Bersenjata Harus Sesuai Hukum, dimuat

dalam

PBB Kecam Brutalisme Amerika dan Israel”, Jurnal3, dimuat dalam


(6)

Andreas Gerry Tuwo, “Parlemen Yaman Setujui Larangan Drone”, dimuat

dalam

Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai”, dimuat

dalam

Timothy LH.McCormack and Gerry J. Simpson, The Law of War Crimes, National and International Approaches, Kluwer Law International. The Haque, 1997, hlm 172